• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKNA DHARMAGÌTÀ DALAM PELAKSANAAN YAJÑA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAKNA DHARMAGÌTÀ DALAM PELAKSANAAN YAJÑA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1

MAKNA DHARMAGÌTÀ

DALAM PELAKSANAAN YAJÑA

Oleh : I Wayan Redi*)

Arcata pràrcata priyamedhàso arcata, arcantu putrakà uta puraý na dhåûóvarcata, Ava svarati gargaro godhà pari saniûvaóat, piògà pari caniûkadat indràya brahmodyatam.

(Ågveda VIII.69.8-9)

Nyanyikanlah, nyanyikanlah lagumu, wahai Priyamedha, nyanyikanlah !;

Nyanyikanlah tentang Dia (yang menjadi tempat berlindung) laksana istana yang kokoh; Nah gesekkanlah gargara (rebab) dengan nyaring; kumandangkanlah suara godha (kecapi);

Dengungkanlah suara musik; kepada Tuhan, kami persembahkan kidung. ABSTRACT

Dharmagìtà represent one of method in doing yadnya. Dharmagita mean the hymn of truth or wisdom hymn. function Dharmagita do not only as complement of a yadnya, but also function as attendant of a dances show like : janger dance, arja dance, mask dance, and prembon dance. There are some meaning which implied in the dharmagita of like: expression the bhakti feeling, counsellor in going to chastity, pranayama, and as education media.

Key word : dharmagìtà, yajña I. Pendahuluan

Dharmagìtà adalah merupakan salah satu budaya Hindu yang perlu dikembangkan untuk meningkatkan kualitas kehidupan beragama di kalangan umat Hindu. Pengucapan mantra Veda dan Dharmagìtà oleh umat Hindu dalam setiap kegiatan yajña adalah merupakan unsur yang mutlak untuk mendapatkan yajña yang bermutu tinggi atau satvika yajña.

Pengucapan Dharmagìtà yang benar, tepat, suara yang mengalun merdu, akan dapat menggetarkan hati nurani yang paling suci. Hati nurani yang suci akan dapat menguasai pikiran atau manah. Pikiran yang kuat mengendalikan indria, indria yang terkendali dengan baik akan dapat mengarahkan perbuatan yang selalu berpegang pada dharma, yang akan menghasilkan pahala yang mulia yaitu kehidupan yang bahagia lahir dan bathin.

Dharmagìtà sebagai nyanyian keagamaan bagi umat Hindu biasa dipergunakan untuk menyertai berbagai kegiatan keagamaan, khususnya yang berhubungan dengan yajña atau ritual. Dharmagìtà yang memiliki banyak irama lagu yang bervariasi dan dapat membantu dalam menciptakan suasana hening, khimat, khusuk yang dipancari getaran kesucian sesuai dengan jenis yajña yang dilaksanakan. Demikian juga dengan tema syair-syairnya secara umum mengandung pendidikan seperti ajaran tattwa, susila, tuntunan hidup yang baik serta lukisan kebenaran Hyang Widhi dalam berbagai manifestasiNya.

*) Drs. I Wayan Redi, M.Ag., adalah Pembantu Dekan III Fakultas Brahma Widya IHDN Denpasar.

(2)

2 II. Pembahasan

2. 1 Pengertian Dharmagìtà

Dharmagìtà berasal dari bahasa Sanskerta yaitu dari dua perkataan dharma dan gìtà. Dharma adalah kata benda maskulinum yang artinya : kebenaran, kebajikan, agama. Gìtà adalah bahasa sanskerta dalam bentuk perfect passive participle, jenis kelamin netrum yang berarti nyanyian, atau lagu. (Kamus Sanskerta Indonesia oleh Pemda Tk. I Bali, 1985 / 1986). Bedasarkan dari arti kata antara kedua perkataan ini maka Dharmagìtà itu dapat diartikan nyanyian-nyanyian kebenaran atau kebajikan dan lain sebagainya.

Dharmagìtà adalah suatu lagu atau nyanyian yang dipergunakan mengiringi dalam pelaksanaan upacara agama Hindu. Dharmagìtà juga dipakai mengiringi tarian-tarian yang sakral seperti tari Sanghyang seperti tari Sanghyang Dedari, Sanghyang Jaran, Sanghyang Bojog dan lain-lain.

