• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Lama Kerja dan Kadar Karboksihemoglobin dalam darah Pekerja laki-laki pada Bengkel Kendaraan Bermotor di Kota Pontianak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hubungan Lama Kerja dan Kadar Karboksihemoglobin dalam darah Pekerja laki-laki pada Bengkel Kendaraan Bermotor di Kota Pontianak"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Kesehatan Khatulistiwa. Volume 5. Nomor 1. Januari 2019

Hubungan Lama Kerja dan Kadar Karboksihemoglobin dalam darah Pekerja laki-laki pada Bengkel Kendaraan Bermotor di Kota Pontianak

Izzatul Yazidah1, Mitra Handini2, Andriani3 1, Program Studi Kedokteran, FK UNTAN

2 Departemen Fisiologi Medik, Program Studi Kedokteran, FK UNTAN 3 Departemen Biokimia Medik, Program Studi Kedokteran, FK UNTAN

Abstrak

Latar Belakang. Karbon monoksida atau CO adalah suatu gas yang tidak berwarna, tidak berbau, dan juga tidak berasa. Gas CO berasal dari pembakaran tidak sempurna bahan fosil yang berupa gas buangan. Sumber kontribusi terbesar CO dari kendaraan bermotor, yaitu sekitar 50%. Adanya CO di udara yang melebihi ambang batas akan berpotensi sebagai polutan. Pekerja bengkel merupakan salah satu pekerjaan beresiko karena emisi gas buang yang dihasilkan kendaran bermotor dapat menyebabkan peningkatan kadar karboksihemoglobin (COHb) sampai lima kali lebih tinggi dari kadar normal. Lama paparan merupakan salah satu faktor utama yang menentukan kadar COHb. Kadar COHb yang tinggi dapat berakibat serius, bahkan fatal. Metode. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan potong lintang. Sampel penelitian berjumlah 55 responden. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling. Data mengenai kadar COHb didapatkan dari pemeriksaan langsung dengan metode UV-Spektofotometri. Analisis statistik yang digunakan adalah uji Kruskall-Wallis. Hasil. Hasil analisis statistik menggunakan uji Kruskall-Wallis menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara lama kerja dengan kadar COHb pada responden (p>0,05). Kesimpulan. Tidak terdapat hubungan antara lama kerja dengan kadar COHb dalam darah pekerja laki-laki pada bengkel kendaraan bermotor di Kota Pontianak.

Kata Kunci : Karboksihemoglobin, Lama Kerja

Background. Carbon monoxide or CO was colorless, odorless and tasteless gas. CO cames from incomplete combustion of fossil gaseous effluent. The biggest source of CO gases was motor vehicle which produce about 50% among the other sources. The presence of CO in the air that exceeded the threshold will have the potential as a pollutant. Motor vehicle repair worker was a riskful job because gas emission of the motor vehicle can cause the elevation of carboxyhemoglobin (COHb) level up to five times higher above the normal level. Long exposure was one of the main factors that determine the levels of COHb. High gas levels could have serious, even fatal impact. Method. This study was observational analytic using cross sectional. The samples included 55 respondent. The sampling method was total sampling. Data about the levels of COHb was obtained from direct examination using UV-spectophotometric method. The statistical analysis used was Kruskal-Wallis test. Result. Statistical analysis using the Kruskal-Wallis test shows there is no significant difference between the length of work and COHb levels of the respondents (p> 0.05). Conclusion. There is no relationship between the length of work and COHb levels in the blood of motor vehicle repair worker at service station motor in Pontianak.

