• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANTIHIPERURISEMIA EKSTRAK SIDAGURI, SELEDRI, DAN TEMPUYUNG SECARA IN VITRO DAN IN VIVO DIAN IFKARUL IZZAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANTIHIPERURISEMIA EKSTRAK SIDAGURI, SELEDRI, DAN TEMPUYUNG SECARA IN VITRO DAN IN VIVO DIAN IFKARUL IZZAH"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

ANTIHIPERURISEMIA EKSTRAK SIDAGURI, SELEDRI,

DAN TEMPUYUNG SECARA IN VITRO DAN IN VIVO

DIAN IFKARUL IZZAH

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

(2)

ABSTRAK

DIAN IFKARUL IZZAH. Antihiperurisemia Ekstrak Seledri, Sidaguri, dan Tempuyung secara In Vitro dan In Vivo. Dibimbing oleh DYAH ISWANTINI PRADONO dan MIN RAHMINIWATI.

Seledri (Apium graveolens), sidaguri (Sida rhombifolia), dan tempuyung (Sonchus arvensis) merupakan tanaman obat asli Indonesia yang dapat memperbanyak produksi urin (diuretik) dan dapat menginhibisi enzim xantin oksidase sehingga berpotensi menurunkan kadar asam urat dalam darah. Uji inhibisi terhadap aktivitas xantin oksidase secara in vitro dilakukan pada kondisi optimum (inkubasi pada suhu 20oC, pH 7,5, konsentrasi xantin oksidase 0,1 unit/mL, dan konsentrasi xantin 0,7 mM) yang dibandingkan dengan allopurinol sebagai kontrol positif. Hasil uji inhibisi enzim xantin oksidase secara in vitro menunjukkan ekstrak tunggal sidaguri 400 ppm, seledri 1400 ppm, dan tempuyung 400 ppm memiliki daya inhibisi terbesar berturut-turut sebesar 56,46, 80,95, dan 83,02%. Selain itu, gabungan ekstrak sidaguri, seledri, dan tempuyung dengan nisbah 4:14:4 memiliki persen inhibisi sebesar 88,68 %. Gabungan tersebut dengan dosis 2640 mg/300 g BB dapat menurunkan konsentrasi asam urat dalam darah tikus sebesar 59,45 % yang melebihi kontrol positif (allopurinol) sebesar 56,86% serta memiliki aktivitas xantin oksidase sebesar 179,05 mM/L menit yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok normal (501,12 mM/L menit). Berdasarkan hasil tersebut terbukti bahwa gabungan ekstrak sidaguri, seledri, dan tempuyung berpotensi sebagai obat antigout melalui inhibisi enzim xantin oksidase.

ABSTRACT

DIAN IFKARUL IZZAH. Antihiperurisemia Extract of Celery, Sidaguri, and Tempuyung by In Vitro and In Vivo. Supervised by DYAH ISWANTINI PRADONO dan MIN RAHMINIWATI.

Celery (Apium graveolens), sidaguri (Sida rhombifolia), and tempuyung (Sonchus arvensis) are an Indonesian native medicinal plants that can augment the production of urine (diuretic) and can inhibit xanthine oxidase enzyme activity in order to decrease the level of uric acid in blood. Inhibition of xanthine oxidase by in vitro was examined at the optimum condition (20 oC of incubation temperature, pH 7.5, 0.1 unit/ml of xanthine oxidase concentration, and 0.7 mM of xanthine concentration) was compared with allopurinol as positive control. The results of in vitro inhibition test of xanthine oxidase activity showed single extract of 400 ppm of sidaguri, 1400 ppm of celery, and 400 ppm of tempuyung that have greatest inhibition of 56.46, 80.95, and 83.02%, respectively. In addition, the combined extract of sidaguri, celery, and tempuyung of 4:14:4 ratio showed inhibition of 88.68%. The combination with dose of 2640 mg/300 g BB can decrease the concentration of uric acid in the blood of rat by 56.86% which exceeds the positive control (allopurinol) of 56.86%, and has xanthine oxidase activity of 179.05 mM/L min lower as compared with the normal group (501.12 mM / L min). These results proved that the combined extracts of sidaguri, celery, and tempuyung is potential as antigout medicine through xanthine oxidase enzyme inhibition.

(3)

ANTIHIPERURISEMIA EKSTRAK SIDAGURI, SELEDRI,

DAN TEMPUYUNG SECARA IN VITRO DAN IN VIVO

DIAN IFKARUL IZZAH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

(4)

Judul : Antihiperurisemia Ekstrak Sidaguri, Seledri, dan Tempuyung

secara In Vitro dan In Vivo

Nama

: Dian Ifkarul Izzah

NIM

: G44051327

Menyetujui

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Dr. Dyah Iswantini Pradono, M. Agr.

Dr. Min Rahminiwati

NIP 19670730 199103 2 001

NIP 19610528 198503 2 004

Mengetahui

Ketua Departemen,

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS

NIP 19501227 197603 2 002

(5)

PRAKATA

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyusun dan menyelesaikan karya ilmiah. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2009 yang bertempat di Laboratorium Kimia Fisik dan Lingkungan, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Dyah Iswantini Pradono, M. Agr. dan Dr. Min Rahminiwati selaku pembimbing yang

telah banyak memberi arahan,

motivasi, saran, dan solusi dari setiap permasalahan yang dihadapi penulis selama

melaksanakan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini

serta kepada DP2M DIKTI melalui hibah kompetensi atas nama Dr. Dyah Iswantini Pradono, M. Agr. yang telah membantu pendanaan penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ismail, Bapak Nano, dan Ibu Ai di Laboratorium Kima Fisik, Ibu Nunuk, Bapak Didi Biofarindo, dan Bapak Aulia di Pusat Studi Biofarmaka yang telah membantu penulis dalam pemakaian alat dan bahan di laboratorium tersebut.

Ungkapan terima kasih kepada Ayah, Ibu, kakak-kakakku, dan seluruh keluarga atas semangat, kasih sayang, dan dukungannya.

Tak lupa, ungkapan terima kasih

penulis sampaikan

kepada Dicky,

teman-teman

seperjuangan (Andayani, Trisleni, Asep Wahyudin, Eka Mardiah), teman-teman kimia 42, dan teman-teman satu rumah (diah, windi, tri, ita) yang telah memberikan semangat, motivasi, dan dorongan dalam menyusun karya ilmiah ini.

Semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.

Bogor, Januari 2010 Dian Ifkarul Izzah

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jombang pada tanggal 5 Mei 1987 dari Ayah Abdul Munif dan Ibu Isfatun Nadziroh. Penulis merupakan putri ketiga dari tiga bersaudara.

Penulis menyelesaikan studi di SMU Negeri 1 Jombang pada tahun 2005. Pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia Lingkungan pada tahun ajaran 2008/2009, mata kuliah Kimia Fisik pada tahun ajaran 2008/2009 dan 2009/2010, serta praktikum mata kuliah Kimia Umum untuk mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama pada tahun ajaran 2009/2010. Penulis juga pernah mengikuti kegiatan Praktik Lapangan di Laboratorium Toksikologi, Balai Besar Penelitian Veteriner (Bbalitvet) Bogor selama periode bulan Juli-Agustus 2008.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR LAMPIRAN... vii

PENDAHULUAN... 1

TINJAUAN PUSTAKA Sidaguri (Sida rhombifolia) ... 2

Seledri (Apium graveolens) ... 2

Tempuyung (Sonchus arvensis) ... Gout ... 3 3 Xantin Oksidase ... Pengujian In Vivo pada Tikus ……….………...……… Allopurinol ……… Kalium Oksonat ………. 4 5 5 5 BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat... 5

Metode Penelitian... 5

HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air ……... 8

Ekstraksi ………... 8

Inhibisi Ekstrak Tunggal terhadap Aktivitas Xantin Oksidase secara In Vitro …. 8 Inhibisi Gabungan Ekstrak terhadap Aktivitas Xantin Oksidase Secara In Vitro………... Inhibisi Gabungan Ekstrak Terbaik terhadap Aktivitas Xantin Oksidase secara In Vivo ……….... 10 11 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan... 15

Saran... 15

DAFTAR PUSTAKA... 15

(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Tanaman sidaguri ... 2 2 3 Tanaman seledri ...………... Tanaman tempuyung ... 3 3 4 5

Radang sendi yang disebabkan oleh timbunan asam urat …….…...…... Struktur 3 dimensi xantin oksidase ...

4 4 6 Skema reaksi xantin oksidase yang mengkonversi hipoxantin menjadi

xantin dan asam urat ……… 4

7 Persen inhibisi ekstrak etanol sidaguri, seledri, dan tempuyung terhadap

enzim xantin oksidase dalam berbagai konsentrasi ... 9 8

9

10

Persen inhibisi kontrol positif dan gabungan ektrak (sidaguri: seledri:tempuyung) terhadap enzim xantin oksidase ... Persen penurunan konsentrasi asam urat dalam darah tikus setelah

perlakuan untuk masing-masing kelompok ………...….. Rata-rata aktivitas xantin oksidase dalam hati tikus setelah perlakuan

untuk masing-masing kelompok ………..…… 11

12

14

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Bagan alir penelitian ... 20 2

3 4 5 6

Data pakan sebelum perlakuan ... Data pakan ketika perlakuan ... Rancangan percobaan in vivo ...…………...……... Kadar air sidaguri, seledri, dan tempuyung ... Panjang gelombang maksimum substrat xantin ………...

