• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KEWAJIBAN MEMPEROLEH IZIN PEJABAT DALAM PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL ( Studi Pasal 3 (1) PP No. 8 / 1983 Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil ).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KEWAJIBAN MEMPEROLEH IZIN PEJABAT DALAM PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL ( Studi Pasal 3 (1) PP No. 8 / 1983 Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil )."

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KEWAJIBAN

MEMPEROLEH IZIN PEJABAT DALAM PERCERAIAN

PEGAWAI NEGERI SIPIL

(Studi Pasal 3 (1) PP No. 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan

dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil)

SKRIPSI OLEH:

MOHAMMAD FURKON NIM: C01212034

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam

Prodi HukumKeluarga Surabaya

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian kepustakaan dengan judul Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewajiban Memperoleh Ijin Pejabat Dalam Perceraian Pegawai Negeri Sipil (Studi Pasal 3 (1) PP No. 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil). Rumusan Masalah adalah :Bagaimana makna ketentuan Pasal 3 (1) PP No. 10 tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil ?Bagaimana tinjauan Hukum Islam terhadap kewajiban memperoleh izin pejabat dalam perceraian Pegawai Negeri Sipil ?. Data penelitian dihimpun melalui pembacaan dan kajian teks (text reading) dan selanjunya dianalisis dengan teknik content analisis dan Verifikatif Analisis.

Hasil penelitian menyimpulkan makna yang terkandung dalam Pasal 3 (1) PP No. 10 tahun 1983adalah kewajiban memperoleh izin pejabat bagi seorang Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian sebelum mengajukan gugatan atau permohonan ke Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri. Hal tersebut dikarenakan Pegawai Negeri Sipil adalah unsur Aparatur Negara, Abdi Negara, dan Abdi masarakat yang harus menjadi teladan yang baik bagi masyarakat dalam tingkah laku, tindakan, dan ketaatan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku, juga unuk meningkakan disiplin Pegawai Negeri Sipil dalam melakukan perkawinan dan perceraian.

Hasil tinjauan Hukum Islam terhadap makna pasal tersebut adalah diperbolehkan karena dirasa tidak ada ketentuan yang menyimpang dari Syariat Islam, dan Islam memberikan kebebasan pengaturan perceraian kepada pemerintah dengan dasar hukum “Kewajiban mematuhi ulil amri “ yang di Indonesia dipegang oleh pemerintah, karena masalah perceraian adalah masalah kebijakan keduniaan dan pengaturanna tersebut tidak bertentangan dengan syariat Islam. Jadi tinjauan Hukum Islam terhadap hal tersebut diperbolehkan.

(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

MOTTO ... viii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... ix

DAFTAR ISI ... x

PEDOMAN TRANSLITERASI... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 10

C. Batasan Masalah ... 11

D. Rumusan Masalah ... 11

E. Kajian Pustaka ... 12

F. Tujuan Penelitian ... 13

G. Kegunaan Hasil Penelitian ... 14

H. Definisi Operasional ... 14

I. Metode Penelitian ... 16

J. Sistematika Pembahasan ... 19

(8)

B. Dasar Hukum Perceraian ... 26

C. Syarat-Syarat Syahnya Perceraian ... 29

D. Alasan Perceraian ... 32

E. Akibat Hukum Perceraian ... 33

BAB III MEKANISME PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL A. Pengertian Pegawai Negeri Sipil ... 40

B. Kategori Pegawai Negeri Sipil ... 42

C. Hak-hak Pegawai Negeri Sipil ... 47

D. Kewajiban Pegawai Negeri Sipil ... 49

E. Tata Cara Perceraian Pegawai Negeri Sipil ... 50

F. Akibat Hukum Perceraian Pegawai Negeri Sipil ... 56

G. Sanksi Bagi PNS Yang Tidak Meminta Izin dalam Perceraiannya . 60 BAB IV ANALISISTERHADAP KEWAJIBAN IZIN KEPADA PEJABAT BAGI PNS YANG AKAN BERCERAI A. Analisis Terhadap Makana yang terkandung dalam ketentuan Pasal 3 (1) PP No. 10 tahun 1983 ... 62

B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Makna Yang Terkandung Dalam Pasal 3

(1) PP No. 10 Tahun 1983 ... 73

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 80

B. Saran-saran ... 81

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT, makhluk yang lebih dimuliakan dan diutamakan Allah SWT, dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya. Sebagai ciptaan yang berbeda dibandingkan dengan makhluk yang lain, maka manusia memiliki ciri khas yaitu bisa membedakan mana yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan, mana yang wajib dikerjakan dan mana yang dilarang. Akal pikiran menjadi ciri khas yang paling utama yang dimiliki oleh manusia di bandingkan makhluk yang lain.

Dalam perspektif ilmu hukum manusia sebagai person disebut sebagai subyek hukum, yaitu penyandang hak dan kewajiban. Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti ditentukan keluasan dan kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itulah yang disebut sebagai hak. Dengan demikian tidak setiap kekuasaan dalam masyarakat itu bisa disebut hak, melainkan hanya kekuasaan tertentu saja yaitu yang diberikan oleh hukum kepada seseorang.1

Predikat sebagai penyandang hak dan kewajiban mengakibatkan manusia itu dapat melakukan hubungan-hubungan hukum. Hubungan-hubungan hukum antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya dilakukan secara sadar. Hubungan-hubungan hukum yang dilakukan oleh manusia tersebut tentunya

(10)

tidak terlepasdari bagaimana hubungan itu dilakukan secara benar menurut hukum. Salah satu bentuk hubungan hukum yang lazim dilakukan oleh manusia

adalah perkawinan. Allah SWT, telah menetapkan adanya aturan tentang perkawinan bagi manusia dengan aturan-aturan yang tidak boleh dilanggar,

manusia tidak boleh berbuat semaunya. Allah tidak membiarkan manusia berbuat semaunya seperti binatang, kawin dengan lawan jenis semau-maunya, atau seperti tumbuh-tumbuhan yang kawin dengan perantara angin. Allah memberikan aturan pada manusia dengan peraturan-peraturan-Nya, yaitu dengan syari’at yang

terdapat dalam Kitab-Nya dan Hadith Rasul-Nya dengan hukum-hukum tentang perkawinan, misalnya mengenai meminang sebagai pendahuluan perkawinan, tentang mahar atau maskawin, yaitu pemberian seorang suami kepada istrinya sewaktu akad nikah atau sesudahnya.2

Allah menciptakan segala sesuatu pasangan, hidup berpasang-pasangan adalah naluri segala makhluk Allah termasuk manusia, maka setiap diri akan cenderung untuk mencari pasangan hidup dari lawan jenisnya untuk menikah dan melahirkan generasi baru yang akan memakmurkan kehidupan dimuka bumi ini.Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita kehidupan umat manusia. Dengan adanya perkawinan rumah tangga dapat ditegakkan dan dibina sesuai dengan norma agama dan tata kehidupan umat masyarakat.

(11)

rumah tangga. Begitupun sebaliknya Islam tidak memberi toleransi bagi manusia saling cerai berai termasuk pula dalam rumah tangga terkecuali di benarkan

secara syari’at. Dalam rumah tangga berkumpul dua insan yang berlainan jenis (suami istri), mereka saling berhubungan agar memperoleh keturunan sebagai

penerus generasi. Keluarga yang dicita-citakan dalam ikatan perkawinan yang sah adalah keluarga sejahtera dan bahagia yang selalu mendapat ridha dari Allah SWT.

Dalam UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pada Pasal 1 dijelaskan

bahwa : “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita

sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (Rumah Tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dalam Kompilasi

Hukum Islam Tentang Dasar-Dasar Perkawinan pada Pasal 2 dijelaskan bahwa:

“Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat

kuat atau mi@tsa@qon gholi@dhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Ulfatmi dalam bukunya mengatakan bahwa keluarga adalah multibodied organism, organisme yang terdiri dari banyak badan. Keluarga adalah satu kesatuan(entity) atau organisme, mempunyai

komponen-komponen yang membentuk organisme keluarga itu. Komponen-komponen-komponen itu adalah anggota keluarga.3

Melihat pengertian keluarga di atas, nampaknya para ahli ada yangmengartikan keluarga dalam arti sempit dan ada yang mengartikan dalam artiluas. Dalam arti sempit pengertian keluarga didasarkan pada hubungan darah yangterdiri dari ayah, ibu dan anak, yang disebut dengan keluarga inti.

