PENGARUH TERAPI EKSTRAK AIR BENALU MANGGA (Dendrophthoe pentandra) TERHADAP KADAR ALBUMIN DAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI
GINJAL HEWAN MODEL TIKUS (Rattus norvegicus) HIPERKOLESTEROLEMIA
Effect of Water Extract of Mango’s Mistletoe Therapy (Dendrophthoe pentandra) to Albumin Levels and Animal Kidney Histopathology of Rats (Rattus norvegicus)
Model Hypercholesterolemia
Deshinta Rizky Pramudanti*, Masdiana C. Padaga, Djoko Winarso Program Studi Pendidikan Dokter Hewan, Program Kedokteran Hewan,
Universitas Brawijaya deshintarizky@yahoo.com
ABSTRAK
Pola pemberian pakan berlemak dapat memicu hiperkolesterolemia yang disertai peningkatan kadar LDL yang mengakibatkan LDL oksidasi. Kondisi ini disertai dengan reaksi inflamasi dapat menyebabkan penurunan kadar albumin dan kerusakan gambaran histopatologi ginjal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya pengaruh terapi ekstrak air benalu mangga (Dendrophthoe pentandra) terhadap kadar albumin dan kerusakan gambaran histopatologi ginjal. Penelitian ini menggunakan hewan coba tikus yang dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu kelompok kontrol, kelompok hiperkolesterolemia, kelompok hiperkolesterolemia yang mendapat terapi 400 mg/ kg BB dan kelompok hiperkolesterolemia yang mendapat terapi 800 mg/kg BB. Hasil penelitian ini menunjukkan pemberian ekstrak air benalu mangga berpengaruh nyata terhadap peningkatan kadar albumin. Pemberian ekstrak air benalu mangga juga mampu memperbaiki gambaran kerusakan jaringan ginjal, ditunjukkan dengan berkurangnya edema tubulus, sel inflamasi glomerulus, dan perdarahan glomerulus. Kesimpulan penelitian ini yaitu ekstrak air benalu mangga dapat meningkatkan kadar albumin dan memperbaiki kerusakan jaringan ginjal. Dosis 800 mg/kg BB memberikan hasil lebih baik pada peningkatan kadar albumin daripada terapi dengan dosis 400 mg/kg BB.
Kata Kunci: Hiperkolesterolemia, Kadar albumin, Benalu mangga, Histopatologi ginjal ABSTRACT
The pattern of fatty food trigger the hypercholesterolemia followed by the increasing of LDL and resulted in LDL oxidation. These condition followed by an inflammation reaction which decreases the albumin levels and histopathological damages on kidney tissue. This study was aimed to discover the therapeutic effect of water extract of mango’s mistletoe (Dendrophthoe pentandra) based on the albumin levels and kidney tissue histopathology. This study used rats were divided into 4 groups, the control group, hypercholesterolemia group, group that received therapy for hypercholesterolemia 400 mg/kg of body weight, and group that received therapy for hypercholesterolemia 800 mg/kg of body weight. The result showed that therapy of water extract of mango’s mistletoe has significant effect for increasing albumin levels. The therapy of water extract of mango’s mistletoe has repaired the kidney tissue showed by decreased of edema tubules, inflammation cells in glomerulus, and hemorrhage in glomerulus. Conclution for this study was therapy of mango’s mistletoe water extract can increase the albumin levels and repair kidney tissue. 800 mg/kg BB dosage gives a better result which was increase the albumin levels than 400 mg/kg BB dosage.
PENDAHULUAN
Hiperkolesterolemia terjadi jika kadar kolesterol dalam darah melebihi batas normal. Kelebihan kolesterol di dalam darah ini terjadi akibat asupan pakan tinggi kolesterol yang berlebih masuk ke dalam tubuh (Tortora, 2005). Menurut Lichtenstein (2006), hewan
kesayangan sebagian besar adalah
karnivora yang rentan terhadap kelebihan kolesterol, karena pola pemberian pakan
tinggi kolesterol. Pakan yang
menyebabkan peningkatan kolesterol
dalam darah adalah produk hasil dari hewan seperti kuning telur, daging, hepar, maupun otak.
