• Tidak ada hasil yang ditemukan

ProdukHukum BankIndonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ProdukHukum BankIndonesia"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

KAJI AN EKON OM I REGI ON AL

Pr opin si Su m a t e r a Se la t a n

(2)

Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya ”Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan II 2009” dapat dipublikasikan. Buku ini menyajikan berbagai informasi mengenai perkembangan beberapa indikator perekonomian daerah khususnya bidang moneter, perbankan, sistem pembayaran, dan keuangan daerah, yang selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal Bank Indonesia juga sebagai bahan informasi bagi pihak eksternal.

Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan data dan informasi yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan kami, hubungan kerja sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai pihak guna lebih meningkatkan kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya serta kemudahan kepada kita semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya.

Palembang, 3 Agustus 2009

Ttd

(3)
(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GRAFIK ix

INDIKATOR EKONOMI xiii

RINGKASAN EKSEKUTIF 1

BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 7

1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Secara Tahunan 7

Suplemen 1 KONDISI USAHA DALAM MASA PEMULIHAN 9

1.2. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Secara Triwulanan 13 1.3. Perkembangan PDRB Dari Sisi Penggunaan 20

1.4. Struktur Ekonomi 23

1.5. Perkembangan Ekspor Impor 25

1.5.1. Perkembangan Ekspor 25

1.5.2. Perkembangan Impor 27

Suplemen 2 RINGKASAN PENELITIAN : DAMPAK KRISIS FINANSIAL GLOBAL

TERHADAP PEREKONOMIAN SUMATERA SELATAN 29

BAB II PERKEMBANGAN INFLASI PALEMBANG 39

2.1. Inflasi Tahunan 39

2.2. Inflasi Bulanan 42

2.3. Pemantauan Harga oleh Bank Indonesia Palembang 46 2.4. Upaya Tim Pengendalian Inflasi Daerah 49

(5)

BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH 53

3.1. Kondisi Umum 53

3.2. Kelembagaan 54

3.3. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) 55

3.3.1. Penghimpunan DPK 55

3.3.2. Penghimpunan DPK Menurut Kabupaten/Kota 56

3.4. Penyaluran Kredit/Pembiayaan 57

3.4.1. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Secara Sektoral 57 3.4.2. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Penggunaan 58 3.4.3. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Kabupaten 59 3.4.4. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Usaha Mikro Kecil

Menengah (UMKM) 60

Suplemen 4 RINGKASAN HASIL QUICK SURVEY DAMPAK KRISIS KEUANGAN

GLOBAL TERHADAP UMKM 63

3.5. Perkembangan Suku Bunga Perbankan di Sumatera Selatan 65 3.5.1. Perkembangan Suku Bunga Simpanan 65 3.5.2. Perkembangan Suku Bunga Pinjaman 66

3.5.3. Perkembangan Spread Suku Bunga 66

Suplemen 5 SISTEM INTEGRASI SAPI DI PERKEBUNAN SAWIT PELUANG DAN

TANTANGANNYA 67

3.6. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan 71

3.7. Kelonggaran Tarik 72

3.8. Risiko Likuiditas 72

3.9. Perkembangan Bank Umum Syariah 73

3.10. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat 74

Suplemen 6 KINERJA PERBANKAN CUKUP BAIK, NAMUN PERLU MEWASPADAI TEKANAN KENAIKAN NPL DAN PENURUNAN KEMAMPUAN

(6)

BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH 81

4.1. Realisasi APBD Semester I 2009 81

4.2. Potensi Realisasi APBD pada Semester II 2009 84

BAB V PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 87

5.1. Perkembangan Kliring dan Real Time Gross Settlement (RTGS) 87

5.2. Perkembangan Perkasan 90

5.3. Perkembangan Kas Titipan Lubuk Linggau 92

BAB VI PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN

KESEJAHTERAAN 95

6.1. Ketenagakerjaan 95

6.2. Pengangguran 97

6.3. Tingkat Kemiskinan 98

6.4. Nilai Tukar Petani 100

6.5. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 101

Suplemen 7 INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN PALEMBANG DI TENGAH MASA

PEMULIHAN EKONOMI 104

BAB VII OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH 109

7.1. Pertumbuhan Ekonomi 109

7.2. Inflasi 112

7.3. Perbankan 113

(7)
(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Laju Pertumbuhan Tahunan (yoy) Sektoral PDRB Propinsi Sumatera

Selatan ADHK 2000 (%) 8

Tabel 1.2 Laju Pertumbuhan Triwulanan (qtq) Sektoral PDRB Propinsi Sumatera

Selatan ADHK 2000 (%) 13

Tabel 1.3 Realisasi Luas Tanam (LT) dan Luas Panen (LP) Propinsi Sumatera

Selatan (dalam Ha) 16

Tabel 1.4 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Propinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2008-2009 (%) 20 Tabel 1.5 Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (qtq) Propinsi Sumatera Selatan

ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2008-2009 (%) 23 Tabel 1.6 Struktur Ekonomi Sektoral Propinsi Sumatera Selatan Tahun

2008-2009 24

Tabel 1.7 Struktur Ekonomi Penggunaan Propinsi Sumatera Selatan Tahun

2008-2009 24

Tabel 1.8 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Utama Propinsi Sumatera

Selatan (USD) 25

Tabel 1.9 Perkembangan Bulanan Nilai Ekspor Komoditas Utama Propinsi

Sumatera Selatan (Juta USD) 25

Tabel 2.1 Statistika Deskriptif Inflasi Tahunan Palembang dan Nasional Januari

2003 – Juni 2009 42

Tabel 3.1 Pertumbuhan DPK Perbankan Propinsi Sumatera Selatan (dalam Rp

Juta) 56

Tabel 3.2 Perkembangan Kredit Sektoral Propinsi Sumatera Selatan (Rp Triliun) 57 Tabel 3.3 Perkembangan Penyaluran Kredit/Pembiayaan Perbankan Propinsi

Sumatera Selatan (dalam Rp Juta) 59

Tabel 3.4 Perkembangan Bank Umum Syariah di Sumatera Selatan (Rp Juta) 73 Tabel 3.5 Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat di Sumatera Selatan 74 Tabel 4.1 APBD Sumsel 2009 & Realisasi APBD Tahun 2008 (Rp Miliar) 81 Tabel 4.2 APBD 2009 dan Realisasi APBD 2009 per 10 Juni 2009 84 Tabel 4.3 Potensi Realisasi Fiskal Semester II 2009 85 Tabel 5.1 Perputaran Cek dan Bilyet Giro Kosong Propinsi Sumatera Selatan 89 Tabel 5.2 Kegiatan Perkasan di Sumsel (Rp Miliar) 90 Tabel 5.3 Perkembangan Kas Titipan Lubuk Linggau (Rp Miliar) 92 Tabel 6.1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan

(9)

Tabel 6.2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2006 - Februari 2009 96 Tabel 6.3 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan, Februari 2006 -

Februari 2009 97

Tabel 6.4 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Selatan Tahun

1993-2009 98

Tabel 6.5 Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut

Daerah, Maret 2008 – Maret 2009 99

Tabel 6.6 Indeks Konsumsi Rumah Tangga Petani di Sumatera Selatan 101 Tabel 6.7 Indeks Biaya Produksi dan Penambahan Modal Petani 101 Tabel 6.8 IPM 2005-2006 Kabupaten/Kota di Sumatera Selatan 103 Tabel 7.1 Leading Economic Indicator Propinsi Sumsel Triwulan II 2009 110 Tabel 7.2 Proporsi Ekspor Sumatera Selatan dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi

Negara Tujuan 111

(10)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1.1 PDRB dan Laju Pertumbuhan Tahunan PDRB Propinsi Sumsel ADHK

2000 dengan Migas 7

Grafik 1.2 Perkembangan Jumlah Konsumsi BBM Propinsi Sumsel 12 Grafik 1.3 PDRB dan Laju Pertumbuhan Triwulanan PDRB Propinsi Sumsel ADHK

2000 dengan Migas 13

Grafik 1.4 Kontribusi Sektor Ekonomi ADHK 2000 Propinsi Sumatera Selatan

Triwulan II 2009 14

Grafik 1.5 Perkembangan Curah Hujan di Sumatera Selatan 14 Grafik 1.6 Perkembangan Harga Karet di Pasar Internasional 15 Grafik 1.7 Perkembangan Harga CPO di Pasar Internasional 15

Grafik 1.8 Perkembangan Penjualan LPG 16

Grafik 1.9 Perkembangan Konsumsi Listrik 16

Grafik 1.10 Perkembangan Konsumsi Semen 17

Grafik 1.11 Perkembangan Pendaftaran Kendaraan Bermotor 18 Grafik 1.12 Perkembangan Penumpang Angkutan Udara 19 Grafik 1.13 Perkembangan Penumpang Angkutan Laut Pelabuhan Boom Baru

Propinsi Sumsel 19

Grafik 1.14 Perkembangan Harga Batu Bara di Pasar Internasional 20 Grafik 1.15 Perkembangan Harga Minyak Bumi di Pasar Internasional 20

Grafik 1.16 Perkembangan Kegiatan Usaha 21

Grafik 1.17 Perkembangan Situasi Bisnis berdasarkan Persepsi Pengusaha 22 Grafik 1.18 Struktur Ekonomi Propinsi Sumatera Selatan 23 Grafik 1.19 Perkembangan Nilai Ekspor Propinsi Sumatera Selatan 26 Grafik 1.20 Perkembangan Volume Ekspor Propinsi Sumatera Selatan 26 Grafik 1.21 Perkembangan Ekspor Propinsi Sumatera Selatan berdasarkan Negara

Tujuan 26

Grafik 1.22 Pangsa Ekspor Propinsi Sumatera Selatan berdasarkan Negara Tujuan

Mar 09 - Mei 09 26

Grafik 1.23 Perkembangan Nilai Impor Propinsi Sumatera Selatan 27 Grafik 1.24 Perkembangan Volume Impor Propinsi Sumatera Selatan 27 Grafik 1.25 Perkembangan Impor Propinsi Sumatera Selatan berdasarkan Negara

