• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Beras dan Peranannya dalam Kehidupan Manusia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA Beras dan Peranannya dalam Kehidupan Manusia"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beras dan Peranannya dalam Kehidupan Manusia

Pangan, terutama beras, mempunyai peranan yang sangat penting dalam masyarakat Indonesia, beras yang diolah menjadi nasi merupakan makanan pokok terpenting masyarakat dunia dan khususnya di Indonesia. Beras masih dianggap sebagai komoditi yang paling pas untuk mencukupi kebutuhan zat gizi terutama karbohidrat sebagai sumber energi utama. Untuk itulah pemerintah selalu mengontrol ketersediaan dan keterjangkauan harga beras di pasar.

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1990) memperkirakan, beras mempunyai kandungan karbohidrat sebesar 80,01% dan kandungan kalori sebesar 364 kal per 100 g bahan. Karbohidrat menyediakan energi untuk fungsi tubuh dan aktivitas dengan mensuplai kalori. Ini terjadi melalui perubahan karbohidrat menjadi glukosa (gula darah). Karbohidrat disimpan di hati dan otot sebagai glikogen. Tubuh merubah glikogen di hati menjadi glukosa untuk dilepaskan ke aliran darah saat dibutuhkan sebagai energi.

Diet tinggi karbohidrat, rendah lemak dapat mengurangi resiko 5 dari 10 menyebab kematian paling besar: Penyakit jantung koroner, stroke, diabetes, kanker dan atherosclerosis (pengerasan arteri karena timbunan kolesterol). 55%-60% kalori harian berasal dari karbohidrat, kurang dari 15% total kalori berasal dari karbohidrat biasa. Sumber karbohidrat adalah padi-padian, kacang-kacangan, kentang dan buah-buahan (Winarmo, 2000).

(2)

2.2. Jenis-Jenis Varietas Beras

Ada beberpa jenis varietas beras yang cukup sering kita jumpai di pasar ataupun di lahan pertanian yang sedang di tanam oleh petani, diantara beberapa jenis varietas beras tersebut adalah:

1. Beras IR 64

Beras IR 64 adalah jenis beras yang berasal dari varietas padi yang memiliki umur 115-120 hari, tinggi tanaman 90-100 cm, mutu beras baik, tahan hama wereng coklat biotipe 1 dan 2

2. Beras santana

Beras santana adalah beras yang berasal dari varietas padi yang mempunyai umur 115-125 hari, tahan terhadap hama dan penyakit WCK biotipe 1,2 dan mempunyai rasa nasi yang enak.

3. Beras IR 66

Beras IR66 adalah beras yang berasal dari varietas padi yang mempunyai umur 110-120 hari tahan terhadap hama dan penyakit WCK biotipe 1,2,3, tungro, dan HDB

4. Beras Siherang

Beras Siherang ialah beras yang berasal dari varietas padi yang memiliki umur 116-125 hari, tahan terhadap hama dan penyakit WCK biotipe 2,3 dan HDB (Departemen Pertanian, 1984).

(3)

2.3. Pestisida.

2.3.1. Sejarah Pestisida

Penggunaan pestisida kimia pertama kali diketahui sekitar 4.500 tahun yang lalu (2.500 SM) yaitu pemanfaatan asap sulfur untuk mengendalikan tungau di Sumeria. Sedangkan penggunaan bahan kimia beracun seperti arsenic, mercury dan serbuk timah diketahui mulai digunakan untuk memberantas serangga pada abad ke-15. Kemudian pada abad ke-17 nikotin sulfate yang diekstrak dari tembakau mulai digunakan sebagai insektisida. Pada abad ke-19 diintroduksi dua jenis pestisida alami yaitu, pyretrum yang diekstrak dari chrysanthemum dan rotenon yang diekstrak dari akar tuba Derris eliptica (Sastroutomo, 1992).

Pada tahun 1874 Othmar Zeidler adalah orang yang pertama kali mensintesis DDT (Dichloro Diphenyl Trichloroethane), tetapi fungsinya sebagai insektisida baru ditemukan oleh ahli kimia Swiss, Paul Hermann Muller pada tahun 1939 yang dengan penemuannya ini dia dianugrahi hadiah nobel dalam bidang Physiology atau Medicine pada tahun 1948 (NobelPrize.org). Pada tahun 1940an mulai dilakukan produksi pestisida sintetik dalam jumlah besar dan diaplikasikan secara luas (Weir, 1998).

Beberapa literatur menyebutkan bahwa tahun 1940an dan 1950an sebagai

aloera pestisida (Murphy, 2005). Penggunaan pestisida terus meningkat lebih dari 50

kali lipat semenjak tahun 1950, dan sekarang sekitar 2,5 juta ton pestisida ini digunakan setiap tahunnya. Dari seluruh pestisida yang diproduksi di seluruh dunia saat ini, 75% digunakan di negara-negara berkembang (Sudarmo, 1987).