(2)

Jurnal Kesehatan Khatulistiwa. Volume 5. Nomor 1. Januari 2019 PENDAHULUAN

Karbon monoksida (CO) adalah suatu gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. Sebagian besar gas CO berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dengan udara, berupa gas buangan. Sumber kontribusi terbesar CO adalah dari kendaraan bermotor, yang diperkirakan sekitar 50%. Berdasarkan estimasi, jumlah CO dari sumber buatan mendekati 60 juta ton per tahun. Dampak yang paling sering karena CO biasanya pada pekerja yang terkena paparan CO di tempat kerja.1 Konsentrasi tinggi CO dalam darah seseorang dalam hitungan menit dapat menyebabkan distress

pernapasan dan kematian.2,3

Pada keadaan normal, manusia sendiri dapat memproduksi CO akibat proses katabolisme dari hemoglobin dan hemoprotein. Walaupun demikian hanya sejumlah kecil CO diproduksi secara endogen sekitar 0,4 ml per jam atau rata-rata 0,4-0,7% karboksihemoglobin (COHb).4 Sedangkan pemajanan kadar CO

dari lingkungan kerja perlu mendapatkan perhatian. Karena, kadar CO di bengkel kendaraan bermotor ditemukan mencapai setinggi 600 mg/m3 dan di dalam darah para pekerja bengkel tersebut bisa mengandung COHb sampai lima kali lebih tinggi dari kadar normal.5

Batas pemaparan CO yang diperbolehkan oleh Occupational Safety and Health Administration (OSHA) adalah 35 ppm untuk waktu 8 jam/hari kerja, sedangkan yang diperbolehkan oleh ACGIH TLV-TWV adalah 25 ppm untuk waktu 8 jam. Kadar yang dianggap langsung berbahaya terhadap kehidupan atau kesehatan adalah 1500 ppm (0,15%). Paparan dari 1000 ppm (0,1%) selama beberapa menit dapat menyebabkan 50% kejenuhan dari COHb dan dapat berakibat fatal.6

Karakteristik biologis yang paling penting dari CO adalah kemampuannya untuk berikatan dengan hemoglobin, pigmen sel darah merah yang menyangkut oksigen keseluruh tubuh. Sifat ini

(3)

Jurnal Kesehatan Khatulistiwa. Volume 5. Nomor 1. Januari 2019

menghasilkan pembentukan

karboksihemoglobin (COHb) yang 200 kali lebih stabil dibandingkan oksihemoglobin (HbO2). Penguraian COHb yang relatif lambat menyebabkan terhambatnya kerja molekul sel pigmen tersebut dalam fungsinya membawa oksigen keseluruh tubuh. Kondisi seperti ini bisa berakibat serius, bahkan fatal, karena dapat menyebabkan keracunan.5

Penggunaan sepeda motor di Indonesia setiap tahun semakin meningkat. Berdasarkan Badan Pusat Statistik yang bersumber dari Kepolisian Republik Indonesia, pada tahun 2012 pengguna sepeda motor sebanyak 76.381.183 unit.7 Sementara di Kalimantan Barat pada tahun 2013 pengguna sepeda motor sebanyak 1.703.177 unit. Di Kota Pontianak sendiri pengguna sepeda motor terus meningkat setiap tahunnya, pada tahun 2011 sebanyak 475.085 unit hingga pada tahun 2013 mencapai 792.515 unit. Dibandingkan dengan mobil jumlahnya lebih sedikit yaitu sebanyak 49.146 unit.8 Melihat

angka ini, pekerja bengkel bermotor mempunyai jam kerja dan konsumen lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja bengkel kendaraan roda empat.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain penelitian cross sectional. Penelitian dilakukan di bengkel

Astra Honda Authorized Service Station

(AHASS) Honda Motor yang berjumlah 10 bengkel di Kota Pontianak dan laboratorium non-mikroskopis Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura selama bulan Oktober-November 2015. Jumlah sampel sebanyak 55 orang. Pemilihan sampel menggunakan total sampling. Data yang digunakan adalah data primer yang menggunakan sampel darah untuk diukur kadar COHb

menggunakan metode

UV-spectofotometry. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis untuk mencari hubungan antara variabel bebas dan terikat. Uji hipotesis yang digunakan

(4)

Jurnal Kesehatan Khatulistiwa. Volume 5. Nomor 1. Januari 2019

adalah uji One Way Anova dengan uji

Kruskall-Wallis sebagai uji alternatif. Analisis data dilakukan menggunakan program Statistical Product for Service Solution 20.0.