Penggunaan Dharmagìtà dalam berbagai kegiatan keagamaan dapat membantu dalam menciptakan suasana hening, hikhmat, khusuk yang dipancari oleh getaran kesucian sesuai dengan jenis Dharmagìtà yang dilaksanakan. Di samping itu dilihat dari tema syair-syairnya yang mengandung pendidikan seperti ajaran agama, tattwa, susila, upacara, tuntunan hidup yang baik serta lukisan kebenaran Hyang Widhi dalam berbagai prabhawanya yang dipuji-puji oleh umat Hindu.

2.2 Makna Dharmagìtà Dalam Upacara Yajña

Selain dalam kegiatan upacara agama, dharmagìtà atau tembang-tembang yang ada di Bali dipergunakan dalam kegiatan-kegiatan seni pertunjukkan seperti pada tari tarian Jangger, kadang-kadang memakai sekar rare dan tembang-tembang dolanan. Pada tari-tarian Arja, Topeng, Prembon dan pergelaran seni pertunjukkan lainnya yang banyak memakai pupuh macapat, atau sekar alit, malat dan tembang-tembang yang lainnya.

Dalam kegiatan upacara keagamaan lainnya dilaksanakan mabebasan yaitu membaca bait-bait Kakawin dengan

bermacam-macam wirama dan

diterjemahkannya yang dapat membangkitkan suasana kesucian dimana kegiatan tersebut berlangsung. Dan juga pada kegiatan Utsawa Dharmagìtà, menyambut tamu agung, dan pejabat, dipentaskan tembang-tembang kidung, macepat atau sekar alit atau pupuh. Demikian juga dharmagìtà sering dipentaskan dalam kegiatan-kegiatan resmi Hindu seperti; Maha Sabha, Pesamuan Agung, Dharma Úanti dan lain sebagainya. Dengan demikian dharmagìtà disamping sebagai pengiring yajña juga memiliki makna yang sangat penting dalam pelaksanaan yajña. Adapun makna dharmagìtà dalam upacara yajña dapat diuraikan sebagai berikut:

2.2.1 Dharmagìtà Sebagai Pencuraan Perasaan Bhakti

Dharmagìtà sebagai pencurahan rasa bhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Rasa bhakti umat Hindu dapat dicetuskan lewat dharmagìtà seperti kidung, kakawin, geguritan, phalawakya dan juga úloka. Sujud bhakti, cinta kasih dan semua sikap ekspresi yang sejenis dengan itu berada dalam perasaan alam kedewataan yang statusnya lebih tinggi dari alam perasaan keraksasaaan. Karena alam kedewataan itu merupakan sinar kekuatan Hyang Widhi dan apabila perasaan itu dilatih ke arah kedewataan berarti juga melatih perasaan ke alam Hyang Widhi. Jadi tampaklah disini peranan Dharmagìtà dalam upacara yajña, bahwa melalui pengucapan-pengucapan lagu-lagu keagamaan itu ekspresi emosi akan terlatih untuk mencapai alam kedewataan dan apabila betul-betul dilaksanakan dengan sebaik-baiknya maka akan mencapai alam kedewataan. Jadi dapatlah dikatakan bahwa Dharmagìtà sebagai pencurahan rasa bakti kepada Hyang Widhi. Emosi yang kuat dari penyanyi Dharmagìtà adalah dibaktikan suatu upacara yang dilaksanakan, pencurahan sumua

(3)

3 emosi kedewataan melalui ucapan-ucapan

dharmagìtà yang dihidupkan dengan ekspresi emosinya, maka getaran-getaran itu mengantar menuju kealam kedewataan dari Hyang Widhi. Maka terjadilah kesatuan dari dua kekuatan suci yang satu dari umatnya, melalui dharmagìtà dan yang satu lagi dari sumber kekuatan itu yaitu Hyang Widhi. Inilah yang merupakan alam kedamaian. Dalam kakawin Arjuna Wiwaha dan Sutasoma antara lain disebutkan sebagai berikut :

Oý sêmbah ninganàtha tinghalana de tri loka úaraóa,

Wàhyà dhyàtmika sêmbahing hulun ijöngta tanhana waneh,

Sang lwir agni sakeng tahên kadi miñak sakeng dadhi kita,

Sang sàkûat metu yan hana wwang ngamutêr tutur pinahayu.

