Direktorat Transportasi Bappenas
Jakarta, 6 September 2017
KEBUTUHAN SARANA DAN PRASARANA
TRANSPORTASI LAUT DALAM MENDUKUNG
Rasio Sanitasi 100%
Penyediaan
Pelayanan
Dasar
Infrastruktur
Mendukung Sektor
Unggulan
Pembangunan Jaringan Serat Optik:
• e-Government, e-Health, e-Education, e-Logistic, e-commerce,
Pembangunan Energi 35 GW
• Sasaran 1.200 kWh/Kap. di 2019 (saat ini Vietnam 1.300 kWh/Kap, Malaysia 4.400 kWh/Kap.)
Sektor
Unggul
Industri Pengolah
an
Infrastruktur
Perkotaan
Membangun Angkutan Massal Berbasis Jalan , Rel & Intermoda
Meningkatkan kapasitas dan kualitas jaringan jalan perkotaan
Mengembangkan
transportasi perkotaan yang berkelanjutan
Energi untuk
transportasi perkotaan
Shift
Improv
e
Jaringanyang Mendukung
Efisiensi Perjalanan
Peningkatan Pangsa Angkutan
Umum Konsep Pengembangan Transportasi Perkotaan
Avoid
Pengendalia
n Banjir Smart City
UU 22/2009 ttg LLAJ
UU 17/2008 ttg Pelayaran
UU 1/2009 ttg Penerbangan
Cetak Biru Sistem Logistik Nasional
UU 23/2007
ttg KA
Rencana Induk
LLAJ Nasional
Rencana Induk Perkeretaap ian Nasional Tatanan KA
Nasional Kepelabuhanan Tatanan Nasional
Rencana Induk Jaringan Penyebera
ngan Nasional
Tatanan Kebandar
udaraan Nasional (KM
11/2010)
Rencana Induk Nasional Bandar Udara
Cetak Biru Transportasi
Multimoda (KM 15/2010)
RENSTRA Kementerian Perhubungan
Rencana Investasi Sarana dan Prasarana Perhubungan
UU 38/ 2004
ttg Jalan
Rencana Umum Jaringan
Jalan Nasional
SISTRANAS (KM 49/2005) SISLOGNAS
Cetak Biru Sistranas Pada Tataran Transportasi Nasional (Tatranas)
Cetak Biru Sistranas Pada Tataran Transportasi Wilayah Propinsi (Tatrawil)
Cetak Biru Sistranas Pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok)
Rencana Induk Pelabu
han Nasional
UU 26/2006
ttg Penataa n Ruang
RTRWN (Perpres 32/2011)
MP3EI (Perpres 32/2011)
5
• Pembangunan dan peningkatan Bandar Udara di kawasan
perbatasan, tertinggal dan rawan bencana
• Pembangunan dan
pengembangan Pelabuhan di kawasan perbatasan, tertinggal dan rawan bencana
• Pembangunan dan preservasi Jalan di kawasan perbatasan, tertinggal dan rawan bencana
• Menghubungkan seluruh lintas penyeberangan, termasuk jalur lintas Sabuk Utara, Tengah, dan Selatan serta poros penghubung
• Meningkatkan penyediakan subsidi operasi, memperluas area layanan, menambah trip perintis untuk Angkutan Laut, Jalan, ASDP, Udara dan Kereta Api
Strategi
Pengembangan
Aksesibilitas
Kegiatan Penyediaan Pelayanan Dasar
Penyediaan infrastruktur dalam pemenuhan pelayanan dasar (aksesibilitas daerah
tertinggal & perbatasan)
• Infrastruktur jalan:
• Penyelesaian jalan pararel perbatasan di Kalimantan dan NTT (tersambung pada 2018)
• Pembangunan Jalan Paralel Perbatasan di Papua penanganan secara terbatas dan bertahap pada ruas Oksibil – Towe Hitam
• Jalan menuju jalan pararel dan pintu perbatasan yang strategis untuk membuka isolasi masyarakat di perbatasan
• Jalan daerah di lokasi prioritas (lokpri) perbatasan
• Jalan lintas nasional yang melalui daerah tertinggal yang memerlukan peningkatan
• Jalan daerah yang membuka akses kawasan tertinggal dan
mendukung pusat pertumbuhan di daerah tertinggal (prioritas pada 42 Kabupaten Tertinggal)
• Penyediaan subsidi perintis untuk Angkutan Darat
• Bandara dan Pelabuhan:
• Pembangunan dan pengembangan Bandara/Pelabuhan yang melayani rute perintis dan/atau mendukung aksesibilitas dikawasan perbatasan dan tertinggal (prioritas pada 42 Kabupaten Tertinggal)
• Penyediaan subsidi perintis untuk Angkutan Laut, ASDP, dan Udara
• Pembangunan Daerah Tertinggal Wilayah Pegunungan Tengah Papua melalui “Jembatan Udara”
6
Prioritas Pembangunan Infrastruktur Wilayah Dengan
Sektor Unggulan
Sesuai dengan prinsip
money follows program, kriteria urutan prioritas pembangunan adalah
sebagai berikut:
A. Dukungan infrastruktur untuk industri pengolahan dengan urutan prioritasi pada:
1.