21 22 25 26 27 7 8 9 10 11

Pembuatan kurva standar substrat xantin ………..…….……... Data hasil uji enzimatis berbagai ektrak ... Panjang gelombang maksimum standar asam urat ... Pembuatan kurva standar asam urat ... Persen penurunan konsentrasi asam urat ………...

27 28 32 32 33 12 Hasil analisis aktivitas enzim xantin oksidase dalam hati tikus ... 37 13

Uji statistik

...………... 41

(9)

PENDAHULUAN

Gout merupakan penyakit kelainan metabolik akibat terjadinya penimbunan kristal garam urat pada persendian yang menyebabkan respon inflamasi akut, ataupun penimbunan kristal asam urat pada jaringan lunak (kartilago) yang tidak menyebabkan reaksi inflamasi. Pada penderita gout, kadar asam urat dalam darah melebihi batas normal (hiperurisemia) sehingga sering disebut juga dengan penyakit asam urat. Gout dalam beberapa dasawarsa terakhir ini baik di negara-negara maju maupun yang sedang berkembang semakin meningkat terutama pada pria usia 40-50 tahun seperti di Amerika, gout menyerang lebih dari 5 juta penduduk (Yu 2006).

Allopurinol adalah obat gout yang paling efektif dalam menghambat pembentukan asam urat melalui mekanisme inhibisi kompetitif terhadap xantin oksidase (Fields et al. 1996). Enzim xantin oksidase dapat mengkatalisis terbentuknya asam urat dalam tubuh dengan cara mengoksidasi purin menjadi asam urat. Akan tetapi, pemakaian allopurinol pada konsentrasi lebih dari 300 mg/hari dapat mengakibatkan efek samping seperti kemerahan pada kulit, demam, menggigil, leukopenia, kerusakan hati, dan gangguan saluran pencernaan (Ganiswara et al. 1995). Sindrom biasanya muncul dalam 2 bulan pertama terapi, tapi bisa juga setelah itu. Hal ini dikarenakan oksipurinol yang merupakan senyawa metabolit allopurinol mempunyai waktu paruh yang lama, yaitu 12-30 jam pada pasien dengan fungsi ginjal normal, sedangkan allopurinol dikonsumsi dalam waktu yang lama. Oleh karena itu, penanganan penyakit ini lebih sesuai bila menggunakan obat tradisional (obat herbal) karena efek samping yang ditimbulkannya kecil.

Pemakaian obat-obatan dengan nuansa

back to nature di Indonesia merupakan hal

yang sangat positif, karena Indonesia adalah negara tropis yang memiliki berjuta ragam kekayaan flora. Tanaman obat yang digunakan biasanya dalam bentuk simplisia yang berupa akar, daun, buah, dan biji. Tanaman obat yang sering digunakan untuk mengobati gout adalah kumis kucing, gandarusa, daun sendok, seledri, sidaguri, dan tempuyung (Dalimartha 2006). Penelitian tentang khasiat tanaman obat sebagai antigout dapat didekati dengan mekanisme inhibisi enzim xantin oksidase baik secara in vitro maupun secara in vivo dan melalui efek

diuretik sehingga dapat menurunkan konsentrasi asam urat dalam darah serta melalui efek antiinflamasi.

Penelitian mengenai khasiat tanaman obat sebagai inhibitor enzim xantin oksidase secara

in vitro telah banyak dilakukan. Ekstrak

metanol conyza bonariensis aktif sebagai inhibitor xantin oksidase secara in vitro dengan nilai IC50 sebesar 50,041 mM (Kong

et al. 2000). Tanaman dari Brazil

Lychnophora (Filha et al. 2006)dan tanaman

India seperti Coccinia grandis dan Vitex

negundo (Umamaheswari et al. 2006) dapat

menginhibisi xantin oksidase diatas 50% secara in vitro.

Khasiat tanaman obat sebagai inhibitor enzim xantin oksidase secara in vivo dan telah banyak diteiliti, diantaranya tanaman asli cina (Ermiao wan) (Kong et al. 2004) dan jus

Cherry (Prunus cerasus) (Haidari et al. 2009)

dapat menghambat xantin oksidase secara in

vivo masing-masing sebesar 20,8 dan 20,08%

serta dapat menurunkan konsentrasi asam urat masing-masing sebesar 40,8 dan 16,24%. Gabungan ekstrak sidaguri dan seledri dapat menginhibisi xantin oksidase melebihi allopurinol secara in vitro serta dapat menurunan konsentrasi asam urat pada tikus dengan potensi lebih rendah dibandingkan dengan allopurinol (Iswantini et al. 2004). Oleh karena itu perlu ditambahkan ekstrak tempuyung yang diketahui mempunyai efek diuretik sehingga dapat membantu dalam menurunkan konsentrasi asam urat dan mempunyai potensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan allopurinol. Dari hasil penelitian sebelumnya diketahui bahwa tempuyung mengandung ion-ion mineral, seperti ion K+ dan Na+ dan beberapa flavonoid yang diduga dapat menghambat enzim xantin oksidase (Chairul 1999).

Diuretik adalah suatu zat yang dapat meningkatkan laju ekskresi urin oleh ginjal sehingga dapat membantu meningkatkan ekskresi asam urat dalam tubuh. Penelitian sebelumnya tentang efek diuretik, diantaranya infusa daun tapak liman (Elephantopus scaber L.) yang terbukti mempunyai efek diuretik pada konsentrasi 7,5 g/kg BB dengan persen daya diuretik sebesar 119,92±11,35% (Puspita 2004). Ekstrak herba seledri dan tempuyung juga terbukti dapat meningkatkan ekskresi urin (Andrajati et al. 2009). Data ilmiah tentang khasiat seledri sebagai biomedicine diantaranya efek diuretik daun seledri pada tikus putih, dan fraksi ekstrak seledri menunjukkan daya hambat terhadap xantin oksidase diatas 50% (Ixoranet 2007). Selain

(10)

itu, gout juga dapat diatasi dengan obat antiinflamasi. Penelitian tentang antiinflamasi diantaranya ekstrak etanol kunyit (Curcuma

domestica Val.) dengan dosis 1000 mg/kg BB

dapat menghambat inflamasi sebesar 78,37% (Rustam et al. 2007). Minyak Zingiber

officinale dosis 200 mg/kg BB (Vendruscolo et al. 2006) dan ekstrak kulit Cassia fistula

Linn. Dosis 500 mg/kg BB (Ilavarsan et al. 2005) mempunyai persen antiinflmasi masing-masing sebesar 49,6 dan 63,16%.

Penelusuran paten menunjukkan beberapa hasil penelitian mengenai antigout yang telah dipatenkan antara lain ekstrak etanol seledri sebagai anti gout dan antiinflamasi (Butters et

al. 2002; US Patent No. 6352728), karbamat

dari colchicine (Brossi et al. 1985; US Patent 4533675), dan gabungan ekstrak sidaguri dan seledri (Iswantini et al. 2004; Patent P002004334) sebagai antigout. Penelusuran paten mengenai inhibitor xantin oxidase antara lain senyawa purin dan triazolopurin sebagai inhibitor xantin oxidase (Nagamatsu

et al. 1999; US Patent 5990118), inhibitor

xantin oxidase (Wakashiri at al. 1993; US Patent 5212201), tanaman Lagestroemia

speciosa sebagai inhibitor xantin oxidase

(Unno et al. 2003; US Patent 6589572 B2). Berdasarkan penelusuran, belum ada paten yang menyebutkan khasiat tempuyung sebagai anti asam urat.

Berdasarkan penelusururan paten dan penelitian sebelumnya, yaitu formula ekstrak sidaguri dan seledri yang mempunyai potensi lebih rendah dibandingkan dengan allopurinol dalam menurunkan konsentrasi asam urat sehingga sangat perlu dilakukan pengujian formula ekstrak sidaguri, seledri, dan tempuyung sebagai obat antigout secara in

vitro dan in vivo yang diharapkam mempunyai

potensi lebih tinggi dibandingkannya dengan allopurinol dalam menurunkan konsentrasi asam urat.

TINJAUAN PUSTAKA

Sidaguri (Sida rhombifolia) Sidaguri (Gambar 1) termasuk famili Malvaceae, marga Sida dengan nama latin

Sida rhombifolia. Nama lain dari sidaguri

adalah sadagori atau sidagori (Sunda), otok-otok (Jawa), kahindu (Sumba), saliguri (Minangkabau), dan digo (Ternate), serta nama asing yellow barleria.