Artinya :

Ratu Sang Hyang Maha Suci pangubhaktin titiang inista suryaning ugi, santukan wantah paduka Bhaþara kantin jagat tigane. Sakala niskala pangubhaktin titiang ring paduka bhaþara, tan wenten tiyos. Paduka Bhaþara kadi geni mijil saking taru sane latuh, kadi minyak mijil saking santenne. Paduka Bhaþara nyalantara medal yaning wenten anak ngincepang tutur kabecikin pisan

Wirama Basantatilaka

Rwaneka dhātu winuwus wara buddha wiśwa.

Bhinneki rakwa ringapan kĕna parwa nosĕn.

Mangkang jinatwa kalawan Śiwa tatwa tunggal.

Bhinneka tunggalika tan hana Dharmma mangrwa.

Artinya :

Kakalih punika wenten kapatutan sane kabawos utama inggih punika kapatutan Budha miwah Siwa,

Mabinayan punika reke ring asapunapine pacang kepah dados kalih, Asapunika kepatutan Budha miwah Siwa wantah tunggil, Mabinayan punika tunggal punika nenten wenten kepatutan punika kakalih.

Akûobhya tatwa sira Īśwara dewa dibya.

Hyang Rātna Sambhawa sireki Bhaþāra Dhatra.

Sang Hyang Mahāmara sĕrāstamikā Mitābha.

Śåyāmoghasiddhi sira Wiûóu mahādikāra.

Artinya :

Manut tattwane Iratu kabawos Akşobhya pateh ring Īśwara dewa luwih,Ida Bhatara Ratna Sambawa punika wantah pateh ring Ida Bhatara Dhatra utawi Ida Bhatara Brahma, Ida Bhatara Mahāmara / Mahadewa punika wantah pateh ring Ida Bhatara Mitābha, Ida Bhatara Śåyāmoghasiddhi punika wantah pateh ring Ida Bhatara Wiûóu sane luwih tan patandingan

2.2.3 Dharmagìtà Sebagai Bentuk Bhakti Konsep bhakti dalam ajaran Agama Hindu banyak termaktub dalam kitab-kitab suci dan susastra Hindu. Salah satunya Kitab Bhagavata Puràóa disebutkan ada sembilan jenis bhakti yang patut dilaksanakan. Swami Sivananda menyebutkan kesembilan bhakti tersebut dengan istilah Navavidam Bhakti yang artinya pengetahuan tentang sembilan bhakti. Hal ini disebutkan dengan sloka sebagai berikut :

“Úravanaý Kirtanaý Visnuá Smaranaý Padasewanaý Archanaý Vandanaý Dasyaý Sakyaý Àtmanivedanaý” (Bhagavata Puràóa, VII.5.23) Yang masing-masing artinya sebagai berikut :

(4)

4 1. Sravanaý adalah suatu kegiatan bhakti

untuk memuja Ida Sanghyang Widhi Wasa dengan jalan mendengarkan ceritra-ceritra suci keagamaan dan mendengarkan pembacaan mantra dan ayat-ayat suci Veda.

2. Kirtanaý adalah kegiatan bhakti untuk memuja Ida Sanghyang Widhi dengan jalan menyanyikan atau melantunkan kidung-kidung suci keagamaan.

3. Smaranaý adalah kegiatan bhakti kepada Sanghyang Widhi dengan jalan selalu mengingat nama-nama Tuhan dengan segala menifestasinya.

4. Padasewanaý adalah kegiatan bhakti kepada Tuhan dengan mengabdi pada padma kaki-Nya.

5. Arcanaý adalah kegiatan bhakti kepada Tuhan melalui media arca atau pratima sebagai nyasa karena Tuhan Maha Gaib. 6. Wandanaý adalah kegiatan bhakti kepada

Tuhan dengan jalan membaca ayat-ayat suci serta ceritra suci keagamaan.

7. Dasyaý adalah kegiatan bhakti kepada Tuhan dengan jalan menjadi abdi atau pelayan dari Tuhan.

8. Sakhyaý adalah kegiatan bhakti kepada Tuhan dengan jalan membina hubungan dengan Tuhan layaknya sebagai seorang sahabat.

