• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KOMPARASI KETERAMPILAN MOTORIK KASAR ANTARA ANAK DESA DAN KOTA KELOMPOK B.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI KOMPARASI KETERAMPILAN MOTORIK KASAR ANTARA ANAK DESA DAN KOTA KELOMPOK B."

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KOMPARASI KETERAMPILAN MOTORIK KASAR ANTARA ANAK DESA DAN KOTA KELOMPOK B

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Damai Ridlo Sarihasih NIM 11111241051

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI JURUSAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO

“Jika anak dihadapkan pada lingkungan yang tepat, dan memberikan peluang kepada mereka untuk secara bebas merespon terhadap lingkungan tersebut, maka

pertumbuhan alami anak terbuka dalam kehidupan mereka” (Maria Montessori)

“Kesempatan datang bagai awan berlalu. Pergunakan ketika ia nampak di hadapanmu”

(6)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada :

(7)

STUDI KOMPARASI KETERAMPILAN MOTORIK KASAR ANTARA ANAK DESA DAN KOTA KELOMPOK B

Oleh

Damai Ridlo Sarihasih NIM 11111241051

ABSTRAK

Latar belakang penelitian ini berdasarkan asumsi bahwa keterampilan motorik anak desa lebih baik dari anak kota. Desa terdapat lapangan dan sawah sehingga anak desa memiliki lahan yang luas untuk bermain dan beraktivitas fisik motorik. Sebaliknya, kota tidak terdapat lahan yang luas untuk anak kota bermain dan beraktivitas fisik motorik. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan keterampilan motorik kasar antara anak desa dan anak kota kelompok B.

Penelitian ini merupakan penelitian survei. Populasi penelitian ini adalah: 1) anak-anak kelompok B yang bersekolah di TK yang dekat dengan lapangan dan sawah di Kecamatan Sanden dan 2) anak-anak kelompok B yang bersekolah di TK yang dekat dengan jalan raya di Kecamatan Wirobrajan. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling yaitu penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu meliputi: 1) TK desa yang dekat dengan lapangan dan sawah serta memiliki halaman luas yaitu TK PKK 106 Merten dan TK Pertiwi 12 Sorobayan dan 2) TK kota yang dekat dengan jalan raya dan memiliki halaman yang sempit yaitu TK RK Sindurejan dan TK ABA Kuncen I. Sampel penelitian ini adalah 60 anak usia 5-7 tahun (kelompok B) yang terdiri dari: 1) 14 anak perempuan dan 16 anak laki-laki yang beralamat di desa dan 2) 14 anak perempuan dan 16 anak laki-laki yang beralamat di kota. Metode pengumpulan data menggunakan observasi. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi. Validasi instrumen penelitian menggunakan expert judgement. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif untuk penyajian data dan uji t independen untuk pengujian hipotesis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara keterampilan motorik kasar antara anak desa dan anak kota kelompok B (p=0,070). Dapat disimpulkan bahwa lapangan dan sawah di desa tidak dimanfaatkan oleh anak-anak kelompok B untuk aktivitas bermain motorik kasar, sehingga tidak terdapat perbedaan keterampilan motorik kasar antara anak desa dan kota kelompok B.

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas karunia yang telah dilimpahkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “Studi Komparasi Keterampilan Motorik Kasar antara Anak Desa dan Kota Kelompok B”. Penelitian ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa karya ini tidak akan terwujud tanpa adanya bimbingan, bantuan, saran, dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan penghargaan dan mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan dan Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan tugas akhir skripsi ini.

2. Ketua Jurusan PAUD dan Penasehat Akademik penulis yang telah memberikan kesempatan untuk memaparkan gagasan dalam bentuk tugas akhir skripsi.

3. Bapak Dr. Slamet Suyanto, M. Ed dan Ibu Nur Hayati, M. Pd, dosen pembimbing skripsi yang berkenan mengarahkan dan membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.

(9)

5. Seluruh kepala sekolah, pendidik, dan anak-anak kelompok B di TK RK Sindurejan, TK ABA Kuncen I, TK Pertiwi 12 Sorobayan, dan TK PKK 106 Merten yang telah memberikan izin dan bantuan untuk melakukan penelitian di masing-masing TK.

6. Bapak Suwardi, ibu Endang Susilowati, kakak-kakakku Naning, Nanang, dan Esti, dan adikku Anggun atas segala do’a, kesabaran, perhatian dan kasih sayang serta dukungannya.

7. Tema-teman: Budi S., Rohyati, Sri Harnani, Yosimi, Saesti, Mella Nuraziza, Arinda A., Firda, Ika Windya, Ratna Jati, Kurnia Sari, dan Giwang Rudira atas motivasi, perhatian, keceriaan, dan kebersamaannya.

8. Teman-teman Prodi PG-PAUD angkatan 2011.

9. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.

Penulis berharap semoga keikhlasan dan amal baiknya mendapat balasan dari Allah SWT, serta skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang peduli terhadap pendidikan terutama pendidikan anak usia dini dan bagi para pembaca umumnya.

(10)

DAFTAR ISI

A. Latar Belakang Masalah... B. Identifikasi Masalah...

A. Kajian tentang Keterampilan Motorik Kasar

1. Pengertian keterampilan motorik kasar... 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan motorik kasar... 3. Tahapan keterampilan motorik kasar... 4. Fungsi keterampilan motorik kasar... 5. Keterampilan motorik kasar anak...

(11)

6. Penilaian keterampilan motorik kasar... B. Kajian tentang Desa dan Kota

1. Karakteristik fisik desa... 2. Karakteristik fisik kota... C. Penelitian yang Relevan... D. Kerangka Pikir... E. Hipotesis... BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian... B. Tempat dan Waktu Penelitian... C. Populasi dan Sampel Peneitian... D. Variabel Penelitian... E. Metode Pengumpulan Data... F. Instrumen Penelitian... G. Validasi Instrumen... H. Metode Analisis Data... BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi dan Sampel Penelitian... B. Deskripsi Data Penelitian... C. Hasil Pengujian Prasyarat Analisis... D. Pengujian Hipotesis... E. Pembahasan... F. Keterbatasan Penelitian... BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

(12)

DAFTAR TABEL

Daftar Sekolah dan Jumlah Anak Desa... Daftar Sekolah dan Jumlah Anak Kota... Kisi-Kisi Instrumen Keterampilan Motorik Kasar... Rumus Penggolongan Kategori Keterampilan Motorik Kasar... Penggolongan Kategori Keterampilan Motorik Kasar... Distribusi Frekuensi Keterampilan Motorik Kasar Anak Desa dan Kota... Hasil Uji Normalitas dengan One Sampel Kolmogorov-Smirnov...

hal

Hasil Uji Homogenitas dengan Uji Levene... Hasil Uji T Independen dengan bantuan SPSS 16...

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.

Gambar 2.

Gambar 3.

Gambar 4.

Gambar 5.

.