Hiperkolesterolemia dapat
berkembang menjadi aterosklerosis pada pembuluh arteri, berupa penyempitan pembuluh darah, terutama di jantung, otak, ginjal, dan mata (Lamenapa, 2005). Kerusakan endotel merupakan manifestasi
dini terjadinya aterosklerosis. Ginjal
merupakan organ yang dilewati darah sebesar 25 % dari curah jantung, sehingga kerusakan endotel kapiler glomerulus ginjal rentan terjadi. Menurut Mann (2008), kerusakan endotel pada glomerulus
ginjal mengakibatkan peningkatan
permeabilitas kapiler glomerulus sehingga albumin dapat keluar membran glomerulus mengakibatkan kadar albumin dalam darah menurun (hipoalbuminemia).
Menurut data dari Hess et al. (2006), kasus hiperkolesterolemia disertai dengan hipoalbuminemia yang menyerang hewan kesayangan menunjukkan 30% pasien berisiko hipoalbuminemia dengan 12% diantaranya hipoalbuminemia berat. Berdasarkan prosentase angka kejadian yang cukup banyak, maka banyak peneliti mencari jalan keluar untuk melakukan pengobatan alternatif sebagai salah satu pengobatan hiperkolesterolemia.
Pengobatan alternatif ini salah satunya menggunakan bahan-bahan alami yaitu dengan memanfaatkan sesuatu yang sebelumnya tidak bermanfaat menjadi sesuatu yang bermanfaat, yaitu benalu.
Menurut Katrin et al. (2005), benalu digunakan di masyarakat sebagai obat
antiradang, pereda sakit (analgesik),
antivirus, antikanker, dll. Benalu mangga
(Dendrophthoe pentandra) merupakan
salah satu benalu yang mudah didapat di
Indonesia karena wilayah Indonesia
sebagian besar adalah dataran rendah dimana pohon mangga sangat cocok hidup di dataran rendah.
Menurut penelitian sebelumnya Khakim (2000), bahwa kandungan dalam ekstrak air benalu mangga yaitu flavonoid, tanin, asam amino, karbohidrat, alkaloid, kuersetin, dan saponin. Penelitian tersebut diperkuat dengan penelitian Hotimah
(2003), kandungan flavonoid, tanin,
kuersetin, dan saponin sebagai antioksidan dalam benalu teh (Scurrula atropurpurea)
untuk terapi hiperkolesterolemia.
Berdasarkan pada penelitian sebelumnya, yaitu benalu teh dan benalu mangga mempunyai kandungan kimia yang hampir sama, namun benalu mangga sebagai
antioksidan sebagai terapi
hiperkolesterolemia belum pernah
dilakukan. Berdasarkan latar belakang
tersebut mendorong peneliti untuk
melakukan penelitian ekstrak air benalu mangga untuk terapi hiperkolesterolemia, dengan melihat kadar albumin dan gambaran histopatologi ginjal.
MATERI DAN METODE
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: tikus putih (Rattus
Norvegicus) galur wistar umur 10-12
minggu dengan berat badan 130-180 gram,
pakan standart AIN-93, pakan
hiperkolesterol, simplisia benalu mangga (Dendrophthoe pentandra) diperoleh dari
UPT Meterina Medica Batu, NaCl
fisiologis 0,9%, Paraformaldehid (PFA) 4%, alkohol bertingkat 80%, 90%, alkohol absolute, alkohol xylol, larutan xylol murni, parafin cair, pewarna hematoksilin eosin (HE), balsem Canada, serum, Reagent (Acetate buffer 100 mmol/L,
Bromocresol Green 0,27 mmol/L, detergent), albumin standart.
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah pakan standart AIN-93, pakan hiperkolesterol (asam kholat, lemak kasar, telur puyuh rebus, minyak babi), simplisia benalu mangga (Dendrophthoe
pentandra) diperoleh dari UPT Meterina
Medica Batu, NaCl fisiologis 0,9%,
Paraformaldehid (PFA) 4%, alkohol
bertingkat 80%, 90%, alkohol absolute, alkohol xylol, larutan xylol murni, parafin cair, pewarna hematoksilin eosin (HE), balsem Canada, serum, Reagent BCG, albumin standart.
