Praktik Politik Uang
dalam
di DesaPekandangan
@aliti)PRAKTIK
POLITIK
UAI\G
DALAM PEI\{ILIIIAN
KEPALA
DESA (STTJDIDI
DESAPAKANDANGAN
BARAT BLUTO
SUMEI\"EPMADURA)
Oleh:
Halili
Staf Pengajar F'ISE UNy
Abstract
This res politics
second, particip
Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 14, No. 2, Ohober 2009: 99-II2
Thirdly, itnecessary to realize theimplementation of democracy thatwas more contextualfor the village community. For example the deliberatif democratic
model, that was developed from the tradition of komunitarian democratic thinking.
Keywords: money politics, Head Wllage Election, democracy
PENDAHULUAN
Desa merupakan satuan pemerintahan terkecil yang
melak-sanakan fungsi-fungsi pelayanan kepada masyarakat.
Di
sampingitu,
desa juga merupakan wadah partisipasi rakyat dalam aktivitaspolitik
dan
pemerintahan.Desa
seharusnya merupakan media interaksipolitik
yang simpel dan dengan demikian sangat potensialuntuk
dijadikan cerminan kehidupan demokrasi dalam suatu ma-syarakatnegara.Prinsip-prinsip praktek
politik
demokratis dapatdimulai
dari
kehidupanpolitik
di
desa. Unsur-unsur esensial demokrasi dapat diterjemahkan dalam pranata kehidupanpolitik di
levelpe-merintahan
formal
paling kecil
tersebut.Menurut Robert
Dahl, terdapattiga prinsip
utama
pelaksanaan demokrasi,yakni;
1)kompetisi,
2)
partisipasi,
dan
3)
kebebasanpolitik
dan
sipil
(Sorensen, 2003: 19).
Dinamika dan konstelasi
politik
di desamemiliki
kekhasan tersendiri. Kekhasan tersebut antaralain ditunjukkan dalam prosesipemilihan kepala desa (Pilkades) yang jauh dari hiruk
pikuk
dunia kepartaian. Dalam kejumudan yang dihadapi masyarakat dengantidak sehatnya kehidupan kepartaian di Indonesia, baik oleh karena
tidak
berjalannya
fungsi-fungsi
ideal
kepartaian
termasukrekrutmen
politik
maupun ketidakmampuan elit di dalamnya dalammengartikulasi
kepentingan sebagian besarrakyat,
seharusnya masyarakat dapat menemukan alternatif lain dalam melaksanakan demokrasi prosedural melalui pemilihan Kepala Desa.Ekspektasi atas sehatnya Pilkades sebagai wahana
Prahik Politik uang daram pemirihan Kepara Desa (studi di Desq
Pekandangan Barat Bluto Sumenep Madura) (Hatiti)
Bogor
menyatakan
bahwa kehidupan demokrasi yang
baik
sebenarnya bisa
dimulai
dengan peliksanaan demokrasidi
desamelalui pemilihan kepala desa atau pilkades. Asalkan, pilkades
di
desa
itu
dapatdijalankan
dengan langsung, umum,bebas
danrahasia serta
jujur
dan adil (Kompas, 11 Maret 2007).Bahkan padamasa menguatnya desakan perubahan
pemilihan
presiden
dariPemilihan
dalam.-lembaga
Majelis
permusyawaratan Rakyat(MPR)
ke
Pemilihan presiden
langsung,
pilkades
seringkalimenjadi referensi. Ruang publik seringkali dihiasi dengan statemen semacam
ini:
"Kalau
Pilkades saja
sangatdemokratis
denganpemilihan secara langsung, masak pemilihan presiden tidak berani
secara langsung?!".
Salah satu tantangan besar demokratisasi dalam
lingkup
desa
adalah merebaknyapolitik
'ang
(moneypolitics)
dalamPilkades.
Di
beberapa daerah fenomenaaemitian
tampak ben-derang. Seorang calon kepala desa atau kades tertangkap tangansedang melakukan
praktik
politik
uang
menjelang lelaksanaanpemilihan
kepala desa (pilkades) Desa ujungmanii<,^Kecamatan Kawungangten, Kabupaten Cilacap (Kompas Jawa Tengah,2Maret
2007).
