• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis implementasi asas pengelolaan zakat pada Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Semarang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis implementasi asas pengelolaan zakat pada Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Semarang"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

SEMARANG SKRIPSI

Disusun untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata I

dalam Ilmu Ekonomi Islam

Oleh:

Mahfudz Irfan Firdaus 122411124

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG 2019

(2)
(3)
(4)

iv

                              

Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman

jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (QS. At-Taubah: 103:).

(5)

v

Dengan segala kerendahan hati, perjuangan dan pengorbanan yang diiringi do’a. Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan

rahmat, hidayah, taufiq dan inayah-Nya. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW yang kita

nantikan syafa’atnya hingga hari akhir kelak. Karya sederhana ini, saya persembahkan kepada:

Kedua Orang Tua saya. Bapak Achmad Mu’anas dan Ibu Muzaro’ah yang tidak pernah lelah membimbing, mendukung dan mendo’akan dalam setiap langkahku dengan penuh tulus ikhlas serta kasih sayang

secara moril maupun materil, ini adalah wujud perjuangan saya. Serta adik saya, Maulida Zakia Fauziatus Sabrina yang telah menjadi

pemicu semangat penulis dalam menyelesaikan studi. Semoga keharmonisan senantiasa menyertai kita.

Segenap Keluarga Besar saya, Bani Hamdun dan Bani Fauzan. Terima kasih atas semua bantuan, motivasi, dukungan dan do’anya. Terimakasih untuk Fatiyatuzziyan atas segala motivasi, bantuan, dan

do’anya dalam menemani langkah penulis hingga selesainya skripsi ini.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan perlindungan dalam langkah kita. Amin Ya Robbal ‘Alamin.

(6)
(7)

vii

umumnya banyak istilah Arab, nama orang, judul buku, nama lembaga dan lain sebagainya yang aslinya ditulis dengan huruf Arab harus disalin ke dalam huruf Latin. Untuk menjamin konsistensi, perlu ditetapkan satu pedoman transliterasi sebagai berikut:

A. Konsonan ء = ' ز = z ق = q ب = b = s س ك = k ت = t = sy ش ل = l ث = ts = sh ص م = m ج = j = dl ض ن = n ح = h = th ط و = w خ = kh = dz ظ ھ= h د = d = ‘ ع ي = y ذ = dz = gh غ ر = r ف = f B. Vokal َ = a َ = i َ = u C. Diftong ْ يَا = ay ْ وَا = aw D. Syaddah ( َ)

Syaddah dimisalkan dengan konsonan ganda, misalnya: ب طْل ا = al-thibb.

(8)

viii

al-shina’ah. Al- ditulis dengan huruf kecil kecuali jika terletak pada permulaan kalimat.

F. Ta’ Marbuthah (ة)

Setiap ta’ marbuthah ditulis dengan “h”, misalnya: ْة شْي ع مْل ا

(9)

ix

merupakan salah satu Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) yang termasuk lembaga pemerintahan nonstruktural Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menyandang status sebagai negara yang memiliki populasi muslim terbesar di dunia 207 Juta jiwa, tentunya negara ini memiliki potensi zakat yang sangat besar. BAZNAS Kabupaten Semarang sendiri menargetkan penghimpunan telah lebih dari 4 Miliar. Namun penghimpunan zakat belum bisa dioptimalkan secara maksimal sehingga berpengaruh pada lambannya pengentasan kemiskinan. Bahkan garis kemiskinan Kabupaten Semarang berada dibawah garis kemiskinan Jawa Tengah selama 4 Tahun berturut-turut.

Hal ini tentunya tidak lepas dari pengelolaan zakat yang kurang maksimal. Dalam pengelolaan zakat butuh sebuah asas agar nantinya dapat mempengaruhi pemikiran dan kinerja pengelola zakat guna pengelolaan yang efektif dan efisien dalam mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan. Maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana implementasi asas pengelolaan zakat serta berapa tingkat efektifitas dan efisiensi pengelolaan zakat di BAZNAS Kabupaten Semarang.

Metode yang digunakan penelitian ini adalah metode penelitian lapangan yang dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara serta dokumentasi lapangan. Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis deskriptif-analitis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, implementasi asas pengelolaan zakat pada BAZNAS Kabupaten Semarang belum maksimal, perlu peningkatan baik dari asas kemanfaatan, kepastian hukum hingga akuntabilitas guna meningkatkan kepercayaan publik. Kemudian efisiensi serta efektifitas dalam pengelolaan juga kurang maksimal, hal ini dikarenakan belum tercapainya target sesuai apa yang telah direncanakan serta belum maksimalnya pentasyarufan dana zakat yang telah mampu dihimpun kepada para mustahik zakat.

Kata Kunci: implementasi, asas pengelolaan zakat, efektif, efisien.

(10)

x

Alhamdulillahirobbil’alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat, hidayah, taufiq dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Implementasi Asas Pengelolaan Zakat Pada Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Semarang. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Baginda Nabi Agung Muhammad SAW, Allahumma Sholli ‘ala Sayyidina Muhammad. Semoga kita semua mendapatkan syafaatnya hingga Hari Akhir kelak.

Skripsi ini digunakan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata I (S.1) dalam Ilmu Ekonomi Islam, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang.

Penulis menyadari bahwa penyusunan karya ilmiah bukanlah pekerjaan yang mudah dan bisa dikerjakan sendiri. Dimana, dalam penulisannya dituntut sebuah keseriusan, kejelian berfikir, pengorbanan waktu serta melibatkan bantuan berbagai pihak.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak arahan, saran, bimbingan dan bantuan yang sangat besar dari berbagai pihak sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Imam Taufiq, M.Ag. selaku Rektor Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang beserta jajarannya.

(11)

xi

jajarannya.

3. Bapak Dr. H. Ahmad Furqon, Lc., M.A. selaku Ketua Jurusan Ekonomi Islam UIN Walisongo Semarang sekaligus Wali Studi penulis yang telah membimbing penulis selama masa kuliah. 4. Bapak Dr. H. Nur Fatoni, M.Ag. selaku Dosen Pembimbing I

beserta Ibu Cita Sary Dja’akum,S.H.I., M. E.i. selaku Dosen Pembimbing II yang penuh ketulusan dan kesabaran dalam menuntun penulis hingga selesai.

5. Bapak dan Ibu Dosen, seluruh Sivitas Akademika Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam khususnya dan UIN Walisongo Semarang pada umumnya yang telah ikhlas dalam membagikan ilmunya kepada penulis selama berada di bangku perkuliahan. 6. Segenap pengurus dan pengelola Badan Amil Zakat Nasional

Kabupaten Semarang, yang telah menerima penulis dengan hangat dalam memberikan izin, melakukan penelitian, memberikan informasi, dan memberikan ilmunya dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Teristimewa untuk Bapak dan Ibu tercinta, Bapak Achmad Muanas dan Ibu Muzaro’ah, yang senantiasa memanjatkan doa dengan penuh tulus ikhlas serta kasih sayang secara moril maupun materil dalam setiap langkah penulis, dan juga adikku Maulida Zakia Fauziatus Sabrina yang selalu menjadi pemicu semangat penulis.

(12)

xii

kepada penulis.

9. Rekan-rekan seperjuangan kelas EIE 2012. Ziyaul, Fatih, Ibnu, Irham, Kapid, Frahma, Rudi, Zulfikar, Bagas, Ziyah, Rika, Zoana, Ari, Ely yang bersama-sama hingga akhir nafas perjuangan. Tiga cowok yang selesai lebih dulu, Jatmiko, Niam, Galih. Dan yang sudah sukses dahulu di luar sana Aini, Zakia, Miya, Listiana, Eka, Khusnul, Dian, Iin, Mut, Azizah, Utami, Shofa, Jen, Kurnia, Mita, Huda, Deni, Eko, Feri. Semoga tali silaturahmi kita tidak pernah putus.

10. Keluarga JQH eL-Fasya eL-Febi’s, Kang Abi, Kang Rois, Kang As’ad, Kang Rifa’i, Kang Asykar, Kang Boneng, Yi Makmun, Yi Asyil, Yi Ragil, Yi Salis, Yi Anam, Gus Arfin, Zuhdi, Ziyan, Rizki, Irma, Farih, Sa’at, Insy, Cimoet, Ehsan, Firoh, Hasib, Kholid, Gus Tomi, Nadhif, Haidar, Toni, Anas, Fathun, Salim, Vivi, Lely, Pipit, Yandi, Udin, Tere dan masih banyak lagi yang terpaksa tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. Terima kasih atas segala ilmu, pengalaman, motivasi, dan persahabatan tulus selama ini menjadi keluarga di masa-masa studi.