Persiapan Hewan Coba
Hewan model hiperkolesterolemia yang digunakan adalah tikus (Rattus
norvegicus) dari Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta dengan umur 10-12 minggu dan berat badan antara 130-150 gram diperoleh dari Unit Pengembangan Hewan Percobaan (UPHP) UGM Yogyakarta,
yang telah mendapatkan persetujuan
Komisi Layak Etik UB dengan No. 129-KEP-UB. Hewan coba dibagi menjadi empat kelompok, yaitu kelompok kontrol (A), hiperkolesterolemia(B), terapi dosis 400 mg/kg BB (C), dan terapi dosis 800 mg/kg BB (D). Setiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus.
Pembuatan Tikus Hiperkolesterolemia
Tikus B, C dan D diberikan diet
hiperkkolesterolemia secara oral.
Pembuatan diet hiperkolesterol menurut Gani (2013) terdiri dari campuran minyak babi 10%, asam kholat 0,1%, dan kuning telur puyuh rebus 5%. Bahan-bahan tersebut ditambah aquades hingga 2 ml.
Pakan diet hiperkolesterol diberikan
melalui sonde lambung. Pemberian pakan dilakukan selama 14 hari.
Penyiapan Ekstrak air benalu mangga
Pembuatan ekstrak air benalu mangga menurut Khakim (2000), yaitu
simplisia benalu mangga kering diberikan
untuk tikus kelompok C sebanyak
400mg/kg BB dan untuk kelompok D sebanyak 800mg/kg BB. Dosis per kelompok dihitung sesuai rata-rata berat badan tiap kelompok. Setiap kelompok ditambahkan dengan aquades hingga volume 50 mL kemudian dipanaskan diatas waterbath (70°C) hingga volume tinggal 10 mL kemudian disaring dan didinginkan. Ekstrak diberikan 2ml/tikus selama 14 hari.
Pengambilan Sampel Serum dan Organ Ginjal
Metode pengambilan serum
menurut Ochei & Kolhatkar (2000), darah diambil dari vena coxygea dengan tabung hematocrit sebanyak 1 ml. Darah yang sudah diambil, didiamkan 3-5 jam pada suhu kamar yang kemudian di sentrifuse selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm.
Pengambilan organ ginjal
dilakukan dislokasi leher pada
tikus,kemudian dilakukan pembedahan. Ginjal diambil kemudian dicuci dengan NaCl fisiologis 0.9 % dan direndam larutan Paraformaldehid (PFA) 4% (Ochei & Kolhatkar, 2000).
Pengujian Kadar Albumin
Pada penetapan kadar albumin, digunakan metode BCG (Bromcresol
Green). Pemeriksaan kadar albumin terdiri
dari pembuatan regensia, pengukuran
absorbsi larutan blanko dengan
spektrofotometer, dan pengukuran nilai absorbansi albumin serum darah yang dilakukan secara otomatis dengan alat Biosystem tipe A15.
Pewarnaan Hemaktosilin-Eosin
Jaringan ginjal tikus dibuat preparat dengan metode pewarnaan Hemaktosilin-Eosin (HE). Perubahan yang diamati adalah adanya sel inflamasi, perdarahan glomerulus, dan edema tubulus.
Analisis Data
Penelitian ini mengunakan
Rancangan acak lengkap (RAL) dimana tikus dibagi menjadi empat perlakuan dengan lima kali ulangan. Analisis kadar albumin mengunakan uji ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Tukey α 0,05, mengunakan SPSS 20.0 For Windows, Gambaran histopatologi ginjal dilakukan secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Terapi Ekstrak Air Benalu Mangga Terhadap Kadar Albumin
Hasil penelitian tentang pengaruh ekstrak air benalu mangga (Dendrophthoe
pentandra) terhadap kadar albumin tikus
hiperkolesterolemia dianalisis
menggunakanan ANOVA dilanjutkan
dengan uji Tukey α 0,05 disajikan pada Tabel 1.
