• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGGUNAAN AKAD IJARAH MULTIJASA UNTUK SEGALA MACAM BENTUK PEMBIAYAAN DI BMT AMANAH MADINA WARU SIDOARJO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGGUNAAN AKAD IJARAH MULTIJASA UNTUK SEGALA MACAM BENTUK PEMBIAYAAN DI BMT AMANAH MADINA WARU SIDOARJO."

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGGUNAAN AKAD IJA>RAH MULTIJASA UNTUK SEGALA MACAM BENTUK PEMBIAYAAN

DI BMT AMANAH MADINA WARU SIDOARAJO

SKRIPSI

Oleh:

SyarifuddinSahara

Nim : C02212044

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syariah dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Muamalah

Surabaya

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan yang diadakan di BMT Amanah Madina Waru Sidoarjo dengan judul “ Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Penggunaan Akad Ija>rah Multijasa Untuk Segala Macam Bentuk Pembiayaan di BMT Amanah Madina Waru Sidoarajo “ Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan: bagaimana analisis terhadap praktek penggunaan akad ija>rah multijasa untuk segala macam bentuk Pembiayaan di BMT Amanah Madina Waru Sidoarajo dan Apa alasan hukum Islam terhadap praktek penggunaan akad ija>rah multijasa untuk segala macam bentuk pembiayaan di BMT Amanah Madina Waru Sidoarajo.

Dalam skripsi ini teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah dengan menggunakan teknik obvervasi dan wawancara langsung yaitu suatu penggalian data dengan cara memperhatikan, mengamati, mendengar dan mencatat hal yang menjadi sumber data. Kemudian selanjutnya dianalisis dengan metode deskriptif analisis dengan pola fikir deduktif.

Hasil penelitian praktek ija>rah multijasa di BMT Amanah Madina, nasabah terlebih dahulu mengisi formulir dan melengkapi pernyaratan, jika sudah melengkapi persyaratan pihak marketing melakukan survey terhadap nasabah, dan tahap yang terakhir realisasi dan nasabah menandatangani lembar perjanjian ija>rah multijasa. BMT Amanah Madina Waru Sidoarjo tidak menyediakan obyek secara langsung melainkan dalam bentuk uang dan dikenakan ujrah yang telah disepakati di depan dan dalam aplikasi ini menggunakan akad ija>rah dan lebih mengutamakan nasabah tetap untuk menghindari resiko di kemudian hari.

Di BMT Amanah Madina dalam menerapkan ija>rah multijasa, apabila ada nasabah yang meminjam uang dia harus menyetorkan BPKB sebagai jaminan setelah itu BPKB tersebut ditukarkan atau dicairkan dengan uang, dan setelah itu membayarnya atau mengangsurnya dengan cicilan, secara otomatis dikenakan ujrah dari ija>rah multijasa tersebut dan ujrah tersebut harus dibayarkan setiap hari. Adanya Ijar>ah ini untuk mempermudah atau memberikan keringanan kepada orang lain dalam kegiatan bermuamalah.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………...i

PERNYATAAN KEASLIAN………..………ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING………..………..iii

PENGESAHAN JUDUL………..…...iv

MOTTO………..…………..v

PERSEMBAHAN………...………..vii

ABSTRAK……….………….viii

KATA PENGANTAR……….…………ix

DAFTAR ISI………x

DAFTAR TRANSLITRASI………...xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang………...1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah………...7

C. Rumusan Masalah………...8

D. Kajian Pustaka………...9

E. Tujuan Penelitian………...11

F. Kegunaan Penelitian………...11

G. Definisi Operasional………...12

H. Metode Penelitian………...12

(8)

BAB II KONSEP PEMBIAYAAN IJA>RAH MULTIJASA MENURU T HUKUM ISLAM DAN FATWA DEWAN SYARIAH

NASIONAL

1. Konsep Pembiayaan Ija>rah Multijasa Menurut Hukum Islam..18

a. Pengertian Ija>rah………...18

b. Dasar Hukum Ija>rah………...21

c. Rukun dan Syarat Ija>rah………...25

d. Perihal Resiko………...29

e. Prinsip Transaksi ija>rah………29

f. Pembatalan dan Berakhirnya Akad Ija>rah atau sewa-menyewa………...30

g. Macam-macam Ija>rah…………...……..33

h. Hikmah Ija>rah………...………..35

2. Konsep Ija>rah Multijasa Menurut fatwa DSN No. 44/DSN-MUIVII/2004………...35

1. Dewan Syariah Nasional Setelah Menimbang...35

2. Dasar Hukum Multijasa……...……….36

3. Fatwa Tentang Pembiayaan Ija>rah…………...37

BAB III PENERAPAN AKAD IJA>RAH PADA PRODUK PEMBIAYAAN IJA>RAH MULTIJASA DI BMT AMANAH MADINA WARU SIDOARJO A. Gambaran Umum tentang BMT Amanah Madina...39

(9)

2. Dasar Hukum di BMT Amanah Madina Waru

Sidoarjo...41 3. Visi dan misi BMT Amanah Madina………...42 4. Struktur organisasi dan struktur personalia...45 5. Produk Pembiayaan dan Simpanan di BMT Amanah

Madinah...45 6. Penggunaa Akad Ija>rah di BMT Amanah Madina Waru

Sidoarjo...47

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGGUNAAN AKAD IJA>RAH MULTIJASA UNTUK SEGALA MACAM BENTUK PEMBIAYAAN DI BMT AMANAH MADINA WARU SIDOARAJO

A. Analisis Terhadap Praktek Penggunaan Akad Ija>rah Multijasa Untuk Segala Macam Bentuk Pembiayaan di BMT Amanah Madina Waru Sidoarajo………..49 B. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktek Penggunaan

Akad Ija>rah Multijasa Untuk Segala Macam Bentuk Pembiayaan di BMT Amanah Madina Waru Sidoarajo………53 BAB V PENUTUP

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Islam agama yang komprehensip (rahmatal lil’ a>lami>n) yang mengatur semua aspek kehidupan manusia yang disampaikan kepada Rasulullah Muhammad SAW, salah satu bidang yang diatur adalah masalah atau hukum baik yang berlaku secara individu maupun mengatur dalam kehidupan masyarakat, senada dengan uraian tersebut menurut Qardhawi mengemukakan bahwa karesteristik hukum Islam komprehensif dan realistis.1

Secara koprehensif hukum tidak ditetapkan hanya untuk seorang individu tanpa keluarga dan tidak ditetapkan hanya untuk satu keluarga tanpa masyarakat, bukan pula untuk satu masyarakat secara terpisah dari masyarakat lainnya dalam lingkup umat Islam, dan tidak pula ditetapkan hanya untuk satu bangsa secara terpisah dari bangsa-bangsa di dunia yang lainnya, baik bangsa penganut agama ahlul kitab maupun penyembah berhala. Sedangkan secara realistis hukum Islam tidak mengabaikan kenyataan dalam setiap apa yang dihalalkan dan yang diharamkan dan juga tidak mengabaikan realita ini dalam setiap apa yang di tetapkannya dari peraturan dan hukum bagi individu, keluarga dan masyarakat, negara dan seluruh umat manusia.

Islam merupakan ajaran yang syamil (integral), kamil (sempurna) dan mutakamil (menyempurnakan) yang diberikan oleh Allah SWT sebagai

1

Ismail Nawawi Uha, Fiqih Muamalah, (Jakarta: DwiPutra Pustaka Jaya, 2010), 7

(11)

2

pencipta alam beserta seluruh isinya ini kepada manusia yang diangkatnya sebagai khalifah (pemimpin) di bumi, yang berkewajiban untuk memakmurkannya baik secara material maupun spiritual dengan landasan aqidah dan syari’ah yang masing-masing akan melahirkan peradaban yang lurus dan akhlakul karimah (perilaku yang mulia). Karena itu, tugas khalifah di bumi ini adalah untuk mengatur mekanisme kerja/aktifitas yang ada, agar dapat berjalan secara seimbang dan adil yang mengarah pada suatu tatanan masyarakat beserta lingkungannya yang aman, tentram dan damai serta penuh barakah dan ampunan dari Allah SWT.