Di Indonesia, pestisida yang paling banyak digunakan sejak tahun 1950an sampai akhir tahun 1960-an adalah pestisida dari golongan hidrokarbon berklor

(4)

seperti DDT, endrin, aldrin, dieldrin, heptaklor dan gamma BHC. Penggunaan pestisida-pestisida fosfat organik seperti paration, OMPA, TEPP pada masa lampau tidak perlu dikhawatirkan, karena walaupun bahan-bahan ini sangat beracun (racun akut), akan tetapi pestisida-pestisida tersebut sangat mudah terurai dan tidak mempunyai efek residu yang menahun. Hal penting yang masih perlu diperhatikan masa kini ialah dampak penggunaan hidrokarbon berklor pada masa lampau khususnya terhadap aplikasi derivat-derivat DDT, endrin dan dieldrin.

2.3.2. Pengertian Pestisida

Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan sida berasal dari kata

caedo berarti pembunuh. Pestisida dapat diartikan secara sederhana sebagai

pembunuh hama. Menurut Food Agriculture Organization (FAO) 1986 dan peraturan pemerintah RI No. 7 tahun 1973, Pestisida adalah campuran bahan kimia yang digunakan untuk mencegah, membasmi dan mengendalikan hewan/tumbuhan penggangu seperti binatang pengerat, termasuk serangga penyebar penyakit, dengan tujuan kesejahteraan manusia.

Pestisida juga didefinisikan sebagai zat atau senyawa kimia, zat pengatur tubuh atau perangsang tumbuh, bahan lain, serta mikroorganisme atau virus yang digunakan untuk perlindungan tanaman (PP RI No.6tahun 1995). USEPA menyatakan pestisida sebagai zat atau campuran zat yang digunakan untuk mencegah, memusnahkan, menolak, atau memusuhi hama dalam bentuk hewan, tanaman, dan mikroorganisme penggangu (Soemirat, 2003).

(5)

2.3.3. Pengklasifikasian Pestisida

Menurut Sudarmo (1991) pestisida dapat di klasifikasikan kedalam beberapa golongan,dan diantara beberapa pengklasifikasian tersebut dirinci berdasarkan bentuk formulasinya, sifat penetrasinya, bahan aktifnya, serta cara kerjanya.

1. Berdasarkan bentuk formulasi a. Butiran (Granule=G)

Berbentuk butiran yang cara penggunaanya dapat langsung disebarkan dengan tangan tanpa dilarutkan terlebih dahulu.

b. Tepung (Dust=D)

Merupakan tepung sangat halus dengan kandungan bahan aktif 1-2% yang penggunaanya dengan alat penghembus (duster)

c. Bubuk yang dapat dilarutkan (wettable powder=WP)

Berbentuk tepung yang dapat dilarutkan dalam air yang penggunaanya disemprotkan dengan alat penyemprot atau untuk merendam benih. Contoh Mipcin 50 WP

d. Cairan yang dapat dilarutkan

Berbentuk cairan yang bahan aktifnya mengandung bahan pengemulsi yang dapat digunakan setelah dilarutkan dalam air. Larutannya berwarna putih susu tapi berwarna coklat jernih yang cara penggunaanya disemprotkan dengan alat penyemprot

e. Cairan yang dapat diemulsikan

Berbentuk cairan pekat yang bahan aktifnya mengandung bahan pengemulsi yang dapat digunakan setelah dilarutkan dalam air. Cara penggunaanya

(6)

disemprotkan dengan alat penyemprot atau di injeksikan pada bagian tanaman atau tanah. Contoh : Sherpa 5 EC

f. Volume Ultra Rendah

Berbentuk cairan pekat yang dapat langsung disemprotkan tanpa dilarutkan lagi. Biasanya disemprotkan dengan pesawat terbang dengan penyemprot khusus yang disebut Micron Ultra Sprayer. Contoh : Diazinon 90 ULV

2. Ditinjau dari sifat penetrasinya, pestisida dapat diklasifikasikan kedalam : a. Penetrasi pada permukaan

Pestisida ini hanya ada pada permukaan tanaman b. Penetrasi dalam

Apabila disemprotkan kedalam permukaan daun, pestisida dapat menembus/meresap ke seluruh jaringan tanaman yang tidak disemprotkan c. Sistemik

Pestisida ini mudah diserap melalui daun, batang akar, dan bagian lain dari tanaman. Pestisida sisitemik efektif untuk membasmi bermacam-macam hama pengerek dan pengisap (Dperartemen Pertanian, 1998)

3. Berdasarkan bahan aktifnya pestisida dapat diklasifikasikan :

Berdasarkan asal bahan yang digunakan untuk membuat pestisida, maka pestisida dapat dibedakan ke dalam empat golongan yaitu :

a. Pestisida Sintetik, yaitu pestisida yang diperoleh dari hasil sintesa kimia, contohnya organoklorin, organofospat, dan karbamat.

b. Pestisida Nabati, yaitu pestisida yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, contohnya neem oil yang berasal dari pohon mimba

(7)

c. Pestisida Biologi, yaitu pestisida yang berasal dari jasad renik atau mikrobia yaitu jamur, bakteri atau virus contohnya

d. Pestisida Alami, yaitu pestisida yang berasal dari bahan alami, contohnya bubur bordeaux (Sitompul, 1987).

