POLA DISTRIBUSI HUJAN JAM-JAMAN
DI SUB DAS ALANG
Distribution Pattern of Hourly Rainfall in Alang Sub Watershed SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Disusun oleh: ROPRI NURHIDAYAH
NIM I 0106120
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
POLA DISTRIBUSI HUJAN JAM-JAMAN
DI SUB DAS ALANG
Distribution Pattern Rainfall in Alang Sub Watershed
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Disusun Oleh :
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
ROPRI NURHIDAYAH NIM : I 0106120
HALAMAN PERSETUJUAN
POLA DISTRIBUSI HUJAN JAM-JAMAN
DI SUB DAS ALANG
Distribution Pattern of Hourly Rainfall in Alang Sub Watershed
Disusun Oleh:
SKRIPSI
Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan tim penguji pendadaran Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret
Disetujui, ROPRI NURHIDAYAH
NIM : I 0106120
Pembimbing I
Dr. Ir. Mamok Soeprapto R, M. Eng NIP 19510710 198103 1 003
Pembimbing II
Ir. Siti Qomariyah, MSc NIP 19580615 198501 2 001
HALAMAN PENGESAHAN
POLA DISTRIBUSI HUJAN JAM-JAMAN
DI SUB DAS ALANG
Distribution Pattern of Hourly Rainfall in Alang Sub Watershed
SKRIPSI Disusun Oleh:
Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret pada hari Kamis, 5 Agustus 2010:
1. Dr. Ir. Mamok Soeprapto R, M. Eng ___________________ NIP. 19510710 198103 1 003
2. Ir. Siti Qomariyah, MSc ___________________ NIP. 19580615 198501 2 001
3. Ir. Susilowati, MSi ___________________ NIP. 19480610 198503 2 001
4. Ir. Suyanto, MM ___________________ NIP. 19520317 198503 1 001
Mengetahui,
a.n Dekan Fakultas Teknik UNS Pembantu Dekan I
Ir. Noegroho Djarwanti, MT NIP. 19561112 198403 2 007
Disahkan oleh,
Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UNS
Ir. Bambang Santosa, MT NIP. 19590823 198601 1 001 ROPRI NURHIDAYAH
MOTTO
Yang paling DEKAT dengan kita adalah KEMATIAN
Yang paling JAUH adalah MASA LALU
Yang paling TAJAM adalah LIDAH
Yang paling TUMPUL adalah PIKIRAN
Yang paling BESAR adalah HAWA NAFSU
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya ku ini untuk:
Bapak dan Almarhumah ibu tercinta atas seluruh limpahan cinta dan
kasih sayang yang telah diberikan
Kakak-kakak, keponakan ku dan seluruh anggota keluarga atas doa
dan dukungannya
Teman-teman satu perjuangan di peminatan Keairan
Teman-teman penghuni basecamp MAMI dan seluruh teman
seangkatan yang tidak bisa disebutkan satu persatu
Teman-teman dan adik kost di Wisma Ageng yang telah member
dorongan dan semangat
Terima kasih yang sebanyak-banyak nya untuk Pak Mamok, Bu Siti
Qomariyah atas bimbingannya selama ini
Abstrak
Ropri Nurhidayah, 2010, Pola Distribusi Hujan Jam-Jaman di Sub DAS Alang. Skripsi, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Waduk Wonogiri yang terletak di Kabupaten Wonogiri terdiri dari 7 sub-DAS. diantaranya Keduang, Tirtomoyo, Bengawan Solo, Alang, Ngunggahan, Temon, dan Wuryantoro. Peran dari ke 7 Sub DAS terhadap pengisian waduk Wonogiri tidak dapat diabaikan. Perubahan iklim secara global akan berpengaruh terhadap pola agihan hujan, dalam skala ruang, waktu dan besaran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas data hujan, mengetahui karakteristik hujan jam-jaman di Sub DAS Alang, dan mengetahui pola agihan hujan jam-jaman di Sub DAS Alang.
Kepanggahan data hujan dilakukan dengan cara (Rescaled Adjusted Partial
Sums). Karakteristik hujan ditentukan dengan cara pengelompokan data observasi
berdasarkan durasi dan kejadian hujan. Pola agihan hujan jam-jaman observasi digunakan sebagai acuan kesesuaian dengan hasil empiris. Penentuan pola agihan hujan jam-jaman empiris dilakukan dengan penentuan intensitas hujan dengan metode Modified-Mononobe.
Hasil analisis kepanggahan data hujan menunjukkan bahwa dari tiga stasiun pencatat hujan di Sub DAS Alang semuanya panggah. Hasil analisis karakteristik hujan menunjukkan bahwa hujan di Sub DAS Alang mempunyai karakteristik hujan dengan durasi tiga jam. Hasil analisis antara hasil observasi dan empiris menunjukkan pola agihan hujan jam-jaman durasi hujan 2 dan 6 jam sesuai dengan metode Modified-Mononobe sedangkan pola agihan hujan jam-jaman durasi hujan 3,4 dan 5 jam sesuai dengan metode Segitiga.
Abstract
Ropri Nurhidayah, 2010, Distribution Pattern of Hourly Rainfall in Alang Sub Watershed. Skripsi, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Wonogiri reservoir is located at Wonogiri regency consisting of 7 Sub DAS. They are Keduang, Tirtomoyo, Bengawan Solo, Alang, Ngunggahan, Temon, and Wuryantoro. The role of 7 Sub DAS to the Wonogiri reservoir filling up cannot be neglected. The climate global changing will affect the rainy distribution types and to know the types of it.
The data validation of rain can be identified by using Rescaled Adjusted Partial Sums (RAPS). The rainy characteristic can be identified by using categorization of observation based on duration and quality of rain. The observation of types of rainy distribution on an hourly basis is used as reference of empiric product. The types of rainy distribution on an hourly basis can be determinaed by using rain intensity with Modified-Mononobe method.
The result of rainy data validation indicate that 3 rainy register stations at Sub DAS Alang are valid. The result of rainfall characteristics indicate that Sub DAS Alang has 3 hours duration. The product of observation and empiric show that the types of rainy distribution by duration 2 and 6 hours match with Modified-Mononobe methode. Where as the types of rainy distribution by duration by duration 3, 4, and 5 hours match with Triangle methode.
Key Words: the climate changing, rain characteristics, the rainy distribution types changing.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan YME yang telah memberikan berkat dan kuasanya kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Skripsi dengan judul “Pola Distribusi Hujan Jam-jaman di Sub DAS Alang” ini merupakan salah satu syarat dalam meraih gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak, karena itu penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr.Ir. Mamok Soeprapto R, M. Eng, selaku Dosen Pembimbing Skripsi I. 2. Ir. Siti Qomariyah, M.Sc. selaku Dosen Pembimbing Skripsi II.
3. Drs. Ugro Hari Murtiono, M.Si selaku pembimbing dari Balai Penelitian Kehutanan. 4. Agus Setiya Budi, ST, MT selaku pembimbing akademis.
5. Dosen-dosen Jurusan Teknik Sipil FT UNS khususnya KBK Keairan yang telah berkenan membantu dalam penyusunan skripsi ini.
6. Badan Penelitian Kehutanan yang telah memberikan data yang diperlukan dalam penyusunan skripsi.
7. Dinas Pengairan Kabupaten Wonogiri yang telah memberikan data yang diperlukan dalam penyusunan skripsi.
8. Winda Agustin, Yunie Wiyasri, Awaludin F Aryanto, Ferdian Agung, M. Yushar Yahya, dan Nanang Sulistyanto selaku rekan di peminatan Keairan, Galuh Pinunjul atas bantuannya dalam belajar GIS.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Segala kekurangan dan keterbatasan ilmu yang dimiliki penulis menyebabkan kekurangsempurnaan tersebut. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya, dan bagi pembaca pada umumnya.