9. Atmaniwedanaý adalah kegiatan bhakti kepada Tuhan dengan jalan penyerahan diri (àtma) secara bulat.

Sesungguhnya sembilan bhakti yang disebutkan di atas, telah dilaksanakan oleh umat Hindu, dua diantaranya sangat digemari saat ini oleh masyarakat Bali yaitu Kirtanaý dan Wandanaý. Kedua bhakti ini dimanifestasikan dengan kegiatan yang telah mentradisi untuk melantunkan atau menyanyikan serta membaca ayat-ayat suci keagamaan dalam satu tradisi olah sastra yang di kalangan masyarakat Bali dikenal dengan istilah mabebasan atau sering juga disebut mapepaosan. Mabebasan merupakan suatu aktivitas sastra yang senantiasa melakukan

kegiatan membaca, menembangkan, menerjemahkan, membahas serta mengkaji nilai-nilai filosifis dan ritual dari karya sastra tradisional disebut dengan Dharmagìtà yang berupa parwa, kekawin, kidung, geguritan dan lain-lain.

2.2.4 Dharmagìtà Sebagai Pembimbing Perasaan Menuju Kesucian

Dengan kebaktian dan pengabdian merupakan sikap yang baik membimbing perasaan menuju dan mendapatkan suasana yang tentram, damai, cerah dan bersih. Kebaktian merupakan sikap pernyataan terima kasih yang manusiawi terhadap kehidupan ini. Cara kebaktian dapat dinyatakan dengan penyerahan diri secara lahir batin kepada Hyang Widhi sebagai sumber hidup. Sikap nyata adalah suatu persembahan berupa Dharmagìtà atau nyanyian pujaan kepada Hyang Widhi. Dengan sifat–sifat kebaktian dan pengabdiannya diharapkan Hyang Widhi selalu berkenan bersatu padanya. Demikian pula pengabdian yang sesungguhnya adalah pernyataan kerelaan/keiklasan setulus-tulusnya untuk mengerjakan kewajiban tanpa diikat oleh motivasi kepentingan pribadi. Dengan sikap-sikap ini dapat dibina dan merupakan bimbingan yang positif akan dapat membawa perasaan menjadi lapang, tenang tidak dihantui oleh bayang–bayangan keinginan untuk mendapatkan pujian, sanjungan sehingga kesombongan dan ketakaburan seseorang dapat diredakan. Umat Hindu percaya dengan persembahan bhakti dan pengabdian kepada (Hyang Widhi) maka sari-sari dari kekuatan bhakti dan pengabdianlah yang akan diterimanya sebagai anugrahNya. Karena Hyang Widhi adalah sumber kebaktian dan sumber pengabdian.

Peranan dharmagìtà dalam upacara agama Hindu, bukan semata-mata sebagai sarana penunjang yajna, menciptakan suasana hikmad, megah agung dan suci, tetapi lebih dari pada itu ialah sebagai transformator mentransfer pernyataan kebhaktian umatnya kehadapan Ida Sang Hyang Widhi.

(5)

5 Dharmagìtà sebagai salah satu bentuk

pengamalan ajaran Veda.

Åcàý tvaá poûamaste pupuûvàn gàyatraý tvo gàyati úavavariûu,

Brahmà tvo vadati jàtavidyàý yajñasya màtràý vi mimìta u tvaá.

(Ågveda.X.71.11) Terjemahannya :

Seorang bertugas

mengucakan úloka-úloka Veda; seorang melagukan kidung-kidung pujian dalam metrum sakvari; Seorang lagi yang menguasai pengetahuan Veda, dan yang lain mengajarkan tata cara melaksanakan korban suci. (A.C.Bose.2005:278)

Pernyataan dengan kata-kata yang diucapkan dalam bentuk tembang atau dinyanyikan akhirnya Dharmagìtà dalam upacara agama Hindu dapat dinyatakan sebagai bahasa kebhaktian dalam cara menyampaikan kesujudan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