3 Ulfatmi, Keluarga Sakinah Dalam Perspektif Islam (Studi Terhadap Pasangan Yang Berhasil

(12)

Sedangkan dalamarti yang luas, semua pihak yang ada hubungan darah sehingga tampil sebagai klanatau marga yang dalam berbagai budaya setiap orang

memiliki nama kecil dan namakeluarga atau marga.Sementara itu arti keluarga dalam hubungan sosial tampil dalam berbagaijenis, ada yang dikaitkan dengan

wilayah geografis dari mana mereka berasal, ada lima halyang dikaitkan dengan silsilah, lingkungan kerja, mata pencaharian, profesi dansebagainya.4

Mengetahui dan memahami tujuan dari suatu perkawinan atau tujuan dalam hidup berumah tangga menjadi sebuah keharusan untuk dilakukan. Namun dalam kenyataanya pada abad modern saat sekarang, justru semakin dikaburkan, dijauhkan oleh generasi muda yang justeru sudah mengenyam pendidikan tinggi. Ketidak pahaman tentang tujuan dan hakikat sebuah perkawinan yang dilakukan oleh generasi muda saat sekarang justeru tidak menjadikan mereka semakin baik, namun sebaliknya. Artinya sebuah perkawinan hanya dinilai sebuah kebutuhan sesaat.

(13)

keropos atau rapuh, akibat dari terbawa arus kemodernan yang memang memuja hidup dalam kebebasan. Mereka alergi untuk mengikuti aturan-aturan yang sudah

ditentukan oleh agama, bagi mereka hidup dalam kebebasan itu lebih nikmat karena tanpa ikatan dan peraturan.5

Rumah tangga adalah amanah bersama, yang seharusnya dijadikan sebagai acuan awal ketika menempatkan masalah rumah tangga sebagai sentral pembinaan bersama didalamnya apabila terjadi suatu problematika kehidupan dalam rumah tangga, hal itu dikarenakan masing-masing pihak diantara mereka tidak bisa memenuhi amanah tersebut. Dalam kehidupan rumah tangga mungkin terjadi sesuatu hal yang tidak dapat dihindari, yang menyebabkan perkawinan itu tidak mungkin dipertahankan. Untuk selanjutnya diatur pula hal-hal yang menyangkut putusnya perkawinan dan akibat-akibatnya.6

Dalam menjalankan perkawinan suatu keluarga harus dijalani dengan konsep mawaddah wa@ rahmah, saling cinta mencintai, saling mengasihi, saling memberi dan menerima, saling terbuka. Terkadang, dalam menjalankan bahtera rumah tangga itu tidak selalu mulus, pasti ada kesalahfahaman, kekhilafan, dan pertentangan. Percekcokan dalam menangani permasalahan keluarga ini ada pasangan yang dapat mengatasinya namun ada juga yang tidak. Talak merupakan persoalan yang serius, untuk itu butuh keseriusan untuk memutuskannya. Islam hanya mengijinkan perceraian karena tidak ada jalan lain untuk keluar dari lingkaran ketegangan yang terus menerus dalam rumah tangga.

5 Hartono Ahmad Jaiz, Mulyawati Yasin, Ragam Berkeluarga; Serasi Tapi Sesat,(Jakarta: Pustaka Al

Kautsar,1995), 45-46.

(14)

Kata tala||@q diambil dari kata itla@q yang berarti melepaskan atau meninggalkan atau secara harfiah berarti membebaskan seekor binatang.7 Ia

dipergunakan dalam syari@’ah untuk menunjukkan cara yang sah dalam mengakhiri sebuah perkawinan. Meskipun Islam memperkenankan perceraian

jika terdapat alasan-alasan yang kuat baginya, namun hak itu hanya dapat dipergunakan dalam keadaan yang mendesak.8 Menurut istilah perceraian adalah melepas tali perkawinan pada waktu sekarang atau pada waktu yang akan datang. Secara singkat, perceraian didefinisikan sebgai melepas tali perkawinan dengan kata talak atau yang sepadan artinya dengan talak. Perceraian dalam hukum positif ialah suatu keadaan dimana antara suami dan istri telah terjadi ketidak cocokan batin yang berakibat pada putusnya suatu perkawinan, melalui putusan pengadilan setelah tidak berhasil didamaikan.9 Tidak ada suami istri yang secara lengkap dan sempurna kompatibel. Bila mana saudara mencari jodoh yang cocok dalam segala-galanya dengan saudara sendiri, saudara boleh mencari seumur hidup dan akhirnya tidak mendapatkannya dan menjadi bujangan tua. Suami istri yang berbahagia ada saja perbedaan-perbedaannya, tetapi tidak banyak dan tidak mengenai perkara-perkara yang sangat fundamental, seperti iman, pandangan hidup dan arah hidup (way of life) yang ingin diselenggarakan.10

Perceraian merupakan solusi terakhir yang dapat ditempuh suami istri dalam mengakhiri ikatan perkawinan setalah mengadakan upaya perdamaian secara maksimal. Perceraian dapat dilakukan dengan kehendak suami atau

7 Slamet Abidin, Fiqih Munakahat II, Cet. I (Bandung : Pustaka Setia, 1999), 9. 8 Abdur Rahman, Perkawinan dalam Syari’at Islam, (Jakarta : Rineka Cipta, 1996), 80.

9 Yayan sopyan, Islam-Negara (transformasi hukum perkawinan Islam dalam hukum nasional),

(Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011),172-174.

(15)

permintaan istri. Perceraian yang dilakukan atas permintaan istri disebut cerai gugat, sedang yang dilakukan atas kehendak suami disebut cerai talak.

Dalam Undang-undang pokok perkawinan disebukan bahwa putusnya perkawinan karena 3 hal, yaitu akibat kematian, perceraian, dan karena putusan

pengadilan.11Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan dengan alasan-alasan yang jelas, bahwa antara suami-istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami-istri. Pasal 9 UUP menyatakan bahwa perceraian dapat terjadi karena alasan-alasan ;

1. Salah satu pihak berbuat zina, atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya.

3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.

5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak mampu menjalankan kewajibannya sebagai suami-istri.

6. Antara suami-istri terus menerus terjadi perselsihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.12

Menurut pendapat para Ulama’ Madzhab seseorang yang mentalak

disyaratkan ia harus baligh, berakal sehat, atas kehendak sendiri, dan betul-betul bermaksud ingin menjatuhkan talak.13 Dua syarat terakhir yaitu talak harus atas kehendak sendiri artinya seseorang yang akan menalak itu tidak karena adanya anjuran, suruhan bahkan paksaan dari pihak lain, akan tetapi murni atas kehendak dan kemauan diri sendiri. Dengan demikian talak yang dijauhkan oleh orang yang dipaksa (menceraikan istrinya), menurut kesepakatan para ulama mazhab, tidak dinyatakan sah, ini berdasarkan bunyi

11 Ibid., 12 Ibid.,

(16)

َ عِفُر

َ

َ ن ع

َ

َِتَمُأ

َ

،ُأ ط ْا

َ

،ُنا ي سِنلا و

َ

ا م و

َ

اوُِر كُت سا

َ

َِه ي ل ع

َ

Artinya: Ketentuan hukum dicabut dari umatku yang melakukan perbuatannya karena keliru, lupa, dan terpaksa.14

Berarti perbuatan mentalak tidak ada sangkut pautnya dengan orang lain, baik keluarga, rekan, pejabat dan sebagainya.Dalam PP No. 9 tahun 1975 tentang

pelaksanaan UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dijelaskan tentang

tatacara perceraian yang berbunyi “ Seorang suami yang telah melangsungkan

perkawinan menurut agama Islam , yang akan menceraikan istrinya, mengajukan surat kepada pengadilan di tempat tinggalnya, yang berisi pemberitahuan bahwa ia bermaksud menceraikan istrinya disertai dengan alasan-alasanya serta meminta kepada Pengadilan agar diadakan sidang unuk keperluan itu.Selanjuna dijelaskan dalam pasal 20 (1) bahwa gugatan perceraian diajukan oleh suami atau istri atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman istri.

Peraturan mengenai perceraian di dalam Undang-undang Pokok Perkawinan ataupun hukum acara perdata tidak ada yang menyatakan bahwa salah satu syarat perceraian adalah harus adanya kewajiban memperoleh izin atasan atau pejabat. Namun hal ini berbeda ketika kita melihat kepada PP No.10 tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil. Dalam ketentuan PP ini dikatakan bahwa seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang ingin melakukan perceraian wajib terlebih dahulu memperoleh izin pejabat.15Peraturan Pemerintah ini melibatkan perizinan oleh pejabat dalam hal perceraian, padahal ketika berbicara izin, pasti akan ada dua kemungkinan yang muncul, yaitu diizinkan atau tidak diizinkan. Di atas juga telah disebutkan bahwa

(17)

talak atau perceraian adalah murni atas kehendak seorang itu sendiri , kalau dia memang berkehendak, tanpa paksaan dan betul-betul ingin mentalak maka

talaknya dikatakan sah, tanpa harus menunggu izin terlebih dahulu dari siapapun. Pegawai Negeri Sipil merupakan unsur Aparatur Negara, Abdi Negara,

dan Abdi Masyarakat yang harus menjadi teladan yang baik bagi masyarakat dalam tingkah laku, tindakan, dan ketaatan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pegawai Negeri Sipil dengan status sebagai Penggugat harus memperoleh izin untuk melakukan perceraian terlebih dahulu dari Pejabat, sedangkan apabila statusnya sebagai Tergugat harus memperoleh surat keterangan untuk melakukan perceraian.

