• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

6 BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hasil Belajar

2. 1. 1 Pengertian Belajar

Menurut Edworl L Walker (dalam Totok Santoso, 1988: 1) dikatakankan bahwa ”belajar adalah perubahan perbuatan sebagai akibat dari pengalaman”. Pengertian ini didukung dan lebih ditegaskan oleh T. Raka Joni (dalam Totok Santoso, 1988: 1) yang mengatakan bahwa ”belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman kecuali perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh proses menjadi matangnya seseorang atau perubahan yang instingtif atau yang bersifat temporer”. Indra (2009: 62) menyatakan bahwa belajar adalah sebagai suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan.

Sunarto (dalam Lina, 2009: 4) mengemukakan beberapa pengertian belajar oleh beberapa ahli, yaitu yang pertama oleh Cronbach “Belajar adalah memperlihatkan perubahan dalam perilaku sebagai hasil dari pengalaman”. Selanjutnya menurut Harold Spears “Belajar adalah mengamati, membaca, berinisiasi, mencoba sesuatu sendiri, mendengarkan, mengikuti petunjuk atau arahan”. Pengertian belajar selanjutnya dikemukakan oleh Thursan Hakim “Belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan lain-lain”. Menurut Thorndike, inti belajar adalah membentuk asosiasi-asosiasi antara perangsang (stimulus) yang mengenai organisme melalui sistem susunan saraf dan reaksi (respon) yang diberikan oleh organisme itu terhadap perangsang tadi. Slameto (2003: 3) menegaskan bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

(2)

Menurut Skinner yang di kutip oleh Dimyati dan Mudjiono dalam bukunya yang berjudul Belajar dan pembelajaran, bahwa belajar merupakan hubungan antara stimulus dan respons yang tercipta melalui proses tingkah laku.

Proses belajar tidak sama dengan perbuatan (performance) juga tidaklah sama dengan kematangan yaitu dimana suatu fungsi berada dalam keadaan siap pakai. Tetapi langkah dalam proses belajar memang membutuhkan kematangan dan usaha. Untuk meningkatkan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir dan lain-lain.

Setelah mengupas mengenai pengertian belajar dari para ahli dapat diperoleh kesimpulan bahwa belajar adalah perubahan pada diri seseorang yang melakukan perbuatan belajar itu. Perubahan itu dapat dinyatakan sebagai suatu kecakapan, suatu kebiasaan, suatu sikap, suatu pengertian sebagai pengetahuan atau apresiasi (penerimaan atau penghargaan) dan lain-lain. Tujuan dari belajar adalah untuk memperoleh hasil belajar yang baik maka setelah mengupas mengenai belajar akan dilanjutkan pada pembahasan hasil belajar.

2. 1. 2 Hasil Belajar

Menurut Dimyati dan Mudjiono (dalam Lina, 2009: 5), hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Dari sisi guru, adalah bagaimana guru bisa menyampaikan pembelajaran dengan baik dan siswa bisa menerimanya. Menurut Winkel (dalam Lina, 2009: 5),mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang. Sedangkan menurut Arif Gunarso (dalam Lina, 2009: 5),hasil belajar adalah usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar”. Jadi hasil belajar adalah hasil yang diperoleh seseorang dari proses belajar yang telah dilakukannya.

(3)

Hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik dengan melakukan usaha secara maksimal yang dilakukan oleh seseorang setelah melakukan usaha-usaha belajar. Hasil belajar biasanya dinyatakan dalam bentuk nilai. Setelah mengkaji pengertian hasil belajar dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran.

Nana Sudjana (2009) menyatakan bahwa proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu. Setiap keberhasilan belajar diukur dari seberapa jauh hasil belajar yang diperoleh siswa. Keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan pengajaran diwujudkan dengan nilai.

Nana Sudjana (2009) menyatakan bahwa hasil belajar yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari proses belajar yang dilakukan oleh siswa, harus semakin tinggi hasil belajar yang diperoleh siswa. Proses belajar merupakan penunjang hasil belajar yang dicapai siswa.

Pemerolehan hasil belajar yang baik akan memberikan kebanggaan pada diri sendiri, dan orang lain. Untuk itu guna memperoleh hasil belajar yang baik siswa dihadapkan dengan beberapa faktor yang bisa membuat siswa mendapatkan hasil belajar yang baik.

2. 1. 3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang kondusif, hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa. Adapun faktor yang mempengaruhinya adalah mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep, keterampilan, dan pembentukan sikap. Menurut Slameto (2003: 54-72) faktor yang mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi dua yaitu: faktor intern meliputi: faktor jasmaniah, psikologis, dan

(4)

kelelahan, sedangkan faktor ekstern meliputi: faktor keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Slameto (2003: 54-72) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi dua. Dua faktor tersebut akan dijelaskan dengan penjelasan sebagai berikut:

a) Faktor-faktor intern

Faktor intern adalah faktor yang berasal dari diri siswa. Faktor intern ini terbagi menjadi tiga faktor yaitu : faktor jasmaniah, faktor psikologis dan faktor kelelahan.

i. Faktor jasmaniah

Pertama adalah faktor kesehatan. Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beseta bagian-bagiannya atau bebas dari penyakit. Kesehatan seseorang sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Proses belajar akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu, selain itu ia akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, mengantuk jika badannya lemah, kurang darah ataupun ada gangguan fungsi alat indera serta tubuhnya.