2.2.5 Dharmagìtà Sebagai Bentuk Pràóayama

Irama Dharmagìtà seperti kidung yang panjang-panjang dan memerlukan tempo yang lama itu yang membutuhkan pengaturan nafas yang cermat. Kalau pengaturan nafas yang kurang tepat, maka irama nyanyian akan putus-putus ditengah-tengah tembang dan tidak akan mencapai tujuan yang semestinya. Untuk dapat melakukan pengaturan nafas secara baik, maka para penyanyi hendaknya menyelaraskan nafas yang keluar dan nafas yang masuk. Sebanyak nafas yang keluar untuk menggetarkan ucapan-ucapan kata dari kidung itu, sebanyak itu pula nafas yang diperlukan masuk ke rongga dada. Dalam hubungan ini sehingga paru-paru bekerja secara penuh dalam mengatur pernafasan. Dalam mengembangkan paru-paru secara penuh dan juga pengempis

secara penuh maka peredaran dalam tubuh si penyanyi akan menjadi lancar pula yang dapat mengakibatkan keseimbangan tubuh menjadi normal. Keseimbangan tubuh yang normal maka kesehatan tentu terjamin, dan daya tahan tubuhnya semakin kuat dan penyakitpun sukar menyerangnya. Inilah efek kesehatan yang langsung didapatkan oleh para penyanyi dharmagita seperti kidung jika mereka benar-benar melaksanakn aturan-atuaran yang benar-benar dalam kidung. Demikianlah kidung-kidung itu sebagai alat pranayama dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk sebagai media kesehatan manusia. Di sinilah rahasia ini tersembunyi, dengan pengaturan nafas, memanfaatkan nafas, mengolah nafas atau disebut penguasaan nafas atau pranayama sesungguhnya merupakan iramanya kidung-kidung di Bali. Dengan menyanyikan kidung-kidung di Bali secara langsung adalah latihan mengolah pernafasan yang mempunyai efek sanagat besar terhadap kesehatan para penyanyi dan pemeliharaan keseimbangan tubuh manusia.

Karakter penataan kidung yang memakai irama panjang-panjang tidak lain dibutuhkan untuk mengekspresikan dorongan-dorongan emosi kerinduan, cinta kasih dan sendu. Untuk dapat membawakan irama yang panjang-panjang semestinya penyajian kidung-kidung itu oleh seorang penyanyi kidung-kidung sebaiknya pandai mengatur nafasnya. Mengatur nafas secara baik dimaksudkan cara menarik (memasukkan) nafas, menyimpan (menahan) nafas, dan menghembuskannya pada saat diperlukan dalam pengolahan irama kidung-kidung itu.

2.2.6 Dharmagìtà Sebagai Media Pendidikan

Dharmagìtà merupakan salah satu metode untuk menyampaikan suatu maksud atau ajaran agama baik tattwa, susila maupun upacara. Dharmagìtà merupakan salah satu metode belajar yang sangat ampuh. “Megending sambilang melajah melajah sambilang megending “

(6)

6 Pupuh Sinom

Yan mapunia ring pandita, madana ring anak miskin,

yadin kidik da ngobetang, susrusa kayunne luwih,

saksat nimuh woh baingin, yadin kidik da ngobetang,

cerike sekadi semut, yan beneh ban ngupa pira,

riwekas mentik baingin, rob ngarembun, dadi pasayuban jagat. Pupuh Pangkur

Yaning lacur tan patastra, ubuh miskin imbannyane gering apit, sungkan rumpuh ring pikayun, miwah kluwen ring pangrasa, sangkan baya, lampahnyane sering memurug,

kedatnyane tan pawasan, kirang suluh ring tutur aji.

(Kt.Bangbang Gde Rawi, tt. 2)

Dengan memperhatikan kedudukan dharmagìtà sebagai budaya Hindu yang sangat berperanan penting dalam kehidupan umat Hindu, maka transformasi dharmagìtà kepada generasi penerus sangat perlu dilakukan sejak dini. Dalam rangka transformasi atau pewarisan tersebut diperlukan cara-cara tetentu sehingga dharmagìtà tetap dapat tumbuh, berkembang dan lestari. Salah satu caranya adalah dengan memahami aktivitas medharmagìtà sebagai salah satu media pendidikan. Sering disebutkan sebagai “melajah sambilang megending, megending sambilang melajah [belajar sambil bernyanyi, bernyanyi sambil belajar] Jadi di sini dharmagìtà juga sebagai salah satu metode untuk pendidikan.

