• Tidak ada hasil yang ditemukan

PESAN MORAL PADA SINETRON MAHABHARATA EPISODE 51 (STUDI ANALISIS SEMIOTIKA MODEL ROLAND BARTHES).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PESAN MORAL PADA SINETRON MAHABHARATA EPISODE 51 (STUDI ANALISIS SEMIOTIKA MODEL ROLAND BARTHES)."

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

PESAN MORAL PADA SINETRON MAHABHARATA

EPISODE 51

(Studi Analisis Semiotika Model Rolan Barthes)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Guna Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.I.Kom)

Oleh:

M. ABDUR ROSYIDIN NIM. B06212057

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

JURUSAN KOMUNIKASI

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

M. Abdur Rosyidin, B06212057, 2016. Pesan Moral Pada Sinetron Mahabharata Episode 51 (Studi Analisis Semiotika, Roland Barthes). Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Kata Kunci : Pesan Moral, Etika Komunikasi

Masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah bagaimana pesan moral yang ada dalam sinetron Mahabharata episode 51. Pesan moral dalam skripsi ini fokus pada etika komunikasi. Penelitian ini di lakukan karena orang-orang sering lupa tidak menggunakan etika dalam berkomunikasinya.

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah: (1) Bagaimana simbol – simbol pesan moral yang ada pada sinetron Mahabharata episode 51?, (2) Bagaimana makna simbol pesan moral yang ada pada sinetron Mahabharata episode 51?

(7)

DAFTAR ISI

JUDUL PENELITIAN………. i

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING……….. iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ……… iv

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian 15 2. Unit Analisis 16

3. Jenis dan Sumber Data 16

4. Tahapan Penelitian 17

(8)

2.2Bentuk-Bentuk Pesan 34

2.3Prinsip-prinsip Pesan 35

B. Kajian Teori 37

1. Analisis Semiotika 37

2. Pendekatan Roland Barthes 38

3. Teori Ekonomi Politik Media 41

BAB III PENYAJIAN DATA

A. Deskripsi Subjek Penelitian 43

1. Deskripsi Sinetron Mahabharata 43

2. Sinopsis Sinetron Mahabharata Episode 51 50 B. Pesan Moral pada Sinetron Mahabharata Episode 51 52 1. Simbol-Simbol Pesan Moral Sinetron Mahabharata Episode 51 54 2. Makna Pesan Moral Sinetron Mahabharata Episode 51 58 BAB IV ANALISIS DATA

A. Temuan Penelitian 70

B. Konfirmasi Temuan dengan Teori 73

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan 80

B. Rekomendasi 81

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1……….. 5

Tabel 1.2……….. 6

Tabel 3.1……….. 54

Tabel 3.2……….. 55

Tabel 3.3……….. 56

Tabel 3.4……….. 56

Tabel 3.5……….. 57

Tabel 3.6 ………. 58

Tabel 3.7 ………. 60

Tabel 3.8 ………... 62

Tabel 3.9 ………... 63

Tabel 3.10 ………... 65

Tabel 3.11 ………... 66

(10)
(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komunikasi massa pada dasarnya merupakan suatu bentuk

komunikasi dengan melibatkan khalayak luas yang biasanya menggunakan

teknologi media massa, seperti surat kabar, majalah, radio, televisi, dan

film.1

Pada tahun 1928, seorang asal Amerika Serikat menemukan tabung

kamera atau iconscope yang dapat menangkap dan mengirim gambar ke

kotak yang bernama televisi. Vladimir Zworkyn dengan bantuan Philo

Farnsworth berhasil menciptakan pesawat televisi pertama yang

dipertunjukkan kepada umum.2 Dalam perkembangan televisi, ialah

ketatnya peraturan pemberian izin yang dilakukan pihak penguasa.

Televisi merupakan sistem elektronik yang mengirimkan gambar

diam dan gambar hidup bersama suara melalui kabel atau ruang. Sistem ini

menggunakan peralatan yang mengubah cahaya dan suara ke dalam

gelombang elektronik dan mengkonversinya kembali ke dalam cahaya

yang dapat dilihat dan suaranya dapat didengar.

1 Pawito, peneltian Komunikasi Kualitatif, (Yogyakarta : PT. Lks Pelangi Aksara,2007),

hlm.16.

2 Morissan, Manajemen Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio & Televisi (Jakarta:

(12)

2

Televisi adalah sebuah media telekomunikasi terkenal yang

digunakan untuk memancarkan dan menerima siaran gambar bergerak,

baik itu yang monokrom (“hitam putih”) maupun warna, biasanya

dilengkapi oleh suara. Penemuan televisi disejajarkan dengan penemuan

roda, karena penemuan ini mampu mengubah peradaban dunia.

Salah satu program yang banyak diminati audiens ialah program

hiburan, sehingga tidak mengherankan jika program hiburan selalu

menjadi hal utama bagi stasiun televisi swasta. Banyak jenis program

hiburan yang disajikan oleh media pertelevisian seperti program kuis, film,

dan sinetron yang banyak digemari audiens. Mayoritas masyarakat

Indonesia menyukai sinetron dari sekian macam program yang ada di

televisi.

Sinetron merupakan penggabungan dan pemendekan dari kata

sinema dan elektronika.3 Elektronika di sini tidak semata mengacu pada

pita kaset yang proses perekamannya berdasar pada kaidah-kaidah

elektronik. Elektronika dalam sinetron itu lebih mengacu pada

mediumnya, yaitu televisi atau visual, yang merupakan medium elektronik

selain siaran radio.

Sinetron sekarang menjadi tayangan lokal yang menjadi primadona.

Terlepas dari isi pesan dan penggarapan yang kurang baik, program ini

berhasil memikat pemirsa dan mencetak rating yang rata-rata memuaskan.

3http://www.definisi-pengertian.com/2015/05/definisi-atau-pengertian-sinetron.html di

(13)

3

Maka tidak heran jika jumlah produksi sinetron semakin meningkat.

Sebagai hasil produksi industri, kehadiran sinetron memang mengalami

banyak tantangan sebagai produk hiburan. Sinetron mendapat popularitas

melalui rating. Namun begitu, kepopulerannya telah menimbulkan dampak

dari penayangannya.

Salah satu sinetron yang menarik untuk diamati adalah sinetron

Mahabharata. Sinetron yang berjudul Mahabharata adalah film karya

sutradara yang handal. Sinetron Mahabharata menggambarkan dua sisi

yang selalu ada dalam jiwa manusia, yaitu kebaikan dan kejahatan. Dari

film Mahabharata, penonton film dapat mengambil sebuah pelajaran atau

hikmahnya. Bahwa setiap manusia itu memiliki dua sisi yang saling

bertentangan. Kadang ada manusia yang baik dan ada juga manusia yang

jahat. Itu tergantung pada individu atau manusia itu sendiri, bagaimana

individu tersebut bisa menahan atau menggerakkan jiwanya.

B. Rumusan Masalah

Di dalam sinetron Mahabharata dapat dilihat bahwa banyak sekali

pesan moral yang ada didalam setiap episodenya. Maka fokus penelitian

pada penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimana simbol-simbol pesan moral yang ada pada sinetron

Mahabharata episode 51?

2. Bagaimana makna pesan moral yang ada pada sinetron

(14)

4

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian konteks dan fokus penelitian diatas, maka tujuan

penelitian dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui simbol-simbol pesan moral yang ada pada

sinetron Mahabharata episode 51.

2. Untuk memahami dan mendeskripsikan pesan moral yang ada pada

sinetron Mahabharata melalui pemaknaan dibalik penggunaan teks

atau bahasa dalam sinetron tersebut.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap

perkembangan ilmu komunikasi, khususnya komunikasi massa.

2. Manfaat praktis

Penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi peneliti lain yang akan

melakukan penelitian mengenai nilai-nilai komunikasi Islam dalam

sebuah sinetron.

E. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini penulis merujuk pada hasil penelitian terdahulu

(15)

5

Tabel 1.1

Nama peneliti Lidya Ivana Rawung

Jenis karya Jurnal

Judul penelitian Analisis semiotika pada film Laskar Pelangi

Metode penelitian Kualitatif

Hasil penelitian Lewat makna pesan dalam film Laskar Pelangi

peneliti bisa mengetahui bahwa sebagai

generasi penerus bangsa kita harus terus

belajar, jangan pernah menyerah dan kalah

dengan kesulitan dan sebagai pendidik

milikilah karakter yang mau mengabdi untuk

bangsa Indonesia. Jangan pengabdian diukur

karena materi saja. Serta bagi masyarakat

Indonesia harus bisa memilih film mana yang

pantas ditonton dan yang tidak. Untuk

produser, sutradara dan rumah produksi film

buatlah film yang mencerdaskan kehidupan

anak bangsa, agar bangsa kita memiliki

generasi penerus yang luar biasa.

