BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Industri dan Industrialisasi
Berdasarkan etimologi, kata “industri” berasal dari bahasa Inggris “industry”
yang berasal dari bahasa Prancis Kuno “industrie” yang berarti “aktivitas atau
kerajinan”. Namun kini dengan perkembangan tata bahasa dan ilmu pengetahuan
maka industri dapat didefinisikan secara spesifik lagi.
Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, industri
adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah
jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk
penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
Menurut Toto Hadikusumo (1990), industri adalah suatu unit atau atau kesatuan
produk yang terletak pada suatu tempat tertentu yang meletakkan kegiatan untuk
menubah barang-barang secara mekanis atau kimia, sehingga menjadi barang (produk
baru yang sifatnya lebih dekat pada konsumen terakhir), termasuk disini memasang
bahagian dari suatu barang (ansembling).
Menurut G. Kartasapoetra (1987), industri adalah kegiatan ekonomi yang
mengolah bahan mentah, bahan baku dan bahan setengah jadi menjadi barang yang
nilainya lebih tinggi.
untuk kemudian dijual dan diperdagangkan. Guna menjaga kemassalannya digunakan
sejumlah tenaga kerja dengan peralatan, teknik dan cara serta pola kerja tertentu.
Ketika suatu negara telah mencapai tahapan dimana sektor industri sebagai
leading sector maka dapat dikatakan negara tersebut sudah mengalami industrialisasi
(Dumairy, 1996). Industrialisasi dapat dilihat melalui sebuah proses transformasi
struktural perekonomian suatu negara. Oleh sebab itu, proses industrialisasi dapat
didefinisikan sebagai proses prubahan struktur ekonomi dimana terdapat kenaikan
kontribusi sektor industri dalam permintaan konsumen, produk domestik bruto,
ekspor dan kesempatan kerja (Chenery, 1986).
Dalam pengertian lain, kata industri sering disebut sektor industri
manufaktur/pengolahan yaitu salah satu lapangan usaha dalam perhitungan
pendapatan nasional menurut pendekatan produksi (Hastina, 2007). Badan Pusat
Statistik (BPS) mendefinisikan industri manufaktur adalah suatu kegiatan ekonomi
yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau
dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi atau barang yang
kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat
kepada pemakai akhir.
2.2. Klasifikasi Industri Manufaktur
Industri manufaktur merupakan kegiatan ekonomi yang luas maka jumlah dan
macam industri berbeda-beda untuk tiap negara atau daerah. Pada umumnya, makin
jumlah dan macam industri, dan makin kompleks pula sifat kegiatan dan usaha
tersebut. Cara penggolongan atau pengklasifikasian industri pun berbeda-beda. Tetapi
pada dasarnya, pengklasifikasian industri didasarkan pada kriteria yaitu berdasarkan
bahan baku, tenaga kerja, pangsa pasar, modal, atau jenis teknologi yang digunakan.
Selain faktor-faktor tersebut, perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu
negara juga turut menentukan keanekaragaman industri negara tersebut, semakin
besar dan kompleks kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi, maka semakin
beranekaragam jenis industrinya. Penggolongan yang paling universal ialah
berdasarkan International Standard of IndustrialClassification (ISIC). Penggolongan
menurut ISIC ini didasarkan atas pendekatan kelompok komoditas, yang secara garis
besar dibedakan kepada sembilan golongan sebagaimana tercantum di bawah ini
(Dumairy, 1996) :
1. Industri makanan, minuman dan tembakau.
2. Industri tekstil, pakaian jadi dan kulit.
3. Industri kayu dan barang dari kayu, termasuk perabot rumah tangga.
4. Industri kertas dan barang dari kertas, percetakan dan penerbitan.
5. Industri kimia dan barang dari kimia, minyak bumi, batu bara, karet dan
plastik.
