BAHAN DAN METODE
BahanSumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah SUSENAS 2005 dan Potensi Desa (PODES) 2005. Peubah yang diamati dan menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah tingkat kemiskinan (P) pada beberapa desa di Kota Bogor tanpa menggunakan peubah pendukung.
Peubah-peubah yang digunakan dalam analisis gerombol yaitu :
X1 = persentase keluarga pengguna telepon
(data PODES 2005)
X2 = persentase keluarga prasejahtera dan
sejahtera I (data PODES 2005) X3 = pengeluaran per kapita
(data SUSENAS 2005)
Metode
Pada penelitian ini akan dikaji pendugaan langsung dan pendugaan sintetik yang termasuk dalam pendugaan tidak langsung.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menduga secara langsung (direct estimation) tingkat kemiskinan masing-masing kelurahan/desa.
2. Melakukan analisis gerombol untuk mengetahui kelurahan/desa yang mempunyai karakteristik sama dalam hal tingkat kemiskinan.
3. Menduga tingkat kemiskinan untuk tiap gerombol.
4. Menduga tingkat kemiskinan masing-masing kelurahan/desa dengan metode pendugaan sintetik.
5. Membandingkan penduga langsung dan penduga sintetik dengan melihat nilai RRMSE (Relative Root Mean Squared Error) yang diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut :
RRMSE (
Pˆ
i) =
100% ˆ ˆ i i P P SSoftware yang digunakan dalam penelitian ini adalah Microsoft Excel dan Minitab 14.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplorasi dan Deskripsi DataPeubah yang diasumsikan mempengaruhi dan menggambarkan tingkat kemiskinan dipilih berdasarkan eksplorasi menggunakan scatterplot dan nilai korelasi Pearson (Lampiran 1). Scatterplot data menunjukkan bahwa desa/kelurahan dengan tingkat kemiskinan yang kecil diindikasikan dengan persentase keluarga pengguna telepon dan pengeluaran per kapita yang besar. Selain itu, desa/kelurahan dengan tingkat kemiskinan yang besar diindikasikan dengan persentase keluarga prasejahtera dan sejahtera I yang besar pula. Berdasarkan eksplorasi, peubah-peubah tersebut cukup sesuai digunakan untuk menggambarkan tingkat kemiskinan.
Diagram kotak garis digunakan untuk mendeskripsikan data peubah asal Xi, i=1, 2, 3
(Lampiran 2), statistik deskriptif dari peubah asal Xi (Lampiran 3), dan nilai korelasi antar peubah Xi(Lampiran 6).
Rata-rata persentase keluarga pengguna telepon adalah 37,18%. Persentase minimum sebesar 2,46% di Kelurahan Harjasari, sedangkan persentase maksimum sebesar 80,29% di Kelurahan Pabaton.
Rata-rata persentase keluarga prasejahtera dan sejahtera I adalah 13,35%. Persentase minimum sebesar 3,99% di Kelurahan Semplak, sedangkan persentase maksimum sebesar 45,01% di Kelurahan Kedungwaringin. Terdapat pencilan atas pada peubah ini yaitu di Kelurahan Situgede, Baranangsiang, dan Pabaton.
Rata-rata pengeluaran per kapita adalah Rp 217.800,-. Pengeluaran per kapita terendah yaitu sebesar Rp 112.400,- di Kelurahan Pamoyanan, sedangkan pengeluaran per kapita tertinggi sebesar Rp 954.300,- di Kelurahan Pabaton. Terdapat pencilan atas pada peubah ini yaitu di Kelurahan Kebon Kelapa, Sindangbarang, dan Pabaton.
Analisis gerombol dilakukan untuk mengetahui kelurahan-kelurahan yang memiliki karakteristik yang relatif sama pada satu regional/gerombol dalam hal tingkat kemiskinan sehingga dapat diperoleh nilai dugaan tingkat kemiskinan untuk tiap gerombol. Berdasarkan Model Pendugaan Tidak Langsung Regional dan definisi Gonzalez (1973), nilai dugaan tingkat kemiskinan anggota gerombol akan sama dengan nilai dugaan tingkat kemiskinan gerombolnya.
Penggerombolan kelurahan di Kota Bogor berdasarkan beberapa indikator kemiskinan menggunakan metode penggerombolan berhirarki, ukuran jarak Euclid dan metode memperbaiki matriks jaraknya adalah metode pautan rataan (average linkage).