Surakarta, Juli 2010
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
LEMBAR PENGESAHAN... iii
MOTTO... iv
PERSEMBAHAN ... v
ABSTRAK... vi
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR NOTASI ……… ... xv
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Rumusan Masalah... 1
1.3. Batasan Masalah ... 2
1.4. Tujuan Penelitian ... 2
1.5. Manfaat Penelitian... 2
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka ... 3
2.1.1. Perubahan Iklim Global ... 3
2.1.2. Perubahan Pola Distribusi Hujan ... 4
2.1.3. Kualitas Data Hujan... 4
2.1.4. Seri Data Hidrologi... 5
2.1.5. Karakteristik Hujan di Sub DAS Alang ... 7
2.1.6. Pola Agihan Hujan... 8
2.2. Dasar Teori ... 10
2.2.1. DAS... 10
2.2.2. Interpretasi Data Hujan ... 10
2.2.3. Uji Kepanggahan... 11
2.2.4. Uji Jaringan ... 12
2.2.5. Analisis Frekuensi ... 13
2.2.6. Intensitas Hujan... 16
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian... 19
3.2. Data yang Dibutuhkan... 19
3.3. Alat yang Digunakan... 20
3.4. Tahapan Penelitian... 20
3.4.1. Pengolahan Data Hujan dari Stasiun Otomatis ... 20
3.4.2. Pengolahan Data Hujan dari Stasiun Manual ... 20
3.5. Diagram Alir Tahapan Penelitian... 21
BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Uji Kepanggahan Data Hujan ... 22
4.2. Uji Kerapatan Jaringan ... 24
4.3. Hujan Wilayah ... 26
4.4. Uji Kecocokan Jenis Agihan ... 28
4.3.1. Hujan Harian Maksimum Tahunan(Cara 1) ... 29
4.3.2. Hujan Harian Maksimum Tiap Stasiun Hujan ... 29
4.3.3. Hujan Harian ... 31
4.5. Hujan Rencana ... 32
4.6. Durasi Hujan dan Waktu Konsentrasi ... 35
4.6.1. Durasi Hujan ... 35
4.6.2. Waktu Konsentrasi ... 35
4.7. Pola Agihan Hujan Cara Observasi ... 36
4.8. Pola Agihan Hujan Cara Empiris ... 38
4.8.1. Pola Agihan Hujan (Modified-Mononobe)... 38
4.8.2. Pola Agihan ABM ... 43
4.8.3. Pola Agihan Hujan Segitiga ... 46
4.9. Kesesuaian Hasil Observasi dan Empiris ... 50
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 55
5.2. Saran ... 56
DAFTAR PUSTAKA ... 57 LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Distribusi Hujan Tadashi Tanimoto... 9 Tabel 2.2. Nilai kritik Q dan R ... 12 Tabel 4.1. Data Hujan Stasiun Hujan Manual di Sub DAS Alang... 22
Tabel 4.2. Perhitungan Uji Kepanggahan dengan RAPS pada Stasiun
Hujan Eromoko ... 23
Tabel 4.3. Resume Hasil Uji Kepanggahan Metode RAPS ... 23
Tabel 4.4. Resume Nilai Parameter Statistik ... 24
Tabel 4.5. Data Hujan Harian Maksimum Stasiun Hujan... 26
Tabel 4.6. Data Hujan Wilayah Harian Maksimum Sub DAS Alang ... 28
Tabel 4.7. Resume Hasil Uji Chi Kuadrat... 29
Tabel 4.8. Resume Hasil Uji Smirnov-Kolmogrov ... 29
Tabel 4.9. Resume Hasil Uji Chi Kuadrat... 30
Tabel 4.10. Resume Hasil Uji Smirnov-Kolmogorov ... 30
Tabel 4.11. Resume Hasil Pengujian Parameter Statistik... 32
Tabel 4.12. Resume Hasil Uji Sebaran Data... 32
Tabel 4.13. Curah Hujan dengan Berbagai Kala Ulang Cara 1 ... 33
Tabel 4.14. Curah Hujan dengan Berbagai Kala Ulang Cara 2 ... 34
Tabel 4.15. Curah Hujan dengan Berbagai Kala Ulang Cara 3 ... 34
Tabel 4.16. Durasi hujan dan banyak kejadian hujan... 35
Tabel 4.17. Agihan Hujan 2 Jam Sub DAS Alang ... 39
Tabel 4.18. Agihan Hujan 3 Jam Sub DAS Alang ... 39
Tabel 4.19. Agihan Hujan 4 Jam Sub DAS Alang ... 39
Tabel 4.20. Agihan Hujan 5 Jam Sub DAS Alang ... 40
Tabel 4.21. Agihan Hujan 6 Jam Sub DAS Alang ... 40
Tabel 4.22. Agihan Hujan 3 Jam (ABM) ... 43
Tabel 4.23. Agihan Hujan 4 Jam (ABM) ... 44
Tabel 4.24. Agihan Hujan 5 Jam (ABM) ... 44
Tabel 4.25. Agihan Hujan 3 Jam (Segitiga) ... 46
Tabel 4.26. Agihan Hujan 4 Jam (Segitiga) ... 47
Tabel 4.27. Agihan Hujan 5 Jam (Segitiga)... 47
Tabel 4.28. Persentase Hujan Tiap Jam (Segitiga) ... 49
Tabel 4.29. Kesesuaian Observasi dan Modified-Mononobe Hujan 2 Jam ... 51
Tabel 4.30. Kesesuaian Observasi dan Modified-Mononobe Hujan 6 Jam ... 51
Tabel 4.31. Kesesuaian Hasil Observasi dan Empiris (ABM dan Segitiga) Hujan durasi 3 Jam... 52 Tabel 4.32. Kesesuaian Hasil Observasi dan Empiris (ABM dan Segitiga)
Hujan durasi 4 Jam... 52 Tabel 4.33. Kesesuaian Hasil Observasi dan Empiris (ABM dan Segitiga)
Hujan durasi 5 Jam... 53
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Poligon Thiessen ... 11 Gambar 3.1. Peta Sub DAS Alang ... 19 Gambar 3.2. Bagan Alir Tahapan Penelitian... 21
Gambar 4.1. Peta Superposisi Jaringan Stasiun Hujan pada Kagan ... 25
Gambar 4.2. Poligon Thiessen Sub DAS Alang ... 27
Gambar 4.3. Hujan Harian Maksimum Rerata Tiap Stasiun ... 30
Gambar 4.4. Hujan Wilayah Harian Rerata Tahun 1989-2008 ... 31
Gambar 4.5. Pola Agihan Hujan 2 Jam (observasi)... 36
Gambar 4.6. Pola Agihan Hujan 3 Jam (observasi)... 36
Gambar 4.7. Pola Agihan Hujan 4 Jam (observasi)... 37
Gambar 4.8. Pola Agihan Hujan 5 Jam (observasi)... 37
Gambar 4.9. Pola Agihan Hujan 6 Jam (observasi)... 37
Gambar 4.10. Pola Agihan Hujan 2 Jam (Modified-Mononobe)... 41
Gambar 4.11. Pola Agihan Hujan 3 Jam (Modified-Mononobe)... 41
Gambar 4.12. Pola Agihan Hujan 4 Jam (Modified Mononobe) ... 42
Gambar 4.13. Pola Agihan Hujan 5Jam (Modified Mononobe) ... 42
Gambar 4.14. Pola Agihan Hujan 6 Jam (Modified Mononobe) ... 42
Gambar 4.15. Pola Agihan Hujan 3 Jam (ABM) ... 45
Gambar 4.16. Pola Agihan Hujan 4 Jam (ABM) ... 45
Gambar 4.17. Pola Agihan Hujan 5 Jam (ABM) ... 46
Gambar 4.18. Pola Agihan Hujan 3 Jam (Segitiga)... 47
Gambar 4.19. Pola Agihan Hujan 4 Jam (Segitiga)... 48
Gambar 4.20. Pola Agihan Hujan 5 Jam (Segitiga)... 48
Gambar 4.21. Pola Agihan Hujan 3 Jam (Segitiga diagram batang) ... 49
Gambar 4.22. Pola Agihan Hujan 4 Jam (Segitiga diagram batang) ... 50
Gambar 4.23. Pola Agihan Hujan 5 Jam (Segitiga diagram batang) ... 50
Gambar 4.24. Kesesuaian Observasi dan Modified-Mononobe (2 jam)... 51
Gambar 4.25. Kesesuaian Observasi dan Modified-Mononobe (6 jam)... 52
Gambar 4.25. Kesesuaian Observasi, ABM dan Segitiga Hujan 3 Jam ... 53
Gambar 4.26. Kesesuaian Observasi, ABM dan Segitiga Hujan 4 Jam ... 54
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Waduk Gajah Mungkur yang terletak di Wonogiri menampung air hujan yang berasal dari 7 (tujuh) sub DAS, yaitu: 1) Keduang, 2) Tirtomoyo, 3) Temon, 4) Bengawan Solo, 5) Alang, 6) Ngunggahan, 7) Wuryantoro.
Sub DAS Alang merupakan sub DAS terluas keempat setelah sub DAS Bengawan Solo. Dengan demikian, peran sub DAS Alang terhadap proses pengisian waduk Gajah Mungkur tidak dapat diabaikan. Untuk mengetahui masukan air dari sub DAS Alang salah satunya dengan menghitung aliran dari data hujan yang tercatat di stasiun hujan pada sub DAS Alang.
Dengan adanya fenomena alam mengenai perubahan iklim (climate change), yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap pola hujan di sub DAS Alang. Maka kualitas data hujan yang menjadi masukan utama dalam analisis transformasi hujan menjadi aliran, menjadi suatu hal yang sangat penting dan menarik untuk dikaji. Pola hujan yang berubah akibat perubahan iklim (climate change) dapat ditentukan dengan dua cara diantara nya adalah dengan cara empiris maupun berdasarkan data observasi.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana kualitas data hujan yang ada pada sub DAS Alang? 2. Bagaimana karakteristik hujan yang terjadi di sub DAS Alang? 3. Bagaimana pola distribusi hujan jam-jaman pada sub DAS Alang?
1.3 BATASAN MASALAH
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Lokasi penelitian adalah sub DAS Alang di Kabupaten Wonogiri.
2. Penelitian hanya mengenai pola distribusi hujan yang terjadi pada sub DAS Alang.
3. Data curah hujan menggunakan data sekunder selama 20 tahun terakhir yang diperoleh dari Perum Jasa Tirta I (PJT I), sebagai pengelola Bendungan dan Dinas Pengairan Kabupaten Wonogiri.
4. Data curah hujan stasiun hujan otomatis selama 2 tahun terakhir digunakan sebagai data observasi diperoleh dari Balai Penelitian Kehutanan Surakarta.
1.4 TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui kualitas data hujan yang ada pada sub DAS Alang. 2. Mengetahui karakteristik hujan yang terjadi di sub DAS Alang.
3. Mengetahui pola distribusi hujan jam-jaman pada sub DAS Alang selama dua puluh tahun terakhir.
1.5 MANFAAT PENELITIAN Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat teoritis: memberikan informasi keilmuan dalam bidang teknik sipil khususnya mengenai hidrologi, yaitu pola distribusi hujan yang terjadi pada suatu sub DAS.