6. Industri barang galian bukan logam, kecuali minyak bumi dan batu bara.
7. Industri logam dasar.
Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013 mengklasifikasikan industri
manufaktur kedalam empat golongan berdasarkan jumlah tenaga kerja, dapat
dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Klasifikasi Industri Menurut Banyaknya Tenaga Kerja No. Klasifikasi Industri Jumlah Tenaga Kerja
(Orang)
1. Industri Besar 100 atau lebih
2. Industri Sedang 20 - 99
3. Industri Kecil 5 - 19
4. Industri Rumah Tangga 1 - 4
Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara
1. Industri Besar dan Sedang
Klasifikasi industri besar dan sedang merupakan industri yang memiliki
modal besar dan atau modal yang dihimpun secara kolektif dalam bentuk
pemilikan saham, tenaga kerja harus memiliki keterampilan khusus, sistem
administrasi dan manajerial yang tertentu, dan pemimpin perusahaan dipilih
melalui uji kemampuan dan kelayakan (fit and profer test). Misalnya:
industri keramik, industri konveksi, industri tekstil, indsutri mobil, industri
persenjataan, industri besi baja, dan lain-lain.
2. Industri Kecil dan Rumah Tangga
Klasifikasi industri kecil dan rumah tangga merupakan industri yang
memiliki modal relatif kecil dan terbatas, tenaga kerja biasanya berasal dari
anggota keluarga dan lingkungan sekitar, pemilik atau pengelola industri
biasanya kepala keluarga. Misalnya: industri anyaman, industri tahu/tempe,
2.3. Strategi Industrialisasi
Sejarah perekonomian mencatat beragamnya strategi kebijakan yang dianut oleh
masing-masing negara. Menurut Kuncoro (2007), ada yang berusaha memacu
pembangunan ekonomi dengan ekspansi perdagangan internasional dan sekaligus
membuka pintu lebar-lebar terhadap investasi asing, bantuan luar negeri, dan
imigrasi. Di lain pihak, negara membangun perekonomiannya dengan menerapkan
strategi industrialisasi substitusi impor dan menggunakan perencanaan ekonomi
sebagai “perisai” untuk menangkis pengaruh-pengaruh eksternal yang dianggap
menganggap mengganggu dan tidak dikehendaki. Istilah outward-looking (melihat
keluar) dan inward-looking (melihat kedalam) agaknya merupakan cara tepat untuk
melukiskan dua perilaku kebijakan yang berbeda.
Kebijakan “melihat keluar” sering diidentikkan dengan perdagangan bebas dan
kebijakan promosi ekspor. Sementara itu, kebijakan “melihat kedalam” diartikan
kebijakan yang proteksionis dan lebih menekankan pada substitusi impor (Kuncoro,
2007). Substitusi impor adalah industri domestik yang membuat barang-barang
menggantikan impor, sedangkan strategi promosi ekspor lebih berorientasi ke pasar
internasional dalam usaha pengembangan industri di dalam negeri.
a. Stragtegi Substitusi Impor
Menurut Dumairy (1996), strategi substitusi impor dilandasi oleh pemikiran
bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat dicapai dengan
pengganti impor. Beberapa pertimbangan yang lazim digunakan dalam memilih
strategi ini adalah sebagai berikut:
1. Sumber daya alam (seperti bahan baku) dan faktor produksi (terutama tenaga
kerja) cukup tersedia didalam negeri sehingga secara teoritis, biaya produksi
untuk intensitas penggunaan sumber-sumber ekonomi tersebut yang tinggi
menjadi rendah.
2. Potensi permintaan didalam negeri yang memadai.
3. Untuk mendorong perkembangan sektor industri manufaktur didalam negeri.
4. Dengan berkembangnya industri didalam negeri, maka kesempatan kerja
diharapkan terbuka luas.
5. Dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor, yang berarti juga
mengurangi defisit saldo neraca perdagangan dan menghemat cadangan
devisa.