Berdasarkan analisis gerombol yang dilakukan, kelurahan-kelurahan di Kota Bogor dapat dibagi ke dalam 11 gerombol. Pemotongan dendogram dilakukan secara subjektif berdasarkan kepentingan penelitian dalam memperoleh penduga proporsi tingkat kemiskinan gerombol yang lebih beragam (Lampiran 7).
Daftar anggota tiap gerombol dan nilai rataan peubah asal pada setiap gerombol dapat dilihat pada Lampiran 8.
Gerombol satu terdiri dari tiga kelurahan. Penduduk yang berlangganan telepon sangat sedikit, jumlah keluarga prasejahtera dan sejahtera I cukup besar, dan rata-rata pengeluaran per kapita mempunyai nilai terkecil diantara gerombol lain.
Gerombol dua hanya terdiri dari satu kelurahan. Penduduk yang berlangganan telepon sangat sedikit, jumlah keluarga prasejahtera dan sejahtera I cukup besar, dan rata-rata pengeluaran per kapita kecil.
Gerombol tiga terdiri dari dua kelurahan. Penduduk yang berlangganan telepon besar, jumlah keluarga prasejahtera dan sejahtera I cukup besar, dan rata-rata pengeluaran per kapita kecil.
Gerombol empat terdiri dari sepuluh kelurahan. Penduduk yang berlangganan telepon cukup besar, jumlah keluarga prasejahtera dan sejahtera I kecil, dan rata-rata pengeluaran per kapita kecil.
Gerombol lima terdiri dari dua kelurahan. Penduduk yang berlangganan telepon cukup besar, jumlah keluarga prasejahtera dan sejahtera I sangat kecil, dan rata-rata pengeluaran per kapita cukup besar.
Gerombol enam terdiri dari sembilan kelurahan. Penduduk yang berlangganan telepon besar, jumlah keluarga prasejahtera dan sejahtera I sangat kecil, dan rata-rata pengeluaran per kapita cukup besar.
Gerombol tujuh terdiri dari dua kelurahan. Penduduk yang berlangganan telepon cukup besar, jumlah keluarga prasejahtera dan sejahtera I sangat kecil, dan rata-rata pengeluaran per kapita besar.
Gerombol delapan terdiri dari tiga kelurahan. Penduduk yang berlangganan telepon sangat besar, jumlah keluarga prasejahtera dan sejahtera I sangat kecil, dan rata-rata pengeluaran per kapita cukup besar.
Gerombol sembilan terdiri dari dua kelurahan. Penduduk yang berlangganan telepon sangat besar, jumlah keluarga prasejahtera dan sejahtera I kecil, dan rata-rata pengeluaran per kapita cukup besar.
Gerombol sepuluh terdiri dari satu kelurahan. Penduduk yang berlangganan telepon cukup besar, jumlah keluarga prasejahtera dan sejahtera I sangat besar, dan rata-rata pengeluaran per kapita kecil.
Gerombol sebelas terdiri dari satu kelurahan. Penduduk yang berlangganan telepon sangat besar, jumlah keluarga prasejahtera dan sejahtera I kecil, dan rata-rata pengeluaran per kapita sangat besar.
Pendugaan Langsung
Dugaan proporsi tingkat kemiskinan tiap desa diperoleh dari rumus :
i i i
n
y
p
ˆ
; i = 1, 2, 3, ..., 36 dengan : ipˆ
= dugaan proporsi tingkat kemiskinan pada desa ke-i.i
y
= jumlah rumah tangga miskin pada desa ke-i.i
n
= jumlah rumah tangga contoh pada desa ke-i.Dugaan ragam tiap desa diperoleh dari rumus :
i i i i i i iN
n
N
n
p
p
p
s
1
)
ˆ
1
(
ˆ
)
ˆ
(
2 dengan : iN
= jumlah rumah tangga pada desa ke-i. Pada penelitian ini diamati 36 desa/kelurahan dengan banyaknya contoh yang diambil pada masing-masing kelurahan sebesar 16 rumah tangga, kecuali untuk Kelurahan Kedung Halang (15 rumah tangga) dan Kelurahan Kedung Badak (32 rumah tangga). Jumlah tersebut sangat kecil untuk merepresentasikan seluruh rumah tangga pada masing-masing desa, sehingga dapat memberikan hasil dugaan yang kurang akurat.Nilai MSE pendugaan langsung pada penelitian ini diduga oleh si2 yang merupakan
nilai dugaan ragam proporsi tingkat
kemiskinan pada desa ke-i. Proporsi contoh merupakan penduga tak bias bagi proporsi
populasi maka nilai MSE-nya sama dengan dugaan nilai ragamnya.