(12)

3

masalah riba. Hal ini sebagaimana pula pelarangan Islam terhadap penggunaan harta, seperti untuk foya-foya, maksiat, membeli barang yang haram, membangun fasilitas-fasilitas maksiat dan lain sebagainya.

Islam dalam menentukan suatu larangan terhadap aktifitas duniawiyah tentunya mempunyai hikmah tersendiri di dalamnya, di mana hikmah itu akan memberikan kemaslahatan, ketenangan dan keselamatan hidup di dunia maupun di akhirat. Namun demikian, Islam tidak melarang begitu saja kecuali di sisi lain ada alternatif konsepsional maupun operasional yang diberikannya, misalnya saja larangan terhapa riba. Alternatif yang diberikan Islam dalam rangka menghapuskan riba dalam praktik mu’amalah yang dilakukan manusia melalui dua jalan.Jalan pertama shadaqah ataupun al-qard}ul h}asan (pinjaman tanpa adanya kesepakatan kelebihan berupa apapun pada saat pelunasan) yang merupakan solusi bagi siapa saja yang melakukan aktifitas riba untuk keperluan biaya hidup (konsumtif) ataupun usaha dalam skala mikro. Sedangkan jalan yang kedua adalah melalui sitem perbankan Islam yang di dalamnya menyangkut penghimpunan dana melalui tabungan mudha>rabah, deposito (musyarakah), dan giro (wadi’ah) yang kemudian disalurkan melalui pinjaman dengan prinsip bagi hasil (seperti, mudha>rabah, musyarakah), prinsip jual beli (bai’bitsaman a>jil, mura>bahah dan lain sebagainnya) serta prinsip sewa seperti ijar>ah, dan lain-lain.2

Hukum dan pandangan Islam mencerminkan nuansa masalah baik di dunia dan di akhirat, sebagaimana dalam jual-beli mengatur kemaslahatan manusia dengan manusia agar haknya masing-masing terlindungi dan dapat

2

Jamal Lulail Yunus, Manajemen Bank Syariah Mikro ( UIN Malang Press, 2009), 3- 5

(13)

4

mencapai saling suka sama suka (antara>din). Di samping itu juga menciptakan kondisi spiritual yang dapat dipertanggungjawakan di hadapan Allah SWT.

Selama ini orang muslim mendambakan lembaga jasa keuangan yang membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan menggunakan prinsip syariah. Dalam hal ini maka lahirlah lembaga keuangan syariah, antara lain baitul ma>l yang terdiri dari kata BMT (rumah harta) yaitu lembaga yang mengelola dana zakat, infaq dan sedekah (ZIS) dan baitul tamwi>l (rumah pembiayaan) yaitu lembaga yang mengelola dana nasabah.

BMT adalah lembaga keuangan mikro yang dalam operasionalnya dengan menggunakan prinsip bagi hasil, menumbuh kembangkan bisnis usaha mikro dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin. Lembaga ini ditumbuhkan atas prakarsa dan modal awal dari tokoh-tokoh masyarakat setemapat dengan berlandasan pada sistem ekenomi syariah.

Secara legal formal BMT sebagai lembaga keuangan mikro terbentuk badan hukum koperasi dan secara operasional BMT mengadaptasi sistem perbankan syariah.Kehadiran BMT adalah untuk membantu masyarakat kalangan menengah ke bawah yang tidak terjangkau oleh bank. Firman Allah SWT dalam al-Qur’an suratal-Baqarah Ayat 245.































(14)

5

bnyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (Rizeki) dan kepadanyalah kamu kembalikan” (QS. Al-Baqarah Ayat 245)

Dalam oprasionalnya, BMT bukan hanya sekedar lembaga keuangan yang bersifat sosial, melainkan juga sebagai lembaga yang harus menjalankan amanah dari nasabah yang telah memberikan kepercayaannya untuk dapat mengelola dana yang dititipkan dengan baik. Oleh karena itu, BMT juga berorientasi kepada keuntungan (profit), di mana keuntungan ini bukan hanya untuk pemilik dan pendiri, tetapi juga untuk pengembangan BMT itu sendiri.

Demikian juga dengan Lembaga keuangan syari’ah (Baitul Ma>l wat Tanwi>l) “Amanah Madina” merupakan sebuah lembaga keuangan yang bergerak dibidang pembiayaan, investasi, dan simpanan dengan pola bagi hasil yang berlandaskan berdasarkan prinsip-prinsip syariah, yang berpedoman terhadap Al-Qur’an dan Al-Hadis. Dengan menerapkan lembaga keuangan syariah dalam kehidupan masyarakat akan menghasilkan individu yang produktif, kreatif, dan inovatif. Lembaga keuangan syariah mencakup lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank, Lembaga keuangan syari’ah (Baitul Ma>l wat Tanwi>l) “Amanah Madina” disini termasuk dalam lembaga keuangan syariah non bank. Biasanya dalam Lembaga keuangan non bank ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat menengah ke bawah untuk mendapatkan bagi hasil yang halal yang disarankan oleh agama, yakni yang berlandaskan prinsip syariah (al-Qur’an dan al-hadits).

(15)

6

bentuk usahanya, BMT diatur seacra khusus dengan Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah No 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah. Dengan keputusan ini, segala sesuatu yang terkait dengan pendirian dan pengawasan BMT berada di bawah Departemen Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Dengan demikian semua BMT yang ada di Indonesia dapat digolongkan dalam KJKS, mempunyai payung Hukum dan Legal kegiatan operasionalnya asal saja memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Baitul Ma>l wat Tamwi>l Amanah Madina yang memiliki tujuan memberdayakan ekonomi umat terutama masyarakat miskin yang membutuhkan melalui penerimaan titipan dana zakat, infak dan sedekah maupun peminjaman dana melalui produk pembiayaannya (bai’ bi thaman a>jil, mura>bahah, mudha>rabah, al-qard}ul h}asan) serta penitipan dana melalui produk simpanannya (simpanan amanah dan amanah berjangka), ataupun dari segi kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil antara lain dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonomi.

(16)

7

Oleh karena itu BMT ini berharap menjadi salah satu lembaga yang tidak hanya bergerak dalam bidang komersil tapi juga dalam bidang sosial, dengan saling tolong-menolong dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat miskin, dengan adanya peningkatan sumber daya manusia dalam peran serta meningkatkan pendapatan rakyat miskin yang lebih mandiri.

Tapi dari macam-macam produk pembiayaan di BMT Amanah Madina hanya satu produk yang ditawarkan kepada nasabah yaitu ijar>ah multijasa dimana BMT memberikan pinjaman berupa uang kepada pihak ketiga untuk modal usaha dan nasabah untuk melunasi pinjaman tersebut dengan cara mencicilannya setiap hari. Atas transaksi peggunaan dana pinjaman tersebut dikenakan membayar sebesar 4 % (empat %). Dalam ijar>ah multijasa ini besarnya ujrah ditentukan bukan berdasarkan nominal tetapi berdasarkan prosentase atas besarnya pinjaman. serta tidak sesuai dalam fatwa No. 44/DSN-MUI/VII/2004 dan No.09/DSN-MUI/IV/2000.

