• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA SELF COMPASSION DENGAN RESILIENSI PADA MANTAN PECANDU NARKOBA DEWASA AWAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA SELF COMPASSION DENGAN RESILIENSI PADA MANTAN PECANDU NARKOBA DEWASA AWAL"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

[19]

Prosiding Konferensi Nasional Peneliti Muda Psikologi Indonesia 2016 Vol. 1, No. 1, Hal 19-28

HUBUNGAN ANTARA SELF COMPASSION DENGAN RESILIENSI

PADA MANTAN PECANDU NARKOBA DEWASA AWAL

Rizki Febrinabilah1 Ratih Arruum Listiyandini2

Fakultas Psikologi Universitas YARSI

febrinabila.r@hotmail.com ABSTRAK

Mantan pecandu narkoba merupakan orang yang pernah melakukan penyalahgunaan, memakai, serta mengalami ketergantungan terhadap narkoba kemudian telah dinyatakan sembuh dan lepas dari ketergantungannya. Beberapa masalah sering dialami oleh mantan pecandu narkoba. Selain relapse, juga terdapat masalah baik secara intrapersonal maupun interpersonal. Namun diantara berbagai masalah yang ada pada mantan pecandu narkoba terdapat mereka yang berhasil mempertahankan kepulihannya. Hal ini mengindikasikan mereka memiliki resiliensi, yaitu mampu berkembang dengan baik dalam menghadapi kesulitan. Disamping itu ditemukan pula bahwa mereka yang dapat mempertahankan kepulihannya disebabkan karena adanya penghayatan positif mengenai diri sendiri. Hal ini sesuai dengan konsep self compassion yaitu memiliki pemahaman dan kebaikan kepada diri sendiri serta tidak mengkritik secara berlebihan atas kekurangan pada diri mereka sendiri. Penelitian kuantitatif ini bertujuan untuk melihat hubungan self compassion dengan resiliensi pada mantan pecandu narkoba. Penelitian ini menggunakan alat ukur yaitu Self Compassion Scale dan Connor Davidson Resilience Scale yang telah diadaptasi oleh peneliti. Subjek dalam penelitian ini adalah 81 orang mantan pecandu narkoba yang tidak lagi menggunakan narkoba minimal 2 tahun dengan rentang usia 20-40 tahun dan sudah pernah menjalani rehabilitasi. Hasil menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan bernilai positif antara self compassion dengan resiliensi sebesar r=0.478 dan nilai signifikansi p=0.000 (p<0.05). Hubungan ini bersifat positif dengan artian semakin tinggi skor self compassion, maka semakin tinggi pula resiliensi pada mantan pecandu narkoba.

Kata Kunci: Self Compassion, Resiliensi, Mantan Pecandu Narkoba, Dewasa Awal PENDAHULUAN

Masalah penyalahgunaan narkoba di Indonesia telah berada pada tahap yang mengkhawatirkan. Menurut data yang dimiliki Presiden Indonesia, Joko Widodo, terdapat 50 orang di Indonesia yang meninggal dunia setiap hari karena penyalahgunaan narkoba. Sekitar 18.000 jiwa meninggal dunia karena penggunaan narkoba. Angka tersebut belum termasuk 4,2 juta pengguna narkoba yang direhabilitasi dan 1,2 juta pengguna yang tidak direhabilitasi (“Presiden Jokowi:

Indonesia Gawat Darurat Narkoba”, www.nasional.kompas.com, 2015).

Ketergantungan yang dialami oleh pecandu narkoba sulit untuk dihentikan. Penghentian penggunaan dan proses pemulihan ketergantungan narkoba merupakan proses yang rumit dan memerlukan waktu yang panjang, sehingga tidak jarang dalam perjalanannya, seorang mantan pecandu narkoba mengalami

relapse atau kekambuhan (Partodiharjo dalam Utami, 2015). Selain masalah

relapse (kambuh), individu yang pernah menjadi pecandu narkoba ditemukan

(2)

[20] memiliki kontrol emosi yang rendah, hubungan yang tidak memadai, perilaku untuk merusak diri sendiri, dan melakukan pertahanan diri (Galanter & Brook dalam Karsiyati, 2012). Selain itu, Kencanawati (2015) menambahkan bahwa pada individu yang pernah menjadi pecandu narkoba ditemukan memiliki hambatan dalam berinteraksi karena adanya stigma negatif dalam masyarakat, kurangnya rasa optimis, kurang memiliki kemampuan penyelesaian masalah, dan kurang memiliki keyakinan diri. Sitasari (2007) juga menemukan bahwa para mantan pecandu narkoba yang memiliki konsep diri yang negatif cenderung memandang dirinya pesimis terhadap kompetensi yang dimiliki.