Pelaksanaan strategi substitusi impor terdiri atas dua tahap yaitu :
1. Industri yang dikembangkan adalah industri yang membuat barang-barang
konsumsi, walaupun tidak semuanya durable goods (seperti kendaraan
bermotor, kulkas, TV, alat pendingin). Untuk membuat barang-barang
tersebut diperlukan barang modal, input perantara, dan bahan baku uang
dibanyak negara yang menerapkan strategi ini tidak tersedia sehingga tetap
harus diimpor.
b. Strategi Promosi Ekspor
Menurut Dumairy (2007), strategi promosi ekspor dilandasi oleh pemikiran
bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi hanya bisa direalisasikan jika
produk-produk yang dibuat di dalam negeri dijual di pasar ekspor. Sesuai dengan
teori klasik mengenai perdagangan internasional, outward-looking strategy ini
melibatkan pembangunan sektor industri manufaktur sesuai dengan keunggulan
komperatif yang dimiliki negara bersangkutan. Dalam prakteknya, banyak negara
yang menerapkan strategi promosi ekspor dengan menghilangkan beberapa
rintangan terhadap ekspor. Beberapa syarat penting yang diberikan agar
penerapan strategi tersebut membawa hasil yang baik adalah sebagai berikut :
1. Pasar harus menciptakan sinyal harga yang benar, yang sepenuhnya
merefleksikan kelangkaan dari barang yang bersangkutan, baik dipasar output
maupun pasar input.
2. Tingkat proteksi dari impor harus rendah.
3. Nilai tukar mata uang harus realistis, sepenuhnya merefleksikan keterbatasan
uang asing yang bersangkutan.
2.4. Potensi dan Kontribusi Sektor Industri Sebagai Sektor Unggulan Terhadap Perekonomian
Hal ini terkait dengan menentukan sektor-sektor riil yang perlu dikembangkan
agar perekonomian daerah tumbuh cepat dan disisi lain mampu mengidentifikasi
faktor-faktor yang membuat potensi sektor tertentu rendah dan menentukan apakah
prioritas untuk menanggulangi kelemahan tersebut. Setelah otonomi daerah,
masing-masing daerah sudah lebih bebas dalam menetapkan sektor/komoditi yang
diprioritaskan pengembangannya. Kemampuan pemerintah daerah untuk melihat
sektor yang memiliki keunggulan/kelemahan di wilayahnya menjadi semakin penting
(Tarigan, 2005).
Sektor unggulan adalah sektor yang keberadaannya pada saat ini telah berperan
besar kepada perkembangan perekonomian suatu wilayah, karena mempunyai
keunggulan-keunggulan/kriteria. Selanjutnya faktor ini berkembang lebih lanjut
melalui kegiatan investasi dan menjadi tumpuhan kegiatan ekonomi. Hal ini
didasarkan atas seberapa besar peranan sektor tersebut dalam perekonomian daerah
(Sambodo, 2002). Oleh karena itu sektor unggulan menjadi bagian penting dalam
pembangunan ekonomi wilayah.
Adapun kriteria sektor unggulan menurut Sambodo (2002), yaitu bahwa sektor
unggulan memiliki empat kriteria diantaranya: pertama sektor unggulan memiliki laju
pertumbuhan ekonomi yang tinggi, kedua sektor unggulan memiliki angka
keterkaitan antara sektor yang tinggi baik ke depan maupun ke belakang, dan
keempat sektor yang mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi.
Sedangkan menurut Ambardi dan Socia (2002), kriteria mengenai sektor
unggulan daerah lebih ditekankan pada komoditas-komoditas unggulan yang bisa
menjadi motor penggerak pambangunan suatu daerah, di antaranya:
1. Komoditas unggulan harus mampu menjadi penggerak utama (prime mover)
pembangunan perekonomian. Artinya komoditas unggulan dapat memberikan
kontribusi yang signifikan pada peningkatan produksi, pendapatan, maupun
pengeluaran.
2. Komoditas unggulan mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang (forward
and backward lingkages) yang kuat, baik sesama komoditas unggulan maupun
komoditas-komoditas lainnya.