Dari uraian latar belakang diatas penulis merasa tertarik untuk mengangkat permasalahan ini kedalam sebuah karya tulis skripsi sebagai tugas akhir penulis dalam menyelesaikan pendidikan strata satu pada Fakultas Syari’ah

dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya dengan

mengangkat judul: “ Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewajiban Memperoleh

Izin Pejabat Dalam Perceraian Pegawai Negeri Sipil (Studi Pasal 3 (1) PP No. 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil)

“.

B. Identifikasi Masalah dan Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis mengindetifikasi pokok masalah yang terkandung di dalamnya sebagai berikut:

1. Putusnya perkawinan

(18)

3. Syarat-syarattalak, baikmenurut hukum positifataupunhukum Islam 4. Dasar hukum percerian Pegawai Negeri Sipil

5. Akibat Hukum Perceraian Pegawai Negeri Sipil

6. Makna yang terkandung dalam pasal yang mengatur kewajiban memperoleh

izin pejabat dalam perceraian Pegawai Negeri Sipil

7. Tinjauan hukum Islam terhadap kewajiban memperoleh izin pejabat dalam perceraian pegawai neger sipil

Agar penulisan skripsi ini tidak luas cakupannya, maka perlu dilakukan pembatasan dalam penelitian ini. Sesuai dengan latar belakang masalah di atas, penulis membatasi masalah sebagaiberikut ;

1. Alasan-alasan hukum diwajibkannya seorang Pegawai Negeri Sipil memperoleh izin pejabat ketika ingin bercerai, dan

2. Bagaimana hukum Islam meninjau terhadap ketentuan Pasal 3 (10) PP No. 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil).

C. Rumusan Masalah

Beradasarkan latar belakang dan bpejabat masalah di atas, rumusan masalah yang akan diteliti dan di bahas dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai beikut:

1. Bagaimana makna ketentuan Pasal 3 (1) PP No. 10 tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil ?

(19)

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka penelitian ini pada dasarnya adalah untuk mendapatkan gambaran hubungan topik yang akan diteliti dengan penelitian sejenis yang

mungkin pernah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya sehingga diharapkan tidak ada pengulangan materi peneliti secara mutlak.

Untuk mmengetahui originalitas penelitian ini, penulis mencari informasi tentang judul terkait. Untuk itu maka perlu dikemukakan tulisan yang terkai tdengan judul penelitian yang akan dilaksanakan. Tidak ada pembahasan serupa dengan judul penelitian penulis, karena disini penulis meneliti tentang Kewajiban seorang pegawai Negeri Sipil memperoleh izin pejabat ketika ingin bercerai, sebagaimana bunyi pasal 3 (1) PP No. 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil, sehingga tidak ada pengulangan pembahasan yang serupa. Namun ada beberapa yang membahas tentang perceraian PNS diantaranya ;

Skripsi saudari Siti Maslahah yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Faktor-faktor yang Melatar Belakangi Lahirnya PP. No. 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil ”padatahun

2004. Skripsi ini terfokus pada yang melatar belakangi lahirnya pasal 4 (2) dalam PP tersebut, yaitu Pegawai Negeri Sipil wanita tidak dizinkan menjadi istri kedua/ketiga/keempat.16

16SitiMaslahah “TinjauanHukum Islam Terhadap Faktor-faktor yang MelatarbelakangiLahirnya PP.

No. 45 Tahun 1990 tentangIzinPerkawinandanPerceraianBagiPegawaiNegeri Sipil”, (Skripsi-- IAIN

(20)

“Analisis Hukum Islam Terhadap Cacat Badan atau Penyakit Sebagai Alasan Perceraian Bagi PNS (PP.No. 10 tahun 1983 Jo PP No 45 tahun 1990”.

Skripsi yang ditulis pada tahun 2006 oleh saudara Ach. Ibnu Sholah ini fokus pada cacat badan sebagai alasan perceraian PNS.17

Sedangkan dalam penelitian yang akan penulis paparkan dalam skripsi ini fokus pada apa yang melatar belakangi kewajiban memperoleh izin pejabat dalam perceraian Pegawai Negeri Sipil.

E. Tujuan Penelitian:

Tujuan penelitian penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui makna yang terkandung dalam Pasal 3 (1) PP No. 10 tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil.

2. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terkait dengan kewajiban bagi pegawai negeri sipi (PNS) memperoleh izin dari pejabat untuk bercerai menurut hukum positif.

F. Kegunaan Hasil Penelitan

Dari hasil penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat untuk hal-hal sebagai

berikut:

17 Ach.IbnuSholah “Analisis Hukum Islam Terhadap Cacat Badan atau Penyakit Sebagai Alasan

(21)

1. Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan menambah wawasan serta memperkuat ilmu pembaca pada

umumnya, dan khusus bagi mahasiswa/i yang berkecimpung dalam bidang yang berkaitan dengan masalah Hukum Keluarga Islam.

2. Sebagai sumbangsih pemikiran bagi pengembangan hukum perkawinan di Indonesia.

3. Sebagai khazanah pustaka pada UIN Sunan Ampel Surabaya\.

G. DefinisiOperasional

Dalam menelaah permasalahan di atas tidak hanya diselesaikan dengan pemikiran saja, melainkan harus dianalisis dengan landasan teori sehingga dapat terwujud karya ilmiah yang memiliki bobot keilmuan. Untuk memper jelas kemana arah pembahasan masalah yang diangkat, maka penulis perlu memberikan definisi dari judul tersebut, yakni dengan menguraikan sebagai berikut:

Hukum Islam : Hukum Islam dalam skripsi ini adalah Hukum yang bersumber pada Al-Quran, Al-Hadith, dan Ijma’ yang

menjelaskan tentangg perceraian.

Izin pejabat dalam Perceraian: Izin yang diberikan oleh seorang pejabat atau attasan kepada bawahannya untuk melakukan perrceraian.

H. Metode Penelitian.

(22)

Untuk mempertajam analisis dalam skripsi ini, penulis membutuhkan data sebagai berikut ;

a. Perceraian Pegawai Negeri Sipil

b. Ketentuan hukum dalam PP No. 10 Tahun 1983 2. Sumber Data

Sumber data adalah subjek dari mana data diperoleh. Dalam penelitian, lazimnya terdapat dua jenis data yang dianalisis, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data utama yang menjadi bahan penelitian, sedangkan data sekunder adalah data yang didapatkan dari bahan-bahan pustaka yang bersifat sebagai penunjang terhadap data primer. Dalam penelitian normative, data atau bahan yang dianalisa hanya data sekunder. Adapun data tersebut adalah :

a. Bahan Hukum Primer yang mengikat, yaitu ;

1) Undang-Undang No. 1 tahun 1974 Tentang perkawinan

2) Peratura Pemerintah No. 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 Tentang perkawinan

3) Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil Jo. Peraturan Pemerinta No. 45 tahun 1990 Tentang Perubahan Atas PP No. 10 tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil. 4) Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum

(23)

5) Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara (BAKN) tanggal 26 April 1983 No. 08/SE/1983 Tentang Izin

Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil.

b. Bahan hukum sekunder sebagai penjelas atas bahan primer yaitu ;

1) Buku-buku karya pakar;

a. Abdul Aziz Muhammad Azam dan Abdul Wahab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat

b. Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah

c. Wahbah al-Zuhaily, Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu, juz. VII 2) Pendapat para fuqaha

3. Tehnik Pengumpulan Data

Data atau bahan-bahan hukum yang digunakan dalam skripsi ini dihasilkan dari studi kepustakaan. Dalam studi kepustakaan ini, bahan-bahan yang dikumpulkan meliputi buku-buku para pakar hukum, artikel serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permsalahan dalam skripsi ini. Selain itu, bahan-bahan juga diperoleh melalui melalui pengumpulan artikel-artikel dari internet yang berkaitan dengan perceraian pegawai negeri sipil dalam hal kewajiban memperoleh izin pejabat dalam perceraiannya.

4. Tehnik Pengolahan Data

Langkah-langkah yang digunakan dalam pengolahan data adalah ;

(24)

b. Organising, adalah pengorganisasian data agar diperoleh gambaran tentang tinjauan hukum Islam terhadap ketentuan dalam pasal 3 ayat 1

PP No. 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil.

5. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah ;

a. Contents analisis : Dengan menggunakan pola fikir induktif, data yang telah dihasilkan dianalisis dengan menggunakan landasan teori hukum Islam mengenai Perceraian tanpa melibatkan Intervensi orang lain. b. Verifikatif : Yaitu metode yang digunakan untuk menguji data dalam

Bab tiga dengan menggunakan landasan teori hukum Islam.

I. Sistematika Penulisan.

Dalam penulisan skripsi ini penulis akan memberikan gambaran mengenai hal apa saja yang akan dilakukan maka secara garis besar gambaran tersebut dapat dilihat melalui sistematika skripsi berikut ini:

Bab Pertama berisi: Pendahuluan yang akan memberikan gambaran umum dan menyeluruh tentang skripsi ini dengan menguraikan tentang Latar Belakang Masalah, Identifikasi dan Pembatasan Masalah,Rumusan Masalah, Kajian Pustaka, Tujuan dan Kegunaan Hasil Penelitian, Definisi Operasional, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

(25)

Bab Ketiga: Dalam bab ketiga ini akan dibahas hal-hal sebagai berikut: Pengertian Pegawai negeri Sipil, Proses perceraian Pegawai Negeri.