Tidak
saja dilakukan
oleh calon
Kades,
diJinyalir
ada keterlibatan bandarjudi
dalam praktekpolit
lenggaraan Pilkades, bandar
judi
dari sekitaruntuk meramaikan pasar taruhan dan kalau
ngaruhi hasil pemilihan (Kompas, 8 Maret 2007).
Fenomena negatif demikian
muncul
dalam transisidemo-krasi
di
Indonesia. Secarateoretik, John
Markoff
e0a2:
206)
menginoikasikan adanya fenomena
hybrid
dalam demokrasi padamasa transisi. Ada percampuran elemen-elemen demokratis dengan
elemen-elemen
non demokratis
yang
dapatditemui
secaraber-samaan dalam sebuah sistem
politik.
Larry
Diamond
(2003:
16-17)
memberikan sinyalemenyang
tidak
jauh
berbeda.Ada
fenomenayang
dia
sebut sebagaidemokrasi
semu (p s eud o - democracy).
rndlkxornya,
mekanismeJurnal Penelitian Humaniora, Vol. 14, No. 2, Ohober 2009: 99-112
(money
politics)
merupakan salah satu
fenomena
negative mekanisme elektoraldi
dalam demokrasi. Dalam demokrasi yangbelum
matang, sepertidi
Indonesia,politik
uangdijadikan
alat untuk memobilisasi dukungan.Beberapa
waktu
yang
lalu,
Desa
Pakandangan BaratKecamatan
Bluto
Kabupaten
Sumenep (selanjutnya
disebut Pakandangan Barat) mengadakan Pilkades. Dalam studi permulaan,ditemukan indikasi penggunaan
politik
uang dalam Pilkades ter-sebut. Oleh karena itudilahkan
penelitian mengenai strategi yangdigunakan
dalam
politik
uang dan
dampaknyabagi
partisipasipolitik
masyarakat di sana.Artikel
ini bermaksud menyajikan telaah mengenai dua hal tersebut.CaraPenelitian
Penelitian
ini
merupakanpenelitian kualitatif-deskriptif
dengan pendekatan
naturalistik.
Sumber data yang
digunakan adalah jenis person danpaper. Penentuan subjek penelitian berupaperson
dilakukan
denganteknik purposif,
dengankriteria:
l)
Penduduk tetap di desa tempat penelitian dilaksanakan, 2)
Memiliki
hak
pilih
dalam
Pilkades,
3)
Menggunakanhak
pilih
dalam Pilkades. Informan penelitianini
sebanyak 10 orang, yang berasaldari
berbagai dusundi
Pakandangan,yaitu
Dusun Tegal, Pesisir,Jeruk, Brumbung,
dan
SumberNangka. Subjek
berupapaper
digunakan sebagai sumber
data
sekunder sesuai dengan tujuanpenelitian,
antaralain: DataMonografi
KecamatanBluto
dan LPJPanitia Pilkades Pakandangan Barat. Metode pengumpulan data;
wawancara
mendalam
dan
dokumentasi.
Metode
pengujiankeabsahan data menggUnakan triangulasi sumber. Teknik analisis
Prahik Politik Uang dalam Pemilihan Kepala Desa (Studi di Desa
Pekandangan Barat Bluto Sumenep Madura) (Halili)
PEMBAIIASAI\
Pola
Praktik
Politik
Uang dalam PilkadesDesa sebagai unit pemerintahan terendah yang berhadapan langsung dengan ralryat dan diharapkan dibangun
di
atas formatdemokrasi (Syamsuddin Haris, 2004:
l).
Di
sisi lain, praktikpolitik
uang dalam Pemilihan Kepala Desa merupakan realitas sosial dan
politik
yangmemiliki pola
(pattern). Dalam prosedurpolitik
dan demokrasi di aras rakyat,berlangsung sebagai sebuah "kebiasaan"dankewajaran.
Pola
politik
uang
dalam Pilkades
bisa didekati
secaraobjektif
melalui pembacaan atas komponen-komponemya antaralain komponen pelaku, strategi, dan sistem
nilai
yang menggerak-kannya.Aktor
praktik
politik
uang dapat dikategorikan pada duabagian;
yakni
pelaku
langsung(direct actor)
danpelaku tidak
langsung
(indirect
actor).