2. Manfaat praktis: memberikan informasi kualitas hujan yang handal sehingga dapat langsung digunakan dalam analisis tentang air.
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Perubahan Iklim Global
Pemanasan global mengakibatkan suhu atmosfir meningkat. Atmosfir lebih hangat mengandung embun dalam jumlah lebih banyak sehingga meningkatkan intensitas hujan. Akibat perubahan pola dan peningkatan intensitas hujan, seringkali hujan dengan kala ulang tertentu terjadi kembali dalam waktu yang lebih singkat. Hal ini menyebabkan perencanaan sarana dan prasarana keairan menjadi beresiko jika tidak direncanakan secara tepat.
Iklim di Indonesia telah menjadi lebih hangat selama abad 20. Suhu rata-rata tahunan telah meningkat sekitar 0,30C sejak 1900. Suhu tahun 1990an merupakan dekade terhangat dalam abad ini dan tahun 1998 merupakan tahun terhangat, yaitu hampir 10C di atas rata-rata tahun 1961-1990. Peningkatan suhu ini terjadi dalam semua musim di tahun itu. Curah hujan tahunan telah turun sebesar 2 hingga 3 persen di wilayah Indonesia di abad ini, dengan pengurangan tertinggi terjadi selama periode Desember- Februari, yang merupakan musim terbasah dalam setahun. Curah hujan di beberapa bagian di Indonesia dipengaruhi oleh kejadian El Nino. Kekeringan telah terjadi selama kejadian El Nino terakhir dalam tahun 1082/1983, 1986/1987 dan 1997/1998
(http.//www.dirgantara-lapan.or.id/apklimatling/index.htm).
Perubahan iklim telah merubah pola distribusi hujan yang cenderung menjadikan daerah basah semakin basah, dan daerah kering semakin kering. Di negara dengan empat musim, siklus musim (seasonal cycle) telah terpengaruh oleh perubahan iklim yang ditandai dengan meningkatnya intensitas hujan pada musim dingin, berkurangnya hujan di musim panas, dan peningkatan suhu (Susan Steele-Dunne, dkk, 2008). Hujan rata-rata tahunan menunjukkan peningkatan sebesar 7%, dikarenakan meningkatnya intensitas hujan pada bulan Oktober sampai Maret dan
menurunnya intensitas hujan selama Juli sampai September (Hans Thodsen, 2007).
2.1.2 Perubahan Pola Distribusi Hujan
Wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang dilintasi oleh garis Khatulistiwa. Dalam setahun, matahari melintasi ekuator sebanyak dua kali. Matahari tepat berada di ekuator setiap tanggal 23 Maret dan 22 September. Sekitar April-September matahari berada di utara ekuator dan pada Oktober-Maret matahari berada di selatan. Pergeseran posisi matahari setiap tahunnya menyebabkan sebagian besar wilayah Indonesia mempunyai dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pada saat matahari berada di utara ekuator, sebagian wilayah Indonesia mengalami musim penghujan.
Hujan maksimum terjadi antara bulan Desember, Januari, dan Februari. Pada kondisi ini, matahari berada di garis balik selatan, sehingga udara di atas Australia mengalami tekanan rendah, sedangkan di Asia mengalami tekanan tinggi. Akibatnya, udara bergerak di atas laut dengan jarak cukup jauh, sehingga arus udara mampu membawa uap air cukup banyak (muson barat atau barat laut). Selanjutnya wilayah yang dilalui oleh muson barat akan mengalami hujan lebat. Untuk mempelajari perubahan ini diperlukan data curah hujan dalam seri yang panjang. Perubahan tersebut mengakibatkan musim kemarau panjang terjadi pada saat berakhirnya musim hujan yang mengakibatkan kekeringan. Musim hujan yang berlangsung cepat dengan intensitas curah hujan tinggi mengakibatkan banjir.
2.1.3 Kualitas Data Hujan
Data hujan yang dibutuhkan adalah data ketebalan hujan harian yang diperoleh dari Stasiun Pengukur Curah Hujan, baik manual ataupun otomatis, yang terletak di sub DAS Alang. Data yang tersedia di sub DAS Alang hanya berasal dari stasiun hujan manual, yaitu: 1) Sambiroto, 2) Eromoko dan 3) Pracimantoro dengan tahun pencatatan 1989-2008. Kualitas data yang ada diharapkan memenuhi uji kualitas baik secara agihan waktu maupun ruang.
a. Kepanggahan atau Uji Konsistensi
Satu seri data hujan untuk stasiun tertentu, dimungkinkan sifatnya tidak panggah (Sri Harto, 2000). Data semacam ini tidak bisa langsung dianalisis, karena sebenarnya data di dalamnya berasal dari populasi data yang berbeda. Ketidakpanggahan seperti ini biasanya terjadi karena berbagai sebab, yaitu:
1. Alat ukur yang diganti spesifikasi yang berbeda atau alat yang sama akan tetapi dipasang dengan patokan aturan yang berbeda.
2. Alat ukur dipindahkan dari tempat semula, tetapi secara administratif nama stasiun tersebut tidak diubah, misalnya karena masih dalam satu desa yang sama.
3. Alat ukur sama, tempat tidak dipindahkan akan tetapi lingkungan berubah, misalnya semula dipasang ditempat ideal menjadi berubah karena ada bangunan atau pohon besar.
Uji konsistensi dapat dilakukan dengan lengkung massa ganda (Double Mass Curve) untuk stasiun hujan ≥ 3 (tiga), dan untuk individual stasiun (stand alone station) dengan cara RAPS (Rescaled Adjusted Partial Sums) (Sri Harto, 2000). b. Uji Jaringan
Jumlah stasiun pencatat hujan yang harus ditempatkan pada DAS dengan persyaratan tertentu seperti luas, ketinggian, dan sebagainya, akan tetapi tanpa menyebutkan bagaimana penempatannya. Mengingat sifat-sifat hujan, jumlah alat pencatat hujan harus memenuhi kriteria yang sesuai dengan kejadian dan sebarannya. Cara Kagan cocok digunakan untuk memperkecil kesalahan pada kerapatan jaringan stasiun hujan yang dipilih (Sri Harto dan Sudjarwadi, 2000). 2.1.4 Seri Data Hidrologi
Data yang digunakan dalam analisis frekuensi dapat dibedakan menjadi dua tipe berikut ini (Bambang Triatmodjo, 2008):
Metode ini digunakan apabila jumlah data kurang dari 10 tahun data runtut waktu.
Partial duration series yang juga disebut POT (peaks over treshold) adalah rangkaian data debit banjir/hujan yang besarnya di atas suatu nilai batas tertentu. Dengan demikian dalam satu tahun bisa terdapat lebih dari satu data yang digunakan dalam analisis. Dari setiap tahun data diperoleh 2 sampai 5 data tertinggi.
b. Annual maximum series
Metode ini digunakan apabila tersedia data debit atau hujan minimal 10 tahun runtut waktu. Tipe ini adalah dengan memilih satu data maksimum setiap tahun. Dalam satu tahun hanya ada satu data. Dengan cara ini, data terbesar kedua dalam suatu tahun yang mungkin lebih dari data maksimum pada tahun yang lain tidak diperhitungkan.
Kualitas data sangat menentukan hasil analisis yang dilakukan. Panjang data yang tersedia juga mempunyai peranan yang cukup besar. Sri Harto (1993) mendapatkan bahwa perbedaan panjang data yang dipergunakan dalam analisis memberikan penyimpangan yang cukup berarti terhadap perkiraan hujan dengan kala ulang tertentu. Khusus untuk analisis frekuensi data hujan, pengambilan data hendaknya dilakukan dengan prosedur yang benar. Data hujan yang dimaksudkan dalam analisis adalah data hujan rata-rata DAS, sedangkan data yang diketahui adalah data hujan dari masing-masing stasiun hujan. Dalam praktek analisis frekuensi dijumpai lima cara penyiapan data.
1. Data hujan DAS diperoleh dengan menghitung hujan rata-rata setiap hari sepanjang data yang tersedia. Bila tersedia data 20 tahun, berarti hitungan hujan rata-rata kawasan diulang sebanyak 20 x 365 = 7300 kali. Cara ini yang terbaik, tetapi waktu penyiapan data yang panjang.
2. Pendekatan yang dapat dilakukan untuk menggantikan cara pertama dilakukan seperti berikut ini:
a) Dalam satu tahun tertentu, untuk stasiun I dicari hujan maksimum tahunannya. Selanjutnya dicari hujan harian pada stasiun-stasiun lain pada
hari kejadian yang sama dalam tahun yang sama, dan kemudian dihitung hujan rata-rata DAS. Masih dalam tahun yang sama, dicari hujan harian untuk stasiun-stasiun lain dicari dan dirata-ratakan. Demikian selanjutnya sehingga dalam tahun itu akan terdapat N buah data hujan rata-rata DAS. b) Untuk tahun berikutnya cara yang sama dilakukan sampai seluruh data
yang tersedia.
3. Cara
ketiga dengan menggunakan data pada salah satu stasiun (data maksimum) dan mengalikan data tersebut dengan koefisien reduksi.
4. Cara penyiapan data lain adalah dengan mencari hujan-hujan maksimum harian setiap stasiun dalam satu tahun, kemudian dirata-ratakan untuk mendapatkan hujan DAS. Cara ini tidak dapt dijelaskan arti fisiknya, karena perata-rataan hujan dilakukan atas hujan masing-masing stasiun pada hari yang berbeda.