Kedua adalah cacat tubuh. Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh. Cacat ini dapat berupa : buta, tuli, patah kaki, patah tangan, lumpuh dan lain-lain. Jika ini terjadi maka belajar akan terganggu, hendaknya apabila cacat ia disekolahkan di sekolah khusus atau diusahakan alat bantu agar dapat mengurangi pengaruh kecatatan itu. ii. Faktor psikologis

Sekurangnya ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor psikologis yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor itu adalah: pertama inteligensi yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam

(5)

situasi yang baru dengan cepat dan efektif, menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. Kedua perhatian yaitu keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itupun semata-mata tertuju kepada suatu objek atau sekumpulan objek. Ketiga minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. keempat bakat yaitu kemampuan untuk belajar. Kemampuan ini akan baru terealisasi menjadi kecakapan nyata sesudah belajar atau berlatih. Kelima motif harus diperhatikan agar dapat belajar dengan baik harus memiliki motif atau dorongan untuk berfikir dan memusatkan perhatian saat belajar. Keenam kematangan adalah suatu tingkat pertumbuhan seseorang. Ketujuh kesiapan adalah kesediaan untuk memberi renspon atau bereaksi. Dari faktor-faktor tersebut sangat jelas mempengaruhi belajar, dan apabila belajar terganggu maka hasil belajar tidak akan baik.

iii. Faktor kelelahan

Kelelahan seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetapi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu: kelelahan jasmani dan kelelahan rohani (bersifat praktis).

Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul untuk membaringkan tubuh. Kelelahan jasmani terjadi karena kekacauan substansi sisa pembakaran di dalam tubuh. Sehingga darah tidak lancar pada bagian-bagian tertentu.

Kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat untuk menghasilkan sesuatu hilang. Kelelahan ini sangat terasa

(6)

pada bagian kepala sehingga sulit untuk berkonsentrasi, seolah-olah otak kehabisan daya untuk bekerja. Kelelahan rohani dapat terjadi terus-menerus karena memikirkan masalah yang dianggap berat tanpa istirahat, menghadapi suatu hal yang selalu sama atau tanpa ada variasi dalam mengerjakan sesuatu karena terpaksa dan tidak sesuai dengan bakat, minat dan perhatiannya.

Menurut Slameto (2003: 60), kelelahan baik jasmani maupun rohani dapat dihilangkan dengan cara sebagai berikut: tidur, istirahat, mengusahakan variasi dalam belajar, menggunakan obat-obat yang melancarkan peredaran darah, rekreasi atau ibadah teratur, olah raga, makan yang memenuhi sarat empat sehat lima sempurna, apabila kelelahan terus-menerus hubungi sorang ahli. b) Faktor-faktor ekstern

Faktor eksten adalah faktor yang berasal dari luar siswa. Faktor ini meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat yaitu dengan penjelasan sebagai berikut:

i. Faktor keluarga

Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga. Sebagian waktu seorang siswa berada di rumah. Oleh karena itu, keluarga merupakan salah satu yang berperan pada hasil belajar. Oleh sebab itu orang tua harus mendorong, memberi semangat, membimbing, memberi teladan yang baik, menjalin hubungan yang baik, memberikan suasana yang mendukung belajar, dan dukungan material yang cukup.

(7)

ii. Faktor sekolah

Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah. Sekolah adalah lingkungan kedua yang berperan besar memberi pengaruh pada hasil belajar siswa. Sekolah harus menciptakan suasana yang kondusif bagi pembelajaran, hubungan dan komunikasi perorang di sekolah berjalan baik, kurikulum yang sesuai, kedisiplinan sekolah, gedung yang nyaman, metode pembelajaran aktif-interaktif, pemberian tugas rumah, dan sarana penunjang cukup memadai seperti perpustakaan sekolah dan sarana yang lainnya.

iii. Faktor masyarakat

Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Pengaruh ini karena keberadaan siswa dalam masyarakat. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa ini meliputi: pertama kegiatan siswa dalam mayarakat yaitu misalnya siswa ikut dalam organisasi masyarakat, kegiatan-kegiatan sosial, keagamaan dan lain-lain, belajar akan terganggu, lebih-lebih jika tidak bijaksana dalam mengatur waktunya. Kedua multi media misalnya: TV, radio, bioskop, surat kabar, buku-buku, komik dan lain-lain. Semua itu ada dan beredar di masyarakat. Ketiga teman bergaul, teman bergaul siswa lebih cepat masuk dalam jiwanya daripada yang kita duga. Teman bergaul yang baik akan memberi pengaruh yang baik terhadap diri siswa begitu sebaliknya. Contoh teman bergaul yang tidak baik misalnya suka begadang, pecandu rokok, keluyuran minum-minum, lebih-lebih pemabuk, penjinah, dan lain-lain. Keempat bentuk

(8)

kehidupan masyarakat. Kehidupan masyarakat di sekitar siswa juga berpengaruh pada hasil belajar siswa. Masyarakat yang terdiri dari orang-orang yang tidak terpelajar, penjudi, suka mencuri, dan mempunyai kebiasaan yang tidak baik akan berpengaruh jelek kepada siswa yang tinggal di situ.