Pelaku
langsungpolitik
uang
dalamPilkades
terdiri
dari
Tim
Sukses Calon Kades dan Bandarjudi.
Sedangkan pelakutidak
langsungterdiri
dari Calon Kepala Desadan Bandar/Pemain j udi.
Pelaku langsung
politik
uang terjun langsung ke lapangandengan membagi-bagikan sejumlah
uang
kepada beberapa ke-lompok sasaran. Tim Suksesini
dibentuk oleh Calon Kepala Desa.Kepentingan orang-orang yang tergabung dalam
Tim
Suksesini
beragam.Antara
lain
kepentingan
sangatmaterialistis,
seperti harapan imbalan sejumlah uang yangtidak
selalu dalam nominalbesar. Bahkan seorang responden/informan penelitian ini
menyata-kan bahwa dia mendapatkan uang hanya sebesar 20.000 sebagai
"imbalan" unfuk akf,ivitas menyukseskan pemenangan calon Kades
tertentu.
Di
samping itu,juga
ada motivasi pragmatis dalam jangkalebih
panjang, antara
lain;
agar yang
bersangkutan besertakeluarganya dimudahkan
dalam
urusan-urusanformal
di
desaJurnal Penelitian Humaniora. Vol. 14, No. 2, OWober 2009: 99-II2
mereka
juga
merapatke
lingkaran dalam calon penguasapolitik
desa agar mendapatkan keuntungan-keuntungan (benefits) dalam
jangka
lebih
panjang, seperti keterlibatan dalam proyek-proyekdesa (pembuatan baru, pengaspalan, dan lain-lain).
Calon Kades merupakan pelaku tidak langsung yang sangat
mempengaruhi maraknya
politik
uang dalam
Pilkades.
CalonKades
menyediakansejumlah
uang yang
kemudian
dicairkankepada anggota
Tim
Suksesuntuk
dibagi-bagikan kepada warga. Sumber dana yangdimiliki
oleh Calon Kades bisajadi
berasal dariCalon Kades itu sendiri, dan dapat juga berasal dari orang
kayayang
"meminjamkan" sejumlah uang untuk membeli suara warga dengan
"imbalan"
komitmen
dari
Calon
Kades
untuk
melindungi
kepentingan-kepentingan bisnis dan keamanan insaniah (bus ines s
andhuman security) si orang kayatersebut.
Satu
lagi
aktor yang
menempatkan uangmenjadi faktor
yang menempatkan uang sebagai dorongan yang sangat menentu-kan pilihan pemilih dalam Kepala Desa adalah Bandar atau pemain
judi.
Mereka
menggelontorkanuang
untuk
pemenangan calon Kades yangdipilihnya
dalam aktivitas perjudian. Mereka beranimengeluarkan
uang
untuk
memastikan kemenangannya dalam maen, selama masih dalam rasio cosfs-benefits yang menguntung-kannya.Pada
aspekstrategi,
politik
uang
dalam Pilkades
ber-langsung dalam beberapa strategi. Pertama, dengan cara membeliratusan kartu suara yang disinyalir sebagai pendukung calon Kades lawan dengan harga yang sangat mahal oleh panitia penyele nggar a.
Atas strategi perrnainan uang seperti
ini
dapat dikemukakandua kemungkinan penggunaan kartu; kartu dibiarkan tidak diguna-kan atau kartu suara dicobloskan oleh panitia atau "orangnya" calon
Kades yang membeli suara.
Dua
kemungkinan
ini
meng-indikasikan
rendahnya netralitasdari
Panitia Pemilihan
Kepala Desa.Praktik Politik Uang dalam pemilihan Kepala Desa (Studi di Desq
Pekandangan Barat Bluto Sumenep Madura) (Halili)
uang tersebut sebagai uang saku, dengan besaran anlara 10.000 sampai 30.000. Para anggota
tim
sukses bisa mendapatkan lebihdari itu. Strategi ini digunakan kepada dua sasaran; l ) pemilih netral
yang belum menentukanpilihan, dan 2) pemilih potensial.