5. Cara lain yaitu dengan analisis frekuensi data hujan setiap stasiun sepanjang data yang tersedia. Hasil analisis frekuensi tersebut selanjutnya dirata-ratakan sebagai hujan rata-rata DAS.
Dalam kaitan penyiapan data hanya cara yang pertama dan kedua yang dianjurkan untuk digunakan.
2.1.5 Karakteristik Hujan di sub DAS Tirtomoyo
Hujan terjadi karena udara basah naik ke atmosfer dan mengalami pendinginan sehingga terjadi proses kondensasi. Naiknya udara ke atas dapat terjadi secara siklonik, orografik, dan konvektif. Di daerah tropis, pada musim kemarau, udara yang berada di dekat permukaan tanah mengalami pemanasan intensif. Pemanasan tersebut mengakibatkan rapat massa udara berkurang, udara basah naik ke atas dan mengalami pendinginan, sehingga terjadi kondensasi dan hujan.
Hujan yang terjadi karena proses ini disebut hujan konvektif yang bersifat setempat, intensitas tinggi, dan durasi singkat (Bambang Triatmojo, 2008). Alat
penakar hujan yang berada di sub DAS Alang adalah alat penakar hujan manual. Karakteristik distribusi hujan dinyatakan dengan “koefisien distribusi” yaitu nisbah antara hujan tertinggi di suatu daerah dengan hujan rata-rata DAS.
Hujan sangat bervariasi dalam skala ruang dan waktu (Chow dkk., 1988). Hujan dengan jumlah sama tidak jatuh secara seragam pada seluruh DAS (Ponce, 1989). Dalam analisis hidrologi, hujan terukur dikenal sebagai hujan titik (point rainfall) dan hujan wilayah (areal rainfall). Hujan titik merupakan dasar dalam analisis hidrologi (Chow dkk., 1988), karena teori yang ada untuk menghitung hujan wilayah didasarkan pada hujan titik. Kualitas dari data hujan sangat beragam dan tergantung pada alat, pengelolaan serta sistem arsip.
Untuk keperluan analisis hujan rancangan diperlukan data hujan daerah aliran sungai atau hujan kawasan. Hujan kawasan dapat ditentukan dari hujan titik dengan berbagai cara, yaitu: 1) rerata aljabar, 2) poligon Thiessen, 3) isohiet. Cara rerata aritmatik dapat dipakai bila stasiun hujan tersebar merata diseluruh wilayah. Cara isohiet menghasilkan ketelitian paling tinggi, tetapi kurang didukung dengan ketersediaan data. Cara poligon Thiessen lebih sering digunakan dalam berbagai analisis. Sri Harto (1993) menyebutkan bahwa analisis intensitas hujan memerlukan analisis frekuensi dengan menggunakan seri data yang diperoleh dari rekaman data hujan. Dalam statistik dikenal empat macam distribusi frekuensi yang banyak digunakan dalam hidrologi, yaitu Normal, Log-Normal, Gumbel dan Log Pearson III. Untuk memilih distribusi yang sesuai dengan data yang ada maka diperlukan uji statistik. Pengujian biasanya dilakukan dengan uji Chi-kuadrat dan uji Smirnov-Kolmogrof.
2.1.6 Pola Agihan Hujan
Untuk keperluan perancangan, curah hujan rancangan yang telah ditetapkan berdasarkan hasil analisis perlu diubah menjadi lengkung intensitas curah hujan. Lengkung tersebut dapat diperoleh berdasarkan data hujan dari stasiun hujan otomatik dengan rentang waktu yang pendek misal: menit atau jam (Mamok Suprapto, 2000). Dalam praktek, data hujan otomatik relatif sulit diperoleh, sehingga lengkung intensitas curah hujan untuk durasi pendek ditentukan
berdasarkan data hujan harian, dengan menggunakan rumus empirik. Rumus empirik yang digunakan adalah Modified-Mononobe.
Berdasarkan hasil analisis hujan rancangan untuk berbagai kala ulang baik dengan metode Modified-Mononobe, maka lengkung intensitas hujan untuk durasi pendek dapat diperkirakan. Untuk hujan dengan durasi pendek (<2 jam), lengkung intensitas curah hujan dapat ditentukan berdasarkan rumus empiris Haspers (Anonim, 2003a; Anonim, 1989). Bila durasi hujan diperkirakan lebih dari 2 jam, maka untuk menghitung intensitas hujan jam-jaman dari hujan harian dapat digunakan metoda Modified-Mononobe (Sosrodarsono dan Takeda, 1983; Anonim, 1986).
Perhitungan agihan hujan dapat dilakukan dengan menggunakan pola agihan Tadashi Tanimoto, seragam, Triangular Hyetograph Method (THM), atau
Alternating Block Method (ABM). Dalam penentuan agihan hujan diperlukan data
lama hujan yang biasanya didekati dengan menghitung waktu konsentrasinya atau dari hasil analisis yang didasarkan pada kejadian hujan. Model Tadashi Tanimoto adalah model yang dikembangkan berdasarkan distribusi hujan yang ada di pulau Jawa dengan menggunakan lama hujan 8 (delapan) jam. Model agihan tersebut ditunjukkan dalam Tabel 2.1
Tabel 2.1 Distribusi Hujan Tadashi Tanimoto
Waktu (jam ke-) 1 2 3 4 5 6 7 8
% Distribusi hujan 26 24 17 13 7 5.5 4 3.5 % Distribusi hujan kumulatif 26 50 67 80 87 92.5 96.5 100
Model distribusi seragam adalah yang paling sederhana yaitu dengan menganggap hujan rancangan terdistribusi (P) secara merata selama durasi hujan rancangan (Td). Triangular Hyetograph Method (THM)/ segitiga menggunakan satu tinggi hujan untuk menentukan puncak hujan. Puncak hujan terjadi sekitar separuh waktu hujan. Alternating Block Method (ABM) adalah cara sederhana untuk membuat hyetograph rencana dari kurva Intensitas Durasi Frekuensi (IDF). Dari
hitungan pertambahan hujan dan interval waktu Δt, blok-blokpertambahan hujan disusun kedalam rangkaian waktu, dengan intensitas hujan maksimum berada di tengah-tengah durasi hujan (Td) dan blok-blok sisanya disusun dalam urutan secara bolak-balik pada kanan dan kiri blok maksimum.
2.2 DASAR TEORI
2.2.1 Daerah Aliran Sungai
Daerah aliran sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi oleh punggung-punggung gunung atau pegunungan. Air hujan yang jatuh di daerah tersebut akan mengalir menujusungai utama. Batas DAS adalah kontur tertinggi di sekitar sungai.
2.2.2Interpretasi Data Hujan a. Hujan
Analisis dan perencanaan hidrologi tidak hanya memerlukan volume atau ketinggian hujan, tetapi juga distribusi hujan terhadap tempat dan waktu. Intensitas hujan adalah jumlah curah hujan dalam satu satuan waktu. Lama waktu (durasi) adalah panjang waktu dimana hujan turun. Tinggi hujan adalah jumlah atau kedalaman hujan yang terjadi selama durasi hujan dan dinyatakan dalam ketebalan air diatas permukaan datar. Luas adalah luas geografis daerah sebaran hujan.
b. Hujan Titik
Hujan titik adalah hujan yang tercatat pada alat ukur. Hujan titik merupakan dasar perhitungan hujan wilayah. Kualitas dari data hujan sangat beragam dan tergantung pada alat, pengelolaan serta sistem arsip
Cara polygon Thiessen menganggap bahwa hujan yang terjadi pada suatu titik di suatu wilayah memiliki ketebalan yang sama dengan hujan yang dicatat pada stasiun hujan terdekat. Ketinggian hujan yang tercatat pada suatu stasiun pencatat hujan dapat digunakan atau mewakili kedalaman hujan pada wilayah sampai dengan setengah jarak terhadap stasiun berikutnya. Cara ini lebih teliti dibandingkan dengan cara aritmatik, namun kurang luwes karena jaringan poligon baru harus dibuat jika ada perubahan jaringan stasiun hujan. Hujan wilayah dengan cara polygon Thiessen dapat dihitung dengan persamaan berikut:
å
==
N i i i wP
A
A
P
1.
1
(2.1) dengan: = hujan Wilayah (mm),= hujan masing-masing stasiun pencatat hujan (mm), = luas wilayah (km2),
= luas masing-masing poligon (km2),
N = jumlah stasiun pencatat hujan.
Gambar 2.1 Poligon Thiessen
Poligon Thiessen adalah tetap untuk suatu jaringan stasiun hujan tertentu. Apabila terdapat perubahan jaringan stasiun hujan, seperti pemindahan, penambahan dan kerusakan stasiun hujan maka harus dibuat lagi poligon yang baru.
2.2.3 Uji Konsistensi (kepanggahan)
Cara RAPS (Rescaled Adjusted Partial Sums) membandingkan hasil uji statistik dengan QRAPS / √n. Bila yang didapat lebih kecil dari nilai kritik untuk tahun dan confidence level yang sesuai, maka data dinyatakan panggah. Uji kepanggahan dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan-persamaan berikut:
(
)
å
= -= k i i k Y Y S 1 * , dengan k = 1, 2, 3, ..., n (2.2) 0 * 0 = S (2.3) y k k D S S * * * = , dengan k = 0, 1, 2, 3, ...., n (2.4)(
)
å
= -= n i i y n Y Y D 1 2 2 (2.5) dengan:Yi = data hujan ke-i,
Y = data hujan rerata –i, Dy = deviasi standar,
n = jumlah data.