3. Komoditas unggulan mampu bersaing (competitiveness) dengan produk sejenis
dari wilayah lain di pasar nasional dan pasar internasional, baik dalam harga
produk, biaya produksi, kualitas pelayanan, maupun aspek-aspek lainnya.
4. Komoditas unggulan daerah memiliki keterkaitan dengan daerah lain
(complementarity), baik dalam hal pasar (konsumen) maupun pemasokan bahan
baku (jika bahan baku di daerah sendiri tidak mencukupi atau tidak tersedia sama
sekali).
5. Komoditas unggulan memiliki status teknologi (state of the art) yang terus
6. Komoditas unggulan mampu menyerap tenaga kerja berkualitas secara optimal
sesuai dengan skala produksinya.
7. Komoditas unggulan bisa bertahan dalam jangka waktu tertentu, mulai dari fase
kelahiran (increasing), pertumbuhan (growth), puncak (maturity) hingga
penurunan (decreasing). Begitu komoditas unggulan yang satu memasuki tahap
penurunan, maka komoditas unggulan lainnya harus mampu menggantikannya.
8. Komoditas unggulan tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan internal.
9. Pengembangan komoditas unggulan harus mendapatkan berbagai bentuk
dukungan, misalkan dukungan keamanan, sosial, budaya, informasi dan peluan
pasar, kelembagaan, fasilitas insentif/disinsentif, dan lain-lain.
10.Pengembangan komoditas unggulan berorientasi pada kelestarian sumberdaya dan
lingkungan.
Salah satu sektor penting dalam pembangunan di bidang ekonomi adalah sektor
industri. Peranan sektor industri dalam pembangunan ekonomi di berbagai negara
sangat penting karena sektor industri memiliki beberapa keunggulan dalan hal
akselerasi pembangunan. Keunggulan-keunggulan sektor Industri tersebut
diantaranya memberikan kontribusi bagi penyerapan tenaga kerja dan mampu
menciptakan nilai tambah (value added) yang lebih tinggi pada berbagai komoditas
yang dihasilkan.
Menurut teori ekonomi pembangunan, semakin tinggi kontribusi sektor industri
suatu negara kontribusi sektor industrinya telah diatas 30% maka dapat dikatakan
negara tersebut tergolong negara maju (Sukirno, 2001).
Indikator dalam perkembangan pembangunan dapat dilihat sejauh mana tahap
industrialisasi suatu negara, terutama negara-negara berkembang. Tahap-tahap
industrialisasi itu dapat digambarkan melalui tabel berikut:
Tabel 2.2. Tahap-tahap industrialisasi
Tahap-tahap
Sumbangan Value Added (%) Terhadap
PDB Sektor Komoditi
1. Non-industrialisasi < 10 < 20
2. Menuju proses industrialisasi 10 – 20 20 – 40
3. Semi-industrialisasi 20 – 30 40 – 60
4. Industrialisasi penuh > 30 > 60 Sumber : Widodo, 2001. Indikator Ekonomi.
2.5. Transformasi Struktur Ekonomi dan Industri
Perubahan struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomi, industri, dan
struktur institusi perekonomian negara sedang berkembang, yang mengalami
transformasi dari pertanian tradisional beralih ke sektor industri sebagai mesin utama
pertumbuhan ekonominya (Chenery dan Syrquin, 1975). Penelitian yang dilakukan
Chenery (1979) tentang transformasi struktur produksi menunjukkan bahwa sejalan
dengan peningkatan pendapatan perkapita, perekonomian suatu negara akan bergeser
dari yang semula mengandalkan sektor pertanian menuju sektor industri.
Banyak negara berkembang yang juga mengalami transisi ekonomi
prosesnya berbeda satu dengan yang lain. Variasi ini disebabkan oleh perbedaan
dalam hal-hal berikut (Tambunan, 2001) :
1. Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri
Suatu negara yang pada awal pembangunan ekonomi atau industrialisasinya
sudah memiliki industri-industri besar seperti mesin, besi, dan baja yang relatif
kuat akan mengalami proses industrialisasi yang lebih pesat dibandingkan negara
yang hanya memiliki industri-industri ringan seperti tekstil, pakaian jadi, alas
kaki, makanan dan minuman.