Persamaan Penelitian ini menggunakan metode analisis

semiotik untuk mengetahui pesan moral pada

film yang diteliti.

Perbedaan Penelitian terdahulu mencari pesan moral yang

(16)

6

sedangkan penelitian ini mencari pesan moral

yang berhubungan dengan etika komunikasi.

Dalam penelitian ini peneliti merujuk pada penelitian terdahulu yang

membahas tentang analisis semiotik pada sebuah film, yaitu : “ Analisis

semiotika pada film laskar pelangi” oleh Lidya Ivana Rawung oleh

mahasiswa (S1) Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sam Ratulangi. Akan tetapi ada perbedaan yaitu pada subjek

penelitian. Penelitian terdahulu berfokus pada pesan moral yang

berhubungan dengan nilai pendidikan, sedangkan penelitian ini berfokus

pada pesan moral yang berhubungan dengan etika komunikasi. Adapun

persamaan dari penelitian ini adalah menggunakan metode analisis

semiotik untuk mengetahui pesan moral pada film yang diteliti.

Tabel 1.2

Nama peneliti Dimas Suryo Prayogo

Jenis karya Skripsi

Judul penelitian Analisis semiotik pada film Jakarta Maghrib

Metode penelitian Deskriptif kualitatif

Hasil penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa film

Jakarta Maghrib menggambarkan realitas

sosial, yaitu gambaran yang sebenarnya terjadi

di masyarakat diangkat dalam sebuah film.

(17)

7

mencemaskan. Film Jakarta Maghrib

menceritakan mitos-mitos tentang maghrib,

aktifitas warga Jakarta menjelang maghrib,

serta sifat individualistis warga Jakarta. Film

ini menjelaskan bahwa Maghrib saat ini bukan

lagi persoalan religius semata. Bagi masyarakat

Jakarta, Maghrib sudah menjadi persoalan

sosio-kultur dan penanda sosial.

Persamaan Penelitian ini menggunakan analisis semiotik

untuk mengetahui makna religius dalam film

Jakarta Maghrib.

Perbedaan Penelitian terdahulu menggunakan metode

penelitian deskriptif kualitatif sedangkan

peneltian ini menggunakan analisis isi untuk

mengetahui pesan moral (etika komunikasi)

pada film.

Dan selanjutnya peneliti merujuk pada hasil penelitian terdahulu

yang berjudul : “ Analisis semiotik pada film Jakarta Maghrib” oleh

Dimas Suryo Prayogo tahun 2012 Universitas Sahid Jakarta. Akan tetapi

perbedaannya terletak pada metode penelitiannya. Penelitian terdahulu

menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif sedangkan penelitian

(18)

8

komunikasi) pada film. Adapun persamaan dari penelitian ini, yaitu

menggunakan analisis semiotik untuk mengetahui pesan moral pada film.

F. Definisi Konsep 1. Pesan moral

Perkataan moral berasal dari bahasa latin Mores. Mores

berasal dari kata Mos yang berarti kesusilaan, tabiat, atau kelakuan. Moral dengan demikian dapat diartikan ajaran

kesusilaan. Moralitas berarti hal mengenai ethos dan ethikos

yang berarti kesusilaan, perasaan batin, kecenderungan untuk

melakukan sesuatu perbuatan.4

Pengertian moral dari Merriam-webster pun cukup

sederhana, yaitu mengenai atau berhubungan dengan apa yang

benar dan salah dalam perilaku manusia, dianggap benar dan baik

oleh kebanyakan orang, sesuai dengan standar perilaku yang

tepat pada kelompok atau masyarakat tersebut.

Moral begitu penting dalam berkomunikasi, supaya

komunikasi bisa berjalan dengan baik dan pesan bisa dengan

mudah tersampaikan. Etika komunikasi merupakan suatu

rangkuman istilah yang mempunyai pengertian tersendiri, yakni :

nilai, norma, atau ukuran tingkah laku yang baik dalam kegiatan

komunikasi di dalam masyarakat. Dalam pergaulan dan

(19)

9

kehidupan bermasyarakat, antara etika dan komunikasi

merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Dimanapun

orang berkomunikasi, selalu memerlukan pertimbangan etis, agar

lawan bicara dapat menerima dengan baik.5

2. Sinetron

Sinetron merupakan penggabungan dan pemendekan dari

kata sinema dan elektronika. Elektronika di sini tidak semata

mengacu pada pita kaset yang proses perekamannya berdasar

pada kaidah-kaidah elektronik. Elektronika dalam sinetron itu

lebih mengacu pada mediumnya, yaitu televisi atau visual, yang

merupakan medium elektronik selain siaran radio.

Sinetron disebut juga sama dengan televisi play atau

teledrama, atau sama dengan sandiwara televisi. Inti

persamaannya adalah sama-sama ditayangkan di media audio

visual yang disebut dengan televisi. Oleh sebab itu sinetron

dalam penerapannya tidak jauh berbeda dengan film layar putih

(layar lebar).6

Sinetron Mahabharata menceritakan kehidupan dari Prabu

Santanu atau Sentanu (Çantanu). Prabu Santanu sendiri adalah

seorang raja yang berketurunan keluarga Kuru yang menjadi raja

di kerajaan Barata. Prabu Santanu mempunyai permaisuri

bernama Dewi Gangga, dan berputra Bisma.

5 Suranto AW, Komunikasi Interpersonal, (Yogyakarta : Graha Ilmu,2011), hlm.135-136. 6 Fred Wibowo, Teknik Produksi Program Televisi (Pinus Book Publisher, 1997), hal.

(20)

10

Pada suatu hari, Prabu Santanu jatuh cinta pada seorang

anak nelayan yang bernamaSetyawati. Namun, ayahanda dari

Setyawati hanya mau memberikan putrinya jika Prabu Santanu

mau menobatkan anak dari Setyawati sebagai putra mahkota

pewaris tahta dan bukannya Bisma. Karena syarat yang begitu

berat ini Prabu Santanu terus bersedih. Melihat hal tersebut,

Bisma pun merelakan haknya atas tahta di Barata untuk putra

yang kelak lahir dari Setyawati. Bahkan, Bisma berjanji untuk

tidak menuntut itu kapan pun dan Bisma juga berjanji untuk tidak

menikah agar kelak tidak mendapat anak untuk mewarisi tahta

dari Prabu Santanu.

Perkawinan Prabu Santanu dan Setyawati melahirkan dua

orang putra yang masing-masing

bernama Citranggada dan Wicitrawirya. Namun kedua putranya

ini meninggal dalam pertempuran tanpa meninggalkan

keturunan. Karena takut punah keturunan raja, Setyawati pun

memohon kepada Bisma agar menikahi mantan menantunya

yang di tinggal mati oleh Wicitrawirya,

masing-masing Ambika dan Ambalika. Namun permintaan ini di tolak

mentah-mentah oleh Bisma mengingat sumpah untuk tidak

menikah.

Pada akhirnya Setyawati meminta kepada Wiyasa, anaknya

(21)

11

Ambalika. Perkawinan dengan Ambika melahirkan Destarasta,

lalu perkawinan dengan Ambalika melahirkan Pandu.

Destarasta menikah dengan Gandari dan melahirkan seratus

orang anak, sedangkan Pandu menikahi Kunti dan Madrim tapi

tidak mendapatkan anak. Nanti ketika Kunti dan Madrim kawin

dengan dewa-dewa, Kunti melahirkan 3 orang anak

masing-masingdengan dewaDarma lahirlah Yudistira,dengan dewaBayu l

ahir Werkodara atau Bima dandengan dewaIndra lahirlah Arjuna.

Sedangkan Madri yang menikah dengan dewa kembar Acwin

melahirkan anak kembar yang bernama Nakula dan Sadewa.

Selanjutnya, keturunan-keturunan itu di bagi menjadi dua

yakni keturunan Destarasta di sebut dengan kaum Kurawa,

sedangkan keturunan Pandu di sebut dengan kaum Pandawa.