4. Pestisida berdasarkan cara kerjanya

Berdasarkan cara kerjanya, pestisida dapat dibedakan kedalam beberapa golongan yaitu:

a. Pestisida Kontak

yaitu pestisida yang dapat membunuh OPT (organisme pengganggu tanaman) bila OPT tersebut terkena pestisida secara kontak langsung atau bersinggungan dengan residu yang terdapat di permukaan tanaman. Contoh : Mipcin 50 WP

b. Pestisida Sisitemik

yaitu pestisida yang dapat ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman. OPT akan mati setelah menghisap/memakan tanaman, atau dapat membunuh gulma sampai ke akarnya.

c. Pestisida Lambung

yaitu pestisida yang mempunyai daya bunuh setelah jasad sasaran makanan pestisida. Contoh : Diazinon 60 EC

d. Pestisida pernapasan

Dapat membunuh hama yang menghisap gas yang berasal dari pestisida (Sudarmo, 1991).

(8)

5. Pestisida Berdasarkan Organisme Sasaran

Menurut Untung (1993), dari banyaknya jenis jasad penggangu yang bisa mengakibatkan fatalnya hasil petanian, pestisida dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam sesuai dengan sasaran yang akan dikendalikan, yaitu :

a. Insektisida

Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa mematikan semua jenis serangga.

b. Fungisida

Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisa digunakan untuk memberantas dan mencengah fungi/cendawan. Selain untuk mengendalikan serangan cendawan di areal pertanaman, fungisida juga banyak diterapkan pada buah dan sayur pascapanen.

c. Bakterisida

Bakterisida adalah senyawa yang mengandung bahan aktif beracun yang bisa membunuh bakteri.

d. Nematisida

Nematisida adalah racun yang dapat mengendalikan nematode e. Akarisida

Akarisida atau sering juga disebut dengan mitisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuh tungau, caplak dan laba-laba.

(9)

f. Rodentisida.

Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat, misalnya tikus. g. Moluskida

Moluskida adalah pestisida untuk membunuh moluska, yaitu siput telanjang, siput setengah telanjang, sumpit, bekicot, serta trisipan yang banyak terdapat di tambak.

h. Herbisida

Herbisida adalah bahan senyawa beracun yang dapat dimanfaatkan untuk membunuh tumbuhan penggangu yang disebut gulma.

i. Pestisida lain

Selain beberapa jenis pestisida di atas masih banyak jenis pestisida lain. Namun karena kegunaanya jarang maka produsen pestisida belum banyak yang menjual, sehingga di pasaran bisa dikatakan sulit ditemukan. Pestisida tersebut adalah sebagai berikut :

− Pisisida, adalah bahan senyawa kimia beracun untuk mengendalikan ikan mujair yang menjadi hama di dalam tambak dan kolam.

− Algisida, merupakan pestisida pembunuh ganggang, − Avisida, pestisida pembunuh burung.

− Larvisida, pestisida pembunuh ulat.

Pestisida di Indonesia adalah sebagai berikut insektisida 55,42%, herbisida 12,25%, fungisida 12,05%, repelen 3,61%, zat pengatur pertumbuhan 3,21%,

(10)

nematisida 0,44%, dan 0,40% ajuvan serta lain-lain berjumlah 1,41%. Dari gambaran ini insektisida merupakan jenis pestisida yang paling banyak digunakan (Soemirat, 2005).

Pestisida juga diklasifikasikan berdasarkan pengaruh fisiologisnya, yang disebut farmakologis atau klinis, sebagai berikut:

1. Senyawa Organofospat

Racun ini merupakan penghambat yang kuat dari enzim cholinesterase pada syaraf. Asetyl cholin berakumulasi pada persimpangan-persimpangan syaraf (neural jungstion) yang disebabkan oleh aktivitas cholinesterase dan menghalangi penyampaian rangsangan syaraf kelenjar dan otot-otot. Organofosfat disintesis pertama kali di Jerman pada awal perang dunia ke-II.

Bahan tersebut digunakan untuk gas syaraf sesuai dengan tujuannya sebagai insektisida. Pada awal sintesisinya diproduksi senyawa tetraethyl pyrophosphate (TEPP), parathion dan schordan yang sangat efektif sebagai insektisida tetapi juga toksik terhadap mamalia. Penelitian berkembang tersebut dan ditemukan komponen yang paten terhadap insekta tetapi kurang toksik terhadap manusia (misalnya : malathion).

Organofosfat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang. Termakan hanya dalam jumlah sedikit saja dapat menyebabkan kematian, tetapi diperlukan beberapa milligram untuk dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa. Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase dalam plasma dan kholinesterase dalam sel

(11)

darah merah. Organofosfat dapat terurai di lingkungan dalam waktu ± 2 minggu (Yusniati, 2008).

2. Senyawa Organoklorin

Dari golongan ini paling jelas pengaruh fisiologisnya seperti yang ditunjukkan pada susunan syaraf pusat, senyawa ini berakumulasi pada jaringan lemak.

3. Senyawa Arsenat

Pada keadaan keracunan akut ini menimbulkan gastroentritis dan diarhoe yang menyebabkan kekejangan yang hebat sebelum menimbulkan kematian. Pada keadaan kronis menyebabkan pendarahan pada ginjal dan hati.

