• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENELITIAN

E. Teknik Analisis Data

3) Analisis Karakteristik Masyarakat Suku Nuaulu

Secara umum kita mengakui bahwa masyarakat suku Nuaulu memiliki karakteristik adat budaya tersendiri. Karakteristik adat budaya yang khas bagi masyarakat suku Nuaulu itu tertuang dalam ketujuh unsur kebudayaan yang universal. Masyarakat suku Nuaulu tentunya memiliki karakteristik budaya masyarakat yang kompleks, yakni dengan adanya sistem bahasa yang merupakan suatau sistem komunikasi yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari.

Begitu pentingnya bahasa dalam kehidupuan manusia yang dipakai untuk berhubungan antara satu dengan yang lainnya sampai-sampai sebuah kisah nyata dari seorang Hellen Keller, dapat membuat kita mengerti akan arti sebuah bahasa. wanita yang dilahirkan buta dan tuli, sampai umur 19 tahun, ia belum pernah berkomunikasi dengan manusia lainnya berikut kisahnya yang kemudian di filmkan oleh produksi Film India dengan judul “ Black ”

“ Guru saya memegang tangan saya dan membiarkannya diguyur oleh air yang mengalir dari pompa sewaktu air yang sejuk itu mengguyuri tangan saya, pada tangan saya yang satu lagi guru saya mengeja air, mula-mula secara lambat kemudian cepat. Tiba-tiba saya merasakan suatu kesadaran yang samar-samar, seolah-oleh sesuatu pikiran kembali lagi dan rupanya selubung rahasia dari bahasa terungkapkan pada saya. Waktu itu saya menjadi tahu bahwa w-a-t-e-r (air) berarti hal yang sejuk yang mengenakan dan mengguyur tangan saya. Kata yang hidup tersebut membangunkan jiwa saya. Tentu masih banyak pengahalang, tetapi hal itu dapat disisihkan. Saya pergi dari pompa air dengan kegairahan untuk belajar. Sewaktu saya kembali kerumah rasanya semua barang yang saya sentuh memancarkan getaran hidup. demikian perasaan saya karena segala sesuatu saya tanggapi dengan pandangan yang baru saya temukan. ”

Ilustrasi ini menunjukan bahwa betapa pentingnya kata-kata dan makna yang diwakili oleh kata-kata tersebut. Hal tersebut pula yang dirasakan oleh masyarakat suku Nuaulu, sehingga walaupun mereka mampunyai bahasa tersendiri akan tetapi mereka juga belajar bahasa orang lain yang ada disekitarnya seperti bahasa Tamilou dan bahasa Melayu Ambon untuk dapat berinteraksi dan berkomunikasi dengan baik, karena bahasa adalah realitas utama yang membedakan manusia dari makhluk bumi lainnya yang memungkinkannya berkebudayaan. Bahasa adalah sistem komunikasi yang menjadi pangkal dalam kompleks relasi maupun oposisi sosial, tanpa bahasa tidak mungkin orang berfikir, tanpa bahasa tidak mungkin perkembangan pribadi seseorang akan tumbuh. Oleh sebab itu, dalam suatu masyarakat yang bhineka masalah bahasa khususnya bahasa lokal merupakan kunci untuk membuka pintu dunia yang lebih luas.

Mengenai sistem pengetahuan, walaupun masyarakat suku Nuaulu ini tidak bersekolah (baru mengenal sekolah pada generasi muda sekarang) akan tetapi mereka secara alami dan naluriah mengetahui tentang ilmu Astronomi (perbintangan) di

mana dalam pengamatan mereka terhadap peredaran bintang-bintang di malam hari yang sangat berguna sebagai pedoman arah pelayaran dan awal bahari serta penentuan mengenai cuaca hari besok. Begitu pula dengan benda langit lainnya yaitu bulan dalam menentukan kegiatan untuk mencari ikan di laut. Jika diperhatikan, maka pengetahuan tentang alam ini dapat dikatakan sebagai awal dari pengetahuan sains manusia, yang diperoleh dari pengamatan manusia terhadap peritiwa-peritiwa alam, seperti matahari yang terbit di arah timur dan terbenam di arah barat, bahkan pengamatan terhadap benda-benda langit yang merupakan awal perkembangan ilmu Astronomi (pada bangsa Babilonia) dengan mengetahui terjadinya proses gerhana bulan setiap delapan belas tahun sekali. Bukan hanya itu saja, melainkan dalam hal pengobatan, mereka mampu meramu daun-daunan ataupun tumbu-tumbuhan serta buah-buahan yang dianggap mampu/mujarab untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Berdasarkan pengalaman ketika ada anak yang sakit (panas) mereka mampu menyembuhkan dengan menggunakan daun jarak, dengan jalan mengoleskan minyak didaun kemudian menempelnya di badan si anak yang sakit, dua hari kemudian panas anak tersebut turun, dan ia kembali bermain bersama teman-temannya.

