• Tidak ada hasil yang ditemukan

Capaian Mata Pelajaran dan Indikator

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Capaian Mata Pelajaran dan Indikator"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Capaian Mata Pelajaran dan Indikator

Capaian Pembelajaran Indikator

1. Mahasiswa dapat menganalisis konsep pengukuran.

1.1 Menjelaskan pengertian pengukuran 1.2 Mengidentifikasi sumber-sumber

kesalahan pengukuran

1.3 Menentukan ketelitian dan akurasi pengukuran

1.4 Menuliskan hasil pengukuran dengan benar,

1.5 Menjelaskan hasil pengukuran berdasarkan angka penting, dan 1.6 Mengoperasikan angka penting.

PENGUKURAN A. Pengertian Pengukuran

Pengukuran memiliki peranan yang sangat penting dalam fisika, tetapi hasil pengukuran tidak akan pernah tepat sempurna. Adalh penting untuk mennetukan ketidakpastian suatu pengukuran, baik dengan menyatakan langsung dengan ± dan atau dengan menggunakan signifikan angka yang tepat.

Pengukuran adalah tindakan yang bertujuan untuk menentukan kuantitas dimensi suatu besaran pada suatu sistem, dengan cara membandingkan dengan satu satuan dimensi besaran tersebut, menggunakan alat ukur yang terkalibrasi dengan baik.

Dalam ilmu kedokteran untuk menyatakan orang sakit atau tidak, perlu dilakukan pengukuran terhadap besaran-besaran fisis tubuh seperti suhu badan, tekanan darah, frekuensi detak jantung dan sebagainya. Dari hasil pengukuran belum dapat memberikan informasi apapun tanpa membandingkan dengan suatu nilai yang ada. Nilai yang diperoleh selanjutnya dibandingkan dengan suatu nilai yang dianggap sebagai standar normal untuk menyatakan keadaan tubuh yang sehat. Nilai standar yang digunakan meruoakan hasil pendekatan secara empiris dari hasil pengukuran terhadap banyak sample yang kemudian nilai terbaik atau rata-ratanya dianggap sebagai nilai standar normal atau sehat, sehingga sedikit batas penyimpangan atau variasi baik di atas maupun dibawah dari nilai standar tersebut masih dianggap sehat.

(3)

B. Jenis Dan Faktor Kesalahan Dalam Pengukuran 1. kesalahan sistematis (systematic error)

kesalahan ini bersifat tetap adanya, penyebabnya:

a. alat, kalibrasi, harga skala, kondisi alat yang berubah, pengaruh alat terhadap besaran yang diukur, dan sebagainya.

b. Pengamat, misalnya kesalahan timbul karena ketidakcermatan pengamat dalam membaca.

c. Kondisi fisis pengamatan, missal karena kondisi pada saat pengamatan tidak sama dengan kondisi fisis pada saat peneraan alat.

d. Metode pengamatan, ketidak tepatan dalam pemilihan metode akan berpengaruh terhadap hasil pengamatan. Misalnya sering terjadi kebocoran fisis seperti panas, cahaya, dan sebagainya.

Tidak ada cara untuk mengetahui dan mengeliminir kesalahan sitematis kecuali dengan melakukan cek dan ricek sebelum pengamatan, serta ketelitian yang lebih baik.

2. Kesalahan Random (Random Error)

kesalahan random terjadi pada pengamatan yang dilakukan secara berulang-ulang tehadap besaran fisis yang dianggap tetap. Penyebabnya adalah :

a. salah menaksir, misal kesalahan penaksiran terhadap nilai skala terkecil. b. Kondisi fisis yang berubah (berfluktuasi), misal kaerna perubahan tenperatur

atau perubahan listrik ruang yang tidak stabil.

c. Gangguan, misal adanya medan magnet yang kuat, dapat mempengaruhi penunjukan jarum penunjuk alat ukur listrik.

Kesalah random ini bias kita kurangi dengan sedikit kerja keras, yakni dengan melakukan beberapa kali pengulangan terhadap pengamatan yang kita lakukan. Dengan begitu nilai kesalahannya akan lebih sedikit dibandingkan dengan yang yang awal kita peroleh.