pj r
pˆ
Hasil yang diperoleh dari pendugaan langsung dapat dilihat pada Lampiran 9. Hasil pada Lampiran 9 menunjukkan bahwa pendugaan langsung menghasilkan nilai RRMSE yang besar secara keseluruhan.
Pada data SUSENAS 2005 untuk Kelurahan Sindangrasa, Cibuluh, Pabaton, Kebon Kelapa, Cilendek Barat, dan Semplak diketahui jumlah rumah tangga contohnya, tetapi tidak ada rumah tangga yang tergolong miskin sehingga dugaan proporsi tingkat kemiskinannya bernilai nol. Tetapi jika melihat tingkat kemiskinan di Indonesia yang tinggi, peluangnya kecil jika ada kelurahan tanpa ada satu pun rumah tangga miskin maka diasumsikan ada satu rumah tangga miskin.
Nilai dugaan proporsi tingkat kemiskinan tiap kelurahan sangat berpengaruh terhadap nilai RRMSE-nya. Semakin besar nilai dugaan tingkat kemiskinan maka nilai RRMSE-nya akan semakin kecil dan sebaliknya. Pada Kelurahan Kedung Badak nilai RRMSE-nya lebih kecil jika dibandingkan dengan kelurahan lain yang mempunyai dugaan tingkat kemiskinan yang sama dengan Kelurahan Kedung Badak karena ukuran contoh Kelurahan Kedung Badak lebih besar dibandingkan kelurahan lainnya yaitu sebesar 32 rumah tangga contoh, sedangkan kelurahan yang lain hanya 16 rumah tangga contoh.
Pendugaan Sintetik
Pendugaan tingkat kemiskinan tiap gerombol menggunakan rumus :
j j rj
m
y
p
ˆ
; j = 1, 2, 3, ..., 11 dengan := dugaan proporsi tingkat kemiskinan pada gerombol ke-j.
yj = banyaknya rumah tangga miskin pada gerombol ke-j.
mj = banyaknya rumah tangga contoh pada gerombol ke-j.
Dugaan ragam gerombol diperoleh dari rumus: j j j j rj rj rj M m M m p p p s 1 ) ˆ 1 ( ˆ ) ˆ ( 2 dengan : j
M = banyaknya rumah tangga pada gerombol ke-j.
Penelitian ini menggunakan konsep pendugaan tidak langsung sederhana model regional tetapi berdasarkan definisi Gonzalez (1973) tentang pendugaan sintetik yang asumsinya sama dengan pendugaan tidak langsung sederhana maka dapat diasumsikan bahwa penelitian ini menggunakan pendugaan sintetik.
Hasil dugaan tingkat kemiskinan untuk tiap gerombol disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai dugaan tingkat kemiskinan tiap gerombol Gerombol Prj Var Mj mj 1 0,50000 0,00528 6692 48 2 0,18750 0,01007 1833 16 3 0,18750 0,00490 10357 32 4 0,37500 0,00147 32910 160 5 0,06250 0,00188 7196 32 6 0,21678 0,00119 35548 143 7 0,06250 0,00188 5662 32 8 0,17188 0,00225 15234 64 9 0,06250 0,00187 3646 32 10 0,25000 0,01245 4377 16 11 0,06250 0,00384 898 16
Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa gerombol 1 mempunyai tingkat kemiskinan terbesar diantara gerombol yang lain.
Pendugaan tingkat kemiskinan dengan menggunakan metode pendugaan sintetik untuk tiap kelurahan menggunakan asumsi :
rj ij
P
P
dengan : ij
P
= penduga proporsi kemiskinan di area kecil i pada gerombol/regional ke-j.rj
P
= penduga proporsi kemiskinan pada gerombol/regional ke-j di Kota Bogor. Berdasarkan model regional, nilai pendugaan tingkat kemiskinan untuk tiap-tiap kelurahan yang berada dalam satu gerombol yang sama akan bernilai sama (Lampiran 10).Penggerombolan kelurahan pada penelitian ini berpengaruh pada bertambahnya informasi dari kelurahan-kelurahan yang menjadi anggota dalam satu gerombol seperti ukuran contohnya menjadi lebih besar karena merupakan gabungan dari anggota gerombolnya sehingga dapat memperbaiki keakuratan nilai dugaannya walaupun belum secara keseluruhan, karena ada gerombol yang hanya terdiri dari satu anggota.
