• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bagan 4.3 Struktur Organisasi

4.4 Australia Sebagai Negara Tujuan Imigran

Pada tahun 2015-2016 lalu peneliti mendapatkan data mengenai jumlah para imigran yang datang ke Australia dengan melalui prosedur resmi bukan sebagai imigran gelap, berikut peneliti paparkan data tersebut.

Tabel 4.5

Jumlah imigran Australia tahun 2015-2016

Sumber: https://www.border.gov.au/ReportsandPublications/Documents/statistics/2015-16-migration-programme-report.pdf

Dari tabel diagram diatas dapat kita lihat bahwa para imigran yang datang dari India menduduki peringkat pertama yang bermigrasi ke Australia dengan angka 40.145 jiwa yang mengalami kenaikkan sebesar 21.2% dimana pada tahun 2014-2015 jumlah imigran adalah 34.874 jiwa, disusul oleh RRT (Republik Rakyat Tiongkok/ Peoples Republic of China) pada peringkat kedua dengan angka 29.008 jiwa yang mengalami kenaikan sebanyak 15.3% dari jumlah imigran RRT pada tahun 2014-2015 sebanyak 27.872 jiwa dan pada peringkat ketiga diduduki oleh Inggris dengan jumlah imigran sebanyak 18.950, khususnya imigran dari Inggris mengalami penurunan sebanyak 10% dari data tahun 2014-2015 yaitu sebanyak 21.078 jiwa (Department of Immigration and Border Protection 2016:4) .

Meskipun jumlah para imigran yang bersifat dinamis dengan adanya kenaikan dan penurunan jumlah imigran dari sebuah negara, ada baiknya bila kita harus mengetahui mengapa Australia menjadi tujuan para imigran tersebut. Tidak dapat dipungkiri bahwa Australia seringkali menjadi tujuan para imigran untuk

mencari suaka dari tempat asal untuk mendapatkan perlindungan. Australia sampai pada saat ini dikenal dengan sebagai negara yang sangat multikultur di dunia, bahkan 40% penduduk Australia saat ini banyak berasal dari luar negeri. (Australian Today 2015: 14)

Para imigran yang datang ke Australia sebagian besar merupakan mereka yang sedang mencari pekerjaan dan dipanggil untuk mengisi kekuarangan tenaga kerja di beberapa perusahaan Australia. Oleh karena dilihat sebagai sektor yang menguntungkan saat ini ada bisnis yang bekerja dengan menyalurkan para imigran untuk dijadikan tenaga kerja, tentunya harus melewati tahap seleksi ketat. Selain itu para imigran yang datang untuk mencari pekerjaan, mereka lakukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap dana kesejahteraan yang diberikan pemerintah rutin setiap bulannya. Kedatangan para migran ke Australia untuk mencari pekerjaan juga memberikan keuntungan untuk Australia, selain dapat terpenuhinya tenaga kerja adapun sisi positifnya adalah meningkatnya modal manusia yang terampil di Australia (Brown, 2007:25).

Australia dengan jelas selalu memberikan pembekalan dan pelatihan dari para imigran yang datang, tujuan dilakukannya adalah untuk mendapatkan sisi positif yang dijelaskan pada paragraf sebelumnya dan juga untuk meninggkat etika pekerja pada generasi mendatang. Regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah Australia tersebut memberikan dampak yang cukup signifikan yaitu kualitas yang dimiliki oleh para imigran dalam bekerja lebih baik daripada pekerja yang murni penduduk asli Australia (The Social Cost and Benefits of Migration Into Australia

2007: 14). Tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah Australia saat ini adalah tentang pemukiman untuk para imigran tersebut, meskipun mereka memiliki kualitas yang baik dan di akui bukan berarti para imigran tersebut memiliki tempat tinggal yang memadai terlebih saat para imigran menjadi bagian dari anggota masyarakat, selain itu masalah yang lain adalah mengenai pemberian dana kesejahteraan (jaminan sosial) sebagian imigran baru banyak yang tidak memenuhi persyaratan atau berusia non-produktif menjadikan mereka ancaman dalam meningkatkan kemiskinan di Australia.