Sebenarnya Destarasta berhak mewarisi tahta ayahnya, tapi

karena Destarasta buta sejak lahir, maka tahta tersebut kemudian

di berikan kepada Pandu. Hal inilah yang pada kemudian hari

menjadi sumber bencana antara kaum Pandawa dan Kurawa

dalam memperebutkan tahta sampai berlarut-larut. Hingga pada

akhirnya pecah sebuah perang Dahsyat yang di sebut

sebagai Baratayuda yang berarti peperangan memperebutkan

kerajaan Barata.

Peperangan diawali dengan aksi judi, di mana kaum

Pandawa kalah. Kekalahan ini membuat kaum Pandawa harus

(22)

12

tahun ke-13 sesuai perjanjian dengan Kurawa, para Pandawa

harus menyembunyikan diri di tempat-tempat tertentu. Namun

para Pandawa memutuskan untuk bersembunyi di istana Raja

Matsyapati. Pada tahun berikutnya, para Pandawa menampakkan

diri mereka di muka umum lalu menuntut hak mereka kepada

Kurawa. Namun, tuntutan mereka tidak di penuhi oleh kaum

Kurawa hingga perang 18 hari yang menyebabkan lenyap nya

kaum Kurawa. Dengan demikian, kaum Pandawa dengan leluasa

mengambil alih kekuasaan di kerajaan Barata.

3. Simbol pesan

Pesan juga sering disebut sebagai informasi. Pengertian dari

pesan atau informasi dapat diartikan sebagai inti dari komunikasi,

dimana sebuah pesan akan berkaitan dengan apa yang

dikomunikasikan. Dalam suatu proses komunikasi, pihak-pihak

yang terlibat dalam komunikasi akan memanfaatkan ataupun

berbagi pesan.

Pesan dapat dikirim kepada seseorang dan dapat juga

dikirimkan kepada sekelompok ataupun masyarakat luas. Pesan

dapat dikatakan sebagai materi atau bentuk fisik dari ide yang

disampaikan kepada komunikan. Dari pesan yang dikirimkan

komunikator, biasanya menghendaki reaksi dan umpan balik dari

komunikan. Pesan pada dasarnya mempunyai tiga komponen

(23)

13

1. Makna

2. Simbol yang digunakan untuk menyampaikan makna

3. Bentuk atau organisasi pesan

Simbol terpenting adalah kata-kata (bahasa), yang dapat

mempresentasikan objek (benda), gagasan dan perasaan, baik

ucapan ataupun tulisan. Dengan kata-kata, maka memungkinkan

kita berbagi fikiran dengan orang lain.

4. Makna pesan

Suatu pesan mempunyai makna yang berbeda antara satu

individu dengan individu yang lain. Karena makna pesan

berkaitan dengan masalah penafsiran yang menerimanya. Makna

muncul dari hubungan khusus antara kata dan manusia. Makna

tidak melekat pada kata-kata, namun kata-kata membangkitkan

makna dalam fikiran orang. Jadi, tidak ada hubungan langsung

antara suatu objek dan simbol yang digunakan untuk

mempresentasikannya.

Menurut Fiske, makna muncul ketika sebuah tanda (kata,

tulisan, simbol, isyarat) yang mengacu pada suatu objek

(biasanya mengacu pada benda, idea tau konsep) dipakai oleh

pengguna tanda, saat itulah terjadi proses pembentukkan makna

(24)

14

G. Kerangka Pikir Penelitian

Signifier

(penanda)

Signified

(petanda)

Denotative sign (tanda

denotative)

Connotative signifier

(penanda konotatif)

Connotative signified

(petanda konotatif)

Connotative sign (tanda konotatif)

Sinetron merupakan media komunikasi massa yang sangat

berpengaruh terhadap perilaku manusia yang menontonnya. Dalam

penelitian ini, peneliti akan menganalisis sinetron Mahabharata dengan Komunikasi

Massa

Analisis Semiotik Roland

Barthes

(25)

15

pendekatan analisis semiotik Roland Barthes untuk mengetahui bagaimana

pesan moral (etika komunikasi) yang ada pada sinetron Mahabharata.

Dengan pendekatan ini, penulis akan mengamati tanda atau bahasa yang

digunakan dalam percakapan antar tokoh pada sinetron Mahabharata.

H. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan metode

penelitian kualitatif dengan pendekatan Roland Barthes. Dalam

penelitian ini untuk jenisnya, penulis akan menggunakan penelitian

analisis isi dengan model analisis semiotik Ronald Barthes. Analisis isi

digunakan untuk memperoleh keterangan dari isi komunikasi yang

disampaikan dalam bentuk lambang dan bahasa atau teks. Penelitian

yang menggunakan analisis isi umumnya melalui tahap-tahap : (1)

perumusan masalah, (2) perumusan hipotesis, (3) penarikan sampel,

(4) pembuatan alat ukur atau koding, (5) pengumpulan data, (6)

analisis data.7 Semiotik bertujuan untuk mengetahui makna-makna

yang terkandung dalam sebuah tanda atau menafsirkan makna tersebut

sehingga diketahui bagaimana komunikator mengkonstruksi pesan.

Konsep pemaknaan ini tidak terlepas dari perspektif atau nilai-nilai

ideologis tertentu serta konsep kultural yang menjadi ranah pemikiran

masyarakat di mana simbol tersebut diciptakan. Roland Barthes

7 Drs. Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung : PT. Remaja

(26)

16

berpendapat bahasa adalah sebuah system tanda yang mencerminkan

asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu.8

2. Objek Penelitian dan Unit Analisis

Objek penelitian ini adalah sinetron Mahabharata. Sedangkan

unit analisis penelitian ini adalah pesan moral yang difokuskan pada

etika komunikasi yang ada pada sinetron Mahabharata.

3. Jenis dan Sumber Data

Pada penelitian ini , ada dua macam jenis data yang digunakan

oleh penulis untuk mendukung penelitian ini, di antaranya adalah

sebagai berikut:

1) Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber data utama di

lapangan. Dalam penelitian ini, data primer berupa data utama

berupa dialog, tanda dan

narasi yang menggambarkan atau mengandung pesan moral (etika

komunikasi) pada sinetron Mahabharata.

2) Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari perantara atau

sumber kedua. Dalam penelitian ini data sekunder diperoleh dari

literature-literatur yang mendukung data primer, seperti kamus,

buku-buku yang berhubungan dengan penelitian, internet, catatan

(27)

17

kuliah, penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian

penulis, dan sebagainya.

4. Tahapan Penelitian

Tahapan-tahapan yang dilakukan penulis dalam penelitian

analisis semiotic ini, antara lain :

a. Mencari topik yang menarik.

b. Sebelum menentukan judul penelitian, point pertama yang

dilakukan peneliti adalah mengidentifikasi topik. penelitian

Dalam hal ini peneliti mencoba mengeksplorasi topik yang

peneliti anggap menarik. Topik yang bagus akan melahirkan

masalah yang baik pula dan tentunya memunculkan judul

yang menarik.

c. Merumuskan masalah.

d. Merumuskan manfaat .

Manfaat dirumuskan berdasarkan dua pandangan, yakni

pandangan teoritis dan praktis. Manfaat teoritis pada

penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan studi

media khususnya mengenai sinetron sebagai media

komunikasi. Sedangkan, manfaat praktis penelitian ini dapat

dijadikan referensi bagi peneliti lain yang akan melakukan

penelitian mengenai pesan moral (etika komunikasi) pada

(28)

18

e. Menentukan metode penelitian

Pada tahap ini penulis memutuskan metode yang sesuai

dengan fenomena yang akan dikaji. Pada penelitian ini

penulis menggunakan metode penelitian analisis semiotik.

Dikarenakan tujuan dari penulis adalah untuk mengetahui

makna bahasa atau tanda komunikasi pada sinetron

Mahabharata.

f. Menganalisis data

g. Menarik kesimpulan.

5. Teknik Pengumpulan Data

Penulis akan menggunakan teknik pengumpulan data dengan

cara dokumentasi, yaitu pengumpulan atau pencarian data yang

berkaitan dengan sinetron Mahabharata melalui sinetron, buku, dan

internet.