Dari latar belakang tersebut penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut dalam penyusunan skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Penggunaan Akad Ijar>ah Multijasa Untuk Segala Macam Bentuk Pembiayaan Di BMT Amanah Madinah Waru-Sidoarjo”

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

(17)

8

penelitian.3Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat didentifikisi masalah-masalah sebagai berikut :

1. Pembiayaan Bai’Bithaman Ajil 2. Pembiayaan Murabahah

3. Pembiayaan Mudharabah 4. Pembiayaan Al-Qardlu Hasan

Dari beberapa masalah yang mungkin dapat dikaji tersebut, penulis batasi dalam rangka menetapkan batas-batas masalah secara jelas sehingga bisa ditentukan mana saja yang masuk dan mana saja yang tidak masuk dalam masalah yang akan dibahas, di antaranya yaitu:

1. Akad ijar>ah multijasa

2. Praktik penggunaan akad ija>rah multijasa 3. Macam bentuk pembiayaan di BMT

C. Rumusan Masalah

Setelah penulis paparkan latar belakang, identifikasi, dan batasan masalah, maka untuk mempermudah pembahasan dalam penelitian ini, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana praktik penggunaan akad ija>rah multijasa untuk segala bentuk pembiayaan di BMT Amanah Madina ?

2. Apa alasan hukum Islam terhadap praktik penggunaan akad ija>rah multijasa untuk segala macam bentuk pembiayaan di BMT Amanah Madina ?

3

Tim Penyusun Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Penulisan Skripsi

(18)

9

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka merupakan deskripsi ringkas tentang kajian/penelitian yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang diteliti sehingga tidak terjadi pengulangan atau bahkan duplikasi kajian/penelitian yang sudah ada. Kemudian, dari hasil pengamatan peneliti tentang kajian-kajian sebelumnya, peneliti temukan beberapa kajian di antarannya:

1. Alkiya Fata Ilahy yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Akad Pembiayaan Ijar>ah Multijasa Di BMT Batik Mataram, Wirobrayan, Yogyakarta (2013). Jurusan Muamalah Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga. Pada skripsi tersebut menjelaskan tentang praktik akad pembiayaan ijar>ah multijasa karena dalam proses bagi hasilnya sama dengan akad murabahah yang digunakan dalam batik BMT batik Mataram dan pembiayaan ijar>ah multijasa merupakan pembiayaan konsumtif bukan produktif yang orientasinya pada akad tabarru’ yang sebenarnya akad tabarru’ itu sendiri tidak ada tambahan hutang.4

2. Ajeng Mar’atus Solihah yang berjudul “ Penerapan Akad Ijarah Pada Pembiayaan Multijasa Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Pada BMT Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2014). Jurusan muamalah Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga. Pada skripsi tersebut menjelaskan bahwa BMT unversitas muhammdiyah yogyakarta (UMY) dalam operasionalnya membiayai kebutuhan anggota dalam bidang kesehatan dan pendidikan dengan menggunakan akad ijar>ah, pelaksanaannya adalah BMT UMY memberikan dana kepada anggota untuk biaya pendidikan dan rumah sakit,

4

Alkiya Fata Ilahy “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Akad Pembiayaan Ija>rahMultijasa di BMT

(19)

10

setelah itu anggota membayar kepada BMT UMY secara angsuran dengan ujrah yang telah ditetapkan. Setelah penulis mengamati tentang pelaksanaan akad ijar>ah yang diterapkan dalam pembiayaan multijasa seperti biaya pendidikan dan kesehatan BMT UMY, praktek tersebut kurang sesuai dengan ajaran islam. Karena pengertian jasa dalam akad ijar>ah adalah produk jasa yang dimiliki oleh lembaga keuangan, selain itu tidak adanya kerjasama yang dilakukan oleh BMT UMY dengan pihak pemilik obyek sewa.5

3. Yuyun setia wahyuni yang berjudul “Analisis Hukum Islam Terhadap Pembiayaan Talangan Haji Dengan Menggunakan Akad Ijar>ah Multijasa Di BNI Syari’ah Cabang Surabaya 2008” Jurusan Muammalah Fakultas Syari’’ah UIN Sunan Ampel Surabaya. Pada skripsi tersebut menjelaskan bahwa yang membahas tentang talangan haji yang menggunakan sistem multijasa. Hasil penelitian ini menyimpulkan aplikasi pembiayaan talangan haji dengan ijarah multijasa tidak sesuai dengan hukum islam. Karena pihak bank di rasa tidak melakukan pekerjaan yang di nilai dengan jasa sehingga tidak seharusnya ada upah.6

Dari beberapa kajian pustaka tersebut penulis mempunyai persamaan dan perbedaan yaitu : persamaannya adalah sama-sama menggunakan akad ijar>ah multijasa sedangkan perbedaannya dari skripsi terdahulu menjelaskan tentang adanya sistem tabarru’ kalau penulis menjelaskan tentang pinjaman dengan menggunakan uang.

5

Ajeng mar’atus solihah “Penerapan Akad Ija>rah Pada Pembiayaan Multijasa Dalam Perspektif

Hukum Islam (Studi Pada BMT Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2014). UIN Sunan Kalijaga 6

Yuyun setia wahyuni “ Analisis Hukum Islam Terhadap Pembiayaan Talangan Haji dengan

Menggunakan Akad Ija>rah Multijasa di BNI Syariah Cabang Surabaya. IAIN Sunan Ampel (2008)

(20)

11

E. Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan pembahasan yang ingin di capai oleh penulis pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menjelaskan pengaruh pembiaayan ijar>ah multijasa di BMT Amanah Madina.

2. Menjeaskan segi hukum Islam dalam penggunaan akad ijar>ah multujasa berbagai macam produk di BMT Amanah Madina.

F. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian yang digunakan ini diharapkan bermanfaat untuk hal-hal sebagai berikut:

1. Dari segi teoritis

a. Diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan tentang ajaran Islam dan fiqih muammalah.

b. Hasil penelitian ini bisa dijadikan tolak ukur pandangan hukum Islam terhadap pembiayaan ija>rah multijasa.

2. Dari segi praktis

a. Untuk memberikan masukan yang berguna bagi pembahasan lebih lanjut tentnag pembiayaan ijar>ah multijasa di BMT Amanah Madina.

b. Dapat digunakan sebagai perbandingan penelitian berikutnya.

G. Definisi Operasional

(21)

12

Penggunaan Akad Ijar>ah Multijasa Untuk Segala Macam Bentuk Pembiayaan Di BMT Amanah Madina Waru-Sidoarjo, maka penyusun perlu mengemukakan secara jelas maksud judul tersebut.

1) Hukum Islam : Tentang pendapat Menurut Ulama Syafi’iyah al-ijar>ah adalah suatu jenis akad atau transaksi terhadap suatu manfaat yang dituju, tertentu, bersifat mubah dan boleh dimanfaatkan, dengan cara memberi imbalan tertentu.7

2) Ija>rah Multijasa di BMT Amanah Madina dalam menerapkan ija>rah multijasa itu seperti ini. Ada nasabah yang meminjam uang dia harus menyetorkan BPKB sebagai jaminan setelah itu BPKB tersebut ditukarkan atau dicairkan dengan uang, dan setelah itu membayarnya atau mengangsurnya dengan cicilan, secara otomatis dikenakan ujrah dari ija>rah multijasa tersebut dan ujrah tersebut harus dibayarkan setiap hari.

H. Metode Penelitian

Penelitian yang akan dilaksanakan ini merupakan penelitian lapangan yang didasarkan pada kaidah-kaidah kualitatif. Penelitian lapangan adalah penelitian yang data utamanya diperoleh dari informasi di lapangan dan bukan dari kepustakaan.8 Sedangkan maksud dari kaidah-kaidah kualiatif adalah bahwa penelitian ini tidak menggunakan rumusan statistik dalam analisinya.

1. Data yang dikumpulkan a. Data primer

7

Asy- Sarbaini al-Khitab, Mughni al-Mukhtar (Beirut: Dar al-Fikr, 1978), 223

8

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian dari Teori Ke Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), 75.