HASIL

Subjek penelitian yang diambil dalam penelitian ini adalah mekanik pria yang memenuhi kriteria penelitian yang berjumlah 55 dari 61 mekanik. Pengumpulan data diawali dengan penjelasan terhadap responden mengenai penelitian yang akan dilakukan dan pengisian lembar informed consent

penelitian. Data pada penelitian ini berupa

data primer yaitu kadar

karboksihemoglobin (COHb) dalam darah.

Analisis univariat dilakukan untuk

melihat distribusi masing-masing

karakteristik subjek penelitian terkait usia, status merokok, lama merokok, jumlah rokok perhari, dan lama kerja. Proporsi

kelompok usia yang paling banyak menjadi responden dalam penelitian ini

adalah kelompok usia 22-27 tahun yaitu berjumlah 23 orang (41,8 %). Responden tertua pada penelitian ini berusia 56 tahun dan yang termuda berusia 16 tahun.

Proporsi status merokok yang paling banyak dalam penelitian ini adalah yang berstatus sebagai perokok yakni sebanyak 28 orang (51%). Berdasarkan hasil wawancara dari total 55 responden didapatkan 28 orang (51%) dengan status sebagai perokok. Responden paling banyak merokok selama <10 tahun yaitu berjumlah 24 orang (85,7%). Berdasarkan hasil wawancara, responden paling banyak mengkonsumsi rokok sebanyak <10 batang perhari yaitu berjumlah 19 orang (67,8%). Berdasarkan hasil wawancara, responden paling banyak merupakan lama kerja baru yaitu berjumlah 20 orang (36,4%).

Analisis bivarat dilakukan untuk mencari hubungan antara lama kerja dengan kadar karboksihemoglobin (COHb) dalam darah pada pekerja bengkel. Pada penelitian ini diperoleh

(5)

Jurnal Kesehatan Khatulistiwa. Volume 5. Nomor 1. Januari 2019

sebaran data tidak normal. Telah dilakukan transformasi dan didapatkan hasil tidak terdistribusi normal. Maka uji yang digunakan adalah uji non parametrik yaitu Kruskal Wallis.

Berdasarkan uji Kruskall-Wallis

didapatkan nilai p>0,437. Hal ini membuktikan secara statistik bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara lama kerja dengan kadar COHb dalam darah.

PEMBAHASAN

Karakteristik Responden (usia,

kebiasaan merokok, lama bekerja)

Pada penelitian ini dari rentang usia 16-55 tahun diperoleh rentang usia terbanyak responden adalah kelompok usia 22-27 tahun berjumlah 23 orang (41,8%). Rata-rata usia responden adalah 26,73±8,67 tahun. Pada penelitian Topacoglu, et al (2014) diperoleh usia rata-rata responden ialah 29,8 tahun dengan rentang usia 18-55 tahun.9

Berdasarkan karakteristik responden sebanyak 55 sampel yang menjadi responden, 28 orang (51%) diantaranya mempunyai kebiasaan merokok. Perokok dapat dibedakan menjadi perokok aktif dan perokok pasif. Responden yang tidak merokok diduga merupakan perokok pasif. Konsumsi rokok dapat berpengaruh terhadap kadar COHb di dalam darah. Kadar COHb pada perokok berkisar antara 3-15%.10

Pada penelitian ini terdapat satu orang perokok dengan kadar COHb paling tinggi yaitu 13,04% dengan jumlah batang rokok perhari yaitu <10. Hal ini sesuai dengan penelitian Light A (2007). Pada penelitian tersebut didapatkan kadar COHb pada bukan perokok adalah berkisar antara 1-6% sedangkan pada perokok berkisar antara 1-14%. Hal ini menunjukkan bahwa non perokok tidak terbebas dari efek asap rokok di udara.11 Menurut J Wright (2002) perokok akan mendapatkan gejala keracunan yang sama dengan bukan perokok apabila kadar COHb telah

(6)

Jurnal Kesehatan Khatulistiwa. Volume 5. Nomor 1. Januari 2019

mencapai level toksik, akan tetapi pada perokok akan mengalami eliminasi lebih cepat daripada bukan perokok. Sehingga dapat dikatakan perokok lebih toleransi terhadap paparan rendah CO daripada bukan perokok.12