Untuk uji kepanggahan digunakan cara statistik:
| | k**
RAPS maks S
Q = , 0 ≤ k≤ n, (2.6)
Atau nilai range
* * * * min k k
RAPS maksimumS imumS
R = - , dengan 0 ≤ k≤ n (2.7)
Nilai kritik QRAPS dan RRAPS setiap Confidence Interval (C.I) pada Tabel 2.2 Tabel 2.2 Nilai kritik QRAPS dan RRAPS
n Q n R n 90% 95% 99% 90% 95% 99% 10 1.05 1.14 1.29 1.21 1.28 1.38 20 1.10 1.22 1.42 1.34 1.43 1.60 30 1.12 1.24 1.46 1.40 1.50 1.70 40 1.13 1.26 1.50 1.42 1.53 1.74 50 1.14 1.27 1.52 1.44 1.55 1.78 100 1.17 1.29 1.55 1.50 1.62 1.86 ∞ 1.22 1.36 1.63 1.62 1.75 2.00
2.2.4 Uji Jaringan
Cara Kagan menyarankan penempatan alat pencatat hujan sebaiknya berada pada simpul-simpul segitiga samasisi yang memiliki panjang sisi sesuai persamaan (1). Korelasi antar stasiun dapat dihitung dengan persamaan (2), dan kesalahan interpolasi dengan persamaan (3). Kagan dapat menetapkan jaringan stasiun hujan sesuai dengan kriteria kesalahan yang ditetapkan. Jumlah stasiun hujan yang diperlukan minimal sama dengan jumlah simpul segitiga samasisi yang terdapat di wilayah kajian.
N A
L=1.07 (2.8)
dengan:
L = panjang sisi segitiga (km),
A = luas wilayah (km2),
N = jumlah stasiun pencatat hujan. ( 0) 0 exp d d d r r = - (2.9) dengan:
rd = korelasi antar stasiun dengan jarak d km,
r0 = korelasi antar stasiun dengan jarak yang sangat kecil (± 0 km ),
d = jarak antar stasiun (km),
d0 = radius korelasi. N N d A r C Z v 0 0 1 23 . 0 1- + = (2.10) dengan: Zl = kesalahan perataan (%), Cv = koefisien varian, A = luas wilayah (km2),
N = jumlah stasiun hujan.
N S d r r C Z v 0 0 0 3 0.52 3 1 + -= (2.11)
dengan:
Z3 = kesalahan interpolasi (%),
S = standar deviasi. 2.2.5 Analisis Frekuensi
Analisis frekuensi bertujuan untuk mencari hubungan antara besarnya kejadian ekstrim terhadap frekuensi kejadian dengan menggunakan distribusi probabilitas. Rumus-rumus statistik yang digunakan untuk menentukan jenis distribusi adalah sebagai berikut. Standar deviasi, S =
(
)
(
)
5 . 0 1 2 1 ú ú ú ú û ù ê ê ê ê ë é-å
= n X x n i i (2.12) Koefisien skewness, Cs=(
)(
)
(
)
3 1 3 2 1å
= -n i i X x s n n n (2.13) Koefisien variasi, Cv = X S (2.14) Koefisien kurtosis, Ck =(
)(
)(
)
å
(
)
= -n i i X x S n n n n 1 4 4 2 3 2 1 (2.15) dengan: n = panjang data,X = tinggi hujan rerata,
S = standar deviasi.
Beberapa bentuk jenis distribusi yang dipakai dalam analisis frekuensi untuk hidrologi diantaranya:
a. Distribusi Normal
Persamaan yang dipakai dalam distribusi normal adalah:
T
) 5 . 0 0 ( , 1 ln 2 1 2 ú < £ û ù ê ë é ÷÷ ø ö çç è æ = p p w (2.17) 3 2 2 001308 . 0 189269 . 0 432788 . 1 1 010328 . 0 802853 . 0 515517 . 2 w w w w w w z KT + + + + + -= = (2.18) dengan: T = kala ulang, p = probabilitas, KT = faktor frekuensi.
Sifat-sifat distribusi normal adalah nilai koefisien kemelencengan (skewness) sama dengan nol (Cs≈0) dan nilai koefisien kurtosis mendekati tiga (Ck≈3). Selain itu terdapar sifat-sifat distribusi frekuensi kumulatif berikut ini:
% 87 , 15 ) (x-s = P (2.19) % 50 ) (x = P (2.20) % 14 , 84 ) (x+s = P (2.21) b. Distribusi Lognormal
Distribusi lognormal digunakan apabila nilai-nilai dari variabel random tidak mengikuti distribusi normal, tetapi nilai logaritmanya memenuhi distribusi normal. Sifat-sifat distribusi lognormal adalah sebagai berikut:
Koefisien kemelencengan : Cs=Cv3+3Cv (2.22)
Koefisien kurtosis : Ck=Cv8+6Cv6+15Cv4+16Cv2+3 (2.23)
c. Distribusi Gumbel
Persamaan yang dipakai dalam distribusi gumbel adalah:
{
þ ý ü ú û ù ê ë é ÷ ø ö ç è æ -+ -= 1 ln ln 5772 . 0 6 T T KT p (2.24)dengan:
KT = faktor frekuensi,
T = kala ulang.
Distribusi gumbel mempunyai sifat: Koefisien kemelencengan : Cs=1,14
Koefisien kurtosis : Ck=5,4
d. Distribusi Log Pearson III
Distribusi log pearson III digunakan apabila parameter statistik tidak sesuai dengan model distribusi yang lain. Persamaan yang dipakai adalah:
(
2)
(
3)
2(
2)
3 4 5 3 1 1 6 3 1 1k z z k z k zk k z z KT = + - + - - - + + (2.25) dengan: KT = faktor frekuensi, k = 6 s CUntuk memilih distribusi yang sesuai dengan data yang ada, perlu dilakukan uji statistik. Pengujian biasanya dilakukan dengan uji Chi-kuadrat dan uji Smirnov-Kolmogorof.
a. Uji Chi Kuadrat
Pengujiaan chi-kuadrat dilakukan dengan menggunakan parameter c2, dengan rumus sebagai berikut:
(
)
å
= -= K i Ef Of Ef x 1 2 2 (2.26) dengan: c2: harga Chi-kuadrat terhitung,
K : banyaknya kelas,
Of : frekuensi terbaca pada setiap kelas,
Nilai c2 hasil perhitungan dibandingkan dengan nilai c2 kritis. Nilai c2 kritis telah tersedia dalam bentuk tabel yaitu merupakan fungsi dari jumlah kelas, jumlah parmeter, dan derajat kegagalan.
b. Uji Smirnov–Kolmogorov
Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai Δ maksimum, yaitu selisih maksimum antara plot data dengan garis teoritis pada kertas probabilitas. Nilai Δ kritis (Δcr, Smirnov Kolmogorov Test) tergantung dari jumlah data (n) dan derajat kegagalan (α).
Setelah ditentukan pola distribusi yang sesuai dengan data, maka hujan rencana dapat dihitung menggunakan persamaan:
XT=µ+KT.σ (2.27) dengan: XT = hujan rencana µ = rerata σ = standar deviasi 2.2.6 Intensitas Hujan
Hujan (I) merupakan laju hujan rerata dalam mm/jam untuk suatu wilayah/luasan tertentu. Intensitas hujan tersebut dipilih berdasarkan lama hujan dan kala ulang (T) yang telah ditentukan. Lama hujan biasanya dihampiri dengan waktu konsentrasi (Tc) untuk wilayah tersebut, sedang kala ulang didasarkan pada
standar yang ada. Besarnya intensitas hujan dapat diperoleh dari lengkung hubungan antara tinggi hujan, lama hujan dan frekuensi atau sering disebut sebagai lengkung hujan.
Besarnya aliran dianggap mencapai puncak diakhir waktu konsentrasi. Waktu konsentrasi (Tc) dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Kirpich : Tc =0.066 L0,77S-0,385 (2.28) Australian Rainfall-Runoff : Tc = 0 76, A0 38, (2.29) dengan:
A = luas DAS (km2),
L = panjang sungai utama (km),
S = kemiringan sungai (m/m). 2.2.7 Pola Agihan Hujan
Penentuan agihan hujan dapat dilakukan dengan berbagai cara pola agihan diantaranya: Tadashi Tanimoto, Alternating Block Method (ABM), Triangular
Hyetograph Methode (THM), Instantaneous Intensity Methode (IIM), atau
seragam. Untuk penentuan agihan hujan diperlukan data lama hujan yang didekati dengan menghitung waktu konsentrasinya.
a) Model agihan hujan Modified-Mononobe dapat dihitung dengan persamaan berikut: 3 2 24 , ÷ ø ö ç è æ ÷÷ ø ö çç è æ = t t t R I c c T t T (2.30) dengan: t T
I = intensitas hujan dengan kala ulang T untuk durasi t (mm/jam),
RT,24 = intensitas hujan harian untuk kala ulang T (mm/hari),
t = durasi hujan (jam),
tc = waktu konsentrasi (jam).
b) Model agihan hujan ABM dapat dihitung sesuai dengan persamaan
Modified-Mononobe berikut: 3 2 24 , ÷ ø ö ç è æ ÷÷ ø ö çç è æ = t t t R I c c T t T dengan: t T
I = intensitas hujan dengan kala ulang T untuk durasi t (mm/jam),
RT,24 = intensitas hujan harian untuk kala ulang T (mm/hari),
t = durasi hujan (jam),
tc = waktu konsentrasi (jam).