6. Teknik Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis

semiotik. Analisis semiotik merupakan penelitian yang bersifat

pembahasan mendalam tentang sistem tanda atau isi suatu informasi

(29)

19

Analisis semiotik dapat digunakan untuk menganalisis segala

bentuk komunikasi Baik surat kabar, berita radio, iklan televisi

maupun semua bahan-bahan dokumentasi yang lain.9

Pada penelitian ini, penulis menggunakan analisis semiotik

model Ronald Barthes. Ronald Barthes menciptakan peta tentang peta

bagaimana tanda bekerja (Coble dan Jansz, 1999):10

1. Signifier

(penanda)

2. Signified

(petanda)

3. Denotative sign (tanda

denotative)

4. Connotative signifier (penanda

konotatif)

5. Connotative signified

(petanda konotatif)

6. Connotative sign (tanda konotatif)

9https://mandala991.wordpress.com/2012/06/11/analisis-semiotik-mitos-roland-barthes/

diakses September 2015.

(30)

20

I. Sistematika Pembahasan

Dalam pembahasan suatu penelitian diperlukan sistematika

pembahasan yang bertujuan untuk memudahkan penelitian,

langkah-langkah pembahasan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini terdiri dari sepuluh sub-bab antara lain:

Konteks Penelitian, Fokus Penelitian, Tujuan Penelitian,

Manfaat Penelitian, Kajian Hasil Penelitian Terdahulu,

Definisi Konsep, Kerangka Pikir Penelitian, Metode

Penelitian, Sistematika Pembahasan, dan Jadwal

Penelitian.

BAB II KAJIAN TEORITIS

Pada bab ini terdiri dari dua sub-bab, yakni Kajian

Pustaka (beberapa referensi yang digunakan untuk

menelaah objek kajian), dan Kajian Teori (teori yang

digunakan untuk menganalisis masalah penelitian).

BAB III PENYAJIAN DATA

Pada bab ini terdiri dari dua sub bab, yakni Deskripsi

Subyek Penelitian, dan Deskripsi Data Penelitian.

BAB IV ANALISIS DATA

Pada bab ini terdiri dari dua sub bab, yakni Temuan

Penelitian, bagaimana data yang ada itu digali dan

(31)

21

Konfirmasi Temuan dengan Teori, dimana temuan

penelitian tadi dikaji dengan teori yang ada.

BAB V PENUTUP

Pada bab ini terdiri dari Simpulan dan Rekomendasi,

yang menjelskan hasil simpulan dari data yang

dipaparkan dan rekomendasi hasil penelitian itu dapat

(32)

BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Kajian Pustaka

1. Komunikasi Massa

1.1Pengertian Komunikasi Massa dan Fungsinya

Istilah komunikasi diambil dari bahasa Yunani, yaitu

common” yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi

shared by all alike”. Itulah sebabnya, komunikasi pada prinsipnya

harus bersifat dua arah dalam pertukaran pikiran dan informasi

menuju pada terbentuknya pengertian bersama.

Sedangkan komunikasi massa adalah berkomunikasi

dengan massa. Massa di sini dimaksudkan sebagai para penerima

pesan yang memiliki status sosial dan ekonomi yang heterogen

satu sama lainnya. Ciri-ciri massa yaitu (1) jumlahnya besar, (2)

antara individu, tidak ada hubungan atau organisatoris, dan (3)

memiliki latar belakang yang berbeda11. Menurut Schramm,

komunikasi massa adalah proses penciptaan makna bersama antara

media massa dan khalayaknya. Dalam model komunikasi massa

Schramm, umpak balik digambarkan dalam sebuah garis

putus-putus yang di beri label umpan balik referensial yang terlambat.

Umpan balik ini bersifat tidak langsung daripada langsung12.

(33)

23

Menurut Sean MacBride, ada beberapa fungsi dari

komunikasi massa, antara lain :

a. Informasi

Pengumpulan, penyimpanan, pemrosesan, penyebaran berita,

data, gambar, fakta, dan pesan, opini dan komentar yang

dibutuhkan agar orang dapat mengerti dan bereaksi secara jelas

terhadap kondisi internasional, lingkungan, dan orang lain, dan

agar dapat mengambil keputusan yang tepat.

b. Sosialisasi

Penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang memungkinkan

orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang

efektif yang menyebabkan ia sadar akan fungsi sosialnya

sehingga ia dapat aktif di dalam masyarakat.

c. Motivasi

Menjelaskan tujuan setiap masyarakat jangka pendek maupun

panjang, mendorong orang menentukan pilihan dan

keinginannya, mendorong kegiatan individu dan kelompok

berdasarkan tujuan bersama.

d. Perdebatan dan diskusi

Menyediakan dan saling bertukar fakta yang diperlukan untuk

memungkinkan persetujuan atau menyelesaikan perbedaan

(34)

24

e. Pendidikan

Pengalihan ilmu pengetahuan sehingga mendorong

perkembangan intelektual, pembentukkan watak, dan

pendidikan keterampilan serta kemahiran yang di perlukan

pada semua bidang kehidupan.

f. Memajukan kebudayaan

Penyebarluasan sinyal, simbol, suara, dan citra dari drama, tari,

kesenian, dan sebagainya untuk rekreasi dan kesenangan

kelompok dan individu.

g. Integrasi

Menyediakan bagi bangsa, kelompok, dan individu kesempatan

memperoleh berbagai pesan yang diperlukan mereka, agar

mereka dapat saling kenal dan mengerti dan menghargai

kondisi, pandangan, dan keinginan orang lain13.

1.2Televisi

a. Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa

Televisi merupakan alat penemuan yang termudah dan

terakhir, yang baru mulai berkembang setelah peraang dunia II

dan sebagai alat komunikasi massa dan merupakan

penggabungan antara radio dan film, sebab televisi dapat

meneruskan suatu peristiwa dalam bentuk gambar yang hidup

13 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT Remaja

(35)

25

dan bersuara dan kadang-kadang berwarna atau dengan kata

lain media televisi merupakan “audio visual”.

Menurut Roger Maxwell dalam bukunya The Living

Screem, televisi adalah sebagai satu cabang dari penyiaran

radio, ia tergantung pada penyampaian tanda-tanda dalam

bentuk gelombang elektro magnetik secepat sinar. Sedangkan

menurut Maurice Gorham mengatakan bahwa televisi adalah penyampaian gambar-gambar dengan kawat atau radio dan

penerimanya secara simultan ditempat tertentu14.

Komunikasi massa media televisi adalah proses komunikasi

antara komunikator dengan komunikan melalui sebuah sarana,

yaitu televisi. Komunikasi massa media televisi bersifat

periodik. Dalam komunikasi massa tersebut, lembaga

penyelenggara komunikasi bukan secara perseorangan,

melainkan melibatkan banyak orang dengan organisasi yang

kompleks serta pembiayaan yang besar. Karena media televisi

bersifat “transitory” (hanya meneruskan) maka pesan-pesan

yang disampaikan melalui komunikasi massa media tersebut,

hanya dapat di dengar dan dilihat secara sekilas. Pesan-pesan

ditelevisi bukan hanya didengar dan dilihat secara sekilas,

tetapi juga dapat dilihat dalam gambar yang bergerak15.

Televisi sebagai media massa dengan kelebihan yang di

miliki, tidak lalu menjadi saingan dari media massa lainnya,

(36)

26

bahkan bersama media cetak dan radio merupakan Tritunggal

media massa, yang mempunyai pengaruh dan dengan

sendirinya akan membentuk kekuatan besar, hanya saja sebagai

akibatnya khususnya media massa televisi, merupakan suatu

tantangan bagi para pengelolanya, karena harus mampu

menjawab tantangan tersebut, apalagi Indonesia yang menganut

kebijakan udara terbuka (Open Sky Policy), menyebabkan

terjadinya “perang program siaran”, dalam arti terjadi

persaingan program siaran dari berbagai stasiun penyiaran yang

masuk ke kawasan suatu negara16.

b. Tayangan-Tayangan di Televisi

1. Tayangan Sensual dan Vulgar

Dampak dari media exposure (terpaan media) sangat

berpengaruh kepada khalayak, oleh karena secara visual

adegan-adegan dalam tayangan tertentu sangat mudah

untuk ditiru dan dilakukan, dalam konteks studi komunikasi

disebut Imitation (peniruan) dan pelaziman. Peniruan

merupakan cara mudah bagi pemirsa untuk meniru adegan

tersebut dalam realitas sosial dan pelaziman merupakan

menganggap wajar adegan tayangan tersebut apabila

kemudian dilakukan dalam realitas sosial.

16 Darwanto Sastro Subroto, Produksi Acara Televisi, (Yogyakarta: Duta Wacana, 1994),

(37)

27

KPI (Komisi Penyiaran Indonesi) sebagai regulator

lembaga penyiaran dan isi siaran menemukan sejumlah

pelanggaran pada isi tayangan program acara stasiun TV.