Kawasan dengan potensi tinggi (komitmen
anchor tenant dan pemda tinggi) dan
yang infrastruktur pendukungnya telah terselesaikan:
•
KI Morowali, KI Bantaeng, KI Sei Mangke
•
KEK Sorong, KEK Bitung, KEK MBTK
•
KI Buli, KI Bitung, KI Palu (Karena memiliki kesiapan infrastruktur
100%)
2.
Kawasan industri yang dapat diungkit dengan sedikit pembangunan infrastruktur
(debottlenecking)
•
Disampaikan dalam rakor menteri KPPIP pada 6 Lokasi (KI Gresik, KI
Dumai, KI Serang, KI Berau, KI Tanjung Buton, KI Tanah Kuning)
B. Dukungan infrastruktur untuk jasa Pariwisata dengan urutan prioritasi pada:
1.
Destinasi wisata unggulan yang berdampak luas disertai efek multiplier yang luas
•
3 lokasi KSPN (Danau Toba, Borobudur, Mandalika)
•
2 lokasi KEK Pariwisata (Tj. Kelayang, Morotai)
2.
Destinasi Kawasan Strategis Pariwisata Nasional
8
9
Tersedianya fasilitas untuk berbagai macam kegiatan pada kawasan simpul yang terpadu Integrasi Simpul
dengan pusat kegiatan Transportasi
Udara
Perkeretaapian
Terminal Antara
Transportasi Darat
Pengembangan Intermoda/Antarmoda Angkutan Barang
Inland Waterways Bandara
Barang
Transportasi Darat
Tr
• Fasilitas antarmoda perlu dikembangkan dengan menyediakan-mengintegrasikan pilihan-pilihan moda angkutan.
Pengembangan Intermoda/Antarmoda Angkutan Penumpang
: Fasilitas Antarmoda
Pusat Residensial dan Komersil
Pusat
Perkantoran atau
Perdagangan
Pengembangan fasilitas simpul yang terintegrasi dengan angkutan pemandu moda
2
4
Pengembangan simpul perpindahan moda penumpang yang berkualitas dan aksesible
Pengembangan akses jaringan jalan kepada simpul-simpul
3
• Fasilitas Intermoda angkutan penumpang perlu didukung dengan pusat kegiatan yang terpadu dalam
mencapai efisiensi pola tata ruang dan
pergerakan
Stasiun/Termi nal Angkutan
Umum
Konsep: Pengembangan Intermoda/Antarmoda
menghubungkan ke titik akhir distribusi barang/tujuan penumpang
1
Bandar Udara Penumpang
Pelabuhan Penumpang/fe
rry
10
Indikasi Kebutuhan Investasi
Indikasi Kebutuhan Investasi
11
Indikasi kebutuhan Pengembangan Pelabuhan
(RIPN)
Tabel Parameter Pengembangan Pelabuhan 2030
Daftar Kebutuhan Pengembangan Infrastruktur Pelabuhan (Rp. Milyar)
Perkiraan Kebutuhan Biaya untuk Kegiatan Sektor Laut RPJMN 2015-2019 (Rp.Triliun)
12
Indikasi Kebutuhan Penguatan Konektivitas Angkutan
Barang
SEKTOR 2015 2016 2017 2018 2019 total
Transportasi Darat 5.834,9 10.809,3 12.467,4 13.080,7 13,732.2 55.924,5
Transportasi Perkeretaapian 19.559,9 39,433.6 46.066,8 63.109,9 65.488,5 233.658,8
Transportasi Laut 18.123,4 22.167,9 22.461,7 19.673,5 18.711,8 101.138,2
Transportasi Udara 9.502,2 16.054,7 15.437,3 15.222,1 15.206,1 71.422,3