Melalui penjelasan faktorinten dan ekstern yang mempengaruhi hasil belajar. Faktor intern meliputi: faktor jasmaniah, psikologis, dan kelelahan, dan faktor ekstern meliputi: faktor keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Faktor intern dan ekstern akan sangat mempengaruhi hasil belajar, dan untuk memperoleh hasil belajar yang baik atau memuaskan, maka siswa harus memperhatikan faktor-faktor inten dan ekstern. Untuk meningkatkan hasil belajar maka siswa dituntut untuk memiliki kebiasaan belajar yang baik.

2.1.4 Outdoor Activities

a. Pengertian Outdoor Activities

Outdoor activities adalah kegiatan di alam bebas atau kegiatan di luar kelas dan mempunyai sifat menyenangkan, karena kita bisa melihat, menikmati, mengagumi dan belajar mengenai ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa yang terbentang di alam, yang dapat disajikan dalam bentuk permainan, observasi/pengamatan, simulasi, diskusi dan petualangan sebagai media penyampaian materi, (Indramunawar, 2009).

Berdasarkan uraian di atas, outdoor activities adalah suatu kegiatan pembelajaran di luar kelas yang dapat menambah aspek kegembiraan dan kesenangan bagi siswa sebagaimana layaknya seorang anak yang sedang bermain di alam bebas dan outdoor activities juga dapat menumbuhkan rasa cinta akan lingkungan karena dengan mengamati sendiri siswa akan mengetahui keindahan alam dan cara untuk menjaga atau melestarikan lingkungan sekaligus dapat mewujudkan nilai-nilai spiritual siswa mengenai ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa.

(9)

Dari teori di atas dapat ditarik kesimpulan outdoor activities adalah suatu kegiatan pembelajaran di luar kelas yang berorientasi pada alam sekitar yang mempunyai sifat menyenangkan dan dapat mewujudkan nilai spiritual siswa mengenai keindahan ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa dengan cara mengamati, menyelidiki, menemukan sendiri segala sesuatu ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa.

Peranan lingkungan sebagai sumber belajar sering dilupakan, padahal sumber belajar dapat diperoleh dimana-mana termasuk di lingkungan sekitar anak, menurut Anggani(dalam Hari Yuliarto, 2010). SedangkanAbdurrahman(2007: 100)mengungkapkan bahwa saat ini pembelajaran yang dilakukan masih belum bermakna bahwa selama mengikuti pembelajaran di sekolah siswa jarang bersentuhan dengan pendidikanyang berorientasi pada alam sekitar. Mempelajari keadaan sebenarnya di luar kelas dengan menghadapkan para siswa kepada lingkungan yang aktual untuk dipelajari, diamati dalam hubungannya dengan proses belajar mengajar, cara ini lebih bermakna disebabkan para siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya secara alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan(W. Gulo, 2004: 208). Alam sebagai media belajar merupakan solusi ketika terjadi kejenuhan atas metodologi pendidikan di dalam kelas. Pendidikan dan latihan di luar kelas dapat memperbaharui metodologi dan dapat menggantikan proses pendidikan konvensional (kelas/ ruangan) yang selama ini dilakukan secara masif. Akibatnya model pendidikan tersebut lebih berorientasi pada nilai-nilai kuantitatif, bukan pada proses pengenalan lebih dalam pada sumber-sumber pengetahuanF Herry (dalam Hari Yuliarto, 2010).

Berdasarkan uraian di atas bahwa kegiatan pembelajaran yang berorientasi pada lingkungan luar kelas dapat digunakan sebagai sumber belajar karena pembelajaran akan lebih bermakna jika sistem pembelajaran diprioritaskan di alam sekitar atau sekitar lingkungan anak. Pembelajaran di luar kelas yang berorientasi pada alam sekitar atau lingkungan, kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan dapat

(10)

mengubah cara belajar yang monoton yang hanya mementingkan nilai kuantitatif saja tanpa mengedepankan nilai kualitatif atau proses. Dan Outdoor activities dapat digunakan sebagai pembelajaran yang berorientasi pada lingkungan luar kelas, karena outdoor activities adalah kegiatan yang berada di alam bebas. Menurut uraian di atas outdoor activities dapat diprioritaskan atau dapat digunakan di dalam setiap pembelajaran.