Gambar 1 Tanaman sidaguri. Sidaguri termasuk tanaman semak dengan tinggi mencapai 2 meter. Batangnya berkayu, berbentuk bulat, percabangan simpodial, dan berwarna putih kehijauan. Daunnya tunggal, berseling, bentuk jantung, ujung bertoreh, pangkal tumpul, tepi bergerigi, berbulu rapat, pertulangan menjari, dan berwarna hijau. Bunganya tunggal, berbentuk bulat telur, terdapat di ketiak daun, berwarna hijau, mahkota bunga berwarna kuning, benang sari banyak dengan tangkai bersatu, dan kelopak berwarna hijau rnuda. Buah yang masih muda berwarna hijau dan setelah tua berwarna hitam. Bijinya bulat, kecil, dan berwarna hitam. Akarnya tunggang, dan berwarna putih.

Kandungan senyawa kimia dalam sidaguri adalah alkaloid, saponin, tanin, fenol, kalium oksalat, flavonoid, dan steroid (Wijayakusuma 1996). Senyawa flavonoid dapat menghambat aktivitas xantin oksidase dan bersifat menangkap radikal bebas superoksida sehingga mampu menurunkan kadar asam urat dan mengobati gout (Cos et

al. 1998 ). Tanin yang terdapat pada herba

sidaguri mempunyai aktivitas antioksidan dan dapat menghambat pertumbuhan sel tumor. Saponin sebagai antimikrob, dan kalsium oksalat dapat memperbaiki kekurangan kalsium dalam tubuh. Selain itu, sidaguri juga berkhasiat sebagai antiinflamasi, antigout, obat mencret, disentri, sakit kuning, dan sakit gigi (Heyne 1987).

Seledri (Apium graveolens)

Seledri merupakan sayuran daun dan tanaman obat yang biasa digunakan sebagai bumbu masakan. Berdasarkan ilmu taksonomi, seledri termasuk suku Umbelliferae, marga Apium, dan jenis Apium

graveolens. Nama daerah dari seledri adalah

seledri (Melayu), dan saledri (Sunda). Tanaman seledri (Gambar 2) berbentuk rumput, batang tidak berkayu, beralur, beruas, bercabang tegak, dan berwarna hijau pucat. Daunnya tipis dan majemuk, menyirip ganjil dengan anak daun terdiri atas 3-7 helai, pangkal dan ujung daun runcing, dan daun

(11)

muda melebar atau meluas dari dasar yang berwarna hijau mengkilat dengan segmen berwarna hijau pucat. Bunganya tunggal dengan tangkai yang jelas, sisi kelopak tersembunyi, berwarna putih kehijauan, dan panjang tangkainya sekitar 2 cm.

Gambar 2 Tanaman seledri.

Kandungan gizi seledri berupa air, protein, lemak, karbohidrat, serat, kalsium, besi, riboflavin, nikotinamid, dan asam askorbat. Seledri juga mengandung senyawa metabolit sekunder diantaranya herba seledri mengandung flavonoid, saponin, tanin, apiin, apigenin, vitamin A, B, C, dan asparagin. Biji seledri mengandung apiin, apigenin, alkaloid, dan kumarin. Akar seledri mengandung flavonoid, alkaloid, asparagin, dan glutamin (Ixoranet 2007). Seledri dikenal sebagai tanaman yang dapat menurunkan tekanan darah tinggi (antihipertensi), diuretika, antirematik, antiinflamasi, dan pembangkit nafsu makan (Duke 1987).

Tempuyung (Sonchus arvensis) Tempuyung (Gambar 3) termasuk tanaman obat asli Indonesia dari familia Asteraceae. Tempuyung memiliki nama daerah, diantaranya lempung, gelibuk, rayana (Sunda), dan jombang (Jawa). Tanaman ini tumbuh di tempat terbuka atau sedikit terlindung di tempat yang bertebing, di pematang, dan di pinggir saluran air (Heyne 1987). Tanaman ini merupakan tumbuhan herba tahunan dan tingginya dapat mencapai 2 meter. Batang berusuk, berlobang, bergetah putih, percabangan monopodial, dan berwarna hijau keputihan. Daunnya tunggal, berlekuk menjari atau tidak teratur, ujung meruncing, dan berwarna hijau. Bunga majemuk, berbentuk bongol, mahkota bunga berwarna kuning terang, yang lama-kelamaan berwarna merah kecokelatan. Akar tunggang dan kokoh. Berdasarkan ilmu taksonomi tempuyung termasuk suku Asteraceae, marga Sonchus, dan jenis Sonchus arvensis.

Gambar 3 Tanaman tempuyung. Senyawa metabolit sekunder yang terdapat di dalam herba tempuyung antara lain flavonoid (kaempferol, luteolin-7-O-glukosida dan apigenin-7-O-glukosida), kumarin, dan asam fenolat (sinamat, kumarat dan vanilat) (Chairul 1999). Menurut Cos (1998), flavonoid apigenin-7-O-glukosida adalah salah satu golongan flavonoid yang mempunyai potensi cukup baik untuk menghambat kerja enzim xantin oksidase. Daun tempuyung di Indonesia menurut Chairul (1999) dapat digunakan sebagai obat untuk menghancurkan batu ginjal sehingga dapat memperbaiki fungsi ginjal. Daun tempuyung mengandung ion-ion mineral cukup tinggi terutama K+ dan Na+ yang dapat mengatur keseimbangan elektrolit di dalam tubuh, sehingga mempermudah keluarnya air seni. Selain itu daun tempuyung juga dapat menurunkan tekanan darah tinggi, obat bengkak, menghilangkan rasa lesu dan pegal, obat penenang, dan penyakit asma (Syukur dan Hernani 2002).

Gout

Gout merupakan sindroma klinik akibat penimbunan kristal asam urat (monosodium

urate monohydrate) pada persendian sebagai

akibat dari tingginya kadar asam urat dalam darah yang menyebabkan respon inflamasi akut. Gout ditandai dengan tingginya kadar asam urat dalam darah. Peningkatan kadar asam urat dalam darah di atas nilai normal, yaitu pada laki-laki di atas 7 mg/dl dan pada perempuan di atas 6 mg/dl disebut dengan hiperurisemia. Hiperurisemia dapat disebabkan oleh kelebihan produksi asam urat atau yang lebih jauh lagi biasanya disebabkan oleh ekskresi yang tidak efisien dari ginjal.

Asam urat dapat dibentuk dari purin melalui hipoksantin dan xantin akibat adanya aktivitas enzim xantin oksidase. Asam urat dibentuk di hepar dan dilepaskan ke dalam peredaran darah. Garam urat memiliki sifat larut air sehingga dapat dikelurkan melalui urin. Akan tetapi kelarutannya dalam cairan plasma memiliki ambang batas tertentu. Darah

(12)

mengalami kejenuhan monosodium urat pada konsentrasi 6 mg/dL. Monosodium urat akan mengalami ketidakstabilan pada konsentrasi tersebut sehingga sebagian besar monosodium urat akan mengendap menjadi kristal monosodium urat dan tertimbun di dalam persedian (Gambar 4). Pembentukan kristal monosodium urat memiliki peranan yang sangat penting terhadap penyakit artritis gout maupun rematik gout (Dalimartha 2006).

Gambar 4 Radang sendi yang disebabkan oleh timbunan asam urat.

Penyakit ini umumnya menyerang pria dari pada perempuan dengan rasio perbandingan pria dan wanita yang terkena adalah 7:1. Hal ini dikarenakan perempuan memiliki hormon estrogen yang ikut membantu pembuangan asam urat melalui urin (Iryaningrum 2005). Penyebab rasa sakit pada gout adalah pembentukan dan pengendapan kristal monosodium urat.

Berdasarkan jenisnya, gout digolongkan dalam dua kelompok, yaitu gout primer dan gout sekunder. Gout primer sifatnya diwariskan dan terjadi karena adanya cacat genetik yang berakibat pada hilangnya kontrol sintesis purin, sedangkan gout sekunder bersifat sementara dan akan hilang bila penyebabnya dihentikan. Pengobatan dan pencegahan komplikasi asam urat bisa dilakukan dengan beberapa cara, yaitu melakukan pola diet makanan, seperti menghindari makanan kaya purin, banyak minum air putih, memberikan pengobatan secara medis, dan pengobatan dengan obat tradisional. Pengobatan secara medis dapat dilakukan dengan cara menghambat proses sintesis asam urat melalui pemberian allopurinol dan menghambat masuknya leukosit ke dalam sendi yang terkena deposit asam urat dengan kolkisin (Mansjoer 2004).

Xantin Oksidase

Xantin oksidase merupakan enzim yang tersebar luas dalam beberapa spesies dari bakteri hingga manusia dan juga terdapat pada jaringan mamalia. Struktur 3 dimensi xantin

oksidase dapat dilihat pada Gambar 5. Di dalam tubuh, xantin oksidase ditemukan di sel hati dan sel otot, tidak ditemukan di dalam darah. Adanya xantin oksidase dalam darah mengindikasikan adanya kerusakan fungsi hati. Enzim xantin oksidase merupakan suatu kompleks enzim yang terdiri dari 1332 residu asam amino, molibdenum (HO2Smo), FAD, dan Fe2S2 sebagai pusat reaksi redoks, dengan bobot molekul sebesar 275.000 Dalton membentuk dua subunit yang saling setangkup (Hart et al. 1970).