11. Sahabat-sahabat Grup Hadroh HubburRosul Semarang, Anggi, Galih, Toples Hidayat, Bacem Latif, Ennug, Lukman, Arip, Kang Hendro, Ryan, Kang Jamal, Wan, Entong, Erik, Kang Nafi’ serta seluruh kerabat. Semoga senantiasa diberi anugerah dan istiqomah dalam melantunkan sholawat.

(13)

xiii

Jayadi, Sigit, Udin. Terima kasih atas kebersamaannya selama ini.

13. Rekan KKN MIT V 2018 Kelurahan Sumurrejo, Da’i, Riki, Sodikin, I’an, Nahar, Lely, Afiyah, Anik, Arina, Fitri, Riski, Ida. Semoga tali silaturahmi kita tetap terjaga.

14. Seluruh pihak telah membantu dan mendukung dalam selesainya skripsi yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. Terima kasih atas seluruh bantuan, motivasi, dan do’a yang telah diberikan kepada penulis. Penulis hanya bisa mendoakan agar menjadi amal kebaikan yang akan mendapat balasan dari Allah SWT.

Penulis menyadari dalam penelitian ini terdapat banyak kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca agar menjadi karya yang lebih baik.

Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca.

Semarang, 6 Juli 2019 Penulis,

Mahfudz Irfan Firdaus NIM: 122411124

(14)

xiv

HALAMAN JUDUL ... i PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii PENGESAHAN ... iii MOTTO ... iv PERSEMBAHAN ... v DEKLARASI ... vi

PEDOMAN TRANSLITERASI ... vii

ABSTRAK ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 7

D. Telaah Pustaka ... 8

E. Metode Penelitian Skripsi ... 11

F. Sistematika Penulisan Skripsi ... 15 BAB II KAJIAN TENTANG ASAS PENGELOLAAN

ZAKAT SERTA EFISIENSI DAN EFEKTIFITAS PELAYANAN

(15)

xv

2. Dasar Hukum Zakat ... 18

3. Syarat dan Rukun Zakat ... 20

4. Golongan yang Berhak Menerima Zakat ... 21

5. Tujuan dan Manfa’at Zakat ... 22

B. Pengelolaan Zakat ... 23

1. Pengelolaan Zakat Nasional ... 23

2. Organisasi Amil Zakat ... 24

C. Asas Pengelolaan Zakat ... 26

1. Syari’at Islam ... 27 2. Amanah ... 28 3. Kemanfa’atan ... 29 4. Keadilan ... 29 5. Kepastian Hukum ... 30 6. Terintegrasi ... 31 7. Akuntabilitas ... 32

D. Pelayanan yang Efektif dan Efisien ... 33

1. Pelayanan Publik ... 33

2. Efektifitas dan Efisiensi Pelayanan ... 35

E. Pengukuran Kinerja Pelayanan BAZNAS ... 39

BAB III GAMBARAN UMUM BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL (BAZNAS) KABUPATEN SEMARANG A. Profil BAZNAS Kabupaten Semarang ... 46

(16)

xvi

2. Visi dan Misi serta Semangat Pengelola

BAZNAS Kabupaten Semarang ... 52

3. Susunan Pengurus BAZNAS Kabupaten Semarang ... 52

4. Tugas Pokok dan Fungsi BAZNAS Kabupaten Semarang ... 53

5. Ruang Lingkup Bidang Pengumpulan Zakat 54

6. Program Pengumpulan dan Pentasyarufan ... 54

7. Prosentase Pentasyarufan ... 55

8. Program Pemberdayaan ... 58

B. Implemestasi Asas Pengelolaan Zakat ... 60

1. Syari’at Islam ... 60 2. Amanah ... 61 3. Kemanfa’atan ... 62 4. Keadilan ... 63 5. Kepastian Hukum ... 63 6. Terintegrasi ... 64 7. Akuntabilitas... 65

C. Hak Amil, Penghimpunan serta Pentasyarufan Zakat ... 65

1. Hak Amil ... 65

2. Penghimpunan Zakat ... 66

(17)

xvii

ZAKAT SERTA EFISIENSI DAN EFEKTIFITAS

PELAYANAN BAZNAS KABUPATEN

SEMARANG

A. Analisis Implementasi Asas Pengelolaan Zakat pada BAZNAS Kabupaten Semarang ... 69 B. Analisis Efisiensi dan Efektifitas Pelayanan

BAZNAS Kabupaten Semarang ... 76 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 77 B. Saran ... 78 C. Penutup ... 79

(18)

xviii

Tabel 1. Hak Amil Zakat BAZNAS Kabupaten Semarang ... 66

Tabel 2. Dana Penghimpunan Zakat BAZNAS Kabupaten Semarang ... 67

Tabel 3. Dana Pentasyarufan Zakat UPZIS Kecamatan ... 68

Tabel 4. Dana Pentasyarufan Zakat BAZNAS Kabupaten Semarang ... 68

Tabel 5. Hasil Perhitungan Efisiensi Pengelolaan Zakat ... 77

Tabel 6. Target Pentasyarufan Zakat ... 78

(19)

xix

Gambar 1. Bangunan Sistem Pengelolaan Zakat Nasional ... 24 Gambar 2. Metode Value For Money (VFM) ... 42 Gambar 3. Jalur koordinasi BAZIS Kabupaten Semarang ... 49 Gambar 4. Susunan Pengurus BAZNAS Kabupaten Semarang . 52

(20)

xx

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian Lampiran 3. Surat Bukti Penelitian Lampiran 4. Daftar Riwayat Hidup

(21)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Sebuah permasalahan mengenai kesejahteraan sosial tidak henti-hentinya menjadi pekerjaan rumah yang harus diperhatikan oleh pemerintah dari periode ke periode selanjutnya di seluruh negara tidak terkecuali di negara Indonesia. Terlebih Indonesia merupakan negara berkembang, yaitu negara yang memiliki masyarakat dengan permasalahan kesejahteraan sosial ekonomi yang cukup tinggi. Permasalahan tersebut terus menjadi perhatian berbagai pihak dalam memberikan perannya masing-masing demi menangani permasalahan-permasalahan tersebut, yang artinya masyarakat juga telah menyadari bahwa permasalahan tersebut adalah tanggungjawab bersama berbagai kalangan atau dengan kata lain bukan hanya tanggungjawab pemerintah.

Oleh karena itu, berbagai pihak akhirnya menjalankan perannya masing-masing dengan mendirikan berbagai organisasi yang berorientasi pada sosial dan ekonomi kemasyarakatan. Dimana organisasi-organisasi ini diharapkan mampu membantu mengatasi berbagai permasalahan sosial ekonomi tersebut termasuk menangani permasalahan yang menyebabkan kemiskinan seperti ketenagakerjaan, pengangguran, pendidikan, dan masih banyak lagi yang lainnya. Dimana hal tersebut telah

(22)

menjadi persoalan bersama yang harus ditangani. Salah satu organisasi sosial yang berorientasi pada ekonomi dan telah banyak berada di tengah-tengah masyarakat adalah Organisasi Pengelola Zakat (OPZ).

Zakat memang merupakan konsep ajaran Islam yang telah diatur secara lengkap dalam Al-Qur’an. Zakat merupakan solusi untuk menangani berbagai permasalahan ekonomi terutama permasalahan kemiskinan. Bahkan Islam sangat memperhatikan masalah kemiskinan karena dipandang sebagai ancaman terbesar bagi keimanan seseorang (Q.S. Al-Baqarah: 268).1 Oleh karena itu, OPZ memiliki peran yang penting untuk ikut membantu menangani berbagai permasalahan sosial ekonomi yang struktural tersebut di masyarakat. Sudah sangat jelas bahwa OPZ adalah sebuah organisasi yang memiliki tugas membantu pemerintah untuk membantu meningkatkan kesejahteraan.