2. Besarnya pasar dalam negeri
Dalam hal ini, besarnya pasar dalam negeri ditentukan oleh kombinasi antara
jumlah populasi dan tingkat pendapatan riil perkapita akan mempengaruhi pola
dan proses transisi ekonomi. Pasar dalam negeri yang besar, seperti Indonesia
dengan jumlah penduduk lebih dari 250 juta orang (walaupun tingkat pendapatan
perkapita rendah), merupakan salah satu faktor insentif bagi pertumbuhan
ekonomi termasuk industri, karena menjamin adanya skala ekonomis dan efisiensi
dalam proses produksi dengan asumsi bahwa faktor-faktor penentu lainnya
mendukung.
3. Ciri industrialisasi
Yang dimaksud dengan ciri industrialisasi disini adalah cara pelaksanaan strategi
yang diterapkan, jenis industri yang diunggulkan, pola pembangunan industri dan
4. Keberadaan sumber daya alam (SDA)
Ada kecenderungan bahwa negara yang kaya SDA mengalami pertumbuhan yang
lebih rendah atau terlambat melakukan industrialisasi atau tidak berhasil
melakukan diversifikasi ekonomi (perubahan struktur), dari pada negara yang
miskin SDA.
5. Kebijakan atau strategi pemerintah yang diterapkan
Pola industrialisasi di negara yang menerapkan kebijakan substitusi impor dan
kebijakan perdagangan luar negeri yang protektif seperti Indonesia selama orde
baru berbeda dengan di negara yang menerapkan kebijakan promosi ekspor dalam
mendukung perkembangan industrinya. Pertumbuhan industri di Sumatera Utara
diarahkan untuk mendorong terciptanya struktur perekonomian yang berimbang
dan kokoh antara sektor industri dan sektor pertanian, perluasan lapangan kerja,
pemerataan kesempatan berusaha, peningkatan ekspor non migas, pemanfaatan
sumber daya alam dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Transformasi struktural akan berjalan dengan baik hanya jika diikuti
pemerataan kesempatan belajar, penurunan laju pertumbuhan penduduk, dan
penurunan derajat dualisme ekonomi antara kota dan desa. Jika hal tersebut dipenuhi,
maka proses transformasi struktural akan diikuti peningkatan pendapatan dan
2.6. Perencanaan Pembangunan Ekonomi
Perencanaan pembangunan adalah suatu pengarahan penggunaan
sumber-sumber pembangunan (temasuk sumber-sumber-sumber-sumber ekonomi) yang terbatas adanya,
untuk mencapai keadaan sosial ekonomi yang lebih baik secara lebih efisien dan
efektif (Tjokromidjojo, 1979).
Menurut Arsyad (1999), fungsi-fungsi perencanaan pembangunan secara umum
adalah:
1. Dengan perencanaan, diharapkan terdapatnya suatu pengarahan kegiatan, adanya
pedoman bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan.
2. Dengan perencanaan, dapat dilakukan suatu perkiraan potensi-potensi,
prospek-prospek pengembangan, hambatan, serta resiko yang mungkin dihadapi pada
masa yang akan datang.
3. Perencanaan memberikan kesempatan untuk mengadakan pilihan yang terbaik.
4. Dengan perencanaan, dilakukan penyusunan skala prioritas dari segi pentingnya
tujuan.
5. Perencanaan sebagai alat untuk mengukur atau standar untuk mengadakan
evaluasi.