(22)

13

1) Data mengenai aplikasi dari Penggunaan Akad Ijar>ah Multijasa Untuk Segala Macam Bentuk Pembiayaan Di BMT Amanah Madinah Waru-Sidoarjo.

2) Jenis produk pembiayaan 3) Teori Ijar>ah

b. Data sekunder 1) Profil BMT

2) Akad-akad dalam Islam 3) Visi-misi BMT

2. Sumber data

a. Sumber primer adalah sumber data yang diperoleh sumbernya secara langsung dari masyarakat baik yang dilakukan melalui wawancara, maupun obvervasi, sumber informasi yang memiliki kompetensi sesuai dengan obyek penelitian dan diperoleh dengan melakukan tinjauan langsung ke obyek penelitian.9 Data primer dari penelitin ini adalah data tentang tinjauan hukum Islam terhadap praktek penggunaan akad ija>rah multijasa untuk segala macam bentuk pembiayaan di BMT Amanah Madina Waru-Sidoarjo. Sumber data peneliti ini adalah dengan dokumen serta yang berhubungan dengan pinjaman nasabah ke BMT dengan transaksi ijar>ah multijasa.

b. Sumber sekunder adalah sumber data yang diperoleh dari literatur-literatur sebagai mendukung penelitian yaitu buku-buku, hasil penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya. Sumber ini adalah sumber yang

9

P. Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: PT, Rieneka Cipta, 2004),

87.

(23)

14

bersifat membantu atau menunjang untuk melengkapi dan memperkuat serta memberikan penjelasan mengenai sumber-sumber data primer,10 dan beberapa dokumen-dokumen yang terkait dengan pembiayaan akad ijar>ah multijasa di BMT Amanah Madina. Diantara sumber-sumber data tersebut adalah :

1) Fiqih muamalah Ismail Nawawi

2) Metode penelitian dalam teori dan praktek karya P. Joko Subagyo 3) Fatwa DSN mengenai pembiayaan multijasa No.

44/DSN-MUI/VII/2004.

4) Fatwa DSN tentang pembiayaan ijar>ah No.09/DSN-MUI/IV/2000. 3. Subyek penelitian

Subyek penelitian ini adalah BMT Amanah Madina mengaplikasikan pinjaman dengan menggunkan sistem akad ija>rah multijasa.

4. Teknik pengumpulan data

Dalam hal pengumpulan data yang diperlukan dalam peneliti ini penulis menggunakan beberapa metode yaitu :

a. Wawancara

Wawancara adalah satu bentuk metode pengumpulan data dengan jalan komunikasi, yakni melalui kontak atau hubungan pribadi antara pewawancara dengan sumber data (responden) .11 pengumpulan data dengan cara pihak BMT Amanah Madina dari bagian marketingnnya melakukan transaksi ke pada nasabah yang melakukan akad pembiayaan ijar>ah multijasa.

10Ibid ., 88 11

Rianto Adi ,Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, (Jakarta: Granit, 2004) 72.

(24)

15

b. Observasi

Data untuk menjawab masalah penelitian dapat dilakukan pula dengan cara pengamatan, yakni mengamati gejala yang diteliti. Apa yang ditangkap harus dicatat dan catatan itu kemudian dianalisis.12 Observasi dilakukan di BMT Amanah Madina dengan mengamati praktek penggunaan akad ijar>ah multijasa.

c. Studi Dokumen

Studi dokumen adalah salah satu metode yang digunakan dalam metodologi penulisan sosial. Pada intinya studi dokumen adalah metode yang digunakan untuk menelusuri data historis.13 Teknik pengumpulan data ini dilakukan untuk memperoleh data tentang akad pembiayaan ijar>ah multijasa dari dokumen yang berkaitan dengan penggunaan akad ijar>ah multijasa di BMT Amanah Madina Waru Sidoarjo.

5. Teknik analisis data

Metode yang digunakan untuk menganalisi hasil penelitian yaitu menggunakan metde deskriptif analisis yaitu teknik untuk menggambarkan atau menjelaskan data yang terkait dengan pembahasan.14 Dalam teknik penelitian ini menggambarkan apa yang terjadi didalam praktek aplikasi akad pembiayaan ijar>ah multijasa di BMT Amanah Madinah Waru Sidoarjo. Kemudian data tersebut dianalisis dalam perspektif hukum Islam.

Analisis tersebut menggunakan pola fikir deduktif yaitu dimulai dengan menggunakan teori-teori atau dalil-dalil terhadap aplikasi akad pembiayaan

12

Ibid .,70

13

M. Burhan Bungin, PenelitianKualitatif, (Jakarta: Kencana prada Media Grup, 2007), 121.

14

Moh. Nasir Metode penelitian,(Jakarta: Ghalia Indonesia, 1999),63.

(25)

16

ijar>ah multijasa kemudian di temukan pemahaman secara umum menurut perspektif hukum Islam untuk selanjutnya dapat diambil kesimpulan bersifat khusus.15

I. Sistematika Pembahasan

Secara keseluruhan skripsi ini tersusun dalam lima bab masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab pembahasan, hal ini dimaksud untuk mempermudah dalam pembahasan serta penelaahan adapun sitematikanya adalah sebagai berikut:

Bab pertama pendahuluan, berisi uraian tentang latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah kajian pustaka, tujuanpenelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian dan sitematika pembahasan.

Bab kedua memuat tentang akad multijasa menurut hukum Islam dan fatwa DSN-MUI No. 44/DSN MUI/VII/2004 tentang pengertian pembiayaan multijasa, pengertian ijar>ah, dasar hukum ijarah, rukun dan syarat ijar>ah, perihal resiko, prinsip transaksi ijar>ah, macam-macam ijar>ah, berakhirnya akad ijar>ah dan hikmah ijar>ah, pengertian pembiayaan, pengertian pembiayaan Bai’ Bithaman a>jil, pembiayaan mura>bahah, pembiayaan mudha>rabah, pembiayaan Al-Qardhul Ha>san

Bab tiga merupakan pembahasan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, berisi tentang gambaran umum serta sejarah BMT Amanah Madina Waru Sidoarjo, visi-misi, legalitas hukum struktur organisasi, job description,

15

M. Toha Anggoro, Metode Penelitian, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), 6

(26)

17

jenis-jenis produk yang dikeluarkan, serta penjelasan tentang latar belakang adanya pembiayaan ijar>ah multijasa, syarat-syarat pembiayaan, dan kasus pembiayaan ijar>ah multijasa.

Bab keempat berisi tentang analisis hukum Islam terhadap pembiayaan ijar>ah multijasa di BMT Amanah Madina Waru Sidoarjo. Dalam bab ini peneliti menganalisis tentang aplikasi pembiayaan ijar>ah multijasa.

(27)

BAB II

KONSEP PEMBIAYAAN IJA>RAH MULTIJASA MENURUT HUKUM ISLAM DAN FATWA DAN SYARIAH NASIONAL

1. Konsep Ija<rah Multijasa Menurut Hukum Islam a. Pengertian Ija>rah

Ija>rah adalah perjanjian sewa-menyewa suatu barang dalam waku tetentu melalui pembayaran sewa.Atau ija>rah adalah transaksi sewa-menyewa atas suatu barang dan atau upah- mengupah atas suatu jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa1.

Dari pengertian diatas terlihat bahwa yang dimaksud dengan sewa– menyewa itu adalah mengambilan manfaat sesuatu benda, jadi dalam hal ini bendanya tidak berkurang sama sekali, dengan perkataan lain dengan terjadinya peristiwa sewa–menyewa, yang berpindah hanyalah manfaat dari benda yang disewakan tersebut, dalam hal ini dapat berupa manfaat barang seperti kendaraan, rumah dan manfaat karya seperti pemusik, bahkan dapat juga berupa karya pribadi seperti pekerja.