MSE pendugaan sintetik pada penelitian ini menggunakan dua pendekatan yaitu : 1. Pendugaan MSE didekati dengan MSE
pendugaan sintetik dari Marker (1995). 2. Pendugaan MSE didekati dengan nilai
dugaan ragam gerombolnya.
MSE dari pendugaan ini yang didekati dengan MSE pendugaan sintetik dari Marker (1995) yaitu :
mse(pis) = v(pis)+ (pispi)2- v(pi) - v(pis)
Pada penelitian ini, perhitungan MSE pendugaan sintetik dengan menggunakan formula dari Marker (1995) mempunyai kelemahan yaitu jika pi=ps atau ps pi akan
menyebabkan (ps-pi)2 = 0, maka nilai
MSE-nya akan bernilai negatif. Hal ini terjadi pada Kelurahan Situgede, Cibuluh, Semplak, Kebonkelapa, Sindangbarang, Tegalgundil, Menteng, Kedung Badak, Pasir Mulya, Kedungjaya, Kedungwaringin dan Pabaton. Pada penelitian ini, sebagai solusinya nilai MSE yang bernilai negatif didekati dengan nilai MSE dari pendugaan langsungnya (Lampiran 10).
MSE dari pendugaan sintetik yang didekati dengan nilai dugaan ragamnya, yaitu :
mse(pis) = v(pis)
Perhitungan MSE pendugaan sintetik yang diperoleh dari nilai dugaan ragam gerombolnya memberikan nilai dugaan MSE yang sama dengan dugaan ragamnya sehingga sangat bergantung pada jumlah rumah tangga contoh gerombolnya. MSE ini akan baik jika anggota-anggota dalam satu gerombol benar-benar mendekati homogen sedangkan pada analisis gerombol, kehomogenan di dalam satu gerombol bersifat relatif.
Perbandingan Pendugaan Langsung dan Pendugaan Sintetik
Perbandingan antara pendugaan langsung dengan pendugaan sintetik dapat dilihat dari nilai RRMSE dari masing-masing pendugaan yang disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai RRMSE pendugaan sintetik yang perhitungan MSE-nya menggunakan formula dari Marker (1995) tidak selalu lebih kecil dibandingkan nilai RRMSE pendugaan langsung. Nilai RRMSE-nya cenderung mendekati rataan dari nilai RRMSE pendugaan langsung sehingga nilainya cenderung lebih stabil. Untuk kasus gerombol dengan satu atau dua anggota yang MSE berdasarkan formula Marker bernilai
negatif maka nilai RRMSE-nya sama dengan nilai RRMSE pendugaan langsungnya, sedangkan gerombol dengan tiga anggota yang MSE-nya bernilai negatif maka nilai RRMSE-nya tergantung dari nilai MSE pendugaan langsungnya, jika MSE-nya bernilai besar maka RRMSE pendugaan sintetiknya akan bernilai besar pula dan sebaliknya.