C. Akurasi

Suatu alat ukur dikatakan tepat jika mempunyai akurasi (accuracy) yang baik, yaitu hasil ukur menunjukkan ketidakpastian yang kecil. Dapat juga dipahami sebagai seberapa dekat hasil ukur dengan nilai benarnya. Dalam hal ini sebelum sebuah alat ukur digunakan, harus dipastikan bahwa kondisi alat benar-benar baik dan layak untuk digunakan, yaitu alat dalam keadaan terkalibrasi dengan baik. Kalibrasi yang buruk akan

(4)

menyebabkan ketidakpastian hasil ukur menjadi besar.

Alat ukur perlu diteliti kalibrasinya sebelum dipergunakan agar hasil ukurnya dapat dipercaya. Termasuk kalibrasi adalah selalu menempatkan jarum penunjuk pada titik nol yang sesungguhnya, saat alat akan digunakan. Sering pada alat ukur, jarum penunjuk tidak berada pada titik nol yang semestinya sehingga saat digunakan nilai baca selalu lebih besar atau lebih kecil dari yang seharusnya, sehingga menyumbang apa yang disebut ralat sistematis. Secara umum pengertian kalibrasi di sini adalah membandingkan alat ukur Anda dengan referensi. Referensi (standar) yang digunakan untuk mengkalibrasi alat ukur Anda dapat ditempuh dengan beberapa tahap yaitu dengan tahapan standar primer, standar sekunder, maupun dengan standar lain yang diketahui.

Apabila ada standar primer, maka sebaiknya acuan ini yang Anda gunakan untuk menguji kalibrasi alat. NIST (National Institute of Standart and Technology) dalam hal ini termasuk yang memiliki wewenang untuk selalu memelihara dan menyediakan standar yang diperlukan dalam pengukuran, misalnya temperatur, massa, waktu dan lain sebagainya.

Biasanya apabila standar primer tidak dapat Anda temukan, maka Anda dapat menggunakan standar sekunder berupa alat ukur lain yang Anda yakini mempunyai akurasi yang lebih baik. Sebagai contoh voltmeter Anda pada waktu digunakan menunjukkan pembacaan 4,5 volt sedangkan alat lain yang Anda yakini akurasinya (standar sekunder) menghasilkan nilai 4,4 volt. Dengan ini berarti voltmeter Anda dapat di kalibrasi 0,1 volt lebih kecil. Apabila standar sekunder juga tidak dapat Anda peroleh, Anda dapat menggunakan acuan lain, misalnya nilai hasil perhitungan teoritik.

Sebuah alat ukur dikatakan presisi (precssion) jika untuk pengukuran besaran fisis tertentu yang diulang, maka alat ukur tersebut mampu menghasilkan hasil ukur yang sama seperti sebelumnya. Sebagai contoh jika pengukuran tegangan dengan voltmeter menghasilkan 5,61 volt (tanpa ralat), maka jika pengukuran diulang beberapa kali kemudian tetap menghasilkan pembacaan 5,61 volt kita mengatakan bahwa alat tersebut sangat presisi. Oleh karena itu sifat presisi sebuah alat ukur bergantung pada resolusi dan stabilitas alat ukur. Sebuah alat ukur dikatakan mempunyai resolusi yang tinggi/baik jika alat tersebut mampu mengukur perubahan nilai besaran fisis untuk skala perubahan yang semakin kecil. Voltmeter dengan skala terkecil 1 mV tentu mempunyai resolusi lebih baik dibanding voltmeter dengan skala baca terkecil 1 volt.

Stabilitas alat ukur dikaitkan dengan stabilitas hasil ukur/hasil pembacaan yang bebas dari pengaruh variasi acak. Jadi dikaitkan dengan penunjukan hasil baca yang

(5)

tidak berubah-ubah selama pengukuran. Jarum voltmeter tidak bergerak-gerak ke kiri ke kanan di sekitar nilai tertentu, atau jika menggunakan voltmeter digital, maka angka yang tampil pada alat ukur tidak berubah-ubah terus menerus secara naik turun.