Di dalam istilah hukum Islam orang menyewakan disebut dengan mu’ajjir sedangkan orang yang menyewa disebut dengan musta’jir, benda yang disewakan diistilahkan dengan ma’jur dan uang sewa atau imbalan atas pemakaian manfaat barang tersebut disebut dengan ujrah.

1

Abdul Ghafur Anshari, Reksa Dana Syariah, (Bandung: Refika Aditama, 2008), 25

(28)

19

Sewa–menyewa sebagaimana perjanjian lainnya, adalah merupakan perjanjian yang bersifat konsensual, perjanjian ini mempunyai kekuatan hukun yaitu pada saat sewa – menyewa berlangsung, dan apabila akad sudang berlangsung, maka pihak yang menyewakan (mu’ajjir) berkewajiban untuk menyerahkan barang (ma’jur) kepada pihak penyewa (musta’jir), dan dengan diserahkannya manfaat barang atau benda maka pihak penyewa berkewajiban pula untuk menyerahkan uang sewanya (ujrah). 2

Adapun secara terminologi, para ulama fiqh berbeda pendapatnya, antara lain :

a. Menurut Sayyid Sabiq, al-ija>rah adalah suatu jenis akad atau transaksi untuk mengambil manfaat dengan jalan memberi penggantian.3

b. Menurut Ulama Syafi’iyah al-ija>rah adalah suatu jenis akad atau transaksi terhadap suatu manfaat yang dituju, tertentu, bersifat mubah dan boleh dimanfaatkan, dengan cara memberi imbalan tertentu.4

c. Menurut Amir Syarifuddin al-ija>rah secara sederhana dapat diartikan tertentu. Bila yang menjadi obyek transaksi adalah manfaat atau jasa dari suatu benda disebut Ija>rah al’Ain, seperti sewa-menyewa rumah untuk ditempati. Bila menjadi obyek transaksi manfaat atau jasa dari tenaga seseorang disebut Ija>rah Ad-dzimah atau upah mengupah, seperti upah mengetik skripsi. Sekalipun obyeknya berbeda keduanya dalam konteks fiqh disebut al-ijar>ah.5

2

H. Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis,Hukum Perjanjian dalam Islam (Jakarta: Sinar

Grafika, 1994), 52 3

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah (Beirut:Dari Kitab al-Arabi, 1978), 177

4

Asy- Sarbaini al-Khitab, Mughni al-Mukhtar(Beirut: Dar al-Fikr, 1978), 223

5

Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2003), 216

(29)

20

d. Menurut Malikiyah menjelaskan al-ijar>ah dan al-kira mempunyai kata yang semakna. Hanya saja kata al-ijar>ah mengatur dalam pemberian nama dari perjanjian atas manfaat manusia dan benda bergerak selain kapal laut dan binatang. Menamakan perjanjian persewaan atas benda tetap, yaitu secara khusus dengan istlah “al-kira”, meskipun keduanya termasuk barang yang bisa dipindahkan.6

e. Menurut Hanafiyah

ٍلﺎَ ِضَﻮِِ ِﺔََﻔْـَﳌْﺒ ﻰَﻠَ ٌﺪَْ ُةَرﺎَﺟِﻹْﺒ

Artinya : “ijar>ah adalah akad atas suatu kemanfaatan dengan imbalan berupa harta”7

Menurut Hanafiyah bahwa maksud dari akad perjanjian adalah ijab dan qabul.Misal seorang nyewa mobil selama dua hari, maka setelah dua hari masanya telah habis, pemilik mobil berhak meminta mobil tersebut.Jika orang yang menyewa mobil tersebut belum mengembalikan barang yang disewa maka baginya setiap hari sejak masa habis ada ongkosnya tiap hari sampai dia mengembalikan barang tersebut.Maksud dari mahzab Hanafiyah ini adalah yang menyewakan berhak mendapatkan uang ganti rugi atau denda apabila si penyewa mangkir dalam pembayaran sewa tersebut.

6

Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002,) 114-115

7

H. Ahmad Wardy Muslich, Fiqih Muamalah, (Jakarta : Amzah, 2010), 316

(30)

21

Dengan demikian ija>rah adalah suatu akad sewa-menyewa barang yang pada hakikatnya mengambil suatu manfaat atas barang yang telah kita sewa.

b. Dasar Hukum Ijar>ah

Para fuqaha’ sepakat ijar>ah merupakan akad yang dibolehkan oleh syara’, kecuali beberapa ulama’ seperti Abu Bakar Al-Asham, Ismail Bin’Aliyah, Hasan Al-Bashari , Nahrawani dan Ibnu Kisan. Mereka tidak membolehkan ijar>ah karena ijar>ah adalah jual-beli manfaat, sedangkan manfaat saat dilakukannya akad tidak bisa diserahterimakan. Setelah beberapa waktu baru manfaat itu dapat dinikmati sedikit demi sedikit.Sedangkan sesuatu yang tidak ada pada waktu akad tidak boleh diperjual-belikan.

Alasan jumhur ulama’ tentang diperbolehkan ijar>ah 1. Al-Qur’an

a) Surat al-Baqarah ayat 233

(31)

22



































Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.dan kewajiban ayah memberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan Karena anaknya dan seorang ayah Karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.8

b) Surat al-Qashash ayat 26



































Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), Karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang Kuat lagi dapat dipercaya".9 c) Surat at-Thalaq ayat 6





















































8

Departemen Agama RI. Al Qur’andanTerjemah. (Bandung: PT CV Penerbit J-ART, 2005), 37

9

Ibid, 388

(32)

23

























Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.10

Ayat di atas menjadi dasar hukum adanya sistem sewa dalam hukum Islam, seperti yang diungkapkan dalam ayat bahwa seseorang itu boleh menyewa orang lain untuk menyusui anaknya, tentu saja ayat ini akan berlaku umum terhadap segala bentuk sewa – menyewa.11

2. As-sunnah

ِﺪَْ ْﻦَ

ِﻦْ ِﷲ

َ َﺮَُ

ُلْﻮُﺳَر َلﺎَ َلﺎ

ِّﻪﺒ

ﻰﱠﻠﺻ

َﱠﻠَﺳَو ِْﻴَﻠَ

َﻷﺒ ﺒﻮُﻄَْأ

َﻞَْـ َُﺮْﺟأ َﺮْـﻴِﺟ

ََُﺮَ ﱠﻒَِﳚ ْنأ

Dari Ibnu Umar ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : berikanlah kepada tenaga kerja itu upahnya sebelum keringatnya kering.

(HR. Ibnu Majah)12 3. Ijma’ Ulama

Mengenai disyariatkan ijar>ah para ulama keilmuan dan cendekiawan bersepakat tentang pengertian ijar>ah, sekalipun ada hanya

10

Ibid, 559 11

Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syari’ah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), 43

12

Imam Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, jilid 2, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, t.t), 817.

(33)

24

sebagian kecil diantara mereka yang berbeda pendapat tetapi itu tidak dianggap.13

Dari ayat-ayat al-Qur’an dan beberapa hadis Rasulullah tersebut dijelaskan bahwa akad ijar>ah atau sewa-menyewa hukumnya dibolehkan, karena memang akad tersebut dibutuhkan oleh masyarakat.

Di samping al-Qur’an dan Sunnah, dasar hukum ijar>ah adalah ijma’.Sejak zaman sahabat sampai sekarang ijar>ah telah disepakati oleh para ahli hukum Islam, kecuali beberapa ulama yang telah disebutkan di atas.Hal tersebut dikarenakan masyarakat sangat membutuhkan akad ini.14Dalam kehidupan sehari-hari, ada orang yang memiliki persewaan mobil. Disisi lain ada orang yang membutuhkan mobil. Dengan adanya akad ijar>ah maka orang tersebut tidak usah membeli mobil karena bisa menyewa untuk beberapa waktu atau hari yang telah disepakati, dengan memberi uang sewa berupa imbalan yang telah disepakati bersama.

c. Rukun dan Syarat Ijar>ah 1) Rukun Ijar>ah

Menurut ulama Hanafiyah, rukun ijar>ah adalah ijab dan qabul, antara lain dengan menggunakan kalimat: al-ijar>ah, al-istij>ar, al-iktir>a’, dan al-ikr>a.Adapun menurut Jumhur ulama, rukun ijar>ah ada (4) empat, yaitu:

a. ‘Aqid (orang yang berakat). b. S{ighat akad.

