PESAN MORAL PADA SINETRON MAHABHARATA
EPISODE 51
(Studi Analisis Semiotika Model Rolan Barthes)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Guna Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.I.Kom)
Oleh:
M. ABDUR ROSYIDIN NIM. B06212057
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
JURUSAN KOMUNIKASI
ABSTRAK
M. Abdur Rosyidin, B06212057, 2016. Pesan Moral Pada Sinetron Mahabharata Episode 51 (Studi Analisis Semiotika, Roland Barthes). Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
Kata Kunci : Pesan Moral, Etika Komunikasi
Masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah bagaimana pesan moral yang ada dalam sinetron Mahabharata episode 51. Pesan moral dalam skripsi ini fokus pada etika komunikasi. Penelitian ini di lakukan karena orang-orang sering lupa tidak menggunakan etika dalam berkomunikasinya.
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah: (1) Bagaimana simbol – simbol pesan moral yang ada pada sinetron Mahabharata episode 51?, (2) Bagaimana makna simbol pesan moral yang ada pada sinetron Mahabharata episode 51?
DAFTAR ISI
JUDUL PENELITIAN………. i
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING……….. iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ……… iv
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian 15 2. Unit Analisis 16
3. Jenis dan Sumber Data 16
4. Tahapan Penelitian 17
2.2Bentuk-Bentuk Pesan 34
2.3Prinsip-prinsip Pesan 35
B. Kajian Teori 37
1. Analisis Semiotika 37
2. Pendekatan Roland Barthes 38
3. Teori Ekonomi Politik Media 41
BAB III PENYAJIAN DATA
A. Deskripsi Subjek Penelitian 43
1. Deskripsi Sinetron Mahabharata 43
2. Sinopsis Sinetron Mahabharata Episode 51 50 B. Pesan Moral pada Sinetron Mahabharata Episode 51 52 1. Simbol-Simbol Pesan Moral Sinetron Mahabharata Episode 51 54 2. Makna Pesan Moral Sinetron Mahabharata Episode 51 58 BAB IV ANALISIS DATA
A. Temuan Penelitian 70
B. Konfirmasi Temuan dengan Teori 73
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 80
B. Rekomendasi 81
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1……….. 5
Tabel 1.2……….. 6
Tabel 3.1……….. 54
Tabel 3.2……….. 55
Tabel 3.3……….. 56
Tabel 3.4……….. 56
Tabel 3.5……….. 57
Tabel 3.6 ………. 58
Tabel 3.7 ………. 60
Tabel 3.8 ………... 62
Tabel 3.9 ………... 63
Tabel 3.10 ………... 65
Tabel 3.11 ………... 66
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi massa pada dasarnya merupakan suatu bentuk
komunikasi dengan melibatkan khalayak luas yang biasanya menggunakan
teknologi media massa, seperti surat kabar, majalah, radio, televisi, dan
film.1
Pada tahun 1928, seorang asal Amerika Serikat menemukan tabung
kamera atau iconscope yang dapat menangkap dan mengirim gambar ke
kotak yang bernama televisi. Vladimir Zworkyn dengan bantuan Philo
Farnsworth berhasil menciptakan pesawat televisi pertama yang
dipertunjukkan kepada umum.2 Dalam perkembangan televisi, ialah
ketatnya peraturan pemberian izin yang dilakukan pihak penguasa.
Televisi merupakan sistem elektronik yang mengirimkan gambar
diam dan gambar hidup bersama suara melalui kabel atau ruang. Sistem ini
menggunakan peralatan yang mengubah cahaya dan suara ke dalam
gelombang elektronik dan mengkonversinya kembali ke dalam cahaya
yang dapat dilihat dan suaranya dapat didengar.
1 Pawito, peneltian Komunikasi Kualitatif, (Yogyakarta : PT. Lks Pelangi Aksara,2007),
hlm.16.
2 Morissan, Manajemen Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio & Televisi (Jakarta:
2
Televisi adalah sebuah media telekomunikasi terkenal yang
digunakan untuk memancarkan dan menerima siaran gambar bergerak,
baik itu yang monokrom (“hitam putih”) maupun warna, biasanya
dilengkapi oleh suara. Penemuan televisi disejajarkan dengan penemuan
roda, karena penemuan ini mampu mengubah peradaban dunia.
Salah satu program yang banyak diminati audiens ialah program
hiburan, sehingga tidak mengherankan jika program hiburan selalu
menjadi hal utama bagi stasiun televisi swasta. Banyak jenis program
hiburan yang disajikan oleh media pertelevisian seperti program kuis, film,
dan sinetron yang banyak digemari audiens. Mayoritas masyarakat
Indonesia menyukai sinetron dari sekian macam program yang ada di
televisi.
Sinetron merupakan penggabungan dan pemendekan dari kata
sinema dan elektronika.3 Elektronika di sini tidak semata mengacu pada
pita kaset yang proses perekamannya berdasar pada kaidah-kaidah
elektronik. Elektronika dalam sinetron itu lebih mengacu pada
mediumnya, yaitu televisi atau visual, yang merupakan medium elektronik
selain siaran radio.
Sinetron sekarang menjadi tayangan lokal yang menjadi primadona.
Terlepas dari isi pesan dan penggarapan yang kurang baik, program ini
berhasil memikat pemirsa dan mencetak rating yang rata-rata memuaskan.
3http://www.definisi-pengertian.com/2015/05/definisi-atau-pengertian-sinetron.html di
3
Maka tidak heran jika jumlah produksi sinetron semakin meningkat.
Sebagai hasil produksi industri, kehadiran sinetron memang mengalami
banyak tantangan sebagai produk hiburan. Sinetron mendapat popularitas
melalui rating. Namun begitu, kepopulerannya telah menimbulkan dampak
dari penayangannya.
Salah satu sinetron yang menarik untuk diamati adalah sinetron
Mahabharata. Sinetron yang berjudul Mahabharata adalah film karya
sutradara yang handal. Sinetron Mahabharata menggambarkan dua sisi
yang selalu ada dalam jiwa manusia, yaitu kebaikan dan kejahatan. Dari
film Mahabharata, penonton film dapat mengambil sebuah pelajaran atau
hikmahnya. Bahwa setiap manusia itu memiliki dua sisi yang saling
bertentangan. Kadang ada manusia yang baik dan ada juga manusia yang
jahat. Itu tergantung pada individu atau manusia itu sendiri, bagaimana
individu tersebut bisa menahan atau menggerakkan jiwanya.
B. Rumusan Masalah
Di dalam sinetron Mahabharata dapat dilihat bahwa banyak sekali
pesan moral yang ada didalam setiap episodenya. Maka fokus penelitian
pada penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagaimana simbol-simbol pesan moral yang ada pada sinetron
Mahabharata episode 51?
2. Bagaimana makna pesan moral yang ada pada sinetron
4
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian konteks dan fokus penelitian diatas, maka tujuan
penelitian dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui simbol-simbol pesan moral yang ada pada
sinetron Mahabharata episode 51.
2. Untuk memahami dan mendeskripsikan pesan moral yang ada pada
sinetron Mahabharata melalui pemaknaan dibalik penggunaan teks
atau bahasa dalam sinetron tersebut.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap
perkembangan ilmu komunikasi, khususnya komunikasi massa.
2. Manfaat praktis
Penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi peneliti lain yang akan
melakukan penelitian mengenai nilai-nilai komunikasi Islam dalam
sebuah sinetron.
E. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini penulis merujuk pada hasil penelitian terdahulu
5
Tabel 1.1
Nama peneliti Lidya Ivana Rawung
Jenis karya Jurnal
Judul penelitian Analisis semiotika pada film Laskar Pelangi
Metode penelitian Kualitatif
Hasil penelitian Lewat makna pesan dalam film Laskar Pelangi
peneliti bisa mengetahui bahwa sebagai
generasi penerus bangsa kita harus terus
belajar, jangan pernah menyerah dan kalah
dengan kesulitan dan sebagai pendidik
milikilah karakter yang mau mengabdi untuk
bangsa Indonesia. Jangan pengabdian diukur
karena materi saja. Serta bagi masyarakat
Indonesia harus bisa memilih film mana yang
pantas ditonton dan yang tidak. Untuk
produser, sutradara dan rumah produksi film
buatlah film yang mencerdaskan kehidupan
anak bangsa, agar bangsa kita memiliki
generasi penerus yang luar biasa.