Ketiga,
serangan fajar. Strategi penyodoran uang sebelum atau pada saat fajar menyingsing pas hari pencoblosan dilakukanoleh anggota Tim Sukses dengan sasaran warga yang kemungkinan
besar pendukung calon Kades lawan. Dengan nominal yang lebih
besar dibandingkan dengan yang diberikan oleh calon Kades lawan,
diharapkan pendukung
calon
Kades lawan berubahpikiran
danmengalihkan dukungan kepada calon Kades yang bersangkutan,
atau paling tidak menggunakan hak pilihnya sehingga potensi suara calon Kades lawan berkurang.
Keempat,
penggelontoran
uang
besar-besaran secara sporadis olehpihak
di
luar
kubu calon Kepala Desa. Strategiini
bertujuanuntuk
pemenangan satu calon tertentu,yang
menjadipilihan
penggelontor uang dalam sebuah aktivitas perjudian.per-mainan uang seperti ini ikut mempengaruhi preferensi
politik
warga dalam arena Pilkades.Permisivitas
publik
atas permainan uang dalam pilkadessangat
mengakar.Sehingga
sebagianbesar masyarakat
tidakmempersoalkan bahwa
politik
uang merupakan faktor negatif yang mendestruksi tatanan prosedur demokrasi. Thus, fenomenapolitik
uang dalam Pilkades digerakkan oleh sistem nilai yang sama antara
publik
atau masyarakat bawah (demos) dan para elitpolitik
di desa,yaitu nilai non demokratis, yang meruntuhkan tidak saja demokrasi
prosedural (procedural democracy), akan tetapi
juga
menyulitkanperwujudan demokrasi
hakiki
(substantive democrarcy).Politik
uang yang
berlangsungekstensif
menunjukkanbahwa voluntarisme atau kesukarelawanan
politik
Weberian yang mengidealkanpolitik
sebagai profesi sejati atau sebagai panggilanjiwa
(politics
asberuf
atatpolitics
ascalling)
belakangan samasekali
tidak
tampak dalam pemilihan Kepala
Desa.Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 14, No. 2, Oktober 2009: 99-II2
masyarakat desa gagal ditransfonnasi secara
linear
dalam evenpolitik
bernama Pilkades.Praktek
politik
uangdi
dalam Pilkadestidak
sajameng-amini
fenomena menipisnya voluntarisme
politik
sebagai fenomena jamak dalam kontekspolitik
yang lebih luas, akanjuga
merupakan fenomena degradasi kualitas demokrasi di tingkat desa.
Dalam konteks
sosio-historis,demokrasi
desa,menurut
HeruCatryono (2006) merupakan demokrasi asli yang sudah terbentuk sejak dahulu, sebelum negara Indonesia berdiri, bahkan pada masa
kerajaan sebelum
era
kolonial Hindia
Belanda.Banyak
sekalipraktek-praktek demokrasi yang sudah berlangsung lama di ranah
desa.
Dalam konteks masyarakat desa Pakadangan Barat,
politik
uang dalam Pilkades merupakan fenomena baru. Permainan uanguntuk
membeli
suara
pemilih
berlangsung
kira-kira
setelah keterbukaanpolitik
di
Republik
ini
dibuka
krannya pada tahun 1998. Pergeseran prosedur demokrasi di desa belakangan, merupa-kan degradasi yang jauh bila dibandingkan dengan praktikpolitik di
desa ini sebelumnya.
Pada masa-masa yang lalu, Pilkades di PakandanganBarat merupakan demokrasi khas desa. Ralcyat melibatkan
diri
dalam even Pilkades secara sukarela. Bahkan, mereka menyumbangkan apa saja yang mereka dapat sumbangkan untuk pencalonan tokoh masyarakat yang mereka percayai danuntuk
kesuksesan penye-lenggaraan Pilkades.Implikasi
Politik
Uang terhadap Partisipasi Pemilih
dalam
Pilkades
Salah satu elemen dasar demokrasi
di
berbagai levelnyaadalah partisipasi publik- Pelembagaan peran Negara dan
institusi-institusi
demokrasi
di
dalamnya,
di
satu
sisi
merupakan halindikator
demokrasi.Di
sisi
yang
lain,
dibutuhkanperan
sertaPrqktik Politik Uang dalam Pemilihan Kepala Desa (Studi di Desa Pekandangan Bqrqt Bluto Sumenep Madura) (Halili)
institusi-institusi formal demokrasi. Prinsip partisipasi meniscaya-kan adanya kesempatan yang terbuka dan merata bagi keterlibatan
setiap anggota masyarakat atau negara. Keterlibatan sukarela warga
negara atau masyarakat akan memberikan legitimasi
politik
bagi pemerintahan desa. Patisipasipolitik
yang ideal didasarkan padapolitical
literacy yang
mendorong kepada keinginanuntuk ikut
serta mendorong dinamisasi proses
politik.