Hubungan antara Lama Kerja dengan Kadar Karboksihemoglobin (COHb) dalam Darah

Hasil analisis Kruskal Wallis pada penelitian ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara lama kerja dengan kadar COHb dalam darah pekerja bengkel (p=0,437). Hasil ini sejalan dengan penelitian Widuri (2010). Berdasarkan uji korelasi Rank spearman

didapatkan hasil tidak ada hubungan antara masa kerja dengan kadar CO dalam darah pada penyapu jalan di simpang lima Semarang (p=0,264).13

Hasil ini juga sejalan dengan penelitian Rofika (2014) bahwa tidak ada hubungan antara masa kerja dengan kadar COHb pada tenaga kerja wanita yang bersepeda di PT. Glory Industrial Semarang.14

Pada penelitian Akhirawati (2009) diperoleh hasil penelitian bahwa ada hubungan antara masa kerja dengan kadar COHb dalam darah polisi lalulintas di Jalan Slamet Riyadi Surakarta. Penelitian ini memiliki perbedaan subjek penelitian, lokasi penelitian, dan waktu penelitian. Pada penelitian ini sampel yang digunakan lebih sedikit yaitu sebanyak 16 polisi. Petugas polisi merupakan polisi lalu lintas sehingga lokasi kerja pada tempat terbuka. Menurut penelitian Yulianti (2014), kadar CO dipengaruhi oleh suhu. Apabila cuaca cerah, suhu udara akan tinggi akibat sinar matahari yang diterima sehingga akan menyebabkan pemuaian udara. Pemuaian udara ini akan mengakibatkan pengenceran konsentrasi CO diudara.15

Untuk mengetahui kadar COHb terdapat beberapa metode yang dapat digunakan dengan berbagai macam tingkat ketelitian. Pada peneliti ini menggunakan metode spektrofotometri dikarenakan metode ini adalah metode yang paling mungkin untuk dilakukan. Sodium ditionit

(7)

Jurnal Kesehatan Khatulistiwa. Volume 5. Nomor 1. Januari 2019

yang menjadi bahan pada metode ini tidak mengurangi sedikitpun CO di dalam sampel darah. Maka dari itu ketelitian dari metode ini adalah kurang dari 1%. Metode lainnya yaitu GC (Gas Cromatography) analysis dan menggunakan alat Pulse CO oxymetry. Nilai bias rata-rata dari GC

analysis adalah 30% (tidak ditambah sodium dithionit) sedangkan nilai bias rata-rata pada Pulse CO oxymetry adalah -1% dan 2,5%. Namun semua metode tersebut masih digunakan untuk mendeteksi konsentrasi CO didalam darah terutama lebih sering dipakai untuk mendeteksi CO pada postmortem.16

Menurut teori Wang (2004), tingginya konsentrasi CO di dalam aliran darah dapat mempercepat ikatan CO dengan HbA (hemoglobin dewasa normal) membentuk COHb sehingga pembentukan COHb ini mengganggu dua fungsi dari HbA. Pertama, fungsi HbA sebagai penyimpanan oksigen berkurang secara signifikan karena afinitas CO terhadap HbA adalah sekitar 210-250 kali lebih

besar daripada oksigen. Kedua, fungsi Hb sebagai transpor oksigen juga menurun sehingga pelepasan oksigen ke jaringan berkurang. Menurunnya jumlah oksigen di arteri serta penurunan tekanan oksigen di jaringan ini menyebabkan hipoksia dimana organ yang paling rentan terhadap keadaan hipoksia akut adalah otak dan jantung kerena organ tersebut memiliki banyak kebutuhan oksigen.17

Walaupun tidak dapat terakumulasi di dalam darah, pekerja bengkel dapat dikategorikan sebagai keracunan kronik. Keracunan kronik digunakan untuk menunjukkan kasus-kasus pasien yang terkena lebih dari satu kali paparan gas dengan konsentrasi yang relatif rendah.12 Meskipun CO dapat dieliminasi dalam waktu 6-8 jam, namun dampak yang ditimbulkan dari keracunan kronik juga berbahaya. Seperti pada studi retrospektif Thyagarajan, et al (2003) seorang wanita 37 tahun yang terkena keracunan kronis CO selama 7 tahun menimbulkan gejala diantaranya kejang, kelelahan terus