Tabel 2. Nilai RRMSE untuk setiap pendugaan
Gerombol Nama Desa Langsung Sintetik Marker Var((Pr)MSE=
PAMOYANAN 14,858 27,969 14,534 1 GENTENG 29,127 27,969 14,534 HARJASARI 38,183 27,969 14,534 2 SITUGEDE 53,513 53,513 53,513 3 BARANANGSIANG 38,246 49,789 37,330 GUNUNGBATU 99,815 49,789 37,330 CIPAKU 29,191 25,797 10,213 SUKASARI 33,238 25,797 10,213 KENCANA 17,343 25,797 10,213 KATULAMPA 33,276 25,797 10,213 4 CIPARIGI 38,232 25,797 10,213 CIKARET 68,170 25,797 10,213 KAYUMANIS 53,559 25,797 10,213 CIMAHPAR 29,200 25,797 10,213 BABAKANPASAR 33,228 25,797 10,213 PASIRJAYA 29,221 25,797 10,213 5 CIBULUH 99,829 99,829 69,406 SEMPLAK 99,680 99,680 69,406 BATUTULIS 38,186 47,164 15,838 EMPANG 99,811 47,164 15,838 SINDANGRASA 99,636 47,164 15,838 KEDUNGHALANG 28,523 47,164 15,838 6 CILENDEK BARAT 99,756 47,164 15,838 BANTARJATI 38,237 47,164 15,838 TANAHBARU 33,272 47,164 15,838 TEGALLEGA 68,187 47,164 15,838 KEBONPEDES 53,660 47,164 15,838 7 KEBONKELAPA 99,709 99,709 69,364 SINDANGBARANG 99,725 99,725 69,364 TEGALGUNDIL 68,221 51,166 28,113 8 MENTENG 53,620 60,323 28,113 KEDUNGBADAK 37,287 41,948 28,113 9 PASIRMULYA 99,168 99,168 69,255 KEDUNGJAYA 99,701 99,701 69,255 10 KEDUNGWARINGIN 44,640 44,640 44,640 11 PABATON 99,105 99,105 99,105
direct
pˆ
direct
pˆ
Pada kelurahan-kelurahan yang diasumsikan ada satu rumah tangga miskin belum dapat diperbaiki secara keseluruhan nilai keakuratannya. Dari enam kelurahan hanya dua kelurahan yang nilai RRMSE-nya menjadi lebih kecil dari penduga langsungnya sedangkan yang lainnya nilai RRMSE penduga sintetiknya tetap sama dengan RRMSE penduga langsungnya.
Nilai RRMSE (MSE diduga dari nilai ragam gerombol) hampir seluruhnya lebih kecil dari RRMSE penduga langsung kecuali gerombol dengan satu anggota.
KESIMPULAN DAN SARAN
KesimpulanNilai RRMSE pendugaan sintetik dengan perhitungan MSE formula Marker (1995) dan MSE dari dugaan nilai ragam gerombolnya cenderung lebih stabil. Penduga sintetik (formula Marker) mempunyai kelemahan yaitu jika pi=ps atau ps pi akan menyebabkan
(ps-pi)2 = 0, maka nilai MSE-nya akan bernilai
negatif. Pada penelitian ini, sebagai solusinya nilai MSE yang bernilai negatif didekati dengan nilai MSE dari pendugaan langsungnya. Adapun MSE (dugaan nilai ragam gerombol) tidak ada yang bernilai negatif, tetapi MSE ini akan baik jika anggota-anggota dalam satu gerombol benar-benar mendekati homogen sedangkan pada analisis gerombol, kehomogenan di dalam satu gerombol bersifat relatif.
Saran
Untuk kajian lebih lanjut perlu diperhatikan :
1. Idealnya digunakan peubah pendukung (auxiliary variable) untuk mengevaluasi penduga sintetik dari tiap gerombol dan mengkaji kehomogenan dari gerombol untuk melihat seberapa jauh pengaruh dari kehomogenan gerombol.
2. Perlu dilakukan evaluasi untuk mengatasi permasalahan hasil survei dengan = 0 atau = 1
DAFTAR PUSTAKA
BPS. 2005. Memahami Data Strategis Yang Dihasilkan BPS. Jakarta : BPS.
Dillon WR, Goldstein M. 1984. Multivariate Analysis Methods and Applications. New York : John Wiley and Sons Inc.
Hair, JFJ, Anderson RE, Tattam RL, Black WC. 1998. Multivariate Data Analysis 5th ed. New Jersey : Prentice-Hall.
Johnson RA, Wichern DW. 2002. Applied Multivariate Statistical Analysis 5th ed. New Jersey : Prentice-Hall.
Jollife IT. 2002. Principal Component Analysis. New York : Springer Verlag. Kurnia A, Notodiputro KA. 2006. Penerapan
Metode Jackknife dalam Pendugaan Area Kecil. Forum Statistika dan Komputasi ISSN 0853-8115 Vol. 11 No.1.
Longford NT. 2005. Missing Data and Small Area Estimation : Modern Analytical Equipment for the Survey Statistician. New York: Springer Science + Business Media, Inc.
Rao JNK. 2003. Small Area Estimation. New Jersey : John Wiley & Sons, Inc.