Dalam upaya meningkatkan modal manusia di Australia, pemerintah Australia juga memberikan pelayanan lainnya untuk para imigran yang datang sebagai pekerja tersebut yaitu dalam ranah pendidikan. Pemerintah Australia sendiri telah mengeluarkan sebuah program yang bernama Adult Migrant English Program(AMEP). AMEP merupakan program pelatihan yang berbasis bahasa Inggris yang diberikan kepada para imigran untuk menunjang pekerjaan ataupun untuk kehidupan mereka sehari-hari. AMEP menyedikan 510 jam untuk program belajar bahasa Inggris kepada para imigran (Adult Migrants English Programs: 2017). Program pelatihan ini dapat ditemukan di 307 lokasi di seluruh Australia baik di kota-kota besar dan juga daerah pendesaan dan regional. Selain AMEP adapun sebuah pelayanan dari NGO yang bernama AMES Australia. Pelayanan ini ada sejak tahun 1951, AMES Australia yang menyediakan berbagai program untuk membantu para imigran agar fasih dalam berbahasa Inggris, selain itu ada juga pelatihan komprehensif, kejuruan, dan pekerjaan (AMES: 2017). Dalam AMES Australia ini sendiri mengajak para tenaga profesional untuk membantu secara sukarela terhadap para imigran, pengungsi ataupun pencari suaka. Saat ini AMES Australia memiliki 1200 staf dan telah memberikan pelayanan kepada 50.000 client

di Australia.

Adapun motif lain yang membuat para imigran menjadikan Australia sebagai negara tujuan adalah budaya multikultur yang ada di Australia telah menarik perhatian para imigran tersebut. Bila kembali kita membahas sejarah Australia, benua ini merupakan persemakmuran dari kerajaan Inggris seperti yang telah peneliti jelaskan pada awal sub judul, membuat Australia telah diduduki oleh imigran yang berasal dari Inggris. Australia juga disebut sebagai negara yang paling multikultur di dunia selain Kanada. Meskipun saat ini adanya pergeseran asal muasal para imigran yang tidak hanya berasal dari Inggris melainkan banyak yang datang dari kawasan Asia dan telah membuat komunitas di beberapa tempat pada negara bagian Australia. Keberadaan komunitas tersebut telah mengambil perhatian pemerintah Australia guna menghindari adanya gesekan sosial yaitu dengan membuat sebuah program yang bertujuan untuk menerima kehadiran para imigran dalam wilayah regional (Loc.Cit 2007: 73). Para penduduk yang bermukim dan

bertempat tinggal di wilayah tersebut diharapkan menyambut kedatang para imigran dan menganggap mereka sebagai keluarga.

Pada tahun 2017 yang lalu pemerintah Australia mengeluarkan sebuah kebijakan yang menekankan multikultural yang ada di Australia bernama

“Multicultural Australia: United, Strong and Successful, Australia’s Multicultural Statement” yang berisi komitmen Australia terhadap multikultural yang berada di

negara Australia. Dalam kebijakan tersebut pemerintah Australia melihat bahwa saat ini adalah saat yang tepat untuk memperbaharui dan menegaskan kembali komitmen pemerintah Australia, bahwa mereka akan bertanggung jawab dengan kepentingan nasional dan menjawab segala bentuk tantangan multikultural di Australia dan akan turut bertanggung jawab dan mendukung nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat Australia serta akan menjunjung tinggi kebebasan dan kemakmuran (Departement of Social Services Australia 2017: 7).

Dalam sebuah pernyataan yang disampaikan oleh Hieu Van Le (2009: 89) selaku Chairman dari South Australian Mulitcultural and Ethnic Affairs Commision (SAMEAC)7 menyampaikan:

“Sebanyak 97,7% orang Australia Selatan percaya bahwa keragaman budaya memberikan pengaruh postif di masyarakat kita. Hampir setengah dari mereka yang di survei memiliki lima bahkan lebih teman atau kolega dengan latar belakang budaya berbeda. Lebih dari 40% percaya bahawa keragaman telah menghasilkan keterapilan dan pengetahuan lebih luas di Australia Selatan. Hasil ini menunjukkan bahwa masyarakat Australia adalah salah satu masyarakat yang paling harmonis di Bumi. Namun, tingkat apresiasi terhadap manfaat keragaman budaya ini bukanlah sesuatu yang bisa kita lupakan. Kami telah bekerja keras dan lama untuk menciptakan dan mempertahankan tingkat pemahaman dan apresiasi terhadap manfaat dan kekayaan yang dibawa oleh keragaman budaya.”