Bab Keempat: Dalam bab keempat ini akan dibahas hasil dari pembahasan dan analisis dari permasalahan yang dikaji, adapaun yang akan dibahas adalah sebagai beriku:Pertama,Makna yang terkadung dalam

ketentuan Pasal 3 (1) PP No. 10 tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil. Kedua, Tinjauan Hukum Islam terhadap makna yang terkandung dalam Pasal 3 (1) PP No. 10 tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil

(26)
(27)

BAB II

PERCERAIAN MENURUT ISLAM

A. Pengertian dan Sebab-sebab terjadinya perceraian

Kata t}ala>q diambil dari kata it}la>q yang berarti melepaskan atau meninggalkan.1 atau secara harfiah berarti membebaskan seekor binatang. Ia dipergunakan dalam syari’ah untuk menunjukkan cara yang sah dalam mengakhiri sebuah perkawinan.

Dalam hukum perkawinan Islam, perceraian ada kalanya disebut dengan

istilah t}ala>q dan khulu’. Secara bahasa berasal dari akar kata

اقاط قلطي قلط

yang

berarti bercerai dengan istrimya. Sedangkan khulu’ berasal dari kata

علخ علخ

اعولخ

yang mempunyai arti melepaskan pakaian yang dipakainya.2

Istilah talak lebih bersifat umum dari pada khulu’, sebab kata t}ala>q dapat

dikatakan identik dengan istilah ”firqah” yang berarti membuka ikatan,

membatalkan janji.3

Adapun pengertian t}ala>q menurut istilah syara’ ialah putusnya ikatan perkawinan yang membuat seorang istri tidak halal bagi suaminya.4

1 Slamet Abidin, Fiqih Munakahat II,Cet. I (Bandung : Pustaka Setia, 1999), 9. 2 Lois Makluf, Al-Munjid fi al-Lugah wa al-‘Alam, 192,470.

(28)

Menurut Muhammad Ismail al-Kahlani, t}ala>q adalah membuka ikatan, yang diambil dari kata it}la>q yaitu melepaskan, meninggalkan” 5

Sedangkan menurut Wahbah Zuhaily, t}ala>q ialah :

قاطااو ديقلا لح ةغل قاطلا

Artinya : “t}ala>q menurut bahasa ialah membuka ikatan atau melepaskan”

6

Sementara itu Sayyid Sabiq menjelaskan bahwa t}ala>q menurut istilah

syara’ ialah melepaskan ikatan perkawinan atau bubarnya hubungan perkawinan. 7

Maksudnya ialah bahwa ikatan perkawinan itu akan putus dan berakhirnya hubungan suami isteri dalam rumah tangga apabila suami menjatuhkan t}ala>q kepada isterinya.

Zahri Hamid menerangkan secara lengkap dengan menyebut bahwa t}ala>q dalam hukum Islam dapat berarti :8

1. Menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi keterkaitannya dengan mempergunakan ucapan tertentu

2. Melepas ikatan perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri.

3. Melepas ikatan perkawinan dengan ucapan t}ala>q atau yang sepadan dengan itu.

Memperhatikan beberapa pengertian t}ala>q di atas baik secara bahasa maupun istilah dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan t}ala>q

(29)

adalah melepaskan atau mengakhiri ikatan perkawinan antara suami dan isteri dengan ucapan atau dengan tata cara yang ditetapkan.

Setelah ikatan perkawinan itu diangkat atau dilepaskan maka isteri tidak halal lagi bagi suaminya. Hal ini terjadi bila suami melaksanakan t}ala>q ba’in.

Tapi apabila suami melaksanakan t}ala>q raj’i maka hak t}ala>q berkurang bagi suami, yang pada awalnya suami memiliki hak menjatuhkan talak tiga kali, maka sekarang menjadi dua dan menjadi satu. Dengan kata lain t}ala>q raj’i adalah

mengurangi pelepasan ikatan perkawinan.

Prinsip hukum perkawinan Islam adalah bahwa perkawinan harus dipertahankan seumur hidup. Tetapi jika semua harapan, cinta, dan kasih sayang telah sirna dan perkawinan menjadi beranakan dan tidak mungkin lagi dipertahankan, maka dalam kondisi seperi itu diperbolehkan bercerai demi kemaslahatan mereka dan masyarakat.9

Islam menentukan bahwa t}ala>q merupakan hak sepenuhnya yang berada ditangan suami. Dengan demikian menurut pandangan fikih klasik, suami boleh menjatuhkan t}ala>q kepada isterinya kapan saja dan dimana saja. Hal ini sesuai denagan Hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh 'Arba'ah kecuali al-Nasa'isebagai berikut:10

دج نهز و دج ن دج ثاث لاق ملسو يلع ها ىلص ها لوسر نأ ع ها يضر ةرير يأ نع

او حاك لا

َمكاحا ححصو ي اس لا اإ ةعبرأا اورُ ةعجرلاو قاطل

Artinya: "Dari Abu Hurairah r.a ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Ada tiga perkara sungguh dalam tiga perkara itu menjadi sungguh-singguh dan main-main menjadi sungguh-sungguh, yaitu nikah, talak, dan rujuk" (HR>. Al-Arbba’ah).

9 Maududi, al- Abu al-‘Ala, dkk. Pedoman Perkawinan dalam Islam, 34

10Muhammad Ibn Isma’il al-Kahlany, Subul Salam; Syarh Bulugh Maram min Adillah

(30)

Hal-hal yang menyebabkan suami mempunyai wewenang dalam menjatuhkan t}ala>q kepada isterinya adalah karena suami diberi beban membayar

mahar dan menyelenggarakan nafkah isteri dan anak-anaknya. Demikian pula suami diwajibkan menjamin nafkah bekas isterinya selama ia menjalani masa 'iddah. Disamping itu suami pada umumnya tidak mudah terpengaruh oleh emosi

terhadap masalah yang dihadapinya dan senantiasa mempertimbangkan segala persoalan melalui pikirannya. Berbeda dengan wanita yang sangat mudah dipengaruhi emosi dalam menghadapi berbagai kemelut, termasuk kemelut Rumah Tangga. Oleh karena itu jika hak t}ala>q diberikan kepada isteri maka keutuhan rumah tangga akan sering goyah. Disebabkan karena masalah kecil saja dapat menyebabkan isteri menjatuhkan talaknya, sesuai dengan tuntutan emosi mereka.11

Setidaknya ada empat kemungkinan yang dapat terjadi dalam kehidupan rumah tangga yang dapat memicu terjadinya perceraian menurut hukum Islam yaitu:12

1. Terjadinya nusyuz dari pihak istri

Nusyuz bermakna kedurhakaan yang dilakukan istri terhadap

suaminya. Hal ini bisa terjadi dalam bentuk pelanggaran perintah, penyelewengan dan hal-hal yang dapat mengganggu keharmonisan rumah tangga. Maka dalam hal ini dapat diselesaikan dengan (1) istri diberi nasihat

dengan cara yang ma’ruf, (2) pisah ranjang, apabila dengan cara ini tidak berhasil maka langkah berikutnya adalah (3) memberi hukuman fisik dengan

(31)

cara memukulnya, penting untuk dicatat yang boleh dipukul hanyalah bagian yang tidak membahayakan si istri seperti betisnya.

a. Nusyuz suami terhadap istri

Kemungkinan nusyuznya suami dapat terjadi dalam bentuk kelalaian dari pihak suami untuk memenuhi kewajibannya pada istri, baik nafkah lahir maupun nafkah batin, suami tidak memperlakukan istrinya dengan cara yang baik dan dilarang menyakiti istrinya baik lahir maupun batin, fisik maupun mental. Jika suami melalaikan kewajibannya berulang kali dan istrinya mengingatkanya namun tetap tidak ada perubahan maka istri diminta untuk lebih bersabar dan merelakan hak-haknya dikurangi untuk sementara waktu. Semua itu bertujuan agar perceraian tidak terjadi. b. Terjadinya syiqaq

Tampaknya alasan untuk terjadinya perceraian lebih disebabkan oleh alasan syiqaq. Dalam penjelasan UU No. 7/1989 dinyatakan bahwa syiqaq adalah perselisihan yang tajam dan terus menerus antara suami

istri. Untuk sampai pada kesimpulan bahwa suami istri tidak dapat lagi didamaikan harus melalui beberapa proses.

c. Salah satu pihak melakukan perbuatan zinah (fahisyah), yang menimbulkan saling tuduh menuduh antara keduannya. Cara membuktikannya adalah dengan cara membuktikan tuduhan yang didakwaan dengan cara li’an

(32)