Tahapan keterampilan berlari menurut Gallahue, dkk. (2012)... Tahapan keterampilan melompat menurut Gallahue, dkk. (2012)... Tahapan keterampilan melempar menurut Gallahue, dkk. (2012)... Tahapan keterampilan menangkap menurut Gallahue, dkk. (2012)... Diagram Batang Frekuensi Keterampilan Motorik Kasar Anak Desa dan Anak Kota...

hal 21

23

25

28

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak usia dini berada dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan yang paling pesat secara fisik maupun mental. Pertumbuhan dan perkembangan fisik motorik, perkembangan moral (termasuk kepribadian, watak, dan akhlak), sosial, emosional, intelektual, dan bahasa berlangsung sangat pesat (Slamet Suyanto, 2005: 5-6). Semua aspek perkembangan anak perlu dikembangkan sejak dini agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal.

Perkembangan motorik merupakan salah satu aspek perkembangan yang berkembang pesat pada masa emas ini. Perkembangan motorik meliputi perkembangan otot kasar (gross muscle) dan otot halus (fine muscle), yang selanjutnya disebut motorik kasar dan motorik halus (Slamet Suyanto, 2005: 49). Desmita (2007: 98) juga mengelompokkan keterampilan motorik dengan nama keterampilan motorik dasar (gross motor skill) dan keterampilan motorik halus (fine motor skill).

Perkembangan motorik kasar dan motorik halus merupakan keterampilan dasar yang harus dikuasai anak untuk mempermudah kehidupan di masa yang akan datang. Motorik kasar merupakan modal anak untuk menjalani kehidupan sehari-hari dan bermain dengan teman sebaya, seperti berjalan, berlari, melompat, meloncat, melempar, menangkap, dan keterampilan motorik kasar yang lain.

(16)

Ozmun, dan Goodway (2012: 51) menyatakan bahwa tahap gerak dasar terjadi pada anak usia 2 sampai 7 tahun. Keterampilan motorik kasar yang berkembang pada tahap gerak dasar diantaranya berlari, melompat, melempar, dan menangkap. Pada tahap ini, anak aktif bereksplorasi dan memperoleh pengalaman melalui gerak tubuh. Salah satu faktor yang mendukung untuk mengembangkan motorik kasar adalah adanya lahan yang luas untuk bermain. Haywood dan Getchell (2009: 244) menyatakan bahwa anak-anak yang memiliki lahan bermain yang sempit akan memiliki sedikit kesempatan untuk terlibat dalam aktivitas fisik dan melatih keterampilan motorik.

Anak yang kurang aktif bergerak akan terhambat perkembangan fisik motoriknya. The American Journal of Human Biology dalam Koran Kompas (1 September 2014) menyatakan bahwa anak-anak yang kurang bergerak beresiko memiliki keterampilan motorik kasar yang kurang baik. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa anak-anak menghabiskan 75 persen waktu mereka dengan aktivitas kurang gerak, sehingga anak-anak tersebut memiliki risiko sembilan kali lebih besar mengalami kurangnya koordinasi motorik dibanding anak-anak sebaya yang melakukan aktivitas fisik.

(17)

lebih baik dari anak kota. Akan tetapi, belum ada data penelitian yang membuktikan asumsi tersebut.

Kecamatan Sanden adalah salah satu Kecamatan di Kabupaten Bantul yang masih memiliki lahan yang luas untuk anak-anak bermain. Berdasarkan situs resmi Kabupaten Bantul, Kecamatan Sanden memiliki kepadatan penduduk 1.441 jiwa/km2. Selain itu, 41,4% penduduk Kecamatan Sanden adalah petani, sehingga lahan pertanian masih luas. Keadaan desa tersebut memberikan kesempatan pada anak-anak untuk bermain dengan aman di luar rumah. Anak-anak desa memiliki kesempatan beraktivitas fisik motorik dengan teman-temannya di lapangan, persawahan, perkebunan, pekarangan, dan sungai.

Berbeda dengan Kecamatan Sanden, Kecamatan Wirobrajan adalah salah satu Kecamatan di Kota Yogyakarta yang memiliki lahan sempit untuk anak-anak bermain. Berdasarkan Kota Yogyakarta dalam Angka Tahun 2011, Kecamatan Wirobrajan memiliki kepadatan penduduk 14.144 jiwa/km2. Kecamatan Wirobrajan memiliki sebagian besar perumahan yang padat, jalan raya yang ramai, jalan kampung yang sempit, pertokoan, dan gedung. Keadaan kota tersebut membuat anak kota memiliki lahan bermain yang lebih sempit dan tidak aman untuk bermain di luar rumah.

(18)

keterampilan motorik kasar yang lebih tinggi daripada anak-anak yang bersekolah di TK yang memiliki ruang terbatas untuk olahraga dan bermain bebas.

Berdasarkan hasil pengamatan pada 17 Februari 2015, TK PKK 106 Merten dan TK Pertiwi 12 Sorobayan yang berlokasi di Desa Gadingharjo dan Gadingsari dalam wilayah Kecamatan Sanden berada dekat dengan lapangan dan area persawahan. Adanya lapangan dan persawahan memberikan kesempatan pada guru dan anak untuk melakukan aktivitas fisik motorik. Selain itu, sekolah memiliki halaman yang cukup luas dan alat main outdoor untuk anak-anak bermain. Pada saat istirahat, anak-anak bermain sepak bola, bersepeda, memanjat pohon, dan bermain pada alat main outdoor.

Berdasarkan hasil pengamatan pada 16 dan 28 Februari 2015, TK RK Sindurejan dan TK ABA Kuncen I berlokasi di Jalan S. Parman dan Jalan HOS Cokroaminoto terletak di Kecamatan Wirobrajan memiliki tempat bermain yang sempit. Lokasi TK berada di dekat jalan raya, sekitar pertokoan, dan perumahan padat penduduk. anak bermain di tempat yang sempit saat istirahat. Anak-anak tidak bisa beraktivitas motorik kasar dan cenderung memilih permainan yang hanya membutuhkan tempat yang sempit, seperti bermain alat main outdoor dan bermain APE di dalam atau di luar kelas. Sebagian besar anak-anak diantar-jemput oleh orangtua menggunakan kendaraan karena rumah anak jauh dari rumah.

(19)

berkembang dengan baik. Berbeda dengan anak desa, anak kota yang bertempat tinggal dan bersekolah di kota memiliki lahan bermain yang sempit. Anak kota memiliki ruang gerak yang sempit untuk bermain dan beraktivitas fisik, sehingga anak kota memiliki keterampilan motorik kasar yang kurang baik.

Berdasarkan permasalahan di atas, dapat disimpulkan bahwa anak desa memiliki kesempatan untuk beraktivitas fisik motorik di lahan yang luas dibandingkan dengan anak kota. Hal tersebut memunculkan asumsi bahwa terdapat perbedaan keterampilan motorik kasar antara anak desa dan kota dimana anak desa lebih baik daripada anak kota. Belum ada penelitian yang membuktikan asumsi tersebut. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul “Studi Komparasi Keterampilan Motorik Kasar antara Anak Desa dan Kota Kelompok B”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Lahan bermain anak di desa diduga lebih luas daripada di kota sehingga anak desa memiliki kesempatan beraktivitas fisik motorik lebih banyak daripada anak kota.