Pada masa awal kemerdekaan bangsa Indonesia, zakat menjadi perhatian para ekonom dan ahli fiqh dalam menyusun perencanaan yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi di Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 bahwasanya Negara menjamin kemerdekaan pada penduduknya untuk memeluk agama dan menjalankannya

1 Yusuf Wibisono, Mengelola Zakat Indonesia: Diskursus Pengelolaan Zakat Nasional dari Rezim Undang-undang Nomor 38 tahun 1999 ke Rezim Undang-undang Nomor 23 tahun 2011, Jakarta: Kencana, 2015, h. 22

(23)

sesuai kepercayaannya masing-masing,2 serta ditegaskan kembali pada pasal 34 yang menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Kata-kata fakir miskin yang tercantum dalam UU tersebut jelas menunjukkan kepada mustahiq zakat yaitu golongan orang-orang yang berhak menerima zakat.

Berbagai penerapan zakat oleh pemerintah terus berlanjut dari masa ke masa. Tahun 1951, Kementerian Agama mengeluarkan Surat Edaran dengan Nomor: A/VII/17367 tentang Pelaksanaan Zakat Fitrah. Kemudian Kementerian Agama mulai menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pelaksanaan Zakat pada tahun 1964 yang belum sempat diajukan baik kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) maupun Presiden. Perhatian pemerintah muncul lagi di tahun 1968 dengan membentuk Baitul Mal oleh Kementerian Agama, namun Menteri Keuangan menjawab bahwa peraturan mengenai zakat cukup dengan Putusan Menteri Agama saja. Hingga akhirnya pada tahun 1999 keluarlah Undang-Undang No. 38 tentang Pengelolaan Zakat serta Keputusan Menteri Agama tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.

Pasca diterbitkannya UU No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, maka pelaksanaan zakat dilakukan oleh suatu wadah yakni Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk serta

(24)

dikelola oleh pemerintah serta Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk dan dikelola sepenuhnya oleh masyarakat dalam suatu organisasi masyarakat atau yayasan-yayasan. Sebagai konsekuensinya, akhirnya pemerintah pusat hingga pemerintah daerah memfasilitasi terbentuknya organisasi tersebut. Maka dibentuklah Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) untuk tingkat pusat serta membentuk Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) untuk tingkat provinsi dan kota/kabupaten di setiap daerah-daerah berdasarkan Keputusan Presiden No. 8 tahun 2001.

Seiring berjalannya waktu, Undang-Undang tahun 1999 mulai dirasakan memiliki beberapa kelemahan yang akhirnya keluarlah UU No. 23 tahun 2011. Namun pembaruan ini tidak merubah banyak esensi mengenai tugas yang diemban oleh Organisasi Amil Zakat yang memiliki tujuan besar yaitu untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat serta meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan, tentunya sesuai asas pengelolaan zakat, diantaranya adalah syariat Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi dan akuntabilitas pada setiap lembaga amil zakat.3

Beberapa upaya Organisasi Amil Zakat yang diharapkan mampu untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam

3 Lembaran Negara RI, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. pasal 2

(25)

pengelolaan zakat yaitu dengan memaksimalkan seluruh potensi zakat yang ada dari masyarakat. Hal tersebut bisa tercapai ketika Organisasi Amil Zakat berhasil dalam menumbuhkan kesadaran masyarakat melalui pendekatan-pendekatan yang persuasif diantaranya melalui sosialisasi ajaran zakat dan infak.4 Selain itu, Lembaga pengelola zakat juga berhak untuk menyalurkan zakat dengan wujud usaha produktif dan mendistribusikannya pada target mustahik yang tepat. Beberapa upaya tersebut bertujuan terwujudnya pemerataan, keadilan dan pengentasan kemiskinan.

Tujuan utama lainnya yang juga tercantum dalam Undang-Undang adalah mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. Organisasi Amil Zakat adalah sebuah organisasi yang dalam berbagai langkah-langkahnya diharapkan dapat mendorong terjadinya keadilan distribusi harta di masing-masing daerah disekitarnya, dengan mekanisme zakat yaitu mengumpulkan zakat yang diambilkan dari harta orang-orang kaya untuk kemudian dialokasikan kepada para mustahik yang telah ditentukan dalam Al-Qur’an. Langkah ini tentu saja dapat meningkatkan solidaritas antar sesama serta mampu meningkatkan pemerataan ekonomi atau meminimalisir ketimpangan ekonomi yang ada dalam masyarakat.5

4 A. Qodri Azizy, Membangun Fondasi Umat (Meneropong Prospek dan Perkembangannya Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, h.136

5 Zuhraini Anny, “Pengaruh Prinsip Transparancy, Prinsip Accountability, Prinsip Responsibility, Prinsip Indepandency, dan Prinsip

(26)

Berbagai permasalahan kemiskinan yang bisa dikatakan permasalahan global tersebut, akhirnya tidak lepas diberbagai daerah termasuk Kabupaten Semarang. Data menyebutkan jika garis kemiskinan Kabupaten Semarang berada di bawah rata-rata garis kemiskinan Kabupaten/Kota di Jawa Tengah selama 4 tahun berturut-turut sejak 2014 yaitu Rp 275.612 Rupiah, 286.918 Rupiah, 307.505 Rupiah, 317.935 Rupiah. Sedangkan rata-rata Kabupaten/ Kota di Jawa Tengah yaitu 281.570 Rupiah, 297.851 Rupiah, 317.348 Rupiah, 333.224 Rupiah.6 Permasalahan yang masih kompleks ini dapat dipicu oleh beberapa hal tidak terkecuali tata kelola yang kurang maksimal oleh Organisasi Amil Zakat di Kabupaten Semarang, mulai permasalahan yang disebabkan oleh kurangnya kesadaran masyarakat hingga pentasarufan dari Badan Amil Zakat kepada masyarakat (mustahik) yang membutuhkan.

Pembahasan mengenai potensi zakat tidak dapat dilepaskan dari beberapa aspek yang terkait dengan zakat yakni, Muzakki (pemberi zakat) itu sendiri, Asnaf (delapan asnaf), Amilin (institusi) dan manajemen zakat (pengelolaan) yang harus bersinergi untuk membentuk sebuah sistem yang transparan,

Fairness terhadap Kinerja Ekonomi Lembaga Pengelola Zakat (Studi di BAZ dan LAZ) Provinsi D.I.Y., Yogyakarta: Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009, h. 3

6 BPS Prov. Jawa Tengah, “Data dan Informasi Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah 2013-2017”, Semarang: Surya Lestari, Lampiran Tabel h. 28-31

(27)

akuntabel, dan efektif, sehingga tujuan pelaksanaan zakat secara sosial akan mudah terwujud.7 Dengan mengamati berbagai latar belakang permasalahan tersebut, maka penulis merasa perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai pengelolaan zakat yang ada di Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Semarang. Berkaitan dengan hal tersebut, penulis akan melakukan penelitian dengan judul: “Analisis Implementasi Asas Pengelolaan Zakat pada Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Semarang”. B. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana Implementasi Asas Pengelolaan Zakat pada Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Semarang?

2. Bagaimana Efisiensi dan Efektifitas Pengelolaan Zakat di Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Semarang?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini memiliki tujuan untuk mendeskripsikan secara analitis tentang pengimplementasian mengenai asas pengelolaan zakat pada Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Semarang. Sedangkan secara khusus, penelitian ini memiliki beberapa tujuan antara lain:

7 Handi Risza Idris, “Quo Vadis Potensi Zakat, “http://www.yahoo.com/, akses 2 Januari 2005.

(28)

a. Untuk mengetahui bagaimana implementasi asas pengelolaan zakat pada Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Semarang.

b. Untuk mengidentifikasi, apakah telah mencapai pengelolaan yang efisien dan efektif pada Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Semarang.

2. Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini diantaranya sebagai berikut:

a. Manfaat akademis

Seiring berkembangnya zaman, maka penelitian ini dapat memberikan sumbangan kajian teori serta referensi kontemporer bagi ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.

b. Manfaat praktis

Memberikan pedoman lebih lanjut tentang peningkatan pengelolaan yang efektif dan efisien sesuai tujuan dari pengelolaan zakat yang diatur dalam undang-undang di Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Semarang pada khususnya dan organisasi-organisasi pengelolaan zakat lainnya pada umumnya.

D. Telaah Pustaka

Telaah Pustaka bertujuan untuk menghindari adanya duplikasi dengan penyusunan yang telah ada sebelumnya.