Perencanaan pembangunan regional juga merupakan suatu identitas ekonomi
dengan unsur-unsur interaksi yang beragam. Aktivitas ekonomi wilayah diidentifikasi
berdasarkan analisa ekonomi regional, yaitu dievaluasi secara komparatif dan kolektif
Tjokromidjojo (1979) mengemukakan bahwa pembangunan wilayah erat
kaitannya dengan perencanaan pembangunan. Selanjutnya, Tjokromidjojo
membedakan suatu perencanaan pembangunan, yaitu dipenuhinya berbagai ciri-ciri
tertentu serta adanya tujuan yang bersifat pembangunan. Adapun ciri dan tujuan dari
perencanaan pembangunan adalah:
1. Perencanaan pembangunan mencerminkan dalam rencana untuk mencapai
perkembangan sosial ekonomi yang tetap (steady social economic growth). Hal
ini dicerminkan dalam usaha peningkatan produksi nasional, berupa tingkat laju
pertumbuhan ekonomi yang positif.
2. Usaha yang dicerminkan dalam rencana untuk meningkatkan pendapatan per
kapita dan laju pertumbuhan ekonomi yang positif.
3. Usaha untuk mengadakan perubahan struktur ekonomi. Hal ini disebabkan oleh
karena pada umumnya negara-negara baru berkembang struktur ekonominya
berat ke sebelah agraris.
4. Perluasan kesempatan kerja. Kecuali usaha menanggulangi adanya pengangguran
dan pengangguran tak kentara di negara-negara baru berkembang, juga
diupayakan perluasan kesempatan kerja untuk menampung masuknya golongan
usia kerja baru dalam kehidupan ekonomi.
5. Usaha pemerataan pembangunan yang seringkali disebut sebagai distributife
justice. Pemerataan pembangunan ini ditunjukkan kepada pemerataan pendapatan
6. Adanya usaha pembinaan lembaga-lembaga ekonomi masyarakat yang lebih
menunjang kegiatan-kegiatan pembangunan.
7. Peningkatan kemampuan membangun perlu dikembangkan bahwa tidak saja
harus dihitung dari segi modal, tetapi juga harus dilihat dari segi pengalihan
ketrampilan dan transfer teknologi.
8. Terdapatnya usaha secara terus menerus untuk menjaga stabilitas ekonomi. Salah
satu usaha dibidang ini adalah dilakukannya perencanaan anti siklus.
9. Ada pula negara-negara yang mencantumkan sebagai tujuan pembangunan
hal-hal yang fundamental/ideal atau bersifat jangka panjang. Misalkan saja perubahan
perlembagaan masyarakat, pola pemilihan dan penguasaan faktor-faktor produksi
berdasarkan keadilan sosial dan peningkatan kemampuan nasional.
Ciri dan tujuan perencanaan pembangunan di atas sangat terkait dengan peranan
Pemerintah sebagai pendorong pembangunan (agent of development). Sirojuzilam
(2008), menyatakan bahwa pendekatan perencanaan regional dititikberatkan pada
aspek lokasi di mana kegiatan dilakukan. Pemerintah daerah mempunyai kepentingan
yang berbeda-beda dengan instansi-instansi di pusat dalam melihat aspek ruang di
suatu daerah. Artinya bahwa dengan adanya perbedaan pertumbuhan dan disparitas
antar wilayah, maka pendekatan perencanaan parsial adalah sangat penting untuk
diperhatikan. Dalam perencanaan pembangunan daerah perlu diupayakan
pilihan-pilihan alternatif pendekatan perencanaan, sehingga potensi sumber daya yang ada
Kebijakan pembangunan wilayah merupakan keputusan atau tindakan oleh
pejabat pemerintah berwenang atau pengambil keputusan publik guna mewujudkan
suatu kondisi pembangunan. Sasaran akhir dari kebijakan pembangunan tersebut
adalah untuk dapat mendorong dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan sosial secara menyeluruh sesuai dengan keinginan dan aspirasi yang
berkembang dalam masyarakat.