Kadar albumin tikus kontrol
(3,5180±0,0859 g/dl) mengalami
perbedaan nyata dengan kadar albumin tikus hiperkolesterolemia (2,5798±0,0663
g/dl), tikus terapi dosis 400 mg/kg BB (3,2838±0,0707 g/dl) dan tikus terapi dosis 800 mg/kg BB (3,5412±0,0635 g/dl). Kadar albumin tikus kontrol dibandingkan dengan kadar albumin tikus terapi dosis
800 mg/kgBB tidak menunjukkan
perbedaan nyata. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak air benalu mangga dosis 400 mg/kg BB mampu meningkatkan kadar albumin namun belum mampu
mencapai kadar albumin normal.
Sedangkan dosis 800 mg/kg BB mampu meningkatkan kadar albumin hampir mencapai kadar albumin normal.
Perbedaan nyata antara tikus
normal dengan tikus hiperkolesterolemia ditandai dengan penurunan kadar kadar albumin dikarenakan diet hiperkolesterol mampu meningkatkan oksidasi LDL dalam darah, yang dapat menimbulkan kerusakan endotel kapiler glomerulus.
Kerusakan endotel mengakibatkan
permeabilitas dinding kapiler glomerulus meningkat, sehingga albumin keluar dari kapiler yang berakibat penurunan kadar albumin dalam darah. Hal ini sesuai dengan Vita (2005) dan Jensen (2000), bahwa oksidasi LDL berbahaya bagi
endotel karena akan merangsang
pengeluaran molekul adhesi dan zat
kemoatraktan sehingga menyebabkan
disfungsi endotel yang berupa peningkatan permeabilitas dinding kapiler. Peningkatan
permeabilitas dinding kapiler
menyebabkan protein plasma keluar dari kapiler ke rongga bowman, sehingga kadar protein dalam plasma menurun.
Peningkatan kadar albumin setelah terapi, karena adanya senyawa-senyawa yang terkandung dalam ekstrak air benalu mangga dapat memperbaiki kerusakan endotel kapiler glomerulus. Perbaikan kerusakan endotel mengakibatkan fungsi endotel normal kembali, sehingga kadar
albumin menjadi normal. Sesuai
penelitian Carr and Frei (2000),
menyatakan bahwa flavonoid bermanfaat untuk menghambat ekspresi Monocyte
Kelompok Rataan Kadar Albumin (Mean ± SD)
g/dl
Kontrol 3,5180±0,0859c
Hiperkolesterolemia 2,5798±0,0663a
Terapi dosis 400 mg/kg BB 3,2838±0,0707b Terapi dosis 800 mg/kg BB 3,5412±0,0635c
Keterangan : Perbedaan notasi menunjukkan berbeda nyata (p>0,05) yang terjadi antara kelompok perlakuan. Persamaan notasi menunjukkan tidak berbeda nyata (p<0,05) yang terjadi antara kelompok perlakuan.
Chemotactic Protein-1 (MCP-1) sehingga
memperbaiki fungsi endotel yang
bermanfaat untuk mencegah
hipoalbuminemia. Menurut Mann (2008), dalam keadaan endotel normal, molekul
yang dapat terfiltrasi oleh kapiler
glomerulus adalah molekul kecil,
sedangkan molekul besar seperti protein dan sel darah tidak dapat terfiltrasi dan tetap berada dalam plasma darah. Albumin memiliki berat molekul sekitar 65 kD dan terdiri dari 584 asam amino tanpa karbohidrat (Irda et al, 2007).
Ekstrak air benalu mangga dosis 400 mg/kg BB dan 800 mg/kg BB mampu
meningkatkan kadar albumin tikus
hiperkolesterolemia. Berdasarkan rata-rata peningkatan kadar albumin dosis 800 mg/kg BB merupakan dosis yang mampu meningkatkan kadar albumin hingga hampir sama dengan kadar albumin tikus normal. Hal ini terjadi karena dosis 800 mg/kg BB mengandung lebih banyak antioksidan yang mampu menurunkan kadar kolesterol disertai peningkatan kadar
albumin secara maksimal. Menurut
Nafrialdi (2007), dosis dan respon pasien berhubungan erat dengan potensi relatif farmakologis dan efikasi maksimal obat yang kaitannya dengan efek terapetik yang di harapkan. Jadi, dalam penelitian ini, dapat dikatakan dosis yang paling efektif
yaitu dosis 800mg/kgBB untuk
meningkatkan kadar albumin.