Memang tidak terdapat dalam al-Qur’an ayat-ayat yang menyuruh atau melarang eksistensi perceraian itu, sedangkan untuk perkawinan ditemukan

beberapa ayat yang menyuruh melakukannya. Meskipun banyak ayat al-Qur’an

yang mengatur talak tetapi isinya hanya sekedar mengatur bila talak itu terjadi,

meskipun dalam bentuk suruhan atau larangan.13

Islam memperbolehkan t}ala>q dengan ketentuan-ketentuan yang telah disebutkan di dalam al-Quran, as-Sunnah, maupun Ijma’ diantarana adalah

sebagai berikut:

1. Dalam al-Quran surah al-baqarah ayat 229 dijelaskan ;

ُمُتْيَ تآ ا ِِ ْاوُذُخْأَت نَأ ْمُكَل لََِ َاَو ٍناَسْحِإِب ٌحيِرْسَت ْوَأ ٍفوُرْعَِِ ٌكاَسْمِإَف ِناَترَم ُقَاطلا

ًا ْيَش نُو

َع َحاَُج َاَف ِّللا َدوُدُح اَميِقُي اَأ ْمُتْفِخ ْنِإَف ِّللا َدوُدُح اَميِقُي اَأ اَفاََخ نَأ اِإ

ْتَدَتْ فا اَميِف اَمِهْيَل

َنوُمِلاظلا ُمُ َكِ َلْوُأَف ِّللا َدوُدُح دَعَ تَ ي نَمَو اَوُدَتْعَ ت َاَف ِّللا ُدوُدُح َكْلِت ِِب

-ٕٕ٥

Artinya : “Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. Setelah itu suami dapat menahan dengan baik, atau melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan istri) khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh istri) untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang

zalim”.(Q.S. al-Baqarah : 229)

2. Dalam Surah al-Baqarah ayat 230 dan 231 yang berbunyi ;

َأ اَمِهْيَلَع َحاَُج َاَف اَهَقلَط نِإَف َُرْ يَغ ًاجْوَز َحِكَت َََح ُدْعَ ب نِم َُل لََِ َاَف اَهَقلَط نِإَف

اَعَجاَرَ تَ ي ن

ِّللا َدوُدُح اَميِقُي نَأ اَظ نِإ

َنوُمَلْعَ ي ٍمْوَقِل اَهُ ِ يَ بُ ي ِّللا ُدوُدُح َكْلِتَو

-ٕٖٓ

-Artinya : “ Kemudian jika dia menceraikannya (setelah talak yang kedua),

(33)

pertama dan bekas istri) untuk menikah kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah ketentuan-ketentuan Allah yang Diterangkan-Nya kepada

orang-orang yang berpengetahuan”. (Q.S.> al-Baqarah : 230)14

نُوُحِرَس ْوَأ ٍفوُرْعَِِ نُوُكِسْمَأَف نُهَلَجَأ َنْغَلَ بَ ف ءاَس لا ُمُتْقلَط اَذِإَو

ًاراَرِض نُوُكِسُُْ َاَو ٍفوُرْعَِِ

ًاوُزُ ِّللا ِتاَيآ ْاَوُذِختَ ت َاَو َُسْفَ ن َمَلَظ ْدَقَ ف َكِلَذ ْلَعْفَ ي نَمَو ْاوُدَتْعَ تل

َتَمْعِن ْاوُرُكْذاَو

َو ِِب مُكُظِعَي ِةَمْكِْحاَو ِباَتِكْلا َنِم ْمُكْيَلَع َلَزنَأ اَمَو ْمُكْيَلَع ِّللا

نَأ ْاوُمَلْعاَو َّللا ْاوُق تا

ٌميِلَع ٍءْيَش ِلُكِب َّللا

-ٕٖٔ

Artinya : “Dan apabila kamu menceraikan istri-istri (kamu), lalu sampai (akhir) idahnya, maka tahanlah mereka dengan cara yang baik, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang baik (pula). Dan janganlah kamu tahan mereka dengan maksud jahat untuk menzalimi mereka. Barangsiapa melakukan demikian, maka dia telah menzalimi dirinya sendiri. Dan janganlah kamu jadikan ayat-ayat Allah sebagai bahan ejekan. Ingatlah nikmat Allah kepada kamu, dan apa yang telah Diturunkan Allah kepada kamu yaitu Kitab (al-Quran) dan Hikmah (Sunnah), untuk memberi pengajaran kepadamu. Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha

Mengetahui segala sesuatu” (Q.S.> al-Baqarah : 231)15

Meskipun tidak ada ayat al-Qur’an yang menyuruh atau melarang

melakukan talak yang mengandung arti hukumnya mubah, namun talak itu termasuk perbuatan yang tidak disenangi Nabi. Hal ini mengandung arti perceraian itu hukumnya makruh. Adapun ketidak senangan Nabi kepada perceraian itu terlihat dalam hadisnya dari Ibnu Umar. Menurut riwayat Abu Daud, Ibnu Majah dan disahkan oleh Hakim. Sabda Nabi :

قاطلا َاعت ها َا لاحا ضغبا

16

Artinya : “Perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah talak”. (H.R. Abu Daud )

14 Departemen Agama RI, Al-Qur,an dan Terjemahannya. 15 Ibid.,

(34)

Walaupun hukum asal dari talak itu adalah makruh, namun melihat keadaan tertentu dalam situasi tertentu, maka hukum talak itu adalah sebagai

berikut :17

1. Nadab atau sunnah, yaitu dalam keadaan rumah tangga sudah tidak dapat dilanjutkan dan seandainya dipertahankan juga kemudaratan yang lebih banyak akan timbul.

2. Mubah atau boleh saja dilakukan bila memang perlu terjadi perceraian dan tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dengan perceraian itu sedangkan manfaatnya juga ada kelihatannya.

3. Wajib atau mesti dilakukan yaitu perceraian yang mesti dilakukan oleh hakim terhadap seseorang yang telah bersumpah untuk tidak menggauli istrinya sampai masa tertentu, sedangkan ia tidak mau pula membayar kafarat sumpah agar ia dapat bergaul dengan istrinya. Tindakan itu memudharatkan istrinya.

4. Haram talak itu dilakukan tanpa alasan, sedangkan istri dalam keadaan haid atau suci yang dalam masa itu ia telah digauli.

C. Syarat Sahnya Perceraian.

1. Orang yang menjatuhkan talak itu sudah mukallaf.18 Sebagaimana sabda Rasulullah saw:

ْيِلَع ْنَع

ِمِ ا لا ِنَع ٍةَث َاَث ْنَع ُمَلَقْلا َعِفُر : َلاَق َمّلَس َو ِْيَلَع ُها ىلَص ِِّّلا ِنَع َُْع ُها َيِضَر

.َدواَدْوُ بَاَو ىِراَخُبْلا ُاَوَرُ . ُلِقْعَ ي ََّح ِنْوُ ْجَمْلا ِنَعَو َمِلَتََْ ََّح ِِّصلا ِنَعَو َظِقْيَ تْسَي ََّح

(35)

Artinya: “Dari Ali r.a. dari Nabi SAW beliau bersabda, “Dimaafkan dosa dari tiga orang yang tidur hingga ia bangun, dari anak kecil hingga ia dewasa, dan dari orang gila sampai ia kembali sehat." (H>.R. al-Bukhari dan Abu Daud ) 19.

Tidak sah talak seorang suami yang masih kecil, gila, mabuk, dan

tidur, baik talak menggunakan kalimat yang tegas maupun yang bergantung. 2. Talak dilakukan atas kemauan sendiri

Hukum talak yang dijatuhkan karena dipaksa adalah tidak sah. Misalnya apabila suami tidak menceraikan istrinya, maka ia akan dibunuh atau dicelakakan, atau talak nya orang yang lupa atau tersalah. Rasulullah saw bersabda:20

ْيَلَعاْوَُرْكَتْسااَمَو ُناَيْسِلاَو ُءاطَْْا ِِمُأ ْنَع َعِفُر

ِ

Artinya: “Terangkat dari umatku kesalahan, kelupaan, dan dipaksa.”(H.R. Ibnu Majah )

Syarat-syarat orang yang terpaksa adalah sebagai berikut:

a. Orang yang memaksa itu betul-betul dapat melakukan ancaman yang telah dinyatakannnya.

b. Orang yang dipaksa tidak dapat melawan orang yang memaksa, atau tidak dapat lari maupun minta pertolongan.

c. Orang yang terpaksa telah yakin bahwa orang yang memaksa pasti melakukan atau membuktikan ancaman yang sudah dinyatakannya.

19 Salim Bahreisy dan Abdullah Bahreisy, Terjemah bulughul maram min adillatilahkam,

(Surabaya:Balai Buku,t.t), 547- 548.