Gambar 5 Struktur 3 dimensi xantin oksidase. Enzim xantin oksidase mengkatalisis oksidase hipoxantin dan xantin menjadi asam urat yang berperan penting dalam timbulnya gout. Selama proses oksidasi xantin untuk membentuk asam urat, atom oksigen ditransfer dari molibdenum ke xantin Perombakan pusat molibdenum yang aktif terjadi dengan penambahan air (Cos et al. 1998) dan reaksinya dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Skema reaksi xantin oksidase yang mengkonversi hipoxantin menjadi xantin dan asam urat.

Satu unit xantin oksidase dapat mengkonversi satu µmol substrat (xantin) menjadi asam urat tiap satu menit pada pH optimum (pH 7,5) dan suhu optimum (25 oC). Apabila substratnya hipoxantin, maka aktivitasnya menjadi 50% atau setengahnya. Meningkatnya aktivitas xantin oksidase dalam mengkatalisis xantin menjadi asam urat, akan menyebabkan bertambahnya produksi asam urat dalam darah. Produksi asam urat berlebih

(13)

dapat menyebabkan hiperurisemia namun ketika asam urat disimpan di dalam persendian dan menyebabkan peradangan akan mengakibatkan gout.

Enzim xantin oksidase berbentuk unimolekuler dengan sistem transport elektron yang multi komponen. Selama proses oksidasi molekul, oksigen bertindak sebagai akseptor elektron menghasilkan radikal superoksida (O2

*-) dan hidrogen. Enzim xantin oksidase juga diketahui dapat mengkatalisis reduksi nitrat dan nitrit menjadi nitrit oksida (Millar et

al. 2002) dan sekaligus menyebabkan pembentukan radikal superoksida yang dapat menyebabkan peradangan (Bodamyali et al. 2002). Meningkatnya aktivitas xantin oksidase dalam mengkatalisis xantin menjadi asam urat, akan menyebabkan bertambahnya produksi asam urat dalam darah. Produksi asam urat berlebih dapat menyebabkan hiperurisemia namun ketika asam urat disimpan di dalam persendian dan menyebabkan peradangan akan mengakibatkan gout.

Pengujian In Vivo pada Tikus

Pengujian secara in vivo merupakan model pengujian potensi sampel dalam tubuh makhluk hidup, seperti tikus, mencit, kelinci, dan kera. Hewan uji yang sering digunakan adalah tikus jantan karena dapat menginduksi hepatotoksisitas lebih baik daripada tikus betina. Berdasarkan penelitian Susanti (2005) menyebutkan ekstrak etanol herba meniran (Phyllanthus niruri) menunjukkan efek menurunkan kadar asam urat pada ayam jantan leghorn yang dibuat hiperurisemia dengan makanan tinggi purin.

Penelitian Kurniastuty (2008) menyebutkan fraksi semi polar dari ekstrak metanol meniran menunjukkan efek menurunkan kadar asam urat pada tikus yang dibuat hiperurisemia dengan pemberian kalium oksonat. Metode menggunakan ayam leghorn membutuhkan waktu yang relatif lama dalam memperoleh kondisi hiperurisemia, dibanding dengan metode kalium oksonat. Penelitian ini menggunakan metode oksonat karena waktu untuk meningkatkan kadar asam urat lebih cepat sehingga lebih efisien.

Allopurinol

Allopurinol digunakan untuk mengurangi konsentrasi garam urat dalam tubuh. Allopurinol tidak aktif tetapi 60-70% obat ini mengalami konversi di hati menjadi metabolit

aktif oksipurinol. Allopurinol dan senyawa metabolit utamanya, oksipurinol mengurangi pembentukan asam urat dengan cara menghambat enzim xantin oksidase. Cara ini menghasilkan hipoxantin dan xantin menjadi lebih banyak, untuk digunakan kembali dalam lingkungan metabolik purin, yang akhirnya secara mekanisme umpan balik, mengurangi pembentukan purin baru secara keseluruhan.

Waktu paruh allopurinol berkisar antara 2 jam dan oksipurinol 12-30 jam pada pasien dengan fungsi ginjal normal. Oksipurinol diekskresikan melalui ginjal bersama dengan allopurinol dan ribosida allopurinol, metabolit utama ke dua. Efek samping yang sering terjadi adalah reaksi kulit. Bila timbul kemerahan pada kulit maka obat harus dihentikan karena gangguan dapat menjadi lebih berat. Reaksi alergi berupa demam, menggigil, leukopenia atau leukositosis, eosinofilia, atralgia dan pruritus juga pernah dilaporkan. Gangguan saluran cerna kadang-kadang juga terjadi (Ganiswara et al. 1995).

Kalium oksonat

Kalium oksonat merupakan garam kalium dari asam oksonat. Kalium oksonat mempunyai berat molekul 195,18 gram/mol dengan rumus molekul C4H2KN3O4, titik didih pada 300 oC, kelarutan dalam air 5 mg/ml, dan dapat dideteksi pada spektra merah. Kalium oksonat merupakan inhibitor enzim urikase dengan memberikan efek hiperurisemia. Enzim urikase merupakan enzim yang dapat mengkatalis perubahan asam urat menjadi alantoin sehingga dapat dikeluakan bersama dengan urin. Dengan adanya kalium oksonat, aktivitas enzim urikase menjadi terhambat sehingga konsentrasi asam urat dalam darah meningkat melebihi batas normal (hiperurisemia).

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan ialah tikus jantan galur Sprague-Dawley, seledri, sidaguri, tempuyung, etanol 30%, substrat xantin, larutan standar asam urat, dan pereaksi buffer (buffer fosfat pH 7,4 50 mmol/l dan 2-4 diklorofenol sulfonat 4 mmlo/l), dan pereaksi enzim (4-aminophenazone 1 mmol/l, peroksidase 660 unit/l, uricase 60 unit/l, dan askorbat oksidase 200 unit/l).

(14)

Alat ukur yang digunakan adalah spektrofotometer UV-VIS Hitachi U-2800.

Metode

Penelitian ini dilakukan beberapa tahap, yaitu tahap persiapan sampel, penentuan kadar air, ekstraksi, uji inhibisi terhadap aktivitas xantin oksidase secara in vitro untuk menentukan ekstrak terbaik dan uji inhibisi terhadap aktivitas xantin oksidase secara in

vivo. Diagram alir penelitian disajikan pada

Lampiran 1. Persiapan sampel

Bahan baku sidaguri, seledri, dan tempuyung diperoleh dari kebun percobaan Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor. Semua bahan dipisahkan dari kotoran atau bahan-bahan asing lainnya lalu di cuci dan dirajang. Sampel dikeringkan di udara terbuka hingga kadar air kurang dari 10% agar bahan yang diperoleh tidak mudah rusak akibat dari mikroorganisme.

Penentuan Kadar Air (AOAC 1984) Cawan porselin dikeringkan di dalam oven pada suhu 105ºC selama 30, didinginkan kemudian dimasukkan ke dalam eksikator selama 30 menit dan ditimbang bobot kosongnya. Sampel ditimbang sekitar 3 gram dan dimasukkan ke cawan porselin. Sampel beserta cawannya dikeringkan pada suhu 105°C selama 3 jam di dalam oven. Setelah didinginkan dan dimasukkan ke dalam eksikator selama 30 menit, cawan beserta isinya ditimbang. Prosedur dilakukan berulang kali sampai didapatkan bobot tetap dengan selisih kurang dari 1 mg. Penentuan kadar air dilakukan sebanyak 3 kali ulangan (triplo). Persen kadar air sampel dihitung dengan persamaan:

Kadar air 

 100% Keterangan:

a = bobot sebelum dikeringkan (g) b = bobot setelah dikeringkan (g)

Ekstraksi Etanol (BPOM 2004)

Serbuk sampel diekstraksi dengan pelarut etanol 30% menggunakan metode maserasi dengan perbandingan 1:10. Sampel beserta pelarut dikocok selama 6 jam menggunakan

shaker, kemudian didiamkan selama 24 jam.

Filtrat dipisahkan dan proses tersebut diulangi 3 kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Semua filtrat dikumpulkan dan diuapkan dengan radas penguap putar hingga

diperoleh ekstrak kental, kemudian dikeringkan, ditimbang dan dihitung rendemennya dengan rumus sebagai berikut: Rendemen ekstrak  

100% Keterangan:

a = bobot ekstrak (g) b = bobot sampel (g)

Pembuatan Kurva Standar

Larutan substrat (xantin) dibuat pada berbagai konsentrasi (0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6; dan 0,7 ppm) dan diukur panjang gelombang maksimumnya terlebih dahulu. Panjang gelombang maksimum yang diperoleh yairu 268,2 nm. Semua larutan xantin kemudian diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh sehingga diperoleh kurva hubungan antara konsentrasi dan serapan larutan xantin. Persamaan kurva linear tersebut digunakan untuk menghitung aktivitas xantin oksidase. Uji Inhibisi Aktivitas Xantin Oksidase secara In Vitro (Tamta et al. 2006)

Uji daya inhibisi ekstrak dilakukan pada masing-masing ekstrak tunggalnya dengan berbagai variasi konsentrasi dan gabungan ekstrak dari tanaman seledri, sidaguri, dan tempuyung. Uji inhibisi sampel terhadap aktivitas xantin oksidase dilakukan pada kondisi optimumnya. Kondisi optimum pengujian mengacu pada Iswantini dan Darusman (2003), yaitu pada waktu inkubasi 45 menit, suhu 20 oC, pH 7,5, konsentrasi xantin oksidase 0,1 unit/ml, dan konsentrasi substrat (xantin) 0,7 mM.

Ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambah larutan bufer kalium fosfat 50 mM pH 7,5 sehingga volumenya menjadi 1,9 ml. Campuran kemudian ditambah 1 ml substrat xantin 2,1 mM dan enzim xantin oksidase 0,1 unit/ml sebanyak 0,1 ml lalu diinkubasi pada suhu 20 oC selama 45 menit. Setelah diinkubasi, campuran segera ditambahkan HCl 0,58 M sebanyak 1 ml untuk menghentikan reaksinya. Campuran diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum 268,2 nm untuk melihat seberapa besar sisa xantin yang tidak bereaksi dalam sampel uji. Daya inhibisi yang diperoleh dibandingkan dengan produk komersial yang ada di pasaran yaitu allopurinol.

Aktivitas enzim xantin oksidase (XO) dihitung menggunakan persamaan linier yang

(15)

diperoleh dari kurva standar. Rumusnya adalah sebagai berikut:

Persamaan linier: Y = a + bx

Y = Rata-rata absorban hasil pengukuran X = Konsentrasi xantin setelah reaksi

(konsentrasi xantin sisa)

X bereaksi = Xmula-mula - Xsisa

Aktivitas XO  xantin yang bereaksimM vol xantin L waktuinkubasi menit

%inhibisi aktivitas XO kontrol aktivitas XO sampel

aktivitas XO kontrol 100%

Uji In Vivo Gabungan Ekstrak Terbaik

pada Tikus (Kong at al. 2004)

Hewan percobaan. Tikus jantan galur

Sprague-Dawley yang sehat dengan bobot

rata-rata 350 g dijadikan sebagai hewan uji. Hewan uji diadaptasi selama satu bulan dalam kandang percoban yang terdiri dari 3 ekor tikus tiap kandang sehingga masih dapat berinteraksi secara langsung dengan tikus sekelompoknya. Adaptasi hewan uji ini bertujuan untuk menyeragamkan cara hidup dan makanannya. Selama penelitian berlangsung, hewan memperoleh pakan standar 80 g/kandang/hari dan minum

ad-libitum. Jumlah pakan yang dikonsumsi tiap

ekor tikus untuk masing-masing kelompok sebelum dan selama perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 3

Rancangan percobaan. Percobaan ini terdiri dari 7 kelompok dan masing-masing kelompok terdiri dari 10 ekor tikus. Kelompok pertama merupakan kelompok normal yang hanya diberi akuades yang digunakan sebagai pelarut bahan aktif. Kelompok kedua merupakan kontrol negatif (kelompok hiperurisemia) yang diberi kalium oksonat dosis 250 mg/kg bobot badan tikus (BB) per intraperitonial per hari selama 7 hari. Kelompok ketiga merupakan kontrol positif yang diberi kalium oksonat dosis 250 mg/kg BB per intraperitonial per hari selama 7 hari dan allopurinol dengan dosis 10 mg/kg BB secara oral selama 7 hari berikutnya. Kelompok keempat diberi kalium oksonat dosis 250 mg/kg BB per intraperitonial per hari selama 7 hari dan gabungan ekstrak seledri, sidaguri, dan tempuyung terbaik dengan dosis 660 mg/300 g BB selama 7 hari berikutnya. Kelompok kelima diberi kalium oksonat dosis 250 mg/kg BB per intraperitonial per hari selama 7 hari dan gabungan ekstrak seledri, sidaguri, dan tempuyung terbaik dengan dosis 1320 mg/300 g BB selama 7 hari berikutnya. Kelompok

keenam diberi kalium oksonat dosis 250 mg/kg BB per intraperitonial per hari selama 7 hari dan gabungan ekstrak seledri, sidaguri, dan tempuyung terbaik dengan dosis 2640 mg/300 g BB selama 7 hari berikutnya, dan kelompok ketujuh diberi kalium oksonat dosis 250 mg/kg BB per intraperitonial per hari selama 14 hari dan gabungan ekstrak seledri, sidaguri, dan tempuyung terbaik dengan dosis 2640 mg/300 g BB selama 7 hari terakhir. Bagan alirnya dapat dilihat pada Lampiran 4.

Hewan uji yang telah diadaptasi selama 1 bulan diukur nilai konsentrasi asam uratnya sebagai hari ke-0. Pengukuran kadar asam urat selanjutnya dilakukan pada hari ke-7 setelah induksi kalium oksonat dan pada hari ke-14 untuk mengetahui penurunan konsentrasi asam urat setelah diberikan perlakuan selama 7 hari.

Preparasi serum darah. Kadar asam urat darah yang digunakan berasal dari serum darah. Serum darah diperoleh dari proses pemisahan serum darah dengan komponen padatan darah. Pengambilan darah dilakukan dari ujung ekor 1 jam setelah perlakuan terakhir. Darah dimasukkan ke dalam eppendorf 2 ml, kemudian didiamkan selama 15 menit agar darah menggumpal dan serum darah terpisah. Serum darah kemudian disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Jika warna serum yang diperoleh belum jernih, sentrifugasi dilakukan kembali sampai serum jernih. Serum tersebut dapat disimpan pada suhu -20 oC sampai pengujian dilakukan.

Pembuatan kurva standar asam urat. Konsentrasi asam urat yang digunakan untuk membuat kurva standar adalah 0,1; 0,2; 0.4; 0,8; 1,6; 3,0, 6,0 mg/dl. Larutan standar asam urat dimasukkan ke dalam eppendorf sebanyak 25 µl, kemudian ditambahkan pereaksi asam urat (pereaksi buffer dicampur pereaksi enzim) sebanyak 1000 µl. Campuran tersebut dikocok dan diinkubasi selama 15 menit pada suhu ruang. Serapan diukur pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh, yaitu 513,2 nm sehingga diperoleh kurva hubungan antara konsentrasi dan serapan standar asam urat.

Pengukuran konsentrasi asam urat dalam sampel. Serum darah dimasukkan ke dalam eppendorf sebanyak 25 µl, kemudian ditambahkan pereaksi asam urat (pereaksi buffer dicampur pereaksi enzim) sebanyak 1000 µl. Campuran tersebut dikocok dan diinkubasi selama 15 menit pada suhu ruang. Serapan diukur pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh, yaitu 513,2 nm.

(16)

Konsentrasi asam urat dalam sampel dihitung menggunakan persamaan linier yang diperoleh dari kurva standar asam urat.

Pengujian aktivitas xantin oksidase pada hati tikus. Pada hari ke-15, semua tikus yang digunakan dalam pengujian aktivitas antihiperurisemia dieuthanasia dengan dekapitasi leher untuk selanjutnya diambil hatinya. Hati tikus ditimbang bobotnya dan dicuci dengan larutan NaCl 0,9 %. Hati tersebut dihomogenkan dengan buffer fosfat dingin 50 mM (pH 7,5) dengan perbandingan 1:5 dan disentrifuse pada 3000 rpm selama 10 menit sehingga dihasilkan fraksi supernatan. Supernatan dipisahkan dan disentrifise pada 4000 rpm selama 120 menit. Supernatan ini akan digunakan untuk pengujian aktivitas xantin oksidase.

Aktivitas xantin oksidase diuji dengan pemantauan pembentukan asam urat menggunakan metode spektofotometri. Tabung reaksi yang berisi larutan bufer kalium fosfat 50 mM pH 7,5 sebanyak 1,9 ml ditambahkan 1 ml xantin 2,1 mM, dan 0,1 ml supernatan xantin oksidase kemudian diinkubasi pada suhu 20 oC selama 45 menit. Setelah diinkubasi, campuran segera ditambahkan HCl 0,58 M sebanyak 1 ml untuk menghentikan reaksinya. Campuran tersebut diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum (268,2 nm) untuk melihat seberapa besar sisa xantin yang tidak bereaksi dalam sampel uji. Aktivitas enzim xantin oksidase dihitung menggunakan persamaan linier yang diperoleh dari kurva standar substrat xantin dan rumus yang sama dengan uji secara in vitro.