Berdasarkan paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa selain masalah relapse,

pada mantan pecandu narkoba juga terdapat masalah baik secara intrapersonal maupun interpersonal. Masalah intrapersonal terdiri dari rendahnya kemampuan meregulasi emosi dan optimisme, ketidakmampuan untuk meyakini diri sendiri, dan ketidakmampuan untuk memecahkan masalah. Sedangkan masalah interpersonal antara lain seperti hubungan yang tidak memadai dengan lingkungan sekitar dan harga diri yang rendah karena adanya stigma negatif.

Dalam upaya untuk melepaskan diri dari ketergantungan terhadap narkoba dan dapat melanjutkan kembali ke kehidupan, maka dibutuhkanlah suatu kemampuan untuk dapat bertahan dalam keadaan yang sulit tersebut. Kemampuan untuk bertahan dalam keadaan yang menyulitkan seperti itu disebut dengan resiliensi. Individu yang dapat bertahan menghadapi kesulitan adalah individu yang resilien. Oleh karena itu, mantan pecandu narkoba harus resilien untuk dapat mempertahankan diri mereka agar tidak relapse, serta dapat membangun kembali kehidupan mereka dan menjadi lebih baik.

Mantan pecandu narkoba merupakan mereka yang telah berhasil melalui proses yang tidak mudah. Ia harus mampu untuk melepaskan dirinya pada

ketergantungan terhadap narkoba dan beradaptasi untuk kembali masuk ke tengah-tengah masyarakat untuk menjalankan kehidupannya seperti sediakala. Maka dari itu, mantan pecandu narkoba seharusnya memiliki kemampuan resiliensi yang baik, karena resiliensi dapat mengurangi seseorang terkena faktor-faktor berisiko (Smestha, 2015). Hal ini didukung oleh hasil penelitian Utami (2015) bahwa adanya perkembangan yang baik dari segala aspek resiliensi dapat menjadikan mantan pecandu narkoba lebih resilien daripada sebelumnya. Faktor protektif yang sangat berperan untuk menguatkan mantan pecandu narkoba menjadi resilien diantaranya adalah dukungan sosial dari keluarga dan faktor internal seperti rasa percaya diri, kemandirian, keterampilan sosial, keyakinan mengatasi masalah, tujuan dan makna hidup yang jelas, serta reaksi emosional (temperamen) yang positif. Apabila mantan pecandu narkoba memiliki faktor-faktor protektif, maka mereka akan lebih mampu mengatasi tantangan atau ujian yang mungkin bisa memicu mereka untuk relapse.

Hasil penelitian Aztri & Milla (2013) menunjukkan bahwa mantan pecandu narkoba yang berhasil pulih dari ketergantungannya adalah mereka yang memiliki perasaan berharga karena adanya dukungan sosial dan mereka yang mampu memaknai kehidupan dan kesulitan yang dijalani sebagai sesuatu yang dihadapi secara positif. Hal ini berkaitan dengan adanya self compassion. Neff (2010) menyatakan bahwa self compassion dapat berkontribusi meningkatkan penghayatan positif mengenai diri sendiri, menghilangkan emosi negatif, dan meningkatkan rasa keterhubungan dengan orang lain.

Neff (2003) menjelaskan bahwa

self-compassion adalah pemberian pemahaman dan kebaikan kepada diri sendiri ketika mengalami kegagalan ataupun membuat kesalahan, tidak menghakimi diri sendiri dengan keras maupun mengkritik diri sendiri dengan

(3)

[21] berlebihan atas ketidaksempurnaan, kelemahan, dan kegagalan yang dialami diri sendiri. Dengan self compassion, individu akan lebih mampu memahami kemanusiaan yang dimiliki sehingga membantu mengurangi rasa takut dari penolakan sosial. Hal ini membuat seseorang memiliki perasaan terhubung secara interpersonal (Collins dalam Neff, 2010). Faktor-faktor yang membantu para mantan pecandu narkoba untuk bisa mempertahankan kepulihannya seperti memiliki harapan hidup, perasaan berharga, dan mampu menarik pelajaran dari kesulitan merupakan sesuatu yang berkaitan dengan self compassion. Oleh karena itu, terdapat potensi bahwa self compassion dapat meningkatkan kemampuan regulasi emosi, penghayatan positif mengenai diri sendiri, pemecahan masalah, dan rasa keterhubungan dengan orang lain, termasuk pada mantan pecandu narkoba. Aspek-aspek tersebut juga merupakan bagian dari karakteristik resiliensi. Oleh karena itu dengan adanya

self compassion maka resiliensi diharapkan menjadi lebih baik atau meningkat.