(20)

3. Perbedaan luasan lahan bermain di desa dan kota diduga menyebabkan perbedaan perkembangan motorik kasar antara anak desa dan kota.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, penelitian ini lebih difokuskan pada perbedaan keterampilan motorik kasar antara anak desa dan kota kelompok B meliputi berlari, melompat, melempar, dan menangkap.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, peneliti dapat merumuskan suatu permasalahan, yaitu “Apakah terdapat perbedaan keterampilan motorik kasar antara anak desa dan kota kelompok B?”

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan keterampilan motorik kasar antara anak desa dan kota kelompok B.

F. Manfaat Penelitian

Berdasarkan paparan di atas, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

(21)

b. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran dalam rangka penyempurnaan konsep maupun implementasi dari teori yang telah ada.

2. Manfaat praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pendidik sebagai bahan masukan dalam pembelajaran motorik kasar di TK. Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat bermanfaat bagi orangtua sebagai tambahan pengetahuan tentang keterampilan motorik kasar saat anak berada di rumah.

G. Definisi Operasional

Menghindari kemungkinan meluasnya penafsiran terhadap permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, maka perlu disampaikan definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1.

Keterampilan motorik kasar yang dimaksud dalam penelitian ini difokuskan pada keterampilan motorik kasar dalam tahap gerak dasar. Kategori keterampilan motorik kasar yang akan diteliti, yaitu lokomotor dan manipulatif. Kategori lokomotor meliputi berlari dan melompat. Kategori manipulatif meliputi melempar dan menangkap. Keterampilan motorik kasar diukur menggunakan tahapan keterampilan berlari, melompat, melempar, dan menangkap menurut Gallahue, Ozmun, dan Goodway (2012: 194, 205-206, 227, 235).

(22)
(23)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian tentang Keterampilan Motorik Kasar

1. Pengertian keterampilan motorik kasar

Keterampilan motorik kasar (gross motor skill) meliputi keterampilan otot-otot besar lengan, kaki, dan batang tubuh, seperti berjalan dan melompat. Perkembangan fisik pada anak-anak ditandai dengan berkembangnya keterampilan motorik, baik kasar maupun halus (Desmita, 2007: 98). Otot kasar atau otot besar ialah otot-otot badan yang tersusun dari otot lurik. Otot ini berfungsi untuk melakukan gerakan dasar tubuh yang terkoordinasi oleh otak, seperti berjalan, berlari, melompat, menendang, melempar, memukul, mendorong, dan menarik. Oleh karena itu, gerakan tersebut dikenal dengan istilah gerakan dasar (Slamet Suyanto, 2005: 50).

Yudha M. Saputra dan Rudyanto (2005: 117-118) menjabarkan bahwa keterampilan gerak dasar biasa dilakukan guna meningkatkan kualitas hidup. Keterampilan gerak dasar dibagi menjadi tiga kategori, yaitu lokomotor, nonlokomotor, dan manipulatif.

1) Keterampilan lokomotor digunakan untuk memindahkan tubuh dari satu tempat ke tempat yang lain atau untuk mengangkat tubuh ke atas seperti lompat dan loncat. Keterampilan gerak lainnya adalah berjalan, berlari,

skipping, melompat, meluncur, dan lari seperi kuda berlari (gallop).

(24)

mendorong dan menarik, mengangkat dan menurunkan, melipat dan memutar, mengocok, melingkar, melambung, dan lain-lain.

3) Keterampilan manipulatif dikembangkan ketika anak menguasai macam-macam obyek. Keterampilan manipulatif lebih banyak melibatkan tangan dan kaki, tetapi bagian lain dari tubuh juga dapat digunakan. Manipulatif obyek jauh lebih unggul daripada koordinasi mata-kaki dan tangan-mata. Bentuk-bentuk kemampuan manipulatif terdiri dari gerakan mendorong (melempar, memukul, menendang), gerakan menerima (menangkap) obyek adalah kemampuan penting yang dapat diajarkan dengan menggunakan bola yang terbuat dari bantalan karet (bola medisin) atau bola lain dan gerakan memantul-mantulkan bola atau menggiring bola.

Dari beberapa penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa motorik kasar adalah keterampilan gerak dasar yang melibatkan otot kasar untuk meningkatkan kualitas hidup, seperti berjalan, berlari, melempar, menangkap, melompat, dan keterampilan yang lain.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan motorik kasar

Mahendra (1998) dalam Sumantri (2005: 110-113) menjabarkan bahwa faktor-faktor penentu keterampilan motorik kasar dibedakan menjadi tiga faktor utama, yaitu:

a. Faktor proses belajar (learning process)

(25)

digariskan oleh teori belajar yang diyakini kebenarannya serta dipilih berdasarkan nilai manfaatnya, berbagai tanda serta langkah yang bisa menimbulkan berbagai perubahan dalam perilaku anak ketika sedang belajar gerak motorik harus diupayakan kehadirannya. Teori-teori pembelajaran mengarahkan pada pemahaman tentang metode pengembangan atau pembelajaran yang efektif, apakah suatu kegiatan pengembangan cocok disampaikan dengan metode latihan

versus problem solving, atau metode pengembangan terprogram, semua merupakan pola-pola yang akan mengarahkan pada pencapaian keterampilan motorik.

b. Faktor pribadi (personal factor)

Setiap orang (pribadi) merupakan individu yang beda, baik dalam fisik, mental sosial, maupun kemampuan-kemampuannya. Setiap manusia merupakan individu-individu yang memiliki ciri, kemampuan, minat, kecenderungan, serta bakat yang berbeda-beda. Jika hak tersebut terpenuhi maka kesuksesan seseorang dalam menguasai sebuah keterampilan motorik banyak juga ditentukan oleh ciri-ciri atau kemampuan dan bakat dari masing-masing orang. Semakin baik kemampuan dan bakat anak dalam keterampilan tertentu, maka akan semakin mudah ia menguasai keterampilan yang dimaksud. Ini membuktikan bahwa faktor pribadi merupakan faktor yang mempengaruhi penguasaan keterampilan motorik. c. Faktor situasional (situasional factors)

(26)

tugas yang diberikan, peralatan yang digunakan termasuk media kegiatan pembelajaran, dan kondisi sekitar saat pembelajaran dilangsungkan. Haywood dan Getchell (2009: 244) menyatakan bahwa anak-anak yang memiliki lahan bermain yang sempit akan memiliki sedikit kesempatan untuk terlibat dalam aktivitas fisik dan melatih keterampilan motorik. Selain itu, Fotini Venetsanou dan Antonis Kambas (2010: 323) menyatakan bahwa anak-anak yang bersekolah di TK yang memiliki banyak ruang terbuka untuk bermain, gedung olah raga, lapangan, dan tempat bermain memiliki keterampilan motorik kasar yang lebih tinggi daripada anak-anak yang bersekolah di TK yang memiliki ruang terbatas untuk olahraga dan bermain bebas.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik anak usia dini yakni faktor proses belajar, faktor pribadi, dan faktor situasional. Lingkungan merupakan salah satu faktor situasional yang mempengaruhi perkembangan motorik anak.