4. Senyawa Karbamat

Pengaruh fisiologis yang primer dari racun golongan karbamat adalah menghambat aktifitas enzym cholinesterase darah dengan gejala-gejala seperti senyawa organofospat

5. Piretroid

Piretroid merupakan senyawa kimia yang meniru struktur kimia (analog) dari piretrin. Piretrin sendiri merupakan zat kimia yang bersifat insektisida yang terdapat dalam piretrum, kumpulan senyawa yang di ekstrak dari bunga semacam krisan piretroid memiliki beberapa keunggulan, diantaranya diaplikasikan dengan takaran relatif sedikit, spektrum pengendaliannya luas, tidak persisiten, dan memiliki efek melumpuhkan yang sangat baik. Namun karena sifatnya yang kurang atau tidak selektif, banyak piretroid yang tidak cocok untuk program pengendalian hama terpadu (Djojosumarto, 1998).

(12)

2.4. Teknik Aplikasi Pestisida

Keberhasilan penggunaan pestisida sangat ditentukan oleh aplikasi yang tepat, untuk menjamin pestisida tersebut mencapai jasad sasaran yang dimaksud, selain juga oleh faktor jenis dosis, dan saat aplikasi yang tepat. Dengan kata lain tidak ada pestisida yang dapat berfungsi dengan baik kecuali bila diaplikasikan dengan tepat.

Aplikasi pestisida yang tepat dapat didefinisikan sebagai aplikasi pestisida yang semaksimal mungkin terhadap sasaran yang ditentukan pada saat yang tepat, dengan liputan hasil semprotan yang merata dari jumlah pestisida yang telah ditentukan sesuai dengan anjuran dosis (Wudianto, 1999).

Setiapa aplikasi pestisida dapat dinilai melalui dua cara, yaitu:

1 Evaluasi biolgi merupakan pengukuran tingkat penurunan populasi jasad pengganggu sasaran atau kerusakan yang ditimbulkannya serta pengukuran terhadap hasil (yield).

2 Pengukuran fisik terhadap hasil semprotan berupa liputan (coverage) hasil semprotan pada sasaran yang dapat berupa tanaman, serangga, gulma, ataupun sasaran buatan tertentu, seperti kertas peka (sintetik paper) dan kaca slide (Oka, 1995).

Untuk setiap jumlah larutan pestisida yang disemprotkan, jumlah droplet per satuan luas akan berhubungan erat dengan ukuran droplet tersebut. Semakin banyak jumlah droplet per satuan luas, akan semakin kecil ukuran droplet tersebut. Sebaliknya semakin sedikit jumlah droplet per satuan luas, akan semakin besar ukuran droplet tersebut.

(13)

2.4.1. Cara Pemakaian (Aplication methods):

Wudianto (1999), adapun cara pemakaian pestisida yang sering dilakukan oleh petani adalah sebagai berikut :

1. Penyemprotan (Spraying) : merupakan metode yang paling banyak digunakan. Biasanya digunakan 100-200 liter eceran insektisida per ha. Paling banyak adalah 1000 liter per ha sedangkan yang paling kecil 1 liter per ha seperti dalam ULV. 2. Dusting : untuk hama rayap kayu kering cryptothermes, dusting sangat efisien

bila dapat mencapai koloni karena racun dapat menyebar sendiri melalui efek prilaku trofalaksis.

3. Penuangan atau penyiraman (pour on) : Misalnya untuk membunuh sarang semut, rayap, dan serangga tanah di persemaian.

4. Injeksi batang : Dengan insektisida sisitemik bagi hama batang, daun, dan penggerek.

5. Dipping : rendaman/pencelupan seperti untuk biji/benih Kayu. 6. Fumigasi: penguapan, misalnya pada hama gudang atau kayu. 2.4.2 Pestisida dan Bahan Penyampur

Pestisida sebagai bahan racun aktif (active ingredients) dalam formulasi biasanya dinyatakan dalam berat/volume (di Amerika Serikat dan Inggris). Bahan-bahan lain yang tidak aktif yang dicampurkan dalam pestisida yang telah di formulasi dapat berupa:

1. Solvent adalah bahan cair telarut mis: alkohol, minyak tanah, xyline dan air. Biasanya bahan terlarut ini telah diberi deodorant (bahan penghilang bau tidak enak baik yang berasal dari pelarut maupun dari bahan aktif).

(14)

2. Sinergis adalah sejenis bahan yang dapat meningkatkan daya racun walaupun bahan itu sendiri mungkin tidak beracun, seperti sesamin (berasal dari biji wijen), dan piperonil butoksida.

3. Emulsifier merupakan bahan detergen yang akan memudahkan terjadinya emulsi bila bahan minyak diencerkan dalam air (Sastroutomo, 1992).

2.4.3 Dosis Pestisida.

Dosis adalah jumlah pestisida dalam liter atau kilogram yang digunakan untuk mengendalikan hama tiap satuan luas tertentu atau tiap tanaman yang dilakukan dalam satu aplikasi atau lebih. Sementara dosis bahan aktif adalah jumlah bahan aktif pestisida yang dibutuhkan untuk keperluan satuan luas atau satuan volume larutan. Besarnya suatu dosis pestisida tergantung dalam label pestisida. Sebagai contoh dosis insektisida diazinon 60 EC adalah satu liter per ha untuk sekali aplikasi, atau misal 400 liter larutan jadi diazinon 60 EC per ha untuk satu kali aplikasi sedangkan untuk dosis bahan aktif contohnya sumibas 75 SP dengan dosis 0,75 kg/ha (djojosumarto, 2008).

