4
II.
TELAAH PUSTAKA
Tomat dalam ilmu taksonomi pertama kali dikenal dengan nama “Solanum
lyopersicum L.”. Nama tersebut berasal dari kata lycos, yang memiliki arti serigala,
persica berarti buah, dan esculenta berarti dapat dimakan (Wiryanta, 2002). Tomat yang
berasal dari kata “xitomatle” atau “xitotomate” mulai dibudidayakan suku Inca dan Aztec pada tahun 700 SM yaitu tomat dari jenis Solanum lyopersicum var. Cerasiforme yang dianggap sebagai nenek moyang tomat. Penyebaran ke Indonesia melalui bangsa Portugis. Tanaman tomat sudah diusahakan penanamannya sejak tahun 1811 seluas 8.000 hektar yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia terutama di daerah dataran tinggi atau pegunungan (Work & Carey, 1970).
Menurut Idayati (2009), buah tomat berdasarkan kultivarnya, digolongkan menjadi kultivar intan, kultivar ratna, kultivar berlian, kultivar mutiara, kultivar money maker, kultivar precious, kultivar farmer dan kultivar sugar pearl. Kriteria masak petik yang optimal dapat dilihat dari warna kulit buah, ukuran buah, keadaan daun tanaman dan batang tanaman, yaitu kulit buah berubah dari warna hijau menjadi merah, bagian tepi daun tua telah mengering dan batang tanaman menguning.
Dasar yang dipakai untuk membedakan kultivar tomat diantaranya adalah bentuk, warna, tekstur buah, serta jumlah biji. Berdasarkan penampilannya tomat digolongkan menjadi: (1) tomat cherry yang memiliki bentuk buah kecil-kecil sebesar kelereng, warna buah merah dan rasanya manis, (2) tomat apel bentuk buahnya bulat, relatif keras, dan berwarna merah seperti buah apel, dan (3) tomat sayur dengan bentuk buah bulat pipih, dan mempunyai alur-alur yang jelas pada permukaan buah, serta tekstur buah lebih lunak (Trisnawati & Setiawan, 2005).
Buah tomat memiliki bentuk bervariasi, mulai bulat, bulat lonjong, bulat beralur, hingga bentuk yang tidak teratur. Bentuk dan ukuran tersebut tergantung kultivar. Sewaktu masih muda buahnya berwarna hijau muda sampai hijau tua, setelah tua buahnya menjadi sedikit merah kekuningan, atau merah cerah. Kultivar buah tomat pada umumnya memiliki ukuran besar, daging buah yang tebal, dan menghasilkan jumlah biji banyak. Kultivar yang memiliki ukuran buah kecil dan daging buah yang tipis menghasilkan biji yang kecil dan jumlah biji per buah ±264 biji. Kultivar kaliurang mampu menghasilkan buah dengan bobot mencapai 180 g, dan jumlah biji lebih banyak, sangat jauh dibandingkan kultivar intan yaitu 45 g serta jumlah biji lebih sedikit (Syakur, 2012).
5
Menurut Nazirwan & Dulbari (2014), tomat yang ideal memiliki ukuran yang seragam dalam satu ibu tangkai, warna buah merata, berdaging buah tebal, tekstur cukup keras, tinggi akan kandungan nutrisi, serta tahan terhadap hama dan penyakit. Tanaman tomat dataran rendah rentan terhadap penyakit, namun curah hujan terlalu rendah disertai temperatur tinggi akan mudah terserang penyakit, sehingga akan menghasilkan kualitas buah yang rendah. Tomat lokal menunjukkan bentuk buah bulat, buah masak berwarna merah, dan memiliki jumlah buah per ibu tangkai 6 -7 buah.
Syarat tumbuh tomat dapat dilakukan dari ketinggian 100-1.200 m dpl, dan tumbuh optimal di dataran tinggi lebih dari 750 m dpl. Suhu siang hari 24oC dan malam hari antara 15-20oC. Temperatur tinggi diatas 32oC menyebabkan warna buah tomat cenderung kuning, sedangkan pada temperatur yang tidak stabil menyebabkan warna buah tidak merata. Selain itu curah hujan yang dibutuhkan untuk tanaman tomat antara 750-1.250 mm per tahun dengan irigasi yang baik serta pH sekitar 5.5 - 6.5 (Sujana, 2010).
Menurut Bernardia (2000), Kecamatan Sumbang merupakan daerah yang cukup potensial sebagai penghasil tomat dengan produksi rata-rata tertinggi di Kabupaten Banyumas. Kecamatan Sumbang ditinjau dari segi agroklimatnya, cocok sekali untuk tanaman hortikultura khususnya tomat. Ketinggian tempatnya termasuk dataran menengah dengan ketinggian 160-600 m dpl. Tanaman tomat dapat tumbuh subur dan berproduksi dengan baik di daerah ini. Kultivar yang ditanam hampir semuanya kultivar unggul seperti money maker yang dapat dipanen 60 hari setelah tanam. Panen dapat dilakukan 8-10 kali setiap 5 hari sekali, tergantung kultivar dan teknik budidaya yang diterapkan. Menurut Adiwirman dan Zuhry (2014), kebanyakan kultivar tomat hanya cocok ditanam di dataran tinggi, tetapi oleh Badan Penelitian dan Pengambangan Pertanian telah dilepas kultivar tomat untuk dataran rendah, seperti kultivar ratna, berlian, dan mutiara.
Banyak kultivar yang memiliki hubungan kekerabatan yang satu dengan yang lainnya. Taksonomi tumbuhan tidak hanya melakukan pemberian nama saja, namun lebih mengarah pada pengelompokan yang menyatakan hubungan kekerabatan dalam dunia tumbuhan. Jauh dekatnya hubungan antar kultivar dapat ditinjau dari dua sudut, yaitu fenetik dan filogenetik. Kekerabatan fenetik ditentukan oleh banyaknya persamaan sifat-sifat yang tampak, sedangkan kekerabatan filogenetik ditentukan berdasarkan asal usul nenek moyang sesuai perkembangan atau dengan proses evolusi (Davis dan Heywood, 1973). Menurut Radford (1986) kajian filogenetik dapat menggunakan
6
berbagai macam sumber bukti seperti morfologi, anatomi, dan protein. Namun, yang sering digunakan adalah karakter morfologi. Karakter morfologi adalah karakter yang berkaitan dengan struktur dan bentuk suatu organisme yang mudah diamati, sehingga sering digunakan dalam identifikasi, deskripsi, klasifikasi serta studi kekerabatan suatu taksa.