Partisipasi tersebuttidak
dikoersi oleh paksaan yang hard (seperti tekananfisik
danintimidasi) maupun paksaan yang soft (semisal mobilisasi dengan
politikuang).
Aras ideal
ini
berlangsung sebaliknya dalam Pilkades.Se-bagaimana dinyatakan
di
muka,politik
uang berlangsung begitu massif.Hal itu
berdampak pada tingginya partisipasiformal
pe-milih
dalam Pilkades. Angka partisipasi 85% jelas angka yang luarbiasa dalam konteks even
politik
di Republik Indonesia.Banding-kan
misalnya
dengan berbagaiPemilihan Kepala
Daerah yang belakangan menuai angka golongan putih hingga 40-an persen.Tingginya partisipasi
politik
dalam
Pilkades merupakan fenomena yang banyakditemui
di
berbagai daerahdi
Indonesia.Laporan Kompas tanggal 23 Mei
2007
(http://www2.kompas.
,diunduh
pada tanggal
30
Oktober 2008)
menyatakan bahwa partisipasi masyarakat pelaksanaan pemilihan kepala desa serentaktahap pertama
di
130
desa Kabupaten Lamongan JawaTimw
mencapai82,4
persen.
Data
Bagian
Pemerintahan Kabupaten Lamongan menunjukkandari
231.804 warga yangmemiliki
hakpilih,
ikutmencoblos 190.997 .Hal itu oleh oleh berbagai kalangan disambut baik.
Tinggi-nya angkapartisipasi warga itu dipandang sebagai
indikatortinggi-nya tingkat kesadaran mereka untuk ikut menentukan pembangun-andesanya.
Data mengenai
politik
uang dalam Pilkades di Pakandangan Barat memberikan perspektif yang lain. Partisipasipemilih
dalampem-Jurnal Penelitian Humqniora, Vol. 14, No. 2, OHober 2009: 99-112
berian uang oleh calon Kades kepada
pemilih
dipandang sebagai keharusan untuk datang kebilik
suara pada hari pencoblosan danmemilih
calon Kades yang memberi uang atau calon Kades yang memberi uang lebih besar.Dengan demikian, rasionalitas pemilih layak dipertanyakan. Program-program yang ditawarkan oleh Calon Kades sama sekali tidak dipertimbangkan- Dari data para infonnan, preferensi
pemilih
atas calon Kades tertentu berkorelasi dengan nominal uang yang
dibagikan kepada
pemilih.
Integritas dan tawaranprogram
dariCalon Kades merupakan pertimbangan ke sekian.
Partisipasi
politik
yang ditunjulftan dalam angkapengguna-an hak
plih
dalam Pilkades merupakan partisipasi semu. Partisipasidemikian akan melahirkan apa yang disebut
Larry
Diamond
se-bagai demokrasi semu (pseudo
democracf,
dimana keberadaan mekanisme demokrasi tidak menjamin adanya demokrasi sebenar-nya (hakiki). Simbol-simbol demokrasi (misalnya prosedurelecto-ral) mengandung elemen-elemen yang hakikatrya penyelewengan terhadap demokrasi.
Fenomena
ini juga
persis dengan apa yang digambarkandalam
teori
transisi demokrasi JohnMarkoff,
yang
menyatakanbahwa dalam situasi
transisi
(di
Indonesiatransisi
tersebutber-langsung sangat
lama, sejak
Mei
1998) berlangsung apa yangdisebufirya sebagai demokrasi
hybrid,
dimana mekanismedemo-krasi
berlangsung secara bersama-sama dengan praktek-prakteknondemokratis.