(8)

Jurnal Kesehatan Khatulistiwa. Volume 5. Nomor 1. Januari 2019

menerus, kurangnya keseimbangan, sakit kepala, perubahan kepribadian dan depresi. Selain itu hasil MRI pada otak menunjukkan adanya lesi pada globus pallidus.18 Pada penelitian Sari, et al

(2008) juga menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara paparan karbon monoksida kronis dengan gelombang P dan karakteristik interfal QT pada elektrokardiogram (EKG) dimana kadar COHb pada pekerja tersebut rata-rata adalah 6,48%.19

Selain lama paparan, metabolisme CO juga ditentukan oleh kadar CO dalam udara lingkungan, kadar COHb sebelum pemaparan, dan ventilasi paru. Kadar karbon monoksida diudara yang tertinggi ditemukan pada garasi rumah dan di dapur yang memasak menggunakan bahan bakar padat. Hal ini dikarenakan ruangan tertutup sehingga CO banyak didalam ruangan dan dapat bersifat fatal apabila terdapat paparan tinggi yang tunggal atau berulang dengan jangka waktu yang pendek.20 Pada penelitian ini tempat

bekerja para pekerja bengkel mempunyai ventilasi udara yang baik, tidak dalam ruangan tertutup, bahkan terdapat beberapa bengkel yang sesuai dengan standar prosedur yaitu meggunakan belalai yang dipasang pada knalpot kendaraan bermotor sehingga gas buang kendaraan bermotor tidak keluar ke udara sekitar. Kemudian dilihat dari kadar COHb di udara yaitu 137,9 µg/Nm3 termasuk ke dalam rentang normal. Hal inilah yang mungkin menyebabkan kadar COHb pada pekerja bengkel tergolong kategori ringan karena konsentrasi CO diudara sedikit.

KESIMPULAN

1. Proporsi kelompok usia yang paling banyak menjadi responden dalam penelitian ini adalah kelompok usia 22-27 tahun yaitu berjumlah 23 orang (41,8%). Sedangkan proporsi status merokok yang paling banyak dalam penelitian ini adalah yang berstatus

(9)

Jurnal Kesehatan Khatulistiwa. Volume 5. Nomor 1. Januari 2019

sebagai perokok yakni sebanyak 28 orang (51%).

2. Tidak terdapat hubungan antara kadar COHb dalam darah dengan lama kerja pada pekerja bengkel kendaraan bermotor di Kota Pontianak.

DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Lingkungan Hidup. 2011. Diakses tanggal 1 Juli 2014. Available from URL: blh.grobogan.go.id.

2. Wardhana WA. Dampak pencemaran lingkungan. Cetakan keempat. Yogyakarta : Penerbit ANDI. 2004

3. Industrial Accident Prevention Association. Carbon monoxide in the workplace. 2008. Diakses tanggal 1 Juli 2014. Available at: http://www.iapa.ca.pdf.

4. David G. Penney. Carbon Monoxide Toxicity. 2000. CRC Press. Boca Raton London New York Wahington, D.C. p: 8

5. Environmental Health Criteria 213. Carbon monoxide by the International Programme on Chemical Safety (IPCS) under the joint sponsorship of the United Nations Environment Programme, the International Labour Organisation and the World Health Organization. 1999; p: 1-12

6. Occupational Safety and Health Administration. Chemical Sampling Information: Carbon Dioxide. Retrieved 5

June 2008 from:

http://www.osha.gov/dts/chemicalsampling/da ta/CH_225400.html

7. Badan Pusat Statistik. Perkembangan jumlah kendaraan bermotor menurut jenis tahun 1987-2012. Diakses tanggal 1 Juli 2014. Available from URL: www.bps.go.id. 8. Badan Pusat Statistik Kalbar. 2014.