Menurut KPI pelanggaran tersebut mencakup UU No.32

tahun 2002 tentang penyiaran, termasuk Standart Perilaku

Penyiaran (SPS) dan pedoman perilaku penyiaran informasi

dapat ditemukan pada laman website www.kpi.co.id.

2. Tayangan Kekerasan di Televisi

Tayangan yang menayangkan adegan berbahaya, yakni

seseorang yang secara sengaja menahan besi dengan

menggunakan leher sampai jarum besi tersebut menjadi

bengkok. Pada segmen lain ditampilkan seseorang

mengambil jarum dengan cara menjepitnya melalui kelopak

mata. Program tayangan TV tersebut yang ditampilkan

dalam program itu, Riples’s Believe It or Not

(3/1/2011/19.57) mendapatkan teguran dari KPI

(90/K/KPI/02/11).

KPI juga menemukan ada adegan yang menayangkan

kekerasan berupa adegan menarik rantai besi yang

diikatkan keleher seseorang dan ditarik oleh dua orang

lainnya. pada program tersebut juga ditayangkan adegan

membacok perut dan leher dengan golok. Program

tayangan yang dalam Sinetron satria (28/12/2011/19.27) itu

(38)

28

3. Tayangan Mistik di Televisi

Tidak hanya tayangan kekerasan, tetapi juga tayangan

yang bermuatan unsure mistisme yang sering tampil di

tayangan media massa. Seperti adanya adegan mayat

bangkit dari peti mati, tampilan wajah dari tubuh yang

mengerikan, praktik ritual mistik, tubuh manusia

digerayangi belatung, dan adegan yang mengandung

kekerasan diluar jam tayang dewasa. Adegan yang dimuat

dalam program tayangan Spooky Encounter

(9/5/2011/09.30) mendapat teguran KPI

(409/K/KPI/05/11).

Tayangan iklan mistisme dan takhayul memliliki efek

negative bagi khalayak, karena membawa ruang

mempertontonkan hal-hal yang takhayul yang tidak pernah

dialami individu itu sendiri menjadi sebuah kebenaran yang

diangkat dalam realitas media melalui tayangan mistik.

Dampaknya adalah orang akan menganggap realitas

dimedia itu dapat hadir dalam kehidupan yang nyata.

4. Tayangan Iklan di Televisi

Iklan adalah pendapatan lembaga penyiaran yang paling

tinggi. Meski ada kegiatan-kegiatan lain yang dapat

menjadi sumber pendapat televisi, namun presentasenya

jauh lebih kecil dibandingkan dengan pendapatan yang

(39)

29

Pada beberapa iklan distasiun televisi menampilkan

tayangan eksploitasi tubuh sehingga mendapat peringatan

tertulis seperti: iklan Pompa Air Shimizu (541/K/KPI/08/11

dan 563/K/KPI/08/11) mendapat peringatan tertulis KPI

karena menayangkan adegan seorang model perempuan

yang mengeksploitasi tubuh bagian dada dengan cara

menggoyang-goyangkan bagian dada secara

berulang-ulang.

5. Produk Jurnalistik Televisi

Berita merupakan produk jurnalistik, oleh karena itu

didalamnya ada kaidah dan norma jurnalistik dalam

menyiarkan berita. Apa jadinya jika sebuah produk

jurnalistik kurang selektif dalam menayangkan berita.

Ternyata tayangan bermuatan unsur kekerasan tidak hanya

ada pada film tetapi juga sudah memasuki siaran berita

sebagai produksi jurnalistik yang khas. Dari hasil temuan

KPI ditemukan secara audio dan visual beberapa berita ada

tayangan yang mengandung unsur kekerasan.

KPI menemukan tayangan adegan secara vulgar

tawuran antar pelajar yang menggunakan benda tajam,

tumpul, dan keras. Selain itu ditayangkan korban tawuran

yang mengeluarkan darah. Tayangan yang dimuat dalam

Patroli (6/2/2011/11.22) mendapat teguran KPI

(40)

30

6. Tayangan Mengandung Unsur SARA

KPI menemukan adanya tayangan yang menampilkan

adegan-adegan yang tidak memperhatikan penghormatan

terhadap perbedaan agama dan materi muatan agama dalam

suatu program siaran yang disiarkan oleh lembaga

penyiaran. Seperti Program Sinetron Angling Dharma

(3/3/2011) sehingga KPI mengimbau agar memperhatikan

konten tayangan tersebut. (247/K/KPI/03/11)17

c. Sinetron

Dalam media televisi memiliki beragam jenis program

yang jumlahnya sangat banyak, pada dasarnya prograrm apa

saja bisa ditayangkan di televisi selama program itu menarik, di

sukai audien, tidak bertentangan dengan kesusilaan, hukum,

dan peraturan yang berlaku. Jenis program dapat

dikelompokkan menjadi dua, yaitu: program informasi (berita),

dan program hiburan (entertaiment). Dari beragamnya program

yang di tayangkan televisi banyak audien yang menyukai

program hiburan (entertainment), program hiburan merupakan

segala bentuk siaran yang bertujuan menghibur audien dalam

bentuk musik, lagu, cerita, dan permainan. Program kategori

hiburan ialah drama, permainan (game), musik, dan

pertunjukan.

17 Apriadi Tamburaka, Literasi Media, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persaka, 2013),

(41)

31

Dalam televisi program drama adalah sinema elektronik

(sinetron), dan film. Sinetron merupakan penggabungan dari

kata sinema dan elektronika. Elektronika di sini tidak semata

mengacu pada pita kaset yang proses perekamannya berdasar

pada kaidah-kaidah elektronik. Elektronika dalam sinetron itu

lebih mengacu pada mediumnya, yaitu televisi atau visual,

yang merupakan medium elektronik selain siaran radion18.

Sinetron disebut juga sama dengan televisi play atau

teledrama, atau sama dengan sandiwara televisi. Inti

persamaannya adalah sama-sama ditayangkan di media audio

visual yang disebut dengan televisi. Oleh sebab itu sinetron

dalam penerapannya tidak jauh berbeda dengan film layar putih

(layar lebar). Demikian juga tahapan penulisan dan format

naskah, yang berbeda hanyalah film layar putih menggunakan

kamera optik, bahan soleloid dan medium sajiannya

menggunakan proyektor dan layar putih di gedung bioskop.

Sedangkan sinetron menggunakan kamera elektronik dengan

video rekord dan vita di dalam kaset sebagai bahannya, dan

penayangannya melalui medium televisi.19

Di negara lain disebut dengan opera sabun (soap opera

atau daytime serial), namun di Indonesia lebih populer dengan

sebutan sinetron. Sinetron merupakan drama yang menyajikan

18 Veven Sp Wardhana, Kapitalisme Televisi dan Strategi Budaya Massa (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 1997), hal. 01.

19 Fred Wibowo, Teknik Produksi Program Televisi (Pinus Book Publisher, 1997), hal.

(42)

32

cerita dari berbagai tokoh secara bersamaan, masing-masing

tokoh memiliki alur cerita mereka sendiri-sendiri tanpa harus

dirangkum menjadi suatu kesimpulan. Akhir cerita sinetron

cenderung selalu terbuka dan sering kali tanpa penyelesaian

(open-ended), cerita cenderung dibuat berpanjang-panjang

selama masih ada audien yang menyukainya. Penayangan

sinetron biasanya terbagi dalam beberapa episode. Sinetron

yang memiliki episode terbatas disebut miniseri, episode

miniseri merupakan bagian dari cerita keseluruhan 20

Sinetron memiliki berbagai jenis tema cerita yang

tayangkan di televisi, yaitu:

1) Keluarga berada. Tema ini datang dari pandangan, bahwa

konflik yang terjadi dalam suatu keluarga berasal dari

kebencian mendalam yang berlarut-larut.

2) Religius. Biasanya berpusat pada cerita sinetron yang

dianggap terlalu mendogmakan ajaran agama, daripada

pesan-pesan moral yang lebih mengena dalam kehidupan

sehari-hari.

3) Mistis. Memuat cerita kental dengan unsur mistis, dan

mengabaikan logika penonton.