20 Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh munakahat,

(36)

d. Orang yang terpaksa tidak bermaksud meniatkan bahwa ia menjatuhkan talak nya. Rasullah saw bersabda:21

ا ىّلَص ها ُلْوُسَر َلاَق : َلاَق َُْع ُها َيِضَر ةَرْ يَرُ ِْيَأ ْنَعَو

نُ ٌد ِج ُثَاَث :َملَسَو ِْيَلَع ه

, مكاحا حَحِصَو ِئاَس لااِا , ةَعَ بْرَأا ُاَوَر .ُةَعْجرلاَو ُق َاطلاَو ُحاَكِلا : ٌدِج نُُهْزََو ٌدِج

.ُحاَكِلاَو ُقاَتِعلاَو َق َاطلا : ُفْيِعَض رخآ جو نم يدع نب ا ةَياَوِر َِِو

Artinya: “Abu Hurairah mengatakan, “Rasulullah SAW. Bersabda: 3

macam yang kesungguhannya sungguh dan sendau guraunya juga menjadi sungguh yaitu: Nikah dan Cerai dan kembali

kepada istrinya.” (H.R. al-Arba’ah kecuali al-Nasai )

Sebagian ulama Syafi’iyah memisahkan antara ucapan talak dari orang yang terpaksa itu menggunakan niat atau tidak. Kalau waktu mengucapkan talak itu dia meniatkan talak , maka jatuh talak nya, sebaliknya bila tidak diniatkannya untuk talak , tidak jatuh talak nya. 3. Talak itu dijatuhkan sesudah nikah yang sah

Perempuan yang ditalak adalah istrinya atau orang yang secara hukum masih terikat pernikahan dengannya. Begitu pula bila perempuan itu

telah ditalak oleh suaminya, namun masih berada dalam masa iddahnya. Dalam keadan begini hubungan pernikahannya masih dinyatakan masih ada.

Oleh karena itu dapat ditalak . Perempuan yang tidak pernah dinikahinya, atau pernah dinikahinya namun telah diceraikannya ; karena wilayahnya atas perempuan itu telah tiada.22 Hadits nabi ;

ٍحاَكِن َدْعَ ب اِإ َق َاَط َا: َملَسَو ِْيَلَع ها ىّلَص ها ُلْوُسَر َلاَق : لاَق َُْع ُها َيِضَر ٍرِباَج ْنَعَو

ْعَ ي ْوُ بَأ ُاَوَر .ٍكْلِم َدْعَ ب اِإ َقْتِع َاَو

ِنَع َجاَم ُنْبِا جَرْخَأَو,لْوُلْعَم َوَُو ْمِكاَحا َُححِصَو ,ىَل

اًضْيَأ لوُلْعَم ُ ِكَل نَسَح داََساَو,ُُلْ ثِم ةَمَرََْ ْنِب رَوْسِمْلا

.

(37)

Artinya: “Jabir ra. mengatakan, Rasulullah SAW, bersabda: “Tidak ada perceraian kecuali sesudah nikah, dan tidak dianggap

memerdekakan kecuali sesudah memilikinya.”(H.R. Abu Ya’la) 23

D. Alasan Perceraian

Alasan-alasan untuk bercerai secara tegas telah diatur di dalam pasal 19 Undang-undang No 1 Tahun 1974, yang menyebutkan : ayat 1, perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Ayat 2; untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat rukun sebagai suami istri.

Alasan tersebut juga diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, pasal 19, menyebutkan, bahwa perceraian dapat terjadi karena alasan sebagai berikut :

1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;

2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua (2) tahun berturutturut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya;

3. Salah satu pihak mendapatkan hukuman lima (5) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;

(38)

5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat atau tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri;

6. Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.24

Sedangkan di dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 116, menambahkan 2 alasan lagi selain yang disebutkan di atas :

1. Suami melanggar ta'li>q t}ala>q;

2. Peralihan Agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak harmonisan dalam rumah tangga.25

E. Akibat Hukum Perceraian.

Dalam Peraturan Pemerintah No 9/1975 sebagai Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Perkawinan (Undang-undang No 1/1974) tidak disebutkan atau tidak diatur tentang akibat perceraian ini. Hanya dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 pasal 41 disebutkan bahwa akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah :

1. baik ibu atau Bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anakanaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, pengadilan memberikan keputusannya;

2. bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataan tidak

(39)

dapat memberikan kewajiban tersebut, pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut;

3. pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri-istri.26

Bila hubungan perkawinan putus antara suami istri dalam segala bentuknya, maka hukum yang berlaku sesudahnya adalah :

1. Hubungan antara keduanya adalah asing dalam arti harus berpisah dan tidak boleh saling memandang, apabila bergaul sebagai suami istri. Bila terjadi hubungan menurut jumhur ulama termasuk zina. Hanya keduanya tidak diberlakukan sanksi atau had zina karena adanya syubha>t ikhtila>f ulama, atau syubha>t karena perbedaan faham ulama padanya. Ulaman Hanafiah dan ulama

Syi’ah imamiyah membolehkan hubungan kelamin antara mantan suami

dengan mantan istri yang sedang menjalani 'iddah t}ala>q raj’iy dan hal itu sudah diperhitungkan sebagai ruju’.27 Ulama zhahiriyah juga berpendapat bolehnya suami bergaul dengan mantan istrinya dalam 'iddah raj’iy, namun

yang demikian tidak dengan sendirinya berlaku sebagai ruju’.28

2. Keharusan memberi mut’ah, yaitu pemberian suami kepada istri yang

diceraikannya sebagai suatu konpensasi. Hal ini berbeda dengan mut’ah

sebagai pengganti mahar bila istri di cerai sebelum digauli dan sebelumnya jumlah mahar tidak ditentukan, tidak wajib suami memberi mahar, namun diimbangi dengan suatu pemberian yang bernama mut’ah. Dalam kewajiban memberi mut’ah itu terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama, golongan

26 Soedarsono Soimin, Hukum Orang dan Keluarga : Perspektif Perdata BW dan Hukum Islam dan

Hukum Adat…, 73.

27 Al-T}u>siy, Hasan bin ‘Ali, Al-Mabsu>t} fi> Fiqh al-Ima>miyyah…,102.

(40)

zhahiriyah berpendapat bahwa mut’ah itu hukunya wajib. Dasarnya ialah

firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 241, ialah sebagai berikut :

َنِقتُمْلا ىَلَع ًاّقَح ِفوُرْعَمْلاِب ٌعاَتَم ِتاَقلَطُمْلِلَو

-ٕٗٔ

Artinya : “Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya) mut`ah menurut yang ma`ruf, sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang takwa”.(Q.S. al-Baqarah :241)29

Ulama Malikiyah berpendapat bahwa mut’ah itu hukumnya sunnah, karena kalimat haqqan 'ala> al-muttaqi>n di ujung ayat tersebut menunjukkan hukumnya adalah tidak wajib, kewajiban mut’ah itu berlaku dalam keadaan tertentu.

3. Melunasi utang yang wajib dibayarnya dan belum dibayarnya selama masa perkawinan, baik dalam bentuk mahar atau nafkah, yang menurut sebagian ulama wajib dilakukannya bila ada waktunya dia tidak dapat membayarnya. Begitu pula mahar yang belum dibayar atau dilunasinya, harus dilunasinya setelah bercerai.

4. Berlaku atas istri yang dicerai ketentuan iddah. 5. Pemeliharaan terhadap anak atau hadhanah.30

Kompilasi Hukum Islam mengatur tentang akibat putusnya perkawinan karena perceraian dalam pasal 149 KHI, yakni sebagai berikut:

1. Akibat Talak

Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib :

(41)

a. Memberikan mut’ah (sesuatu) yang layak pada bekas istrinya, baik berupa uang atau benda, kecuali istri tersebut qabla al-dukhul.

b. Memberi nafkah , makan dan kiswah (tempat tinggal dan pakaian) kepada istri selama dalam iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi

talak ba’in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil.

c. Melunasi mahar yang masih terutang seluruhnya dan separuh apabila qabla al-dukhul.

d. Memberikan biaya hadlanah (pemeliharaan anak) untuk anak yang belum mencapai 21 tahun.