BPSDM Perhubungan 4.264,2 6.351,6 6.362,6 6.424,7 7.010,2 30.413,2
TOTAL PENDANAAN 57.284,5 94,817.1 102.795,8 117.510,9 120.148,7 492.557,0
13
KERANGKA PENDANAAN PRIORITAS NASIONAL 2015-2019
(SESUAI RPJMN 2015-2019)
Catatan :
1. Alokasi Pendanaan tersebut tidak termasuk pendanaan untuk Kegiatan Dukungan Manajemen pada masing-masing unit kerja Eselon I dan pendanaan pada Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal dan Badan Litbang Perhubungan
2. Alokasi Anggaran Tahun 2015 sudah termasuk APBNP 2015
UNIT KERJA 2015 2016 2017 2018 2019 TOTAL
Sekretariat Jenderal 887,70 932,00 978,80 1.027,50 1.079,20 4.905,20
Inspektorat Jenderal 100,31 105,33 110,59 116,12 121,93 554,28
Direktorat Perhubungan Darat 6.077,12 11.077,01 12.750,18 13.381,19 14.053,44 57.338,94
Direktorat Perkeretaapian 19.849,37 38.352,34 46.561,07 63.481,75 66.086,58 234.331,11
Direktorat Perhubungan Laut 22.607,91 28.794,08 29.175,69 25.554,14 24.304,89 130.436,71
Direktorat Perhubungan Udara 11.745,88 18.376,15 17.820,35 17.620,37 17.748,26 83.311,01
BPSDM Perhubungan 4.401,59 6.547,83 6.848,99 7.366,61 7.184,79 32.349,81
Badan Litbang Perhubungan 228,26 239,67 251,66 262,98 274,81 1.257,38
TOTAL PENDANAAN 65.898,14 104.424,41 114.497,33 128.810,66 130.853,90 544.484,44
Catatan :
Kerangka pendanaan pada masing-masing sub sektor sudah termasuk anggaran kegiatan dukungan manajemen;
Alokasi Anggaran Tahun 2015 sudah termasuk APBN-P.
(Dalam Rp. Milyar)
14
KEBUTUHAN ALOKASI PENDANAAN
15
15
PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR (2015 -2019
)
Meningkatkan Peranan yang Signifikan dari BUMN dan Swasta
PARTISIPASI SWASTA:
Rp. 1.751,5 Tn
(36,5%)
Total Nilai Investasi
yang dibutuhkan
dalam 1.066,2 Tn
(22,2%) APBN +
APBD:
Rp. 1.978,6 Tn
(41,3%)
Nilai Investasi (Sumber)
*) 1 : Kalkulasi berdasarkan investasi infrastruktur yang dibutuhkan untuk menjadi middle income country 2025.
Sumber: Bappenas- JICA, 2014: Latar belakang studi untuk RPJMN 2015-2019,, Analisis Tim Kementerian PPN/Bappenas
Source: BAPPENAS Internal Analysis
Weighted Average Cost of Capital (WACC)
• Jaminan Sosial
• Jaminan Pendidikan
• Jaminan Kesehatan
• Bahan Baku Air Minum
• Transportasi Publik Masal
• Jalan Tol
• Pelabuhans Investasi yang
tidak memiliki imbal balik investasi secara langsung dari obyek tersebut.
Investasi dengan imbal hasil di bawah standar kelayakan sehingga
membutuhkan pengurangan sebagian beban investasi melalui investasi sosial Pemerintah.
Investasi dengan imbal hasil
memenuhi standar kelayakan investasi namun dipandang relatif kurang
menarik atau berisiko sehingga diperlukan intervensi
Pemerintah.