4) Tidak logis. Banyak dijumpai di cerita sinetron yang tidak

masuk akal, baik dari tokoh atau alur cerita.21

20 Morissan, M.A, Manajemen Media Penyiaran (Kencana, 2008), hal. 223-224. 21 Wikipedia bahasa Indonesia (sinetron/ ensiklopedia bebas.html) Di akses bulan Juni

(43)

33

2. Pesan Sebagai Unsur Komunikasi 2.1Pengertian Pesan

Pesan dalam Kamus Bahasa Indonesia adalah berupa lambang

atau tanda seperti kata-kata (tertulis ataupun lisan), gesture dll.

Dalam ilmu komunikasi, pesan merupakan suatu makna yang ingin

disampaikan oleh seorang komunikator kepada komunikan. Pesan

dimaksudkan agar terjadi kesamaan maksud antara komunikator

dan komunikan. Dalam komunikasi pesan merupakan salah satu

unsur sangat penting. Proses komunikasi terjadi dikarenakan

adanya pesan yang ingin disampaikan kepada orang lain. Pesan

tersebut dapat tertulis maupun lisan, yang di dalamnya terdapat

simbol-simbol yang bermakna yang telah disepakati antara pelaku

komunikasi. Message merupakan seperangkat lambang bermakna

yang disampaikan oleh komunikator.22

Pesan adalah semua bentuk komunikasi baik verbal maupun

nonverbal. Yang dimaksud dengan komunikasi verbal adalah

komunikasi lisan, sedangkan nonverbal adalah komunikasi dengan

simbol, isyarat, sentuhan perasaan dan penciuman23. Menurut

Hanafi ada tiga faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pesan,

yaitu:

a. Kode pesan adalah sederetan simbol yang disusun

sedemikian rupa sehingga bermakna bagi orang lain.

Contoh bahasa Indonesia adalah kode yang mencakup

22 Effendi, Onong Uchjana, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2002), hlm. 18.

(44)

34

unsur bunyi, suara, huruf dan kata yang disusun sedemikian

rupa sehingga mempunyai arti.

b. pesan adalah bahan untuk atau materi yang dipilih yang

ditentukan oleh komunikator untuk mengomunikasikan

maksudnya.

c. Wujud pesan adalah sesuatu yang membungkus inti pesan

itu sendiri, komunikator memberi wujud nyata agar

komunikan tertarik akan isi pesan didalamnya 24.

2.2Bentuk-Bentuk Pesan

Menurut A.W. Widjaja dan M. Arisyk Wahab terdapat tiga

bentuk pesan yaitu:

a. Informatif. Untuk memberikan keterangan fakta dan data,

kemudian komunikan mengambil kesimpulan dan keputusan

sendiri, dalam situasi tertentu pesan informatif tentu lebih

berhasil dibandingkan persuasif.

b. Persuasif. Berisikan bujukan yakni membangkitkan pengertian

dan kesadaran manusia bahwa apa yang kita sampaikan akan

memberikan sikap berubah. Tetapi berubahnya atas kehendak

sendiri. Jadi perubahan seperti ini bukan terasa dipaksakan

akan tetapi diterima dengan keterbukaan dari penerima.

24 Siahaan,S. M., Komunikasi Pemahaman dan penerapannya (Jakarta: Gunung Mulia,

(45)

35

c. Koersif. Menyampaikan pesan yang bersifat memaksa dengan

menggunakan sanksi-sanksi bentuk yang terkenal dari

penyampaian secara inti adalah agitasi dengan penekanan yang

menumbuhkan tekanan batin dan ketakutan dikalangan publik.

Koersif berbentuk perintah-perintah, instruksi untuk

penyampaian suatu target.25

Jadi pesan adalah kata-kata baik tulisan maupun lisan yang

akan disampaikan pemberi pesan (komunikator) kepada penerima

pesan (komunikan) untuk mencapai sesuatu yang diinginkan.

2.3Prinsip-Prinsip Pesan

Di dalam proses komunikasi, pesan memegang peranan penting

dalam menentukan jenis komunikasi. Pesan ekonomi, maka

komunikasinya komunikasi ekonomi, isi pesan pembangunan,

maka disebut komunikasi pembangunan. Untuk itu Schramm

memberikan prinsip yang disebut “The Condition of Succes in

Communication” yang terdiri dari :

a. Pesan haruslah direncanakan dan disampaikan sedemikian

rupa, hingga pesan itu dapat menarik sasaran yang dituju.

b. Pesan harus menggunakan tanda-tanda yang didasarkan

pada pengalaman yang sama antar sumber dan sasaran,

hingga kedua pengertian bertemu dan berpadu.

(46)

36

c. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi dari pada

sasaran dan menyarankan cara-cara untuk mencapai

kebutuhan itu.

d. Pesan harus menyarankan jalan untuk memperoleh

kebutuhan yang layak dari situasi kelompok, dimana

kesadaran saat itu digerakkan untuk memberi respon yang

dikehendaki.

Prinsip lain yang harus diperhatikan dalam merumuskan pesan

adalah :

a. Isi pesan harus dapat merangsang perhatian.

b. Cara pengutaraannya harus mengikat dan jelas, artinya

audience dapat merangkap maksudnya, dan memahami

sebaik-baiknya.

c. Mempersiapkan pesan, dalam arti memilih dan menyusun

struktur dalam bentuk dan susunan yang baik.

d. Memperhatikan waktu, apakah penyampaian itu telah tepat

waktunya.

e. Pengalaman, semakin banyak pengalaman dalam

menyampaikan semakin sedikit hambatan yang ditemui.

Adapun hal-hal penting lain yang harus diperhatikan dalam

penyampaian pesan pada komunikan adalah channel dan medium

(47)

37

kepada komunikan tertentu penyampaiannya memerlukan medium

yang khusus pula26.

B. Kajian Teori

1. Analisis Semiotika

Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari kata yunani

Semeion yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai

suatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya,

dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Tanda pada awalnya

dimaknai sebagai suatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain.

Contohnya asap menandai adanya api, sirene mobil yang keras

meraung-raung menandai adanya kebakaran disudut kota.

Secara terminologis, semiotika dapat diidentifikasikan sebagai

ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek,

peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda.

Pada dasarnya, analisis semiotika memang merupakan sebuah

ikhtiar untuk merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang perlu

dipertanyakan lebih lanjut ketika kita membaca teks atau narasi

tertentu. Analisisnya bersifat paragdimatic dalam arti berupaya

menemukan makna termasuk dari hal-hal yang tersembunyi dibalik

sebuah teks. Maka orang sering mengatakan semiotika adalah upaya

menemukan makna ‘berita dibalik berita’27.

26 Yoyon Mudjiono, Ilmu Komunikasi, (Surabaya: Jaudar Press, 2012), hal. 59-61. 27 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi, (Jakarta : Mitra Wacana Media,

(48)

38

Tahap kemajuan besar dalam telaah tanda adalah yang diambil

oleh Santo Agustinus (354-430 M), filsuf dan pemikir agama yang

mengklasifikasikan tanda sebagai yang bersifat natural. Konvensional,

dan suci. Tanda natural adalah tanda yang terdapat di alam.

Gejala-gejala badan, desir dedaunan, warna tanaman, dan sebagainya adalah

tanda-tanda alam yang dipancarkan binatang dalam menanggapi

keadaan fisik dan emosional. Dipihak lain, tanda konvensional adalah

tanda yang dibuat manusia. Kata-kata, isyarat, dan simbol merupakan

contoh dari tanda-tanda konvensional. Didalam teori semiotika

modern, hal-hal ini diklasifikasikan menjadi yang bersifat verbal dan

non-verbal. Dan terakhir adalah tanda suci, yaitu sebagai yang

menampilkan pesan dari Tuhan. Sebagai contoh, mukjizat adalah tanda

suci yang hanya bisa dipahami di dalam iman28.

Tujuan utama dari semiotika media adalah mempelajari

bagaimana media massa menciptakan atau mendaur ulang tanda untuk

tujuannya sendiri. Seperti yang telah kita lihat dibab sebelumnya, ini

dilakukan dengan bertanya: (1) apa yang dimaksudkan atau

direpresentasikan oleh sesuatu, (2) bagaimana makna itu digambarkan,

dan (3) mengapa ia memiliki makna sebagaimana ia tampil29.

2. Pendekatan Roland Barthes

Kanca penelitian semiotika tidak bisa begitu saja melepaskan

nama Roland Barthes (1915-1980) ahli semiotika yang

(49)

39

mengembangkan kajian yang sebelumnya punya warna kental

strukturalisme kepada semiotika teks.