Ketentuan pasal 149 KHI tersebut bersumber dari surat Al-Baqarah ayat 235 dan 236 sebagai berikut :

ِم ِِب مُتْضرَع اَميِف ْمُكْيَلَع َحاَُج َاَو

ُّللا َمِلَع ْمُكِسُفنَأ ِِ ْمُت َْكَأ ْوَأ ءاَسِلا ِةَبْطِخ ْن

َاَو ًافوُرْعم ًاْوَ ق ْاوُلوُقَ ت نَأ اِإ ًاّرِس نُوُدِعاَوُ ت ا نِك َلَو نُهَ نوُرُكْذَتَس ْمُكنَأ

ْعاَو َُلَجَأ ُباَتِكْلا َغُلْ بَ ي َََح ِحاَكِلا َةَدْقُع ْاوُمِزْعَ ت

ِِ اَم ُمَلْعَ ي َّللا نَأ ْاوُمَل

ٌميِلَح ٌروُفَغ َّللا نَأ ْاوُمَلْعاَو ُوُرَذْحاَف ْمُكِسُفنَأ

-ٕٖ٩

ْمُكْيَلَع َحاَُج ا

ىَلَع نُوُعِ تَمَو ًةَضيِرَف نَُه ْاوُضِرْفَ ت ْوَأ نُوسََُ ََْ اَم ءاَسِلا ُمُتْقلَط نِإ

َدَق ِعِسوُمْلا

َنِِسْحُمْلا ىَلَع ًاّقَح ِفوُرْعَمْلاِب ًاعاَتَم ُُرْدَق ِِِْقُمْلا ىَلَعَو ُُر

-ٕٖٙ

-

Artinya : “Dan tidak ada dosa bagimu meminang

perempuan-perempuan itu dengan sindiran atau kamu sembunyikan (keinginanmu) dalam hati. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut kepada mereka. Tetapi janganlah kamu membuat perjanjian (untuk menikah) dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan kata-kata yang baik. Dan janganlah kamu menetapkan akad nikah, sebelum habis masa iddahnya. Ketahuilah bahwa Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu, maka takutlah kepada-Nya. Dan ketahuilah bahwa Allah maha pengampun, maha penyantun (235). Tidak ada dosa bagimu jika kamu menceraikan istri-istri kamu yang belum kamu sentuh (campuri) atau belum kamu tentukan

maharnya. Dan hendaklah kamu beri mereka mut’ah. Bagi

(42)

cara yang patut, yang merupakan kewajiban bagi

orang-orang yang berbuat kebaikan (236)”31 (QS. al-Baqarah : 235-236).

2. Akibat perceraian (cerai gugat)

Cerai gugat yaitu seorang istri menggugat suaminya untuk bercerai melalui pengadilan, yang kemudian pihak pengadilan mengabulkan gugatan yang dimaksud, sehingga putus hubungan penggugat (istri) dengan tergugat (suami) perkawinan. Cerai gugat berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW :

ُءاَوَح َُل ىِرْجَحَوٌءاَقَس َُل ِِ ْدَثَوٌءاَعِوَُه ِِْطَب ْتَناَكاد ِِْبانِإ ه ُاْوُسَراَي ْتَلَ ق ُةَأَرْما نَا

ُاَبَا نِاَو

قَحَا َتْنَا معلص ها لْوُسَراََه َلاًقَ ف ِِِم َُعِزَْ ي ْنَاَداَرَاَو ِِْقلَط

اورُ ىِحِكَْ ت ََْ اَم ِِب

دوادوباودما

\

Artinya : “Seorang perempuan berkata pada Rasulullah SAW : wahai

Rasulullah SAW. Saya yang mengandung anak ini, air susuku yang diminumya, dan dibilikku tempat kumpulnya (bersamaku), ayahnya telah menceraikanku dan dia ingin memisahkannya dariku” maka Rasulullah bersabda : “kamu lebih berhak (memeliharanya) selama

kamu tidak menikah” (H.R. Ahmad, Abu Dawud)

Pasal 156 KHI mengatur mengenai putusnya perkawinan sebagai akibat perceraian (cerai gugat). Hal itu diungkapkan sebagai berikut :

a. Anak yang belum mumayiz berhak mendapatkan hadanah dari ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukan diganti oleh : 1) Wanita-wanita dalam garis lurus keatas dari ibu.\

2) Ayah

3) Wanita-wanita dalam garis lurus keatas ayah 4) Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan

(43)

6) Wanita-wanita dari kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah b. Anak yang sudah mumayiz berhak memilih untuk mendapat hadanah dari

ayah atau ibunya.

c. Apabila pemegang hadanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan

jasmani dan rohani anak meskipun biaya nafkah dan hadanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan pengadilan dapat memindahkan hak hadanah kepada kerabat lain yang memiliki hak hadanah pula.

d. Semua biaya hadanah dan nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah menurut kemampuanya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dan dapat mengurus diri sendiri (21 tahun).

e. Bilamana terjadi perselisihan mengenai hadanah dan nafkah anak, putusan hadanah memberi putusanya berdasarkan huruf (a), (b), (c), dan (d). f. Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya

menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang tidak turut kepadanya.32

(44)

BAB III

MEKANISME PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

A. Pengertian Pegawai Negeri Sipil

Sesuai dengan lingkup struktural pemerintah Negara Indonesia sebagai salah satu organisasi, maka lingkup kepegawaian pun dapat dibagi atas beberapa jenis pegawai sebagai sumber daya manusia dari pemerintah Negara Indonesia, termasuk pegawai negeri sipil sebagai bagian dari pegawai negeri. Definisi pegawai negeri sipil pun tidak dapat dipisahkan dari pengertian pegawai negeri itu sendiri.1

Dari segi tata bahasa kepegawaian mempunyai asal kata pegawai, yang diberi awalan dan akhiran sehingga mengubah arti kata asalnya seperti yang di kemukakan oleh Buchari Zainun sebagai berikut: Pegawai adalah kata benda berupa orang-orang atau sekelompok orang yang mempunyai status tertentu, karena pekerjaannya pegawai pun dalam bahasa Jawa dari kata gawai atau kerja. Sedangkan kepegawaian berubah maknanya menjadi segala sesuatu yang terkait dengan pegawai yang oleh sesuatu organisasi dipertimbangkan untuk menjadi urusan organisasi tersebut. Ini berarti bahwa apa yang tercakup dalam kepegawaian itu berbeda untuk setiap organisasi baik secara kuantitatif maupun kualitatif.2

1 Riduan Syahrani. Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil. 1. Jakarta: Media Sarana

Press.1986, 56

(45)

Pengertian ini jika dikaitkan dengan keberadaan Negara sebagai suatu organisasi, maka yang dimaksud dengan pegawai negeri yang akan

melaksanakan tugas-tugas pemerintah dan tugas pembangunan. Dalam konteks ini, pegawai negeri dapat dikatakan sebagai pekerja atau staf

pada organisasi pemerintah maupun instansi perusahaan milik Negara dan segala sesuatu yang berkaitan dengan pekerjaan yang diatur dan sesuai dengan peraturan pemerintah yang telah ditetapkan.3

Pegawai negeri sebagai unsur aparatur negara atau abdi masyarakat, hal ini merupakan salah satu pelaksanaan dari kebijaksanaan pemerintah dalam rangka meningkatkan kehidupan bangsa dan negara menuju masyarakat adil dan makmur. Pengertian tersebut telah diatur dalam undang No. 43 tahun 1999 tentang Perubahan Undang-undang No. 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian yaitu:

“Pegawai negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang

telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku”.4 Dari konsep ini pegawai negeri dapat

diabstraksikan sebagai berikut:

a. Harus memenuhi syarat yang telah ditentukan b. Digaji menurut peraturan pemerintah

c. Dipekerjakan dalam jabatan negeri

3 Ibid.,

4 Undang-undang No. 43 tahun 1999 tentang Perubahan Undang-undang No. 8 tahun 1974

(46)

Pengertian pegawai negeri juga dapat dilihat pada penjelasan Moekdijad yang melihatnya dari perspektif administrasi dari

pemerintahan. Pegawai negeri adalah mereka yang diangkat dalam jabatan pemerintah oleh pembesar yang berwenang dan diberi gaji

anggaran belanja Negara, maka anggaran belanja pegawai serta segala sesuatu harus menurut peraturan yang berlaku.

B. Kategori Pegawai Negeri Sipil

Dalam Undang-Undang No. 45 tahun 1999 disebutkan bahwa pegawai negeri sipil terdiri dari pegawai negeri sipil pusat dan pegawai negeri sipil daerah.

a. Pegawai negeri sipil pusat

Pegawai negeri sipil pusat adalah PNS yang gajinya dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja Negara yang bekerja pada departemen, lembaga pemerintah non departemen, kesekretariatan, Lembaga tertinggi/tinggi Negara, Institusi vertical di provinsi/kabupaten/kota, Kepamiteraan pengadilan atau dipekerjakan untuk menyelenggarakan tugas Negara lainnya (lihat penjelasan Undang-Undang No. 43 Tahun 1999). Secara rinci dapat diutarakan lokasi tempat pegawai negeri sipil pusat bertugas sebagai berikut:

1. Departemen pemerintah bernomenklatur yang terdiri dari departemen dan kantor menteri (menteri coordinator dan menteri Negara)

2. Sekretariat lembaga-lembaga Negara dan secretariat Negara/kabinet. 3. Lembaga Negara pemerintah non departemen dan perwakilannyan

(47)

4. Kantor wilayah departemen/direktorat jendral dilingkungan Depdagri berupa direktorat, sub-sub direktorat dibawahnya

5. Lingkungan perwakilan RI diluar negeri dan beberapa perwakilan instansi diluar negeri

6. Lingkungan pemerintah wilayah 7. Diperbantukan pada BUMN/BUMD 8. Diperbantukan oleh pemerintah daerah

9. Ditugaskan, dipekerjakan diberbagai lembaga Negara dan instansi pemerintah lain diberbagai lembaga semi pemerintah, diyayasan-yayasan, instansi internasional didalam maupun diluar negeri.