Asal 28

Grafik 1.26 Pangsa Impor Propinsi Sumatera Selatan berdasarkan Negara Tujuan

(11)

Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Tahunan (yoy) Palembang 39 Grafik 2.2 Inflasi Tahunan (yoy) Kota Palembang per Kelompok Pengeluaran

Triwulan II 2009 39

Grafik 2.3 Perkembangan Harga Komoditas Strategis (yoy) di Pasar Internasional 40 Grafik 2.4 Perkembangan Inflasi Tahunan per Kelompok Barang dan Jasa di

Palembang 41

Grafik 2.5 Perbandingan Inflasi Tahunan Palembang dan Nasional 42 Grafik 2.6 Perkembangan Inflasi Bulanan (mtm) Palembang 42 Grafik 2.7 Perkembangan Inflasi Bulanan Palembang per Kelompok Barang dan

Jasa 43

Grafik 2.8 Inflasi Bulan Juni 2009 (mtm) per Sub Kelompok pada Kelompok

Bahan Makanan di Palembang 44

Grafik 2.9 Event Analysis Inflasi Kota Palembang Juni 2008 - Juni 2009 44 Grafik 2.10 Perbandingan Inflasi Bulanan dan Ekspektasi Harga Konsumen 3 Bulan

YAD 45

Grafik 2.11 Perbandingan Inflasi Bulanan (mtm) Palembang dan Nasional 45 Grafik 2.12 Pergerakan Tingkat Harga Bulanan sesuai SPH 46 Grafik 2.13 Pergerakan Harga Beras di Pasar Cinde dan Pasar Lemabang

(Rupiah/Kg) 47

Grafik 2.14 Pergerakan Harga Minyak Goreng di Pasar Cinde dan Pasar Lemabang

(Rupiah/Kg) 47

Grafik 2.15 Pergerakan Harga Daging Sapi di Pasar Cinde dan Pasar Lemabang

(Rupiah/Kg) 48

Grafik 2.16 Pergerakan Harga Emas di Pasar Cinde dan Pasar Lemabang

(Rupiah/gram) 48

Grafik 2.17 Pergerakan Inflasi Bulanan dan Tingkat Harga sesuai SPH di Kota

Palembang (Jun 2008 - Jun 2009) 49

Grafik 3.1 Perkembangan Aset, DPK, dan Kredit Perbankan Propinsi Sumatera

Selatan 53

Grafik 3.2 Jumlah Kantor Bank dan ATM di Propinsi Sumatera Selatan 54 Grafik 3.3 Pertumbuhan DPK Perbankan di Propinsi Sumatera Selatan 55 Grafik 3.4 Komposisi DPK Perbankan Triwulan II 2009 di Propinsi Sumatera

Selatan 55

Grafik 3.5 Pangsa Penyaluran Kredit Sektoral Propinsi Sumatera Selatan Triwulan

II 2009 57

Grafik 3.6 Pertumbuhan Kredit berdasarkan Penggunaan Propinsi Sumatera

(12)

Grafik 3.7 Pangsa Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Penggunaan Propinsi

Sumatera Selatan Triwulan II 2009 58

Grafik 3.8 Komposisi Penyaluran Kredit Perbankan Propinsi Sumatera Selatan

Triwulan II 2009 Berdasarkan Wilayah 60

Grafik 3.9 Penyaluran Kredit UMKM Perbankan Propinsi Sumatera Selatan

Menurut Penggunaan 60

Grafik 3.10 Penyaluran Kredit UMKM berdasarkan Plafond Kredit 61 Grafik 3.11 Perkembangan Suku Bunga Simpanan Perbankan Sumatera Selatan 65 Grafik 3.12 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Perbankan Sumatera Selatan 66 Grafik 3.13 Perkembangan Spread Suku Bunga Perbankan Sumatera Selatan 66 Grafik 3.14 Perkembangan NPL Perbankan Sumatera Selatan 71 Grafik 3.15 Komposisi NPL Menurut Sektor Ekonomi 71 Grafik 3.16 Perkembangan Undisbursed Loan Perbankan Sumatera Selatan 72 Grafik 3.17 Perkembangan Risiko Likuiditas Perbankan Sumatera Selatan 72 Grafik 4.1 Perbandingan Komponen Sisi Penerimaan APBD Sumsel 2009 82 Grafik 4.2 Perbandingan Komponen Sisi Pengeluaran APBD Sumsel 2009 82

Grafik 5.1 Perkembangan Kliring Sumsel 87

Grafik 5.2 Perkembangan RTGS Sumsel 88

Grafik 5.3 Perkembangan Bulanan Jumlah Perputaran Kliring Sumsel 89 Grafik 5.4 Perkembangan Jumlah Cek dan Bilyet Giro Kosong Sumsel 89 Grafik 5.5 Perkembangan Kegiatan Perkasan Sumsel 2008-2009 91 Grafik 5.6 Perkembangan Penarikan Uang Lusuh oleh KBI Palembang 91 Grafik 5.7 Perkembangan Bulanan Kas Titipan Lubuk Linggau Tahun 2008-2009 93 Grafik 6.1 Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini 98 Grafik 6.2 Indeks Harga yang diterima, Indeks Harga yang dibayar dan Nilai Tukar

Petani 100

(13)
(14)

INDIKATOR EKONOMI

(15)
(16)

Lanjutan

(17)
(18)

Abstraksi

Perekonomian Sumatera Selatan pada triwulan II 2009 relatif stabil menanti momentum terjadinya pemulihan perekonomian dunia. Dengan menetralisasi faktor musiman, pencapaian pertumbuhan ekonomi diperkirakan relatif konstan dibandingkan triwulan sebelumnya. Inflasi menunjukkan penurunan mencapai level terendah dalam beberapa tahun terakhir yang lebih banyak dipengaruhi oleh tekanan inflasi yang menurun pada awal tahun. Dunia perbankan mulai bersifat ekspansif sebagai respon adanya peluang perbaikan perekonomian dunia, dengan ditopang oleh mulai derasnya capital inflow seiring kembalinya preferensi investor global untuk menanamkan modal ke emerging markets. Realisasi fiskal hingga pertengahan tahun belum memuaskan, yang justru menunjukkan bahwa perekonomian Sumsel cukup kuat pada era resesi global tanpa stimulus sekalipun, yang disebabkan oleh konsumsi masyarakat yang inelastis. Kurangnya realisasi fiskal juga mengindikasikan potensi stimulus yang begitu besar akan terjadi pada semester kedua 2009, meskipun juga berpotensi terhambat oleh dana perimbangan yang diprediksi menurun akibat krisis finansial global yang terjadi sejak akhir tahun lalu. Membaiknya aktivitas perekonomian juga tercermin dari semakin tingginya frekuensi transaksi tunai maupun non tunai pada triwulan II 2009.

Triwulan III 2009 diprediksi akan menjadi momen perekonomian dalam melakukan konsumsi, walaupun sebenarnya sangat baik

mengambil posisi dalam menyambut recovery. Pertumbuhan

(19)

Prediksi pemulihan ekonomi telah muncul untuk berbagai perekonomian di dunia (antara lain oleh IMF dan OECD), dan indeks kepercayaan global telah meningkat dari 38,7 menjadi 43,6 pada Juni 2009. Seiring dengan kondisi tersebut, kinerja triwulan ini diharapkan menjadi awal titik balik pemulihan perekonomian Sumatera Selatan. Optimisme perekonomian secara global menyusul euforia atas prediksi pemulihan ekonomi tersebut memicu peningkatan permintaan atas harga-harga komoditas, sebagai dorongan hedging dalam menyambut kenaikan produksi yang akan terjadi seiring dengan pemulihan ekonomi. Perubahan permintaan tersebut kemudian mengubah harga berbagai komoditas dalam ekuilibrium, termasuk juga komoditas unggulan Sumatera Selatan.

Sesuai pola musiman yang biasanya terjadi sejak tahun-tahun sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan secara triwulanan meningkat, yang diperkirakan mencapai 2,10%. Sedangkan pertumbuhan ekonomi secara tahunan diperkirakan hanya berbeda tipis dari triwulan sebelumnya, yaitu 2,60%. Secara teknikal, pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada tahun sebelumnya karena masifnya kenaikan harga komoditas membuat pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2009 menjadi terbatas, walaupun harga komoditas mengalami sedikit peningkatan. Pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya ini juga tercermin dari meningkatnya Saldo Bersih Tertimbang pada Survei Kegiatan Dunia Usaha di Sumatera Selatan dari -17,79% pada triwulan I 2009 menjadi 12,96% pada triwulan II 2009.

Dari sisi permintaan, pertumbuhan permintaan domestik diperkirakan masih menjadi kontributor terbesar pertumbuhan ekonomi triwulan II 2009. Tingkat konsumsi dan investasi mengalami peningkatan cukup tinggi diiringi peningkatan optimisme masyarakat yang ditunjukkan oleh terdongkraknya Indeks Ekspektasi Konsumen. Meningkatnya konsumsi domestik pada triwulan II 2009 konsisten dengan meningkatnya transaksi tunai maupun non tunai yang terindikasi dari perkembangan nilai kliring dan net-outflow pada kegiatan perkasan Bank Indonesia Palembang. Selain itu, ekspor diperkirakan relatif telah membaik dibandingkan triwulan sebelumnya.

(20)

untuk periode ini, yaitu lebih rendahnya harga barang kelompok transportasi secara relatif terhadap periode yang sama tahun sebelumnya yang tidak lain disebabkan karena penurunan harga minyak dunia sejak akhir tahun 2008 dan kebijakan penurunan BBM bersubsidi oleh pemerintah pada akhir tahun 2008.