2.4.4 Konsentrasi Pestisida

Konsentrasi penyemprotan adalah jumlah pestisida yang disemprotkan dalam satu liter air (atau bahan pengencer lainnya) untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT) tertentu. Ada tiga macam konsentrasi yang perlu diperhatikan dalam hal penggunaan pestisida

- Konsentrasi bahan aktif yaitu persentase bahan aktif pestisida dalam larutan yang sudah dicampur dengan air

(15)

- Konsentrasi formulasi yaitu banyaknya pestisida dalam cc atau gram setiap liter air

- Konsentrasi larutan atau konsentrasi pestisida yaitu persentase kandungan pestisida dalam suatu larutan jadi (Djojosumarto ,2008).

2.5. Insektisida

2.5.1. Pengertian Insektisida.

Kata insektisida secara harafiah berarti pembunuh serangga yang berasal dari kata insekta = serangga dan kata lain cida yang berarti pembunuh. Insektisida adalah alat yang ampuh yang tersedia untuk penggolongan hama, apabila hama sudah mendekati atau melewati kerusakan ekonomi maka insektida adalah salah satu pengendali yang dapat diandalkan untuk menghadapi keadaan darurat itu (Wudianto, 1999).

2.5.2. Penggolongan Insektisida Berdasarkan Susunan Kimia

Menurut Sudarmo (1992), ada banyak penggolongan/jenis-jenis pestisida yang beredar di pasaran dan senantiasa digunakan baik yang ditujukan pada hewan, tumbuhan maupun jasad renik. untuk mengendalikan jenis serangga maupun hewan yang berpotensi sebagai organisme pengganggu tanaman adalah insektisida. Penggolongan insektisida berdasarkan susunan kimia dapat dibedakan menjadi insektisida inorganik, insektisida organik, dan insektisida organik sintetik

a. Insektida inorganik adalah senyawa insektisida yang tidak mengadung unsur karbon, contoh : arsenikum, merkurium, boron, tembaga, sulfur, asam borat, kalsium sianida, arsenar timbal dan lain-lain.

(16)

b. Insektisida organik alamiah adalah senyawa insektisida yang mengandung unsur karbon, insektisida organik alamiah merupakan insektisida yang terbuat dari tanaman (botani) dan bahan alami lainnya, yang terdiri dari :

1. Asal tanaman, contoh : nikotin (ekstrak tembakau), pyrethrum (bunga serunai/chrysant), dan ryania biasa mudah diuari oleh sinar matahari. 2. Asal mikroba, bahan dasarnya adalah mikrobiologis, contoh : thuricide

HP (senyawa yang mengandung bakteri basillus thuringiensis). c. Insektisida organik sintetik

1. Organoklorin, insektisida ini sedikit digunakan di negara berkembang karena mereka memperhatikan secara kimia bahwa insektisida organoklor adalah senyawa yang tidak reaktif, memiliki sifat yang sangat tahan atau persisiten, baik dalam tubuh maupun dalam lingkungan memiliki kelarutan sangat tinggi dalam lemak dan memiliki kemampuan terdegradasi yang lambat (Ecobichon dalam Ruchicawat, 1996 dan Tarumingkeng, 1993). Insektisida ini masih digunakan pada negara sedang berkembang terutama negara pada daerah ekuator karena murah, efektif dan persisten. Contoh DDT, aldrin, dieldrin, BHC, endrin, lindane, heptaklor, toksofin, pentaklorofenol dan beberapa lainnya.

2. Organofospat ditemukan pada tahun 1945. struktur kimia dan cara kerjanya berhubungan erat dengan gas syaraf. organofosfat dapat menurunkan populasi serangga dengan cepat, persistensinya di lingkungan sedang sehingga organofosfat secara bertahap dapat menggantikan organoklorin. Sampai saat ini organofosfat masih merupakan insektisida

(17)

yang paling banyak digunakan di seluruh dunia. Contoh : malathion, monokrotofos, paration, fosfamidon, bromofos, diazinon, dimetoat, diklorfos, fenitrotion, fention, dan puluhan lainnya.

3. Karbamat dikenalkan pada 1951 oleh geology chemical company di Switzerland dan dipasarkan pada tahun 1965. insektisida tersebut cepat terurai dan hilang daya racunnya dari jaringan sehingga tidak terakumulasi dalam jaringan lemak dan susu seperti organoklorin. Umumnya digunakan dalam rumah untuk penyemprotan nyamuk, kecoa, lalat, dan lain-lain. Contoh: karbaril, metiokarb, propoksur, aldikarb, metomil, oksamil, oksi karboksin, metil karbamat, dimetil karbamat seperti bendiokarb, karbofuran, dimetilon, dioksikarb, dan oksikarboksin.

4. Piretroid digunakan sejak tahun 1970-an. Keunggulannya karena memiliki pengaruh ”knock down” atau menjatuhkan serangga dengan cepat, tingkat toksisitas rendah bagi manusia. Tetapi cepat perkembangan hama baru yang tahan trhadap insektisida piretroid. Contoh : alletrin, bioalletrin, sipermetrin, permetrin, dekametrin dan lain-lain.

5. Fumigan, contoh : metil bromida, etilen dibromida, karbon disulfida, fosfin dan naftalin

6. Minyak-minyak mineral adalah minyak parafin yang dihaluskan dan dibuat emulsi yang diaplikasikan secar ringan pada tanaman untuk mengendalikan tungau, kutu-kutu tanaman. Contoh : dinitrokresol.