Jadi sebuah alat ukur yang baik harus memiliki akurasi yang baik sekaligus juga harus menghasilkan presisi tinggi. Sebuah alat ukur mungkin saja mempunyai presisi yang baik tapi tidak akurat dan sebaliknya. Selain sebuah alat ukur perlu mempunyai akurasi dan presisi yang baik, perlu juga memiliki sensitivitas yang tinggi.

Apabila alat ukur mempunyai respons yang baik terhadap setiap perubahan kecil sinyal input/masukan sehingga output (hasil baca) mengikuti perubahan tersebut, maka alat dikatakan memiliki sensitivitas (sensitivity).

D. Cara Melaporkan Hasil Pengukuran

Dalam sebuah eksperimen di mana tujuan pokoknya adalah melakukan pengukuran-pengukuran untuk memperoleh data, tentu saja langkah berikutnya setelah data tersebut di peroleh adalah mengerjakan pengolahan data. Pada tahap pengolahan data hasil pengukuran ini, harus dilakukan perhitungan-perhitungan yang melibatkan proses reduksi data. Reduksi data di sini, artinya dari banyak data yang diperoleh lewat pengukuran barangkali hanya memerlukan beberapa data akhir saja yang diperoleh melalui suatu perhitungan atau formulasi. Kemudian untuk dapat melaksanakan reduksi data dengan baik maka Anda harus memperhatikan ketidakpastian dari masing-masing variabel fisis yang terlibat, memperhatikan apakah perhitungan-perhitungan yang dilakukan sudah memenuhi kaidah-kaidah angka penting, serta bagaimana ketidakpastian masing-masing variabel fisis diperhitungkan.

1. Aturan Melaporkan Hasil Ukur

Suatu hasil pengukuran x seharusnya dinyatakan beserta ketidakpastian, yaitu x = ( ̅ ± Δx) satuan dalam bentuk ralat mutlak atau dapat juga dituliskan dengan x = ̅ satuan ± % dalam bentuk ralat relatif. Di mana ̅ adalah nilai rata-rata besaran fisis dari sejumlah pengukuran ulang atau hasil pengukuran tunggal terbaik yang dapat kita peroleh, sedangkan Δx adalah ketidakpastian pengukuran yang menggambarkan simpangan hasil pengukuran kita dari nilai benar. Dalam hal ini, untuk menyatakan baik ̅ maupun Δx, terutama untuk besaran fisis yang tidak dapat diperoleh secara langsung, misalnya diperoleh melalui perhitungan rumus maka Anda perlu memperhatikan konsep angka penting dan metode perambatan ralat. Mengapa demikian? Jawabannya adalah suatu hasil ukur yang kita tuliskan dengan, x

(6)

= ( ̅ ± Δx) sekaligus menyatakan tingkat ketelitian alat ukur atau hasil ukur. Sebagai contoh, apabila kita ingin menghitung nilai tahanan R dengan rumus hukum Ohm R = V/I dengan masukan nilai V = (100 ± 1) volt dan I = (3,0 ± 0,1) A maka dengan kalkulator dapat dihitung bahwa R = 33,3333333333 Ω sampai digit terakhir yang dapat ditampilkan oleh kalkulator. Apabila kita tuliskan hasilnya seperti itu tentu saja ini tidak logis karena ketelitian dari nilai tegangan (V) dan arus (I) itu sendiri tidak sampai 2 digit di belakang tanda koma. Oleh karena itu, penting sekali mengetahui aturan untuk menuliskan suatu hasil ukur, yaitu sebagai berikut.

a. Ketidakpastian pengukuran biasanya menyertakan hanya sampai satu angka yang paling meragukan di belakang tanda koma.

b. Angka penting paling akhir dari hasil seluruhnya biasanya mempunyai orde sama (dalam posisi desimal yang sama) dengan ketidakpastian.