Menurut Abulraihan (dalam Hari Yuliarto, 2010), lingkungan bisa lingkungan sekolah dan luar sekolah, yang terpenting bahwa aktivitas pembelajaran di luar kelas yang dilakukan siswa, guru harus pandai-pandai memilih model atau jenis pembelajaran yang tepat sesuai situasi lingkungan. Belajar tidak mesti di dalam kelas, belajar dapat juga dilaksanakan di alam bebas, tatkala siswa-siswa sudah jenuh di dalam kelas(Martinis Yamin,2007: 176).

Berdasarkan uraian di atas lingkungan di alam bebas atau luar kelas tidak terlalu mendukung, tergantung jenis model pembelajaran sesuai dengan lingkungan sekolah dan disesuaikan dengan keadaan di dalam diri siswa. Outdoor activities dapat digunakan sebagai pembelajaran yang berorientasi pada lingkungan luar kelas, karena outdoor activities adalah kegiatan yang berada di alam bebas atau luar kelas. Menurut uraian di atas outdoor actvities dapat digunakan jika sesuai dengan lingkungan sekolah atau keadaan di dalam diri siswa.

Dari teori-teori di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa outdoor activities yang berorientasi pada lingkungan luar kelas atau kegiatan pembelajaran luar kelas dapat digunakan sebagai sumber belajar dan sebagai sumber-sumber pengetahuan. Outdoor activities dapat digunakan pada setiap pembelajaran karena pembelajaran outdoor activities kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan dapat mengubah cara belajar yang monoton yang hanya mementingkan nilai kuantitatif saja tanpa mengedepankan nilai kualitatif atau proses, artinya dalam program outdoor activities siswa secara aktif dilibatkan secara langsung atau siswa dapat mengamati secara langsung sesuatu yang ada di sekitar mereka. Outdoor activities juga mempunyai keunggulan yaitu kegiatan pembelajaran ini

(11)

mempunyai sifat menyenangkan, karena kita bisa melihat, menikmati, mengagumi dan belajar mengenai ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa yang terbentang di alam dan di dalam pembelajaran outdoor activities kita dapat memasukkan pembelajaran secara spiritual.

b. Manfaat Pembelajaran Outdoor Activities

Manfaat Pembelajaran dengan outdoor activities menurut W. Gulo (1990: 208) yaitu:

1. Meningkatkan motivasi siswa dalam belajar, karena kegiatan belajar lebih menarik dan tidak membosankan.

2. Siswa dapat memahami dan menghayati aspek-aspek kehidupan yang ada di lingkungannya, sehingga dapat membentuk pribadi yang tidak asing dengan kehidupan di sekitarnya, serta dapat memupuk rasa cinta lingkungan.

3. Hakikat belajar akan lebih bermakna sebab siswa dihadapkan dengan situasi dan keadaan yang sebenarnya atau bersifat alami.

4. Bahan-bahan yang dapat dipelajari lebih kaya serta lebih faktual sehingga kebenarannya lebih akurat.

5. Kegiatan belajar siswa lebih komprehensif dan lebih aktif sebab dapat dilakukakan dengan berbagai cara seperti mengamati, bertanya atau wawancara, membuktikan atau mendemonstrasikan, menguji fakta, dan lain-lain.

6. Sumber belajar menjadi lebih kaya sebab lingkungan yang dapat dipelajari bisa beraneka ragam seperti lingkungan sosial, lingkungan alam dan lingkungan buatan.

7. Mencegah siswa belajar hanya pada tingkat verbal saja

8. Melatih siswa untuk mengkontruk konsep dari pengalaman-pengalaman yang menyenangkan.

9. Memberikan informasi teknis, kepada peserta secara langsung 10. Pengajaran dapat lebih merangsang kreativitas anak.

(12)

Berdasarkan uraian di atas pembelajaran dengan outdoor activities siswa dapat membangun pengalamam belajarnya atau pengetahuannya sendiri karena siswa belajar dengan mencari, menyilidiki, mengamati sehingga siswa dapat membangun konsepnya sendiri dan siswa juga terlibat langsung dalam kegiatan pembelajaran (learning by doing) sehingga siswa akan segera mendapat umpan balik tentang dampak dari kegiatan yang dilakukan. Pembelajaran outdoor activities kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah atau secara objektif dan jujur karena outdoor activities dipelajari dengan cara mengamati, bertanya atau wawancara, membuktikan atau mendemonstrasikan, menguji fakta dan tidak hanya sebatas pada tingkat verbal atau penjelasan saja. Outdoor activities juga dapat menumbuhkan rasa cinta akan lingkungan karena dengan mengamati sendiri siswa akan mengetahui keindahan alam dan cara untuk menjaga atau melestarikan lingkungan, siswa juga akan lebih termotivasi karena mereka sendirilah yang mencari atau menyelidiki untuk membangun pengalaman atau pengetahuannya sendiri, karena hal itulah pembelajaran dengan outdoor activities lebih menarik.