(29)

Sehubungan dengan pokok masalah yang akan diteliti maka perlu adanya beberapa referensi baik berupa karya ilmiah dalam bentuk skripsi, buku dan lainnya. Sebagaimana yang telah ditulis dalam bentuk skripsi berikut ini:

Skripsi dengan judul “Analisis Implementasi Good Corporate Governance dari Aspek Akuntabilitas pada Badan Amil Zakat (Studi Kasus pada BAZNAS Kabupaten Jepara)” oleh Ahmad Kurniawan. Skripsi ini menyimpulkan bahwasannya BAZNAS Kabupaten Jepara telah mengimplementasikan Good Corporate Governance dari aspek akuntabilitas, akan tetapi implementasinya secara umum belum berjalan secara maksimal karena masih terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan BAZNAS Kabupaten Jepara.8

Berikutnya skripsi dengan judul “Optimalisasi Pengelolaan Zakat sebagai Sarana Mencapai Kesejahteraan Sosial di Badan Amil Zakat Kota Semarang” oleh Erwin Aditya Pratama. Skripsi ini menyimpulkan Menganalisa pengelolaan zakat yang dilakukan Badan Amil Zakat Kota Semarang kurang berjalan efektif. Hal ini tidak sesuai dengan apa yang di cita-citakan dalam pasal 29 ayat 2 UUD 1945 dimana masih banyak

8 Ahmad Kurniawan, Analisis Implementasi Good Corporate Governance dari Aspek Akuntabilitas pada Badan Amil Zakat di BAZNAS Kabupaten Jepara, skripsi UIN Walisongo Semarang, 2014

(30)

wajib zakat Kota Semarang yang belum melaksanakan kewajiban dalam membayarkan zakat.9

Selanjutnya, skripsi oleh Nur Atika dengan judul: “Optimalisasi Strategi Pengelolaan Zakat sebagai Sarana Mencapai Kesejahteraan Masyarakat pada Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Maros.” Skripsi ini menyimpulkan bahwa Menganalis pengelolaan zakat yang dilakukan oleh BAZNAS Kabupaten Maros kurang efektif. Hal ini tidak sesuai dengan pasal 29 ayat 2 UUD 1945 dimana masih banyak muzakki khususnya para Aparat Sipil Negara Kabupaten Maros yang belum melaksanakan kewajibannya untuk membayarkan zakat. Dan tidak sesuai tujuan pada pasal 1 ayat 1 Undang-undang No.9 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial untuk memenuhi pemerataan kesejahteraan sosial.

Kemudian jurnal yang berjudul: “Regulasi Zakat di Indonesia: Upaya Menuju Pengelolaan Zakat yang Profesional” oleh Muhammad Aziz. Dimana jurnal tersebut menyimpulkan bahwa regulasi zakat perlu diatur oleh Negara, dalam rangka untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat, serta meningkatkan manfaat zakat itu sendiri

9 Erwin Aditya Pratama, Optimalisasi Pengelolaan Zakat sebagai Sarana Mencapai Kesejahteraan Sosial di Badan Amil Zakat Kota Semarang, skripsi Universitas Negeri Semarang, 2013

(31)

demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat serta penanggulangan kemiskinan.10

Sedangkan yang akan penulis bahas dalam penelitian ini adalah, “ANALISIS IMPLEMENTASI ASAS PENGELOLAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL KABUPATEN SEMARANG.”

E. Metode Penelitian Skripsi 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research).11 Dimana penulis akan mengamati dan mempelajari secara intensif tentang fenomena yang terjadi dalam lingkungan suatu unit sosial, diantaranya individu, kelompok serta lembaga atau masyarakat.12 Soetandyo Wingjosoebroto mengatakan bahwa penelitian ini untuk menemukan teori-teori mengenai proses terjadinya dan bekerjanya hukum dalam masyarakat.13 Untuk itu, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena peneliti akan

10 Muhammad Aziz, Regulasi Zakat di Indonesia: Upaya Menuju Pengelolaan Zakat yang Profesional, Al-Hikmah: Jurnal Studi Keislaman Vol. 4 No. 1, 2014

11 J. Supranto, Metode Riset Aplikasinya dalam Pemasaran, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 1978, h. 7

12 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009, h. 26

13 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Grafindo Persada, 1997, h. 42

(32)

mengkaji bagaimana implementasi asas pengelolaan zakat pada Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Semarang. 2. Sumber Data

a. Data Primer

Data primer yaitu sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data.14 Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan Pengelola Zakat di Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Semarang. Data yang terkumpul merupakan gambaran umum tentang Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Semarang, implementasi asas pengelolaan zakat serta pelayanannya setelah mengimplementasikan asas tersebut.

b. Data Sekunder

Data sekunder yaitu sumber data yang digunakan sebagai pendukung pembahasan penelitian. Data sekunder ini meliputi data yang bersumber dari buku-buku atau referensi lainnya serta laporan yang terkait dengan penelitian. Data sekunder ini diperoleh melalui laporan Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Semarang serta buku-buku referensi yang mendukung teori penelitian.

14 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2009,h. 225

(33)

3. Metode Pengumpulan Data

Data Jenis penelitian ini bertujuan untuk mempelajari secara intensif keadaan yang terjadi sekarang pada objek penelitian mulai interaksi lingkungan, individu, kelompok, lembaga atau masyarakat. Metode yang digunakan yaitu:

a. Observasi

Observasi adalah suatu proses pengamatan yang komplek kemudian dilanjutkan dengan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang di teliti.15 Dengan teknik ini, peneliti mengamati secara langsung apa yang sedang terjadi di lapangan serta mencatat beberapa hal yang perlu di teliti. Dalam hal ini yaitu proses dalam mengimplimentasikan pengelolaan zakat serta pelayanannya terhadap masyarakat.

b. Wawancara

Wawancara adalah pengumpulan data dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan secara langsung dari pewawancara sebagai pengumpul data kepada narasumber sebagai respondennya.16 Metode ini bertujuan untuk memperoleh jawaban secara langsung

15 Husaini Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi Aksara, 2000, h. 54

16 Irawan Soeharto, Metode Penelitian Sosial, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999, h. 67

(34)

dari responden sehubungan dengan obyek penelitian, sehingga dapat memperoleh informasi yang valid dengan bertanya langsung kepada responden.

Wawancara di lakukan dengan terbuka artinya peneliti hanya menyediakan daftar-daftar pertanyaan secara garis besar, dan narasumber diberikan keleluasaan dalam memberikan jawaban. Dalam hal ini yang menjadi narasumber adalah Kepala Operasional Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Semarang serta beberapa mustahik.

c. Dokumentasi

Dokumentasi dapat dilakukan dengan cara pengumpulan beberapa informasi, pengetahuan tentang fakta dan data dengan kategori dan klasifikasi bahan tertulis yang berhubungan dengan masalah dan tujuan penelitian,17 baik dari sumber dokumen yang dipublikasikan maupun tidak dipublikasikan, buku-buku, jurnal ilmiah, koran, majalah, website dan lain-lain. Sedangkan dokumentasi sumber penelitian dalam hal ini adalah arsip-arsip mengenai laporan pertanggungjawaban, baik laporan kinerja maupun laporan keuangan dari Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Semarang.

17Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi 2010 IAIN Walisongo Semarang, Semarang: Fakultas Syariah, 2010, h. 13

(35)

d. Metode Analisis Data

Dalam menganalisis data, penelitian ini menggunakan metode deskriptif18 analitis19 dengan tujuan untuk memberikan gambaran secara menyeluruh dan mendalam tentang suatu keadaan atau gejala yang diteliti.20 Hasil analisis tersebut kemudian akan diuraikan dan digambarkan secara lengkap dalam suatu bahasa, sehingga terdapat korelasi pemahaman antara apa yang terjadi di lapangan dengan bahasa yang digunakan untuk menguraikan data tersebut.21

F. Sistematika Penulisan Skripsi

Sistematika penulisan diharapkan mampu menunjukkan hasil penelitian yang mudah dipahami. Berikut garis besar yang disusun dalam penelitian ini:

a. Bab I yaitu pendahuluan yang akan memuat latar belakang masalah, fokus penelitian, permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, serta telaah pustaka, kemudian metode penelitian skripsi serta sistematika penulisan skripsi.