Persamaan Penelitian ini menggunakan metode analisis
semiotik untuk mengetahui pesan moral pada
film yang diteliti.
Perbedaan Penelitian terdahulu mencari pesan moral yang
6
sedangkan penelitian ini mencari pesan moral
yang berhubungan dengan etika komunikasi.
Dalam penelitian ini peneliti merujuk pada penelitian terdahulu yang
membahas tentang analisis semiotik pada sebuah film, yaitu : “ Analisis
semiotika pada film laskar pelangi” oleh Lidya Ivana Rawung oleh
mahasiswa (S1) Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sam Ratulangi. Akan tetapi ada perbedaan yaitu pada subjek
penelitian. Penelitian terdahulu berfokus pada pesan moral yang
berhubungan dengan nilai pendidikan, sedangkan penelitian ini berfokus
pada pesan moral yang berhubungan dengan etika komunikasi. Adapun
persamaan dari penelitian ini adalah menggunakan metode analisis
semiotik untuk mengetahui pesan moral pada film yang diteliti.
Tabel 1.2
Nama peneliti Dimas Suryo Prayogo
Jenis karya Skripsi
Judul penelitian Analisis semiotik pada film Jakarta Maghrib
Metode penelitian Deskriptif kualitatif
Hasil penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa film
Jakarta Maghrib menggambarkan realitas
sosial, yaitu gambaran yang sebenarnya terjadi
di masyarakat diangkat dalam sebuah film.
7
mencemaskan. Film Jakarta Maghrib
menceritakan mitos-mitos tentang maghrib,
aktifitas warga Jakarta menjelang maghrib,
serta sifat individualistis warga Jakarta. Film
ini menjelaskan bahwa Maghrib saat ini bukan
lagi persoalan religius semata. Bagi masyarakat
Jakarta, Maghrib sudah menjadi persoalan
sosio-kultur dan penanda sosial.
Persamaan Penelitian ini menggunakan analisis semiotik
untuk mengetahui makna religius dalam film
Jakarta Maghrib.
Perbedaan Penelitian terdahulu menggunakan metode
penelitian deskriptif kualitatif sedangkan
peneltian ini menggunakan analisis isi untuk
mengetahui pesan moral (etika komunikasi)
pada film.
Dan selanjutnya peneliti merujuk pada hasil penelitian terdahulu
yang berjudul : “ Analisis semiotik pada film Jakarta Maghrib” oleh
Dimas Suryo Prayogo tahun 2012 Universitas Sahid Jakarta. Akan tetapi
perbedaannya terletak pada metode penelitiannya. Penelitian terdahulu
menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif sedangkan penelitian
8
komunikasi) pada film. Adapun persamaan dari penelitian ini, yaitu
menggunakan analisis semiotik untuk mengetahui pesan moral pada film.
F. Definisi Konsep 1. Pesan moral
Perkataan moral berasal dari bahasa latin Mores. Mores
berasal dari kata Mos yang berarti kesusilaan, tabiat, atau kelakuan. Moral dengan demikian dapat diartikan ajaran
kesusilaan. Moralitas berarti hal mengenai ethos dan ethikos
yang berarti kesusilaan, perasaan batin, kecenderungan untuk
melakukan sesuatu perbuatan.4
Pengertian moral dari Merriam-webster pun cukup
sederhana, yaitu mengenai atau berhubungan dengan apa yang
benar dan salah dalam perilaku manusia, dianggap benar dan baik
oleh kebanyakan orang, sesuai dengan standar perilaku yang
tepat pada kelompok atau masyarakat tersebut.
Moral begitu penting dalam berkomunikasi, supaya
komunikasi bisa berjalan dengan baik dan pesan bisa dengan
mudah tersampaikan. Etika komunikasi merupakan suatu
rangkuman istilah yang mempunyai pengertian tersendiri, yakni :
nilai, norma, atau ukuran tingkah laku yang baik dalam kegiatan
komunikasi di dalam masyarakat. Dalam pergaulan dan
9
kehidupan bermasyarakat, antara etika dan komunikasi
merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Dimanapun
orang berkomunikasi, selalu memerlukan pertimbangan etis, agar
lawan bicara dapat menerima dengan baik.5
2. Sinetron
Sinetron merupakan penggabungan dan pemendekan dari
kata sinema dan elektronika. Elektronika di sini tidak semata
mengacu pada pita kaset yang proses perekamannya berdasar
pada kaidah-kaidah elektronik. Elektronika dalam sinetron itu
lebih mengacu pada mediumnya, yaitu televisi atau visual, yang
merupakan medium elektronik selain siaran radio.
Sinetron disebut juga sama dengan televisi play atau
teledrama, atau sama dengan sandiwara televisi. Inti
persamaannya adalah sama-sama ditayangkan di media audio
visual yang disebut dengan televisi. Oleh sebab itu sinetron
dalam penerapannya tidak jauh berbeda dengan film layar putih
(layar lebar).6
Sinetron Mahabharata menceritakan kehidupan dari Prabu
Santanu atau Sentanu (Çantanu). Prabu Santanu sendiri adalah
seorang raja yang berketurunan keluarga Kuru yang menjadi raja
di kerajaan Barata. Prabu Santanu mempunyai permaisuri
bernama Dewi Gangga, dan berputra Bisma.
5 Suranto AW, Komunikasi Interpersonal, (Yogyakarta : Graha Ilmu,2011), hlm.135-136. 6 Fred Wibowo, Teknik Produksi Program Televisi (Pinus Book Publisher, 1997), hal.
10
Pada suatu hari, Prabu Santanu jatuh cinta pada seorang
anak nelayan yang bernamaSetyawati. Namun, ayahanda dari
Setyawati hanya mau memberikan putrinya jika Prabu Santanu
mau menobatkan anak dari Setyawati sebagai putra mahkota
pewaris tahta dan bukannya Bisma. Karena syarat yang begitu
berat ini Prabu Santanu terus bersedih. Melihat hal tersebut,
Bisma pun merelakan haknya atas tahta di Barata untuk putra
yang kelak lahir dari Setyawati. Bahkan, Bisma berjanji untuk
tidak menuntut itu kapan pun dan Bisma juga berjanji untuk tidak
menikah agar kelak tidak mendapat anak untuk mewarisi tahta
dari Prabu Santanu.
Perkawinan Prabu Santanu dan Setyawati melahirkan dua
orang putra yang masing-masing
bernama Citranggada dan Wicitrawirya. Namun kedua putranya
ini meninggal dalam pertempuran tanpa meninggalkan
keturunan. Karena takut punah keturunan raja, Setyawati pun
memohon kepada Bisma agar menikahi mantan menantunya
yang di tinggal mati oleh Wicitrawirya,
masing-masing Ambika dan Ambalika. Namun permintaan ini di tolak
mentah-mentah oleh Bisma mengingat sumpah untuk tidak
menikah.
Pada akhirnya Setyawati meminta kepada Wiyasa, anaknya
11
Ambalika. Perkawinan dengan Ambika melahirkan Destarasta,
lalu perkawinan dengan Ambalika melahirkan Pandu.
Destarasta menikah dengan Gandari dan melahirkan seratus
orang anak, sedangkan Pandu menikahi Kunti dan Madrim tapi
tidak mendapatkan anak. Nanti ketika Kunti dan Madrim kawin
dengan dewa-dewa, Kunti melahirkan 3 orang anak
masing-masingdengan dewaDarma lahirlah Yudistira,dengan dewaBayu l
ahir Werkodara atau Bima dandengan dewaIndra lahirlah Arjuna.
Sedangkan Madri yang menikah dengan dewa kembar Acwin
melahirkan anak kembar yang bernama Nakula dan Sadewa.
Selanjutnya, keturunan-keturunan itu di bagi menjadi dua
yakni keturunan Destarasta di sebut dengan kaum Kurawa,
sedangkan keturunan Pandu di sebut dengan kaum Pandawa.