Barthes melontarkan konsep tentang konotasi dan denotasi

sebagai kunci dari analisisnya. Barthes menggunakan versi yang jauh

lebih sederhana saat membahas model ‘glossematic sign’ (tanda-tanda

glossematic). Mengabaikan dimensi dari bentuk dan substansi, Barthes

mendefinisikan sebuah tanda sebagai sebuah sistem yang terdiri dari

(E) sebuah ekspresi atau signifier dalam hubungannya (R) dengan

content (atau signifed) (C) : ERC.

E1 = (E1R1C1) R2 C2

Dengan begitu, primary sign adalah denotative sedangkan

secondary sign adalah satu dari connotative semiotics. Konsep

connotative inilah yang menjadi kunci penting dari model semiotika

Roland Barthes.

Lewat model ini Barthes menjelaskan bahwa signifikasi tahap

pertama merupakan hubungan antara signifier (ekspresi) dan signified

(content) di dalam sebuah tanda terhadap realitas external. Itu yang

disebut Barthes sebagai denotasi yaitu makna paling nyata dari tanda

(sign).

Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk

menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini meggambarkan interaksi

yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari

(50)

40

yang subjektif atau paling tidak intersubjektif. Dengan kata lain,

denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek,

sedangkan makna konotasi adalah bagaimana cara

menggambarkannya.

Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda

bekerja melalui mitos. Mitos adalah bagaimana kebudayaan

menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau

gejala alam. Mitos merupakan produk kelas sosial yang sudah

mempunyai suatu dominasi. Mitos adalah suatu wahana dimana suatu

ideologi berwujud. Mitos dapat barangkali menjadi mitologi yang

memainkan peranan penting dalam kesatuan-kesatuan budaya.

Sebuah teks, kata Aart van Zoest tidak pernah lepas dari ideologi

dan memiliki kemampuan untuk memanipulasi pembaca kearah suatu

ideologi. Secara etimologis ideologi berasal dari bahasa Yunani, terdiri

dari kata idea dan logos. Idea berasal dari kata idein yang berarti

melihat, sedangkan kata logia berasal dari kata logos yang berarti

kata-kata.

Dalam perspektif ini, ideologi mempunyai beberapa implikasi

penting. Pertama, ideologi secara inheren bersifat sosial, tidak

personal atau individual, ia membutuhkan share diantara anggota

kelompok organisasi atau kreatifitas dengan orang lain. Kedua,

ideologi meskipun bersifat sosial, ia digunakan secara internal di

antara anggota kelompok atau komunitas. Oleh karena itu ideologi

(51)

41

membentuk identitas diri kelompok, membedakannya dengan

kelompok lain30.

3. Teori Ekonomi Politik Media

Ekonomi politik media adalah media sebagai institusi politik

dan institusi ekonomi yang mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi

khalayak. Satu prinsip yang harus diperhatikan disini adalah sistem

industri kapitalis media massa harus diberi fokus perhatian yang

memadai sebagaimana institusi-institusi produksi dan distribusi lain.

Kondisi-kondisi yang ditemukan pada level kepemilikan media,

praktik-praktik pemberitaan, dinamika industri dan radio, televisi,

perfilman, dan periklanan, mempunyai hubungan yang saling

menentukan dengan kondisi-kondisi ekonomi-politik spesifik yang

berkembang di suatu negara, serta pada gilirannya juga dipengaruhi

oleh kondisi-kondisi ekonomi-politik global.

Ekonomi media mempelajari bagaimana industri media

memanfaatkan sumber daya yang terbatas untuk memproduksi konten

dan mendistribusikannya kepada khalayak dengan tujuan memenuhi

beragam permintaan dan kebutuhan akan informasi dan hiburan. Media

menjadi medium iklan utama dan karenanya menjadi penghubung dan

konsumsi, antara produsen barang dan jasa dengan masyarakat.

30 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi, (Jakarta: Mitra Wacana Media,

(52)

42

Ekonomi media, sebenarnya bukanlah jargon baru yang

berkembang di masyarakat. Aktivitas ekonomi media sudah

berkembang cukup lama, seperti adanya surat kabar, majalah, radio

dan televisi, bahkan media online, yang sudah menjadi bagian dari

kehidupan sehari-hari saat ini. Sebagaimana aktivitas ekonomi lainnya,

seperti ekonomi pertanian, ekonomi industri, atau ekonomi keuangan,

dan sebagainya. Ekonomi media berkaitan dengan cara atau usaha

manusia dalam memenuhi keperluan hidupnya (kebutuhan atau needs,

dan keinginan atau wants) melalui bisnis atau industri media. 31

Pendekatan ekonomi politik, melihat media massa dari siapa

penguasa sumber-sumber produksi media massa, siapa pemegang

rantai distribusi media massa, siapa yang menciptakan pola konsumsi

masyarakat atas media massa dan komoditas lain sebagai efek kerja

media. Siapa penguasa sumber-sumber produksi media massa dapat

dilihat antara lain dari kepemilikian media massa, kepemilikan rumah

produksi penghasil acara-acara televisi. Kepemilikan media massa di

Indonesia dapat dilihat antara lain: Televisi Pendidikan Indonesia

(TPI), Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI), Metro TV, Media

Indonesia, dimiliki oleh kelompok usaha Bimantara.

31 Albarran Alan, Media Econimcs : Understanding markets, industries, and concepts , 2004,

(53)

BAB III

PENYAJIAN DATA

A. Deskripsi Subjek Penelitian

1. Deskripsi Sinetron Mahabharata

Subjek yang dikaji adalah sinetron Mahabharata. Mahabharata

adalah sebuah karya sastra kuno yang berasal dari India. Penulis

Mahabharata adalah Begawan Byasa atau Vyas. Mahabharata

menceritakan kisah konflik para pandawa lima dengan saudara mereka

sendiri sang seratus korawa, mengenai sengketa hak pemerintahan atas

tanah negara Astina. Puncaknya adalah perang Bharatayuddha di

medan kurusetra dan pertempuran berlangsung selama delapan belas

hari.

Tokoh Mahabharata pun sama dengan tokoh pewayangan di

Indonesia. Mulai dari pandawa lima, Arjuna, Kresna, Abimanyu,

Gatotkaca, Dewikunti, dan sebagainya. Jadi kalau kita nonton

Mahabharata itu sama saja dengan belajar tokoh pewayangan.

Mahabharata pernah dikeluarkan dua kali serial televisi. Pertama

yaitu tahun 1988-1990. Lalu yang terakhir serial televisi yang keluar

pada tahun 2013. Namun sekarang serial televisi Mahabharata sudah

berakhir pada tahun 2015. Berakhirnya sinetron Mahabharata,

sekarang banyak bermunculan sinetron India lainnya. Misalnya

(54)

44

a. Tim Produksi Sinetron Mahabharata

Judul : Mahabharata

Sutradara : Amaan Khan

Asisten sutradara : Pranveer Singh

Penulis naskah : Amjad Sheikh

Produser : Dhaval Gada

Jayantilal Gada

Kushal Gada

Musik : Rajendra Shiv

Rilis pertama : pada tahun 1988

Durasi : ± 60 menit perepisode32

b. Tokoh dan Peran Sinetron Mahabharata

Gambar 2.1

Arjuna nama aslinya adalah Sheikh Syaiful Maulidy

(55)

45

Gambar 2.2

Bima nama aslinya adalah Saurav Gurjar

Gambar 2.3

Dewi Rukmini nama aslinya adalah Pallavi Subhash

Gambar 2.4

(56)

46

Gambar 2.5

Yudistira nama aslinya adalah Rohit Bharadwaj

Gambar 2.6

Karna nama aslinya adalah Aham Sharma

Gambar 2.7

(57)

47

Gambar 2.8

Kunti nama aslinya adalah Shafaq Naaz

Gambar 2.9

Nakula nama aslinya adalah Vin Rana

Gambar 2.10

Draupadi nama aslinya adalah Pooja Sharma

Gambar 2.11

(58)

48

Gambar 2.12

Dhrishtadyumna nama aslinya adalah Karan Suchak

Gambar 2.13

Bisma nama aslinya adalah Arav Chowdhary

Gambar 2.14

(59)