13

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah II dan Terjemahan Kamaluddin A. Marzuki jilid 13, (Bandung PT.

Al-ma’arif, 1987), 11

14

H. Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Amzah, 2010), 329

(34)

25

c. Ujrah (upah). d. Manfaat. 2) Syarat Ijar>ah

Syarat-syarat al-ijar>ah terdiri dari 4 jenis persyaratan, yaitu : a. Syarat terjadinya akad

b. Syarat berlangsungnya akad c. Syarat sahnya akad

d. Syarat mengikatnya syarat

Agar ija>rah mengikat diperlukan 2 syarat yaitu:

1) Benda yang disewakan harus terhindar dari cacat yang menyebabkan terhalangnya manfaat atas benda yang disewakan itu. Apabila terjadi cacat maka penyewa boleh memilih meneruskan ija>rah dengan pengurangan untuk sewa dan membatalkannya.

2) Tidak terdapat alasan yang membatalkan ija>rah.15

Sedangkan untuk sahnya perjanjian sewa–menyewa harus terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a. Masing–masing pihak rela untk melakukan perjanjian sewa–menyewa, maksudnya kalau didalam perjanjian sewa–menyewa itu terdapat unsur pemaksaan, maka sewa– menyewa itu tidak sah. Ketentuan ini sejalan dengan bunyi surat An-Nisa’ ayat 29 :

15

Ibid, 321

(35)

26































































Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu,

Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu (QS. An-Nisa ayat 29)16

b. Harusjelas dan terang mengenai obyek yang diperjanjikan; Harus jelas dan terang mengenai obyek sewa–menyewa, yaitu barang yang dipersewakan disaksikan sendiri, termasuk juga masa sewa (lama waktu sewa–menyewa berlangsung) dan besarnya uang sewa yang diperjanjikan).

c. Obyek sewa–menyewa dapat digunakan sesuai peruntukannya. Maksudnya kegunaan barang yang disewakan itu harus jelas, dan dapat dimanfaatkan oleh penyewa sesuai dengan peruntukannya (kegunaan) brang tersebut, andainya barang itu tidak dapat digunakan sebagaimana yang diperjanjikan maka perjanjian sewa – menyewa itu dapat dibatalkan.

d. Obyek sewa – menyewa dapat diserahkan; maksudnya barang yang diperjanjikan dalam sewa – menyewa harus dapat diserahkan sesuai dengan yang diperjanjikan, dan oleh karena

16

Departemen Agama RI. Al Qur’andan Terjemah. (Surabaya: PT Sahabat Ilmu, 2001), 84

(36)

27

itu kendaraan yang aka nada (baru rencana untuk dibeli) dan kendaraan yang rusak tidak dapat dijadikan sebagai obyek perjanjian sewa – menyewa, sebab barang yang demikian tidak dapat mendatangkan kegunaan bagi pihak penyewa.

e. Kemanfaatan obyek yang diperjanjikan adalah yang kemanfaatannya tidak dibolehkan dalam agama; Perjanjian sewa–menyewa barang yang kemanfaatannya tidak dibolehkan oleh ketentuan hukum adalah tidak sah dan wajib untuk ditinggalkan, misalnyan perjanjian sewa–menyewa rumah, yang mana rumah itu digunakan untuk kegiatan prostitusi, atau menjual minuman keras serta tempat perjudian, demikian juga memberikan uang kepada tukang ramal. Selain itu tidak sah perjanjian pemberian uang (ijar>ah) puasa atau sholat, sebab puasa dan shalat termasuk kewajiban individu yang mutlak dikerjakan oleh orang yang terkena kewajiban.

(37)

28

karena shalat dan haji merupakan kewajiban penyewa itu sendiri.17

g. Upah atau sewa dalam al-ijar>ah harus jelas, tertentu dan sesuatu yang memiliki nilai ekonomi.18

d. Perihal Resiko

Dalam hal perjanjian sewa-menyewa, risiko mengenai barang yang dijadikan obyek perjanjian sewa-menyewa dipikul oleh si pemilik barang (yang menyewakan), sebab si penyewa hanya menguasai untuk mengambil manfaat dari barang yang dipersewakan, atau dengan kata lain pihak penyewa hanya berhak atas manfaat dari barang / benda saja, sedangkan hak atas bendanya masih tetap berada pada pihak yang menyewakan.

Jadi apabila terjadi kerusakan terhadap barang yang menjadi obyek perjanjian sewa-menyewa, maka tanggung jawab pemiliklah sepenuhnya,sipenyewa tidak mempunyai kewajiban untuk memperbaikinya, kecuali apabila kerusakan barang yang disewanya, kurang pemeliharaan (sebagaimana lazimnya pemeliharaan barang seperti itu).19

e. Prinsip Transaksi Ijar>ah

Sewa-menyewa sebagaimana perjanjian lainnya adalah perjanjian sewa antara pihak yang menyewakan dan pihak penyewa, dimana pihak penyewa harus membayar sewa sesuai dengan perjanjian, dan pada saat jatuh tempo, aset yang disewa harus dikembalikan kepada pihak yang menyewakan.

17

Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis,Hukum Perjanjian dalam Islam (Jakarta: Sinar

Grafika 1994), 53-54 18

Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), 232

19

Ibid, 55

(38)

29

Transaksi ijar>ah dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak guna), bukan perpindahan kepemilikan (hak milik). Jadi pada dasarnya prinsip ijar>ah sama saja dengan prinsip jual beli tapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Apabila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, sedangkan pada ijar>ah objek transaksinya adalah manfaat barang maupun jasa.20

Pemilik aset tetap (obyek sewa) adalah lembaga yang bertanggung jawab atas biaya pemeliharaan aset yang disewakan tetap menjadi milik lembaga keuangan. Pada saat perjanjian sewa berakhir, maka pihak yang menyewakan aset tetap akan mengambil kembali obyek dan dapat menyewakan kembali kepada pihak lain atau memperpanjang objek sewa lagi dengan perjanjian baru.21

f. Pembatalan dan Berakhirnya Akad Ijar>ah atau Sewa-menyewa

Pada dasarnya perjanjian sewa-menyewa adalah merupakan perjanjian yang lazim, di mana masing-masing pihak yang terikat dalam perjanjian itu tidak mempunyai hak untuk membatalkan perjanjian (tidak mempunyai hak pasakh), karena jenis pernjanjian termasuk kepada perjanjian timbal balik.

Bahkan jika pun salah satu pihak (yang menyewakan atau penyewa) meninggal dunia, perjanjian sewa-menyewa tidak akan menjadi batal, asalkan saja yang menjadi obyek perjanjian sewa-menyewa masih tetap ada. Sebab dalam hal salah satu pihak meninggal dunia maka

20

Chairum Pasaribu. Perjanjian dalam Islam.(Jakarta: Sinar Grafika. 1994). 52

21

Ismail, Perbankan Syariah, Cet. 1, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), 160

(39)

30

kedudukannya digantikan oleh ahli waris, apakah dia sebagai pihak yang menyewakan ataupun juga sebagai pihak penyewa.

Demikian juga halnya dengan penjualan obyek perjanjian menyewa yang mana tidak menyebabkan putusnya perjanjian sewa-menyewa yang diadakan sebelumnya.