Sebenarnya Destarasta berhak mewarisi tahta ayahnya, tapi
karena Destarasta buta sejak lahir, maka tahta tersebut kemudian
di berikan kepada Pandu. Hal inilah yang pada kemudian hari
menjadi sumber bencana antara kaum Pandawa dan Kurawa
dalam memperebutkan tahta sampai berlarut-larut. Hingga pada
akhirnya pecah sebuah perang Dahsyat yang di sebut
sebagai Baratayuda yang berarti peperangan memperebutkan
kerajaan Barata.
Peperangan diawali dengan aksi judi, di mana kaum
Pandawa kalah. Kekalahan ini membuat kaum Pandawa harus
12
tahun ke-13 sesuai perjanjian dengan Kurawa, para Pandawa
harus menyembunyikan diri di tempat-tempat tertentu. Namun
para Pandawa memutuskan untuk bersembunyi di istana Raja
Matsyapati. Pada tahun berikutnya, para Pandawa menampakkan
diri mereka di muka umum lalu menuntut hak mereka kepada
Kurawa. Namun, tuntutan mereka tidak di penuhi oleh kaum
Kurawa hingga perang 18 hari yang menyebabkan lenyap nya
kaum Kurawa. Dengan demikian, kaum Pandawa dengan leluasa
mengambil alih kekuasaan di kerajaan Barata.
3. Simbol pesan
Pesan juga sering disebut sebagai informasi. Pengertian dari
pesan atau informasi dapat diartikan sebagai inti dari komunikasi,
dimana sebuah pesan akan berkaitan dengan apa yang
dikomunikasikan. Dalam suatu proses komunikasi, pihak-pihak
yang terlibat dalam komunikasi akan memanfaatkan ataupun
berbagi pesan.
Pesan dapat dikirim kepada seseorang dan dapat juga
dikirimkan kepada sekelompok ataupun masyarakat luas. Pesan
dapat dikatakan sebagai materi atau bentuk fisik dari ide yang
disampaikan kepada komunikan. Dari pesan yang dikirimkan
komunikator, biasanya menghendaki reaksi dan umpan balik dari
komunikan. Pesan pada dasarnya mempunyai tiga komponen
13
1. Makna
2. Simbol yang digunakan untuk menyampaikan makna
3. Bentuk atau organisasi pesan
Simbol terpenting adalah kata-kata (bahasa), yang dapat
mempresentasikan objek (benda), gagasan dan perasaan, baik
ucapan ataupun tulisan. Dengan kata-kata, maka memungkinkan
kita berbagi fikiran dengan orang lain.
4. Makna pesan
Suatu pesan mempunyai makna yang berbeda antara satu
individu dengan individu yang lain. Karena makna pesan
berkaitan dengan masalah penafsiran yang menerimanya. Makna
muncul dari hubungan khusus antara kata dan manusia. Makna
tidak melekat pada kata-kata, namun kata-kata membangkitkan
makna dalam fikiran orang. Jadi, tidak ada hubungan langsung
antara suatu objek dan simbol yang digunakan untuk
mempresentasikannya.
Menurut Fiske, makna muncul ketika sebuah tanda (kata,
tulisan, simbol, isyarat) yang mengacu pada suatu objek
(biasanya mengacu pada benda, idea tau konsep) dipakai oleh
pengguna tanda, saat itulah terjadi proses pembentukkan makna
14
G. Kerangka Pikir Penelitian
Signifier
(penanda)
Signified
(petanda)
Denotative sign (tanda
denotative)
Connotative signifier
(penanda konotatif)
Connotative signified
(petanda konotatif)
Connotative sign (tanda konotatif)
Sinetron merupakan media komunikasi massa yang sangat
berpengaruh terhadap perilaku manusia yang menontonnya. Dalam
penelitian ini, peneliti akan menganalisis sinetron Mahabharata dengan Komunikasi
Massa
Analisis Semiotik Roland
Barthes
15
pendekatan analisis semiotik Roland Barthes untuk mengetahui bagaimana
pesan moral (etika komunikasi) yang ada pada sinetron Mahabharata.
Dengan pendekatan ini, penulis akan mengamati tanda atau bahasa yang
digunakan dalam percakapan antar tokoh pada sinetron Mahabharata.
H. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan metode
penelitian kualitatif dengan pendekatan Roland Barthes. Dalam
penelitian ini untuk jenisnya, penulis akan menggunakan penelitian
analisis isi dengan model analisis semiotik Ronald Barthes. Analisis isi
digunakan untuk memperoleh keterangan dari isi komunikasi yang
disampaikan dalam bentuk lambang dan bahasa atau teks. Penelitian
yang menggunakan analisis isi umumnya melalui tahap-tahap : (1)
perumusan masalah, (2) perumusan hipotesis, (3) penarikan sampel,
(4) pembuatan alat ukur atau koding, (5) pengumpulan data, (6)
analisis data.7 Semiotik bertujuan untuk mengetahui makna-makna
yang terkandung dalam sebuah tanda atau menafsirkan makna tersebut
sehingga diketahui bagaimana komunikator mengkonstruksi pesan.
Konsep pemaknaan ini tidak terlepas dari perspektif atau nilai-nilai
ideologis tertentu serta konsep kultural yang menjadi ranah pemikiran
masyarakat di mana simbol tersebut diciptakan. Roland Barthes
7 Drs. Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung : PT. Remaja
16
berpendapat bahasa adalah sebuah system tanda yang mencerminkan
asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu.8
2. Objek Penelitian dan Unit Analisis
Objek penelitian ini adalah sinetron Mahabharata. Sedangkan
unit analisis penelitian ini adalah pesan moral yang difokuskan pada
etika komunikasi yang ada pada sinetron Mahabharata.
3. Jenis dan Sumber Data
Pada penelitian ini , ada dua macam jenis data yang digunakan
oleh penulis untuk mendukung penelitian ini, di antaranya adalah
sebagai berikut:
1) Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber data utama di
lapangan. Dalam penelitian ini, data primer berupa data utama
berupa dialog, tanda dan
narasi yang menggambarkan atau mengandung pesan moral (etika
komunikasi) pada sinetron Mahabharata.
2) Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari perantara atau
sumber kedua. Dalam penelitian ini data sekunder diperoleh dari
literature-literatur yang mendukung data primer, seperti kamus,
buku-buku yang berhubungan dengan penelitian, internet, catatan
17
kuliah, penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian
penulis, dan sebagainya.
4. Tahapan Penelitian
Tahapan-tahapan yang dilakukan penulis dalam penelitian
analisis semiotic ini, antara lain :
a. Mencari topik yang menarik.
b. Sebelum menentukan judul penelitian, point pertama yang
dilakukan peneliti adalah mengidentifikasi topik. penelitian
Dalam hal ini peneliti mencoba mengeksplorasi topik yang
peneliti anggap menarik. Topik yang bagus akan melahirkan
masalah yang baik pula dan tentunya memunculkan judul
yang menarik.
c. Merumuskan masalah.
d. Merumuskan manfaat .
Manfaat dirumuskan berdasarkan dua pandangan, yakni
pandangan teoritis dan praktis. Manfaat teoritis pada
penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan studi
media khususnya mengenai sinetron sebagai media
komunikasi. Sedangkan, manfaat praktis penelitian ini dapat
dijadikan referensi bagi peneliti lain yang akan melakukan
penelitian mengenai pesan moral (etika komunikasi) pada
18
e. Menentukan metode penelitian
Pada tahap ini penulis memutuskan metode yang sesuai
dengan fenomena yang akan dikaji. Pada penelitian ini
penulis menggunakan metode penelitian analisis semiotik.
Dikarenakan tujuan dari penulis adalah untuk mengetahui
makna bahasa atau tanda komunikasi pada sinetron
Mahabharata.
f. Menganalisis data
g. Menarik kesimpulan.
5. Teknik Pengumpulan Data
Penulis akan menggunakan teknik pengumpulan data dengan
cara dokumentasi, yaitu pengumpulan atau pencarian data yang
berkaitan dengan sinetron Mahabharata melalui sinetron, buku, dan
internet.