Sambutan prediksi recovery di berbagai belahan dunia tidak hanya mempengaruhi arus barang/jasa pada trade channel seperti sudah dijelaskan, namun juga mempengaruhi arus modal pada financial channel. Menyusul adanya potensi perbaikan perekonomian global yang menurunkan risiko secara substansial, investor secara global mulai kembali menanamkan kembali investasinya ke emerging markets, setelah sebelumnya mengalihkan sebagian besar portofolio investasinya ke instrumen investasi yang diyakini mempunyai keamanan yang tinggi, yaitu antara lain adalah US treasury. Dalam konteks nasional, pencapaian Indonesia atas indikator-indikator ekonomi secara memuaskan dibanding negara-negara lainnya, tingkat suku bunga riil yang semakin menurun seiring anjloknya tingkat inflasi nasional hingga mencapai 3,65% (yoy) pada Juni 2009, dan penyelenggaraan pemilihan umum yang dinilai aman oleh dunia internasional membuat Indonesia semakin memiliki nilai tambah sebagai negara tujuan investasi.

Kembalinya investasi tersebut ke Indonesia antara lain ditandai oleh nilai tukar Rupiah yang kembali terapresiasi terhadap US Dollar menuju level sebelum krisis finansial global terjadi dan indeks IHSG yang kembali mengalami peningkatan di triwulan II 2009 ini. Turunnya risiko penanaman modal di Indonesia secara signifikan yang menarik investasi dari dunia internasional juga tercermin dari perbandingan Credit Default Swap (CDS) rate untuk Indonesia yang menjadi lebih rendah dari Vietnam sejak akhir Juni 2009, setelah sebelumnya tidak pernah lebih rendah dari Vietnam.

(21)

Walaupun sudah lebih baik dari sebelumnya, penurunan suku bunga kredit masih terbatas pada triwulan II 2009 menyusul turunnya DPK perbankan di Sumatera Selatan. Hal ini terjadi antara lain karena kebutuhan finansial untuk konsumsi mengingat konsumsi masyarakat di Sumatera Selatan kurang elastis terhadap pendapatan, dan juga return

dari investasi pasar uang yang lebih menjanjikan setelah timbul prediksi

recovery perekonomian dan kenaikan harga komoditas. Selain itu, pola konsumsi masyarakat Sumatera Selatan yang inelastis ini juga menjadi salah satu penyebab pertumbuhan kredit konsumsi yang lebih cepat dibandingkan kredit lainnya.

Pada triwulan berikutnya, prospek pertumbuhan ekonomi diprediksi semakin cerah. Sesuai dengan pola musiman seperti biasanya, pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan diperkirakan akan mencapai 3,88% (qtq) atau 0,46% (yoy). Angka pertumbuhan tahunan yang menurun tajam bukan disebabkan karena buruknya ekspansi, namun lebih disebabkan oleh booming komoditas yang terjadi pada triwulan III 2008. Berbagai dorongan pertumbuhan muncul dari sisi perekonomian domestik. Konsumsi masyarakat diperkirakan meningkat seiring dengan adanya momen bulan puasa dan hari raya Idul Fitri, investasi diperkirakan meningkat seiring baiknya ekspektasi perekonomian di masa depan. Selain itu, realisasi pengeluaran pemerintah yang masih rendah pada semester I 2009 mengindikasikan potensi realisasi pengeluaran pemerintah yang tinggi mulai triwulan III 2009. Namun, patut diperhatikan bahwa terdapat potensi realisasi pengeluaran pemerintah akan menjadi lebih rendah dari semestinya, mengingat krisis finansial global dan penurunan harga komoditas yang terjadi sejak triwulan IV 2008 lalu sangat mungkin menggerus dana perimbangan sebagai sumber dana pengeluaran tersebut.

(22)

Angka inflasi tahunan diperkirakan akan semakin menurun menjadi 0,96% (yoy) pada akhir triwulan III 2009 (September 2009). Walaupun demikian, inflasi triwulanan diperkirakan meningkat karena tekanan inflasi secara riil diprediksi lebih tinggi dari sebelumnya. Penyebab meningkatnya tekanan inflasi tersebut antara lain adalah permintaan domestik yang mengalami peningkatan menyusul peningkatan konsumsi di bulan puasa dan Idul Fitri, peningkatan investasi menyambut pemulihan ekonomi, dan realisasi pengeluaran pemerintah yang dioptimalkan pada semester II 2009.

Kondisi perbankan pada triwulan III 2009 diperkirakan semakin solid. DPK diperkirakan akan tumbuh stagnan karena tingginya ekspektasi

return instrumen investasi lainnya menyusul tingginya return saham dan obligasi di negara berkembang beberapa bulan terakhir. Disamping itu, penerbitan ORI seri 006 juga dapat menarik perhatian masyarakat yang mempunyai kelebihan dana dibandingkan menanamkan dananya di deposito mengingat semakin menurunnya bunga deposito ke depan.

Penyaluran kredit/pembiayaan pada triwulan III 2009 diperkirakan akan semakin optimal karena perbankan akan memanfaatkan celah untuk mencapai target penyaluran kredit/pembiayaan sebelum ekspektasi BI

(23)

Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank 

 

 

(24)

Triwulan II 2009 diharapkan menjadi awal titik balik pemulihan perekonomian Sumsel yang ditandai dengan membaiknya harga komoditas unggulan Sumsel di pasar Internasional.

Kondisi usaha dan leading indicator mengindikasikan pemulihan perekonomian

regional.

1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Secara Tahunan

Laju pertumbuhan ekonomi tahunan (yoy) Propinsi Sumatera Selatan (Sumsel) pada

triwulan II 2009 diperkirakan sebesar 2,60% (dengan migas). Laju pertumbuhan ekonomi

tahunan tersebut relatif stagnan dibandingkan dengan pertumbuhan tahunan pada

triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,62% (dengan migas), namun secara triwulan

mengalami perbaikan cukup signifikan.

Grafik 1.1

PDRB dan Laju Pertumbuhan Tahunan PDRB Propinsi Sumsel ADHK 2000 dengan Migas

* Angka Sementara

**Proyeksi Bank Indonesia Palembang

Sumber: BPS Propinsi Sumatera Selatan, diolah

Walaupun sudah mulai membaik, pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2009 masih jauh lebih rendah dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Hal tersebut terkonfirmasi oleh survei bisnis yang dilakukan Bank Indonesia Palembang dimana kondisi usaha sektor unggulan yakni sektor pertanian masih relatif stagnan. Namun demikian, hasil survei bisnis tersebut juga mengisyaratkan bahwa kondisi bisnis di Propinsi Sumatera Selatan pada triwulan II 2009 secara umum mulai menunjukkan perbaikan dibanding triwulan III & IV 2008 ketika krisis finansial dunia terjadi. Selanjutnya, telah selesainya musim panen pada sub sektor tanaman bahan makanan sangat berdampak pada

Secara nominal Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) Propinsi Sumsel

Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) 2000

pada triwulan II 2009 diperkirakan

sebesar Rp14,73 triliun (dengan migas),

sedikit lebih baik jika dibandingkan

dengan PDRB periode yang sama pada

tahun sebelumnya yang hanya mencapai

Rp14,36 triliun (Atas Dasar Harga Konstan

(25)

penurunan kinerja sektor pertanian secara keseluruhan walaupun harga beberapa komoditas unggulan (terutama harga komoditas perkebunan) mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya.

Triwulan II 2009 dapat dikatakan sebagai awal titik balik pemulihan perekonomian Sumsel yang ditandai dengan membaiknya harga komoditas unggulan di pasar Internasional dibandingkan dengan kondisi triwulan sebelumnya. Namun demikian, informasi yang dihimpun dari kalangan dunia usaha menyatakan bahwa di tengah mulai membaiknya kondisi usaha masih terdapat beberapa faktor yang dinilai kurang kondusif dalam pengembangan dunia usaha antara lain (i) masih terbatasnya pasokan listrik oleh PLN, (ii) birokrasi dan banyaknya jenis perizinan, (iii) tingkat suku bunga pinjaman perbankan yang masih tinggi, (iv) transaksi di dalam negeri yang menggunakan valuta asing, (v) kondisi keamanan di pelabuhan yang rawan, (vi) ketentuan perpajakan bagi PMA yang dinilai tidak efisien, dan (vii) belum adanya single identity yang berlaku di Indonesia serta adanya intervensi dari pihak eksternal terhadap operasional perusahaan (lihat Suplemen 1. Kondisi Usaha dalam Masa Pemulihan).

Kinerja perekonomian sektoral triwulan II 2009 ditandai dengan pertumbuhan tahunan tertinggi pada sektor pengangkutan dan telekomunikasi yang tumbuh sebesar 15,02%. Sektor keuangan persewaan & jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa diperkirakan meningkat.

Salah satu sektor unggulan Sumsel yakni sektor pertanian diperkirakan menjadi satu-satunya sektor ekonomi yang mengalami kontraksi pertumbuhan yakni sebesar 3,05%.

Tabel 1.1

Laju Pertumbuhan Tahunan (yoy) Sektoral PDRB Propinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 (%) Lapangan

**Proyeksi Bank Indonesia Palembang

(26)

KONDISI USAHA DALAM MASA PEMULIHAN

*

Perkembangan bisnis pelaku usaha di Propinsi Sumatera Selatan pada triwulan II 2009, secara umum mulai menunjukkan perbaikan meskipun belum sepenuhnya pulih seperti kondisi sebelum terjadinya krisis keuangan global, sementara kondisi usaha di sektor pertanian masih relatif stagnan hingga saat ini .

Namun demikian, di tengah mulai membaiknya kondisi usaha, di sisi lain masih terdapat beberapa faktor yang dinilai kurang kondusif dalam pengembangan dunia usaha antara lain (i) masih terbatasnya pasokan listrik oleh PLN, (ii) birokrasi dan banyaknya jenis perizinan, (iii) tingkat suku bunga pinjaman perbankan yang masih tinggi, (iv) transaksi di dalam negeri yang menggunakan valuta asing, (v) kondisi keamanan di pelabuhan yang rawan, (vi) ketentuan perpajakan bagi PMA yang dinilai tidak efisien, dan (vii) belum adanya

single identity yang berlaku di Indonesia serta adanya intervensi dari pihak eksternal terhadap operasional perusahaan .