Contoh:

Tuliskanlah hasil sebuah pengukuran bila menghasilkan nilai terbaik 213, 42 satuan dengan ketidakpastian:

a. 0,3 satuan. b. 3 satuan c. 30 satuan Penyelesaian:

a. Menurut poin pertama aturan di atas ketidakpastian 0,3 berarti angka 3 adalah angka yang paling meragukan dan menurut poin dua seharusnya hasil dilaporkan dengan x = (213,4 ± 0,3) satuan.

b. Dengan cara yang sama diperoleh x = (213,4 ± 3) satuan. c. Dengan cara yang sama diperoleh x = (213,4 ± 30) satuan. 2. Aturan Konversi

Jika sebuah hasil pengukuran tidak menyertakan ketidakpastian maka dimaknai bahwa untuk hasil ukur ̅ satuan misalnya, mengandung arti bahwa nilai x berada dalam interval (1,265 ≤ x ≤1,275) satuan, yaitu x = ( 1,270 ± 0,005) satuan. Contoh:

Sebuah pengukuran panjang menghasilkan nilai terbaik 27,6 cm. Apakah makna dari pengukuran hasil ini?

Penyelesaian:

Interval dari hasil pengukuran tersebut kira-kira adalah (27,55 ≤ L ≤ 27,65) cm, yaitu nilai benar pengukuran berada dalam selang ini.

(7)

3. Angka Penting

Untuk menghindari kekeliruan sebaiknya setiap menyatakan suatu hasil pengukuran jangan lupa untuk menyertakan nilai ketidakpastian pengukuran. Selanjutnya, yang perlu diketahui adalah apakah angka penting itu? Sebuah pengukuran akan menghasilkan hasil ukur dengan sejumlah digit tertentu. Banyaknya digit yang masih dapat dipercaya disebut dengan angka penting. Berapa jumlah angka penting dalam setiap pengukuran? Jawabnya adalah tergantung pada presisi dari sebuah alat ukur. Makin tinggi ketepatan hasil pengukuran maka makin banyak pula jumlah angka penting yang dapat dituliskan dalam melaporkan hasil ukur. Dalam menuliskan hasil ukur X= ̅ ± Δx maka angka yang dilaporkan seharusnya merupakan angka penting, sedangkan angka yang bukan angka penting perlu kiranya untuk dibuang. Berkaitan dengan konsep angka penting maka ada aturan-aturan yang perlu diperhatikan, yaitu sebagai berikut.

a. Banyaknya angka penting dihitung dari kiri sampai angka paling kanan dengan mengabaikan tanda desimal.

b. Angka penting mencakup angka yang diketahui dengan pasti maupun satu angka pertama yang paling meragukan atau tidak pasti. Angka selanjutnya yang meragukan tidak perlu disertakan lagi dalam menuliskan hasil ukur.

c. Semua angka bukan nol adalah angka penting. d. Angka nol di sebelah kiri angka bukan nol pertama paling kiri tidak termasuk angka penting.

d. Angka nol di antara angka bukan nol adalah termasuk angka penting. f. Angka di ujung kanan dari suatu bilangan namun di kanan tanda koma adalah angka penting.

e. Angka nol di ujung kanan seluruh bilangan adalah angka penting, kecuali bila sebelum angka nol terdapat garis bawah.

f. Untuk menghindari kesalahan penafsiran sebaiknya untuk hasil ukur dengan jumlah digit banyak/besar sebaiknya dinyatakan dalam notasi ilmiah

X= ̅ ± Δx. 10n

satuan.

Contoh:

Pengukuran panjang sebuah benda menggunakan alat dengan skala terkecil 1 mm, tunjukkanlah angka yang meragukan dari alat tersebut!

Penyelesaian:

(8)

angka kedua setelah koma jika hasil ukur dinyatakan dalam cm sedang angka pasti adalah digit pertama setelah angka koma (sesuai skala terkecil alat). Oleh karena itu, sebuah pengukuran panjang untuk alat ukur dengan skala terkecil 1 mm, misalnya dinyatakan dengan L = (21,43 ± 0,03) cm mempunyai empat buah angka penting, yaitu 2, 1, 4, dan 3. Tidak dapat diterima jika kita menuliskan dengan L = (21,43 ± 0,025) cm karena tidak sesuai dengan batas ketelitian alat. 4. Aturan Angka Penting untuk Perhitungan