Dapat disimpulkan kegiatan pembelajaran di luar kelas atau outdoor activities bahwa penyampaian suatu pesan pendidikan melalui sebuah pengalaman langsung cepat meresap ke daya tangkap pikiran manusia. Sehingga siswa di dalam belajar akan lebih memahami materi yang disampaikan oleh guru. Karena siswa belajar secara langsung berdasarkan pengalaman yang mereka dapatkan, dan siswa belajar tidak hanya dengan mendengar penjelasan guru, tetapi dengan

cara mengamati, menyelidiki, mencari, bertanya atau wawancara, membuktikan atau mendemonstrasikan, menguji fakta sehingga kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan secara jujur dan objektif atau secara ilmiah.

c. Implementasi Pembelajaran dengan Outdoor Activities

Penyampaian suatu pesan pendidikan melalui sebuah pengalaman langsung cepat meresap kedaya tangkap pikiran manusia. Dan dalam

(13)

menggunakan lingkungan sebagai media dan sumber belajar didalam proses pembelajaran memerlukan persiapan dan perencanaan yang seksama dari guru. Tanpa perencanaan yang matang kegiatan belajar siswa bisa tidak terkendali, sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai dan siswa tidak melakukan kegiatan belajar yang diharapkan.

Prosedur mempersiapkan pembelajaran dengan outdoor activities (experiental learning) menurut Oemar Hamalik (2003: 47) sebagai berikut: a. Guru merumuskan dengan teliti pengalaman belajar yang direncanakan

untuk memperoleh hasil yang potensial atau memiliki alternatif hasil. b. Menentukan bentuk kegiatan yang akan dipakai, kegiatan outdoor

activities ini dapat divariasi sendiri oleh guru. Misalnya: dalam satu materi dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, seperti dalam tema yang lain seperti lingkungan.

c. Guru berusaha menyajikan pengalaman yang bersifat menantang dan memotivasi.

d. Menentukan waktu pelaksanaan kegiatan. Kegiatan outdoor activities ini dapat dilaksanakan dalam pembelajaran atau dapat juga dilaksanakan di luar jam pelajaran.

e. Menentukan rute perjalanan outdoor activities, dapat dilakukan satu kelas bersama-sama. Outdoor activities dapat menggunakan rute di sekitar sekolahan atau di lingkungan warga sekitar.

f. Siswa dapat bekerja secara individual dan dapat bekerja dalam kelompok-kelompok kecil.

g. Para siswa secara aktif berperan serta dalam pembentukan pengalaman. h. Setelah semua persiapan selesai maka tahap selanjutnya pelaksanaan

kegiatan outdoor activities yaitu guru menjelaskan tentang aturan dalam pembelajaran dengan outdoor activities.

Pembelajaran berdasarkan pengalaman ini menyediakan suatu alternatif pengalaman belajar bagi siswa yang lebih luas daripada pendekatan yang diarahkan oleh guru kelas. Strategi ini menyediakan banyak kesempatan belajar secara aktif, personalisasi dan kegiatan-kegiatan

(14)

belajar yang lainnya bagi para siswa untuk semua tingkat usia. Pembelajaran dengan outdoor activities ini guru dapat menginternalisasikan dimensi spiritual ke dalam kegiatan belajar siswa, agar apa yang siswa pelajari dapat mendekatkan siswa kepada Tuhan (Sang Pencipta). Dan setelah kegiatan outdoor activities, guru bersama siswa membahas kembali apa yang telah dilaksanakan. Metode yang digunakan yaitu metode diskusi, dimana akan diperoleh pendapat yang berbeda dan bervariasi antara siswa yang satu dengan yang lainnya. Guru bertugas memfasilitasi dalam menyisipkan makna (misal pesan moral, sikap dan kerjasama).

Menurut teori belajar Rogers (dalam Wiji Suwarno, 2008: 74) penerapan pembelajaran dengan penggunaan lingkungan, yaitu:

1. Keinginan untuk belajar

Anak diberikan kebebasan untuk memuaskan keingintahuan mereka tanpa dihalangi oleh ruang kelas, yang dapat “mematikan” daya kreativitas siswa.

2. Belajar secara signifikan

Proses belajar ditujukan bukan untuk mengejar nilai, tapi untuk bisa memanfaatkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari. Menjadikan anak memiliki logika berpikir yang baik, sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Anak memperoleh sekaligus pengetahuan beserta penerapannya dalam kehidupan pribadinya maupun bermasyarakat. Sehingga sumber daya manusia yang dihasilkan bukanlah orang-orang yang mampu berteori tetapi juga mampu mengaplikasikannya.