Reaksi negatif dari sebagian masyarakat tentu ada dan menjadi tantangan bagi pemerintah Australia dan dalam kurun waktu terakhir adanya perubahan sikap terhadap kehadiran para imigran di wilayah regional Australia dan juga dipengaruhi

7Agensi yang berada dibawah naungan Minister for Multicultural Affairs Australia yang bertugas untuk bertanggung jawab dan penasehat pemetintah Australia yang berkaitan dengan urusan multikultural dan etnis di Australia bagian selatan.

isu-isu global pada saat ini. Ada banyak kritik terhadap multikulturalisme yang terjadi di Australia salah satunya adalah dapat kita temukan dalam karya Katharine Betts yang mana beliau sebelumnya berbicara mengenai Ideologi dan Imigrasi dan diperbaharui dalam karyanya berjudul “The Great Divide” Betts berpendapat

bahwa multikulturalisme telah berkembang dalam kebijakan pemerintah pada tahun 1970an dengan berkomitmen bahwa keberagaman akan semakin memperkaya masyarakat. Namun, di Australia khususnya para tetua tidak begitu antusias dengan kebijakan multikulturalisme sehingga adanya perpecahan dalam memahami multikulturalisme di Australia dan untuk mereka yang menolak multikulturalisme disebabkan adanya ketidaksukaan terhadap kehadiran para imigran (Beth, 1999:124).

Seorang peneliti pernah melakukan sebuah penelitian terhadap warga Australia yang murni berasal dari Inggris dan yang bukan merupakan orang Inggris, dimana peneliti tersebut mengajukan sebuah pendapat bahwa dengan adanya keberagaman yang dibawa oleh kelompok imigran dapat membuat Australia semakin kuat. Peneliti tersebut mengambil sampel dari populasi warga Inggris sebanyak 1695 orang dan warga bukan dari Inggris sebanyak 294 orang dan berikut berikut peneliti tampilkan hasil penelitian peneliti tersebut dalam berupa tabel.

Tabel 4.6

Respon warga Australia yang berasal dari Inggris dan bukan warga Australia yang berasal dari Inggris.

Warga Inggris Selain Warga Inggris

Sangat Setuju 19,7% 34.4%

Setuju 45.9% 40.5%

Antara setuju atau tidak setuju 3.5% 2.4%

Tidak Setuju 19.1% 11.9%

Sangat Tidak Setuju 8.6% 3.4%

Tidak tahu 2.9% 7.5%

Menolak 0.2% 0.0%

Sumber: Scanlon Foundation social cohesion survey- national (2007)

Dari tabel tersebut dapat kita lihat 19,7% warga Australia yang berasal dari Inggris setuju dan 45.9% sangat setuju sedangkan dari pihak warga Australia yang bukan dari Inggris 34.4% setuju dan 40.5% sangat setuju. Berdasarkan penelitian dari

Scanlon Foundation tersebut memperlihatkan bahwa warga Australia yang berasal bukan dari Inggris sangat setuju dengan adanya keberagaman yang ada di Australia karena akan memperkuat multikultural yang ada di Australia begitu pula yang dapat dilihat dari respon warga Australia yang berasal dari Inggris setuju dengan adanya keberagaman tersebut.

Dari setiap pelayanan dan kondisi yang dimiliki oleh Australia wajar apabila banyak imigran yang memilih Australia sebagai negara tujuan dalam bermigrasi. Australia yang dilihat sebagai negara yang cukup terbuka dalam menerima kehadiran para imigran tersebut. Namun, perlu untuk diketahui bahwa setiap negara juga memiliki kapasitas demikian pula Australia. Guna meminimalisir jumlah imigran yang datang ke Australia khususnya kepada para imigran gelap yang mengancam kedaulatan dan keamanan Australia dengan melalui kebijakan JATF dan OSB yang telah peneliti jelaskan pada sub judul sebelumnya.

Dokumen terkait