Sejauh ini penelitian terdahulu lebih banyak meneliti kaitan self compassion

pada pasien penyakit kronis, misalnya pada penyakit kanker payudara (Przezdziecki et.al, 2013). Namun belum ditemukan penelitian self compassion pada mantan pecandu narkoba. Disamping itu, penelitian-penelitian sebelumnya hanya terbatas mengenai kaitan mantan pecandu narkoba dengan kebermaknaan hidup (Mufarrohah, 2012), dukungan sosial (Setiawan, 2014), keberfungsian keluarga (Karsiyati, 2012), religiusitas (Pertiwi, 2011), maupun gambaran resiliensi secara umum (Utami, 2015). Pada penelitian mengenai self compassion, sebagian besar baru dikaitkan dengan kesejahteraan psikologis (Hall, et.al, 2013), kebahagiaan (Anggraeni & Kurniawan, 2012), dan kecemasan sosial (Werner et.al, 2012), sedangkan pada penelitian yang mengaitkan self compassion dengan resiliensi, di Indonesia masih sedikit dan

belum ada yang memaparkan secara mendalam, misalnya penelitian dari Basalamah (2015) dan Akmala & Wahyuningsih (__). Oleh karena itu, sejauh ini belum ditemukan penelitian mengenai hubungan self compassion dengan resiliensi pada mantan pecandu narkoba, khususnya di Indonesia. Atas hal tersebut, maka peneliti ingin melihat bagaimana hubungan

self compassion dengan resiliensi pada mantan pecandu narkoba.

Pada penelitian ini akan difokuskan pada mantan pecandu narkoba usia dewasa awal, dengan alasan karena self compassion

sangat diperlukan pada masa dewasa awal terkait dengan tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi pada masa tersebut.

Self compassion sangat relevan pada kehidupan atau pengalaman pada masa dewasa karena ketika individu tidak menyukai aspek-aspek dalam dirinya dan menghakimi dirinya sendiri, maka self compassion memiliki peran untuk mengurangi dan menghilangkan kecenderungan dalam memandang dirinya sendiri secara negatif. Hurlock (dalam Melati, 2011) mengatakan bahwa masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai umur 40 tahun. Selain itu, ditemukan bahwa sebagian besar pemakai atau pecandu narkoba berada pada klasifikasi usia produktif, yaitu pada rentang usia 20 - 45 tahun (Chamdi dalam Salmi, 2008). Dengan demikian pada penelitian ini, subjek akan dikhususkan pada mantan pecandu narkoba yang berada pada masa dewasa awal, yaitu dengan rentang usia 20-40 tahun.

Self Compassion

Kristin Neff (2003) menjelaskan,

self-compassion adalah memberikan pemahaman dan kebaikan kepada diri sendiri ketika mengalami kegagalan ataupun membuat kesalahan, namun tidak menghakimi diri sendiri dengan keras dan tidak mengkritik diri sendiri dengan berlebihan atas ketidaksempurnaan, kelemahan, dan kegagalan yang dialami diri sendiri.

(4)

[22] Dimensi

Self compassion memiliki tiga komponen favorable dan tiga komponen

unfavorable. Komponen favorable terdiri dari self-kindness, common humanity, dan

mindfulness. Self kindness adalah penjelasan mengenai kebaikan dan pengertian kepada diri sendiri daripada memiliki penilaian yang tajam serta sifat mengkritisi diri sendiri (Neff, 2003).

Common humanity dipandang sebagai pengalaman individu yang luas dan tidak melihat hal tersebut sebagai pengalaman yang membuat individu merasa terisolasi (Neff, 2003). Mindfulness adalah kesadaran individu akan pikiran dan perasaan yang menyakitkan, namun tidak menjadikan hal tersebut sebagai over-identifying, yaitu tidak melebih-lebihkan sesuatu yang dirasakan (Neff, 2003).

Disamping itu, terdapat tiga komponen yang berkebalikan dari komponen diatas atau disebut dengan komponen unfavorable. Komponen

unfavorable terdiri dari self judgement, isolation, dan over-identification. Self-judgement adalah sikap merendahkan dan mengkritik diri sendiri secara berlebihan terhadap aspek-aspek yang ada didalam diri dan kegagalan yang dialami (Brown dalam Diantina & Hendarizkianny, 2014).

Isolation adalah individu merasa terpisah dari orang lain karena rasa sakit atau frustasi yang dideritanya (Diantina & Hendarizkianny, 2014). Overidentification

adalah kecenderungan individu untuk terpaku pada semua kesalahan dirinya, serta merenungkan secara berlebihan keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki akibat dari kesalahan yang sudah diperbuat (Diantina & Hendarizkianny, 2014).