6. Teknik Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis
semiotik. Analisis semiotik merupakan penelitian yang bersifat
pembahasan mendalam tentang sistem tanda atau isi suatu informasi
19
Analisis semiotik dapat digunakan untuk menganalisis segala
bentuk komunikasi Baik surat kabar, berita radio, iklan televisi
maupun semua bahan-bahan dokumentasi yang lain.9
Pada penelitian ini, penulis menggunakan analisis semiotik
model Ronald Barthes. Ronald Barthes menciptakan peta tentang peta
bagaimana tanda bekerja (Coble dan Jansz, 1999):10
1. Signifier
(penanda)
2. Signified
(petanda)
3. Denotative sign (tanda
denotative)
4. Connotative signifier (penanda
konotatif)
5. Connotative signified
(petanda konotatif)
6. Connotative sign (tanda konotatif)
9https://mandala991.wordpress.com/2012/06/11/analisis-semiotik-mitos-roland-barthes/
diakses September 2015.
20
I. Sistematika Pembahasan
Dalam pembahasan suatu penelitian diperlukan sistematika
pembahasan yang bertujuan untuk memudahkan penelitian,
langkah-langkah pembahasan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini terdiri dari sepuluh sub-bab antara lain:
Konteks Penelitian, Fokus Penelitian, Tujuan Penelitian,
Manfaat Penelitian, Kajian Hasil Penelitian Terdahulu,
Definisi Konsep, Kerangka Pikir Penelitian, Metode
Penelitian, Sistematika Pembahasan, dan Jadwal
Penelitian.
BAB II KAJIAN TEORITIS
Pada bab ini terdiri dari dua sub-bab, yakni Kajian
Pustaka (beberapa referensi yang digunakan untuk
menelaah objek kajian), dan Kajian Teori (teori yang
digunakan untuk menganalisis masalah penelitian).
BAB III PENYAJIAN DATA
Pada bab ini terdiri dari dua sub bab, yakni Deskripsi
Subyek Penelitian, dan Deskripsi Data Penelitian.
BAB IV ANALISIS DATA
Pada bab ini terdiri dari dua sub bab, yakni Temuan
Penelitian, bagaimana data yang ada itu digali dan
21
Konfirmasi Temuan dengan Teori, dimana temuan
penelitian tadi dikaji dengan teori yang ada.
BAB V PENUTUP
Pada bab ini terdiri dari Simpulan dan Rekomendasi,
yang menjelskan hasil simpulan dari data yang
dipaparkan dan rekomendasi hasil penelitian itu dapat
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Kajian Pustaka
1. Komunikasi Massa
1.1Pengertian Komunikasi Massa dan Fungsinya
Istilah komunikasi diambil dari bahasa Yunani, yaitu
“common” yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi
“shared by all alike”. Itulah sebabnya, komunikasi pada prinsipnya
harus bersifat dua arah dalam pertukaran pikiran dan informasi
menuju pada terbentuknya pengertian bersama.
Sedangkan komunikasi massa adalah berkomunikasi
dengan massa. Massa di sini dimaksudkan sebagai para penerima
pesan yang memiliki status sosial dan ekonomi yang heterogen
satu sama lainnya. Ciri-ciri massa yaitu (1) jumlahnya besar, (2)
antara individu, tidak ada hubungan atau organisatoris, dan (3)
memiliki latar belakang yang berbeda11. Menurut Schramm,
komunikasi massa adalah proses penciptaan makna bersama antara
media massa dan khalayaknya. Dalam model komunikasi massa
Schramm, umpak balik digambarkan dalam sebuah garis
putus-putus yang di beri label umpan balik referensial yang terlambat.
Umpan balik ini bersifat tidak langsung daripada langsung12.
23
Menurut Sean MacBride, ada beberapa fungsi dari
komunikasi massa, antara lain :
a. Informasi
Pengumpulan, penyimpanan, pemrosesan, penyebaran berita,
data, gambar, fakta, dan pesan, opini dan komentar yang
dibutuhkan agar orang dapat mengerti dan bereaksi secara jelas
terhadap kondisi internasional, lingkungan, dan orang lain, dan
agar dapat mengambil keputusan yang tepat.
b. Sosialisasi
Penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang memungkinkan
orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang
efektif yang menyebabkan ia sadar akan fungsi sosialnya
sehingga ia dapat aktif di dalam masyarakat.
c. Motivasi
Menjelaskan tujuan setiap masyarakat jangka pendek maupun
panjang, mendorong orang menentukan pilihan dan
keinginannya, mendorong kegiatan individu dan kelompok
berdasarkan tujuan bersama.
d. Perdebatan dan diskusi
Menyediakan dan saling bertukar fakta yang diperlukan untuk
memungkinkan persetujuan atau menyelesaikan perbedaan
24
e. Pendidikan
Pengalihan ilmu pengetahuan sehingga mendorong
perkembangan intelektual, pembentukkan watak, dan
pendidikan keterampilan serta kemahiran yang di perlukan
pada semua bidang kehidupan.
f. Memajukan kebudayaan
Penyebarluasan sinyal, simbol, suara, dan citra dari drama, tari,
kesenian, dan sebagainya untuk rekreasi dan kesenangan
kelompok dan individu.
g. Integrasi
Menyediakan bagi bangsa, kelompok, dan individu kesempatan
memperoleh berbagai pesan yang diperlukan mereka, agar
mereka dapat saling kenal dan mengerti dan menghargai
kondisi, pandangan, dan keinginan orang lain13.
1.2Televisi
a. Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa
Televisi merupakan alat penemuan yang termudah dan
terakhir, yang baru mulai berkembang setelah peraang dunia II
dan sebagai alat komunikasi massa dan merupakan
penggabungan antara radio dan film, sebab televisi dapat
meneruskan suatu peristiwa dalam bentuk gambar yang hidup
13 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT Remaja
25
dan bersuara dan kadang-kadang berwarna atau dengan kata
lain media televisi merupakan “audio visual”.
Menurut Roger Maxwell dalam bukunya The Living
Screem, televisi adalah sebagai satu cabang dari penyiaran
radio, ia tergantung pada penyampaian tanda-tanda dalam
bentuk gelombang elektro magnetik secepat sinar. Sedangkan
menurut Maurice Gorham mengatakan bahwa televisi adalah penyampaian gambar-gambar dengan kawat atau radio dan
penerimanya secara simultan ditempat tertentu14.
Komunikasi massa media televisi adalah proses komunikasi
antara komunikator dengan komunikan melalui sebuah sarana,
yaitu televisi. Komunikasi massa media televisi bersifat
periodik. Dalam komunikasi massa tersebut, lembaga
penyelenggara komunikasi bukan secara perseorangan,
melainkan melibatkan banyak orang dengan organisasi yang
kompleks serta pembiayaan yang besar. Karena media televisi
bersifat “transitory” (hanya meneruskan) maka pesan-pesan
yang disampaikan melalui komunikasi massa media tersebut,
hanya dapat di dengar dan dilihat secara sekilas. Pesan-pesan
ditelevisi bukan hanya didengar dan dilihat secara sekilas,
tetapi juga dapat dilihat dalam gambar yang bergerak15.
Televisi sebagai media massa dengan kelebihan yang di
miliki, tidak lalu menjadi saingan dari media massa lainnya,
26
bahkan bersama media cetak dan radio merupakan Tritunggal
media massa, yang mempunyai pengaruh dan dengan
sendirinya akan membentuk kekuatan besar, hanya saja sebagai
akibatnya khususnya media massa televisi, merupakan suatu
tantangan bagi para pengelolanya, karena harus mampu
menjawab tantangan tersebut, apalagi Indonesia yang menganut
kebijakan udara terbuka (Open Sky Policy), menyebabkan
terjadinya “perang program siaran”, dalam arti terjadi
persaingan program siaran dari berbagai stasiun penyiaran yang
masuk ke kawasan suatu negara16.
b. Tayangan-Tayangan di Televisi
1. Tayangan Sensual dan Vulgar
Dampak dari media exposure (terpaan media) sangat
berpengaruh kepada khalayak, oleh karena secara visual
adegan-adegan dalam tayangan tertentu sangat mudah
untuk ditiru dan dilakukan, dalam konteks studi komunikasi
disebut Imitation (peniruan) dan pelaziman. Peniruan
merupakan cara mudah bagi pemirsa untuk meniru adegan
tersebut dalam realitas sosial dan pelaziman merupakan
menganggap wajar adegan tayangan tersebut apabila
kemudian dilakukan dalam realitas sosial.