3. Tahapan keterampilan motorik kasar

Gallahue, dkk. (2012: 49-55) menjabarkan bahwa tahapan keterampilan motorik kasar yang dilalui manusia sebagai berikut:

a. Tahap gerak refleks (reflexive movement phase)

(27)

tekanan merupakan penyebab aktivitas gerak tak sadar. Refleks primitif pada bayi, seperti refleks rooting, dan refleks menghisap merupakan mekanisme untuk bertahan hidup. Refleks postural merupakan bentuk kedua dari gerak tak sadar yang meliputi refleks melangkah dan refleks merangkak yang akan menjadi gerak sadar nantinya.

b. Tahap gerak rudimentari (rudimentary movement phase)

Tahap gerak rudimentari (belum sempurna) terjadi pada bayi baru lahir sampai usia 2 tahun. Gerak rudimentari merupakan bentuk pertama gerak sadar. Gerak keseimbangan pada bayi saat mengontrol kepala, leher, dan otot tubuh; aktivitas manipulatif meliputi meraih, memegang, dan melepas; serta gerakan lokomotor meliputi merangkak dan berjalan.

c. Tahap gerak dasar (fundamental movement phase)

(28)

Subtahap permulaan (initial stage) terjadi pada anak usia 2 sampai 3 tahun. Karakteristik gerakan pada subtahap ini adalah beberapa bagian dari rangkaian gerakan belum jelas, ditandai dengan keterbatasan atau melebih-lebihkan penggunaan tubuh ketika bergerak, dan buruknya koordinasi dan ritme gerakan. Emerging elementay stage terjadi pada anak usia 3 sampai 5 tahun. Pada subtahap ini, kontrol motorik dan koordinasi ritme gerakan semakin meningkat. Proficient stage terjadi pada anak usia 5 sampai 7 tahun. Subtahap ini ditandai dengan gerakan yang terkontrol, terkoordinasi, dan efisien. Keterampilan gerak dasar telah matang.

d. Tahap gerak spesialisasi (specialized movement phase)

Tahap gerak spesialisasi terjadi pada usia 7 tahun ke atas. Selama tahap ini, gerakan menjadi alat yang diaplikasikan pada berbagai gerakan yang kompleks untuk aktivitas sehari-hari, rekreasi, dan olahraga. Tahap gerak spesialisasi merupakan masa dimana keterampilan dasar dari keseimbangan, lokomotor, dan manipulasi semakin halus, kompleks, dan rumit yang digunakan pada situasi tertentu.

(29)

keputusan berdasarkan berbagai tugas, individual, dan lingkungan. Misalnya, anak usia 12 tahun menyukai aktivitas kelompok dan mengaplikasikan strategi pada suatu permainan yang menjadi alasan koordinasi dan kelincahannya menjadi baik. Lifelong utilization stage terjadi pada anak usia 14 tahun sampai dewasa. Level performa seseorang dapat berkisar dari atlet profesional dan olimpiade, olahraga rekreasi, dan keterampilan untuk kehidupan sehari-hari yang sederhana.

E. Nuraeni (2003) dalam Sumantri (2005: 108-110) juga mengemukakan 4 kategori atau tingkat perkembangan keterampilan motorik, yaitu:

a. Tingkat 1

Pada tingkat terendah, refleks yang didominasi oleh keterampilan motorik pada usia tiga sampai empat bulan pertama. Misalnya, reflek pertama adalah reflek menggenggam terlihat saat menyentuhkan benda pada tangan bayi, reflek menjejak terlihat saat memberdirikan bayi di lantai atau di atas meja. Reflek-reflek pertama memberikan kesempatan kepada bayi untuk berinteraksi dengan dunianya tetapi biasanya reflek ini akan menghilang pada usia empat bulan. Meskipun respon yang didapat tidak diteliti secara langsung, beberapa ahli percaya bahwa refleks ini melatih bagian mata, kepala, badan, dan paru-paru untuk kepentingan refleks motorik.

b. Tingkat 2

(30)

tigabelas bulan. Sekitar 85% sampai 90% bayi menunjukkan kemampuan ini pada urutan kronologis yang sama. Pada tahun 1950-an dan 1960-an, beberapa ahli menyatakan bahwa bayi yang tidak memperlihatkan kemampuan gerak yang “normal” memiliki resiko tinggi untuk kesulitan berjalan dan atau berbicara tapi sangat sedikit bukti yang mendukung pernyataan ini.

c. Tingkat 3

Tingkat ketiga sering disebut keterampilan motorik dasar yang muncul dari mulai akhir masa bayi sampai usia 6-7 tahun. Kemampuan bergerak pada tingkat 3 seperti berlari, melompat, dan kontrol benda seperti melempar, menangkap, memukul, menendang, dan memantulkan. Berjalan sebagai keterampilan motorik terakhir juga dikategorikan sebagai salah satu keterampilan motorik dasar. Penggunaan kata “dasar” menjelaskan bahwa kemampuan-kemampuan ini merupakan keterampilan awal untuk mempelajari hal lain terutama kemampuan bergerak. Keterampilan motorik pada tiga tingkat pertama kadang dikategorikan sebagai kemampuan phylogenetic (pengembangan suatu makhluk) artinya merupakan hal yang biasa untuk semua makhluk.

d. Tingkat 4

(31)

Pada umumnya kemampuan tersebut dipelajari setelah keterampilan motorik dasar didapatkan secara utuh dari mulai 6-7 tahun sampai seterusnya.

Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa anak kelompok B (5-7 tahun) masuk pada tahap gerak dasar (tingkat 3) dan akan memasuki tahap gerak spesialisasi (tahap 4). Pada tahap gerak dasar, anak mengembangkan berbagai gerakan dari keseimbangan, lokomotor, dan manipulatif.

4. Fungsi keterampilan motorik kasar

Hurlock (1978: 150) menjabarkan beberapa fungsi keterampilan motorik kasar sebagai berikut:

a. Kesehatan yang baik

Kesehatan yang baik bergantung pada latihan motorik kasar. Hal tersebut penting bagi perkembangan dan kebahagian anak. Apabila koordinasi motorik sangat jelek dan prestasi anak berada di bawah standar teman sebayanya, maka anak memperoleh kepuasaan yang sedikit dalam kegiatan fisik dan kurang termotivasi untuk mengambil bagian dalam kegiatan fisik.

b. Katarsis emosional

Anak dapat melepaskan tenaga yang tertahan dan membebaskan tubuh dari ketegangan, kegelisahan, dan keputusasaan melalui kegiatan fisik. Anak dapat mengendurkan diri secara fisik dan psikologis.

c. Kemandirian

(32)

d. Hiburan diri

Pengendalian motorik memungkinkan anak berpartisipasi dalam kegiatan yang akan membuat kesenangan baginya meskipun tidak ada teman sebaya.

e. Sosialisasi

Perkembangan motorik yang baik juga bermanfaat sebagai penerimaan anak dan menyediakan kesempatan untuk mempelajari keterampilan sosial. Keunggulan perkembangan motorik memungkinkan anak memainkan peran kepemimpinan.

f. Konsep diri

Pengendalian motorik menimbulkan perasaan aman secara psikologis. Rasa aman psikologis akan menimbulkan rasa percaya diri, sehingga mempengaruhi perilaku anak.