Analisis Statistik. Rancangan percobaan yang digunakan dalam uji in vivo gabungan ekstrak terbaik pada tikus adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan selang kepercayaan 95%. Analisis statistik dilakukan pada konsentrasi asam urat hari ke-0, persen penurunan konsentrasi asam urat, dan aktivitas enzim xantin oksidase setelah perlakuan untuk 7 kelompok dan masing-masing kelompok terdiri dari 10 ekor tikus (10 ulangan). Model yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yij = µ+ τi + €ij

Keterangan:

Yi = pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan

ke-j

µ = pengaruh rataan umum

τi = pengaruh perlakuan ke-i

€ = pengaruh galat perlakuan ke-i dan

ulangan ke-j.

i1 = kontrol normal

i2 = kontrol negatif (hiperurisemia)

i3 = kontrol positif (Allopurinol )

i4 = gabungan ekstrak terbaik dengan dosis 660 mg/300g BB

i5 = gabungan ekstrak terbaik dengan dosis 1320 mg/300 g BB

i6 = gabungan ekstrak terbaik dengan dosis 2640 mg/300 g BB

i7 = gabungan ekstrak terbaik dengan dosis 2640 mg/300 g BBdan pemberian kalium oksonat sampai minggu kedua

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air

Sampel sidaguri, seledri, dan tempuyung yang digunakan pada penelitian ini berbentuk simplisia yang telah dikeringkan dan digiling. Pengeringan simplisia ini dimaksudkan untuk menghindari pengaruh mikrob, karena kandungan air dalam suatu bahan akan mempengaruhi daya tahan sampel tersebut terhadap serangan mikrob. Penggilingan sampel dimaksudkan untuk memudahkan proses difusi pelarut masuk ke dalam dinding sel tumbuhan sehingga proses ekstraksi dapat berjalan optimal.

Serbuk sidaguri, seledri, dan tempuyung ditentukan kadar airnya agar dapat diperkirakan cara penyimpanan terbaik bagi sampel untuk menghindari pengaruh aktivitas mikrob (jamur). Data dan perhitungan kadar air dapat dilihat pada Lampiran 5. Kadar air yang diperoleh dari serbuk tanaman sidaguri, seledri, dan tempuyung masing-masing adalah 7,12%, 8,66%, dan 8,21%. Dari hasil yang didapatkan, serbuk sidaguri, seledri, dan tempuyung relatif stabil dari serangan mikrob karena kadar air yang didapat kurang dari 10% (Winarno 1997).

Ekstraksi

Ekstraksi digunakan untuk memperoleh kandungan senyawa kimia yang larut dalam pelarut. Ekstraksi dilakukan menggunakan pelarut etanol 30 % dengan metode maserasi. Mekanisme ekstraksi pada metode maserasi adalah adanya proses difusi pelarut ke dalam dinding sel tumbuhan untuk mengestrak senyawa yang ada dalam tumbuhan tersebut. Maserasi cocok digunakan untuk senyawa yang belum diketahui karakterisasinya, sehingga memiliki keuntungan dapat menjaga

(17)

agar kandungan senyawa dalam sampel yang tidak tahan panas tidakrusak dan sampel yang diekstrak bisa langsung dalam jumlah banyak.

Pelarut bersifat polar akan melarutkan sebagian besar senyawa polar, sebaliknya dengan pelarut non polar akan melarutkan senyawa yang bersifat non polar seperti lemak dan klorofil. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah selektivitas, kemampuan mengekstrak, toksisitas, kemudahan untuk diuapkan, dan harga pelarut. Etanol merupakan pelarut serbaguna yang baik untuk ekstraksi pendahuluan. Penggunaan etanol sebagai pen

dikarenakan etanol memiliki dua gugus yang berbeda kepolarannya, yaitu gugus hidroksil yang bersifat polar dan gugus alkil yang nonpolar. Keberadaan 2 gugus ini diharapkan senyawa polar maupun nonpolar akan terekstrak ke dalam etanol. Rendeme

etanol sidaguri, seledri, dan tempuyung masing-masing adalah 9,60

10% terhadap bobot keringnya. Inhibisi Ekstrak Tunggal Aktivitas Xantin Oksidase

Uji inhibisi terhadap enzim xantin oksidase dilakukan pada

tunggal dengan variasi konsentrasi dan gabungan ekstrak dengan variasi perbandingan yang diperoleh dari konsentrasi masing-masing ekstrak tunggal dengan persen inhibisi terbesar. Pengujian pada konsentrasi bervariasi ini ditunjukkan untuk mel pengaruh penambahan konsentrasi ekstrak terhadap peningkatan daya inhibisi, selain itu juga ditunjukan untuk melihat besarnya daya inhibisi ekstrak pada serangkaian konsentrasi di bawah nilai toksisitasnya (LC

konsentrasi ekstrak yang digu

disekitar konsentrasi ekstrak yang mempunyai persen inhibisi terbesar pada penelitian sebelumnya, yaitu 400 ppm untuk sidaguri, 1400 ppm untuk seledri (

Darusman 2003), dan 200 ppm untuk tempuyung (wardani 2008). Selain itu juga dilakukan pengamatan aktivitas enzim tanpa penambahan ekstrak (blanko) untuk melihat pengaruh inhibisi ekstrak tersebut terhadap aktivitas enzim.

Uji enzimatik dilakukan pada kondisi optimum (Iswantini dan Darusman 2003) yakni pada suhu inkubasi 20

konsentrasi xantin oksidase 0,1 unit/ml, konsentrasi xantin 0,7 mM, dan waktu inkubasi 45 menit. Panjang gelombang yang digunakan untuk mengukur serapan sampel agar kandungan senyawa dalam sampel yang rusak dan sampel yang diekstrak bisa langsung dalam jumlah banyak.

Pelarut bersifat polar akan melarutkan sebagian besar senyawa polar, sebaliknya dengan pelarut non polar akan melarutkan senyawa yang bersifat non polar seperti lemak hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah selektivitas, kemampuan mengekstrak, toksisitas, kemudahan untuk diuapkan, dan harga pelarut. Etanol merupakan pelarut serbaguna yang baik untuk ekstraksi pendahuluan. Penggunaan etanol sebagai pengekstrak juga dikarenakan etanol memiliki dua gugus yang berbeda kepolarannya, yaitu gugus hidroksil yang bersifat polar dan gugus alkil yang nonpolar. Keberadaan 2 gugus ini diharapkan senyawa polar maupun nonpolar akan terekstrak ke dalam etanol. Rendemen ekstrak sidaguri, seledri, dan tempuyung 9,60%, 17,20%, dan % terhadap bobot keringnya.

Tunggal terhadap Aktivitas Xantin Oksidase secara In Vitro

Uji inhibisi terhadap enzim xantin oksidase dilakukan pada semua ekstrak tunggal dengan variasi konsentrasi dan gabungan ekstrak dengan variasi perbandingan yang diperoleh dari konsentrasi masing ekstrak tunggal dengan persen inhibisi terbesar. Pengujian pada konsentrasi bervariasi ini ditunjukkan untuk melihat pengaruh penambahan konsentrasi ekstrak terhadap peningkatan daya inhibisi, selain itu juga ditunjukan untuk melihat besarnya daya inhibisi ekstrak pada serangkaian konsentrasi di bawah nilai toksisitasnya (LC50). Variasi konsentrasi ekstrak yang digunakan berada disekitar konsentrasi ekstrak yang mempunyai persen inhibisi terbesar pada penelitian sebelumnya, yaitu 400 ppm untuk sidaguri, 1400 ppm untuk seledri (Iswantini dan Darusman 2003), dan 200 ppm untuk . Selain itu juga ilakukan pengamatan aktivitas enzim tanpa penambahan ekstrak (blanko) untuk melihat pengaruh inhibisi ekstrak tersebut terhadap Uji enzimatik dilakukan pada kondisi optimum (Iswantini dan Darusman 2003) yakni pada suhu inkubasi 20 ˚C, pH 7.5, konsentrasi xantin oksidase 0,1 unit/ml, konsentrasi xantin 0,7 mM, dan waktu inkubasi 45 menit. Panjang gelombang yang digunakan untuk mengukur serapan sampel

yaitu panjang gelombang maksimum yang diperoleh sebesar 268,2 nm (Lampiran 6). Serapan yang terukur merupakan serapan sisa xantin yang tidak terkonversi menjadi asam urat. Serapan ini nantinya dapat diubah menjadi konsentrasi xantin berdasarkan pada persamaan linier kurva standar yaitu

+1,934x dengan nilai R2 sebesar 0,961 (Lampiran 7), dimana y merupakan serapan dari xantin dengan penambahan ekstrak yang terukur dan x merupakan konsentrasi xantin sisa yang tidak terkonversi menjadi asam urat. Konsentrasi ini nantinya dapat diubah menjadi konsentrasi xantin yang bereaksi sehingga dapau ditentukan seberapa besar aktivitas xantin oksidase dan seberapa besar persen inhibisi ekstrak yang diujikan terhadap aktivitas xantin oksidase.

Hasil uji (Lampiran 8) menunjukkan bahwa semua ekstrak yang diuji memiliki aktivitas yang lebih rendah dibandi dengan blanko. Hal ini mengindikasikan bahwa ekstrak tunggal sidaguri, seledri, dan tempuyung berpotensi menghambat aktivitas xantin oksidase. Sebagian besar, persen inhibisi ekstrak tunggal sidaguri, seledri, dan tempuyung terhadap aktivitas enzim x oksidase meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak. Daya hambat ekstrak kasar diilustrasikan dalam bentuk persen inhibisi yang diperlihatkan pada Gambar 7.