18 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 1996, h. 243

19 Sudarsono, Kamus Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, 1999, h. 32 20 Soerjono Sukanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet. III, Jakarta: UI Press, 1986, h. 10

21 Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 1990, h. 54

(36)

b. Bab II mengenai landasan teori berupa kajian umum tentang zakat diantaranya pengertian zakat beserta dasar hukumnya, syarat dan rukun zakat, golongan yang berhak menerima zakat, serta tujuan dan manfaat zakat. Selanjutnya pengelolaan zakat yang terdiri dari pengelolaan zakat nasional, organisasi pengelola zakat, asas pengelolaan zakat dan tujuan pengelolaan zakat. Kemudian pelayanan yang efektif dan efisien serta pengukuran kinerja Pelayanan Badan Amil Zakat Nasional.

c. Bab III berisi deskripsi objek penelitian. Dalam hal ini mencakup gambaran umum Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Semarang yang meliputi profil, sejarah berdirinya, visi dan misi, struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi, ruang lingkup pengelolaan zakat, program kerja, implementasi asas pengelolaan zakat, serta hak amil pentasyarufan serta pemberdayaannya.

d. Bab IV akan menguraikan analisis dan pembahasan. Bagaimana implementasi asas pengelolaan zakat pada Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Semarang serta apakah pelayanan telah mencapai efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan zakat.

e. Bab V yakni penutup yang berisi kesimpulan dari hasil penelitian, saran serta penutup.

(37)

17

EFISIENSI DAN EFEKTIFITAS PELAYANAN

A. Zakat

1. Pengertian Zakat

Zakat memiliki beberapa arti baik secara bahasa maupun secara istilah. Jika diartikan secara bahasa (etimologi), zakat berarti nama’ (kesuburan), thaharah (kesucian), barakah (keberkahan), dan juga tazkiyya thahir (mensucikan).1 Pendapat tentang arti zakat datang dari para cendekiawan muslim, misalnya Sayyid Sabiq yang mengartikan bahwa zakat adalah nama suatu hak Allah yang dikeluarkan seseorang kepada fakir miskin, serta ada harapan untuk memperoleh berkah, membersihkan jiwa dan tambahnya beberapa kebaikan.2

Sedangkan pendapat Syekh Taqiyyudin bahwa zakat adalah harta yang dizakatkan. Sebab, harta yang dizakati akan berkembang, sebab berkah membayar zakat dan doa orang yang menerima.3 Kemudian Yusuf Al-Qardawi,

1

Hasby Ash-Shiddieqy, Pedoman Zakat, Jakarta: Bulan Bintang, 1987, h. 24.

2 Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunah, juz lll, Kuwait: Dar al-Bayan, 1968)

, h. 5.

3

Syekh Taqiyyudin Al-Hisni, Kifayatul Akhyar, Surabaya: Al-Haramain, 2002, h. 104.

(38)

mengistilahkan zakat sebagai bagian tertentu dari harta yang dimiliki, yang telah Allah wajibkan untuk diberikan kepada mustahik (orang-orang yang berhak menerima zakat).4 Dari berbagai pendapat tersebut, maka penulis menyimpulkan bahwa zakat adalah harta yang wajib diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai syarat yang telah ditentukan. 2. Dasar Hukum Zakat

Perintah Allah SWT berupa zakat bukanlah perintah baru yang diperintahkan kepada umat Rasulullah. Zakat telah ada dan telah dijalankan sejak umat para nabi sebelum Rasulullah SAW. Misalnya dari umat Nabi Ibrahim yang telah dijelaskan di Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat ke 123.5

                

Artinya: “Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): "Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif, dan bukanlah Dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.”

Ayat tersebut menceritakan bahwa Allah telah memberi perintah zakat jauh sebelum turunnya Al-Qur'an. Hal itu menerangkan bahwa zakat sebagai rangkaian ibadah mahdhah kepada Allah SWT seperti shalat, puasa dan haji. Jika ibadah shalat dan puasa memiliki nilai ibadah untuk membentuk kepribadian seseorang, maka zakat ialah ibadah

4

Yusuf al-Qardawi, Fiqhus Zakat, Beirut: Muassasah, 1991, h. 38.

(39)

yang berhubungan dengan harta dan memiliki nilai sosial ekonomi antar sesama untuk kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, keberadaan zakat menjadi bagian mutlak dari iman seseorang atau ma’lumminad-diin bidh-dharurah.6 Allah berfirman:               

Artinya: “dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.”(Q.S. Al-Baqarah: 43).

Kemudian kewajiban zakat sebagai rukun Islam juga tertera dalam hadis Rasulullah SAW yang disampaikan oleh Ibnu Umar:

َيِنُب َمهلَسَو ِهْيَلَع ُ هاللَّ ىهلَص ِ هاللَّ ُلوُسَر َلاَق َلاَق اَمُهْنَع ُ هاللَّ َيِضَر َرَمُع ِنْبا ْنَع

ْسِ ْلْا

ِماَقِإَو ِ هاللَّ ُلوُسَر اًدهمَحُم هنَأَو ُ هاللَّ هلَِإ َهَلِإ َلَ ْنَأ ِةَداَهَش ٍسْمَخ ىَلَع ُم َلَ

َناَضَمَر ِمْوَصَو ِّجَحْلاَو ِةاَكهزلا ِءاَتيِإَو ِة َلَهصلا

Artinya: “Ibnu Umar r.a. berkata, "Rasulullah saw bersabda, 'Islam dibangun di atas lima dasar: 1) bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak diibadahi kecuali Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah Utusan Allah; 2) menegakkan shalat; 3) membayar zakat; 4) haji; dan 5) puasa pada bulan Ramadhan.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Berbagai dasar hukum tersebut, menjadi alasan khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq memerangi orang-orang yang shalat tetapi tidak mengeluarkan zakat. Sikap tegas yang diambil oleh khalifah, menunjukkan bahwa perbuatan

(40)

meninggalkan zakat adalah suatu pemberontakan dan kedurhakanan. Jika hal tersebut dibiarkan maka akan memunculkan berbagai permasalahan sosial ekonomi yang muncul dalam kehidupan masyarakat.7 Selanjutnya, Ijma’ Ulama juga sepakat bahwa perintah zakat termasuk rukun Islam sehingga hukumnya wajib dan bisa disebut kafir bagi yang mengingkarinya.8

3. Syarat dan Rukun Zakat

Zakat merupakan ibadah mahdhah yang telah memiliki ketentuan-ketentuan operasional secara lengkap. Mulai dari harta yang terkena zakat (mal az-zakah), tarif zakat (miqdar az-zakah), batas minimal harta kena zakat (nishab), waktu pelaksanaan zakat (haul), hingga sasaran zakat (masharif az-zakah).9 Zakat diwajibkan pada setiap muslim yang telah memenuhi syarat wajib melaksanakan zakat, diantaranya muslim (orang yang beragama Islam), baligh atau dewasa, berakal sehat, serta mencapai nishab.10

Sedangkan syarat harta yang wajib dizakati yaitu: 1) Milik Sempurna, artinya harus dimiliki secara sah dan

7 Abu Bakar Jaabir al-Jazaari, Minhajul Muslim, Beirut: Daar

al-Fikr, 1976, h. 41

8

Fakhrudin, Fiqih dan Manajemen di Indonesia, Malang: UIN Malang Press, h. 23.

9 Yusuf Wibisono, Mengelola Zakat Indonesia, Jakarta: Kencana,

2015, h. 3

10

Institut Manajemen Zakat, Panduan Puasa dan Zakat, Jakarta: Kementerian Agama RI, 2007, h. 25

(41)

dikuasai penuh baik didapat dari usaha atau pemberian, yang mungkin diambil manfaatnya atau disimpan; 2) Berkembang, dimana harta tersebut memiliki potensi untuk berkembang, seperti perdagangan, deposito, peternakan, dll; 3) Mencapai nisab, yaitu harta tersebut telah mencapai ukuran untuk dikenakan zakat; 4) Mencapai haul, dengan kata lain harta tersebut telah dimiliki dalam satu tahun.11

Adapun rukun zakat atau sesuatu yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan zakat terdiri dari empat poin, yaitu: 1) adanya niat, 2) muzaki atau orang yang melakukan zakat, 3) mustahik atau orang yang berhak menerima zakat, 4) harta atau sesuatu yang dizakatkan. Sedangkan syarat sah ibadah zakat hanya ada dua, yaitu adanya niat dari muzaki (orang yang mengeluarkan zakat) serta pengalihan kepemilikan dari muzaki kepada mustahik (orang yang berhak menerima zakat).12

4. Golongan yang Berhak Menerima Zakat

Golongan yang berhak menerima zakat atau mustahik zakat telah ditentukan oleh Allah SWT. Allah SWT berfirman:

11

M. Daud, et al. Lembaga-Lembaga Islam di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995, h. 244

(42)

                                        

Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah: 60).