Sementara itu, faktor yang dinilai positif dalam membantu perusahaan untuk mengurangi dampak dari krisis keuangan global antara lain adalah kuota yang diberlakukan untuk pembatasan produksi crumb rubber, situasi keamanan yang kondusif pasca pemilu dan momen tahun ajaran baru serta perayaan hari besar keagamaan yang diharapkan akan semakin meningkatkan kinerja usaha ke depan.

Dari sisi permintaan, permintaan domestik mulai meningkat yang ditandai dengan meningkatnya konsumsi seiring mulai membaiknya harga komoditas primer maupun realisasi anggaran pemerintah meskipun masih belum sepenuhnya pulih seperti kondisi sebelum terjadinya krisis keuangan global. Demikian pula dengan sektor properti yang juga mulai meningkat kembali terutama untuk tipe rumah murah maupun tipe rumah mewah pada segmen kelas menengah atas. Permintaan terhadap CPO di pasar domestik kembali meningkat dan berapapun tingkat produksi telah dapat diserap oleh pasar domestik . Di sektor perbankan, industri perbankan tetap melakukan penyaluran kredit dengan target untuk tahun 2009 tetap tumbuh positif meskipun masih sangat berhati-hati terutama untuk sektor-sektor unggulan seperti perkebunan serta sektor yang terkait dengan komoditas unggulan. Ke depan, diharapkan kinerja usaha akan semakin membaik seiring dengan semakin membaiknya harga komoditas primer, kondisi keamanan yang kondusif pasca pemilu serta faktor musiman seperti tahun ajaran baru sekolah dan Idul Fitri.

Peningkatan permintaan luar negeri dialami oleh pelaku usaha dengan komoditas karet dan sawit. Pemberlakuan kuota produksi karet oleh Gabungan Pengusaha Karet Indonesia mulai Januari 2009 berdampak positif terhadap meningkatnya harga crumb rubber di pasar internasional. Di samping terdapat pula peningkatan permintaan dari Cina berupa

compound rubber yang menjadi penolong dari masih belum pulihnya tingkat permintaan

crumb rubber dari AS dan Eropa. Diharapkan akhir tahun 2009 atau awal tahun 2010 kuota produksi tersebut telah dapat dilepaskan.

Suplemen 1

(27)

Kapasitas utilitasi cukup bervariasi dan secara umum mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya sebagai dampak dari masih belum pulihnya tingkat permintaan, kuota yang diberlakukan untuk pembatasan produksi, maupun dikarenakan penambahan kapasitas mesin baru. Kapasitas utilisasi pelaku usaha pada sektor industri pengolahan pupuk relatif tetap karena kapasitas mesin yang sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Meskipun kondisi bisnis belum sepenuhnya pulih, beberapa pelaku usaha berencana untuk tetap melakukan investasi di tahun 2009, baik melanjutkan dan menyelesaikan investasi tahun sebelumnya maupun investasi baru. Investasi tersebut dalam bentuk perluasan lahan, penambahan jaringan kantor, penambahan kapasitas produksi, renovasi, maupun perbaikan jaringan. Meskipun demikian, terdapat beberapa pelaku usaha yang melakukan investasi yang hanya bersifat replacement saja .

(28)

Pada triwulan II 2009, sektor pengangkutan dan komunikasi diperkirakan masih tercatat sebagai sektor yang mengalami pertumbuhan yang paling tinggi yakni sebesar 15,02%. Tingginya kinerja sektor ini dibandingkan tahun sebelumnya tidak terlepas dari kinerja sub sektor telekomunikasi yang telah menjadi salah satu kebutuhan pokok masyarakat. Sementara itu, sub sektor pengangkutan diperkirakan tumbuh sebesar 9,00% atau sedikit mengalami peningkatan dibandingkan dengan pertumbuhan tahunan pada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 8,05%.

Sektor jasa-jasa serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan masing-masing diperkirakan tumbuh sebesar 9,00% dan 9,24%. Pertumbuhan di kedua sektor ini lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya, yang disebabkan oleh optimisme perekonomian yang semakin membaik pada triwulan II yang antara lain memperbaiki prospek bisnis ke depan sehingga meningkatkan kinerja kedua sektor tersebut. Dari sub sektor perbankan teridentifikasi terjadinya peningkatan kinerja dibandingkan tahun sebelumnya (yoy) dimana penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) dan penyaluran kredit masing-masing tercatat mengalami peningkatan sebesar 16,87% dan 11,67%.

Sektor bangunan serta listrik, gas dan air bersih (LGA) masing-masing diperkirakan tumbuh sebesar 6,35% dan 5,85%. Pertumbuhan tahunan di sektor bangunan meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, sedangkan pertumbuhan sektor PHR melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. pertumbuhan sektor bangunan dan sektor PHR pada triwulan I 2009 masing-masing tercatat sebesar 5,06% dan 3,41%. Program konversi energi yang diluncurkan pertengahan tahun 2008 diprediksi menjadi pendorong konsumsi di sub sektor gas kota, yang mendorong kinerja sektor LGA secara keseluruhan.

(29)

Sektor pertambangan dan penggalian diperkirakan mengalami pertumbuhan tahunan sebesar 1,26%, sedikit melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya tercatat sebesar 1,53%. Masih relatif rendahnya pertumbuhan sektor ini sangat erat kaitannya dengan semakin terbatasnya kegiatan eksplorasi & produksi pada triwulan II 2009, walaupun ke depan terdapat prospek cukup cerah menyusul akan berproduksinya blok Merangin II.

Kondisi sektor industri pengolahan diperkirakan mengalami pertumbuhan tahunan paling rendah yakni sebesar 1,23% yang disebabkan oleh turunnya kinerja sub sektor industri pengolahan tanpa migas. Turunnya kinerja industri pengolahan seiring dengan penurunan kinerja sektor pertanian.

Sektor pertanian diperkirakan merupakan satu-satunya sektor ekonomi yang mengalami pertumbuhan negatif. Sektor ini diperkirakan mengalami kontraksi sebesar 3,05% yang disebabkan karena masih rendahnya harga komoditas karet dan sawit sebagai komoditas unggulan Sumsel dibandingkan dengan kondisi pada tahun sebelumnya. Namun walaupun demikian, dari sisi permintaan (volume) terhadap komoditas unggulan Sumsel pada triwulan II 2009 ini diyakini mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan permintaan pada triwulan sebelumnya.

Sementara itu di sub sektor tanaman bahan makanan, berakhirnya musim panen telah menyebabkan kinerja sub sektor tanaman bahan makanan semakin rendah apabila dibandingkan dengan kondisi pada tahun sebelumnya, apalagi pada triwulan sebelumnya kinerja sub sektor tanaman bahan makanan ini tumbuh kurang optimal yang disebabkan banyaknya serangan hama dan bencana alam seperti banjir yang lebih sering terjadi dibandingkan tahun sebelumnya. Sub sektor tanaman bahan makanan dan sub sektor tanaman perkebunan diperkirakan mengalami penurunan pertumbuhan masing-masing dalam kisaran 3,00% dan 0,50%.

Grafik 1.2

Perkembangan Jumlah Konsumsi BBM Propinsi Sumsel

(30)

1.2. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Secara Triwulanan Secara triwulanan (qtq), pertumbuhan

ekonomi Sumsel diperkirakan mengalami perbaikan setelah pada triwulan sebelumnya tercatat mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 0,05% (qtq). Pertumbuhan ekonomi Sumsel secara triwulanan pada triwulan II 2009 diperkirakan mencapai 2,10%. Beberapa indikator ekonomi seperti jumlah arus penumpang dan barang, konsumsi listrik, serta perkembangan konsumsi semen dapat mengkonfirmasi hal tersebut.

Kinerja perekonomian secara triwulanan pada triwulan II 2009 ditandai dengan membaiknya kinerja seluruh sektor ekonomi dibandingkan dengan kondisi triwulan sebelumnya. Sektor pertanian diperkirakan mencatat pertumbuhan yang paling tinggi yakni sebesar 4,19%. Membaiknya sektor pertanian sangat berdampak pada perbaikan kinerja sektor lainnya, terutama pada peningkatan kinerja sektor industri pengolahan yang mengalami pertumbuhan triwulanan sebesar 2,96% setelah

Tabel 1.2

Laju Pertumbuhan Triwulanan (qtq) Sektoral PDRB Propinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 (%)

Lapangan Usaha

** Proyeksi Bank Indonesia Palembang

Sumber : BPS Propinsi Sumatera Selatan, diolah

Grafik 1.3

PDRB dan Laju Pertumbuhan Triwulanan PDRB Propinsi Sumsel ADHK 2000 dengan Migas

* Angka Sementara

**Proyeksi Bank Indonesia Palembang

(31)

pada triwulan sebelumnya mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 0,70%. Sementara itu sektor pertambangan dan penggalian diperkirakan sebagai sektor yang mengalami pertumbuhan triwulanan paling rendah yakni sebesar 0,22%.

Walaupun pertumbuhan triwulanan sektor pertambangan dan penggalian merupakan yang paling rendah, sektor ini tetap merupakan penyumbang PDRB yang paling besar dengan pangsa sebesar 23,27%. Sementara itu sektor pertanian dan sektor industri pengolahan masing-masing menyumbang 18,96% dan 17,27% PDRB Sumsel pada triwulan II 2009.

Kinerja ekonomi sektor pertanian diperkirakan mengalami pertumbuhan paling tinggi yakni sebesar 4,19%. Pertumbuhan triwulanan di sektor ini relatif lebih baik dibandingkan dengan kondisi triwulan I 2009 yang mencatat pertumbuhan triwulanan sebesar 0,98%. Sub sektor perkebunan merupakan pendorong utama membaiknya kinerja sektor pertanian.

Laju pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2009 tidak terlepas dari lebih tingginya harga karet dan sawit di pasar internasional maupun di tingkat petani dibandingkan triwulan sebelumnya serta kondisi cuaca yang cukup kondusif bagi penyadapan karet, yang ditandai dengan menurunnya tingkat curah hujan maupun hari hujan.