Setelah mendapatkan nilai pertambahan hujan dalam waktu interval ∆t maka pertambahan hujan (blok-blok) diurutkan kembali kedalam rangkaian waktu dengan intensitas hujan maksimum berada ditengah durasi hujan. Dan blok-blok
sisanya disusun dalam urutan menurun secara bolak-balik pada kanan dan kiri dari blok tengah.
c) Model agihan hujan Segitiga menganggap bahwa kedalaman hujan jam jaman terdistribusi mengikuti bentuk segitiga. Pola agihan segitiga bisa dibentuk setelah kedalaman hujan rencana dan durasi hujan diketahui. Untuk mendapatkan Intensitas hujan puncak dan waktu puncak digunakan rumus sebagai berikut:
Ip = dengan:
Ip = intensitas hujan puncak untuk durasi t (mm/jam), p = intensitas hujan harian untuk kala ulang T (mm/hari), Td = durasi hujan (jam).
Tp = r. Td
dengan:
Tp = waktu puncak (jam), r = rasio ( 0.3 – 0.5 ), Td = durasi hujan (jam).
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah di Sub DAS Alang terletak di kabupaten Wonogiri, dan mempunyai 3 stasiun hujan yaitu: 1) Eromoko, 2) Pracimantoro dan 3) Sambiroto seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1
Gambar 3.1 Sub DAS Alang
3.2 Data yang Dibutuhkan
Data yang dibutuhkan dalam analisis adalah: 1. Peta batas DAS Wonogiri
2. Peta DAS beserta letak lokasi stasiun hujan yang ada didalamnya.
3. Data hujan dari setiap stasiun hujan yang ada di sub DAS Alang 20 tahun terakhir, terdiri dari tiga stasiun hujan 1) Eromoko, 2) Pracimantoro, dan 3) Sambiroto.
4. Data hujan otomatis dari stasiun hujan otomatis di sub DAS Alang selama 2 tahun terakhir 2007-2008.
3.3 Alat yang digunakan
Alat bantu yang digunakan adalah berupa:
1. Auto CAD dan GIS untuk pengolahan peta DAS.
2. Microsoft Office Excel atau perangkat lunak lain untuk pengolahan hidrologi. 3. GPS untuk mengetahui letak koordinat stasiun hujan manual.
3.4 Tahapan Penelitian
3.4.1 Pengolahan data hujan dari stasiun hujan otomatis
1. . Mengelompokan data hujan berdasarkan durasi hujan dalam satuan jam. 2. Menentukan durasi hujan sesuai dengan kejadian hujan.
3. Membuat pola hujan jam-jaman.
3.4.2Pengolahan data hujan dari stasiun hujan manual
1. Melakukan uji jaringan pada peta DAS dan uji kepanggahan data pada stasiun hujan di dalam peta DAS.
2. Melakukan plotting stasiun hujan dan pembuatan polygon thiessen. 3. Menyiapkan seri data hujan.
4. Menghitung parameter statistik data hujan.
5. Melakukan uji kecocokan distribusi frekuensi data. 6. Menghitung analisis frekuensi data.
7. Menghitung hujan rencana. 8. Menghitung waktu konsentrasi.
9. Menghitung intensitas hujan jam-jaman dengan metode Modified Mononobe.
10. Menentukan pola agihan hujan jam-jaman.
Tahapan penelitian ditunjukkan dalam bagan alir Gambar 3.2
3.5
Diagram Alir Tahapan Penelitian
Data hujan dari Sta manual
Uji: Jaringan Kepanggahan
Plot stasiun hujan Polygon thiessen
Mulai
Hujan wilayah
Parameter statistik
Uji kecocokan distribusi frekuensi Penyiapan seri data hujan:
-Hujan Harian Maksimum Tahunan (Cara I) -Hujan Harian Max Tiap Sta (Cara II)
-Hujan Harian (CaraIII)
Cara I dan II
Uji Chi Kuadrat dan Smornov Kolmogorov
Cara III Uji Parameter Statistik
Test jenis distribusi
Jenis distribusi frekuensi terpilih
Hujan rencana
Durasi hujan dan waktu konsentrasi
Selesai Intensitas hujan
Pola agihan hujan jam-jaman (empiris)
Data hujan dari Sta otomatis
Pengelompokan hujan berdasarkan durasi
Pola agihan hujan jam-jaman (observed)
BAB 4
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1
Uji Kepanggahan Data Hujan
Jumlah stasiun hujan di Sub DAS Alang adalah tiga stasiun, maka jenis uji kepanggahan data hujan dari ketiga stasiun tersebut dilakukan dengan menggunakan metode Rescaled Adjusted Partial Sums (RAPS). Data hujan tahunan dari tiga stasiun hujan ditampilkan dalam Tabel 4.1
Tabel 4.1 Data Hujan Stasiun Hujan Manual Sub DAS Alang
Tahun Eromoko Pracimantoro Sambiroto
(mm) (mm) (mm) 1989 1720 1629 0 1990 1736 1671 0 1991 1455 1281 0 1992 1933 1918.5 0 1993 1920 1637.5 0 1994 1454 1465 0 1995 1699 2047 1668 1996 1122 1541 848 1997 0 778 577 1998 0 1628 1327 1999 0 1576 1301 2000 0 1753 1590 2001 196 1162.5 1956 2002 1538 992 1316 2003 1100 1292 1850 2004 1097 1100 1406 2005 611 741 1488 2006 1426 1073.5 1230 2007 1272 732 1714 2008 1581 807 1382
Sumber: Dinas Pengairan Kabupaten Wonogiri
Keterangan:
: Data hujan rusak
Contoh hasil uji kepanggahan metode RAPS stasiun hujan Eromoko ditunjukkan dalam Tabel 4.2
Tabel 4.2 Perhitungan Uji Kepanggahan Metode RAPS Stasiun Hujan Eromoko Q Abs Q/sqrt(n) Nilai Kritik
No. Thn i i-Rerata Sk* Sk** Absolut Maks Abs
1 1989 1720 429 428.7 0.90 0.9 3.5 1.0 < .90 2 1990 1736 445 873.4 1.82 1.8 3 1991 1455 164 1,037.1 2.17 2.2 <Ttk Kritik. panggah 4 1992 1933 642 1,678.8 3.51 3.5 5 1996 1122 (169) 1,509.5 3.15 3.2 6 2001 196 (1,095) 414.2 0.87 0.9 7 2002 1538 247 660.8 1.38 1.4 8 2003 1100 (191) 469.5 0.98 1.0 9 2004 1097 (194) 275.2 0.58 0.6 10 2005 611 (680) (405.1) (0.85) 0.8 11 2006 1426 135 (270.4) (0.56) 0.6 12 2007 1272 (19) (289.7) (0.61) 0.6 13 2008 1581 290 (0.0) (0.00) 0.0 Keterangan: = nilai absolut i = hujan tahunan Sk* = kumulatif i-Rerata Sk** = jumlah data
Dari contoh perhitungan di Tabel 4.2 nilai QRAPShit (maks) terdapat pada tahun 1992, sesuai dengan Persamaan 2.6 dan Persamaan 2.7 maka diperoleh besaran
QRAPShit / √n = 1.0. Nilai ini dibandingkan dengan nilai kritik yang terdapat pada
Tabel 2.2 dengan n=13 dan Confidence Interval 90% dengan hasil nilai
QRAPShit / √n < nilai QRAPSkritik. Hasil ini menunjukkan bahwa data hujan pada
stasiun hujan Eromoko adalah panggah. Resume hasil perhitungan dengan metode RAPS ditunjukkan dalam Tabel 4.3
Tabel 4.3 Resume Hasil Uji Kepanggahan Metode RAPS Nama Stasiun
Nilai Q RAPS
Nilai Kritik
1. Eromoko 1.0 1.05 panggah
2. Sambiroto 0.94 1.10 panggah
3. Pracimantoro 1.0 1.05 panggah
4.2
Uji Kerapatan Jaringan Stasiun Hujan
Untuk mengetahui kerapatan jaringan stasiun hujan digunakan metode Kagan dengan menggunakan data hujan bulanan. Data hujan bulanan stasiun hujan di Sub DAS Keduang dapat dilihat pada Lampiran A. Dari hasil analisis data hujan bulanan ketiga stasiun didapat besaran nilai parameter yang dapat dilihat pada Tabel 4.4
Tabel 4.4 Resume Nilai Parameter Statistik
Mean 108.73 107.70 104.13 Standard Error 14.55 13.83 14.76 Median 47.00 24.50 0.00 Mode 0.00 0.00 0.00 Standard Deviation 142.58 135.49 144.66 Sample Variance 20330.20 18356.99 20927.49 Kurtosis 1.66 -0.08 1.05 Skewness 1.47 1.03 1.37 Range 603.00 504.00 596.00 Minimum 0.00 0.00 0.00 Maximum 603.00 504.00 596.00 Sum 10438.00 10339.00 9996.50 Count 96.00 96.00 96.00 Confidence Level(95.0%) 28.52 27.10 28.94
Koef Varian, Cv=SD/Mean 1.31 1.26 1.39
Eromoko Sambiroto Pracimantoro
Dari nilai parameter statistik dicari koefisien korelasi antara dua stasiun. Koefisien korelasi antar stasiun hujan dan perhitungan kesalahan interpolasi (Z1 dan Z2) dan panjang sisi segitiga Kagan dapat dilihat pada Lampiran B.