Resiliensi

Connor & Davidson (2003) mendefinisikan resiliensi sebagai:

“Resilience embodies the personal

qualities that enable one to thrive in the face of adversity.” Menurut Connor & Davidson (2003) resiliensi merupakan

perwujudan kualitas pribadi yang

memungkinkan seseorang untuk mampu

berkembang dengan baik dalam

menghadapi kesulitan. Connor & Davidson

(2003) pada penelitiannya

mengidentifikasikan lima aspek dari

resiliensi, yaitu:

1. Kompetensi personal, standar yang tinggi, dan kegigihan

2. Percaya kepada diri sendiri, memiliki toleransi terhadap afek negatif dan kuat dalam menghadapi tekanan

3. Penerimaan positif terhadap perubahan dan hubungan yang baik dengan orang lain

4. Pengendalian diri 5. Pengaruh spiritual

Mantan Pecandu Narkoba Dewasa Awal Menurut istilah narkotika, pecandu diartikan sebagai addict, yaitu orang yang sudah menjadi “budak dari obat”, dan tidak mampu lagi menguasai dirinya maupun melepaskan diri dari cengkraman obat yang sudah menjadi tuannya (Adisti dalam Utami, 2015). Dalam pasal 1 angka 13 UU Narkotika, pecandu narkoba diartikan sebagai orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis (Partodiharjo dalam Utami, 2015). Terdapat dua proses yang dapat dijalani untuk bisa berhenti menggunakan narkoba. Pertama, karena adanya dorongan dari dalam diri sendiri yaitu dimulai adanya perasaan malu dan bersalah, baik dengan keluarga maupun lingkungan (Junaiedi, 2012). Kedua, melalui perantara pihak lain atau orang terdekat. Orang tua yang memiliki anak menjadi pecandu narkoba seringkali merasa hal tersebut adalah suatu aib keluarga, sehingga memasukan anaknya ke panti rehabilitasi (Isnaini dkk, 2011). WHO memaparkan bahwa seseorang baru dapat dikatakan menjadi seorang mantan pecandu narkoba apabila telah berhenti menggunakan narkoba minimal dua tahun (Utami, 2015). Partodiharjo (dalam Utami, 2015) menyatakan bahwa dalam pasal 58 UU Narkotika dikatakan bahwa mantan

(5)

[23] pecandu narkotika adalah orang yang telah sembuh dan lepas dari ketergantungan terhadap narkotika.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa mantan pecandu narkoba adalah orang yang pernah melakukan penyalahgunaan, memakai, serta mengalami ketergantungan terhadap narkoba lalu telah dinyatakan sembuh dan lepas dari ketergantungan selama dua tahun, baik melalui proses rehabilitasi karena dorongan diri sendiri maupun karena orang lain.

METODE PENELITIAN Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah asosiatif dan jenis penelitian pada penelitian ini adalah non-eksperimental. Partisipan Penelitian

Populasi

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mantan pecandu narkoba yang berusia 20 sampai 40 tahun.

Karakteristik Sampel

Peneliti menggunakan sampel sebanyak 81 orang mantan pecandu narkoba dewasa awal dengan menetapkan sejumlah ketentuan-ketentuan untuk membatasi keragaman karakteristik subjek yang terlibat didalam penelitian ini. Ketentuan-ketentuan tersebut adalah: 1. Subjek adalah mantan pecandu narkoba

yang sudah tidak lagi menggunakan narkoba minimal selama dua tahun 2. Subjek merupakan dewasa awal yang

berada pada rentang usia 20-40 tahun 3. Subjek sudah pernah menjalani proses

rehabilitasi.

Teknik Pengambilan Sampel

Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel non-probability sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2011). Desain non-probability sampling yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2011). Pertimbangan tersebut adalah dengan memberikan kuesioner pada populasi mantan pecandu narkoba yang berada di tempat rehabilitasi. Instrumen Penelitian

Skala Self Compassion

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur self compassion adalah dengan menggunakan Self Compassion Scale

(SCS) oleh Kristin D. Neff (2003). SCS ini mengukur tiga komponen dari Self Compassion yang terdiri atas Self Kindness, Common Humanity, dan Mindfulness. Neff (2003) juga menyertakan variabel/konstruk yang dianggap berkebalikan dengan variabel tersebut yaitu, Self Judgment

(sebagai kebalikan dari Self Kindness), Isolation (sebagai kebalikan dari Common Humanity), dan Over-Identification

(sebagai kebalikan dari Mindfulness). Skala SCS diuji coba kepada 30 orang mantan pecandu narkoba yang masih menjalani proses rehabilitasi dan memperoleh nilai setiap aitem SCS pada corrected item total correlation >0.2 dengan koefisien reliabilitas sebesar 0.859 pada uji coba I dan pada uji coba II memperoleh nilai setiap aitem SCS pada corrected aitem total correlation >0.2 dengan koefisien reliabilitas sebesar 0.886.