Selain berbagai fungsi di atas, penguasaan keterampilan motorik kasar dalam tahap gerak dasar mempunyai fungsi yang lain. Keterampilan gerak dasar membantu anak untuk mengontrol tubuh, memanipulasi lingkungan, dan membentuk keterampilan yang kompleks termasuk olahraga dan kegiatan rekreasi lain. Keterampilan gerak dasar juga digunakan sebagai keterampilan yang memungkinkan dalam aktivitas formal dan informal (bermain, olahraga dan menari) di sekolah, di klub olahraga, di kelompok komunitas, dan di rumah (Wafaa dan Ghaly, 2010: 466).

(33)

banyak latihan dalam menendang suatu obyek dengan berbagai ukuran, bentuk, dan jarak. Anak akan mempunyai banyak pola gerakan menendang ketika anak bermain sepak bola (Gallahue, dkk., 2012: 187).

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi motorik kasar adalah untuk mendukung perkembangan yang lain. Perkembangan fisik berhubungan dengan kesehatan yang baik bagi anak. Perkembangan sosial emosional meliputi katarsis emosi, kemandirian, dan sosialisasi dengan teman sebaya. Perkembangan psikologis yang meliputi hiburan diri dan konsep diri. Selain itu, keterampilan gerak dasar dapat menjadi pijakan untuk masuk pada tahap gerak spesialisasi.

5. Keterampilan motorik kasar anak

Perkembangan motorik kasar anak usia 5-7 tahun masuk pada tahap gerak dasar (fundamental movement phase). Pada tahap ini, anak-anak perlu menguasai keterampilan gerak dasar yang meliputi keterampilan lokomotor dan keterampilan manipulatif. Berikut penjelasan keterampilan gerak dasar yang perlu dikuasai anak:

a. Keterampilan lokomotor

(34)

1) Keterampilan berlari

Gallahue, dkk. (2012: 225) menyatakan bahwa berlari adalah gerak lokomotor yang melibatkan badan condong ke depan dengan kaki bergerak secara bergantian sebagai pijakan. Sumantri (2004: 75) menjabarkan bahwa gerakan berlari merupakan perkembangan dari gerakan berjalan. Gerakan dasar anggota tubuh pada saat berlari menyerupai gerakan berjalan. Perbedaannya terletak pada irama ayunan langkah pada lari lebih cepat dan saat-saat kedua kaki tidak menginjak tanah. Pada usia antara 5 sampai 6 tahun, keterampilan berlari pada umumnya sudah dikuasai oleh anak, sehingga mampu menggunakan keterampilan berlari itu secara efektif dalam aktivitas bermain.

Perkembangan keterampilan berlari menunjukkan 4 tahapan. Tahap 1 disebut juga dengan tahap permulaan atau initial stage. Keterampilan berlari pada tahap permulaan menunjukkan ciri-ciri, yaitu: (a) lengan diangkat, (b) langkah kaki melebar ke samping dan pendek dengan lutut diangkat tinggi, dan (c) kaki mendarat datar. Tahap 2 dan tahap 3 disebut juga tahap menuju mahir atau emerging stage. Keterampilan berlari pada tahap 2 menunjukkan ciri-ciri, yaitu: (a) lengan diangkat setinggi pinggang dan (b) badan tetap tegak. Tahap belari pada tahap 3 menunjukkan ciri-ciri, yaitu (a) gerakan tangan dan kaki bergerak berlawanan dan (b) lengan lurus (Gallahue, dkk., 2012: 224-226)

(35)

mahir. Gallahue, dkk. (2012: 224-227) menyatakan bahwa keterampilan berlari tahap 4 dapat dikuasai anak laki-laki sekitar usia 4 tahun dan anak perempuan sekitar usia 5 tahun. Keterampilan berlari pada tahap 4 menunjukkan ciri-ciri, yaitu: (a) kaki mendarat pada jari kaki atau tumit, (b) tangan dan kaki bergerak berlawanan, (c) siku ditekuk, dan (d) badan mulai condong ke depan sekitar 10o saat berlari untuk menambah kekuatan dan kecepatan.

Tahap 1

Tahap 2

Tahap 3

Tahap 4

Gambar 1. Tahapan keterampilan berlari menurut Gallahue, dkk. (2012: 226-227) 2) Keterampilan melompat (horizontal jumping)

(36)

merupakan keterampilan yang memerlukan kekuatan otot, koordinasi berbagai anggota tubuh, dan keseimbangan dinamis. Ada tiga fase melompat, yakni fase persiapan dimana posisi tubuh bersiap untuk melompat; fase produksi kekuatan dimana tubuh menghasilkan kekuatan yang diperlukan untuk melayang; dan fase penyelesaian dimana tubuh mendarat dan mengurangi kekuatan (Gallahue, dkk., 2012: 233).

Perkembangan keterampilan melompat memiliki 4 tahapan. Tahap 1 pada keterampilan melompat disebut juga dengan tahap permulaan atau

initial stage. Keterampilan melompat pada tahap 1 menunjukkan ciri-ciri, yaitu: (a) cenderung melompat secara vertikal daripada horisontal, (b) lengan diayunkan ke belakang saat mendarat untuk mengerem, dan (c) kaki tidak diluruskan saat melompat. Tahap 2 dan tahap 3 disebut juga tahap menuju mahir atau emerging stage. Keterampilan melompat pada tahap 2 menunjukkan ciri yakni lengan diayunkan seperti sayap (Gallahue, dkk., 2012: 224).

(37)

stage). Tahap ini memiliki ciri-ciri, yakni: (a) mengayunkan tangan sampai di atas kepala dan (b) tangan dan kaki lurus saat melompat.

Tahap 1

Tahap 2

Tahap 3

Tahap 4

Gambar 2. Tahapan keterampilan melompat menurut Gallahue, dkk. (2012: 235) b. Keterampilan manipulatif

(38)

penelitian ini, yaitu keterampilan melempar dan menangkap. Berikut ini penjelasan beberapa keterampilan melempar dan menangkap.

1) Keterampilan melempar

Gallahue, dkk (2012: 191-192) menyatakan bahwa melempar adalah gerak manipulatif kompleks yang melibatkan interaksi dari koordinasi berbagai bagian tubuh untuk mentransfer kekuatan pada bola. Sumantri (2004: 87) berpendapat bahwa melempar adalah gerakan mengarahkan satu benda yang dipegang dengan cara mengayunkan tangan ke arah tertentu. Gerakan ini dilakukan dengan menggunakan kekuatan tangan dan lengan serta memerlukan koordinasi beberapa unsur gerakan pada bahu, togok, dan kaki. Kemampuan melakukan gerakan melempar akan terus berkembang dan pada usia 6-6,5 tahun bentuk gerakan sudah baik.