16 Darwanto Sastro Subroto, Produksi Acara Televisi, (Yogyakarta: Duta Wacana, 1994),
27
KPI (Komisi Penyiaran Indonesi) sebagai regulator
lembaga penyiaran dan isi siaran menemukan sejumlah
pelanggaran pada isi tayangan program acara stasiun TV.
Menurut KPI pelanggaran tersebut mencakup UU No.32
tahun 2002 tentang penyiaran, termasuk Standart Perilaku
Penyiaran (SPS) dan pedoman perilaku penyiaran informasi
dapat ditemukan pada laman website www.kpi.co.id.
2. Tayangan Kekerasan di Televisi
Tayangan yang menayangkan adegan berbahaya, yakni
seseorang yang secara sengaja menahan besi dengan
menggunakan leher sampai jarum besi tersebut menjadi
bengkok. Pada segmen lain ditampilkan seseorang
mengambil jarum dengan cara menjepitnya melalui kelopak
mata. Program tayangan TV tersebut yang ditampilkan
dalam program itu, Riples’s Believe It or Not
(3/1/2011/19.57) mendapatkan teguran dari KPI
(90/K/KPI/02/11).
KPI juga menemukan ada adegan yang menayangkan
kekerasan berupa adegan menarik rantai besi yang
diikatkan keleher seseorang dan ditarik oleh dua orang
lainnya. pada program tersebut juga ditayangkan adegan
membacok perut dan leher dengan golok. Program
tayangan yang dalam Sinetron satria (28/12/2011/19.27) itu
28
3. Tayangan Mistik di Televisi
Tidak hanya tayangan kekerasan, tetapi juga tayangan
yang bermuatan unsure mistisme yang sering tampil di
tayangan media massa. Seperti adanya adegan mayat
bangkit dari peti mati, tampilan wajah dari tubuh yang
mengerikan, praktik ritual mistik, tubuh manusia
digerayangi belatung, dan adegan yang mengandung
kekerasan diluar jam tayang dewasa. Adegan yang dimuat
dalam program tayangan Spooky Encounter
(9/5/2011/09.30) mendapat teguran KPI
(409/K/KPI/05/11).
Tayangan iklan mistisme dan takhayul memliliki efek
negative bagi khalayak, karena membawa ruang
mempertontonkan hal-hal yang takhayul yang tidak pernah
dialami individu itu sendiri menjadi sebuah kebenaran yang
diangkat dalam realitas media melalui tayangan mistik.
Dampaknya adalah orang akan menganggap realitas
dimedia itu dapat hadir dalam kehidupan yang nyata.
4. Tayangan Iklan di Televisi
Iklan adalah pendapatan lembaga penyiaran yang paling
tinggi. Meski ada kegiatan-kegiatan lain yang dapat
menjadi sumber pendapat televisi, namun presentasenya
jauh lebih kecil dibandingkan dengan pendapatan yang
29
Pada beberapa iklan distasiun televisi menampilkan
tayangan eksploitasi tubuh sehingga mendapat peringatan
tertulis seperti: iklan Pompa Air Shimizu (541/K/KPI/08/11
dan 563/K/KPI/08/11) mendapat peringatan tertulis KPI
karena menayangkan adegan seorang model perempuan
yang mengeksploitasi tubuh bagian dada dengan cara
menggoyang-goyangkan bagian dada secara
berulang-ulang.
5. Produk Jurnalistik Televisi
Berita merupakan produk jurnalistik, oleh karena itu
didalamnya ada kaidah dan norma jurnalistik dalam
menyiarkan berita. Apa jadinya jika sebuah produk
jurnalistik kurang selektif dalam menayangkan berita.
Ternyata tayangan bermuatan unsur kekerasan tidak hanya
ada pada film tetapi juga sudah memasuki siaran berita
sebagai produksi jurnalistik yang khas. Dari hasil temuan
KPI ditemukan secara audio dan visual beberapa berita ada
tayangan yang mengandung unsur kekerasan.
KPI menemukan tayangan adegan secara vulgar
tawuran antar pelajar yang menggunakan benda tajam,
tumpul, dan keras. Selain itu ditayangkan korban tawuran
yang mengeluarkan darah. Tayangan yang dimuat dalam
Patroli (6/2/2011/11.22) mendapat teguran KPI
30
6. Tayangan Mengandung Unsur SARA
KPI menemukan adanya tayangan yang menampilkan
adegan-adegan yang tidak memperhatikan penghormatan
terhadap perbedaan agama dan materi muatan agama dalam
suatu program siaran yang disiarkan oleh lembaga
penyiaran. Seperti Program Sinetron Angling Dharma
(3/3/2011) sehingga KPI mengimbau agar memperhatikan
konten tayangan tersebut. (247/K/KPI/03/11)17
c. Sinetron
Dalam media televisi memiliki beragam jenis program
yang jumlahnya sangat banyak, pada dasarnya prograrm apa
saja bisa ditayangkan di televisi selama program itu menarik, di
sukai audien, tidak bertentangan dengan kesusilaan, hukum,
dan peraturan yang berlaku. Jenis program dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu: program informasi (berita),
dan program hiburan (entertaiment). Dari beragamnya program
yang di tayangkan televisi banyak audien yang menyukai
program hiburan (entertainment), program hiburan merupakan
segala bentuk siaran yang bertujuan menghibur audien dalam
bentuk musik, lagu, cerita, dan permainan. Program kategori
hiburan ialah drama, permainan (game), musik, dan
pertunjukan.
17 Apriadi Tamburaka, Literasi Media, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persaka, 2013),
31
Dalam televisi program drama adalah sinema elektronik
(sinetron), dan film. Sinetron merupakan penggabungan dari
kata sinema dan elektronika. Elektronika di sini tidak semata
mengacu pada pita kaset yang proses perekamannya berdasar
pada kaidah-kaidah elektronik. Elektronika dalam sinetron itu
lebih mengacu pada mediumnya, yaitu televisi atau visual,
yang merupakan medium elektronik selain siaran radion18.
Sinetron disebut juga sama dengan televisi play atau
teledrama, atau sama dengan sandiwara televisi. Inti
persamaannya adalah sama-sama ditayangkan di media audio
visual yang disebut dengan televisi. Oleh sebab itu sinetron
dalam penerapannya tidak jauh berbeda dengan film layar putih
(layar lebar). Demikian juga tahapan penulisan dan format
naskah, yang berbeda hanyalah film layar putih menggunakan
kamera optik, bahan soleloid dan medium sajiannya
menggunakan proyektor dan layar putih di gedung bioskop.
Sedangkan sinetron menggunakan kamera elektronik dengan
video rekord dan vita di dalam kaset sebagai bahannya, dan
penayangannya melalui medium televisi.19
Di negara lain disebut dengan opera sabun (soap opera
atau daytime serial), namun di Indonesia lebih populer dengan
sebutan sinetron. Sinetron merupakan drama yang menyajikan
18 Veven Sp Wardhana, Kapitalisme Televisi dan Strategi Budaya Massa (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1997), hal. 01.
19 Fred Wibowo, Teknik Produksi Program Televisi (Pinus Book Publisher, 1997), hal.
32
cerita dari berbagai tokoh secara bersamaan, masing-masing
tokoh memiliki alur cerita mereka sendiri-sendiri tanpa harus
dirangkum menjadi suatu kesimpulan. Akhir cerita sinetron
cenderung selalu terbuka dan sering kali tanpa penyelesaian
(open-ended), cerita cenderung dibuat berpanjang-panjang
selama masih ada audien yang menyukainya. Penayangan
sinetron biasanya terbagi dalam beberapa episode. Sinetron
yang memiliki episode terbatas disebut miniseri, episode
miniseri merupakan bagian dari cerita keseluruhan 20
Sinetron memiliki berbagai jenis tema cerita yang
tayangkan di televisi, yaitu:
1) Keluarga berada. Tema ini datang dari pandangan, bahwa
konflik yang terjadi dalam suatu keluarga berasal dari
kebencian mendalam yang berlarut-larut.