1. Kesalahan perataan (%) Z1 = 0.63
2. Kesalahan interpolasi (%) Z2 = 0.43
3. Panjang sisi segitiga (km) L = 8.04
Nilai L digunakan untuk menyusun jejaring Kagan. Setelah diperoleh jejaring Kagan, selanjutnya disuperposisi dengan lokasi stasiun pencatat hujan. Sedemikian rupa sehingga tiap stasiun mendekati atau berada pada titik simpul segitiga jejaring Kagan. Hasil superposisi terbaik dapat dilihat pada Gambar 4.1
Gambar 4.1 Peta Superposisi Jaringan Stasiun Pencatat Hujan pada Jejaring Kagan
Sesuai dengan hasil superposisi pada Gambar 4.1, jumlah stasiun hujan yang diperlukan di Sub DAS Alang minimal sama dengan jumlah simpul segitiga samasisi. Dari hasil analisis ternyata diperoleh jumlah stasiun hujan untuk Sub DAS Alang adalah 4 stasiun hujan. Sedangkan jumlah stasiun hujan yang ada di sub DAS Alang saat ini hanya ada 3 stasiun hujan.
4.3
Hujan Wilayah
Dalam analisis frekuensi diperlukan data hujan harian maksimum tiap tahun dari tiap stasiun yang berada di Sub DAS Alang. Data hujan maksimum tahunan Sub DAS Alang dapat dilihat pada Tabel 4.5
Tabel 4.5 Data Hujan Harian Maksimum Masing-Masing Stasiun Hujan Tahun Sambiroto (mm) Eromoko (mm) Pracimantoro (mm) 1989 0 84 85 1990 0 65 105 1991 0 84 77 1992 0 95 91 1993 0 98 102 1994 0 81 61 1995 91 85 70 1996 76 67 81 1997 73 0 59 1998 63 0 74 1999 70 0 78 2000 63 0 85 2001 73 55 85 2002 110 67 65 2003 120 125 75 2004 87 89 77 2005 60 55 119 2006 67 87 70 2007 97 95 145 2008 50 127 49
Sumber: Dinas Pengairan Kabupaten Wonogiri
: Data hujan rusak
Untuk menentukan hujan wilayah Sub DAS Alang digunakan metode Poligon Thiessen narasi gambar poligon dapat dilihat pada Gambar 4.2 dengan luas masing-masing 3 wilayah Poligon Thiessen:
1. Sambiroto : 79.9 km2 2. Eromoko : 42.1 km2 3. Pracimantoro : 47.4 km2 Luas total Sub DAS Alang : 169.38 km2
Contoh perhitungan untuk mendapatkan hujan wilayah harian maksimum cara Poligon Thiessen (Persamaan 2.1) tahun 1995:
P
=
=
Gambar 4.2 Poligon Thiessen Sub DAS Alang
Tabel 4.6 Data Hujan Wilayah Harian Maksimum Sub DAS Alang
No. Tahun Hujan Wilayah Harian Maksimum (mm) 1 1989 85 2 1990 91 3 1991 79 4 1992 92 5 1993 101 6 1994 68 7 1995 84 8 1996 75 9 1997 68 10 1998 50 11 1999 55 12 2000 53 13 2001 72 14 2002 87 15 2003 109 16 2004 85 17 2005 75 18 2006 73 19 2007 110 20 2008 69
Poligon Thiessen akan berbeda jika jumlah stasiun hujan berbeda. Poligon Thiessen dengan jumlah stasiun yang berbeda dapat dilihat pada Lampiran B.
4.4 Uji Kecocokan Jenis Agihan
Untuk mengetahui jenis agihan yang sesuai digunakan uji agihan frekuensi. Analisis ini digunakan untuk dasar perhitungan hujan rencana dengan berbagai kala ulang. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengetahui kesesuaian data. Adapun jenis agihan antara lain: agihan Normal, Log Normal, Gumbel, dan Log Pearson III.
Dalam uji kecocokan jenis agihan digunakan tiga cara penyajian data, yaitu cara I, cara II, dan cara III.
4.4.1 Hujan Harian Maksimum Tahunan (Cara 1)
Untuk memilih kesesuaian jenis agihan untuk data hujan harian maksimum tahunan pada Tabel 4.6 digunakan uji Chi Kuadrat dan Smirnov Kolmogrov. Hasil uji kesesuaian selengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran B. Resume hasil kedua uji tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.7 dan Tabel 4.8
Tabel 4.7 Resume Hasil Uji Chi Kuadrat
Normal Log normal Gumbel LogPerson III
Nilai Chi Kuadrat 4.974 1.789 0.737 4.947
Derajat Kebebasan 2 2 2 2
Chi Kritik 5.9915 5.9915 5.9915 5.9915
Keterangan diterima diterima diterima diterima Tabel 4.8 Resume Hasil Uji Smirnov Kolmogrov
Agihan ∆ maks keterangan
Normal 0.075 diterima
Log normal 0.089 diterima
Gumbell 0.121 diterima
LogPerson III 0.091 diterima
Dari Tabel 4.7 dan 4.8 dapat diperiksa bahwa nilai penyimpangan hasil uji Chi Kuadrat dan uji Smirnov Kolmogrov pada agihan Normal memiliki nilai
penyimpangan terkecil dibandingkan dengan agihan yang lainnya. Dengan demikian maka pemilihan agihan Normal dengan ∆ maks 0.075 adalah benar. 4.4.2 Hujan Harian Maksimum Tiap Stasiun Hujan (Cara 2)
Hujan harian maksimum tiap stasiun diperoleh dengan mencari dalam satu tahun tertentu untuk stasiun I hujan maksimum tahunannya, selanjutnya dicari hujan harian pada stasiun-stasiun lain pada hari kejadian yang sama dalam tahun yang sama dan kemudian dihitung hujan wilayah DAS. Masih dalam tahun yang sama, dicari hujan maksimum tahunan untuk stasiun II. Untuk hari kejadian yang sama, hujan harian untuk stasiun-stasiun lain dicari dan dicari hujan wilayahnya.
Demikian selanjutnya sehingga dalam tahun itu akan terdapat N buah data hujan wilayah DAS. Untuk tahun selanjutnya cara yang sama dilakukan sampai seluruh data yang tersedia. Hasil perhitungan hujan wilayah selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B. Hasil perhitungan hujan wilayah dapat dilihat pada Gambar 4.3
Gambar 4.3 Hujan Harian Maksimum Rerata Tiap Stasiun
Untuk mengetahui jenis agihan yang sesuai digunakan uji agihan frekuensi. Analisis ini digunakan untuk dasar perhitungan hujan rencana dengan berbagai kala ulang. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengetahui kesesuaian data. Adapun jenis agihan antara lain: agihan Normal, Log Normal, Gumbel, dan Log Pearson III.
Untuk memilih kesesuaian jenis agihan digunakan uji Chi Kuadrat dan Smirnov Kolmogrov. Hasil uji kesesuaian selengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran B. Resume hasil kedua uji tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.9 dan Tabel 4.10
Tabel 4.9 Resume Hasil Uji Chi Kuadrat
Normal Log normal Gumbel LogPerson III
Nilai Chi Kuadrat 5.474 2.234 2.894 3.319
Derajat Kebebasan 2 2 2 1
Chi Kritik 5.9915 5.9915 5.9915 3.8413
Keterangan diterima diterima diterima diterima Tabel 4.10 Resume Hasil Uji Smirnov-Kolmogrov
∆ maks keterangan
Normal 0.1 diterima
Log normal 0.109 diterima
Gumbell 0.12 diterima
LogPerson III 0.087 diterima
Dari Tabel 4.9 dan 4.10 dapat diperiksa bahwa nilai penyimpangan hasil uji Chi Kuadrat dan uji Smirnov Kolmogrov pada agihan Log Pearson III memiliki nilai penyimpangan terkecil dibandingkan dengan agihan yang lainnya. Dengan demikian maka pemilihan agihan Log Pearson III dengan ∆ maks 0.087 adalah benar.
4.4.3 Hujan Harian (Cara 3)
Dalam analisis statistik terhadap deret data hujan harian dari tiap stasiun yang tersedia selama 20 tahun di Sub DAS Alang. Penentuan hujan wilayah sesuai Persamaan 2.1 hasil perhitungan hujan wilayah selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B. Hasil hujan wilayah harian rata-rata dapat dilihat pada Gambar 4.4 maka didapat besaran nilai parameter sebagai berikut:
Gambar 4.4 Hujan Wilayah Harian Rata-rata Tahun 1989-2008
Dari Gambar 4.4 diambil asumsi bila ketebalan hujan dibawah 5 mm dianggap tidak terjadi hujan maka musim kemarau mulai terjadi pada kejadian ke- 176 (pada tanggal 28 Juni), sedangkan musim hujan mulai terjadi kembali pada kejadian ke-323 (tepatnya tanggal 29 November)
Berdasarkan analisis statistik terhadap deret data hujan wilayah harian diperoleh nilai parameter statistik sebagai berikut:
Nilai rerata (Mean) : 9.92 Standar Deviasi : 10.47
Skewness : 2.13
Kurtosis : 5.89
Koefisien Variasi : 1.06 Jumlah data : 2722
Untuk menentukan jenis agihan yang akan dipakai maka dilakukan pengujian untuk menghasilkan parameter statistik yang dapat dilihat dalam Tabel 4.11
Tabel 4.11 Resume Hasil Pengujian Parameter statistik
No Jenis Distribusi Syarat Hasil
Perhitungan Keputusan
Ck = 3 Ck = 5.89 No 2 Log Normal Cs (ln x) = 0 Cv3+3Cv = 2.16 Cs = -0.32 No Ck (ln x) = 3 Cv8+6Cv6+15Cv4+16Cv2+3 = 12.27 Ck = -0.43 No 3 Log Pearson type III Jika semua syarat tidak terpenuhi Cs = -0.32 Yes
Ck = -0.43 Yes
4 Gumbell Cs = 1,14 Cs = 2.13 No
Ck = 5,4 Ck = 5.89 No
Dari tabel 4,11 diketahui bahwa jenis agihan yang sesuai adalah Log Pearson III. Dengan demikian untuk analisis selanjutnya digunakan jenis agihan Log Pearson III.