Dalam kegiatan medharmagìtà, para peserta akan belajar mengenai bahasa, aksara, aturan metrum dan pupuh, konsep-konsep budaya serta nilai-nilai yang dikandung dalam naskah lontar. Pembaca (pangwacen) belajar aksara Bali (jenis dan pasang aksara Bali) karena teks ditulis dengan menggunakan

aksara Bali. Di samping itu pembaca (pangwacen) juga mempelajari bahasa (bahasa Sanskerta, bahasa Kawi, bahasa Jawa Tengahan, dan bahasa Bali ) serta mempelajari kaidah metrum (uger-uger guru laghu, pada lingsa, laras dan memahami konsep-konsep yang terkandung dalam teks sambil bernyanyi atau melagukan teks. Demikian pula bagi penerjemah (peneges) akan mempelajari bahasa teks dan kaidah bahasa sasaran (sor singgih basa, lelengutan basa) serta nilai-nilai yang tersurat dan tersirat di dalam teks. Dalam medharmagìtà ada tiga aktivitas pokok yaitu, membaca (menembangkan, bernyanyi), menerjemahkan dan mendiskusikan teks yang dibaca. Dalam diskusi itu perlu diciptakan kondisi yang memungkinkan berkembangnya penalaran dan logika interpretasi setiap peserta khususnya generasi penerus. Cerita yang dibaca tidak hanya dipahami sebagai sebuah cerita (satua) belaka, tetapi sebaiknya dipahami sebagai sebuah filosofis (tattwa). Karena itu penafsiran selalu dimungkinkan dengan hasil yang beraneka ragam sesuai dengan bekal pengalaman dan harapan peserta. Namun hasil penafsiran tersebut bukanlah ditakar atas kriteria benar salah melainkan atas dasar logika. Dengan demikian, akan terjadi keharmanisan antara pikiran (hasil belajar) dan perasaan (hasil bernyanyi).

DAFTAR PUSTAKA

Agastia. IBG, 1994, Kesusastraan Hindu Indonesia [Sebuah Pengantar], Yayasan

Dharma Sastra Denpasar.

Budha Gautama, Wayan, 1983,Kidung Panca Yadnya,Guna Agung. Jiwa, Ida Bagus Nyoman, 1992, Kamus Bali

Indonesia, Upada Sastra, Denpasar. Medra, Nengah,1997, Kakawin dan

Mabebasan di Bali, Upada Sastra, Denpasar.

Menaka,I Made, tt, Geguritan Dharma Sthiti, Toko Buku Indra Jaya, Singaraja.

(7)

7 ---,1985, Sarasamuccaya, Toko Buku

Indra Jaya Singaraja.

---,1990, Bhagavadgita, Yayasan Kawi Sastra Mandala, Singaraja. Simpen AB, 1985, Kamus Bahasa Bali, PT Mabhakti Denpasar.

Pemerintah Daerah Tingkat I Bali 1988, Kakawin Arjuna Wiwaha [Huruf

Bali], Dinas Pendidikan Dasar Propinsi Daerah Tingkat I Bali. ---,1994 / 1995,Naskah Buku

Pedoman 5 Tahun Utsawa Dharmagita, Proyek Bimbingan dan Penyuluhan Kehidupan Beragama Tersebar di 9(sembilan) Daerah Tingkat II di Bali.

Referensi

Dokumen terkait

1) Kompensasi mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Peningkatan kompensasi dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawan pada

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa aspek-aspek perubahan sosial petani karet yang terjadi pada masa sekarang dibandingkan dengan masa lalu di Desa

Bukan semua individu yang tidak mengumandangkan adzan sebanyak 2 kali pada hari Jum‘at itu dikira sebagai Wahabi, tetapi siapa saja yang mengkafirkan umat Muslim yang

Kerja Sama Usaha tani Tebu Rakyat (KSU-TR), yaitu kerja sama saling menguntungkan dalam melaksanakan usaha tani tebu antara petani/kelompok tani/Koperasi dengan Pabrik

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPS di kelas IV SD Inpres 2

U.S.. yang melibatkan banyak actor Negara karena menurut Amerika Serikat semua actor memiliki kekhawatiran yang sama atas krisis nuklir yang terjadi di Semenanjung

Tugas yang dilakukannya adalah memanipulasi data surat masuk dan surat keluar, Melakukan pencatatan posisi document, mencatat data penerima surat,

rolfsii secara in vitro dengan menggunakan sel secara langsung, dan merupakan calon agen pengendali hayati terhadap penyakit tanaman yang disebabkan oleh