Maka telah jelas bahwa harta zakat hanya boleh diterima oleh delapan asnaf yang telah ditentukan Allah SWT yaitu fuqara’ (orang yang tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi kehidupannya), masakin (orang yang dalam keadaan kekurangan), ‘amil (petugas zakat), mu’allaf (orang yang baru masuk Islam atau orang kafir yang ada harapan masuk Islam), fir riqab (budak yang belum merdeka), gharimin (orang yang berhutang untuk kepentingan Islam), fi sabilillah (orang yang berjuang untuk di jalan Allah, dan musafir (orang yang kesusahan dalam perjalanan).

5. Tujuan dan Manfaat Zakat

Dalam kehidupan bermasyarakat, ibadah zakat merupakan ibadah yang memiliki esensi yang sangat penting untuk kehidupan bersama. Banyak hikmah dan manfaat yang

(43)

demikian besar dan mulia.13 Jika zakat dilaksanakan dengan baik dalam sebuah negara maka zakat akan mampu menjadi sendi utama untuk mempengaruhi dampak ekonomi yang luar biasa terhadap aspek fiskal.14 Karena zakat merupakan wujud sumber keuangan dari komitmen sosio-ekonomi penting dari umat Islam, untuk memenuhi kebutuhan semua orang tanpa meletakkan seluruh badan ke atas pundak perbendaharaan publik (negara) yang tanpa disadari telah dilakukan aliran sosialisme.15 Maka dari itu, manfaat zakat akan sangat berdampak positif sekaligus meminimalisir ketimpangan sosial ekonomi di masyarakat.

B. Pengelolaan Zakat

1. Pengelolaan Zakat Nasional

Pada setiap UU yang dikeluarkan pemerintah, terdapat peraturan pelaksanaan yang memuat beberapa ketentuan sebagai satu kesatuan dari adanya sistem, begitupun dengan UU Pengelolaan Zakat yang pada dasarnya menggambarkan sebuah sistem pengelolaan zakat nasional. Gambaran yang komprehensif mengenai sistem ialah sebuah

13

Abdurrahman Qadir, Zakat dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998, h. 82.

14 Umrotul Khasanah, Manajemen Zakat Modern Instrumen Pemberdayaan Ekonomi Umat, Malang: UIN-Maliki Press, 2010, h. 208.

15

M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, Surabaya: Risalah Gusti, 1999, h. 292.

(44)

bangunan utuh dan kokoh. Maka, sistem pengelolaan zakat dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Bangunan Sistem Pengelolaan Zakat Nasional

2. Organisasi Amil Zakat

Pada dasarnya, zakat secara bebas disalurkan oleh siapapun baik secara individu ataupun melewati pengelola zakat. Namun mayoritas ulama lebih sepakat bahwa sebaiknya zakat dikelola dan diatur oleh pemerintah. Dalam prakteknya, perkembangan pengelolaan zakat pun akhirnya dipengaruhi oleh pemerintah yang sedang berkuasa saat itu. Beberapa alasan agar zakat dikelola melalui pengelola zakat diantaranya: 1) Menjamin ketaatan pembayaran; 2) Meminimalisir rasa canggung yang dialami oleh mustahik terhadap muzakki; 3) Mengoptimalkan alokasi zakat yang

(45)

efektif dan efisien; 4) Keterkaitan antara urusan agama dan negara.16

BAZNAS merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, serta pendayagunaan zakat.17 Ketentuan tersebut mengatur diantaranya menentukan amil zakat beserta tugas dan fungsinya, langkah dalam mengelola zakat, serta sanksi bagi para pengelola yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Kemudian, Unit Pengelola Zakat (UPZ) yang dibentuk oleh masing-masing BAZNAS merupakan ujung tombak yang memiliki peran dalam pengumpulan zakat sesuai posisinya.18 Dalam melaksanakan fungsinya sebagai pengelola zakat, kewajiban tersebut harus dijiwai dengan asas pengelolaan zakat serta menerapkan kaidah-kaidah yang telah ditentukan.19

16 Nurul Huda dan M. Heykal, Lembaga Keuangan Islam, Jakarta:

Kencana, 2010, h. 305.

17

UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, Pasal 5 Ayat (3).

18 UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, Pasal 1 Ayat

(9).

19

Didin Hafiduddin, et al. Fiqh Zakat Indonesia, Jakarta: BAZNAS, 2015, h. 216.

(46)

Dalam menjalankan tugasnya, lembaga pengelola zakat harus bersifat:20 1) Independen, artinya lembaga ini tidak bergantung pada lembaga tertentu serta lebih leluasa dalam memberikan pertanggungjawaban terhadap donatur; 2) Netral, dalam menjalankan aktifitasnya tidak boleh menguntungkan pihak tertentu karena dapat mengurangi kepercayaan donatur terhadap amil zakat; 3) Tidak berpolitik praktis, hal ini perlu dilakukan agar pengelola mampu merangkul donatur lebih luas serta tidak digunakan untuk kepentingan politik 4) Tidak bersifat diskriminatif, karena kekayaan dan kemiskinan bisa terjadi kepada siapapun, dimanapun dan kapanpun secara universal. Sehingga dalam pengalokasiaannya memerlukan parameter yang jelas.

C. Asas Pengelolaan Zakat

Asas adalah sebuah pondasi atau ruh yang membentuk niat, pemikiran, ucapan dan perbuatan yang menentukan kuat/lemah, besar/kecil, serta baik/buruk bangunan diatasnya. Pemahaman tersebut akan menentukan visi, misi, posisi dan strategi para pengelolanya, dalam hal ini yaitu pengelola zakat nasional.21 Untuk mencapai tujuan pengelolaan zakat nasional yang efektif dan efisien serta meningkatkan manfaat zakat,22

20

Huda dan Heykal, Lembaga.., h. 305.

21

Didin, et al. Fiqh..., Jakarta: BAZNAS, 2015, h. 212

(47)

maka diperlukan asas dalam pengelolaan zakat tersebut. Asas-asas yang tercantum dalam UU Nomor 23 Tahun 2011, yaitu: 1. Syariat Islam

Pengelolaan zakat dipahami dan diniatkan sebagai penegakan rukun Islam dan pelaksanaan ibadah, yang setidaknya mencakup pengertian bahwa menunaikan zakat berarti menegakkan Islam dan mengingkarinya berarti menghancurkan Islam. Allah SWT berfirman:

                                                

Artinya:“Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian, jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. At-Taubah: 5).

Selain itu, zakat merupakan kewajiban setiap muslim dengan kata lain tidak semata-mata bersifat sukarela. Dimana pembayaran dan penyaluran zakat, harus sesuai dengan syarat dan rukun yang telah ditentukan baik oleh agama maupun negara, atau bukan merupakan sumbangan biasa yang bisa dilakukan sekehendak muzaki atau amil. Selain itu, perlu

(48)

diingat bahwasanya amil adalah perantara muzaki dengan mustahik atau bukan pemilik harta zakat yang sesungguhnya. Sehingga dalam memenuhi kebutuhan amil, amil tidak boleh mengambila hingga melebihi hak amil apalagi sampai mengorbankan hak mustahik.

2. Amanah

Sifat Amanah merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh setiap amil zakat, karena sebaik apapun sistem yang direncanakan, akan hancur juga jika moral para pelakunya rendah yang dalam hal ini adalah para pengelola zakat. Terlebih dana yang dikelola adalah dana umat yang secara esensi adalah milik mustahik. Kondisi ini menuntut adanya sifat amanah dari para amil zakat.23 Suatu bukti jika amil memiliki sifat amanah maka amil harus dapat dipercaya, maka amil harus memiliki kompetensi dalam pengelolaan zakat yang jujur, transparan, dan lembaga resmi yang mendapat izin pemerintah. Kompetensi yang dimiliki amil haruslah meliputi pengetahuan dan kemampuan secara teknis tentang hukum-hukum zakat serta hal-hal lain yang berkaitan dengan tugas amil zakat.24

23

Saprida, Fiqih Zakat, Shodaqoh dan Wakaf, Palembang: Noerfikri Offset, 2015, h. 27.