2) Religius. Biasanya berpusat pada cerita sinetron yang
dianggap terlalu mendogmakan ajaran agama, daripada
pesan-pesan moral yang lebih mengena dalam kehidupan
sehari-hari.
3) Mistis. Memuat cerita kental dengan unsur mistis, dan
mengabaikan logika penonton.
4) Tidak logis. Banyak dijumpai di cerita sinetron yang tidak
masuk akal, baik dari tokoh atau alur cerita.21
20 Morissan, M.A, Manajemen Media Penyiaran (Kencana, 2008), hal. 223-224. 21 Wikipedia bahasa Indonesia (sinetron/ ensiklopedia bebas.html) Di akses bulan Juni
33
2. Pesan Sebagai Unsur Komunikasi 2.1Pengertian Pesan
Pesan dalam Kamus Bahasa Indonesia adalah berupa lambang
atau tanda seperti kata-kata (tertulis ataupun lisan), gesture dll.
Dalam ilmu komunikasi, pesan merupakan suatu makna yang ingin
disampaikan oleh seorang komunikator kepada komunikan. Pesan
dimaksudkan agar terjadi kesamaan maksud antara komunikator
dan komunikan. Dalam komunikasi pesan merupakan salah satu
unsur sangat penting. Proses komunikasi terjadi dikarenakan
adanya pesan yang ingin disampaikan kepada orang lain. Pesan
tersebut dapat tertulis maupun lisan, yang di dalamnya terdapat
simbol-simbol yang bermakna yang telah disepakati antara pelaku
komunikasi. Message merupakan seperangkat lambang bermakna
yang disampaikan oleh komunikator.22
Pesan adalah semua bentuk komunikasi baik verbal maupun
nonverbal. Yang dimaksud dengan komunikasi verbal adalah
komunikasi lisan, sedangkan nonverbal adalah komunikasi dengan
simbol, isyarat, sentuhan perasaan dan penciuman23. Menurut
Hanafi ada tiga faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pesan,
yaitu:
a. Kode pesan adalah sederetan simbol yang disusun
sedemikian rupa sehingga bermakna bagi orang lain.
Contoh bahasa Indonesia adalah kode yang mencakup
22 Effendi, Onong Uchjana, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2002), hlm. 18.
34
unsur bunyi, suara, huruf dan kata yang disusun sedemikian
rupa sehingga mempunyai arti.
b. pesan adalah bahan untuk atau materi yang dipilih yang
ditentukan oleh komunikator untuk mengomunikasikan
maksudnya.
c. Wujud pesan adalah sesuatu yang membungkus inti pesan
itu sendiri, komunikator memberi wujud nyata agar
komunikan tertarik akan isi pesan didalamnya 24.
2.2Bentuk-Bentuk Pesan
Menurut A.W. Widjaja dan M. Arisyk Wahab terdapat tiga
bentuk pesan yaitu:
a. Informatif. Untuk memberikan keterangan fakta dan data,
kemudian komunikan mengambil kesimpulan dan keputusan
sendiri, dalam situasi tertentu pesan informatif tentu lebih
berhasil dibandingkan persuasif.
b. Persuasif. Berisikan bujukan yakni membangkitkan pengertian
dan kesadaran manusia bahwa apa yang kita sampaikan akan
memberikan sikap berubah. Tetapi berubahnya atas kehendak
sendiri. Jadi perubahan seperti ini bukan terasa dipaksakan
akan tetapi diterima dengan keterbukaan dari penerima.
24 Siahaan,S. M., Komunikasi Pemahaman dan penerapannya (Jakarta: Gunung Mulia,
35
c. Koersif. Menyampaikan pesan yang bersifat memaksa dengan
menggunakan sanksi-sanksi bentuk yang terkenal dari
penyampaian secara inti adalah agitasi dengan penekanan yang
menumbuhkan tekanan batin dan ketakutan dikalangan publik.
Koersif berbentuk perintah-perintah, instruksi untuk
penyampaian suatu target.25
Jadi pesan adalah kata-kata baik tulisan maupun lisan yang
akan disampaikan pemberi pesan (komunikator) kepada penerima
pesan (komunikan) untuk mencapai sesuatu yang diinginkan.
2.3Prinsip-Prinsip Pesan
Di dalam proses komunikasi, pesan memegang peranan penting
dalam menentukan jenis komunikasi. Pesan ekonomi, maka
komunikasinya komunikasi ekonomi, isi pesan pembangunan,
maka disebut komunikasi pembangunan. Untuk itu Schramm
memberikan prinsip yang disebut “The Condition of Succes in
Communication” yang terdiri dari :
a. Pesan haruslah direncanakan dan disampaikan sedemikian
rupa, hingga pesan itu dapat menarik sasaran yang dituju.
b. Pesan harus menggunakan tanda-tanda yang didasarkan
pada pengalaman yang sama antar sumber dan sasaran,
hingga kedua pengertian bertemu dan berpadu.
36
c. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi dari pada
sasaran dan menyarankan cara-cara untuk mencapai
kebutuhan itu.
d. Pesan harus menyarankan jalan untuk memperoleh
kebutuhan yang layak dari situasi kelompok, dimana
kesadaran saat itu digerakkan untuk memberi respon yang
dikehendaki.
Prinsip lain yang harus diperhatikan dalam merumuskan pesan
adalah :
a. Isi pesan harus dapat merangsang perhatian.
b. Cara pengutaraannya harus mengikat dan jelas, artinya
audience dapat merangkap maksudnya, dan memahami
sebaik-baiknya.
c. Mempersiapkan pesan, dalam arti memilih dan menyusun
struktur dalam bentuk dan susunan yang baik.
d. Memperhatikan waktu, apakah penyampaian itu telah tepat
waktunya.
e. Pengalaman, semakin banyak pengalaman dalam
menyampaikan semakin sedikit hambatan yang ditemui.
Adapun hal-hal penting lain yang harus diperhatikan dalam
penyampaian pesan pada komunikan adalah channel dan medium
37
kepada komunikan tertentu penyampaiannya memerlukan medium
yang khusus pula26.
B. Kajian Teori
1. Analisis Semiotika
Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari kata yunani
Semeion yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai
suatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya,
dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Tanda pada awalnya
dimaknai sebagai suatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain.
Contohnya asap menandai adanya api, sirene mobil yang keras
meraung-raung menandai adanya kebakaran disudut kota.
Secara terminologis, semiotika dapat diidentifikasikan sebagai
ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek,
peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda.
Pada dasarnya, analisis semiotika memang merupakan sebuah
ikhtiar untuk merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang perlu
dipertanyakan lebih lanjut ketika kita membaca teks atau narasi
tertentu. Analisisnya bersifat paragdimatic dalam arti berupaya
menemukan makna termasuk dari hal-hal yang tersembunyi dibalik
sebuah teks. Maka orang sering mengatakan semiotika adalah upaya
menemukan makna ‘berita dibalik berita’27.
26 Yoyon Mudjiono, Ilmu Komunikasi, (Surabaya: Jaudar Press, 2012), hal. 59-61. 27 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi, (Jakarta : Mitra Wacana Media,
38
Tahap kemajuan besar dalam telaah tanda adalah yang diambil
oleh Santo Agustinus (354-430 M), filsuf dan pemikir agama yang
mengklasifikasikan tanda sebagai yang bersifat natural. Konvensional,
dan suci. Tanda natural adalah tanda yang terdapat di alam.