7. Zat-zat pengatur tumbuh serangga, contoh : difubenzuron, kinofrin dan metoprin

(18)

8. Senyawa-senyawa mikroba, contoh : bacillus thuringiensis banyak dipergunakan untuk mengendalikan hama-hama lepidoptera, bacillussporopiliae dan bacillus lentimorphus untuk mengendalikan kumbang jepang (Sastroutomo, 1992).

2.6. Petunjuk Umum Keamanan Dalam Pemakain Pestisida.

Petunjuk umum keamanan dalam pemakaian pestisida agar aman digunakan dan tidak terlalu menimbulkan efek peracunan pada pemakai, maka pemerintah dan formulator telah menetapkan dan memberi petunjuk sebagai pedoman umum dalam penanganan senyawa kimia berbahaya mulai dari pemilihan jenis pestisida, tata cara penyimpanan, penakaran, pengenceran, pencampuran sampai kepada prosedur kebersihannya (Wudianto, 1999).

1. Di dalam memilih pestisida pada tanaman padi sebaiknya diperhatikan hal-hal berikut :

a. Dalam memilih formulasi pestisida yang akan digunakan untuk mengendalikan suatu jasad penggangu tanaman, lebih dulu harus diketahui dengan pasti jenis jasad penggangu yang menyerang tanaman, karena suatu fomulasi pestisida hanya efektif terhadap jenis jasad penggangu tertentu. b. sebelum memilih pestisida bacalah dulu label pada wadah atau pembungkus

pestisida, terutama keterangan mengenai jenis-jenis jasad penggangu yang dapat dikendalikan, cara menggunakan, dan bahaya yang dapat ditimbulkan oleh pestisida yang berdasarkan keterangan pada label efektif terhadap jasad

(19)

pengganggu tanaman yang akan dikendalikan, dapat digunakan dengan alat yang tersedia, dan aman ntuk keadaan ditempat pestisida itu akan digunakan. c. Pilihlah pestisida yang telah terdaftar dan diijinkan oleh pemerintah

(Departemen Pertanian) untuk digunakan, dikemas dalam wadah atau pembungkus asli, dan dengan label resmi yang memuat keterangan lengkap megenai pestisida itu. Pada label pestisida yang terdaftar senantiasa tercantum nomor pendaftaran, nama dan alamat lengkap pemegang produsen pestisida yang bersangkutan (Departemen Pertanian, 1984).

2. Menyimpan Pestisida

Menyimpan pestisida secara aman merupakan salah satu tindakan keselamatan penggunaan pestisida, dan diantara beberapa cara tersebut adalah :

a. Simpanlah pestisida dalam wadah atau pembungkus asli yang tertutup rapat dan tidak bocor atau rusak, dengan label asli dan ketrangan lengkap dan jelas. b. Simpanlah pestisida dalam lemari atau peti khusus yang dapat dikunci, atau

dalam ruangan khusus yang juga dapat dikunci, sehingga tidak dapat terjangkau oleh anak-anak, hewan piaraan atau ternak serta jauh dari makanan, minuman, atau sumber api.

c. Sediakan air dan bahan pembersih (sabun atau detergen dan lain-lain), bahan penyerap pestisida (pasir, kapur, serbuk gergaji atau tanah) sapu, sekop dan wadah untuk tempat membuang pestisida yang tumpah. Lebih baik apabila pemadam apai yang seringdiperiksa agar selalu dalam keadaan baik.

(20)

d. Periksalah secara teratur pestisida yang disimpan untuk mengetahui ada tidaknya wadah pestisida yang bocor atau pestisida yang rusak (Suma’mur, 1986).

3. Keselamatan Penggunaan Pestisida Pada Lahan Pertanian

Pada dasarnya semua pestisida adalah racun (toksin) yang berbahaya juga bagi manusia, hewan piaraan, ikan, dan makhluk hidup lain yang bukan sasarannya. Pestisida yang berbentuk gas dan tepung sangat berbahaya melalui pernapasan, sedangkan yang berbentuk cairan lebih berbahaya melalui kulit (Tarumengkeng, 1977). Oleh karana itu untuk mengurangi resiko keracunan, perlu diperhatikan beberapa hal :

a. Gunakanlah alat pelindung pernafasan (masker), pakaian pelindung, dan sarung tangan agar tubuh terlindung dari percikan pestisida.

b. Jangan sampai pestisida yang digunakan mengenai tanaman disekitarnya, tempat pengembalaan, kolam ikan, dan tempat lain yang memahayakan manusia dan hewan

c. Jangan melakukan penyemprotan berlawanan dengan arah angin. Waktu bekerja jangan makan atau minum

d. Selama menyemprot jangan mengusap mata atau mulut dengan tangan. Cuci tangan dan mandi dengan sabun setelah bekerja dan gantilah pakain. Pakaian kerja hendaknya dicuci sebelum dipakai kembali.

e. Bila selama menyemprot badan terasa kurang sehat, segera hentikan pekejaan menyemprot dan berobatlah ke dokter