Pada hasil pengukuran diperoleh nilai 15, 25, dengan perincian 1, 5, 2 adalah angka pasti, sedangkan angka berikutnya 5 adalah angka yang meragukan. Namun, 15,25 adalah angka penting (empat buah digit) yang dapat digunakan untuk melaporkan hasil ukur. Selanjutnya, pertanyaan yang seharusnya diajukan adalah, bagaimana kita dapat menghitung banyaknya angka penting yang boleh kita sertakan untuk hasil perhitungan? Apabila kita ingin menghitung nilai suatu hambatan R= seperti pada kasus yang disampaikan di atas, di mana masing-masing V dan I diketahui jumlah angka pentingnya, bagaimana kita menuliskan hasil R? Tidak semua besaran fisis dapat diukur langsung nilainya dengan alat ukur. Sering kita harus menghitung nilainya dari rumus. Sebagai contoh jika alat yang kita miliki voltmeter dan amper meter maka untuk mengetahui nilai tahanan R harus kita hitung terlebih dahulu dengan rumus menggunakan hukum Ohm V=I.R atau R= yaitu Contoh lain yang lebih baik untuk menggambarkan pentingnya konsep angka penting adalah pengukuran luas bidang. Apabila sebuah lingkaran dapat diukur diameternya menghasilkan d = 7,9 mm, berapakah luas lingkaran tersebut? Dengan

rumus A= jika dihitung dengan kalkulator menghasilkan A = 62,21138852 mm. Ada hal yang mengganggu di sini? Diameter d mempunyai dua buah angka penting sedangkan luas A mempunyai 10 buah angka penting dan ini tentu saja tidak betul. Oleh karena itu, diperlukan aturan berkaitan dengan cara menuliskan angka penting dari hasil perhitungan.

a. Pembagian dan perkalian Hasil hitung seharusnya mempunyai jumlah angka penting satu lebih banyak dari bilangan terkecil yang memuat angka yang masih dapat dipercaya.

Contoh:

Apabila z = x y, dengan x = 3,7 dan y = 3,01 maka hitunglah harga z! Penyelesaian:

(9)

z = x y 3,7 (bilangan terkecil dengan dua angka penting)

3,01 x (bilangan terbesar dengan tiga angka penting) 11,137 (lima angka penting)

Dengan aturan di atas maka hasilnya akan mempunyai 2 + 1 = 3 angka penting. Hasilnya setelah dilakukan pembulatan adalah z = 11,1.

b. Penjumlahan dan pengurangan Hasil hitung untuk penjumlahan dan pengurangan seharusnya mempunyai jumlah angka “desimal” yang sama dengan bilangan yang mengandung jumlah angka desimal paling sedikit.

Contoh:

Apabila z = x + y, untuk x = 10,26 dan y = 15,1 maka carilah nilai z tersebut! Penyelesaian:

z = x + y, 10,26 (dua angka desimal)

15,1 + (satu angka desimal) 25,36 (dua angka desimal)

Dari hasil perhitungan ini maka hasilnya dapat dinyatakan sebagai z = 25,4 (tiga angka desimal).

5. Aturan Pembulatan Angka

Pada contoh di atas kita telah melakukan pembulatan supaya memenuhi aturan penulisan yang sesuai dengan aturan penulisan angka penting. Untuk dapat menerapkan pembulatan maka aturan pembulatan angka ditetapkan sebagai berikut. a. Apabila pecahan/desimal < maka bilangan dibulatkan ke bawah, contoh 4,23

dapat dibulatkan menjadi 4,2.

b. Apabila pecahan/desimal > maka bilangan dibulatkan ke atas contoh 3,68 dapat dibulatkan menjadi 3,7.

c. c. Apabila pecahan/desimal sama dengan maka bilangan tersebut dibulatkan ke atas jika bilangan di depannya ganjil dan dibulatkan ke bawah jika bilangan di depannya genap.

E. Besaran-Besaran Fisika

Peranan pengukuran dalam kehidupan sehari-hari sangat penting. Seorang tukang jahit pakaian mengukur panjang kain untuk dipotong sesuai dengan pola pakaian yang akan dibuat dengan menggunakan meteran pita. Penjual daging menimbang massa daging sesuai kebutuhan pembelinya dengan menggunakan

(10)

timbangan duduk.