Melihat
fenomenapolitik
uang dalam Pilkades tersebut,jelas diperlukan berbagai telaah lebih mendalam mengenai demo-kratisasi desa. Meski saratpersoalandi satu sisi, demokratisasi desa
di sisi lain merupakan keharusan untuk membangun kesejahteraan komunal di level rakyat paling bawah tersebut.
Menurut
SutoroEko
(www.ireyogya.com,diunduh
pada tanggal 1 November 2008) demokratisasi desa dibutuhkan dengan beberapa argumentasi-Pertama,
orang desa sudahlama
sekaliditipu oleh para pemimpinnya karena tidak ada demokrasi. Kedua,
Praktik Politik Uang dalam pemilihan Kepala Desa (Studi di Desa
Pekandangan Barat Bluto Sumenep Madura) (Halili)
gagasan mengenai pemimpin "ratu
adil"
yang sering dimitoskan dilevel
masyarakat desatidak
akan pernahterjadi
di
dunia
nyata.Pemegang kekuasaan
haruslah
tetap
diwaspadai
sebagaimana ajaranLord
Acton'. power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely.Ketiga,
orang
desa sudahlama
memeliharapikiran
linear serta sikap yang pragmatis dan konservatif. Mayarakat desa
seringkali
berpikir
sederhana. Fokus mereka kecukupan dalam hal pangan, sandang dan papan. Apa dan bagaimana dibalik itu
tidak banyak dipersoalkan Warga desa sangat puas dan bangga padapemimpinnya yang berhasil
membangun
sarana
fisik
desameskipun harus ditempuh
denganmobilisasi dana
dan
tenaga mereka.Dengan sudut
pandang dibutuhkan di tingkat desa. Bangberangkat
dari
prosedur
yangeksternal yang ditawarkan dari luar desa, akan tetapi
juga
meka-nisme internalnya, semisal komponen kultur demokratis.Sistem
demokrasi
menurut
peneliti
politik
LIpI,
Syamsuddin Haris(2004:1),
tidak bisa bekerj atanpakemampuanNegara menegakkan supremasi hukum
di
satupihak,
dankultur
demokratis (dari masyarakat dan
elitnya) di pihak lain.
Di
antarapersoalan terbesar bangsa Indonesia dewasa
ini
mencakupse-kurang-kurangnya
dua
hal
tersebut,yakni
kegagalamN-gara
menegakkan supremasi hukum dan belum terbangunnya kultur dan tradisi demokratis.
Praktik
politik
uang dalam mekanismeelektoral
di
desaharus diatasi dengan paling tidak mempertanyakan apakah
ikhtiar
membangun
demokrasi
liberal
ala
Barat
relevan
untuk
kultur
masyarakat
kita
di
desa.
Prosedur-prosedurdemokrasi tidak
tunggal. Implementasinya dipengaruhi banyak
hal,
di
antaranyakultur dimana demokrasi diterapkan.
Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 14, No. 2, Ohober 2009: 99-112
secara
total
dalam bangunan masyarakat Indonesiayang
samasekali
berbeda.Dalam
konteks
desa,Sutoro
Eko (2008)
me-nawarkan tradisipemikiran
demokrasi yang barangkali lebih pas dengan konstruksi masyarakat desa, yaitu demokrasi komunitarian.Tabel
l.
Komparasi Tradisi Demokrasi Liberal dan KomunitarianSumber: Dimodifikasi dan
http ://wwwireyo gya.org/ire.php?about:komunitarian.htm, diunduh pada
tanggal 24 November 2008
Demokrasi komunitarian berbeda sama
sekali
dengan demokrasi dalam tradisipemikiran liberal.
Demokrasi komunita-rian merupakankritik
atas demokrasiliberal
alaBantyang dinilai
sebagai
bentuk
hegemoniuniversal yang
mengidealkan penye-ragaman praktek demokrasi prosedural di seluruh dunia.Tradisi komunitarian
memaknai demokrasi secaraparti-kularistik
dengan memperhatikan keragamanbudaya,
struktursosial, sistem ekonomi dan sejarah setiap negara. Penganut
komu-nitarian
yakin
bahwa ralcyat selalu berada dalam ikatan komunal ketimbangindividualistik.
Kaum komunitarian memang menaruh perhatian pada otonomiindividu
seperti kaum liberal, namun yangditonjolkan bukan
kebebasanindividu
tetapi
penghargaan pada otonomiindividu
serta pemberian kesemp atanpada setiapindividu
untuk memaksimalkan aktualisasi diri dalam ikatan
kolektif.