4.5
Hujan Rencana
Berdasarkan hasil uji sebaran data, sebaran yang sesuai untuk masing-masing cara dapat dilihat pada tabel 4.12
Tabel 4.12 Resume Hasil Uji Sebaran Data
Cara Jenis Sebaran
Hujan Harian Maksimum Tahunan (Cara 1) Normal
Hujan Harian Maksimum Tiap Stasiun (Cara 2) Log Pearson II
Hujan Harian (Cara 3) Log Pearson III
Sesuai dengan jenis agihan Normal maka hujan rencana dapat dihitung. Contoh perhitungan hujan untuk kala ulang 1.1 tahun sesuai (Persamaan 2.16, 2.16, 2.17, dan 2.27) adalah: P = 1/T = 1/1.1 = 0.909 2 1 2 1 ln ú û ù ê ë é ÷÷ ø ö çç è æ = p w = 0.437 3 2 2 001308 . 0 189269 . 0 432788 . 1 1 010328 . 0 802853 . 0 515517 . 2 w w w w w w z KT + + + + + -= = = -1.298 X1.1= µ + KT.σ = 79.02 + (-1.289 . 16.68 ) = 58.355 mm
Tabel 4.13 Curah Hujan dengan Berbagai Kala Ulang Cara 1 (Agihan Normal) No. Kala Ulang Hujan Rancangan
(tahun) (mm) 1 1.1 58.355 2 2 79.579 3 5 93.970 4 10 101.499 5 20 107.715 6 25 109.526 7 50 114.710 8 100 119.372 9 500 128.807 10 1000 132.433
Tabel 4.14 Curah Hujan dengan Berbagai Kala Ulang Cara 2 (Agihan Log Pearson III)
No. Kala Ulang Hujan Rancangan
(tahun) (mm) 1 1.1 18.035 2 2 39.404 3 5 55.879 4 10 65.171 5 20 73.203 6 25 75.604 7 50 82.637 8 100 89.164 9 500 102.971 10 1000 108.493
Tabel 4.15 Curah Hujan dengan Berbagai Kala Ulang Cara 3 (Agihan Log Pearson III)
No. Kala Ulang Hujan Rancangan
(tahun) (mm) 1 1.1 7.623 2 2 38.389 3 5 87.750 4 10 126.241 5 20 158.388 6 25 215.663 7 50 252.967 8 100 289.206 10 1000 367.195
Dalam analisis selanjutnya dipakai hujan rencana harian maksimum cara I untuk kala ulang 1.1 karena memiliki ketebalan hujan rencana yang lebih besar.
4.6
Durasi Hujan dan Waktu Konsentrasi
4.6.1Durasi Hujan
Data hujan otomatis dari hasil observasi dapat digunakan secara langsung untuk mengetahui pola agihan hujan jam-jaman. Durasi hujan dan banyaknya kejadian hujan dari data otomatis dapat dilihat di Tabel 4.16
Tabel 4.16 Durasi Hujan dan Banyak Kejadian Hujan
Durasi Kejadian (jam) 2 73 3 47 4 24 5 18 6 1
Sesuai dengan Tabel 4.16 maka dapat diambil kesimpulan bahwa kejadian hujan yang dominan terjadi di Sub DAS Alang adalah hujan dengan durasi 2 jam. Sedangkan perhitungan untuk durasi hujan adalah sebagai berikut:
jam jam Durasi x x x x x Durasi kejadian nxkejadian Durasihuja Durasi 3 94 . 2 163 ) 1 6 18 5 24 4 47 3 73 2 ( = = + + + + = =
å
å
4.6.2Waktu KonsentrasiWaktu konsentrasi dapat ditentukan dengan Persamaan 2.29 dengan perhitungan sebagai berikut:
Diketahui:
Luas Sub DAS Alang (A) = 169.38 km2 Panjang Sungai Utama (L) = 19.01 km
Slope (S) = 0.03 385 , 0 77 , 0 06628 . 0 -= L S Tc 385 , 0 77 , 0 03 . 0 01 . 19 06628 . 0 -= x x Tc Tc = 2.5 Jam
4.7
Pola Agihan Hujan Cara Observasi
Dari data hujan otomatis hasil observasi dapat ditentukan secara langsung pola agihan hujan jam-jaman di Sub DAS Alang.
Gambar 4.5 Pola Agihan Hujan 2 Jaman (Observasi)
Gambar 4.7 Pola Agihan Hujan 4 Jaman (Observasi)
Gambar 4.9 Pola Agihan Hujan 6 Jaman (Observasi)
4.8
Pola Agihan Hujan Cara Empiris
4.8.1 Pola Agihan Hujan (Modified-Mononobe)
Selain dengan cara observasi pola agihan hujan dapat dicari dengan cara empiris. Secara empiris untuk mengetahui pola agihan hujan jam-jaman dicari dengan rumus Modified-Mononobe sesuai dengan Persamaan 2.30, dengan durasi hujan 2 jam, 3 jam, 4 jam (hujan yang terjadi di Sub DAS Alang). Untuk waktu konsentrasi (Tc) dihitung berdasarkan Persamaan 2.28
Contoh perhitungan intensitas hujan dengan kala ulang T 1.1 , durasi 3 jam pada I jam pertama sesuai dengan Persamaan 2.30, untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B.
R24 = 58.355 mm tc = 2.5 jam
t = 1 jam (jam pertama)
3 2 24 , 1 ÷ ø ö ç è æ ÷÷ ø ö çç è æ = t t t R I c c T t
= 3 2 1 5 . 2 5 . 2 355 . 58 ÷ ø ö ç è æ ÷ ø ö ç è æ = 43.24 mm P = It . t = 43.24 . 1 = 43.24 mm
Hasil perhitungan metode Modified-Mononobe dengan 3 cara penyajian data diperoleh hasil yang dapat dilihat pada Tabel 4.17 – 4.21
Tabel 4.17 Agihan Hujan 2 Jam Sub DAS Alang
Cara t It(mm/jam) P (mm) Delta (mm) %
Cara 1 1 43.24 43.24 43.24 79.37 2 27.24 54.48 11.24 20.63 Cara 2 1 13.36 13.36 13.36 79.37 2 8.42 16.84 3.47 20.63 Cara 3 1 5.65 5.65 5.65 79.37 2 3.56 7.12 1.47 20.63
Tabel 4.18 Agihan Hujan 3 Jam Sub DAS Alang
Cara t It(mm/jam) P (mm) Delta (mm) %
Cara 1 1 43.24 43.24 43.24 69.34 2 27.24 54.48 11.24 18.02 3 20.79 62.37 7.88 12.64 Cara 2 1 13.36 13.36 13.36 69.34 2 8.42 16.84 3.47 18.02 3 6.42 19.27 2.44 12.64 Cara 3 1 5.65 5.65 5.65 69.34 2 3.56 7.12 1.47 18.02 3 2.72 8.15 1.03 12.64
Cara t It(mm/jam) P (mm) Delta (mm) % Cara 1 1 43.24 43.24 43.24 63.00 2 27.24 54.48 11.24 16.37 3 20.79 62.37 7.88 11.49 4 17.16 68.64 6.28 9.14 Cara 2 1 13.36 13.36 13.36 63.00 2 8.42 16.84 3.47 16.37 3 6.42 19.27 2.44 11.49 4 5.30 21.21 1.94 9.14 Cara 3 1 5.65 5.65 5.65 63.00 2 3.56 7.12 1.47 16.37 3 2.72 8.15 1.03 11.49 4 2.24 8.97 0.82 9.14
Tabel 4.20 Agihan Hujan 5 Jam Sub DAS Alang
Cara t It (mm/jam) P (mm) Delta (mm) % Cara 1 1 43.24 43.24 43.24 58.48 2 27.24 54.48 11.24 15.20 3 20.79 62.37 7.88 10.66 4 17.16 68.64 6.28 8.49 5 14.79 73.94 5.30 7.17 Cara 2 1 13.36 13.36 13.36 58.48 2 8.42 16.84 3.47 15.20 3 6.42 19.27 2.44 10.66 4 5.30 21.21 1.94 8.49 5 4.57 22.85 1.64 7.17 Cara 3 1 5.65 5.65 5.65 58.48 2 3.56 7.12 1.47 15.20 3 2.72 8.15 1.03 10.66 4 2.24 8.97 0.82 8.49 5 1.93 9.66 0.69 7.17
Tabel 4.21 Agihan Hujan 6 Jam Sub DAS Alang
Cara t It (mm/jam) P (mm) Delta (mm) % Cara 1 1 43.24 43.24 43.24 55.03