2.7. Pengembangan Sektor Unggulan Sebagai Strategi Pembangunan Daerah
Menurut Arsyad (1999), permasalahan pokok dalam pembangunan daerah
adalah terletak pada penekanan kebijakan-kebijakan pembangunan yang di dasarkan
pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan
menggunakan potensi sumber daya manusia. Orientasi ini mengarahkan pada
pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses
pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang
peningkatan ekonomi.
Sebelum diberlakukannya otonomi daerah, ketimpangan ekonomi regional di
Indonesia disebabkan karena pemerintah pusat menguasai dan mengendalikan hampir
sebagian besar pendapatan daerah yang ditetapkan sebagai penerimaan negara,
termasuk pendapatan dari hasil sumber daya alam dari sektor pertambangan,
perkebunan, kehutanan, dan perikanan/kelautan. Akibatnya daerah-daerah yang kaya
Menurut pemikiran ekonomi klasik bahwa pembangunan ekonomi di daerah
yang kaya sumber daya alam akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur
dibandingkan di daerah yang miskin sumber daya alam. Hingga tingkat tertentu,
anggapan ini masih bisa dibenarkan, dalam artian sumber daya alam harus dilihat
sebagai modal awal untuk pembangunan yang selanjutnya harus dikembangkan terus.
Dan untuk ini diperlukan faktor-faktor lain, diantaranya yang sangat penting adalah
teknologi dan sumber daya manusia (Tambunan, 2001).
Perbedaan tingkat pembangunan yang di dasarkan atas potensi suatu daerah,
berdampak terjadinya perbedaan sektoral dalam pembentukan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB). Secara hipotesis dapat dirumuskan bahwa semakin besar
peranan potensi sektor ekonomi yang memiliki nilai tambah terhadap pembentukan
atau pertumbuhan PDRB di suatu daerah, maka semakin tinggi laju pertumbuhan
PDRB daerah tersebut.
Berdasarkan pengalaman negara-negara maju, pertumbuhan yang cepat dalam
sejarah pembangunan suatu bangsa biasanya berawal dari pengembangan beberapa
sektor primer. Pertumbuhan cepat tersebut menciptakan efek bola salju (snow ball
effect) terhadap sektor-sektor lainnya, khususnya sektor sekunder.
Pembangunan ekonomi dengan mengacu pada sektor unggulan selain
berdampak pada percepatan pertumbuhan ekonomi juga akan berpengaruh pada
perubahan mendasar dalam struktur ekonomi. Pengertian sektor unggulan pada
dasarnya dikaitkan dengan suatu bentuk perbandingan, baik itu perbandingan
sektor dikatakan unggul jika sektor tersebut mampu bersaing dengan sektor yang
sama dengan negara lain. Sedangkan pada lingkup nasional, suatu sektor dapat
dikategorikan sebagai sektor unggulan apabila sektor di wilayah tertentu mampu
bersaing dengan sektor yang sama yang dihasilkan oleh wilayah lain, baik di pasar
nasional ataupun domestik.
Penentuan sektor unggulan menjadi hal yang penting sebagai dasar perencanaan
pembangunan daerah sesuai era otonomi daerah saat ini, di mana daerah memiliki
kesempatan dan kewenangan untuk membuat kebijakan yang sesuai dengan potensi
daerah demi mempercepat pembangunan ekonomi daerah untuk peningkatan
kemakmuran masyarakat.
Data PDRB merupakan informasi yang sangat penting untuk mengetahui output
pada sektor ekonomi dan melihat pertumbuhan di suatu wilayah tertentu
(provinsi/kabupaten/kota). Dengan bantuan data PDRB, maka dapat ditentukannya
sektor unggulan (leading sector) di suatu daerah/wilayah. Manfaat mengetahui sektor
unggulan, yaitu mampu memberikan indikasi bagi perekonomian secara nasional dan
regional. Sektor unggulan dipastikan memiliki potensi lebih besar untuk tumbuh lebih
cepat dibandingkan sektor lainnya dalam suatu daerah terutama adanya faktor
pendukung terhadap sektor unggulan tersebut yaitu akumulasi modal, pertumbuhan
tenaga kerja yang terserap, dan kemajuan teknologi (technological progress).