Pengaruh Ekstrak Air Benalu Mangga Terhadap Gambaran Histopatologi Ginjal
Gambaran histopatologi ginjal hiperkolesterolemia yang diterapi dengan ekstrak air benalu mangga dilihat dengan perbesaran 400x. Perubahan yang diamati
pada organ ginjal tikus
hiperkolesterolemia adalah infiltrasi sel radang pada bagian glomerulus ginjal, perdarahan pada glomerulus ginjal, dan edema pada tubulus ginjal (Gambar 1)
Gambaran histologi ginjal normal (Gambar 1a) terdiri dari dua komponen utama yaitu glomerulus dan tubulus ditandai dengan tidak ditemukan sel-sel inflamasi, perdarahan, maupun edema tubulus. Hal ini sesuai dengan Gartner & Hiatt (2007), gambaran histologi ginjal normal terlihat glomerulus dan jaringan atau sel-sel di sekitarnya masih bagus, tanpa adanya sel inflamasi serta proliferasi sel.
Histopatologi ginjal tikus
hiperkolesterolemia (Gambar 1b)
menunjukkan adanya sel-sel inflamasi
pada glomerulus, perdarahan pada
glomerulus, dan edema pada tubulus. Sel-sel inflamasi muncul akibat dari reaksi inflamasi pada kapiler glomerulus ginjal, yaitu Monocyte Chemoattractant Protein-1 (MCP-1) sebagai mediator inflamasi untuk menarik monosit menuju ke cedera endotel. Hal ini menyebabkan sel darah putih terutama monosit dan limfosit masuk ke dinding pembuluh darah. Menurut Zocalli et al. (2003), peningkatan LDL darah menyebabkan peningkatan retensi
partikel LDL pada dinding kapiler
glomerulus meningkat, oksidasi LDL dan pengeluaran zat-zat mediator inflamasi.
Perdarahan pada glomerulus
diakibatkan karena kerusakan pada sel endotel kapiler glomerulus. Kerusakkan seluler mennyebabkan pelepasan berbagai mediator berupa histamine, prostaglandin, dan leukotrien yang dihasilkan dari dalam plasma atau dalam sel. Respon medioator meliputi vasodilatasi yang meningkatkan aliran darah dan permeabilitas kapiler yang mengakibatkan darah keluar dari kapiler. Menurut Vita (2005), kerusakan pembuluh darah mengakibatkan perubahan patologis paling awal yaitu vasodilatasi endotel
kapiler yang kemudian berkembang
menjadi perdarahan.
Edema tubulus ginjal terjadi akibat timbunan cairan di daerah tubulus karena
permeabilitas kapiler glomerulus
meningkat. Peningkatan permeabilitas
kapiler glomerulus menyebabkan albumin
glomerulus. Keluarnya albumin
mengakibatkan penurunan kadar albumin di dalam plasma, sehingga tekanan koloid osmotik koloid plasma menurun. Hal ini mengakibatkan edema pada tubulus ginjal. Hal ini diperkuat dengan pendapat Corwin (2009), yang menyatakan tekanan osmotik
koloid plasma bergantung pada
konsentrasi protein plasma. Jika kadar
protein plasma menurun akibat
pengeluaran protein, maka tekanan
osmotik koloid plasma ikut menurun. Hal
tersebut mengakibatkan cairan yang
kembali ke kapiler menjadi berkurang, sehingga cairan akan tertimbun di daerah tubulus dan sekitar peritubulus.
Terapi dengan ekstrak air benalu mangga dapat memperbaiki gambaran
histopatologi ginjal hiperkolesterolemia.