49

Gambar 2.15

Sangkuni nama aslinya adalah Praneet Bhatt

Nama pemeran lainnya beserta nama aslinya

Vrishali nama aslinya adalah Nazea Hasan Sayed

Aswatama nama aslinya adalah Ankit Mohan

Drona nama aslinya adalah Nissar Khan

Vikarna nama aslinya adalah Sandeep Arora

Lord By Vyas nama aslinya adalah Atul Mishra

Kripacharya nama aslinya adalah Hermant Choudhary

Amba nama aslinya adalah Rotan Rajput

Satanika nama aslinya adalah Jay Joshi

Pandu nama aslinya adalah Aruna Rana

Subadra nama aslinya adalah Vibha Anand

Abimanyu nama aslinya adalah Paras Arora

Satyawati nama aslinya adalah Sayantani Ghosh

Uttara nama aslinya adalah Richa Mukherjee

Grace Slat nama aslinya adalah Tanti

Widura nama aslinya adalah Naveen Jingar

(60)

50

Raja Drupada nama aslinya adalah Sudesh Berry

Krepi nama aslinya adalah Chandani Sharma

Yuyutsu nama aslinya adalah Sabar Kasyapa

Dewi Gangga nama aslinya adalah Vivina Singh

Ambalika nama aslinya adalah Mansi Sharma

Sanjaya nama aslinya adalah Ajay Mishra

Baladewa nama aslinya adalah Tarun Khanna

Siwa nama aslinya adalah Mohit Raina

Ghatotkacha nama aslinya adalah Ketan Karande

Yudistira nama aslinya adalah Rohit Shetty

Duryudana nama aslinya adalah Alam Khan

Dursasana nama aslinya adalah Raj Shah33.

2. Sinopsis Sinetron Mahabharata episode 51

Sinetron Mahabharata pada episode 51 ini menceritakan

tentang Arjuna yang melesatkan anak panahnya ke arah

Duryudana yang dapat berubah menjadi es. Anak panah

pertama membekukan kakinya Duryudana tetapi es masih bisa

dipecahkan oleh gada Duryudana. Anak panah yang kedua

membekukan batang tubuh (dada, perut dan pinggang). Anak

panah yang ketiga membekukan kepala Duryudana. Dan anak

panah yang terakhir adalah paku-paku es untuk memfiksasi es

batu besar yang melingkupi tubuh Duryudana. Saat itu guru

(61)

51

Drona menyatakan di muka umum bahwa Arjuna tidak hanya

pemanah terbaik di antara murid-muridnya tetapi juga pemanah

terbaik diseluruh dunia. Setelah itu guru Drona meminta

Arjuna untuk membebaskan Duryudana dari kebekuan.

Namun ternyata ada pemuda lain yang bisa membebaskan

kebekuan tubuh Duryudana dari menara tinggi. Pemuda itu

terjun dari menara dan mendarat sempurna di arena. Radha dan

Adhirata sangat mengenal pemuda itu. Karena pemuda itu

adalah anak angkatnya, Karna. Karna berkata pada guru Drona:

“selama ini hanya pertarungan antara pangeran kuru, aku tetap

diam. Tetapi begitu kau berkata Arjuna adalah pemanah terbaik

di dunia, maka aku tidak tinggal diam karena aku bagian dari

dunia ini juga. Kini martabat semua pemanah yang ada di dunia

ini ada di pundakku”.

Vidura panik karena takut kalau Arjuna kalah dari rakyat

biasa. Di lain pihak Dretarasta senang ketika Sanjaya

memberitahu ada pemuda biasa yang menantang Arjuna. Guru

Kripa meminta Karna memperkenalkan diri. Karna kembali

protes, mengapa harus menanyakan identitas, bukan melihat

kemampuannya saja? Namun tetap saja setelah itu Karna

memperkenalkan diri sebagai putra Adhirata dan Radha. Bima

langsung mengusir Karna yang kemudian diikuti oleh

pengusiran semua orang di arena. (padahal para penonton

(62)

52

diterimanya di depan umum. Adhirata meminta maaf pada

keluarga kerajaan dan mengajak Karna pergi. Kemudian Karna

pergi dengan berat hati karena ingin membuktikan

kemampuannya. Duryudana tidak tega atas penghinaan itu

sehingga dia mengangkat karna menjadi raja.

B. Pesan Moral Pada Sinetron Mahabharata Episode 51

Setelah panjang lebar menjelaskan objek penelitian yang akan menjadi

fokus penelitian peneliti, maka disini peneliti akan memapaparkan suatu

data yang nantinya akan menjadi dasar analisis peneliti untuk

memudahkan tahapan selanjutnya.

Terdapat beberapa scene yang akan di analisis dalam sinetron

Mahabharata episode 51 dengan konsep pemikiran Roland Barthes. Lewat

model ini Barthes menjelaskan bahwa signifikasi tahap pertama

merupakan hubungan antara signifier (ekspresi) dan signified (content)

didalam sebuah tanda terhadap realitas external. Itu yang disebut Barthes

sebagai denotasi yaitu makna paling nyata dari tanda (sign).

Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan

signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi

ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta

nilai-nilai dari kebudayaannya. Konotasi mempunyai makna yang subjektif atau

(63)

53

digambarkan tanda terhadap sebuah objek, sedangkan makna konotasi

adalah bagaimana cara menggambarkannya34.

Pada dasarnya, ada perbedaan antara denotasi dan konotasi dalam

pengertian secara umum serta denotasi dan konotasi yang dimengerti oleh

Barthes. Dalam pengertian umum, denotasi biasanya dimengerti sebagai

makna harfiah, makna yang “sesungguhnya” bahkan kadang kala juga

dirancukan dengan referensi atau acuan. Proses signifikasi yang secara

tradisional disebut sebagai denotasi ini biasanya mengacu kepada

penggunaan bahasa dengan arti yang sesuai dengan apa yang terucap.

Akan tetapi didalam semiologi Roland Barthes, denotasi merupakan

system signifikasi tingkat pertama, sementara konotasi merupakan tingkat

kedua. Dalam hal ini denotasi justru lebih diasosiasikan dengan

ketertutupan makna dan, dengan demikian, sensor atau represi politis35.

Menurut Barthes penanda (signifier) adalah teks, sedangkan petanda

(signified) merupakan konteks tanda (sign). Dalam menelaah tanda, dapat

dibedakan dalam dua tahap. Pada tahap pertama, tanda dapat dilihat latar

belakangnya pada (1) penanda dan (2) petandanya. Tahap ini lebih melihat

tanda secara denotatif. Tahap denotasi ini baru masuk ke tahap kedua,

yakni menelaah tanda secara konotatif, pada tahap ini konteks budaya,

misalnya sudah ikut berperan dalam penelaahan tersebut.

Menariknya yang berkenaan dengan semiotika Roland Barthes adalah

digunakannya istilah mitos (myth), yakni rujukan bersifat kultural

(bersumber dari budaya yang ada) yang digunakan untuk menjelaskan

34 Indawan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), hal.21-22.

Gambar

 Tabel 1.1
 Tabel 1.2
 Gambar 2.1
  Gambar 2.2 Bima nama aslinya adalah Saurav Gurjar
+7

Referensi

Dokumen terkait

PENDIDIKAN NILAI MORAL DI TENGAH KRISIS IDENTITAS GENERASI MUDA (Studi Pesan Nilai Moral Dalam Film “Ada Surga di Rumahmu” Menggunakan Analisis Semiotika Roland

sebelumnya, peneliti dapat menyimpulkan bahwa dalam film Andai Seragam Bisa Bicara memiliki makna pesan moral yang terdapat dari. penanda dan petanda pada scene-scene

Ternyata hasil dari kategorisasi pesan moral skenario sinetron Mengintip Surga di RCTI adalah isi pesan moral yang mengandung pesan hubungan manusia dengan diri sendiri dan

Pesan adalah sesuatu yang disampaikan oleh pengirim (komunikator) kepada penerima (komunikan). Pesan merupakan isyarat atau simbol yang disampaikan oleh seseorang untuk

Merujuk pada latar belakang penelitian di atas, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui pesan moral ditunjukkan pada adegan di dalam video klip dan makna

Oleh karena kasih karunia dan kemurahan Tuhan Yang Maha Esa, saya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Pesan Moral Kepedulian Dalam Film

dengan rumusan masalah yang telah dibuat yaitu ‘Bagaimana Pesan moral Dalam Film Dilan 1990’ menggunakan analisis semiotik yang mengacu pada. teori Roland

13 Mukhti Ali, Etika Agama Islam dan Pembentukan Kepribadian Nasional dalam Pemberantasan Maksiat dari segi Agama Islam, (Yogyakarta: Nida, 1991), hlm 14.. 13 Moral Islami