Skala Resiliensi

Dalam penelitian ini alat ukur yang digunakan untuk mengukur resiliensi adalah Connor-Davidson Resilience Scale

(CD-RISC) yang disusun oleh Connor & Davidson (2003), yang mengacu pada lima

(6)

[24] aspek resiliensi dari Connor & Davidson (2003).

Skala CD-RISC diuji coba kepada 30 orang mantan pecandu narkoba yang masih menjalani proses rehabilitasi dan memperoleh nilai setiap aitem SCS pada corrected item total correlation >0.2 dengan koefisien reliabilitas sebesar 0.942.

Skala Tambahan Untuk Screening

Dalam penelitian ini peneliti menambahkan satu alat ukur tambahan untuk melakukan proses screening. Proses

screening dilakukan bertujuan untuk mengurangi kemungkinan responden melakukan manipulasi atau menjadi faking good. Hal ini dilakukan atas pertimbangan bahwa salah satu ciri-ciri pada mantan pecandu narkoba yaitu suka berbohong atau tidak jujur (Badan Narkotika Nasional). Aitem yang digunakan dalam alat ukur

screening ini terdiri dari dua bagian, yaitu aitem-aitem pengalih yang merupakan gabungan dari dimensi self compassion dan resiliensi dan aitem screening yang dibuat untuk mengukur faking good sebagai berikut:

- Saya selalu bertindak jujur di dalam kehidupan saya

- Saya sama sekali tidak pernah berbohong hanya demi mencapai tujuan saya

Berdasarkan hasil screening, peneliti tidak menyertakan kuesioner pada responden yang memiliki skor cenderung mengarah ke kanan atau positif. Terdapat sekitar 10-20 responden yang tidak disertakan karena adanya kecenderungan responden melakukan manipulasi.

ANALISIS DAN HASIL Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan dengan uji

Kolmogorov-Smirnov Test dan

mendapatkan hasil yaitu p= 0.788 (p>0.05) untuk skala self compassion dan p= 0.195 (p>0.05) untuk skala resiliensi. Berdasarkan pada data yang didapatkan maka dapat dikatakan bahwa sebaran data berdistribusi normal.

Uji Korelasi

Uji korelasi dalam penelitian ini menggunakan teknik korelasi pearson product moment dan mendapatkan hasil korelasi antara self compassion dan resiliensi sebesar r= 0.478 (p=0.000) yang artinya terdapat hubungan yang positif dan signifikan dengan memiliki hubungan yang tergolong sedang antara self compassion

dengan resiliensi pada mantan pecandu narkoba dewasa awal.

Uji Beda

Hasil analisis uji beda menunjukkan bahwa tidak adanya keterkaitan faktor demografi dengan self compassion maupun resiliensi. DISKUSI

Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dan bernilai positif antara skor self compassion

dengan resiliensi mantan pecandu narkoba dewasa awal sebesar r = 0.478 (p<0.05) dengan kekuatan hubungan sedang (Sugiyono, 2011). Hubungan ini bersifat positif dengan artian semakin tinggi skor

self compassion subjek, semakin tinggi juga tingkat skor resiliensi subjek.

Berdasarkan hasil analisa penelitian, ditemukan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara self compassion dengan resiliensi pada mantan pecandu narkoba. Hal ini sejalan dengan penelitian Collins (dalam Neff, 2010) yang menyatakan bahwa self compassion yang tinggi pada individu dapat membantu mengurangi rasa takut dari penolakan sosial. Selain itu self compassion juga membantu meningkatkan penghayatan positif mengenai diri sendiri, menghilangkan emosi negatif, dan meningkatkan rasa keterhubungan dengan orang lain (Neff dalam Diantina & Hendarizkianny, 2014). Beberapa aspek diatas juga merupakan bagian dari resiliensi. Hal ini menunjukkan bahwa apabila seorang mantan pecandu narkoba memiliki self compassion yang semakin tinggi, yaitu memiliki pemahaman dan

(7)

[25] kebaikan kepada diri sendiri, tidak menghakimi dirinya sendiri dengan keras, tidak mengkritik diri sendiri secara berlebihan atas kekurangan yang dimiliki, dan memiliki rasa keterhubungan dengan orang lain, maka individu tersebut dapat dikatakan lebih mampu menghadapi tantangan-tantangan sebagai seorang mantan pecandu narkoba. Apabila mampu menghadapi dan mengatasi tantangan hidup untuk pulih dari krisis, dapat dikatakan bahwa individu memiliki kemampuan resiliensi yang baik. Tantangan-tantangan yang dialami oleh mantan pecandu narkoba akan dapat dibantu dengan adanya self compassion.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan skor resiliensi pada responden berada pada kategori sedang, yaitu sebanyak 47 orang (57.7%). Hasil menunjukkan responden memiliki resiliensi yang cukup baik, karena mantan pecandu narkoba tersebut telah berhasil melewati masa sulit yang ia lalui, baik yang timbul dari dalam maupun luar individu. Kesulitan-kesulitan yang dialami dan masa-masa krisis dapat memicu stres pada saat proses pemulihan. Menurut Widuri (2012), seseorang yang mampu bertahan pada saat mengalami stres akan berada pada tingkat resilensi yang sedang atau cukup baik. Dengan adanya faktor-faktor resiliensi pada seorang pecandu narkoba, maka akan membantu mereka untuk bertahan menghadapi masa sulit tersebut dan memberikan kemampuan untuk bangkit lebih baik melebihi keadaan sebelumnya (Reivich dan Shatte, 2002).