Terapi ekstrak air benalu mangga dosis 400 mg/kg BB mampu mengurangi infiltrasi sel inflamasi, perdarahan, dan edema (Gambar 1c). Terapi ekstrak air benalu mangga dosis 800 mg/kg BB
menunjukkan gambaran histopatologi
ginjal mengalami perbaikan yang lebih baik dari dosis 400 mg/kg BB, yaitu tidak ada sel inflamasi, tidak ada edema, dan mengurangi perdarahan (Gambar 1d). Menurut Pedriclli (2001), zat aktif flavonoid berupa kuersetin, tanin, dan saponin dalam ekstrak benalu sebagai antioksidan serta anti inflamasi. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa ekstrak air benalu mangga memiliki senyawa-senyawa seperti flavanoid, kuersetin, tanin,
Gambar 1 Penampang histopatologi ginjal tikus (Pewarnaan HE, Perbesaran 400x),
Keterangan : (a) Normal; (b)Hiperkolesterolemia, adanya sel inflamasi, edema, dan perdarahan; (c)Terapi dosis pertama 400mg/kgBB, edema hilang, sel inflamasi dan perdarahan berkurang; (d)Terapi dosis kedua 800mg/kgBB, edema dan sel inflamasi hilang, perdarahan berkurang; (T) Tubulus; (G) Glomerulus; ( ) Sel inflamasi; ( ) Perdarahan; ( ) Edema
dan saponin yang bekerja untuk terapi hiperkolesterolemia.
Berkurangnya perdarahan karena flavonoid berperan penting dalam menjaga
permeabilitas serta meningkatkan
resistensi pembuluh darah kapiler. Oleh karena itu, flavonoid digunakan pada
keadaan patologis seperti terjadinya
gangguan permeabilitas dinding pembuluh darah. Menurut Pedricli (2001), flavonoid bekerja pada endothelium mikrovaskular
untuk mengurangi terjadinya
hipermeabilitas pembuluh darah, sehingga darah tidak keluar dari kapiler.
Selain sebagai antioksidan, terapi ekstrak air benalu mangga juga sebagai antiinflamasi. Antiinflamasi menurunkan reaksi inflamasi dengan cara menekan produksi prostaglandin sebagai mediator
inflamasi, sehingga mengakibatkan
penurunan infiltrasi sel mononuklear di lokasi cedera endotel glomerulus. Menurut Suwijiyo (2004), saponin dan flavonoid bekerja dengan cara menghambat enzim siklooksigenase dan lipooksigenase pada
reaksi inflamasi, sehingga produksi
prostaglandin dan leukotrien dapat
berkurang. Penekanan prostaglandin
sebagai mediator inflamasi dapat
menyebabkan berkurangnya vasodilatasi pembuluh darah, sehingga migrasi sel radang pada area radang akan menurun.
Kandungan ekstrak air benalu mangga dapat menurunkan edema tubulus ginjal. Hal ini terjadi karena efek antioksidan kuat yang dapat mencegah
retensi cairan atau edema dengan
menurunkan permeabilitas kapiler,
sehingga kadar albumin plasma normal disertai peningkatan tekanan osmotik koloid plasma. Menurut Pedriclli (2001), ketika antioksidan memasuki tubuh, zat ini akan meningkatkan kadar antioksidan di dalam sel, mengurangi permeabilitas kapiler. Peningkatan tekanan osmotik koloid plasma mengakibatkan cairan kembali ke kapiler normal dan tidak terjadi edema pada tubulus. Sesuai dengan pendapat Spears (2000), bahwa albumin
plasma sangat mempengaruhi tekanan osmotik koloid plasma sebanyak 80%.
KESIMPULAN
Pemberian terapi ekstrak air benalu mangga dosis 400 mg/kg BB dan dosis
800 mg/kg BB terhadap tikus
hiperkolesterolemia dapat meningkatkan kadar albumin secara nyata dan dapat
memperbaiki gambaran histopatologi
ginjal, ditunjukkan dengan berkurangnya edema tubulus, sel inflamasi glomerulus, dan perdarahan glomerulus.
Dosis 800 mg/kg BB memberikan hasil lebih baik pada peningkatan kadar albumin daripada terapi dengan dosis 400 mg/kg BB.
UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih staf Laboratorium Biokimia
dan Laboratorium Fisiologi Hewan
Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya atas dukungan, bantuan, dan kerjasama yang luar biasa untuk penyelesaian penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Aaronson, I.P, and T. P. J. Ward. 2010.