Kalimantan Barat dalam angka.

9. Topacoglu H, Katsakoglu S, Ipekci A. Effect of exhaust emissions on carbon monoxide levels in employees working at indoor car wash facilities. Hippokratia J. 2014; 18(1): p 37-9.

10. Pearce AC, Jones RM. Smoking and anesthesia: preoperative abstinence and

perioperative morbidity. Anesthesiology 1984;61:576-584.

11. Light A., Grass C., Pursley D., Krause J. Carboxyhemoglobin Levels in Smokers vs. Non-Smokers in a Smoking Environment.Respir Care 2007; 52(11): 1576. 12. Wright J. Chronic and occult carbon monoxide poisoning: we don’t know what we’re missing. Emerg Med J. 2002;19(5);p:386-90.

13. Widuri. Hubungan antara karakteristik individu dengan kadar CO dalam darah pada penyapu jalan di simpang lima semarang [Skripsi]. Semarang: Universitas Dian Nuswantoro Semarang; 2010.

14. Rofika, UA. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kadar COHb pada tenaga kerja wanita yang bersepeda di PT. Glory Industrial Semarang. Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang. Skripsi. 2014. 15. Ahirawati DA. Hubungan masa kerja dengan

kandungan karboksihemoglobin (HbCO) dalam darah polisi lalulintas di jalan slamet riyadi Surakarta. 2009;1.

16. Lewis, et al. An accurate method for the determination of carbon monoxide in postmortem blood using GC/TCD. Civil Aerospace Medical Institute, Federal Aviation Administration. Washington, DC. 2002. 17. Wu L and Wang R. Carbon

monoxide:endogenous production, physiological functions, and pharmacological applications. 2005. Diakses tanggal 3 Juli 2015. Available at: pharmrev.aspetjournals.org.

18. Thyagarajan MS, Gunawardena WJ, Coutinho CMA. Seizures and unilateral cystic lesion of the basal ganglia: an unusual clinical and radiological manifestation of chronic non-fatal carbon monoxide (CO) poisoning. Clinical Radiology Extra. 2003;58:38–41.

19. Sari I, et al. Chronic carbon monoxide exposure increases electrocardiographic P-wave and QT dispersion. Inhalation Toxicology.2008;20:879–884.

20. WHO Guidelines for Indoor Air Quality: Selected Pollutants. Copenhagen: WHO Regional Office for Europe; 2010. Diakses tanggal 19 Juni 2016. Availabel from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK138 705/pdf/Bookshelf_NBK138705.pdf

http://www.iapa.ca.pdf. http://www.osha.gov/dts/chemicalsampling/data/CH_225400.html

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Semakin tinggi Disiplin Kerja didukung dengan gaya Kepemimpinan yang tinggi akan meningkatkaan kinerja dosen

Rasio volume penggunaan mortar dan kawat yang digunakan terhadap volume silinder terdiri dari empat variasi yaitu 0%, 0,1%, 0,2%, 0,3% dengan dibuat tiga benda

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk melakukan pengujian kuat tekan beton untuk penambahan 0%, 7%, 12%, 17%, dan 25% pyrophyllite,mengamati beton

diharapkan menyuguhkan pelayanan yang berkualitas agar dapat meningkatkan word of mouth yang positif sehingga calon mahasiswa mendapatkan informasi mengenai

Pendaftar hanya dapat melamar satu jenis formasi yang kosong pada satu instansi (pelaksanaan tes tertulis serentak se Jawa Tengah). Jurnal harian pelamar hanya dapat

Data hasil akuisisi dikirim ke stasiun pemantauan dengan teknik telemetri menggunakan jaringan WiFi yang dapat diakses melalui web browser pada PC dan dapat menampilkan

Setelah di Klik Edit, akan tampil form dan lakukan perbaikan yang salah, di data surat atau klik pada tanda x jika file yg di upload, jika sudah disesuaikan dengan benar klik

kemudian dilanjutkan dengan tahap pengujian dan analisa maka dapat diambil kesimpulan Penumpang diharapkan dapat mendengarkan suara dari alat yang dibuat