3. Belajar tanpa ancaman

Belajar di alam terbuka, secara naluriah akan menimbulkan suasana fun tanpa tekanan dan jauh dari kebosanan. Dengan demikian akan tumbuh kesadaran pada anak-anak bahwa learning is fun, dan sekolah menjadi identik dengan kegembiraan sehingga inti pokok pembelajaran dapat diserap dengan baik

(15)

Anak-anak belajar tidak hanya selama jam belajar sekolah. Mereka dapat belajar dari apapun dan kapanpun. Dengan sistem belajar yang berorientasi pada lingkungan yang telah membiasakan mereka untuk belajar secara aktif dan mandiri, membuat mereka menemukan, memilih, dan mencari tahu sendiri apa yang ingin diketahuinya.

5. Belajar dan berubah

Sehingga mereka diharapkan akan mampu beradaptasi dengan situasi lingkungan yang selalu dinamis.

Dari uraian di atas ada terdapat persamaan pendapat antara Oemar Hamalik yaitu di dalam kegiatan pembelajaran siswa aktif di dalam pembentukan pengalaman dan pengetahuan di dalam pembelajaran dan siswa belajar secara kelompok dengan diskusi, dan menyisipkan pesan moral mengenai ciptaan Tuhan YME, sikap dan kerjasama sebagai pemantapan di dalam pembelajaran, serta hasil pembelajaran diharapkan siswa mampu untuk mengaplikasikannya di dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Oemar Hamalik sebelum melaksanakan pembelajaran outdoor activities guru harus merumuskan pengalaman belajar yang akan direncanakan, menyajikan/ mengajak siswa dengan pengalaman yang bersifat memotivasi, menentukan waktu perjalanan, dan rute perjalanan serta menjelaskan aturan kegiatan pembelajaran luar kelas.

(16)

Dapat disimpulkan langkah-langkah pembelajaran dalam menggunakan pembelajaran outdoor activities yaitu:

Tabel 2.1

Kesimpulan Langkah-langkah Pembelajaran Outdoor Activities No. Tahap

pelaksanaan Kegiatan

1. Perencanaan  Guru merumuskan dan mengembangkan indikator yang akan dicapai oleh siswa nanti

 Guru menyajikan pengalaman belajar yang bersifat memotivasi

 Guru mempersiapkan perlengkapan belajar yang diperlukan

 Guru merencanakan membagi kelompok-kelompok siswa

 Guru menetapkan tujuan objek serta lamanya waktu observasi

2. Pelaksanaan  Guru menjelaskan keadaan lokasi objek secara global  Guru menetapkan teknik mempelajari objek

 Guru membahas pembagian kelompok-kelompok siswa

 Guru mengajak siswa menuju lokasi pengamatan  Siswa Observasi

 Kerjasama kelompok

 Guru dan siswa melakukan tanya jawab  Guru mengajak siswa masuk ke dalam kelas

 Siswa mendiskusikan hasil pengamatan di kelas yang dipandu oleh guru

 Guru dan siswa melakukan pembahasan hasil diskusi dari tiap-tiap kelompok

 Guru menciptakan suasana belajar tanpa tekanan dan suasana menyenangkan.

 Pemanfaatan sumber pembelajaran 3. Kegiatan akhir  Kesimpulan

 Evaluasi hasil belajar siswa

 Pemantapan dengan cara para siswa didorong untuk menginternalisasikan konsep, pengetahuan, dan keterampilan yang baru saja diperoleh dalam kegiatan mereka sehari – hari.

(17)

2.1.5 Sikap Belajar

Sikap merupakan kecenderungan pola tingkah laku individu untuk berbuat sesuatu dengan cara tertentu terhadap orang, benda atau gagasan. Sikap dapat diartikan sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut dengan cara tertentu (Calhoun, 1978: 315). Menurut Robert R.Gabe (dalam Siskandar, 2008:440), sikap merupakan kesiapan yang terorganisir yang mengarahkan atau mempengaruhi tanggapan individu terhadap obyek. Sedangkan menurut Berkowitz (Azwar, 1995:5) Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung (favorable) atau tidak mendukung (unfavorable) terhadap objek tersebut. Selanjutnya lebih spesifik, Thurstone (Azwar, 1995:5) memformulasikan sikap sebagai derajat afek positif dan afek negatif terhadap suatu obyek psikologis. Obyek psikologis yang dimaksud adalah lambang-lambang, kalimat, semboyan, orang, institusi, profesi, dan ide-ide yang dapat dibedakan ke dalam perasaan positif atau negatif.

Sikap sebagai predisposisi atau kecenderungan tindakan akan memberi arah kepada perbuatan atau tindakan seseorang. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa semua tindakan atau perbuatan seseorang identik dengan sikap yang ada padanya. Seseorang mungkin saja melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap anak terhadap sekolah sangat besar pengaruhnya terhadap berhasil tidaknya pendidikan anak-anak di sekolah. Sikap yang positif terhadap sekolah, guru-guru, maupun terhadap teman-teman akan merupakan dorongan yang besar bagi anak untuk mengadakan hubungan yang baik. Dengan adanya hubungan yang baik, dapat melancarkan proses pendidikan di sekolah. Sebaliknya sikap yang negatif akan menyebabkan terjadinya hubungan yang tidak harmonis dan hanya akan merugikan anak itu sendiri (Nurkancana, 1986).