Komunitarian ala masyarakat lokal
Tradisi liberal ala Barat Individualisme
Kebebasan individu Kebersamaan secara kolektif
Komunitas, commune, rapar
desa, rembug desa, forum warga, asosiasi sosial, Lembaga perwakilan, partai
[image:13.429.14.421.21.482.2]Praldik Politik Uang dalan Pemilihn Kqala Desa (Sndi di Desa
Pekandangan Barat Bluto Sumenep Madura) (HaEA
Model
demokrasi
deliberatif,
menurut Sutoro
Eko,merupakan bentuk ekstrem demokrasi prosedural yang
dijiwai
olehtradisi
komunitarian- Demokrasideliberatif
berMa
sama sekalidengan demokrasi
perwakilan
(representativedemocrarcy)
dan demokrasi langsung (directdemocraq)
hal penentuan pe,mimpindan
mekanisme pembuatan keputusan. Penganjru demokasi
deliberative menekankan, mekanisme penentuan
pemimpin
danpembuatan keputusan
dilahrkan
dengan carapartisipasi
warga secara langsung, bukan melalui voting atau perwakilan, melainkan melalui dialog, musyawarahdanpengambilankesepakatan-Model
demokrasiseperti
ini
memungkinkan partisipasihakiki,
dalam skala yanglebih
luas.Model ini juga
menghindarisemaksimal mungkin terjadinya
oligarki
elite dalam pengambilan keputusan. Demohasi deliberatifjuga menghindari kompetisiindi-vidual
memperebutkan posisipemimpin
dalam proses pemilihan (voting) langsung, sehingga akan mengurangi juga praktek-praktekpenyelewengan seperti kekerasan,
politikuang, KKN
dan lain-lain.SIMPULAN
Dari
pembahasan terdahulu mengenaipola
praktik
uangdalam
Pemilihan
Kepala
Des4
dapat
diambil
beberapapoin
kesimpulan: Pertama,
praktik
politik
nang
dalam
Pilkadesmemiliki
pola yang meliputi komponenpelakra strategi, dan sistemnilai
yang
menggerakkannya. Kedua,praktik politik
uang yangberlangsung secara ekstensif meningkatkan partisipasi formal
pe-milih,
namun demikian partisipasi tersebut bersifat semu(psando-participation)
sebab nir-rasionalitas.Tidak
t
'npak
voluntarismepolitik. Politik
ongkos mahal berlangsunguntrk
memborong suarapemilih.
Fenomena
tersebut
melanggengkan
berlangsungnya pseudo-democracy dandemohasi
hybrid. Ketiga, perluJurnal Penelitian Humaniora, VoI' 14, No' 2' Ohober 2009: 99-Il2
DAFTARPUSTAKA
Diamond,
Lariry-
2003-
Developing Democracy
Toward
C ons olidation - Yogyakarta: IRE Press
Emmanuel
Subangun.Pilkndes,
Pemilu' dan Dengue'
Opini'
KomPas,8Maret2007Heru cahyono. 2006. Dinamika Demolcratisasi Desa di Beberapa
Dierah
di Indonesia P asca I 999'Jakarta:LIPI
Irine
H.
Gayatri. 2008- DemolcrasiLokal
(di
Desa): Vadis?.llLLP.// l/v W W.lurvrrvrl
okrasLlokal-di-des a. hfi
nl.
Diunduh
tanggalQuo artic
19
2008.
Oktober
Kompas Jawa Tengah- Tertangkap Tangan
Politik
(Jang' Calon KadesGugun2Matet2$07
Kompa
Oktober2008
Kompas.
Pilkndes
BisaJadi contoh
Pelaksanaan Demolcrasl. 11Maret2007
Markoff,John.2002.GelombangDemo|crasiDuniaGerakan
Sosia|
dan
PerubahanPoktik (terj')'
Yogyakarta: CCSS bekerjasama dengan Pustaka PelajarSorensen, Georg. 2003. Demolvasi dan demokratisasi. Yogyakarta:
Pustaka=Pelajar bekerja sama dengan CCSS
Sutoro
November2008