Grafik 1.5

Perkembangan Curah Hujan di Sumatera Selatan

Sumber: Stasiun Klimatologi Kenten

Grafik 1.4

Kontribusi Sektor Ekonomi ADHK 2000 Propinsi Sumatera Selatan Triwulan II 2009

18,96%

INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH

BANGUNAN PERDAGANGAN, HOTEL, DAN RESTORAN

PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI KEUANGAN, PERSEWAAN, DAN JASA JASA-JASA

(32)

Sub sektor tanaman perkebunan diperkirakan mengalami pertumbuhan triwulanan cukup tinggi yang disebabkan membaiknya permintaan pasar dunia. Kebijakan pemerintah yang menetapkan kuota bagi penjualan komoditas karet yang diiringi langkah beberapa petani karet yang menunda panen/penyadapan cukup efektif dalam mendongkrak kembali harga karet.

Rata-rata harga karet di pasar internasional pada triwulan ini mencapai USD cent 178,67/kg atau mengalami sedikit peningkatan sebesar 4,98% dibandingkan rata-rata harga pada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar USDcent 170,20/kg. Sementara itu rata-rata harga CPO dunia pada triwulan II 2009 tercatat sebesar USD718,26/metrik ton, meningkat sebesar 35,32% dibandingkan dengan rata-rata harga pada triwulan sebelumnya.

Bertolak belakang dengan kinerja sub sektor tanaman perkebunan, sub sektor tanaman bahan makanan diperkirakan mengalami kontraksi pertumbuhan apabila dibandingkan dengan kondisi triwulan sebelumnya. Berakhirnya musim panen yang kemudian diikuti masa tanam telah menyebabkan anjloknya kinerja sub sektor ini. Menurut informasi dari Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Propinsi Sumsel diperoleh keterangan bahwa luas panen padi pada triwulan II 2009 tercatat mengalami penurunan sebesar 66,15% (qtq) menjadi sekitar 167.998 Ha.

Grafik 1.6 Perkembangan Harga Karet

di Pasar Internasional

Sumber: Bloomberg

Grafik 1.7 Perkembangan Harga CPO

di Pasar Internasional

(33)

Sektor listrik, gas, dan air bersih (LGA) diperkirakan meningkat sebesar 3,80% (qtq) atau lebih tinggi dibandingkan dengan kinerja triwulan sebelumnya yang hanya menacapai 2,10% (qtq). Semakin lancarnya program konversi energi yang dilakukan pemerintah terus mendorong pertumbuhan di sub sektor gas kota. Sub sektor listrik pun cukup memberikan peran dalam mendorong sektor LGA yang terlihat dari meningkatnya konsumsi listrik secara total.

Grafik 1.8

Perkembangan Penjualan LPG

Sumber : PT. Pertamina UPMS II

Tabel 1.3

Realisasi Luas Tanam (LT) dan Luas Panen (LP) Propinsi Sumatera Selatan (dalam Ha)

Sumber : Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Propinsi Sumatera Selatan

Grafik 1.9

Perkembangan Konsumsi Listrik

(34)

Sektor Industri Pengolahan diperkirakan mengalami pertumbuhan triwulanan sebesar 2,96%. Berdasarkan hasil survei dunia usaha, kondisi sub sektor industri pengolahan non migas, khususnya crumb rubber mengalami peningkatan pertumbuhan terkait dengan membaiknya permintaan ekspor dan harga karet di pasar internasional yang kembali meningkat, khususnya ke Cina.

Kondisi sektor bangunan relatif membaik dengan pertumbuhan triwulanan sebesar 2,65%. Hal tersebut sangat bertolak belakang dengan kondisi triwulan sebelumnya dimana sektor bangunan masih mencatat kontraksi pertumbuhan triwulanan sebesar 1,44%. Membaiknya kinerja di sektor ini diyakini sangat erat kaitannya dengan realisasi belanja pemerintah daerah yang menjadi pendorong utama meningkatnya kinerja sektor bangunan pada triwulan II 2009 dan juga sedikit menurunnya tingkat suku bunga pinjaman.

Berdasarkan survei kegiatan dunia usaha diperoleh informasi bahwa permintaan perumahan Rumah Sederhana Sehat (RSH) maupun segmen rumah menengah ke atas tetap mengalami peningkatan. Hal tersebut merupakan dampak dari membaiknya harga komoditas primer yang kemudian meningkatkan daya beli masyarakat. Asosiasi Semen Indonesia mencatat terjadinya peningkatan penjualan semen sebesar 12,60% (qtq) pada triwulan ini.

Kinerja ekonomi sektor keuangan, persewaan, dan jasa diperkirakan masih cukup tinggi dengan pertumbuhan sebesar 2,51% dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan triwulanan di sektor ini relatif lebih buruk dibandingkan dengan kondisi triwulan sebelumnya yang mencatat pertumbuhan triwulanan sebesar 3,41%. Salah satu penyebabnya adalah semakin menurunnya suku bunga simpanan sehingga menyebabkan penurunan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan.

Grafik 1.10

Perkembangan Konsumsi Semen

(35)

Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) diperkirakan mengalami pertumbuhan sebesar 1,58% yang disebabkan meningkatnya daya beli masyarakat terutama yang berada di pedesaan yang sangat tergantung pada sektor pertanian sebagai mata pencahariannya. Namun walaupun demikian, berdasarkan hasil survei diperoleh informasi bahwa masyarakat lebih memprioritaskan untuk mengkonsumsi kebutuhan pokok yang tercermin dari meningkatnya omzet pelaku usaha di sub sektor perdagangan sebesar 5%.

Berdasarkan kegiatan survei yang dilakukan Bank Indonesia, pesanan mobil secara triwulanan diperkirakan menurun dalam kisaran 20%-40%. Hal tersebut juga terkonfirmasi dari data pendaftaran kendaraan baru yang diperoleh dari Dispenda Propinsi Sumatera Selatan. Data dari Dispenda menunjukkan bahwa pendaftaran mobil baru mengalami penurunan sebesar 18,90% (qtq) sementara pendaftaran motor mengalami penurunan sebesar 0,64% (qtq). Sehingga secara umum kemampuan masyarakat untuk membeli barang tahan lama belum membaik.

Sektor jasa-jasa sebagai penunjang geliat perekonomian diperkirakan masih menyumbang pertumbuhan ekonomi Sumsel yang disebabkan peningkatan konsumsi masyarakat secara umum. Sektor jasa-jasa diprediksi tumbuh sebesar 1,55% dibandingkan triwulan sebelumnya. Kegiatan kampanye Pemilihan Presiden pada akhir triwulan II 2009 diyakini telah menjadi stimulus terdongkraknya sektor jasa-jasa.

Sektor pengangkutan dan komunikasi diperkirakan masih mengalami peningkatan pertumbuhan dibandingkan triwulan sebelumnya yakni sebesar 1,42%. Kinerja sub sektor komunikasi diprediksi sedikit mengalami perlambatan pertumbuhan yakni menjadi sebesar 4% (qtq) dari sebesar 6,25% (qtq). Tarif komunikasi yang semakin murah serta terus digulirkannya promo-promo dari sejumlah operator seluler tetap cukup ampuh dalam menjaga kinerja sub sektor ini.

Grafik 1.11

Perkembangan Pendaftaran Kendaraan Bermotor

(36)

Liburan sekolah yang cukup panjang sedikit banyak telah mendorong pertumbuhan sub sektor transportasi. Data dari PT. Pelindo menunjukkan terjadinya peningkatan frekuensi pelayaran maupun jumlah penumpang kapal laut. Begitu pula dengan kondisi transportasi udara yang menurut informasi dari PT. Angkasa Pura II menunjukkan adanya peningkatan jumlah penumpang, baik penumpang domestik maupun internasional.

Sektor pertambangan dan penggalian merupakan sektor ekonomi yang mengalami pertumbuhan triwulanan paling rendah yakni sebesar 0,22% (qtq). Walapun demikian, sektor tersebut mengalami perbaikan kinerja setelah triwulan sebelumnya tercatat mengalami kontraksi sebesar 0,70% (qtq). Membaiknya harga minyak mentah di pasar internasional telah membantu kinerja sektor pertambangan ditengah kondisi stagnasi kapasitas produksi yang dialami pelaku usaha di sektor tersebut. Sementara itu, terus merosotnya harga batu bara di pasar internasional menyebabkan sektor pertambangan dan penggalian menjadi tumbuh tidak optimal. Berdasarkan informasi dari Bappeda Propinsi Sumsel, proyek pelabuhan Tanjung Api-api yang dilengkapi dengan proyek pembangunan jalan kereta direncanakan akan selesai pada tahun 2012 merupakan suatu solusi atas stagnannya produktivitas batu bara yang saat ini memiliki kapasitas produksi per tahun sebesar 10 juta ton.

Grafik 1.13

Perkembangan Penumpang Angkutan Laut Pelabuhan Boom Baru Propinsi Sumsel

Sumber : PT. Pelindo Boom Baru, diolah

Grafik 1.12

Perkembangan Penumpang Angkutan Udara

(37)

1.3 Perkembangan PDRB dari Sisi Penggunaan

Pertumbuhan ekonomi secara tahunan (yoy) dari sisi penggunaan masih didominasi oleh konsumsi, terutama konsumsi rumah tangga. Pertumbuhan sektor konsumsi tercatat sebesar 9,24% (yoy), sedikit melambat apabila dibandingkan dengan pertumbuhan konsumsi pada triwulan sebelumnya yang mencapai 9,49% (yoy). Pertumbuhan konsumsi rumah tangga, konsumsi swasta nirlaba, serta konsumsi pemerintah masing-masing tercatat sebesar 8,79%, 15,16% dan 11,81%. Meningkatnya tingkat konsumsi juga terkonfirmasi oleh Survei Konsumen Palembang, yang menunjukkan keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian pada triwulan II 2009 berada pada kisaran optimis yakni di atas 100.