(21)

f. Jangan menggunakan pestisida pada tanaman yang dipanen, karena residu yang tertinggal pada tanaman akan membahayakan hewan dan manusia

g. Pertolongan pertama apabila terjadi keracunan pestisida yaitu, berusaha unutk memuntahkannya dengan cara memasukkan jari yang bersih ke dalam tenggorokan atau minum air garam (1 gelas air + 1 sendok garam dapur)

h. Apabila mata terkena pestisida, cucilah dibawah air mengalir selama lebih kurang 15 menit dengan air bersih.

i. Apabila mengisap uap beracun pestisida, bawalah penderita ketempat terbuka dan apabila perlu usahakan nafas buatan. (Departemen Pertanian, 1998)

4. Mengatasi kontaminasi pestisida

Mengatasi kontaminasi pestisida dapat dilakukan dengan berbagai cara agar tidak menimbulkan kontaminasi, yaitu:

a. Jika rumput, sungai atau saluran air tercemar pestisida, berilah tanda peringatan di tempat itu agar oarang tidak mengembalakan ternak dan tidak mengambil air dari sumber yang tercemar tersebut. Selanjutnya hubungilah petugas yang berkepentingan untuk dapat dilkakukan tindakan pengamanan lebih lanjut.

b. Apabila pestisida formulasi cairan tumpah di lantai atau tanah, bersihkanlah segera, timbunlah dengan bahan penyerap (pasir, kapur, serbuk gergaji, atau tanah) kemudian sapu dan tempatkan dalam wadah yang kuat untuk dibuang dengan cara yang aman. Setelah bahan penyerapa disapu, lantai dibersihkan dengan air dan bahan pembersih (sabun, detergen dan sebagainya).

(22)

c. Apabila wadah pestisida rusak atau bocor, wadahkanlah pestisida yang masih tersisa ke dalam wadah yang telah tersedia, pilihlah wadah yang terbuat dari bahan yang sama seperti wadah aslinya. Berilah label atau keterangan yang jelas seperti tercantum dalam label sebelumnya disertai tambahan keterangan saat dikakukan pewadahan ulang tersebut harus segera dilakukan.

d. Air dan sabun atau detergen umumnya dapat digunakan untuk membersihkan pestisida yang tumpah (Anonim, 1984).

2.7. BMR Pestisida Golongan Organofosfat

Standar Nasional Indonesia (SNI) merumuskan tentang batas maksimum residu pestisida pada beras, yaitu untuk jenis pestisida khusunya golongan organofosfat, seperti klorpirifos residu pestisida pada beras yang diperbolehkan sebesar 0,5 mg/kg, klorfenvinfos 0,05 mg/kg, fention 0,05 mg/kg, fenitrotion 1 mg/kg, dan diazinon sebesar 0,1 mg/kg.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Badan Penelitian dan pengembangan pertanian Departemen Pertanian yang diperoleh dari sentra produksi di Jawa Barat dan Jawa Timur dapat diketahui bahwa tomat yang tidak dicuci mengandung profenos rata-rata 0,096 mg/kg, sedangkan tomat yang dicuci mengandung 0,059 mg/kg. Residu insektisida klorfiripos pada beras sebesar 0,417 mg/kg. Dengan demikian bahan pangan yang mengandung residu insektisida ini akan termakan oleh manusia dan tentunya dapat menimbulkan efek yang berbahaya terhadap kesehatan manusia (Departemen Pertanian, 1998).

(23)

2.8. Dampak Pestisida Terhadap Kesehatan.

2.8.1. Dampak Pestisida Terhadap Kesehatan Secara Umum

Berikut ini adalah gejala kearacunan secara umum yang berkaitan dengan pestisida, yang mungkin timbul sendiri atau bersama-sama, diantara gejala umum yang sering kita alami jika mengalami keracunan pestisida yaitu Kelemahan atau kelelahan yang berlebihan, kulit iritasi, terbakar, keringat berlebihan, perubahan warna. Sementara untuk gejala keracunan pestisida pada mata ditandai dengan Iritasi, terbakar, air mata berlebihan, kaburnya penglihatan, biji mata mengecil atau membesar.

Pada saluran pencernaan orang yang mengalami gejala keracunan pestisida akan ditandai dengan mulut dan kerongkongan yang terbakar, air ludah yang berlebihan, mual, muntah, perut kejang atau sakit, dan mencret. Keracunan pestisida dapat juga meimbulkan gangguan pada sisitem syaraf yang ditandai dengan gejala kesulitan bernapas, napas berbunyi, batuk, dada sakit, atau kaku (Weir, 1981).

2.8.2. Dampak Pestisida Golongan Organofospat Terhadap Kesehatan

Apabila masuk kedalam tubuh, baik melalui kulit, mulut, dan saluran pencernaan maupun saluran pernapasan, pestisida organofosfat akan berikatan dengan enzim dalam darah yang berfungsi mengatur bekerjanya syaraf, yaitu kholinesterase. Apabila kholinesterase terikat, maka enzim tersebut tidak dapat melaksanakan tugasnya sehingga syaraf dalam tubuh terus menerus mengirimkan perintah kepada otot-otot tertentu. Dalam keadaan demikian otot-otot tersebut senantiasa bergerak-gerak tanpa dapat dikendalikan.

