• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENELITIAN

E. Teknik Analisis Data

4) Analisis Ritual Upacara Daur Hidup (Life Cycles) Masyarakat Suku Nuaulu

Penelitian ritual boleh dikatakan paling menarik karena banyak hal yang unik dalam ritual tersebut. Dari sekian banyak ritual yang melingkupi hidup manusia, tampaknya adat istiadat yang berhubungan dengan upacara daur hidup (life cycles) adalah yang paling menarik, khususnya ritual daur hidup (life cycles) dari masyarakat suku Nuaulu yang ada di pulau Seram ini, menyimpan begitu banyak kekayaan yang belum banyak diketahui oleh sebagian besar masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat Maluku pada khususnya. Padahal terdapat bagian-bagian dari budaya yang sebenarnya harus dipertahankan dari arus morernisasi sekarang, karena sesungguhnya ada ritual-ritual kecil yang sering terlupakan dan di dalamnya memuat keunikan-keunikan tersendiri jika dibandingkan dengan ritual daur hidup (life cycles) dengan masyarakat lainnya di Indonesia bahkan mungkin di dunia.

Kekayaan budaya di Indonesia memang tak dapat diragukan lagi seperti halnya daerah lain, upacara daur hidup merupakan salah satu unsur budaya yang sifatnya universal. Hampir setiap daerah mempunyai cara-cara yang khas untuk memperingati masa-masa penting dalam suatu kehidupan dengan suatu upacara daur hidup. Hal ini tidak dapat lepas dari cara pandang masyarakat itu sendiri. Upacara daur hidup dilakukan berdasarkan tradisi yang mereka anut secara turun-temurun, begitu pula dengan upacara daur hidup pada masyarakat suku Nuaulu.

Jika dilihat kembali bagaimana ritual tersebut dilaksanakan, ada perbedaan yang begitu mencolok yang dapat kita lihat berbeda dengan daerah lainnya dinataranya seperti, ritual masa kehamilan sembilan bulan dan kelahiran, dimana apa pembangunan posone (rumah yang nantinya dipakai untuk proses kelahiran si bayi)

bahkan ketika lahirpun bayi tidak di bawa ke rumah sakit tapi di bawah ke rumah posone. Dengan modal sebilah pisau yang terbuat dari bambu mereka mampu melalui proses persalinan walaupun nyawa adalah taruhannya karena bisa saja bambu tersebut tertular infeksi ataupun terjadi peristiwa yang tidak diinginkan seperti perdarahan dll, yang bisa mengakibatkan kematian pada ibu dan bayi. Hal ini mengingatkan kita pada besarnya angka kematian ibu di Indonesia adalah yang tertinggi di Asia.

Walaupun pada prinsipnya pandangan masyarakat suku Nuaulu bahwa darah adalah suatu hal yang kotor karena berakibat buruk, namun dalam relevansinya dengan pendidikan IPS terutama dalam aspek pengetahuan, perlu adanya sosialisasi tentang kekeliruan pandangan lama ini, bahwa perempuan yang akan melahirkan dan yang mendapat haid berada dalam kondisi kotor atau tidak suci adalah keliru, yang perlu dilakukan yakni memberikan pengetahuan tentang kesehatan/higenis, kebersihan serta bantuan medis pada saat kelahiran. Sehingga kondisi lama (keliru) tidak perlu dilestarikan, karena tidak menguntungkan bagi perempuan (para ibu), jadi tidak juga menguntungkan bagi masyarakat suku Nuaulu.

Upacara masa dewasa baik bagi laki-laki dan perempuan dewasa suku Nuaulu, untuk upacara yang satu ini boleh dikatakan adalah suatu bentuk ritual upacara yang paling unik karena hanya ada pada masyarakat suku Nuaulu di Provinsi Maluku.

Ada banyak fase yang harus dilalui untuk menjalani ritual ini baik bagi perempuan maupun bagi laki-laki. Lihat saja keunikannya mulai dari tanda yang

mereka pakai untuk mengukur atau menentukan masa kedewasaan seorang laki-laki (ketika dia mampu berburu, meramu dan berkebun) maupun perempuan (ketika pertama kali mendapat haid). Belum lagi proses ritual yang boleh dikatakan sangat berbeda dengan masyarakat lainnya bagi perempuan (pinamou), selama dalam rumah posone tidak diperbolehkan untuk mandi, bahkan hanya memakai pakaian setengah telanjang (hanya dibagian bahwah pusar), jika dilihat dari segi kesehatan hal tersebut tidaklah baik untuk bagi si gadis karena dapat mengakibatkan timbulnya penyakit. Kemudian papar gigi, jika kita kembali pada keyakinan kita sebenarnya Tuhan menciptkan gigi baik itu gigi geraham, gigi taring dan gigi seri, masing-masing memiliki fungsinya, jika diratakan dimana nanti fungsi gigi taring, padahal diketahui suku Nuaulu ini gemar memakan daging. Bahkan ketika harus berjalan dengan setengah telanjang dada (walaupun ada ditutupi dengan manik-manik) tapi bagi masyarakat yang sudah modern untuk melakukan hal yang seperti demikian adalah suatu yang memalukan.