Tabel 1.4

Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Propinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2008 –2009 (%)

* Angka Sementara

** Proyeksi Bank Indonesia Palembang

Sumber : BPS Propinsi Sumatera Selatan, diolah

Grafik 1.14

Perkembangan Harga Batu Bara di Pasar Internasional

Sumber: Bloomberg

Grafik 1.15

Perkembangan Harga Minyak Bumi di Pasar Internasional

(38)

Dari sisi kegiatan perdagangan, ekspor diperkirakan turun sebesar 17,49%, terkontraksi lebih dalam dibandingkan dengan kondisi pada triwulan sebelumnya yang turun sebesar 12,17%. Sementara itu, impor masih mencatat pertumbuhan tahunan yakni sebesar 10,48%, lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang meningkat sebesar 9,20%.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, meningkatnya pertumbuhan ekonomi Sumsel pada triwulan ini lebih disebabkan karena meningkatnya harga komoditas unggulan di pasar Internasional. Kondisi tersebut terkonfirmasi dari survei kegiatan dunia usaha triwulan II 2009 yang dilakukan KBI Palembang menggambarkan kegiatan usaha yang dilakukan oleh para pelaku usaha di Sumsel mengalami peningkatan dibandingkan kondisi triwulan sebelumnya.

Grafik 1.16

Perkembangan Kegiatan Usaha

Sumber : SKDU KBI Palembang

Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) triwulan II 2009 mengindikasikan terjadinya peningkatan kegiatan usaha dari persepsi kalangan dunia usaha dibanding triwulan sebelumnya yang tercermin dengan peningkatan nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT)1 dari -17,79% menjadi 12,96%.

Secara triwulanan (qtq), komponen yang mengalami pertumbuhan paling tinggi adalah investasi. Sedangkan komponen ekspor diperkirakan mengalami kontraksi sebesar

1

(39)

1,66%. Menurunnya ekspor dibandingkan triwulan sebelumnya lebih banyak disebabkan karena faktor menurunnya volume ekspor secara keseluruhan. Meningkatnya harga komoditas primer di pasar internasional tidak cukup membantu penghambatan penurunan ekspor karena turunnya volume ekspor yang cukup signifikan.

Meningkatnya investasi tidak terlepas dari semakin membaiknya situasi dan kondisi bisnis di Sumsel. Secara umum situasi bisnis menurut pengusaha pada triwulan II 2009 mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal tersebut terindikasikan melalui nilai saldo bersih sebesar 12,50% untuk triwulan ini, jauh di atas angka triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,23%.

Grafik 1.17

Perkembangan Situasi Bisnis berdasarkan Persepsi Pengusaha

Sumber : SKDU KBI Palembang

(40)

Tabel 1.5

Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (qtq) Propinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2008 –2009 (%)

* Angka Sementara

** Proyeksi Bank Indonesia Palembang

Sumber : BPS Propinsi Sumatera Selatan

1.4. Struktur Ekonomi

Berdasarkan strukturnya, PDRB Sumsel masih ditopang oleh sektor primer yakni sektor pertanian serta sektor pertambangan dan penggalian dengan pangsa sebesar 42,23%. Pangsa sektor primer tersebut sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 42,29%. Penurunan pangsa di sektor primer ini terjadi pada sektor pertambangan dari sebesar 23,71% menjadi 23,27%.

Sektor sekunder mengalami peningkatan pangsa menjadi 25,59% dari triwulan sebelumnya yang sebesar 25,40%. Peningkatan pangsa di sektor sekunder tersebut disebabkan oleh peningkatan pangsa seluruh sub sektor komponen sektor sekunder, yakni sub sektor industri pengolahan, sub sektor LGA, dan sub sektor bangunan yang masing-masing mengalami peningkatan pangsa sebesar 0,14%, 0,01% dan 0,04%.

Grafik 1.18

Struktur Ekonomi Propinsi Sumatera Selatan

(41)

Tabel 1.6

Struktur Ekonomi Sektoral Propinsi Sumatera Selatan Tahun 2008 – 2009

* Angka Sementara

** Proyeksi Bank Indonesia Palembang

Sumber: BPS Propinsi Sumatera Selatan

Pangsa sektor tersier sedikit menurun dari sebesar 32,31% pada triwulan sebelumnya menjadi 32,18%. Hal tersebut disebabkan karena terjadinya penurunan pangsa dari seluruh sub sektor pada sektor ini kecuali sub sektor keuangan.

Dari sisi penggunaan, secara struktural konsumsi masih memperlihatkan peran yang dominan pada PDRB Sumatera Selatan dengan kontribusi sebesar 73,20%, sedikit meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat berkontribusi sebesar 73,17%.

Kontribusi konsumsi rumah tangga tercatat sebesar 63,42%, mengalami penurunan apabila dibandingkan dengan pangsa pada triwulan sebelumnya yang sebesar 63,51%. Menurunnya pangsa konsumsi rumah tangga merupakan salah satu dampak dari meningkatnya konsumsi pemerintah yang meningkat menjadi sebesar 8,51% dari sebesar 8,38% pada triwulan sebelumnya.

Tabel 1.7

Struktur Ekonomi Penggunaan Propinsi Sumatera Selatan Tahun 2008 – 2009

* Angka Sementara

** Proyeksi Bank Indonesia Palembang

(42)

1.5. Perkembangan Ekspor Impor 1.5.1. Perkembangan Ekspor

Ekspor selama tiga bulan terakhir (Mar - Mei 2009) tercatat sebesar USD312,76 juta atau menurun sebesar 57,97% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya (yoy) yang mencapai USD744,16 juta. Sementara itu dibanding periode triwulan sebelumnya (qtq), nilai ekspor tercatat menurun sebesar 9,48 % dari sebesar USD345,51 juta. Berdasarkan komoditas, pangsa nilai ekspor terbesar dicatat oleh komoditas karet yakni dengan pangsa sebesar 74,30%.

Nilai ekspor Sumsel tahun 2009 sampai dengan bulan Mei 2009 (ytd) tercatat sebesar USD528,75 juta atau menurun sebesar 57,27% dibandingkan dengan posisi yang sama pada tahun sebelumnya (yoy) yang sebesar USD1.237,45.

Tabel 1.9

Perkembangan Bulanan Nilai Ekspor Komoditas Utama Propinsi Sumatera Selatan (Juta USD)

Sumber : DSM Bank Indonesia

Berdasarkan volume, ekspor pada periode (Mar - Mei 2009) tercatat sebesar 485,91 ribu ton atau menurun sebesar 42,55% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy) yang tercatat sebesar 845,84 ribu ton atau menurun sebesar 20,02% dari periode Des 2008-Feb 2009 (qtq) yang tercatat sebesar 607,55 ribu ton.

Tabel 1.8

Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Utama Propinsi Sumatera Selatan (USD)

(43)

Sementara itu, volume ekspor Sumsel tahun 2009 sampai dengan bulan Mei 2009 tercatat sebesar 853,55 ribu ton atau menurun sebesar 35,43% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy) yang tercatat sebesar 1.321,88 ribu ton.

Grafik 1.19 Perkembangan Nilai Ekspor

Propinsi Sumatera Selatan

Sumber : DSM Bank Indonesia

Grafik 1.20

Perkembangan Volume Ekspor Propinsi Sumatera Selatan

Sumber : DSM Bank Indonesia

Grafik 1.21

Perkembangan Ekspor Propinsi Sumatera Selatan berdasarkan Negara Tujuan

Sumber : DSM Bank Indonesia

Grafik 1.22

Pangsa Ekspor Propinsi Sumatera Selatan berdasarkan Negara Tujuan Mar 09-Mei 09

Lainnya 35,26% Singapura

2,35%

USA 16,58% Malaysia

7,11%

China 38,71%

(44)

Berdasarkan negara tujuan ekspor, negara Cina masih merupakan negara tujuan utama ekspor dengan pangsa sebesar 38,71%, diikuti oleh Amerika Serikat sebesar 16,58%, dan Malaysia dengan pangsa sebesar 7,11%.

1.5.2. Perkembangan Impor

Realisasi impor periode triwulan ini tercatat sebesar USD52,25 juta, menurun sebesar 6,99% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy) yang tercatat sebesar USD56,18 juta. Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya terjadi peningkatan nilai impor sebesar 3,68% dari sebesar USD50,39 juta. Peningkatan nilai impor secara triwulanan ini terkait dengan meningkatnya impor mesin industri yang banyak digunakan dalam menunjang kegiatan sektor pertanian, sektor pertambangan, maupun industri pengolahan sebesar 53,81%.

Berdasarkan volume, impor pada periode saat ini tercatat sebesar 55,79 ribu ton atau mengalami penurunan sebesar 43,15% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy) yang tercatat sebesar 98,14 ribu ton. Apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (qtq), volume impor tercatat mengalami penurunan sebesar 11,43% dari sebesar 62,99 ribu ton.

Grafik 1.23 Perkembangan Nilai Impor Propinsi Sumatera Selatan

Sumber : DSM Bank Indonesia

Grafik 1.24

Perkembangan Volume Impor Propinsi Sumatera Selatan

(45)

Berdasarkan negara asal, pangsa impor yang terbesar masih berasal dari negara Cina yakni sebesar 23,67%, kemudian disusul oleh negara Malaysia dengan pangsa sebesar 13,72%, dan negara Singapura dengan pangsa sebesar 4,73%.