Gambar 7 Persen inhibisi ekstrak etanol sidaguri, seledri, dan tempuyung terhadap enzim xantin oksidase dalam berbagai konsentrasi. Gambar 7 menunjukkan daya inhibisi ekstrak etanol sidaguri, seledri, dan tempuyung pada berbagai konsentrasi. Hasil yang diperoleh menjelaskan bahwa etanol tunggal sidaguri 400 ppm, seledr

1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 6 0 0 8 0 0 1 0 0 0 1 2 0 0 3 0 .0 9 37.4 5 4 2 .4 1 54 .4 6 2 7 .8 8 4 3 .1 8 4 7 .5 1 8 3 .0 2 1 2 .7 7 1 7 .3 3 24.9 5 3 1 .7 2 40.3 8 6 1 .0 4 6 7 .2 3 % i n h ib is i x an ti n o k si d as e Konsentrasi ekstrak (ppm) sidaguri tempuyung

yaitu panjang gelombang maksimum yang diperoleh sebesar 268,2 nm (Lampiran 6). terukur merupakan serapan sisa xantin yang tidak terkonversi menjadi asam urat. Serapan ini nantinya dapat diubah menjadi konsentrasi xantin berdasarkan pada persamaan linier kurva standar yaitu Y = 0,340 sebesar 0,961 merupakan serapan dari xantin dengan penambahan ekstrak yang merupakan konsentrasi xantin sisa yang tidak terkonversi menjadi asam urat. Konsentrasi ini nantinya dapat diubah menjadi konsentrasi xantin yang bereaksi sehingga ditentukan seberapa besar aktivitas xantin oksidase dan seberapa besar persen inhibisi ekstrak yang diujikan terhadap Hasil uji (Lampiran 8) menunjukkan bahwa semua ekstrak yang diuji memiliki aktivitas yang lebih rendah dibandingkan dengan blanko. Hal ini mengindikasikan bahwa ekstrak tunggal sidaguri, seledri, dan tempuyung berpotensi menghambat aktivitas xantin oksidase. Sebagian besar, persen inhibisi ekstrak tunggal sidaguri, seledri, dan tempuyung terhadap aktivitas enzim xantin oksidase meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak. Daya hambat ekstrak kasar diilustrasikan dalam bentuk persen inhibisi yang diperlihatkan pada

Gambar 7 Persen inhibisi ekstrak etanol sidaguri, seledri, dan tempuyung terhadap enzim xantin oksidase dalam berbagai konsentrasi. Gambar 7 menunjukkan daya inhibisi ekstrak etanol sidaguri, seledri, dan tempuyung pada berbagai konsentrasi. Hasil yang diperoleh menjelaskan bahwa ekstrak etanol tunggal sidaguri 400 ppm, seledri 1400

1 2 0 0 1 4 0 0 1 6 0 0 1 8 0 0 6 7 .2 3 8 0 .9 4 5 8 .7 0 6 0 .3 7 Konsentrasi ekstrak (ppm) Seledri

(18)

ppm, dan tempuyung 400 ppm memiliki daya inhibisi terbesar berturut-turut sebesar 56,46% dan 80,95%, dan 83,02%. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa ekstrak kasar sidaguri yang paling aktif dalam menginhibisi xantin oksidase pada konsentrasi 400 ppm (Iswantini dan Darusman 2003). Ramdhani (2004) menyatakan bahwa ekstrak etanol seledri dengan konsentrasi 1400 ppm mempunyai daya inhibisi paling besar. Pada konsentrasi yang sama, yaitu 400 ppm ekstrak etanol tempuyung mempunyai daya inhibisi lebih besar (83,02 %) dibandingkan dengan ekstrak etanol sidaguri (56,46 %) dan ekstrak etanol seledri (24,95%). Hal ini diduga karena efek sinergis dari senyawa metabolit sekunder yang terkandung pada ekstrak etanol tempuyung lebih berpotensi sebagai inhibitor xantin oksidase.

Senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak etanol sidaguri yang diduga dapat menginhibisi enzim xantin oksidase adalah flavonoid. Hal ini didukung oleh hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan fraksinasi ekstrak flavonoid 400 ppm menghasilkan 5 fraksi yang semuanya memiliki daya inhibisi di atas 50 % terhadap aktivitas enzim xantin oksidase (Hidayat 2004). Ramdhani (2004) juga menyatakan ekstrak etanol seledri mempunyai daya inhibisi lebih besar dibandingkan ekstrak air seledri, ekstrak flavonoid seledri, dan ekstrak alkaloid seledri sehingga penelitian ini menggunakan ekstrak etanol seledri. Ekstrak flavonoid seledri mempunyai daya inhibisi lebih besar (45,23 % pada konsentrasi 400 ppm) dibandingkan dengan ekstrak alkaloid seledri (20,7 % pada konsentrasi 400 ppm) sehingga dapat dikatakan senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam seledri yang lebih berpotensi sebagai inhibitor enzim xantin oksidase adalah flavonoid.

Berdasarkan uji fitokimia, senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak etanol tempuyung yang berhasil diidentifikasi oleh Wardani (2008) adalah flavonoid, tanin, steroid, dan triterpenoid. Kandungan flavonoid yang terdapat di dalam ekstrak etanol tempuyung, yaitu flavonoid dengan komponen utama adalah 7-glukosilluteolin, 7-glukosilapigenin, dan kaempferol (Chairul 1999). Senyawa flavonoid dapat menghambat aktivitas xantin oksidase dan bersifat menangkap radikal bebas superoksida sehingga mampu menurunkan kadar asam urat dan mengobati gout. Jenis-jenis flavonoid seperti apigenin,

luteolin, kuersetin dan kaempferol mempunyai potensi cukup baik untuk menginhibisi aktivitas enzim xantin oksidase, sedangkan turunan flavonoid seperti 7-glukosilapigenin memiliki daya inhibisi lebih rendah dibanding flavonoid aslinya, yaitu apigenin (Cos et al. 1998). Berdasarkan penelitian sebelumnya (Umamaheswari et al. 2006), selain kandungan flavonoid, senyawa-senyawa seperti diterpen, triterpenoid, alkaloid, dan lignan yang terdapat dalam ekstrak metanol tanaman Vivex negundo L. atau saponin dan polifenol yang terdapat pada ekstrak air tanaman Coccinia grandis L. dapat berperan dalam menghambat xantin oksidase secara

in vitro dengan daya inhibisi lebih dari 50%.

Kemampuan flavonoid dalam menghambat aktivitas xantin oksidase berlangsung melalui mekanisme inhibisi kompetitif dan interaksi dengan enzim pada gugus samping (Nagao et al. 1999 & Lin et al. 2002). Flavonoid golongan kuersetin dan rutin sebagai inhibitor xantin oksidase dan xantin dehidrogenase sehingga dapat mencegah hiperurisemia pada hati tikus secara in vivo (Zhu et al. 2004). Ekstrak tunggal sidaguri, seledri, dan tempuyung berpotensi sebagai inhibitor xantin oksidase karena mampu menginhibisi xantin oksidase lebih dari 50 % (Noro et al. 1983). Konsentrasi ekstrak etanol tunggal yang mempunyai persen inhibisi terbesar, yaitu sidaguri 400 ppm, seledri 1400 ppm, dan tempuyung 400 ppm akan digabungkan dengan beberapa kombinasi dan gabungan tersebut akan diuji daya inhibisinya terhadap enzim xantin oksidase secara in vitro dan in vivo.

Inhibisi Gabungan ekstrak terhadap Aktivitas Xantin Oksidase secara In Vitro

Berdasarkan penelitian Iswantini et al. (2004) diperoleh formula gabungan sidaguri dan seledri dengan perbandingan tertentu yang dapat menginhibisi enzim xantin oksidase dengan persen inhibisi terbesar. Formula tersebut dan konsentrasi ekstrak etanol tunggal sidaguri, seledri, dan tempuyung yang mempunyai persen inhibisi terbesar akan digunakan dalam menentukan perbandingan gabungan ekstrak sidaguri, seledri, dan tempuyung yang akan diuji inhibisinya terhadap aktivitas enzim xantin oksidase secara in vitro.

Gambar 8 menunjukkan daya inhibisi kotrol positif (allopurinol) dan gabungan ekstrak sidaguri, seledri, dan tempuyung dengan perbandingan yang bervariasi. Hasil

(19)

yang diperoleh menjelaskan bahwa gabungan ekstrak etanol sidaguri, seledri, dan tempuyung dengan perbandingan 4:14:4 mempunyai daya inhibisi terbesar, yaitu sebesar 88,68 %. Nilai ini juga lebih besar dibanding dengan daya inhibisi ekstrak tunggalnya dan daya inhibisi kontrol positif (allopurinol 50 dan 100 ppm), yaitu hanya sebesar 35,60 % dan 72,15 %.