Seorang petani tradisional mungkin melakukan pengukuran panjang dan lebar sawahnya menggunakan satuan bata, dan tentunya alat ukur yang digunakan adalah sebuah batu bata. Tetapi seorang insinyur sipil mengukur lebar jalan menggunakan alat meteran kelos untuk mendapatkan satuan meter. Apakah yang dimaksud dengan pengukuran itu? Untuk memahaminya lakukan kegiatan ilmiah 1 pada kegiatan pembelajaran.

Beberapa aspek pengukuran yang harus diperhatikan yaitu ketepatan (akurasi), kalibrasi alat, ketelitian (presisi), dan kepekaan (sensitivitas). Dengan aspek-aspek pengukuran tersebut diharapkan mendapatkan hasil pengukuran yang akurat dan benar.

Berikut ini akan kita bahas pengukuran besaran-besaran fisika, meliputi panjang, massa, dan waktu.

1. Pengukuran Panjang

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur panjang benda haruslah sesuai dengan ukuran benda. Sebagai contoh, untuk mengukur lebar buku kita gunakan pengaris, sedangkan untuk mengukur lebar jalan raya lebih mudah menggunakan meteran kelos.

a. Pengukuran Panjang dengan Mistar

Penggaris atau mistar berbagai macam jenisnya, seperti penggaris yang berbentuk lurus, berbentuk segitiga yang terbuat dari plastik atau logam, mistar tukang kayu, dan penggaris berbentuk pita (meteran pita). Mistar mempunyai batas ukur sampai 1 meter, sedangkan meteran pita dapat mengukur panjang sampai 3 meter. Mistar memiliki ketelitian 1 mm atau 0,1 cm.

Gambar 3. Berbagai Alat Ukur Panjang

Posisi mata harus melihat tegak lurus terhadap skala ketika membaca skala mistar. Hal ini untuk menghindari kesalahan pemba-caan hasil pengukuran akibat beda sudut kemiringan dalam melihat atau disebut dengan kesalahan paralaks.

(11)

Gambar 4. Pembacaan Skala b. Pengukuran Benda dengan Jangka Sorong

Bagaimanakah mengukur kedalaman suatu tutup pulpen? Untuk mengukur kedalaman tutup pulpen dapat kita gunakan jangka sorong. Jangka sorong merupakan alat ukur panjang yang mempunyai batas ukur sampai 10 cm dengan ketelitiannya 0,1 mm atau 0,01 cm. Jangka sorong juga dapat digunakan untuk mengukur diameter cincin dan diameter bagian dalam sebuah pipa. Bagian-bagian penting jangka sorong yaitu:

a) Rahang tetap dengan skala tetap terkecil 0,1 cm

b) Rahang geser yang dilengkapi skala nonius. Skala tetap dan nonius mempunyai selisih 1 mm.

Gambar 5. Jangka Sorong

c. Pengukuram Benda dengan Mikrometer Sekrup

Mikrometer sekrup memiliki ketelitian 0,01 mm atau 0,001 cm. Mikrometer sekrup dapat digunakan untuk mengukur benda yang mempunyai ukuran kecil dan tipis, seperti mengukur ketebalan plat, diameter kawat, dan onderdil kendaraan yang berukuran kecil.

(12)

Bagian-bagian dari mikrometer adalah rahang putar, skala utama, skala putar, dan silinder bergerigi. Skala terkecil dari skala utama bernilai 0,1 mm, sedangkan skala terkecil untuk skala putar sebesar 0,01 mm. Berikut ini gambar bagian-bagian dari mikrometer.

Gambar 6. Micrometer Secrup

2. Pengukuran Massa Benda

Timbangan digunakan untuk mengukur massa benda. Prinsip kerjanya adalah keseimbangan kedua lengan, yaitu keseimbangan antara massa benda yang diukur dengan anak timbangan yang digunakan. Dalam dunia pendidikan sering digunakan neraca O’Hauss tiga lengan atau dua lengan. Perhatikan beberapa alat ukur berat berikut ini.

Gambar 7. Beberapa Jenis Neraca 3. Pengukuran Besaran Waktu

Ketika bepergian kita tidak lupa membawa jam tangan. Jam tersebut kita gunakan untuk menentukan waktu dan lama perjalanan yang sudah ditempuh. Berbagai jenis alat ukur waktu yang lain, misalnya: jam analog, jam digital, jam dinding, jam atom, jam matahari, dan stopwatch. Dari alat-alat tersebut, stopwatch termasuk alat ukur yang memiliki ketelitian cukup baik, yaitu sampai 0,1 s.