Grafik 1.25

Perkembangan Impor Propinsi Sumatera Selatan berdasarkan Negara Asal

Sumber : DSM Bank Indonesia

Grafik 1.26

Pangsa Impor Propinsi Sumatera Selatan berdasarkan Negara Asal Mar 09-Mei 09

(46)

RINGKASAN PENELITIAN:

DAMPAK KRISIS FINANSIAL GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN

SUMATERA SELATAN

I. Pendahuluan

Gagalnya pembayaran subprime mortgage yang terjadi di Amerika Serikat (AS) menyebabkan tergerusnya aset-aset finansial global yang telah saling terkait satu sama lain di dunia. Nilai aset yang jatuh membuat adanya kebangkrutan institusi finansial, lembaga asuransi, dan juga merugikan investor dalam jumlah besar. Hal ini berpengaruh pada memburuknya nilai kekayaan dan realokasi portofolio seiring dengan menurunnya risk appetite investor secara global. Sehingga, terjadi capital outflow pada negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Lebih lanjut, kerugian ini memicu turunnya konsumsi serta produksi secara signifikan, dan menurunnya pemakaian tenaga kerja. Hal ini menyebabkan lesunya permintaan atas berbagai komoditas. Sebagai konsekuensinya, harga berbagai komoditas di pasar dunia mengalami penurunan drastis.

Harga komoditas dunia yang menurun berdampak signifikan bagi perekonomian yang berbasiskan komoditas seperti Sumatera Selatan (Sumsel). Penurunan harga CPO, karet, dan berbagai komoditas unggulan lainnya menyebabkan penurunan nilai tambah sektoral. Pada akhirnya, pertumbuhan ekonomi secara agregat mengalami penurunan.

Di sisi perekonomian domestik, nilai ekspor yang menurun berpengaruh terhadap menurunnya produksi, membuat pemakaian tenaga kerja juga mengalami penurunan, atau setidaknya menurunkan pendapatan rumah tangga yang tercermin pada menurunnya pendapatan per kapita pada triwulan IV 2008 sebesar 12,96% (qtq). Hal ini pada akhirnya juga menurunkan permintaan domestik karena tergerusnya daya beli masyarakat.

Di sisi perbankan, prospek bisnis yang tidak baik dan menurunnya pendapatan meningkatkan risiko yang tercermin dari meningkatnya rasio NPL perbankan dari 1,81% pada Oktober 2008 menjadi 2,24% pada Januari 2009. Pertumbuhan kredit juga dapat tersendat karena ketidakmampuan debitur dalam membayar pinjaman.

Berbagai upaya untuk meredam dampak krisis hingga juga telah dilakukan oleh pemerintah dan otoritas moneter di berbagai negara, baik melalui stimulus fiskal maupun penurunan suku bunga secara masif. Namun usaha-usaha tersebut belum berhasil mengembalikan gairah perekonomian dunia seperti semula, walaupun tanda-tanda recovery secara prematur sudah mulai terlihat. Secara teoritis, kebijakan moneter mempengaruhi jumlah kredit pada perekonomian, sehingga berpengaruh pada produksi, inflasi, dan pendapatan masyarakat.

(47)

Gambar 1. Transmisi Krisis Finansial Global terhadap Perekonomian Nasional dan Sumatera Selatan

Krisis keuangan dunia berpengaruh pada perekonomian dalam negeri, termasuk perekonomian daerah di dalamnya. Krisis keuangan ditandai dengan gejolak pada pasar saham dan pasar valas. Dalam pasar valas, secara teori depresiasi nilai tukar rupiah terhadap US Dollar berdampak langsung pada ekspor dan impor. Sementara itu, penurunan pertumbuhan ekonomi dunia yang ditandai dengan turunnya GDP di hampir semua negara di dunia mendorong penurunan permintaan akan ekspor. Hal ini menurunkan pendapatan pada perekonomian. Dari dalam negeri, penurunan pendapatan tersebut dapat berimbas

Perekonomian Dunia

Perekonomian Sumatera Selatan/Nasional

(48)

pada turunnya konsumsi dan investasi, yang kemudian dapat menurunkan produksi dan pendapatan, sehingga menurunkan laju pertumbuhan ekonomi lebih dalam.

II. Metodologi

Berdasarkan landasan teori, persamaan-persamaan yang akan diestimasi melalui ekonometrik adalah sebagai berikut (dalam logaritma natural atau persen)

Persamaan Konsumsi

………(1)

Persamaan investasi

……….(2)

Persamaan ekspor

……… (3)

Persamaan impor

……….(4)

Selain notasi yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, DS merupakan dummy musiman yang disertakan pada persamaan ekspor. Berbeda dengan persamaan lainnya, persamaan ekspor belum dipengaruhi oleh variabel yang menjelaskan faktor musiman perekonomian domestik, sehingga penggunaan variabel dummy diperlukan. u merupakan stokastik error. Kemudian, notasi sampai dengan merupakan parameter yang menjelaskan elastisitas antara variabel independen dan variabel dependen.

Nilai n adalah salah satu dari 0,1,...dst, yang ditentukan berdasarkan statistik yang menerangkan kecocokan lag yang digunakan pada variabel-variabel dalam estimasi, seperti statistik Akaike Info Criterion (AIC), Schwarz Info Criterion (SIC), dan metode-metode lainnya yang konsisten.

Keempat persamaan tersebut dihubungkan melalui suatu persamaan identitas yaitu,

Y = C + I + G + X M

Disamping persamaan yang menjelaskan dinamika perekonomian pada sisi permintaan agregat, dilakukan pula estimasi ekonometrika dengan menggunakan beberapa persamaan sebagai berikut:

Persamaan Produksi

...(5) Persamaan Inflasi

(49)

Dimana B adalah harga BBM, yang juga mewakili supply shock.

Persamaan Konsumsi Campbell-Mankiw (bukan dalam bentuk logaritma) ……….(7)

Variabel-variabel pembentuk output dari sisi permintaan pada penelitian ini menggunakan data PDRB penggunaan harga konstan (tahun dasar 2000), yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Sumatera Selatan. Variabel-variabel tersebut mencakup pendapatan/output, konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, ekspor, dan impor.

Tabel 1. Keterangan Data

Variabel Data Sumber Keterangan

Pertumbuhan ekonomi/ PDRB riil

PDRB harga konstan 2000 BPS Interpolasi untuk

periode tertentu

Konsumsi Konsumsi dari PDRB harga konstan

2000

BPS Interpolasi untuk

periode tertentu

Investasi PMTDB dan perubahan stok dari PDRB

harga konstan 2000

BPS Interpolasi untuk

periode tertentu

Ekspor Ekspor dari PDRB harga konstan 2000 BPS Interpolasi untuk

periode tertentu

Impor Impor dari PDRB harga konstan 2000 BPS Interpolasi untuk

periode tertentu

Nilai tukar Nilai tukar USD/IDR BI

Tenaga kerja Penduduk yang bekerja BPS

Suku bunga BI rate BI

Pajak penghasilan Pendapatan PPh Depkeu

Harga Komoditas Harga komoditas Bloomberg

III. Analisis

Hasil estimasi ekonometrika menghasilkan persamaan sebagai berikut :

(50)

Ekspor

Ket: Huruf kecil dalam log natural, angka dalam () merupakan t-stat

Nilai dari antilog -0.50 adalah 0.61. Berdasarkan hal tersebut, hasil estimasi persamaan konsumsi menghasilkan otonomus spending yang positif, yang menunjukkan aplikasi teori Keynes relevan untuk diaplikasikan pada analisis. Peningkatan disposable income sebesar 1% akan meningkatkan konsumsi sebesar 0,04%.

Merujuk pada Campbell dan Mankiw (1989), dilakukan pengujian proporsi populasi yang mengikuti pola konsumsi klasik dan pola Life Cycle – Permanent Income Hypothesis (LC-PIH). Hasil estimasi tersebut mengindikasikan bahwa 15,09% dari konsumsi ditentukan oleh pendapatan jangka pendek. Namun, 84,81% konsumsi lebih ditentukan oleh pendapatan permanen.

(51)

disebabkan oleh proporsi sumber dana investasi yang berasal dari luar Sumatera Selatan lebih besar.

Hasil estimasi persamaan ekspor menunjukkan bahwa meningkatnya PDB AS sebesar 1% akan meningkatkan ekspor Sumatera Selatan sebesar 0,32%. Secara simetris, penurunan PDB AS sebesar 1% akan menurunkan tingkat ekspor Sumatera Selatan sebesar 0,32%. Berbeda dengan teori, hasil estimasi menunjukkan bahwa depresiasi Rupiah sebesar 1% menyebabkan menurunnya ekspor Sumatera Selatan sebesar 0,11%. Hal ini dapat terjadi karena adanya ekspektasi adaptif jangka pendek atas nilai tukar Rupiah, yang menyebabkan depresiasi Rupiah justru menyebabkan penundaan pesanan. Nilai DS, cukup berpengaruh meskipun hanya signifikan pada tingkat keyakinan 89%. Hal ini menunjukkan adanya faktor musiman yang cukup signifikan mempengaruhi ekspor, yang berasal dari perekonomian domestik (karena terdapat variasi ekspor yang tidak dapat dijelaskan oleh PDB AS dan nilai tukar Rupiah).

Meningkatnya PDRB Sumatera Selatan sebesar 1% akan meningkatkan impor sebesar 0,52% pada triwulan berikutnya. Terdepresiasinya nilai tukar Rupiah terhadap USD akan menurunkan nilai impor sebesar 0,13%. Hal ini mengindikasikan bahwa ketika pendapatan masyarakat Sumatera Selatan mengalami peningkatan, masyarakat justru menambah proporsi konsumsi barang impor dibandingkan barang yang diproduksi oleh perekonomian domestik.

Berdasarkan hasil estimasi, inflasi secara signifikan dipengaruhi oleh inflasi pada periode sebelumnya. Kenaikan output gap sebesar 1% akan meningkatkan inflasi sebesar 2,08%. Namun, parameter ini mempunyai resiko bias ke bawah karena masih adanya sampel Y yang merupakan hasil interpolasi. Kenaikan Inflasi tahunan pada triwulan sebelumnya sebesar 1% dapat meningkatkan inflasi tahunan sebesar 0,65%. Shock pada harga BBM sebesar 1% akan meningkatkan inflasi sebesar 0,59%. Secara keseluruhan, hal ini mengindikasikan bahwa faktor penyebab inflasi yang dominan di Sumatera Selatan adalah

cost-push dibandingkan demand-pull yang bersifat siklikal.