Gejala-gejala badan, desir dedaunan, warna tanaman, dan sebagainya adalah
tanda-tanda alam yang dipancarkan binatang dalam menanggapi
keadaan fisik dan emosional. Dipihak lain, tanda konvensional adalah
tanda yang dibuat manusia. Kata-kata, isyarat, dan simbol merupakan
contoh dari tanda-tanda konvensional. Didalam teori semiotika
modern, hal-hal ini diklasifikasikan menjadi yang bersifat verbal dan
non-verbal. Dan terakhir adalah tanda suci, yaitu sebagai yang
menampilkan pesan dari Tuhan. Sebagai contoh, mukjizat adalah tanda
suci yang hanya bisa dipahami di dalam iman28.
Tujuan utama dari semiotika media adalah mempelajari
bagaimana media massa menciptakan atau mendaur ulang tanda untuk
tujuannya sendiri. Seperti yang telah kita lihat dibab sebelumnya, ini
dilakukan dengan bertanya: (1) apa yang dimaksudkan atau
direpresentasikan oleh sesuatu, (2) bagaimana makna itu digambarkan,
dan (3) mengapa ia memiliki makna sebagaimana ia tampil29.
2. Pendekatan Roland Barthes
Kanca penelitian semiotika tidak bisa begitu saja melepaskan
nama Roland Barthes (1915-1980) ahli semiotika yang
39
mengembangkan kajian yang sebelumnya punya warna kental
strukturalisme kepada semiotika teks.
Barthes melontarkan konsep tentang konotasi dan denotasi
sebagai kunci dari analisisnya. Barthes menggunakan versi yang jauh
lebih sederhana saat membahas model ‘glossematic sign’ (tanda-tanda
glossematic). Mengabaikan dimensi dari bentuk dan substansi, Barthes
mendefinisikan sebuah tanda sebagai sebuah sistem yang terdiri dari
(E) sebuah ekspresi atau signifier dalam hubungannya (R) dengan
content (atau signifed) (C) : ERC.
E1 = (E1R1C1) R2 C2
Dengan begitu, primary sign adalah denotative sedangkan
secondary sign adalah satu dari connotative semiotics. Konsep
connotative inilah yang menjadi kunci penting dari model semiotika
Roland Barthes.
Lewat model ini Barthes menjelaskan bahwa signifikasi tahap
pertama merupakan hubungan antara signifier (ekspresi) dan signified
(content) di dalam sebuah tanda terhadap realitas external. Itu yang
disebut Barthes sebagai denotasi yaitu makna paling nyata dari tanda
(sign).
Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk
menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini meggambarkan interaksi
yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari
40
yang subjektif atau paling tidak intersubjektif. Dengan kata lain,
denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek,
sedangkan makna konotasi adalah bagaimana cara
menggambarkannya.
Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda
bekerja melalui mitos. Mitos adalah bagaimana kebudayaan
menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau
gejala alam. Mitos merupakan produk kelas sosial yang sudah
mempunyai suatu dominasi. Mitos adalah suatu wahana dimana suatu
ideologi berwujud. Mitos dapat barangkali menjadi mitologi yang
memainkan peranan penting dalam kesatuan-kesatuan budaya.
Sebuah teks, kata Aart van Zoest tidak pernah lepas dari ideologi
dan memiliki kemampuan untuk memanipulasi pembaca kearah suatu
ideologi. Secara etimologis ideologi berasal dari bahasa Yunani, terdiri
dari kata idea dan logos. Idea berasal dari kata idein yang berarti
melihat, sedangkan kata logia berasal dari kata logos yang berarti
kata-kata.
Dalam perspektif ini, ideologi mempunyai beberapa implikasi
penting. Pertama, ideologi secara inheren bersifat sosial, tidak
personal atau individual, ia membutuhkan share diantara anggota
kelompok organisasi atau kreatifitas dengan orang lain. Kedua,
ideologi meskipun bersifat sosial, ia digunakan secara internal di
antara anggota kelompok atau komunitas. Oleh karena itu ideologi
41
membentuk identitas diri kelompok, membedakannya dengan
kelompok lain30.
3. Teori Ekonomi Politik Media
Ekonomi politik media adalah media sebagai institusi politik
dan institusi ekonomi yang mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi
khalayak. Satu prinsip yang harus diperhatikan disini adalah sistem
industri kapitalis media massa harus diberi fokus perhatian yang
memadai sebagaimana institusi-institusi produksi dan distribusi lain.
Kondisi-kondisi yang ditemukan pada level kepemilikan media,
praktik-praktik pemberitaan, dinamika industri dan radio, televisi,
perfilman, dan periklanan, mempunyai hubungan yang saling
menentukan dengan kondisi-kondisi ekonomi-politik spesifik yang
berkembang di suatu negara, serta pada gilirannya juga dipengaruhi
oleh kondisi-kondisi ekonomi-politik global.
Ekonomi media mempelajari bagaimana industri media
memanfaatkan sumber daya yang terbatas untuk memproduksi konten
dan mendistribusikannya kepada khalayak dengan tujuan memenuhi
beragam permintaan dan kebutuhan akan informasi dan hiburan. Media
menjadi medium iklan utama dan karenanya menjadi penghubung dan
konsumsi, antara produsen barang dan jasa dengan masyarakat.
30 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi, (Jakarta: Mitra Wacana Media,
42
Ekonomi media, sebenarnya bukanlah jargon baru yang
berkembang di masyarakat. Aktivitas ekonomi media sudah
berkembang cukup lama, seperti adanya surat kabar, majalah, radio
dan televisi, bahkan media online, yang sudah menjadi bagian dari
kehidupan sehari-hari saat ini. Sebagaimana aktivitas ekonomi lainnya,
seperti ekonomi pertanian, ekonomi industri, atau ekonomi keuangan,
dan sebagainya. Ekonomi media berkaitan dengan cara atau usaha
manusia dalam memenuhi keperluan hidupnya (kebutuhan atau needs,
dan keinginan atau wants) melalui bisnis atau industri media. 31
Pendekatan ekonomi politik, melihat media massa dari siapa
penguasa sumber-sumber produksi media massa, siapa pemegang
rantai distribusi media massa, siapa yang menciptakan pola konsumsi
masyarakat atas media massa dan komoditas lain sebagai efek kerja
media. Siapa penguasa sumber-sumber produksi media massa dapat
dilihat antara lain dari kepemilikian media massa, kepemilikan rumah
produksi penghasil acara-acara televisi. Kepemilikan media massa di
Indonesia dapat dilihat antara lain: Televisi Pendidikan Indonesia
(TPI), Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI), Metro TV, Media
Indonesia, dimiliki oleh kelompok usaha Bimantara.
31 Albarran Alan, Media Econimcs : Understanding markets, industries, and concepts , 2004,
BAB III
PENYAJIAN DATA
A. Deskripsi Subjek Penelitian
1. Deskripsi Sinetron Mahabharata
Subjek yang dikaji adalah sinetron Mahabharata. Mahabharata
adalah sebuah karya sastra kuno yang berasal dari India. Penulis
Mahabharata adalah Begawan Byasa atau Vyas. Mahabharata
menceritakan kisah konflik para pandawa lima dengan saudara mereka
sendiri sang seratus korawa, mengenai sengketa hak pemerintahan atas
tanah negara Astina. Puncaknya adalah perang Bharatayuddha di
medan kurusetra dan pertempuran berlangsung selama delapan belas
hari.
Tokoh Mahabharata pun sama dengan tokoh pewayangan di
Indonesia. Mulai dari pandawa lima, Arjuna, Kresna, Abimanyu,
Gatotkaca, Dewikunti, dan sebagainya. Jadi kalau kita nonton
Mahabharata itu sama saja dengan belajar tokoh pewayangan.