Gambar 8 Persen inhibisi kontrol positif dan gabungan ektrak (sidaguri: seledri:tempuyung) terhadap enzim xantin oksidase.

Keterangan Gambar 11: Urutan Keterangan A Allopurinol 50 ppm B Allopurinol 100 ppm C Gabungan ekstrak 1:3,5:1 D Gabungan ekstrak 2:3,5:2 E Gabungan ekstrak 4:3,5:4 F Gabungan ekstrak 1:7:1 G Gabungan ekstrak 2:7:2 H Gabungan ekstrak 4:7:4 I Gabungan ekstrak 1:14:1 J Gabungan ekstrak 2:14:2 K Gabungan ekstrak 4:14:4

Gabungan ekstrak ini diharapkan dapat memperbaiki hasil penelitian sebelumnya, yaitu formula gabungan sidaguri dan seledri yang dapat menurunkan konsentrasi asam urat dalam darah tikus dengan potensi lebih rendah dibandingkan dengan allopurinol (Iswantini

al. 2004). Oleh karena itu, dengan penambahan ekstrak etanol tempuyung dalam gabungan ekstrak etanol sidaguri dan seledri

A B C D E F G 3 5 .6 0 7 2 .1 5 6 4 .1 8 4 4 .2 8 6 8 .1 5 4 3 .1 8 5 6 .0 5 % In h ib is i x an ti n o k si d as e

Kontrol positif dan gabungan ekstrak yang diperoleh menjelaskan bahwa gabungan ekstrak etanol sidaguri, seledri, dan tempuyung dengan perbandingan 4:14:4 inhibisi terbesar, yaitu sebesar 88,68 %. Nilai ini juga lebih besar dibanding dengan daya inhibisi ekstrak tunggalnya dan daya inhibisi kontrol positif (allopurinol 50 dan 100 ppm), yaitu hanya sebesar 35,60 % dan 72,15 %.

kontrol positif dan gabungan ektrak (sidaguri: seledri:tempuyung) terhadap enzim xantin oksidase.

% Inhibisi 35.60 72.15 Gabungan ekstrak 1:3,5:1 64.18 ekstrak 2:3,5:2 44.28 Gabungan ekstrak 4:3,5:4 68.15 43.18 56.05 78.93 Gabungan ekstrak 1:14:1 58.10 Gabungan ekstrak 2:14:2 71.62 Gabungan ekstrak 4:14:4 88.68

Gabungan ekstrak ini diharapkan dapat memperbaiki hasil penelitian sebelumnya, yaitu formula gabungan sidaguri dan seledri yang dapat menurunkan konsentrasi asam urat dalam darah tikus dengan potensi lebih rendah dibandingkan dengan allopurinol (Iswantini et 2004). Oleh karena itu, dengan penambahan ekstrak etanol tempuyung dalam gabungan ekstrak etanol sidaguri dan seledri

diharapkan dapat menurunkan konsentrasi asam urat dalam darah tikus yang terkena hiperurisemia dengan potensi lebih tinggi dibandingkan dengan allopurinol secara

vivo sehingga dapat mencegah dan atau

mengobati penyakit gout baik dengan cara inhibisi enzim xantin oksidase maupun dengan efek diuretiknya . Ekstrak tempuyung selain diharapkan dapat menginhibisi enzim xantin oksidase, juga diharapkan mempunyai efek diuretik (memperbanyak produksi urin) sehingga dapat menurunkan kadar asam urat. Gabungan ekstrak terbaik ini akan digunakan dalam uji inhibisi enzim xantin oksidase secara in vivo.

Inhibisi Gabungan Ekstrak Terbaik terhadap Aktivitas Xantin Oksidase

In Vivo

Penurunan Kadar Asam Urat pada Tikus Gabungan ekstrak yang digunakan dalam uji inhibisi aktivitas enzim xantin oksidase secara in vivo adalah gabungan ekstrak yang mempunyai daya inhibisi terbesar pada uji inhibisi secara in vitro, yaitu gabungan ekstrak etanol sidaguri, seledri, dan tempuyung dengan perbandingan 4:14:4 dengan daya inhibisi sebesar 88,68 %. Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan galur

Sprague-Dawley karena tikus jantan tidak

mengalami siklus hormonal yang dapat mempengaruhi konsentrasi asam urat. Sebelum diberikan perlakuan, tikus diadaptasi terlebih dahulu untuk menyeragamkan cara hidup dan makanannya.

Pengukuran konsentrasi asam urat dalam darah tikus dilakukan tiga kali, yaitu pada hari ke-0, hari ke-7 (setelah induksi kalium oksonat), dan hari ke-14 (setelah perlakuan). Pengambilan darah pada hari

ke-untuk mengetahui konsentrasi asam urat normal pada tikus. Pengambilan darah pada hari ke-7 digunakan untuk mengetahui peningkatan konsentrasi asam urat pada tikus (efek hiperurisemia) setelah induksi kalium oksonat dan pengambilan darah pada hari ke 14 digunakan untuk mengetahui penurunan konsentrasi asam urat pada tikus setelah diberikan perlakuan (ekstrak) selama 7 hari.

Pengukuran asam urat dalam serum dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometi enzimatik. Senyawa yang diukur serapannya pada metode ini merupakan senyawa hasil reaksi antara asam urat dengan pereaksi 2-4-diklorofenol sulfonat (DCPS) Prinsip metode ini adalah asam urat dalam air dengan adanya enzim urikase (pada pereaksi

G H I J K 5 6 .0 5 7 8 .9 3 5 8 .1 0 7 1 .6 2 8 8 .6 8

Kontrol positif dan gabungan ekstrak

diharapkan dapat menurunkan konsentrasi asam urat dalam darah tikus yang terkena hiperurisemia dengan potensi lebih tinggi gkan dengan allopurinol secara in sehingga dapat mencegah dan atau mengobati penyakit gout baik dengan cara inhibisi enzim xantin oksidase maupun Ekstrak tempuyung selain diharapkan dapat menginhibisi enzim uga diharapkan mempunyai efek diuretik (memperbanyak produksi urin) sehingga dapat menurunkan kadar asam urat. Gabungan ekstrak terbaik ini akan digunakan dalam uji inhibisi enzim xantin oksidase

Gabungan Ekstrak Terbaik Aktivitas Xantin Oksidase secara Penurunan Kadar Asam Urat pada Tikus

Gabungan ekstrak yang digunakan dalam uji inhibisi aktivitas enzim xantin oksidase adalah gabungan ekstrak yang mempunyai daya inhibisi terbesar pada uji gabungan ekstrak etanol sidaguri, seledri, dan tempuyung dengan perbandingan 4:14:4 dengan daya inhibisi sebesar 88,68 %. Hewan uji yang ah tikus putih jantan galur karena tikus jantan tidak mengalami siklus hormonal yang dapat mempengaruhi konsentrasi asam urat. Sebelum diberikan perlakuan, tikus diadaptasi terlebih dahulu untuk menyeragamkan cara kuran konsentrasi asam urat dalam darah tikus dilakukan tiga kali, yaitu pada hari 7 (setelah induksi kalium 14 (setelah perlakuan). -0 digunakan untuk mengetahui konsentrasi asam urat l pada tikus. Pengambilan darah pada 7 digunakan untuk mengetahui peningkatan konsentrasi asam urat pada tikus (efek hiperurisemia) setelah induksi kalium oksonat dan pengambilan darah pada hari ke-14 digunakan untuk mengetahui penurunan

i asam urat pada tikus setelah diberikan perlakuan (ekstrak) selama 7 hari.

Pengukuran asam urat dalam serum dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometi enzimatik. Senyawa yang diukur serapannya pada metode ini merupakan asam urat dengan diklorofenol sulfonat (DCPS). Prinsip metode ini adalah asam urat dalam air dengan adanya enzim urikase (pada pereaksi

Gambar

Gambar 1 Tanaman sidaguri.
Gambar 2 Tanaman seledri.
Gambar 4 Radang sendi yang disebabkan oleh  timbunan asam urat.

Referensi

Dokumen terkait

punishment (hukuman) yang dijatuhkan kepada siswa, maka tujuan yang ingin dicapai sesekali bukanlah untuk menyakiti atau untuk menjaga. kehormatan guru atau sebaliknya

Bappeda sebagai pihak dari Pemerintah Kota Semarang dan koordinator utama kebijakaan program Gerdu Kempling ini menyatakan bahwa salah satu kendala yang dihadapi

Dalam kerangka mempertahankan kekuasaan, pemimpin kepala daerah akan menggunakan kebijakan populis untuk mendapatkan dukungan politik dari masyarakat.. Dukungan masyarakat

Selain untuk menyalin data, anda juga dapat menyalin rumus atau format yang telah

Pada pengujian hipotesis untuk model regresi, derajat bebas ditentukan dengan rumus n – k. t hitung dari variabel bebas disiplin kerja sebesar 0,750 yang lebih

berbahasa lisan adalah salah satu alat komunikasi yang paling efektif atau.. suatu bentuk bahasa dimana kata-kata atau suara digunakan untuk. menyampaikan maksud kepada

Mutans yang menempel pada permukaan gigi dan