Hasil estimasi persamaan produksi Cobb-Douglas dengan dua faktor produksi menunjukkan bahwa produksi secara signifikan dipengaruhi oleh modal dan teknologi, namun tidak signifikan dipengaruhi oleh tenaga kerja. 1% penambahan kapital dapat meningkatkan produksi perekonomian pada tiga triwulan ke depan sebesar 0.57%. Kemudian, hasil uji restriksi koefisien mengindikasikan bahwa persamaan produksi tersebut memenuhi asumsi

Constant Return to Scale (CRS).

Melalui hasil simulasi dengan menurunkan PDB AS sebesar 5% pada waktu t0, dapat diperhatikan bahwa angka ekspor turun sekitar 2,0% pada triwulan berikutnya, yang diikuti oleh penurunan pendapatan sebesar 0,9%. Mulai triwulan berikutnya (2 triwulan setelah shock terjadi, atau t+2), konsumsi pun mengalami penurunan terus menerus secara perlahan. Kemudian, angka impor menurun mulai t+1 sampai dengan sebesar 0,64% pada t+3. Tingkat investasi kemudian juga mengalami penurunan tipis sebesar 0,09%, dengan risiko bias ke bawah. Tingkat inflasi tahunan mengalami penurunan hingga sebesar 2,8% pada tahun berikutnya dari timbulnya deflationary gap seiring dengan menipisnya konsumsi domestik. Tanpa adanya stimulus yang bersifat otonomus, progress signifikan recovery

(52)

Peningkatan pengeluaran pemerintah sebesar 5% akan meningkatkan pendapatan/output sebesar 0,35% pada periode yang sama, yang diikuti oleh peningkatankonsumsi sebesar 0,01% dan peningkatan impor sebesar 0,18% pada triwulan berikutnya. Perlu diperhatikan adverse effect melalui impor ini kemudian menyebabkan pendapatan/output kembali menurun tipis sebesar 0,04%, karena berpengaruh pada periode yang lebih panjang. Peningkatan konsumsi tersebut juga menyebabkan peningkatan inflasi tahunan sekitar 0,28%. Selain itu, tingkat investasi berpeluang mengalami peningkatan tipis sebesar 0,02%.

Penurunan BI rate sebesar 1% (100bps) dapat meningkatkan investasi sebesar 0,28% pada dua triwulan berikutnya, yang diikuti oleh peningkatan pendapatan/output sebesar 0,06%. Konsumsi hanya terpengaruh tipis sebesar 0,01% secara perlahan, dan angka impor meningkat sebesar 0,04%. Angka inflasi tahunan mengalami sedikit peningkatan sebesar 0,16%. Walaupun efek kebijakan moneter ini lebih rendah dari kebijakan fiskal, namun melalui hasil estimasi, efek tersebut lebih bersifat jangka panjang dibandingkan pengeluaran pemerintah.

Bila dilakukan peningkatan stimulus fiskal sebesar 5% satu triwulan setelah adanya penurunan PDB AS sebesar 5%, maka kebijakan tersebut mampu menurunkan efek penurunan PDB AS tersebut terhadap perekonomian Sumatera Selatan. Turunnya PDRB menjadi hanya 0,65%, yang semula sekitar 0,9%. Konsumsi mengalami penurunan secara perlahan, namun dengan besaran yang terbilang minor. Angka penurunan impor juga sedikit melambat dari yang semula 0,64% menjadi 0,59%. Penurunan tekanan inflasi juga mengalami sedikit penurunan, dari 2,8% menjadi sekitar 2,5%.

Bila pengeluaran pemerintah ditingkatkan 10%, ternyata tidak memberikan dampak yang berbeda secara signifikan dengan peningkatan sebesar 5%. Hal ini mengindikasikan bahwa stimulus yang dilakukan secara besar-besaran pada satu triwulan tertentu tidak memberikan hasil yang maksimal untuk meredam dampak krisis finansial global, dibandingkan cost dari kebijakan tersebut. Untuk merendam dampak penurunan PDB AS tersebut secara lebih efektif, stimulus fiskal yang diberikan perlu dilakukan secara lebih kontinu.

Dengan meningkatkan pengeluaran pemerintah pada t+1 sampai dengan t+3 sebesar 5% untuk meredam dampak penurunan PDB AS sebesar 5% pada t0, penurunan output menjadi lebih rendah dari sebelumnya, yaitu dengan titik terendah 0,5%. Penurunan impor menjadi 0,45%, dan penurunan investasi menjadi 0,07%. Penurunan inflasi yang terjadi juga akan semakin landai, yaitu dengan titik terendah 2,3%. Kebijakan moneter dengan menurunkan BI rate secara gradual akan efektif bila dilakukan satu periode sebelum adanya shock penurunan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat. Hal ini menunjukkan pentingnya memformulasikan kebijakan moneter secara forward looking. Selain itu, hal yang juga menarik pada simulasi ini adalah munculnya indikasi bahwa kebijakan ekspansi moneter lebih signifikan untuk mempercepat proses recovery

perekonomian.

(53)

Simulasi berikutnya didasarkan atas proyeksi OECD (2009) atas pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat secara triwulanan pada 2009-2010. Melalui shock atas proyeksi tersebut, dapat diperkirakan bahwa dampak krisis finansial global pada perekonomian Sumatera Selatan yang paling tinggi akan terjadi pada triwulan III atau triwulan IV 2009. Hal ini juga berdampak pada semakin rendahnya inflasi tahunan hingga akhir tahun 2009. Proses recovery diperkirakan akan dimulai pada triwulan IV 2009. 90% proses recovery diperkirakan akan tercapai pada triwulan IV 2009. Ketidakpastian pada perekonomian cukup besar pada tahun 2009-2010 yang ditandai oleh lebarnya confidence bounds, khususnya pada indikator ekspor, impor, PDRB, dan investasi. Mulai akhir tahun 2012, perekonomian Sumatera Selatan diperkirakan akan melejit secara signifikan dari sebelumnya, yang didorong oleh tingkat ekspor yang lebih tinggi dari semula.

Berdasarkan hasil simulasi-simulasi di atas, dalam meredam efek penurunan pertumbuhan ekonomi AS secara efektif dan efisien, diperlukan kombinasi antara kebijakan fiskal dan moneter. Dimana kebijakan fiskal diperlukan dalam jangka pendek untuk menopang konsumsi masyarakat yang berpotensi tergerus menyusul adanya penurunan pendapatan, misalnya melalui BLT maupun realisasi proyek padat karya. Di samping stimulus fiskal untuk menopang tingkat konsumsi, penurunan suku bunga dengan konteks forward looking juga penting untuk mempercepat proses recovery perekonomian Sumatera Selatan, terutama melalui investasi.

IV. Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan

Krisis finansial global akan berpengaruh secara signifikan pada perekonomian Sumatera Selatan melalui penurunan ekspor. Kemudian, penurunan ekspor tersebut akan berpengaruh terhadap penurunan pendapatan, sehingga akan menurunkan konsumsi dan investasi, atau secara keseluruhan mengurangi aktivitas perekonomian domestik.

Hasil estimasi juga menunjukkan bahwa secara agregat tingkat konsumsi lebih dipengaruhi oleh pendapatan permanen dibandingkan pendapatan temporer (84,81% dari populasi). Sehingga, kekhawatiran penurunan konsumsi akibat adanya penurunan pendapatan jangka pendek dapat dikurangi, dengan catatan bahwa terdapat ekspektasi perbaikan perekonomian dalam waktu yang terukur dan tidak terlalu lama. Hal ini membuat efek

multiplier dampak krisis keuangan global melalui konsumsi dan permintaan domestik menjadi lebih ringan dari semestinya. Terkait dengan hal tersebut, perlu diperkuat ekspektasi pemulihan ekonomi masyarakat melalui kebijakan-kebijakan yang pro-pertumbuhan, penjagaan citra dan kredibilitas, serta penguatan stabilitas perekonomian. Mengingat besarnya penambahan impor menyusul adanya peningkatan pendapatan, perlu diberikan edukasi kepada masyarakat untuk lebih menggunakan produk dalam negeri dan mengurangi permintaan barang impor. Selain itu, perlu dilakukan pencarian alternatif bahan baku domestik untuk produsen yang memakai bahan baku impor.

Tanpa adanya stimulus, proses recovery perekonomian Sumatera Selatan atas suatu shock

Gambar

Grafik 1.5 Perkembangan Curah Hujan
Grafik 1.6 Grafik 1.7
Grafik 1.8  Grafik 1.9Perkembangan Konsumsi Listrik
Grafik 1.16
+7

Referensi

Dokumen terkait

Potensi dan Kontribusi Sektor Industri Sebagai Sektor Unggulan Terhadap Perekonomian.. Hal ini terkait dengan menentukan sektor-sektor riil yang

• Untuk kelompok dengan nomor mahasiswa ketua kelompoknya adalah bernomor GANJIL, gunakan data tanah pada TABEL 1, dan ketua kelompok bernomor mahasiswa GENAP, gunakan data tanah

Oleh karena peneliti tertarik untuk membahas lebih dalam mengenai strategi coping yang dilakukan remaja beserta dampak atau pengaruhnya dalam mempersiapkan diri

[r]

Penilaian keterampilan dilakukan guru dengan melihat kemampuan peserta didik dalam mengkomunikasikan hasil analisis sistem pemerintahan demokrasi berdasarkan

Radioisotop 198Au yang dihasilkan dikarakterisasi dengan mengukur aktivitas, waktu paruh, energi, yield, kemurnian radionuklida dan kemurnian radiokimia serta ukuran

Formulasi dari struktur aktiva adalah sebagai berikut: Struktur aktiva :  Aktiva Total Tetap  Aktiva Total (Syamsudin 2001:9) Perusahaan yang mempunyai aktiva tetap jangka panjang

Emping jagung atau marning gepeng adalah biji jagung rebus yang di press tipis (dipipihkan) dan dikeringkan, bentuknya seperti emping dari biji melinjo [1]..