Pada upacara masa dewasa untuk laki-laki (Pataheri) yang membutuhkan tantangan yang besar atau tanggung jawab yang nantinya mereka embankan sebagai generasi penerus keturunan suku Nuaulu, dengan melalui tahap-tahap seperti adanya kegiatan berburu, pemakian cidako dan kain berang, dan papar gigi. Dengan hanya memakai cawat yang ditutupi dengan sehelai kain berang, menjadi suatu khasanah budaya yang berbeda dengan budaya lainnya. Tapi itulah suatu keunikan yang mereka miliki. Tentunya menjadi suatu wacana bagi pemerintah untuk melihat hal ini

(menyangkut dengan pandangan lama masyarakat suku Nuaulu, terutama menyangkut kesehatan/higenis)

Begitu pula dalam ritual adat perkawinan yang mungkin agak berbeda dengan masyarakat lainnya dalam cara pemberian/pengesahan sepasang suami istri dengan pemasangan kain pada kedua mempelai sebagai sebuah lambang atau bukti bahwa mereka adalah sepasang suami istri yang sah baik dimata Upu (Tuhan), masyarakat maupun adat. Tentunya tidak kita temukan pada masyarakat lain di Indonesia.

Ritual terakhir yakni ritual kematian, satu hal yang unik dan berbeda dengan ritual masyarakat lainnya yaitu ketika ada proses, menabuh tifa waktu meninggal, menaruh piring abu, penebangan pohon sagu dan kemudian diproses/diolah menjadi berbagai jenis khas makanan Maluku, juga kegiatan berburu (kusu, sapi dan rusa) yang dilakukan sebagai suatu ucapan rasa sukacita mereka karena saudara mereka yang telah meninggal itu telah ada bahagia dikehidupan yang lain (dunia lain).

Dengan demikian penelitian mengenai ritual daur hidup suatu masyarakat adalah sesuatu yang unik. Apalagi masyarakat/suku yang kita teliti belumlah banyak diketahui oleh masyarakat. Tentunya ini sangat membantu masyarakat bahwa di pelosok Nusantara ini ada begitu banyak suku/etnik tertentu yang sebenaranya unik dengan berbagai perilaku budaya dan adat istiadat mereka masing-masing. Memang Penelitian tentang ritual dewasa ini sudah banyak, akan tetapi Kiblat penelitian ritual, di Indonesia masih seputaran pulau Jawa, bahkan hampir tidak bisa lepas dengan kajian Geertz (1989) tentang ritual abangan, santri, dan priyayi. Varian struktur

masyarakat demikian sedikit banyak telah mengilhami peneliti ritual pada umumnya. Hal semacam ini pun sebenarnya tidak keliru, karena memang penelitian ritual (di Jawa) yang benar-benar dilandasi kajian ilmiah yang jarang ditemukan.

Jauh sebelum itu, telah ada buku ritual yang dihimpun dari pengalaman turun-temurun ke dalam primbon. Buku ini merupakan “kitab” khusus mereka yang menyelenggarakan ritual. Di samping primbon, juga telah muncul Serat Tatacara oleh Ki Padmasusastra, yang di dalamnya memuat ritual di Jawa. Selanjutnya buku tersebut sedikit dikembangkan lagi ke dalam Adat Istiadat Jawa oleh Marbangun Hardjowirogo. Buku tersebut lebih banyak sebagai petunjuk praktis ritual, yang tentu saja belum mampu mewadahi ritual yang telah berkembang sampai dewasa ini. Itulah sebabnya, memang menarik untuk meneliti ritual dari waktu ke waktu, sehingga ditemukan keistimewaan ritual bagi pendukungnya.

Meneliti ritual memang memiliki keasyikan tersendiri karena di samping memenuhi standar ilmiah peneliti ritual juga memperoleh kepuasan batin yang tidak pernah ditemukan sebelumnya oleh penulis. Dengan demikian maka berdasarkan data-data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa ritual daur hidup (life cycles) pada masyarakat suku Nuaulu sangat menarik karena menyimpan begitu banyak keaslian dan pesona budaya yang tidak dimiliki oleh masyarakat lainnya di Indonesia.

5) Analisis makna dari setiap simbol yang digunakan dalam ritual daur