Namun demikan tidak tertutup kemungkinan pembatalan perjanjian (pasakh) oleh salah satu pihak jika ada alasan / dasar yang kuat untuk itu.

Adapun hal-hal yang menyebabkan batalnya perjanjian sewa-menyewa adalah disebabkan sebagai berikut :

a. Terjadinya aib pada barang sewaan

Maksudnya bahwa pada barang yang menjadi obyek perjanjian sewa-menyewa terhadap kerusakan ketika sedang berada ditangan pihak penyewa, yang mana kerusakan itu adalah diakibatkan kelalaian pihak penyewa sendiri, misalnya karena penggunaan barang tersebut.Dalam hal seperti ini pihak yang menyewakan dapat memintakan pembatan.

b. Rusak nya barang yang disewakan

Maksudnya barang yang menjadi obyek perjanjian sewa-menyewa mengalami kerusakan atau musnah sama sekali sehingga tidak dapat dipergunakan lagi sesuai dengan apa yang diperjanjikan, misalnya yang menjadi obyek sewa-menyewa adalah rumah, kemudian rumah yang diperjanjikan terbakar.

(40)

31

Maksudnya barang yang menjadi sebab terjadi hubungan sewa-menyewa mengalami kerusakan, sebab dengan rusaknya atau musnahnya barrang yang menyebabkan terjadinya perjanjian maka akan tidak akan mungkin terpenuhi lagi.

Misalnya A mengupahkan (perjanjian sewa-menyewa karya) kepada si B, untuk menjahit bakal celana, dan kemudian bakal celana itu mengalami kerusakan, maka perjanjian sewa-menyewa karya itu berakhir dengan sendirinya.

d. Terpenuhunya manfaat yang diakadkan

Dalam hal ini yang dimaksudkan, bahwa apa yang menjadi tujuan perjanjian menyewa telah tercapai, atau masa perjanjian sewa-menyewa telah berakhir sesuai dengan ketentuan yang disepakati oleh para pihak.

Misalnya : perjanjian sewa-menyewa rumah selama satu tahun, dan pihak penyewa telah pula memanfaatkan rumah tersebut selama satu tuhan maka perjanjian sewa-menyewa tersebut batal atau berakhir dengan sendirinya. Maksudnya tidak perlu lagi diadakan suatu perbuatan hukum untuk memutus hubungan sewa-menyewa. e. Adanya Uzur

(41)

32

Adapun yang dimaksud dengan uzur disini adalah suatu halangan sehingga perjanjian tidak mungkin dapat telaksana sebagaimana mana mestinya.

Misalnya : seseorang yang menyewa toko untuk berdagang kemudian barang dagangannya musnah terbakar, atau dicuri orang atau bangkrut sebelum toko itu dipergunakan, maka pihak penyewa dapat membatalkan perjanjian sewa-menyewa toko yang telah diadakan sebelumnya.22

g. Macam-macam Ijar>ah

Ulama Syafi’iah membagi akad menjadi dua macam, yaitu ijar>ah ‘ain (penyewaan barang) dan ija>rah dzimmah (penyewaan tanggung jawab). Ijar>ah ‘ain (penyewaan barang) adalah ijar>ah atas manfaat barang tertentu, seperti rumah dan mobil. Ijar>ah ini mempunyai tiga syarat, yaitu pertama, upah harus sudah spesifik atau sudah diketahui sehingga tidak sah ijar>ah salah satu dari dari dua rumah ini (tanpa menentukan mana di antara keduanya yang disewakan).Kedua, barang yang disewakan terlihat oleh kedua pelaku akad sehingga tidak sah ijar>ah rumah atau mobil yang belum dilihat oleh kedua pelaku akad, kecuali jika keduanya telah melihatnya sebelum akad dalam waktu yang biasanya barang tersebut tidak berubah. Ketiga ijar>ah tidak boleh disandarkan pada masa mendatang, seperti ijar>ah rumah pada bulan depan atau tahun depan.

Sedangkan ijar>ah dzimmah (penyewaan tanggung jawab) adalah ijar>ah untuk manfaat yang berkaitan dengan dzimmah (tanggung jawab)

22

Ibid, 57-58

(42)

33

orang yang menyewakan, seperti menyewa binatang tunggangan atau mobil yang memiliki sifat tertentu untuk mengantarkannya ke tempat tertentu atau pada waktu tertentu, atau melakukan pekerjaan tertentu seperti membangun bangunan atau menjahit dan sebagainya. Dalam ijar>ah dzimmah disyaratkan dua syarat, yaitu pertama, upah harus diberikan dengan kontan di majelis akad karena ijar>ah ini adalah akad salamdalam manfaat maka disyaratkan menyerahkan modal salam. Kedua barang yang di sewa sudah `ditentukan jenis, tipe, dan sifatnya, seperti mobil atau kapal laut yang besar atau kecil, yang baru atau yang lama.23

Secara global jenis-jenis ijar>ah dapat dibagi beberapa bentuk .24

a. Ijar>ah Mutlaqah, adalah proses sewa yang memberikan kesempatan bagi penyewa untuk pemanfaatan dari barang sewa untuk jangka waktu tertentu dengan imbalan yang besarnya telah disepakati bersama.

b. Bai> At-Takjiri, adalah suatu kontrak sewa yang diakhiri dengan penjualan. Dalam kontrak ini pembayaran sewa telah diperhitungkan sehingga pembelian terhadap barang secara angsur. Jenis ijar>ah ini dapat dikombinasikan dengan bai> al-murabah>ah untuk tujuan pengadaan barang dan pembiayaan impor. Bentuk kombinasi ini telah banyak disepakati oleh bank-bank syariah di luar negeri dengan sukses, proses tersebut yaitu setelah bank membiayai pengimporan barang sesuai dengan pesanan nasabah secara murabah>ah langsung menyewakan kepada nasabah untuk jangka waktu tertentu dan pada akhir pembiayaan nasabah memiliki aset tersebut.

23

Wahbah Az-Zuhaili,Fiqih Islam juz 5 (Jakarta: Gema Insani, 2011), 418

24

Muhammad. Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah.(Yogyakarta: UII press, 2000), 35

(43)

34

h. Hikmah Ijar>ah

Ijar>ah mengandung pertukaran antara seseorang dengan yang lainnya.Mereka membutuhkan para pekerja untuk bekerja, rumah untuk tempat tinggal, mobil dan alat-alat lainnya untuk transportasi dan mengambil manfaatnya.Dibolehkannya ijar>ah memudahkan manusia untuk memenuhi kebutuhannya.25

2. Konsep Ija>rah Multijasa Menurut Fatwa DSN No. 44/DSN-MUI/VII/2004 1. Dewan Syariah Nasional Setelah Menimbang

a. Bahwa kebutuhan masyarakat untuk memperoleh manfaat suatu barang sering memerlukan pihak lain melalui akad ijar>ah, yaitu akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.

b. Bahwa kebutuhan akanijar>ah kini dapat dilayani oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) melalui akad pembayaran ijar>ah.

c. Bahwa agar akad tersebut sesuai dengan ajaran Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang akad ijar>ah untuk dijadikan pedoman oleh LKS.

2. Dasar Hukum Multijasa 1. al-Qur’an

Surat al-Baqarah Ayat 233:

25

Shahih Bin Ghanim As-Sadlan, Intisari Fiqih Islam, (Surabaya: Fitrah Mandiri Sejahtera,

2007),160.