Hasil analisa penelitian juga menunjukkan bahwa self compassion

individu paling banyak berada pada kategori sedang, yaitu sebanyak 40 orang (49.2%). Sebagaimana yang telah dikatakan di atas, bahwa mantan pecandu narkoba telah melalui masa masa sulitnya, yang dapat diatasi dengan self compassion.

Menurut Collins (dalam Neff, 2010), melalui self compassion, individu akan lebih mampu memahami kemanusiaan yang dimiliki sehingga membantu

mengurangi rasa takut dari penolakan sosial seperti stigma negatif. Hal ini sejalan dengan penelitian Aztri & Milla (2013) bahwa mantan pecandu narkoba yang berhasil pulih adalah mereka yang memiliki perasaan berharga serta mampu memaknai kehidupan dan kesulitan yang dijalani sebagai sesuatu yang positif (Aztri & Milla, 2013).

Pada penelitian ini responden mantan pecandu narkoba terbanyak berasal dari usia 30-40 tahun yang termasuk pada klasifikasi usia dewasa awal tahap lanjut. Hal ini mungkin disebabkan oleh tugas perkembangan masa dewasa awal seperti mulai bekerja, memilih pasangan, mulai membina keluarga, mengasuh anak, dan mengelola rumah tangga (Hurlock dalam Melati, 2011) membuat pecandu yang sudah memasuki usia ini harus lebih bertanggung jawab sehingga mendorongnya untuk bisa pulih dan lepas dari jeratan narkoba.

Selama proses penelitian, peneliti menyadari masih terdapat banyak kekurangan dan keterbatasan. Keterbatasan dalam penelitian ini diantaranya tidak ditemukan perbedaan budaya sesuai dengan teori karena diduga keberagaman atau tingkat variasi dari sampel tidak seperti pada penelitian Markus (dalam Neff, 2003). Markus (dalam Neff, 2003) meneliti faktor budaya pada self compassion menggunakan subjek antar budaya di lintas negara, sedangkan penelitian ini hanya meneliti di Indonesia (dalam konteks sesama budaya di Indonesia).

Tidak ditemukan pula keterkaitan antara self compassion maupun resiliensi dengan faktor-faktor demografi lainnya. Oleh karena itu, peneliti menyarankan kepada peneliti lain yang tertarik untuk meneliti topik yang sama disarankan untuk memperhatikan faktor demografi yang lebih berperan. Misalnya seperti jangka waktu pemakaian narkoba, jangka waktu dan jumlah melakukan proses rehabilitasi, serta sumber dukungan.

Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk memperhatikan

(8)

variabel-[26] variabel lain yang mungkin lebih berhubungan dengan self compassion dan resiliensi. Variabel-variabel lain yang memungkinkan misalnya seperti dukungan sosial, problem solving, dan regulasi emosi. Peneliti sudah melakukan proses

screening secara sederhana dengan membuat aitem untuk mengukur tingkat kejujuran responden. Untuk menghindari adanya respon faking good atau manipulasi pada mantan pecandu narkoba, disarankan pada penelitian selanjutnya agar mengurangi kemungkinan adanya pengaruh

social desirability, yaitu keinginan responden memberikan jawaban yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku sehingga jawaban yang diberikan tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan alat ukur seperti Marlowe-Crowne Social Desirability Scale, yang belum digunakan dalam penelitian ini.

KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dan bernilai positif antara self compassion

dengan resiliensi sebesar r=0.478 (p<0.05). Hubungan ini bersifat positif dengan artian semakin tinggi skor setiap dimensi self compassion, maka semakin tinggi pula resiliensi pada mantan pecandu narkoba. Artinya saat seorang mantan pecandu narkoba semakin mampu memiliki rasa keterhubungan dengan orang lain, mampu meregulasi emosi, dan memiliki penghayatan positif mengenai diri sendiri, ia menjadi lebih resilien sehingga mampu menghadapi tantangan-tantangan sebagai seorang mantan pecandu narkoba.

SARAN Saran Teoritis

Bagi penelitian selanjutnya yang tertarik untuk meneliti topik yang sama, disarankan untuk :

1) Memperhatikan variabel lain yang bisa berkontribusi terhadap self compassion.