Investasi dengan imbal hasil relatif menarik sehingga peran Pemerintah minim yaitu sebagai regulator dan promotor.
• Listrik
• Bandar
Investasi Publik
IRR
rendah tinggi
APBN APBN + Dana
Komersial
Dana Komersial dengan Dorongan Pemerintah
Dana Komersial Murni
Pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah
(PINA)
Untuk Proyek-proyek IRR > 13 % Pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah
(PINA)
Untuk Proyek-proyek IRR > 13 %
16
16
Logistik Internasional | SISLOGNAS | Sistem Logistik Tol Laut (Short Sea Shipping)
RoRo Short Sea Shipping/Coastal Shipping Sebagai Komplemen Tol Laut
SSS Sumatera
SSS Jawa
SSS Kalimantan
SSS Sulawesi
SSS Maluku -Malut
SSS Bali-NT
SSS Papua -Papua Barat
17
Efisiensi Biaya Angkutan Laut melalui Re-routing Pelayaran
S
Studi kasus re-route Surabaya-Bitung
menjadi Surabaya-Makassar dan
Makassar-Bitung menghemat biaya
Rp. 0,72 juta/TEU.
Hal tersebut menunjukkan perlunya
percepatan integrasi lima hub untuk
meningkatkan efisiensi distribusi
logistik dari KBI ke KTI.
B
→ Biaya Angkutan Laut (Rp. Juta) → Biaya Kepelabuhanan (Rp. Juta)
→ Biaya Antarmoda (Rp. Juta)
→ Rute Logistik
Surabaya – Bitung melalui Makassar
BITUNG
TANJUNG PERAK
2.00 5.50 7.50 3.71
2.91
3.30 3.71 2.94
4.55
“Telah disepakati bersama antara Bappenas, Kemenhub dan Pelindo pada
Desember 2014 mengenai pelabuhan hub Tol Laut saat ini, yaitu Pelabuhan Tj.Priok,
Tj.Perak, Makassar, serta Pelabuhan Belawan/Kuala Tj dan Bitung (juga ditetapkan
sebagai Pelabuhan hub Internasional). Kedepan, pelabuhan yang dapat difungsikan
sebagai hub domestik dapat bertambah secara alamiah sesuai dengan kriteria
tertentu.”
Rute ke Lima PelabuhanHub Tol Laut:
• Mengkonsolidasikan peti kemas
• Menghubungkan lima pelabuhan dengan pelayaran jarak jauh dengan jadwal tetap dan teratur
Rute ke 19 Pelabuhan Feeder Tol Laut:
• Menghubungkan
pelabuhan hub ke pusat kegiatan sekitarnya (pelabuhan feeder)
dengan pelayaran tetap dan teratur
18
Penetapan Pelabuhan Hub dan Rute Tol Laut
PONTIAN AK
TANJUNG PRIOK
TANJUNG PERAK
MAKASA R
BITUNG BELAWAN/
KUALA TANJUNG
KI MEDAN, SEI MANGKEI, KI KUALA TANJUNG
19 KI di BANTEN, 30 KI di JAWA BARAT
KI BANTAENG,
KEK
KAWASAN INDUSTRI
FEEDER PORT HUB PORT
TRAYEK HUB TOL LAUT
TRAYEK FEEDER
INDES LINES INDES LINES
19
19
Konsep: Integrasi Pengembangan Wilayah dan Sistem Transportasi Nasional
Kawasan Telah Terbangun
KTI / Daerah Tertinggal
• Transportasi Darat
• Kereta Api
• Inland Waterways
• Short Sea Shipping/ Coastal Shipping
• Transportasi Darat
• Transportasi Udara (Jembatan Udara)
• Inland Waterways
• Short Sea Shipping/ Coastal Shipping
• Pelayaran Komersil
• PSO Angkutan Barang dan Keperintisan
• Pelayaran Rakyat
Area
“Menyeimbangkan perekonomian (pertumbuhan dan disparitas harga) KBI dan KTI
melalui pengembangan kawasan dengan dukungan Sistem Transportasi Nasional
yang handal”
Tol Laut Antarmo
da gan Wilayah
/ Pusat Pertumbuha
n
Perlu identifikasi secara cermat potensi wilayah