(39)

Pada tahap 3, gerakan melempar anak masih ipsilateral, yakni badan bertumpu pada kaki dan tangan dengan sisi yang sama. Keterampilan melempar anak usia 5 sampai 7 tahun (kelompok B) berada pada tahap 4. Keterampilan melempar tahap 4 dapat dikuasai anak laki-laki dan anak perempuan sekitar 6,5 tahun. Pada tahap 4, gerakan melempar sudah berubah menjadi kontralateral, yaitu melangkahkan kaki yang berlawanan dengan tangan untuk melempar. Keterampilan melempar tahap 5 disebut dengan tahap mahir (proficient stage). Ciri-ciri tahap ini meliputi: (a) mengayunkan tangan seperti busur, dan (b) gerakan melempar kontralateral (Gallahue, dkk., 2012: 192-193).

Tahap 1

Tahap 2

Tahap 3

Tahap 4

Tahap 5

(40)

2) Keterampilan menangkap

Gallahue, dkk. (2012: 203) menyatakan menangkap adalah gerak manipulatif yang bertujuan untuk mempertahankan kepemilikan terhadap suatu objek. Sumantri (2004: 89) memaparkan bahwa keterampilan menangkap berkembang sejalan dengan kemampuan anak untuk menaksir kecepatan dan jarak benda yang akan ditangkap serta ketepatan reaksi gerak tangan. Anak semakin mampu bergerak menyesuaikan posisi tubuh dan tangannya sesuai dengan benda yang akan ditangkap. Pada usia 5 sampai 6 tahun, gerakan menangkap semakin baik tetapi untuk menguasai gerak ini dengan baik baru dicapai usia lebih kurang 6 tahun.

Perkembangan keterampilan menangkap memiliki 5 tahapan. Pada tahap 1 sampai 3, menangkap menggunakan bola besar. Pada tahap 4 dan 5, menangkap menggunakan bola kecil. Keterampilan menangkap tahap 1 disebut juga dengan tahap permulaan atau initial stage. Keterampilan menangkap tahap 1 memiliki ciri-ciri, yaitu: (a) gerakan tangan yang tertunda, (b) tangan lurus di depan badan lalu gerakan menggayung bola ke dada, (c) kaki tidak bergerak (Gallahue, dkk., 2012: 192).

Tahap 2 sampai tahap 4 disebut dengan tahap menuju mahir atau

(41)

yakni: (a) tangan menangkap dari bawah bola dan (b) kaki bergerak satu langkah untuk mendekati bola (Gallahue, dkk., 2012: 192).

Keterampilan menangkap anak usia 5 sampai 7 tahun (kelompok B) berada pada tahap 4. Keterampilan menangkap tahap 4 dapat dikuasai anak laki-laki sekitar usia 6 tahun dan anak perempuan sekitar 5 tahun. Pada tahap 4, anak dapat menangkap bola dengan kedua tangan saja apabila lemparan bola diarahkan pada badan anak (antara bahu sampai pinggang). Anak kemungkinan tidak bisa menangkap bola apabila lemparan bola diarahkan di luar badan anak. Selain itu, saat menangkap, reaksi gerakan kaki anak hanya diam saja atau terbatas satu langkah saja (Gallahue, dkk., 2012: 205).

(42)

Tahap 1

Tahap 2

Tahap 3

Tahap 4

Tahap 5

Gambar 4. Tahapan keterampilan menangkap menurut Gallahue, dkk. (2012: 205-206)

Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan lokomotor yang dimaksud pada penelitian ini meliputi berlari dan melompat. Keterampilan manipulatif yang dimaksud pada penelitian ini meliputi melempar dan menangkap.

6. Penilaian keterampilan motorik kasar

(43)

gerakan anggota tubuh yang digunakan pada suatu keterampilan motorik kasar (Gallahue, dkk., 2006: 423).

Gallahue, dkk., 2006: 424 menyatakan bahwa instrumen proses menjadi pilihan yang baik digunakan untuk mengukur keterampilan motorik kasar pada anak usia dini yang normal, sedangkan instrumen produk lebih cocok untuk mengukur keterampilan motorik kasar orang dewasa. Penelitian ini menggunakan instrumen proses yang cocok untuk mengukur keterampilan motorik kasar anak usia dini. Instrumen penelitian ini menggunakan tahapan keterampilan berlari, melompat, melempar, dan menangkap menurut Gallahue, dkk. (2012: 194, 205-206, 227, 235).

B. Kajian tentang Desa dan Kota

1. Karakteristik fisik desa

(44)

Bentuk bentang alam suatu daerah merupakan faktor alam yang penting karena akan mempunyai hubungan erat dengan persebaran penduduk serta memberi ciri-ciri pada bentuk ruang gerak (wilayah) manusianya. Bentang alam desa lebih bervariasi, seperti pegunungan, perbukitan, dan dataran. Pegunungan merupakan daerah yang bergunung-gunung, mempunyai relief yang kasar, dan biasanya terletak di daerah yang jauh dari permukaan laut. Perbukitan merupakan daerah yang berelief kasar tetapi mempunyai perbandingan dataran yang lebih luas daripada bukit-bukitnya. Dataran merupakan daerah datar dengan relief yang kecil (K. Wardiyatmoko, 2007: 138).

Dirjen Bangdes (Bambang Utoyo, 2007: 98) menyatakan bahwa ciri fisik desa adalah perbandingan manusia dengan lahan (man and land ratio) cukup besar, artinya lahan-lahan di pedesaan masih relatif luas dibandingkan dengan jumlah penduduk yang menempatinya, sehingga kepadatan penduduknya masih rendah dan lapangan pekerjaan penduduk masih bertumpu pada sektor agraris. Enok Maryani dan Bagja Waluya (2014) mengemukakan tingkatan desa berdasarkan kepadatan penduduk, yaitu desa terkecil (<100 jiwa/ km2), desa kecil (100-500 jiwa/ km2), desa sedang (500-1.500 jiwa/ km2), desa besar (1.500-3.000 jiwa/ km2), dan desa terbesar (3.000-4.500 jiwa/ km2).

(45)

sederhana atau rakit, bahkan di beberapa tempat masih ada yang menggunakan kuda dan sapi (Dirjen Bangdes dalam Bambang Utoyo, 2007: 98).

2. Karakteristik fisik kota

Kota adalah sebagai pusat pendomisian yang bertingkat-tingkat sesuai dengan sistem administrasi negara yang bersangkutan. Oleh karena itu, masyarakat mengenal kota sebagai ibukota, kota daerah tingkat I, kota daerah tingkat II, maupun kota Kecamatan. Kota merupakan pusat dari kegiatan-kegiatan kebudayaan, sosial, ekonomi, dan komunikasi (Hartono dan Arnicun Aziz, 2008: 228).