10.Ditugaskan pada proyek-proyek pemerintah

11.Diistirahatkan karena berbagai macam alasan (tidak diberi tugas) Jabatan negeri diberbagai lokasi yang ditempati PNS ini terdiri atas jabatan struktural dan fungsional dengan beraneka ragamnya tempat tugas dan keberadaan PNS pusat ini, maka dapat diperkirakan bahwa lingkup kepegawaian mereka yang menjadi urusan resmi pemerintah dan instansi-instansi tempat mereka bertugas itu akan berlaian antara satu dengan yang lainnya, walaupun prinsip dan peraturan pada dasarnya mungkin sama yang seharusnya atau memang yang diberlakukan terhadap mereka.5

b. Pegawai negeri sipil daerah

Situasi mengenai pegawai negeri sipil daerah ini tidak banyak berbeda dengan hal-hal yang brhubungan dengan pegawai negeri sipil pusat karena keduanya tergolong dalam satu kelompok yaitu pegawai

(48)

negeri sipil yang dinilai dan dikembangkan dalam lingkup pegawai negeri sipil daerah ini adalahh jabatan-jabatan fungsional seperti pada PNS

pusat, yang berarti bahwa jabatan-jabatan negeri yang terdapat pada berbagai satuan organisasi administrasi pemerintah daerah yang mungkin

sudah membutuhkan jabatan itu dengan para pejabatnya yang sesuai sampai saat ini belum ada yang memprakarsai untuk mengembangkannya.6

Lokasi tempat/satuan organisasi dalam lingkungan pemerintah daerah yang berada dibawah pemerintah daerah dimana pegawai negeri sipil itu bertugas adalah sebagai berikut:

1. Sekretariat daerah yang juga berperan sebagai secretariat wilayah daerah dengan seluruh jajaran organisasi dilingkungannya terdiri dari asisten, biro bagian, sub bagian, dan mengatur sampai pada secretariat daerah/kota

2. Bapeda provinsi, kabupaten/kota dan satuan-satuan dilingkungan masing-masing seperti bagian, bidang, sub bagian dan seksi.

3. Itwilprop, Itwilkab,Itwilkot, dengan satuan jajaran organisasi dan satuan jajaran seperti itu dan pemeriksa.

4. BPKMD baik ditingkat provinsi maupun kabupaten/kota dengan jajaran satuan organisasi dilingkungan masing-masing

5. Bank Pembangunan Daerah atau BUMD lainnya sesuai dengan keberadaannya baik ditingkat provinsi maupun kabupaten/kota. 6. Dinas-dinas otonom yang mungkin dapat dikatakan sebagai lokasi

(49)

7. Satuan-satuan lain yang tidak termasuk kepala salah satu organisasi tersebut diatas seperti proyek.

Karena PNS daerah ini tetap merupakan bagian dari Pegawai Negeri Sipil, maka tentunya seluruh ketentuan mengenai PNS secara

otomatis berlaku juga bagi mereka dan PNS pusat, hanya saja yang perlu diperhatikan menurut Buchari Zainun adalah:7 “mereka yang bertugas diberbagai satuan organisasi yang untuk suatu daerah saja sudah mungkin berbeda, apalagi untuk daerah yang memang secara formal diberlakukan laindalam beberapa aspek kepegawaian.8 Perbedaan dan atas pegawai negeri sipil daerah hanya akan mempunyai makna bilaman daerah itu merupakan daerah yang benar-benar otonom, dimana setidak-tidaknya presentasi APBD lebih banyak berasal dari pendapatan asli daerah dan beban tugasnya. Serta kegiatannya bersifat otonom sesuai dengan arti formalnya. Dalam peraturan perUndang-Undangan serta dalam kenyataan sebenarnya (realitas).

Untuk itu, wewenang dan tanggung jawab kepegawaian terhadap PNS daerah secara hirarkis didaerah menjadi wewenang dan tanggung jawab dalam melakukan pengendalian terhadap pegawai negeri sipil di daerahnya demikian pula halnya dengan Bupati, Walikota, dan Gubernur terhadap PNS daerah wilayah kerjanya dan satuan organisasi yang lebih daerah tempat PNS daerah pusat itu bertugas termasuk PNS pusat yang diperbantukan atau dipekerjakan kepada daerah otonom.

(50)

Dalam Perauran Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi PNS pengertian Pegawai Negeri Sipil

meliputi selain Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 74 tentang pokok-pokok kepegawaian

termasuk dalam Undang-undang Bulanan di samping pensiun, Pegawai Bank milik Negara, Pegawai Badan Usaha milik Negara, Pegawai Bank milik Daerah, Pegawai Badan Usaha milik Daerah, dan Kepala Desa, Perangkat Desa, serta petugas yang menyelenggarakan urusan di Desa. C. Hak-Hak Pegawai Negeri Sipil

(51)

a. Setiap PNS berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya dan harus mampu

memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraannya . b. Setiap pegawai negeri berhak atas cuti.

c. Setiap pegawai negeri yang ditimpa oleh sesuatu kecelakaan dalam dan karna menjalankan kewajibannya berhak memperoleh perawatan. d. Setiap pegawai negeri yang menderita cacat jasmani atau cacat rohani

dalam dan karna menjalankan tugas dan kewajibannya yang mengakibatkan tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun juga berhak memperoleh tunjangan.

e. Setiap pegawai negeri yang tewas, keluarganya berhak memperoleh uang duka.

f. Setiap pegawai negeri yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan berhak atas pensiun .

Hak-hak dasar Negara yang terkandung dalam undang-undang 1945 merupakan hak-hak dasar manusia (hak asasi) yang merupakan seperangkat yang melekat pada keberadaan manusia sebagai makhluk hidup dan wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah yang lain, demi perlindungan harkat dan martabat manusia dari pemahaman ini, jelaslah bahwa Negara dalam menjamin hak warga Negara harus menyeluruh tanpa diskriminatif terhadapa seluruh warga Negara dan tidak hanya pada aturan hukum melainkan teraplikasi dalam kehidupan yang nyata.10

D. Kewajiban Pegawai Negeri Sipil

(52)

Kewajiban PNS adalah segalah sesuatu yang wajib dikerjakan atau boleh dilakukan oleh setiap PNS berdasarkan sesuatu peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Adapun kewajiban-kewajiban PNS tersebut dapat dirinci sebagai berikut :

a. Kewajiban yang berhubungan dengan tugas didalam jabatan ; Kewajiban ini terkait dengan tugas pokok dan fungsi unit kerja masing-masing PNS. b. Kewajiban yang berhubungan dengan kedudukan PNS pada umumnya ;

kewajiban ini terkait dengan kedudukan PNS sebagai unsur aparatur Negara, abdi Negara dan abdi masyarakat. Dapat dirinci sebagai berikut : 1) Kewajiban yang ditetapkan dalam UU No.8 tahun 1974 tentang

pokok-pokok kepegawaian ;

2) Kewajiaban menurut peraturan disiplin pegawai ;

3) Kewajiban menurut peraturan tentang izin perkawinan dan perceraian bagi PNS;

4) Kewajiban mentaati jam kerja kantor dan pemberitahuan jika tidak masuk kerja ;

5) Kewajiban menjaga keamanan Negara dalam menyimpan surat-surat rahasia ;

6) Kewajiban mentaati ketentuan tentang pola hidup sederhana dan larangan penerimaan pemberian hadiah;

E. Tata Cara Perceraian Pegawai Negeri Sipil

(53)

yang demikian itu, maka kehidupan Pegawai Negeri Sipil harus diunjang oleh kehidupan berkeluarga yang serasi, sehingga setiap Pegawai Negeri

Sipil dala

Referensi

Dokumen terkait

Miskonsepsi lain yang ditemukan adalah mahasiswa menganggap bahwa struktur cerebellum merupakan miniatur dari cerebrum padahal pada kenyataannya struktur anatomi

Hasil analisis PLSPM diketahui bahwa nyatanya efek IGL daya hasil pada percobaan multilokasi dipengaruhi oleh IGL komponen-komponen daya hasil yaitu IGL usia masak fisiologis,

Terinfeksinya musang luak di Rumah Produksi Kopi Luwak Cikole Bandung oleh parasit gastrointestinal disebabkan karena pada masa birahi beberapa musang luak jantan dan

Sandi aliran berdasarkan transformasi pada quasigroup atas Z ∗ p atau di- namakan quasigroup stream cipher termasuk dalam klasikasi algoritma kunci simetris, yaitu kunci yang

Solusi yang terdapat pada pemberitaan konflik etnis Rohingya dan militer Myanmar di Tirto.id berasal dari narasumber yang dipilih Tirto.id, dan bukan berasal dari redaksi

With this application, users can learn writing characters that became the basis of the Japanese language and can try to write these letters. Student Preferences for

Berdasarkan perhitungan ES tersebut maka pembelajaran dengan menggunakan model problem based learning memberikan pengaruh yang sedang terhadap hasil belajar siswa pada

Model pembelajaran kooperatif tipe two stray two stay adalah metode pembelajaran yang sangat khas dan fleksibel, dikatakan khas karena model pembelajaran ini