Mahabharata pernah dikeluarkan dua kali serial televisi. Pertama
yaitu tahun 1988-1990. Lalu yang terakhir serial televisi yang keluar
pada tahun 2013. Namun sekarang serial televisi Mahabharata sudah
berakhir pada tahun 2015. Berakhirnya sinetron Mahabharata,
sekarang banyak bermunculan sinetron India lainnya. Misalnya
44
a. Tim Produksi Sinetron Mahabharata
Judul : Mahabharata
Sutradara : Amaan Khan
Asisten sutradara : Pranveer Singh
Penulis naskah : Amjad Sheikh
Produser : Dhaval Gada
Jayantilal Gada
Kushal Gada
Musik : Rajendra Shiv
Rilis pertama : pada tahun 1988
Durasi : ± 60 menit perepisode32
b. Tokoh dan Peran Sinetron Mahabharata
Gambar 2.1
Arjuna nama aslinya adalah Sheikh Syaiful Maulidy
45
Gambar 2.2
Bima nama aslinya adalah Saurav Gurjar
Gambar 2.3
Dewi Rukmini nama aslinya adalah Pallavi Subhash
Gambar 2.4
46
Gambar 2.5
Yudistira nama aslinya adalah Rohit Bharadwaj
Gambar 2.6
Karna nama aslinya adalah Aham Sharma
Gambar 2.7
47
Gambar 2.8
Kunti nama aslinya adalah Shafaq Naaz
Gambar 2.9
Nakula nama aslinya adalah Vin Rana
Gambar 2.10
Draupadi nama aslinya adalah Pooja Sharma
Gambar 2.11
48
Gambar 2.12
Dhrishtadyumna nama aslinya adalah Karan Suchak
Gambar 2.13
Bisma nama aslinya adalah Arav Chowdhary
Gambar 2.14
49
Gambar 2.15
Sangkuni nama aslinya adalah Praneet Bhatt
Nama pemeran lainnya beserta nama aslinya
Vrishali nama aslinya adalah Nazea Hasan Sayed
Aswatama nama aslinya adalah Ankit Mohan
Drona nama aslinya adalah Nissar Khan
Vikarna nama aslinya adalah Sandeep Arora
Lord By Vyas nama aslinya adalah Atul Mishra
Kripacharya nama aslinya adalah Hermant Choudhary
Amba nama aslinya adalah Rotan Rajput
Satanika nama aslinya adalah Jay Joshi
Pandu nama aslinya adalah Aruna Rana
Subadra nama aslinya adalah Vibha Anand
Abimanyu nama aslinya adalah Paras Arora
Satyawati nama aslinya adalah Sayantani Ghosh
Uttara nama aslinya adalah Richa Mukherjee
Grace Slat nama aslinya adalah Tanti
Widura nama aslinya adalah Naveen Jingar
50
Raja Drupada nama aslinya adalah Sudesh Berry
Krepi nama aslinya adalah Chandani Sharma
Yuyutsu nama aslinya adalah Sabar Kasyapa
Dewi Gangga nama aslinya adalah Vivina Singh
Ambalika nama aslinya adalah Mansi Sharma
Sanjaya nama aslinya adalah Ajay Mishra
Baladewa nama aslinya adalah Tarun Khanna
Siwa nama aslinya adalah Mohit Raina
Ghatotkacha nama aslinya adalah Ketan Karande
Yudistira nama aslinya adalah Rohit Shetty
Duryudana nama aslinya adalah Alam Khan
Dursasana nama aslinya adalah Raj Shah33.
2. Sinopsis Sinetron Mahabharata episode 51
Sinetron Mahabharata pada episode 51 ini menceritakan
tentang Arjuna yang melesatkan anak panahnya ke arah
Duryudana yang dapat berubah menjadi es. Anak panah
pertama membekukan kakinya Duryudana tetapi es masih bisa
dipecahkan oleh gada Duryudana. Anak panah yang kedua
membekukan batang tubuh (dada, perut dan pinggang). Anak
panah yang ketiga membekukan kepala Duryudana. Dan anak
panah yang terakhir adalah paku-paku es untuk memfiksasi es
batu besar yang melingkupi tubuh Duryudana. Saat itu guru
51
Drona menyatakan di muka umum bahwa Arjuna tidak hanya
pemanah terbaik di antara murid-muridnya tetapi juga pemanah
terbaik diseluruh dunia. Setelah itu guru Drona meminta
Arjuna untuk membebaskan Duryudana dari kebekuan.
Namun ternyata ada pemuda lain yang bisa membebaskan
kebekuan tubuh Duryudana dari menara tinggi. Pemuda itu
terjun dari menara dan mendarat sempurna di arena. Radha dan
Adhirata sangat mengenal pemuda itu. Karena pemuda itu
adalah anak angkatnya, Karna. Karna berkata pada guru Drona:
“selama ini hanya pertarungan antara pangeran kuru, aku tetap
diam. Tetapi begitu kau berkata Arjuna adalah pemanah terbaik
di dunia, maka aku tidak tinggal diam karena aku bagian dari
dunia ini juga. Kini martabat semua pemanah yang ada di dunia
ini ada di pundakku”.
Vidura panik karena takut kalau Arjuna kalah dari rakyat
biasa. Di lain pihak Dretarasta senang ketika Sanjaya
memberitahu ada pemuda biasa yang menantang Arjuna. Guru
Kripa meminta Karna memperkenalkan diri. Karna kembali
protes, mengapa harus menanyakan identitas, bukan melihat
kemampuannya saja? Namun tetap saja setelah itu Karna
memperkenalkan diri sebagai putra Adhirata dan Radha. Bima
langsung mengusir Karna yang kemudian diikuti oleh
pengusiran semua orang di arena. (padahal para penonton
52
diterimanya di depan umum. Adhirata meminta maaf pada
keluarga kerajaan dan mengajak Karna pergi. Kemudian Karna
pergi dengan berat hati karena ingin membuktikan
kemampuannya. Duryudana tidak tega atas penghinaan itu
sehingga dia mengangkat karna menjadi raja.
B. Pesan Moral Pada Sinetron Mahabharata Episode 51
Setelah panjang lebar menjelaskan objek penelitian yang akan menjadi
fokus penelitian peneliti, maka disini peneliti akan memapaparkan suatu
data yang nantinya akan menjadi dasar analisis peneliti untuk
memudahkan tahapan selanjutnya.
Terdapat beberapa scene yang akan di analisis dalam sinetron
Mahabharata episode 51 dengan konsep pemikiran Roland Barthes. Lewat
model ini Barthes menjelaskan bahwa signifikasi tahap pertama
merupakan hubungan antara signifier (ekspresi) dan signified (content)
didalam sebuah tanda terhadap realitas external. Itu yang disebut Barthes
sebagai denotasi yaitu makna paling nyata dari tanda (sign).
Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan
signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi
ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta
nilai-nilai dari kebudayaannya. Konotasi mempunyai makna yang subjektif atau
53
digambarkan tanda terhadap sebuah objek, sedangkan makna konotasi
adalah bagaimana cara menggambarkannya34.
Pada dasarnya, ada perbedaan antara denotasi dan konotasi dalam
pengertian secara umum serta denotasi dan konotasi yang dimengerti oleh
Barthes. Dalam pengertian umum, denotasi biasanya dimengerti sebagai
makna harfiah, makna yang “sesungguhnya” bahkan kadang kala juga
dirancukan dengan referensi atau acuan. Proses signifikasi yang secara
tradisional disebut sebagai denotasi ini biasanya mengacu kepada
penggunaan bahasa dengan arti yang sesuai dengan apa yang terucap.
Akan tetapi didalam semiologi Roland Barthes, denotasi merupakan
system signifikasi tingkat pertama, sementara konotasi merupakan tingkat
kedua. Dalam hal ini denotasi justru lebih diasosiasikan dengan
ketertutupan makna dan, dengan demikian, sensor atau represi politis35.
Menurut Barthes penanda (signifier) adalah teks, sedangkan petanda
(signified) merupakan konteks tanda (sign). Dalam menelaah tanda, dapat
dibedakan dalam dua tahap. Pada tahap pertama, tanda dapat dilihat latar
belakangnya pada (1) penanda dan (2) petandanya. Tahap ini lebih melihat
tanda secara denotatif. Tahap denotasi ini baru masuk ke tahap kedua,
yakni menelaah tanda secara konotatif, pada tahap ini konteks budaya,
misalnya sudah ikut berperan dalam penelaahan tersebut.
Menariknya yang berkenaan dengan semiotika Roland Barthes adalah
digunakannya istilah mitos (myth), yakni rujukan bersifat kultural
(bersumber dari budaya yang ada) yang digunakan untuk menjelaskan
34 Indawan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), hal.21-22.