(46)

Bintarto (1989: 43-44) memaparkan karakteristik fisik kota yang ada di Indonesia adalah sebagai berikut:

a. Tempat-tempat pasar dan pertokoan

Kota-kota menjadi pusat perdagangan karena adanya pertambahan penduduk. Tempat-tempat penyimpanan barang dagangan disimpan di gudang-gudang atau toko-toko besar. Terdapat pusat-pusat pertokoan yang ramai dikunjungi para pembeli. Pusat-pusat pertokoan ini disebut dengan shopping center.

b. Tempat-tempat parkir

Daerah-daerah pusat kegiatan di kota dapat hidup karena adanya jalur jalan, alat pengangkutan sebagai wadah arus penyalur maupun pengangkutan orang tidak selalu dalam keadaan bergerak terus tetapi berhenti di tempat tertentu. Oleh karena itu, di kota terdapat daerah-daerah atau tempat-tempat parkir sebagai stasiun pemberhentian.

(47)

C. Penelitian yang Relevan

Penelitian Lukman Hadi Wibowo (2014) yang berjudul Perbedaan Kemampuan Motorik Kasar Anak SD Kelas Atas Perkotaan dan Pedesaan di Yogyakarta Tahun 2014. Hasil penelitian ini adalah terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kemampuan motorik kasar antara anak perkotaan dan pedesaan. Penelitian ini menyatakan bahwa kemampuan motorik kasar anak pedesaan lebih baik daripada kemampuan motorik anak perkotaan.

D. Kerangka Pikir

Keterampilan motorik kasar merupakan salah satu aspek perkembangan pada anak usia dini. Desmita (2007: 98) menyatakan bahwa keterampilan motorik kasar (gross motor skill) meliputi keterampilan otot-otot besar lengan, kaki, dan batang tubuh, seperti berjalan dan melompat. Gallahue, dkk. (2012: 49) menyatakan bahwa tahapan keterampilan motorik kasar yang dilalui manusia, yaitu: (1) tahap gerak refleks, (2) tahap gerak rudimentari, (3) tahap gerak dasar, dan (4) tahap gerak spesialisasi.

(48)

dan melompat menurut Gallahue, dkk (2012) memiliki 4 tahapan. Keterampilan melempar dan menangkap menurut Gallahue, dkk (2012) memiliki 5 tahapan.

Anak-anak membutuhkan fasilitas tempat bermain yang luas dan aman untuk mengembangkan keterampilan motorik kasar, seperti lapangan, sawah, dan halaman yang luas. Haywood dan Getchell (2009: 244) menyatakan bahwa jika anak-anak memiliki lahan bermain yang sempit, maka anak akan memiliki sedikit kesempatan untuk terlibat dalam aktivitas fisik dan melatih keterampilan motorik. Terdapat perbedaan geografis antara desa dan kota yang menyebabkan perbedaan luas lahan bermain untuk anak yang tinggal dan bersekolah di desa dan kota.

Desa merupakan wilayah yang sebagian besar permukiman, persawahan, dan pekarangan; kepadatan penduduk yang relatif rendah; jalan yang sepi; dan bentang alamnya berupa pegunungan, perbukitan, dan dataran. Keadaan geografis desa membuat anak-anak desa memiliki lahan yang luas untuk aktivitas bermain motorik kasar, seperti berlari, melompat, melempar, dan menangkap. Anak-anak dapat bermain di halaman, sawah, dan lapangan dengan aman karena jalan yang relatif sepi. Anak desa dapat bermain motorik kasar dengan bebas, sehingga keterampilan motorik kasar anak desa dapat berkembang dengan baik.

(49)

E. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut:

(50)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang berjudul “Studi komparasi keterampilan motorik kasar antara anak desa dan kota kelompok B” adalah penelitian survei. Sugiyono (2012: 12) menyatakan bahwa penelitian survei digunakan untuk mendapatkan data dari tempat tertentu yang alamiah (bukan buatan), tetapi peneliti melakukan perlakuan dalam pengumpulan data, misalnya dengan mengedarkan kuesioner, test, wawancara terstruktur, dan sebagainya (perlakuan tidak seperti dalam eksperimen).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di TK desa yang berada di Kecamatan Sanden Kabupaten Bantul dan TK kota yang berada di Kecamatan Wirobrajan Kota Madya Yogyakarta. Tempat penelitian di desa adalah TK PKK 106 Merten dan TK Pertiwi 12 Sorobayan. Tempat penelitian di kota adalah TK ABA Kuncen I dan TK RK Sindurejan.

2. Waktu penelitian

(51)

C. Populasi dan Sampel

Sugiyono (2012: 117) menyatakan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

a. Anak-anak yang bersekolah di TK desa yang berdekatan dengan lapangan dan sawah di Kecamatan Sanden Kabupaten Bantul yang terdiri dari 5 TK. b. Anak-anak yang bersekolah di TK kota yang berdekatan dengan jalan raya di

Kecamatan Wirobrajan Kota Yogyakarta yang terdiri dari 5 TK.

Sugiyono (2012: 118) mengemukakan bahwa sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki populasi tersebut. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel bertujuan atau purposive sampling. Sugiyono (2012: 124) menyatakan bahwa purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.

Kriteria pemilihan TK desa yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: a. TK dekat dengan lapangan dan persawahan.

b. TK memiliki halaman yang cukup luas.

Kriteria pemilihan TK kota yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: a. TK dekat dengan jalan raya.

b. TK memiliki halaman yang sempit.

(52)

Roscoe (dalam Sugiyono, 2012: 131) menyatakan bahwa bila sampel dibagi dalam kategori (misalnya: pria-wanita, pegawai negeri-pegawai swasta, dan lain-lain) maka jumlah anggota sampel setiap kategori minimal 30. Masing-masing TK desa dan kota diambil Masing-masing-Masing-masing sebanyak 2 TK karena anak-anak kelompok B tiap TK biasanya berjumlah lebih dari 15 anak-anak.

Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan, jumlah anak desa dan anak kota dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Daftar sekolah dan jumlah anak desa

No Nama TK di Desa Alamat TK Jumlah Anak

1. TK PKK 106 Merten Merten, Gadingharjo, Sanden, Bantul 12 2. TK Pertiwi 12

Sorobayan Sorobayan, Gadingsari, Sanden, Bantul 18

Jumlah Sampel Anak Desa 30

Tabel 2. Daftar sekolah dan jumlah anak kota

No Nama TK di Kota Alamat TK Jumlah Anak

1. TK RK Sindurejan Jl. Letjen S. Parman No 87A

Yogyakarta 11

2. TK ABA Kuncen I Jl. HOS Cokroaminoto No 328A

Wirobrajan Yogyakarta 19

Jumlah Sampel Anak Kota 30

D. Variabel Penelitian

Suharsimi Arikunto (2006: 118) menyatakan bahwa variabel adalah objek penelitian yang bervariasi. Variabel yang akan dikaji adalah keterampilan motorik kasar dengan indikator yang meliputi:

(53)

Keterampilan berlari diukur menggunakan tahapan keterampilan berlari menurut Gallahue, dkk (2012: 226-227) yang memiliki 4 tahapan.