Misalnya seperti dukungan sosial,

problem solving, dan regulasi emosi.

2) Memperhatikan faktor-faktor demografi yang lebih berperan. Misalnya seperti jangka waktu pemakaian narkoba, jangka waktu melakukan proses rehabilitasi, dan sumber dukungan. 3) Memperhatikan adanya pengaruh social

desirability untuk menghindari adanya respon faking good dengan cara yang lebih akurat. Untuk penelitian selanjutnya dapat menggunakan alat ukur seperti Marlowe-Crowne Social Desirability Scale.

Saran Praktis

1)Bagi institusi atau lembaga rehabilitasi Sebaiknya bagi pihak institusi atau lembaga rehabilitasi mengembangkan program intervensi untuk meningkatkan

self compassion, misalnya dengan melakukan meditasi metta-bhavana (loving-kindness meditation) sehingga diharapkan nantinya dapat membantu pada tingkat resiliensi yang dimiliki mantan pecandu narkoba.

2)Bagi Mantan Pecandu Narkoba

Dari hasil penelitian, rata-rata partisipan memiliki self compassion yang sedang. Hal tersebut perlu dipertahankan dan ditingkatkan agar membantu pengembangan resiliensi pada mantan pecandu narkoba. Apabila terjadi tekanan atau sedang menghadapi masalah, maka self compassion dapat membantu para mantan pecandu untuk lebih mampu berkembang dengan baik dalam menghadapi kesulitan atau menjadi resilien.

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, P. (2015). Peran Resiliensi terhadap Kualitas Hidup pada Ibu yang Tinggal di Bantaran Sungai Ciliwung dan Tinjauannya dalam Islam. (Skripsi). Fakultas Psikologi Universitas YARSI: Jakarta.

Aztri, S., & Milla, M. N. (2013). Rasa Berharga dan Pelajaran Hidup Mencegah Kekambuhan Kembali pada Pecandu Narkoba Studi Kualitatif Fenomenologis. Jurnal Psikologi Volume 9, No.1 Juni 2013. Fakultas

(9)

[27] Psikologi UIN Sultan Syarif Kasim Riau: Riau.

Azwar, S. (2012). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Bastian, S. D. (2012). Hubungan antara Resiliensi dan Coping pada Istri yang Mengalami Kekerasan dalam Rumah Tangga. (Skripsi). Fakultas Psikologi Universitas Indonesia: Depok.

Campbell-Sills, L., & Stein, M.B. (2007). Psychometric analysis and refinement of the Connor-Davidson Resilience Scale (CD-RISC): validation of a 10 item measure of resilience. Journal of Traumatic Stress, 20(6), 1019-1028. Connor, K. M., & Davidson, M.D. (2003).

Development of a new resilience scale: The Connor-Davidson Resilience Scale (CD-RISC). Depression and Anxiety. 18, 76-82.

Diantina, F.P. & Hendarizkianny, R. (2014). Gambaran Self Compassion Terapis Pediatrik di RS. Santo Borromeus Bandung. Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung: Bandung.

Fara, E. (2012). Resiliensi pada Dewasa Awal Berlatar Belakang Budaya Aceh yang Mengalami Bencana Tsunami 2004. (Skripsi). Fakultas Psikologi Universitas Indonesia: Depok.

Handayani, F. (2010). Hubungan antara Kekuatan Karakter dengan Resiliensi Residen Narkoba di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Terapi dan Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Lido.

(Skripsi dipublikasikan). Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta: Jakarta. Isnaini, Y., Hariyono, W., & Utami, I.K.

(2011). Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Keinginan untuk Sembuh pada Penyalahgunaan NAPZA di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan Kota Yogyakarta. Jurnal Kesehatan Masyarakat (Journal of Public Health). Vol. 5, No.2, 2011. Junaiedi. (2012). Makna Hidup pada

Mantan Pengguna Napza. (Jurnal

dipublikasikan). Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma: Jakarta. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2008).

Jakarta: Pusat Bahasa.

Karsiyati. (2012). Hubungan Resiliensi dan Keberfungsian Keluarga pada Remaja Pecandu Narkoba yang Sedang Menjalani Pemulihan. (Skripsi dipublikasikan). Fakultas Psikologi Universitas Indonesia: Jakarta.

Kencanawati, S.S.S. (2015). Uji Coba Rancangan Modul Pelatihan untuk Meningkatkan Resiliensi pada Remaja Mantan Pecandu Narkoba dalam Menghadapi Permasalahan di Lingkungan Keluarga. Fakultas Psikologi Universitas Padjajaran: Bandung.

Kerlinger, F.N., & Lee, H.B. (2000).

Foundation of Behavioral Research (4th ed.). USA: Harcourt, inc.