(49)

3. Kemanfaatan

Hadirnya pengelolaan zakat diharapkan mampu memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi setiap mustahik dan juga muzakki. Berbagai bentuk program yang dicanangkan harus sesuai dengan apa yang dibutuhkan mustahik, dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan menanggulangi kemiskinan. Sehingga para mustahik merasakan perubahan signifikan atas hadirnya pengelola zakat. Selain itu, kemanfaatan juga akan meningkatkan wibawa umat, salah satunya untuk menyelamatkan akidah umat.25 Di sisi lain, kemanfaatan juga harus diberikan pada muzakki. Dimana para muzakki akan merasakan manfaatnya dari kemudahan berzakat serta membangun kepercayaan muzakki dengan memastikan pentasyarufan yang akurat sesuai ketentuan yang berlaku. 4. Keadilan

Pengelolaan zakat dalam pendistribusiannya dilakukan secara adil, baik mustahik yang mau meminta maupun yang menahan diri dari meminta.

               

Artinya: 24.“dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, 25.bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta).”(QS. Al-Ma’arij: 24 – 25)

25 Saprida, Fiqih..., h. 54.

(50)

Maka bagi pengelola zakat, suatu kebutuhan memiliki database yang lengkap dan terintegrasi sangatlah penting dan bersifat mendesak. Karena akan menjadi tolak ukur yang pendistribusiannya disesuaikan dengan kondisi mustahik, seperti menentukan apakah mustahik diberi dalam bentuk santunan (konsumtif) atau pemberdayaan (produktif). Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan pendistribusian zakat dapat berjalan efisien sesuai proporsional dan berkesinambungan. Selain itu, standar kriteria pelayanan para amil haruslah sama terhadap setiap mustahik. Hal ini penting diterapkan demi kenyamanan para mustahik.26

5. Kepastian Hukum

Dalam pengelolaan zakat terdapat jaminan kepastian hukum bagi mustahik dan muzaki. Setiap pembayaran zakat dari muzaki dicatat secara terpisah dengan harta infak atau shadaqah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, kepastian hukum juga harus didapatkan oleh mustahik. Dimana harta yang disalurkan oleh pengelola zakat dicatat sebagai pengalihan kepemilikan harta yang kemudian menjadi perlindungan hukum atas sumber harta kekayaan.27

26

Didin, et al. Fiqh..., Jakarta: BAZNAS, 2015, h. 213

(51)

Selanjutnya kepastian hukum mengenai harta zakat, dimana harta tersebut benar-benar harta yang didapatkan melalui proses yang dibenarkan oleh syarat, misalnya hasil usaha yang baik dan halal, harta warisan, pemberian negara atau harta yang dikeluarkan karena memang telah memenuhi syarat zakat. Sedangkan harta yang diperoleh dengan cara haram seperti mencuri, korupsi, dan sejenisnya tidak wajib untuk dizakatkan bahkan harus dikembalikan kepada pemilik yang sah atau ahli warisnya.28

6. Terintegrasi

Pengelolaan zakat dilaksanakan secara hierarkis dalam upaya meningkatkan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Hierarkis disini bermakna bahwa BAZNAS memiliki wewenang untuk melaksanakan tugas pengelolaan zakat secara nasional baik kepada BAZ (pemerintah) maupun kepada LAZ (masyarakat) dalam bentuk regulasi. Dengan kata lain bahwa hierarkis disini bukanlah sentralisasi dalam bentuk rekomendasi proses perizinan dan pelaporan pengelolan zakat secara berjenjang. Oleh karena itu, perlu standar yang sama dan bersinergi mulai dari pengelola zakat nasional hingga pengelola zakat daerah.

28

Fatwa MUI No. 13 Tahun 2011 tentang Hukum Zakat atas Harta Haram.

(52)

7. Akuntabilitas

Pengelolaan zakat dapat dipertanggungjawabkan dan diakses oleh masyarakat. Untuk mencapai asas akuntabilitas, maka harus ada Standard Operating Procedure (SOP) yang jelas dan tertulis guna membuat laporan tahunan. Laporan tersebut kemudian diaudit serta mendapat opini dari dewan pengawas syariah serta harus disampaikan sesuai ketentuan serta dipublikasi seluas-luasnya melalui berbagai media informasi apapun. Untuk itu, setiap pengelola zakat harus memiliki pejabat pengelola informasi dan data (PPID) yang diharapkan bisa mewujudkan transparansi (keterbukaan informasi).

Seandainya berbagai asas tersebut dapat diimplementasikan dengan baik dan benar oleh setiap pengelola zakat, maka implikasi atau dampak dari sebuah sistem pengelolaan zakat yang kokoh, efektif dan efisien akan lebih nyata untuk dirasakan masyarakat yang membutuhkan atau dalam hal ini adalah mustahik. Hal tersebut tentu sesuai dengan tujuan adanya pengelolaan zakat, dimana esensinya adalah menanggulangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan. Jika tujuan diselenggarakannya pengelolaan zakat tersebut tercapai, maka bukan tidak mungkin jika tercapailah usaha untuk meminimalisir ketimpangan sosial ekonomi yang luar biasa di berbagai daerah yang sekaligus memperbaiki fiskal negara sesuai apa yang diharapkan pemerintah selama ini.

(53)

D. Pelayanan yang Efektif dan Efisien 1. Pelayanan Publik

Pelayanan adalah cara mengurus apa-apa yang diperlukan seseorang.29 Pelayanan merupakan tindakan yang dilakukan orang lain agar masing-masing memperoleh keuntungan yang diharapkan dan mendapatkan kepuasan.30 Sedangkan dalam sudut pandang ekonomi, pelayanan adalah segala usaha penyediaan fasilitas dalam rangka mewujudkan kepuasan para calon pembeli atau pelanggan sebelum atau sesudah terjadinya transaksi.31 Dengan demikian, penulis menyimpulkan bahwa pelayanan publik adalah sebuah proses memenuhi kebutuhan yang diperlukan masyarakat.

BAZNAS merupakan salah satu lembaga pemerintahan nonstruktural (bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri).32 Maka, BAZNAS dalam tugasnya harus sesuai dengan penyelenggaraan pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan dan pelaksana ketentuan

29 Tim Penyusun Kamus, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat

Bahasa, 2008, h. 826.

30

Moenir, Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia, Jakarta: Bumi Askara, 2000, cet. IV, h. 17.

31 Atep Adya Brata, Bisnis dan Hukum Perdata Dagas SMK,

Bandung: Armico, 1999, h. 93.

32

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat Pasal 5 Ayat 3

(54)

undangan.33 Untuk mencapai kepuasan publik maka dibutuhkan kualitas pelayanan diantaranya: 1) Transparansi. Informasi disediakan secara memadai, mudah dimengerti, terbuka dan dapat diakses semua pihak; 2) Akuntabilitas atau dapat dipertanggung jawabkan; 3) Kondisional, berpegang pada prinsip efektif dan efisien sesuai kebutuhan dan kemampuan; 4) Partisipatif, mendorong peran publik, memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan; 5) Kesamaan hak, tidak diskriminasi dari aspek apapun; 6) Keseimbangan hak dan kewajiban, mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan publik.34

Menurut Lovelock ada lima prinsip bagi pelayan publik, agar tercapai pelayanan yang berkualitas, yaitu: 1) Tangible (terjamah), misal kemampuan fisik, peralatan, personil, dan komunikasi material; 2) Reliable (handal), membentuk layanan yang dijanjikan dan konsisten; 3) Responsiveness, tanggungjawab pada mutu pelayanan; 4) Assurance (jaminan), keahlian dan perilaku; 5) Empathy (empati), perhatian perorangan pada pelanggan.35 Sedangkan standar pelayanan publik setidaknya meliputi: 1) Prosedur

33 Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63

Tahun 2003.

34 Lijan Poltak Sinambela, dkk. Reformasi Pelayanan Publik,

Jakarta: Bumi Aksara, 2006, h. 11

35

Joko Widodo, 2001, Good Governance Telaah dari Dimensi: Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Surabaya: Insan Cendekia, 2001, h. 272.