(13)
(14)

RANGKUMAN

1. Pengukuran adalah tindakan yang bertujuan untuk menentukan kuantitas dimensi suatu besaran pada suatu sistem, dengan cara membandingkan dengan satu satuan dimensi besaran tersebut, menggunakan alat ukur yang terkalibrasi dengan baik.

2. Jenis dan faktor penyebab timbulnya ralat atau kesalahan adalah, kesalahan sistematis (sysematic error) dan kesalahan random (Random error).

3. sebuah alat ukur yang baik harus memiliki akurasi yang baik sekaligus juga harus menghasilkan presisi tinggi. Sebuah alat ukur mungkin saja mempunyai presisi yang baik tapi tidak akurat dan sebaliknya. Selain sebuah alat ukur perlu mempunyai akurasi dan presisi yang baik, perlu juga memiliki sensitivitas yang tinggi.

4. Makin tinggi ketepatan hasil pengukuran maka makin banyak pula jumlah angka penting yang dapat dituliskan dalam melaporkan hasil ukur.

(15)

EVALUASI

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas kerjakanlah latihan berikut ini!

1. Tentukan pembacaan yang di tunjukkan oleh jangka sorong berikut ini!

2. Tentukan harga pembacaan yang di perhatikan jangka sorong berikut ini dengan ketidakpastiannya!

3. Berapakah pembacaan pada mikrometer berikut ini!

4. Tentukan pembacaan pada mikrometer untuk posisi berikut!

5. Berapa buah angka penting yang terdapat pada bilangan-bilangan berikut ini. (a) 60,0 (b) 0,2070 (c) 1,3 x 108 (d) 0,00602

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Mandiri, B. B., Fisika, K. D., Bbm, D., Belajar, K., Belajar, K., Setelah, P., Anda, A., & Bbm, P. (n.d.). Bbm 1 besaran dan pengukura

D. Halliday & R. Resnick. (1979). Physics. New York: John Wiley & Sons Inc.

Halman, J.P. (1999). Experimental Methods for Engineers. Mc Graw Hill International Edition.

Kirkup, L. (1999). Experimental Methods. John Wiley.

M. Alonso & E.J. Finn. (1979). Fundamentals University Physics. Massachusetts: Addison-Wesley Publishing Company.

Gambar

Gambar 3. Berbagai Alat Ukur Panjang
Gambar 4. Pembacaan Skala  b.  Pengukuran Benda dengan Jangka Sorong
Gambar 6. Micrometer Secrup
Gambar 8. Berbagai Jenis Alat Ukur Waktu

Referensi

Dokumen terkait

2. Pada contoh tanah yaitu Nematoda jenis Nematoda A, Nematoda C, Nematoda D, Nematoda E, Nematoda I, Nematoda K. Pada contoh akar dan tanah nematoda yang ditemukan yaitu Nematoda H,

Humbang Hasundutan Pendidikan Jasmani dan Kesehatan 42 15071902710300 HONDA SIHOTANG Kab.. Humbang Hasundutan Guru

Petunjuk umum keamanan dalam pemakaian pestisida agar aman digunakan dan tidak terlalu menimbulkan efek peracunan pada pemakai, maka pemerintah dan formulator telah menetapkan

1 CAP-3 M/s Technical Associates Pakistan (Pvt) Ltd Lahore Ch.. Izhar Construction (Pvt)

Dengan berlakunya Peraturan ini, maka Peraturan Bupati Aceh Timur Nomor 53 Tahun 2009 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis

Dari perhitungan diatas, diperoleh nilai preferensi dari setiap alternatif dan produk unggulan terbaik Kabupaten Sleman menurut responden dari beberapa kriteria (Omzet,

Menggunakan garis bilangan di atas tampak bilangan-bilangan yang berjarak kurang dari atau sama dengan 4 satuan dari 2 terletak pada interval −2

Ada satu metode lagi yang belum biasa dilakukan, melalui tulisan ini, penulis memperkenalkan sebuah metode pengukuran arah kiblat yang penulis angkat dalam tesis