The Cardiovascular System at a Glance. Alih Bahasa: Surapsari, J.D.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Corwin, Elizabeth. 2009. Handbook Of
Pathophysiology 3rd Ed. Lippincott
Williams & Wilkins: USA.
Gani, N., L.L. Momuat, and M. M. Pitoi. 2013. Profil Lipida Plasma Tikus Wistar yang Hiperkolesterolemia
pada Pemberian Gedi Merah
(Abelmoschus Manthol L). Jurnal
MIPA UNSRAT 2(1): 44-49.
Gartner J. P. and Hiatt J. L. 2007. Color
Text Book of Histology. 3th ed.
Philadelphia: Elsevier Saunders, pp: 437-45.
Hess, T., K. Philip, and J. M. Thomas.
2006. Association Between
Atherosclerosis and Glomerulopathy in Dogs. Intern. J. Appl. Res. Vet.
Med. Vol : 4 Number 3.
Hotimah, B. 2003. Efek Minuman Benalu Teh (Scurrula atropurpurea (BI.)
Dans) oleh Acetobacter pasterianus
saccharomyces cereviciae terhadap Penghambatan Hiperkolesterolemia
pada Tikus. Fakultas Ilmu
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. IPB.
Jensen, J. S. 2002. Danish Madical Bulletin. Journal of the Health Sciences. 2. 47. : 63-150.
Katrin, A. A. Soemardji, A.G. Soeganda, S. Iwang, and K. Padmawinata. 2005. Pengaruh Berbagai Ekstrak
Daun Benalu (Dendrophthoe
pentandra (L.) Miq.). Jurnal Bahan Alam Indonesia Vol.4. No1.
Khakim, A. 2000. Ketoksikan akut ekstrak air daun benalu (Dendrophthoe
pentandra (L.)Miq. dan
Dendrophthoe falcata (L.f).
Ertingsh) pada mencit jantan dan uji
kandungan kimia. Fakultas Farmasi.
Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Lamenapa, M. 2005. Perbandingan Profil
Lipid dan Perkembangan Lesi
Aterosklerosis pada Tikus Wistar yang Diberi Diet Perasan Pare dengan Diet Perasan Pare dan Statin.
Program Pascasarjana Ilmu
Biomedik. Universitas Diponegoro. Semarang.
Lichtenstein, A. H. 2006. Diet and lifestyle
recommendation revisition. A
scientific statement from the
American heart association nutrition committee. Circulation 114: 82-96.
Mann, J. 2008. Chronic kidney disease and the cardiovascular system. Internist
Berl. 4:413-4,
Nafrialdi, Setawati. 2007. Farmakologi
dan Terapi. Edisi 5. Departemen
Farmakologi dan Terapeutik
Fakultas Kedokteran UI. Jakarta. Ochei, J. and A. Kolhatkar. 2000. Medical
Laboratory Sciene. Tata
McGraw-Hill Publishing Company Limited. India.
Pedriclli, P. 2001. Antioxidant Mechanism Of Flavonoids, Solvent Effect On Rate Constant For Chain Breaking
Reaction Of Quersetin And
Epicatechinnin Autoxidation Of
Methyl Linoleat. J. Agric. Food
Chem. 49 : 60-67.
Spears, J.W. 2000. Reevalution of the metabolic essensiality of minerals.
Asian Aust. J. Anim. Sci. 12(6):
1.002−1.008.
Sutadi, S. M. 2003. Kadar Nitric Oksida dan Faktor Von Willebrand sebagai Petanda Disfungsi Endotel pada Sirosis Hati. Medan: USU Digital Library; 1-6.
Suwijiyo, Pramono. 2004.
Antiinflammatory Effect of Several Umbelliferae Species. Journal of
Pharmachy 7(10) : 12-1.
Tortora, G. J. 2005. Principles of human
anatomy. Ed ke-10. USA: John
wiley & sons, Inc.
Vita, J.A. 2005. Polyphenol And
Cardiovascular Disease: Effect On Endothelial And Platelet Function.
Journal Bioscience 81(1):