Khairani, R., & Putri, D. E. (2008).

Kematangan Emosi pada Pria dan Wanita yang Menikah Muda. Jurnal Psikologi Volume 1, No. 2, Juni 2008. Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma: Depok.

Listiyandini, R.A., & Akmal, S.Z. (2015). Hubungan antara Kekuatan Karakter dan Resiliensi pada Mahasiswa.

Prosiding Temu Ilmiah Nasional 2015. Fakultas Psikologi Universitas Pancasila.

Melati, A. (2011). Gambaran Kebahagiaan pada Penyandang Tuna Daksa Dewasa Awal. (Skripsi). Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara: Sumatera Utara.

Missiliana, R. (2014). Self Compassion dan Compassion for Others pada Mahasiswa Fakultas Psikologi UK. Maranatha. Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha: Bandung.

Neff, K.D. (2003). The Development and Validation of a Scale to Measure Self-Compassion. Psychology Press Taylor & Francis Group University of Texas, Austin, Texas, USA.

(10)

[28] Neff, K.D. & McGehee, P. (2010). Self

Compassion and Psychological Resilience Among Adolescents and Young Adults. Psychology Press Taylor & Francis Group University of Texas, Austin, Texas, USA.

Pertiwi, M. (2011). Dimensi Religiusitas dan Resiliensi pada Residen Narkoba di BNN Lido. (Skripsi dipublikasikan). Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta: Jakarta.

Purba, R. (2011). Gambaran Resiliensi pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara dalam Hal Penyalahgunaan Zat. (Skripsi dipublikasikan). Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara: Sumatera. Reivich, K. & Shatte, A. (2002). The

Resilience Factor. New York: Broadway Books.

Rinaldi (2010). Resiliensi pada Masyarakat Kota Padang Ditinjau dari Jenis Kelamin. (Jurnal dipublikasikan). Jurnal Psikologi Volume 3, No. 2, Juni 2010. Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang: Padang. Rosyani, C. R. (2012). Hubungan antara

Resiliensi dan Coping pada Pasien Kanker Dewasa. (Skripsi). Fakultas Psikologi Universitas Indonesia: Depok.

Sekarwiri, E. (2008). Hubungan antara Kualitas Hidup dan Sense of Community pada warga DKI Jakarta yang Tinggal di Daerah Rawan Banjir.

(Skripsi dipublikasikan). Universitas Indonesia: Depok.

Setyowati, A., Hartati, S., & Sawitri, D.R. (2010). Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Resiliensi pada Siswa Penghuni Rumah Damai.

(Jurnal dipublikasikan). Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro: Semarang.

Sitasari, N.W. (2007). Konsep Diri dan Penyesuaian Diri Mantan Pengguna Napza. (Skripsi). Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta: Surakarta.

Smestha, B. R. (2015). Pengaruh Self-Esteem dan Dukungan Sosial Terhadap Resiliensi Mantan Pecandu Narkoba. (Skripsi dipublikasikan). Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta: Jakarta.

Sugiyono. (2010). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Sugiyono. (2011). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Sunjoyo, S., dkk. (2013). Aplikasi SPSS untuk Smart Riset (Program IBM SPSS 21.0). Bandung: Penerbit Alfabeta Utami, P. (2015). Resiliensi pada Mantan

Pengguna Narkoba. (Skripsi dipublikasikan). Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau: Riau.

Widuri, E. L. (2012). Regulasi Emosi dan Resiliensi pada Mahasiswa Tahun Pertama. Jurnal Humanitas, Vol.IX No.2 Agustus 2012. Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan: Yogyakarta.

Ziyad. (2010). Hubungan antara Adversity Quotient dengan Intensi Untuk Pulih dari Ketergantungan NAPZA pada Residen Badan Narkotika Nasional (BNN). (Skripsi dipublikasikan). Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Jakarta.

Internet / Media Massa

Akuntono, I. (2015). Presiden Jokowi: Indonesia Gawat Darurat Narkoba. Diakses pada tanggal 5 Oktober 2015 dari

http://nasional.kompas.com/read/2015/ 02/04/10331931/Presiden.Jokowi.Indo nesia.Gawat.Darurat.Narkoba

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan individu mantan pengguna narkoba yang memiliki skor rendah pada dimensi ini mereka akan cenderung memiliki tujuan hidup yang belum pasti, tidak tahu

hubungan positif yang signifikan antara self-forgiveness dengan resiliensi pada orang. dengan HIV/AIDS (ODHA) pada dewasa muda

Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan dan sangat kuat antara self compassion dan penerimaan suami dengan resiliensi pada

Hipotesis yang diuji adalah skor self-compassion yang lebih tinggi akan didapatkan oleh kelompok remaja tingkat akhir yang orangtuanya bercerai kemudian mendapatkan terapi