Definisi sikap yang telah dikemukakan di atas, masih umum dan bersifat teoretis. Hal ini menimbulkan kesulitan dalam

(18)

pengukurannya, oleh sebab itu Show dan Wright (dalam Azwar, 1992), bahwa sikap memiliki referensi atau kelas referensi yang spesifik dan membatasi konstruksi sikap komponen afektif saja. Lebih jauh mereka mengemukakan, aspek afektif ini mendahului tingkah laku dan didasarkan pada proses kognitif.

Menurut Azwar, sikap terdiri atas 3 komponen yang saling menunjang yaitu:

a) Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu dapat disamakan penanganan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversial.

b) Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap seseorang komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu.

c) Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Dan berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak / bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu. Dan berkaitan dengan objek yang dihadapinya adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang adalah dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku.

Selanjutnya Rosenberg (dalam Azwar, 1998), dengan teori konsistensi afektif-kognitifnya memandang bahwa ketiga komponen tersebut di atas saling berinteraksi secara selaras dan konsistensi dalam mempolakan arah sikap yang seragam. Apabila ketiga

(19)

komponen itu ada yang tidak selaras atau tidak konsisten satu sama lain, maka akan menyebabkan timbulnya mekanisme perubahan sikap sampai konsistensi dapat tercapai kembali sehingga sikap yang semula negatif dapat berangsur-angsur berubah menjadi positif. Akan tetapi sikap yang ekstrim seperti sangat setuju atau sangat tidak setuju biasanya tidak mudah untuk dirubah.

Dari semua pengertian yang di ungkapan di atas dapat diambil sebuah pengertian tentang sikap, yaitu sikap adalah penerimaan, tanggapan, dan penilaian seseorang terhadap suatu obyek, situasi, konsep, orang lain maupun dirinya sendiri akibat hasil dari proses belajar maupun pengalaman di lapangan yang menyebabkan perasaan senang (positif/sangat positif) atau tidak senang (negatif/tidak negatif).

Menurut Suke Silverius (dalam Riyono, 2005:11), sikap meliputi lima tingkat kemampuan yaitu:

a) Menerima (Receiving)

Tingkat ini berhubungan dengan kesediaan atau kemauan siswa untuk ikut dalam suatu fenomena atau stimulus khusus. Misalnya dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Kata-kata kerja operasional yang dapat digunakan untuk rumusan indikatornya adalah menanyakan, menyebutkan, mengikuti, dan menyeleksi.

b) Menanggapi / Menjawab (Responding)

Pada tingkatan ini, siswa tidak hanya menghadiri suatu fenomena tetapi juga bereaksi terhadapnya. Kata-kata kerja operasional yang dapat digunakan untuk rumusan indikatornya adalah menjawab, berbuat, melakukan, dan menyenangi.

c) Menilai (Valuing)

Tingkat ini berkenaan dengan nilai yang dikenakan siswa terhadap sesuatu obyek atau fenomena tertentu. Tingkai ini berjenjang mulai dari hanya sekedar penerimaan

(20)

sampai pada tingkat komitmen yang lebih tinggi. Kata-kata kerja operasional yang dapat digunakan untuk rumusan indikatornya adalah membedakan, mempelajari, dan membaca.

d) Organisasi (Organization)

Hasil belajar pada tingkat ini berkenaan dengan organisasi suatu nilai (merencanakan suatu pekerjaan yang memenuhi kebutuhannya). Kata-katakerja operasional yang dapat digunakan untuk rumusan indikatornya adalah menyiapkan, mempertahankan, mengatur, menyelesaikan, dan menyusun.

e) Karakteristik dengan suatu nilai atau kompleks nilai Hasil belajar pada tingkat ini meliputi banyak kegiatan, tapi penekanannya lebih besar diletakkan pada kenyataan banhwa tingkah laku itu menjadi ciri khas atau karakteristik siswa tersebut. Kata-kata kerja operasional yang dapat digunakan untuk rumusan indikatornya adalah menerapkan, membenarkan cara pemecahan masalah, dan sebagainya.

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian yang relevan atau yang hampir sama dengan penelitian ini adalah “ Pembelajaran Inovatif Pemanfaatan Outbond Sains Sebagai Sarana dalam Mewujudkan Meaningfull Learning” oleh Agus Rosmanto, tahun 2009. Dalam penelitian “ Pembelajaran Inovatif Pemanfaatan Outbond Sains Sebagai Sarana dalam Mewujudkan Meaningfull Learning” ini penulis menggunakan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) yang berorientasi pada pendidikan luar ruang (outbound education), yang sarat dengan permainan yang menantang, mengandung nilai-nilai pendidikan, dan mendekatkan siswa dengan alam dalam mata pelajaran Sains/ IPA, dengan tujuan untuk mengembangkan kemampuan spiritual siswa. Dan di dalam penelitian ini