Mengenai sistem organisasi sosial, suku Nuaulu pun memiliki bentuk organisasi sosial yang bersifat keadatan, yang dikenal dengan sebutan istilah “Soa”. di mana anggotanya terdiri dari beberapa klen. Dalam kehidupan suku Nuaulu dikenal adanya dua soa, masing soa mempunyai tugas dan fungsi masing-masing yang dilambangkan dengan binatang. Hal tersebut secara tegas menyatakan

kalau kepercayaan berupa Totemism diyakini mereka. Totemism merupakan suatu bentuk religi dari masyarakat yang terdiri dari kelompok-kelompok kekerabatan, yang masing-masing memiliki lambangnya (totem) sendiri berupa jenis hewan yang melambangkan leluhurnya. Mereka percaya bahwa binatang-binatang tersebut dianggap memiliki roh yang dapat memberikan perlindungan bagi mereka, sehingga menurut mereka binatang-binatang ini adalah suatu perubahan wujud dari moyang/leluhur mereka, bahkan mereka menganggap binatang-binatang ini memiliki kekuatan tertentu atau kekuatan magis.

Sistem teknologi, sebagaimana setiap masyarakat entah itu yang sudah modern maupun yang masih tradisional, tentu memiliki sejumlah keahlian dalam masalah teknologi. Contohnya, masyarakat zaman purba (paleolotikum, mesolitikum dan neolitikum) memiliki alat teknologi yang mereka gunakan dari batu dengan berbagai tipe dapat mereka ciptakan untuk kelangsungan hidup mereka. Demikian juga masyarakat suku Nuaulu mereka telah menggunakan alat-alat produktif seperti dalam aktivitas berkebun dan meramu, selain itu mereka mampu menciptakan bentuk bangunan rumah yang unik dan menarik, serta beragam pernik yang dibuat dari kulit kerang (bia), juga beragam bentuk anyaman (nyiru).

Mengenai sistem mata pencaharian, masyarakat suku Nuaulu mengenal sistem berburu, meramu, berkebun dan melaut (nelayan). Semuanya dilakukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Namun satu hal yang perlu dicatat dan menjadi suatu hal yang dapat kita pelajari dari suku ini, yaitu kerja sama (gotong royong) yang dipertahankan dan sangat sulit untuk ditemui dalam dunia sekarang ini,

serta hidup yang mau berbagi satu dengan yang lain dan tolong menolong. Solidaritas ini merupakan suatu pelajaran bermakna bagi masyarakat sekarang ini.

Menyangkut religi, di beberapa wilayah Indonesia, seperti Ambon (Seram/suku Nuaulu), Bali, Lombok, Flores, dan lain-lain religi rakyat masih dipercaya penuh. Karena itu, di lokasi tersebut masih berkembang keyakinan pada dukun dan pawang dalam segala aktivitas hidup. Bahkan, di tempat tersebut banyak berkembang ihwal religiomagis. Hal ini berkembang lagi menjadi sebuah kepercayaan animism dan dinamism, dan kadang bagi masyarakat modern hal tersebut kurang masuk akal. Namun demikian, bagi pendukung budaya yang bersangkutan yang dipentingkan adalah sikap dasar spiritual yang berbau emosi religi, bukan logika.

Perlu ditekankan dalam kajian religi, bahwa kajian budaya, bukanlah “sebuah sains eksperimental yang mencari suatu kaidah, tetapi sebuah sains interpretatif yang mencari makna”. Makna harus dicari dalam fenomena budaya. Keyakinan terhadap makna ini, didasarkan pada kondisi hidup manusia, selalu berada pada tiga tingkatan: (1) kepribadian individual, yang dibentuk dan diatur oleh, (2) suatu sistem sosial, yang pada akhirnya dibentuk dan dikontrol oleh, (3) suatu “sistem budaya” yang terpisah. Tingkatan (3) ini yang merupakan jaringan kompleks dari simbol, nilai, dan kepercayaan, berinteraksi dengan individu dan masyarakat.

Tegasnya dalam kajian budaya religi, peneliti akan memahami religi bukan semata-mata agama, melainkan sebagai fenomena kultural. Religi adalah wajah

kultural suatu bangsa yang unik. Religi adalah dasar keyakinan, sehingga aspek kulturalnya sering mengapung di atasnya. Hal ini merepresentasikan bahwa religi adalah fenomena budaya universal. Religi adalah bagian budaya yang bersifat khas. Budaya dan religi memang sering berbeda dalam praktek dan penerapan keyakinan. Namun demikian keduanya sering banyak titik temu yang menarik diperbincangkan. Dengan demikian religi adalah sebuah pengalaman unik yang bermakna, memuat identitas diri, dan kekuatan tertentu bagi yang menganutnya.

Selanjutnya yang terakhir mengenai kesenian. Kesenian adalah salah satu isi dari kebudayaan manusia secara umum, karena dengan berkesenian merupakan cerminan dari suatu bentuk peradaban yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan keinginan dan cita-cita dengan berpedoman kepada nilai-nilai yang berlaku dan dilakukan dalam bentuk aktifitas berkesenian, sehingga masyarakat mengetahui bentuk keseniannya. Bagi masyarakat Nuaulu bentuk kesenain yang ada hanyalah dalam bentuk lagu-lagu yang merupakan lukisan dari kisah moyang mereka tempo dulu, dan tarian maku-maku yang biasa dilaksanakan pada saat upacara adat. Alat yang dipakai hanyalah tifa (gendang kecil), totobuang (gendang besar) serta uper (alat musik dari kulit bia/kerang). Walaupun hanya dalam bentuk yang sangat sederhana tapi merupakan kebahagiaan tersendiri bagi mereka apabila mereka menyanyikan lagu-lagu sambil didendangkan dengan tifa dan tari-tarian.

4) Analisis Ritual Upacara Daur Hidup (Life Cycles) Masyarakat Suku