(55)

Pelayanan; 2)Waktu Penyelesaian; 3) Biaya Pelayanan; 4) Hasil Pelayanan; 5) Sarana dan Prasarana Pelayanan; 6) Kompetensi Petugas.36

2. Efektifitas dan Efisiensi Pelayanan

Efektif memiliki makna dapat membawa hasil. Dimana hasil tersebut adalah bukti keberhasilan dari suatu tindakan.37 Berbagai pendapat muncul mengenai pengertian efektif. Menurut Sedarmayati efektif ialah gambaran tingkat keberhasilan atau keunggulan dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan dan adanya keterkaitan antara nilai-nilai yang bervariasi.38 Handoko berpendapat bahwa efektif diartikan kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut Liang Gie, efektifitas merupakan keadaan terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki.39

Menurut Effendy efektifitas adalah sebuah komunikasi yang prosesnya mencapai tujuan yang direncanakan sesuai dengan biaya yang dianggarkan, waktu

36 Didin Hafidhuddin (b), Panduan Praktis Zakat Infak Sedekah,

Jakarta: Gema Insani, 1998, h. 7

37

Tim Penyusun Kamus, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa, 2008, h. 374.

38 Sedarmayanti, Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja,

Bandung: Bandar Maju, 2012, h. 89

39

The Liang Gie, Administrasi Perkantoran Modern, Yogyakarta: Liberty, 1998, h. 111.

(56)

yang ditetapkan dan jumlah personil yang ditentukan.40 Sedangkan pengertian dari efektifitas menurut Handayaningrat adalah adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan.41 Maka penulis menyimpulkan bahwa efektif adalah proses keberhasilan sebuah sistem yang dikerjakan dan mencapai tujuan sesuai yang telah direncanakan.

Empat faktor yang dapat mempengaruhi efektifitas yaitu: 1) Karakteristik Organisasi, yang terdiri dari struktur (cara unik sebuah organisasi dalam menciptakan budayanya) dan teknologi organisasi (sistem organisasi untuk mengubah input mentah menjadi output jadi); 2) Karakteristik Lingkungan, terdiri dari lingkungan internal dan lingkungan eksternal; 3) Karakteristik Pekerja, yang berpengaruh pada lancar-lambatnya tujuan organisasi; 4) Kebijakan dan Praktek Manajemen, terdiri dari penetapan tujuan strategis, pencarian dan pemanfaatan sumber daya secara efisien, menciptakan lingkungan berprestasi, komunikasi, kepemimpinan dan pengambilan keputusan serta adaptasi dan inovasi organisasi.42

40

Effendy, Kamus Komunikasi, Bandung: Mandar Maju, 2012, h. 35.

41 Soewarni Handayaningrat, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen, Jakarta: Haji Masanggung, 2010, h. 100.

42

Richard Steers, Efektifitas Organisasi (Kaidah Perilaku), Jakarta: Erlangga, 1985, h. 9

(57)

Efisien memiliki arti melakukan suatu tindakan dengan tidak membuang banyak biaya, waktu dan tenaga. Sehingga efisiensi sebuah pelayanan adalah perbandingan terbaik antara input dan output pelayanan. Secara ideal, publik akan merasa efisien jika suatu pelayanan mampu meminimalisir biaya, tenaga dan waktu. Efisiensi pada sisi input berguna untuk melihat kemudahan akses publik terhadap sistem pelayanan yang ditawarkan, hal tersebut penting guna melihat intensitas korupsi dalam sistem layanan birokrasi. Begitupun sisi output, berguna untuk melihat produk pelayanan tanpa disertai tindakan pemaksaan untuk mengeluarkan biaya lebih demi pelayanan yang optimal.43

Konsep efisiensi dan efektifitas mempunyai pengertian yang berbeda. Efesiensi lebih menitikberatkan pada pencapaian hasil yang besar dengan pengorbanan yang sekecil mungkin. Sedangkan pengertian efektif lebih terarah pada tujuan yang dicapai tanpa mementingkan pengorbanan yang dikeluarkan. Beberapa hal terkait dengan efektifitas dan efisiensi pelayanan publik yang dilakukan oleh lembaga pemerintahan, harus berdasarkan prinsip-prinsip pelayanan diantaranya:44

43 Agus Dwiyanto dkk., Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia,

Yogyakarta: UGM, 2008, h. 76

44

Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81 Tahun 1993 tentang Pedoman Tata Laksana Pelayanan Umum

(58)

a. Kesederhanaan dalam prosedur dan tata cara pelayanan yang ditetapkan dan dilaksanakan secara mudah, lancar, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat.

b. Kejelasan dan kepastian dalam persyaratan pelayanan mulai teknis hingga administratif, pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab, rincian biaya, tata cara pembayaran serta jangka waktu penyelesaian. c. Keamanan dan kenyamanan serta kepastian hukum bagi

masyarakat.

d. Proses pelayanan mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat.

e. Efesiensi terhadap persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan namun tetap memperhatikan korelasi antara persyaratan dan produk pelayanan.

f. Ekonomis atau pengenaan biaya pelayanan harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan nilai barang dan jasa pelayanan, kemampuan masyarakat, dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

g. Keadilan dan pemerataan seluas mungkin dijangkau dengan distribusi yang merata dan adil bagi seluruh lapisan masyarakat.

h. Ketepatan waktu dalam penyelesaian pelayanan harus sesuai dengan yang telah ditentukan.

(59)

E. Pengukuran Kinerja Pelayanan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)

BAZNAS termasuk lembaga pemerintah yang kepercayaan publiknya diukur dari sejauh mana kinerja yang diberikan kepada masyarakat, hal ini menjadi faktor penting untuk kelangsungan lembaga tersebut. Dalam manajemen sektor publik, terdapat pengukuran kinerja yang digunakan untuk mengawasi dan mengevaluasi kinerja organisasi. Robertson berpendapat, pengukuran kinerja merupakan proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditentukan, termasuk informasi atas efesiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa, kualitas barang dan jasa, perbandingan hasil kegiatan dengan target dan efektifitas tindakan dalam mencapai tujuan.45

Salah satu konsep pengukuran kinerja pemerintah adalah dengan Value For Money (VFM). VFM merupakan konsep pengukuran terhadap tingkat kehematan (ekonomis) dan tingkat ketaatan terhadap peraturan yang berlaku dalam kegiatan pengadaan (procurement) input. Pengukuran tingkat efesiensi dalam proses pengolahan input menjadi output, diakhiri pengukuran efektifitas output terhadap program atau kegiatan

45

Mahmudi, Manajemen Kinerja Sektor Publik, Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2005, h. 6

Gambar

Gambar 1. Bangunan Sistem Pengelolaan Zakat Nasional
Gambar 3. Jalur koordinasi BAZIS Kabupaten Semarang 2 Kemudian  pada  tahun  2013  berdasarkan  Surat  Keputusan  Bupati  Semarang  No
Gambar 4. Susunan Pengurus BAZNAS Kabupaten Semarang
Tabel 1. Hak Amil Zakat BAZNAS Kabupaten Semarang
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pokok masalah dalam penelitian ini adalah Pengelolaan zakat terhadap pengentasan kemiskinan pada Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten Soppeng. Pokok

Pakan yang mengandung campuran minyak jagung, minyak ikan dan minyak kelapa atau hanya minyak kelapa memberikan laju pertumbuhan tinggi dan konversi pakan

Pembuatan metil klorida dari bahan baku methanol dan hidrogen klorida merupakan reaksi hidroklorinasi metanol fase gas dengan katalis padat yaitu silika gel alumina..

Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Muaro Jambi yang selanjutnya disebut BAZNAS Kabupaten adalah lembaga yang melakukan pengelolaan zakat ditingkat kabupaten sesuai

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti pada bab 4, maka dapat disimpulkan bahwa pola improvisasi permainan instumen cello keroncong

Tanaman akasia (Acacia mangium) yang ditanam pada lahan hutan rakyat di Desa Buana Sakti sebagian besar baru berusia 4 tahun, sehingga untuk mengetahui pendapatan dari

“Pengelolaan Zakat”, menjelaskan bahwa dalam upaya membantu golongan fakir dan miskin, berdirinya Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) sebagai

Berdasarkan hasil observasi dan kesepakatan dengan kedua UKM (UD. Nyoman Handycrafts dan Urip Handycrafts), maka tujuan program Ipteks bagi produk ekspor Kerajinan Cindramata Alat