(24)

Disamping timbulnya gerakan-gerakan otot-oto tertentu, tanda dan gejala lain dari keracunan pestisida organofosfat adalah pupil atau celah iris mata menyempit sehingga penglihatan menjadi kabur, mata berair, mulut berbusa, atau mengeluarkan banyak air liur, sakit kepala, rasa pusing, berkeringat banyak, detak jantung yang cepat, mual, muntah-muntah, kejang pada perut, mencret sukar bernapas, otot-otot tidak dapat digerakkan atau lumpuh dan pingsan (Scharpio, 1998).

2.9. Dinamika Pestisida di Lingkungan

Pestisida sebagai salah satu agen pencemar ke dalam lingkungan baik melalui udara, air maupun tanah dapat berakibat langsung terhadap komunitas hewan, tumbuhan terlebih manusia. Pestisida yang masuk ke dalam lingkungan melalui beberapa proses baik pada tataran permukaan tanah maupun bawah permukaan tanah. Masuk ke dalam tanah berjalan melalui pola biotransformasi dan bioakumulasi oleh tanaman, proses reabsorbsi oleh akar serta masuk langsung pestisida melalui infiltrasi aliran tanah. Gejala ini akan mempengaruhi kandungan bahan pada sistem air tanah hingga proses pencucian zat pada tahap penguraian baik secara biologis maupun kimiawi di dalam tanah.

Proses pencucian bahan-bahan kimia tersebut akan mempengaruhi kualitas air tanah baik setempat maupun secara region dengan berkelanjutan. Apabila proses pemurnian unsur-unsur residu pestisida berjalan dengan baik dan tervalidasi hingga aman pada wadah-wadah penampungan air tanah, misal sumber mata air, sumur resapan dan sumur gali untuk kemudian dikonsumsi oleh penduduk, maka fenomena pestisida ke dalam lingkungan bisa dikatakan aman. Namun demikian jika proses

(25)

tersebut kurang berhasil atau bahkan tidak berhasil secara alami, maka kondisi sebaliknya yang akan terjadi.

Penurunan kualitas air tanah serta kemungkinan terjangkitnya penyakit akibat pencemaran air merupakan implikasi langsung dari masuknya pestisida ke dalam lingkungan Aliran permukaan seperti sungai, danau dan waduk yang tercemar pestisida akan mengalami proses dekomposisi bahan pencemar. Dan pada tingkat tertentu, bahan pencemar tersebut mampu terakumulasi hingga dekomposit Pestisida di udara terjadi melalui proses penguapan oleh foto-dekomposisi sinar matahari terhadap badan air dan tumbuhan. Selain pada itu masuknya pestisda diudara disebabkan oleh driff yaitu proses penyebaran pestisida ke udara melalui penyemprotan oleh petani yang terbawa angin.

Akumulasi pestisida yang terlalu berat di udara pada akhirnya akan menambah parah pencemaran udara. Gangguan pestisda oleh residunya terhadap tanah biasanya terlihat pada tingkat kejenuhan karena tingginya kandungan pestisida persatuan volume tanah. Unsur-unsur hara alami pada tanah makin terdesak dan sulit melakukan regenerasi hingga mengakibatkan tanah masam dan tidak produktif (Frank C. Lu, 1995)

(26)

2.9. Kerangka Konsep

Residu Pestisida Pada Beras : - IR 64 - Seherang - IR 46 - Santana - Sendang Sri Karakteristik Petani : - Umur - Jenis Kelamin - Pendidikan Aplikasi Pestisida : - Jenis Pestisida - Jenis Varietas - Dosis - Jumlah Penyemprotan - Penyemprotan Terakhir Sebelum Panen SNI No. 7313 :2008 tentang BMR Pada Hasil Pertanian Pemeriksaan Laboratorium Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Ada Residu

Referensi

Dokumen terkait

Pola luas panen cabai besar dilihat per triwulan pada tahun 2014, sebagaimana seperti terlihat pada gambar 2, perkembangan luas panen menunjukkan terjadi peningkatan

Voltmeter untuk mengukur tegangan antara dua titik, dalam hal ini adalah tegangan pada lampu 3, voltmeter harus dipasang secara paralel dengan beban yang hendak diukur, posisi

Potensi di bidang industri pertambangan tersebut membutuhkan strategi perencanaan dan pengembangan yang lebih komprehensif yang mempertimbangkan beberapa aspek,

Mustafa Rahmi Balaban, Maarif Vekâleti Telif ve Tercüme Encümeni üyeliğine tayin edildiği 1923 yılından itibaren, modern eğitim ve öğretim kurumlarıyla kitap ve

Peserta Diklat ini berjumlah 35 (tiga puluh lima) orang dan diikuti oleh para Jaksa yang menduduki jabatan Struktural maupun Jaksa Fungsional serta memenuhi persyaratan yang

Bentuknya berupa syarat yang diajukan oleh salah satu dari dua pihak yang melakukan akad jual beli kepada pihak lainnya untuk mendapatkan suatu manfaat pada hal-hal

Penelitian dengan meggunakan metode-metode dalam pendekatan kuantitatif yang selanjutnya disebut penelitian kuantitatif, adalah suatu bentuk penelitian ilmiah yang

Bila dilihat dari segi penggunaan, jadwal salat sepanjang masa Abu Muhammad Isa masih bisa digunakan hanya untuk wilayah Aceh Utara saja, mengingat hasil jadwal salat Abu