(21)

peneliti mengharapkan pembelajaran dengan pemanfaataan Outbond Sains dapat mewujudkan Meaningfull Learning atau mewujudkan nilai-nilai spiritual siswa karena pembelajaran di luar ruang dengan alam sebagai orientasi atau sebagai tempat belajar, siswa diharapkan mampu menghargai dan memelihara segala sesuatu ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, karena di jaman sekarang orang-orang yang peduli dengan alam sudah jarang ditemukan. Pembelajaran yang berorientasi pada alam untuk meningkatkan kepedulian kita terhadap segala ciptaan Tuhan Yang Maha Esa harus sering dan tetap terus kita terapkan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Agus Rosmanto (2009) didapatkan bahwa berdasarkan Kurikulum Sains SD, Sains merupakan cara mencari tahu tentang alam sekitar secara sistematis untuk mengusai pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah. Pendidikan Sains bermanfaat bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Pendidikan Sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung dan kegiatan praktis untuk mengembangkan kompetensi agar siswa memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan Sains diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Idealnya, pembelajaran Sains digunakan sebagai wahana bagi siswa untuk menjadi ilmuwan, terutama siswa SD. Melalui pembelajaran Sains di sekolah siswa dilatih berpikir, membuat konsep ataupun dalil melalui pengamatan, dan percobaan. Namun hal tersebut berbeda dengan realita di lapangan masih terkendala untuk mewujudkan idealita tersebut. Kajian ini bertujuan menggali bagaimana lingkungan pembelajaran lebih menarik dengan memunculkan penggunaan pembelajaran inovatif melalui Outbond Sains sebagai sarana mewujudkan meaningful learning. Pada dasarnya, diskusi ini difokuskan pada kemanfaatan outbond dalam membelajarkan siswa menjadi manusia seutuhnya, yang dapat menginternalisasikan dimensi spiritual ke dalam kegiatan belajar siswa.

(22)

2.3 Kerangka Berpikir

Adapun alur kerangka pemikiran yang ditujukan untuk mengarahkan jalannya penelitian agar tidak menyimpang dari pokok-pokok permasalahan, maka kerangka pemikiran dilukiskan dalam sebuah gambar skema agar penelitian mempunyai gambaran yang jelas dalam melakukan penelitian. Adapun skema itu adalah sebagai berikut (Subiantoro,2011):

OBA P RP

OBA = Observasi awal P = Perencanaan T = Tindakan O = Observasi R = Refleksi

RP = Revisi Perencanaan

Mulanya hasil siswa masih rendah dalam pelajaran IPA khususnya tentang“Mengidentifikasi peristiwa alam yang terjadi di Indonesia dan dampaknya bagi makhluk hidup dan lingkungannya”, kemudian diadakan tindakan yaitu penggunaan outdoor activities dengan pengamatan di alam terbuka pada mata pelajaran IPA dalam memahami hubungan antara sumber daya alam dengan lingkungan, teknologi dan masyarakat.Siswa mengalami peningkatan hasil belajar dalamMengidentifikasi peristiwa alam yang terjadi di Indonesia dan dampaknya bagi makhluk hidup dan lingkungannya.

(23)

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut: “Jika dalam proses belajar mengajar guru menggunakan pembelajaran Outdoor activities dengan pengamatan di alam terbuka diharapkan dapat meningkatkan hasil dan sikap siswa dalam Mengidentifikasi peristiwa alam yang terjadi di Indonesia dan dampaknya bagi makhluk hidup dan lingkungannya” di kelas V SDN 02 Getas Kecamatan kaloran, Kabupaten Temanggung pada semester II tahun pelajaran 2013/2014. Penelitian ini dianggap berhasil bila siswa mencapai hasil belajar sesuai KKM yaitu 7,00. Sedangkan sikap siswa dapat diukur dari lembar observasi dan angket saat pembelajaran berlangsung.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil kajian menunjukkan bahwa: (1) Secara umum introduksi teknologi PHT relatif baik diterapkan oleh para petani perkebunan rakyat, meskipun penerapannya belum

Game “Peta Buta Dunia”merupakan game Puzzle , game ini mengandalkan kecepatan pemain dalam mengetahui letak wilayah .Game bertipe Puzzle merupakan game yang memiliki Plot

Lampiran 38 Perbandingan data rata-rata bulanan karbon organik terlarut (mg/l) hasil simulasi (  ) dan karbon organik partikulat hasil observasi lapangan () di stasiun 1 -

[r]

Informasi dan Komunikasi merupakan lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 17,47 persen, diikuti oleh Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial sebesar 15,78

Sebuah reseptor sensori (indera)/ neuron mempunyai struktur sederhana yang berupa badan sel yaitu bagian sel saraf yang membesar dan mengandung inti, satu atau lebih

Dalam keadaan demikian Ketua Pengadilan langsung mengeluarkan surat penetapan perintah eksekusi kepada panitera atau juru sita (psl 197 ayat (1) HIR/208 ayat (1) RBg). Surat