Penciptaan peluang investasi juga dapat dilakukan dengan memberdayakan potensi
2.8. Penelitian Terdahulu
Keseluruhan hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu
dapat dijadikan dasar dan bahan pertimbangan dalam mengkaji penelitian ini.
Penelitian yang dilakukan oleh Silalahi (2000), dengan judul Analisis
Kontribusi Sektor Industri Terhadap Pendapatan Daerah di Kotamadya Medan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kontribusi sektor industri terhadap PDRB kotamadya
Medan atas dasar harga berlaku pada tahun 1993-1998 cukup besar. Begitu pula
dengan kontribusi sektor industri terhadap PDRB kotamadya Medan atas dasar harga
konstan tahun 1993. Hal ini menunjukkan sektor industri merupakan salah satu sektor
yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian di kotamadya Medan.
Penelitian yang dilakukan oleh Azmi (2006), dengan judul Analisis Pengaruh
Pertumbuhan Sektor Industri Terhadap Kesempatan Kerja di Kota Medan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa jumlah sektor industri yang semakin bertambah
berpengaruh positif terhadap kesempatan kerja di Kota Medan.
Penelitian yang dilakukan oleh Febriaty (2007), dengan judul Pengaruh Sektor
Industri Terhadap Pembangunan Ekonomi Sumatera Utara. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa nilai ekspor industri dan nilai output industri, serta penyerapan
tenaga kerja industri berpengaruh positif terhadap pembangunan ekonomi Sumatera
Utara.
Penelitian yang dilakukan oleh Fachrurrazy (2009), dengan judul penelitian
Analisis Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian Wilayah Kabupaten Aceh Utara
sektor yang merupakan sektor unggulan dengan kriteria tergolong ke dalam sektor
yang maju dan tumbuh dengan pesat, sektor basis dan kompetitif, yaitu sektor
pertanian. Sub sektor pertanian yang potensial untuk dikembangkan sebagai sub
sektor unggulan, yaitu sub sektor tanaman bahan makanan, sub sektor tanaman
perkebunan, sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya, dan sub sektor perikanan.
Penelitian yang dilakukan oleh Hasani (2010), dengan judul Analisis Struktur
Perekonomian Berdasarkan Pendekatan Shift Share di Provinsi Jawa Tengah Periode
Tahun 2003-2008. Hasil penelitian analisis shift share menunjukkan bahwa sektor
industri yang paling banyak memberikan kontribusi terhadap PDRB di Provinsi Jawa
Tengah sebesar 40,9%. Terjadi pergeseran struktur perekonomian dari struktur
ekonomi pertanian ke struktur ekonomi industri.
2.9. Kerangka Konseptual
Perkembangan sektor industri dapat dilihat dari indikator pertumbuhan
pendapatan daerah sektor industri. Pertumbuhan sektor industri akan berdampak bagi
sektor-sektor ekonomi penunjang lainnya baik secara langsung maupun tidak
langsung melalui efek multipliernya. Sektor industri juga terbukti mampu
memberikan kontribusi penting bagi penerimaan (pendapatan) daerah Sumatera
Utara.
Apabila sektor industri terus mengalami perkembangan yang meningkat, ini
pengembangan potensi industri Provinsi Sumatera Utara. Dimana potensi dan
pengembangan sektor ini dapat memberikan kontribusi selain pada pendapatan daerah
juga pada penyerapan tenaga kerja, nilai tambah dan total produksi, nilai ekspor, dan
indikator ekonomi lainnya.
Konsep pemikiran yang dijadikan dasar dalam penelitian ini dijelaskan pada
gambar berikut :
Gambar 1 : Kerangka konseptual
Perekonomian Daerah
Sektor Industri
Perkembangan dan Pertumbuhan Potensi
Strategi Pembangunan Sektor Industri
Pembangunan Industri dan Pembangunan
Ekonomi Daerah