(44)

35





















































































































































Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan Karena anaknya dan seorang ayah Karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.26

Surat al-Qashash Ayat 26:



































Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), Karena Sesungguhnya orang yang

26

Departemen Agama RI. Al Qur’an Terjemah. (Bandung: PT CV Penerbit J-ART, 2005), 37

(45)

36

paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang Kuat lagi dapat dipercaya".27

2. As-sunnah

ِﺪَْ ْﻦَ

ِﻦْ ِﷲ

ﺎَ َﺮَُ

ﱠﻠَﺻ ِّﻪﺒ ُلْﻮُﺳَر َلﺎَ َل

َﱠﻠَﺳَو ِْﻴَﻠَ

َﺮْـﻴِﺟ َﻷﺒ ﺒﻮُﻄَْأ

ََُﺮَ ﱠﻒَِﳚ ْنأ َﻞَْـ َُﺮْﺟأ

Dari Ibnu Umar ia berkata : Rosululloh SAW bersabda : berikanlah kepada tenaga kerja itu upahnya sebelum keringatnya kering.

(HR. Ibnu Majah)28

3. Fatwa Tentang Pembiayaan Ijar>ah

1. Rukun dan Syarat ijar>ah a. Pernyataan ijab qabul

b. Pihak-pihak yang berakad (berkontrak): terdiri atas pemberi sewa (lessor, pemilik aset, LKS), dan penyewa (lessee, pihak yang mengambil manfaat dari penggunaan aset, nasabah).

c. Obyek kontrak: pembayaran (sewa) dan manfaat dari penggunaa aset.

d. Manfaat dari penggunaa aset dalam ijar>ah adalah obyek kontrak yang harus dijamin, karena ia rukun yang harus dipenuhi sebagai ganti dari sewa dan bukan aset itu sendiri.

e. Sighatijar>ah adalah berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak, baik secara verbal atau dalam bentuk lain yang ekuivalen, dengan cara penawaran yang dinyatakan oleh penyewa (nasabah).

27

Ibid, 388

28

Imam Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, jilid 2, 817.

(46)

37

2. Ketentuan Obyek Ijar>ah

a. Obyek ijar>ah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa b. Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam

kontrak.

c. Pemenuhan manfaat harus yang bersifat dibolehkan.

d. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah.

e. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.

f. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.

g. Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa dalam ijar>ah. h. Pembayaran sewa boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis

yang sama dengan obyek kontrak.

i. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.

3. Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijar>ah 1. Kewajiban LKS sebagai pemberi sewa :

(47)

38

c. Menjamin bila terdapat cacat pada aset yang disewakan 2. Kewajiban nasabah sebagai penyewa:

a. Membayar sewa dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan aset yang disewa serta menggunakannya sesuai kontrak.

b. Menanggung biaya pemeliharaan aset yang sifatnya ringan (tidak materil).

c. Jika aset yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penyewa dalam menjaganya, ia tidak betanggung jawab atas kerusakan tersebut.29

29

Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah, 249-255

(48)

BAB III

PENERAPAN AKAD IJA>RAH PADA PRODUK PEMBIAYAAN IJA>RAH MULTIJASA DI BMT AMANAH MADINA WARU SIDOARJO

A. Gambaran Umum tentang BMT Amanah Madina 1. Sejarah berdirinya BMT Amanah Madina

Latar belakang berdirinya Baitul Ma>l wat Tamwi>l Amanah Madina adalah adanya keinginan untuk memberdayakan ekonomi umat terutama masyarakat miskin yang membutuhkan. Baik dari segi penerimaan titipan dana zakat, infak dan sedekahmaupun peminjaman dana melalui produk pembiayaannya (bai’bi t}aman a>jil, mura>bah}ah, mud}a>rabah,al-qard}ul h}asan) serta penitipan dana melalui produk simpanannya (simpanan amanah dan amanah berjangka), ataupun dari segi kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil antara lain dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonomi.1

Baitul Ma>l wat Tamwi>l adalah balai usaha mandiri terpadu dengan kegiatan mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha menengah ke bawah dan kecil antara lain dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya.

1

Company Profile Koperasi Syariah Amanah Madina.,16 Maret 2002

(49)

40

Oleh karena itu BMT ini berharap menjadi salah satu lembaga yang tidak hanya bergerak dalam bidang komersil tapi juga dalam bidang sosial, dengan saling tolong-menolong dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat miskin, dengan adanya peningkatan sumber daya manusia dalam peran serta meningkatkan pendapatan rakyat miskin yang lebih mandiri.2

Koperasi Syariah Amanah Madina didirikan pada hari Sabtu, tanggal 2 Maret 2002 jam 9 malam yang bertempat di Jl. Kyai Zainuddin no. 2 Ngeni Kepuh Kiriman Waru Sidoarjo. Diresmikanpada hari Sabtu,tanggal 16 Maret 2002 jam 10 malam di tempat yang sama, oleh Kepala Dinas Koperasi Pengusaha Kecil dan Menengah Kabupaten Sidoarjo. Badan hukumnya yaitu nama perusahaannya adalah koperasi syariah Amanah Madina, nomor pokok wajib pajaknya: 03.105.744.1-643.000, nomor TDP: 13.17.2.47.00300, dan SIUP: 510/283/404.6.2/2011, serta klasifikasi usaha dan status modalnya adalah swasta dan status usahanya tunggal.3

BMT Amanah Madina adalah lembaga keuangan syariah dengan ruang lingkup daerah nasabah yang cukup luas meskipun nasabah dari BMT ini hanya pedagang pasar dimana nasabah tersebut tidak mempunyai domisili tetap dalam tempat usahanya, dikarenakan pihak BMT ini menitik beratkan kepada pasar tradisional yang tidak mempunnyai hak penyewaan tempat tapi hanya menempati lokasi sesuai kondisi pasar tanpa perizinan resmi.

Saat ini BMT Amanah Madina sementara mempunyai 22 pasar sebagai tempat pemasaran produknya yang tersebar disekitar Waru, Tebel dan sekitarnya. Seperti pasar tradisional yang terletak di Menanggal, Pabean,

2

Ibid. 3

Ibid.

(50)

41

Pagesangan, Prapen, Kepuh kiriman, Wedoro, Ngeni, Tebel, Wage dan lain sebagainya. Untuk pembagian pekerjaannyanya sendiri, seorang pegawai menangani empat pasar dengan jarak berdekatan antar pasar bagi pegawai perempuan dan jarak agak jauh untuk pegawai laki-laki dikarenakan pegawai yang terbatas. Kantor BMT ini terletak di Ngeni Waru serta cabangnya yang sementara terletak di Tebel Gedangan dan direncanakan pindah di daerah Wage Sidoarjo.

2. Dasar Hukum di BMT Amanah Madina Waru Sidoarjo Suratat-Taubahayat103















Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.4

Surat Ibrahimayat 24-25







Referensi

Dokumen terkait

Tujuannya adalah untuk mengetahui peran pengemudi angkutan kota sehingga menjadi korban pungutan liar (pungli) serta mengkaji bagaimana cara penanggulangan korban agar

Pada penelitian ini akan dibuat gambar kerja yang digunakan sebagai acuan dalam proses machining, membuat BOM (Bill Of Material) yang berfungsi untuk

Kedaulatan berasal dari bahasa Inggris “sovereignty”, yang asal-usulnya dari bahasa latin “superanus” yang artinya dalam bahasa Indonesia “teratas”. Negara dikatakan

terdapat slot yang boleh “mengganggu” akidah umat Islam manakala JFK mengharuskannya dengan syarat dikawalselia oleh panel Syariah yang dilantik, diulas juga oleh

Berbeda dengan corak Islam pesisir, model Islam pedalaman secara antropologis dipandang lebih tertutup, juga lebih menekankan pada kerukunan dan keselarasan sebagaimana kita

Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685),

Hormon 17 α metil testosteron dengan dosis 15 µg/g induk ternyata memberikan pengaruh nyata terhadap beberapa aspek reproduksi udang galah, yaitu derajat pengeraman,

PENERAPAN PASAL 28 AYAT (1) UNDANG – UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENGENAI KERUSAKAN.. DAN GANGGUAN FUNGSI JALAN (STUDI DI POLRES