2. Keterampilan melompat adalah gerak lokomotor yang melayang dan mendarat menggunakan kedua kaki secara bersamaan. Keterampilan melompat diukur menggunakan tahapan keterampilan melompat menurut Gallahue, dkk (2012: 235) yang memiliki 4 tahapan.

3. Keterampilan melempar adalah gerak manipulatif kompleks yang melibatkan interaksi dari koordinasi berbagai bagian tubuh untuk mentransfer kekuatan pada bola. Keterampilan melempar diukur menggunakan tahapan keterampilan melempar menurut Gallahue, dkk (2012: 194) yang memiliki 5 tahapan.

4. Keterampilan menangkap adalah gerak manipulatif yang bertujuan untuk menerima bola yang dilempar menggunakan dua tangan. Keterampilan menangkap diukur menggunakan tahapan keterampilan menangkap menurut Gallahue, dkk (2012: 194) yang memiliki 5 tahapan.

E. Metode Pengumpulan Data

(54)

1. Observasi

Sukardi (2014: 78) menyatakan bahwa dalam observasi peneliti lebih banyak menggunakan salah satu dari pancaindra, yaitu indra penglihatan. Nana Syaodih Sukmadinata (2010: 220) menjelaskan bahwa observasi atau pengamatan merupakan suatu teknik atau cara pengumpulan data dengan jalan mengadakan pengamatan yang sedang berlangsung. Penggunaan metode pengumpulan data observasi ini untuk mengamati keterampilan motorik kasar kelompok B. Observasi dilakukan dengan memberi tanda centang (checklist) pada instrumen.

Siti Wuryan Indrawati, Herlina, dan Ifa H. Misbach (2007: 3) menyatakan bahwa dalam melakukan observasi, sebaiknya melakukan perekaman hasil observasi yang dibantu oleh alat-alat lain seperti kamera maupun audiovisual lainnya. Sukardi (2014: 79) juga mengemukakan bahwa observasi sebaiknya menggunakan alat, seperti kamera, film proyektor, dan sebagainya untuk memaksimalkan hasil observasi. Peneliti melakukan perekaman menggunakan kamera saat anak melakukan motorik kasar. Kemudian, peneliti mengobservasi keterampilan motorik kasar dengan memutar video yang telah direkam. Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan hasil penelitian yang akurat.

(55)

tersebut adalah 4. Keterampilan melempar dan menangkap memiliki 5 tahapan, sehingga skor maksimal untuk masing-masing keterampilan tersebut adalah 5.

2. Wawancara

Pada teknik wawancara, peneliti menanyakan sesuatu yang telah direncanakan kepada responden. Hasilnya dicatat sebagai informasi penting dalam penelitian (Sukardi, 2014: 79). Pada penelitian ini, wawancara digunakan sebagai data tambahan untuk menguatkan hasil penelitian dalam pembahasan. Wawancara dilakukan kepada guru TK desa dan orangtua/wali dari anak desa.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian digunakan untuk mengukur nilai variabel yang diteliti (Sugiyono, 2012: 133). Instrumen yang digunakan untuk mengukur keterampilan motorik kasar anak adalah lembar observasi. Berikut ini kisi-kisi instrumen keterampilan motorik kasar.

Tabel 3. Kisi-kisi instrumen keterampilan motorik kasar Variabel Indikator Instrumen Deskriptor Keterampilan

motorik kasar

Berlari Lembar

observasi Keterampilan berlari diukur dengan cara berlari 2x15 meter secara bergantian.

Melompat Lembar

observasi Keterampilan melompat diukur dengan cara melompat sejauh mungkin secara bergantian

Melempar Lembar

observasi Keterampilan melempar diukur dengan cara melempar bola sejauh mungkin secara bergantian.

Menangkap Lembar

(56)

Berdasarkan kisi-kisi di atas, lembar observasi untuk masing-masing keterampilan motorik kasar dapat dilihat pada lampiran 2.

G. Validasi Instrumen

Sebuah instrumen penelitian yang akan digunakan perlu diuji validitasnya. Suharsimi Arikunto (2006: 168) menyatakan bahwa validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan instrumen. Selanjutnya, Sugiyono (2012: 173) menjelaskan bahwa valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.Penekanan definisi tersebut terletak pada isi materi instrumen, sehingga memberikan hasil ukur yang sesuai dengan yang hendak diukur. Kemudian, validitas instrumen pada penelitian ini menggunakan validitas logik. Sukardi (2014: 122) mengemukakan bahwa validitas logik pada prinsipnya mencakup validitas isi, yang ditentukan utamanya atas dasar pertimbangan (judgement) dari para pakar.

(57)

Instrumen telah dikonsultasikan pada dosen yang ahli dalam bidang olahraga, yaitu Bapak Banu Setyo Adi, M.Pd. Instrumen yang telah dibuat oleh peneliti akan dievaluasi oleh ahli. Ahli akan memberikan saran dan meminta peneliti untuk memperbaiki instrumen. Hal tersebut dilakukan terus menerus sampai instrumen dinyatakan valid oleh ahli.

H. Metode Analisis Data

Analisis data (Sugiyono, 2012: 207) merupakan kegiatan mengelompokkan data berdasarkan varibel dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Terdapat beberapa dua macam statistik yang digunakan untuk analisis data dalam penelitian, yaitu statistik deskriptif dan statistik inferensial. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis statistik inferensial.

1. Analisis deskriptif

M Idrus (2009: 166-167) menjelaskan bahwa menganalisis dengan statistik deskriptif biasanya menggunakan formula mode (untuk mencari kecenderungan),

(58)

Hasil observasi keterampilan berlari dan melompat memiliki rentang skor 1 sampai 4. Hasil observasi keterampilan melempar dan menangkap memiliki rentang skor 1 sampai 5. Selanjutnya, variabel dalam penelitian digolongkan menjadi 3 kategori, yaitu sangat baik, baik, dan kurang. Rumus penggolongan kategori menggunakan rumus penggolongan dari Saifuddin Azwar (2014: 149) dengan memodifikasi 3 kategori menjadi kurang, baik, dan sangat baik.

Tabel 4. Rumus Penggolongan Kategori Keterampilan Motorik Kasar

Kategori Skor

Lembar observasi berlari dan melompat diperoleh skor tertinggi 4, skor terendah 1, rentang 3, sehingga  = 36 = 0,5 dan mean sebesar 12 x (4+1) = 2,5. Lembar observasi melempar dan menangkap diperoleh skor tertinggi 5, skor terendah 1, rentang 4, sehingga  = 46 = 0,67 dan mean sebesar 12 x (5+1) = 3.

Tabel 5. Penggolongan Kategori Keterampilan Motorik Kasar Kategori Keterampilan berlari

dan melompat Keterampilan melempar dan menangkap

Kurang X < 2 X < 2

Baik 2 ≤ X < 3 2 ≤ X < 4

Sangat Baik X ≤ 3 X ≤ 4

2. Analisis statistik inferensial

(59)

diberlakukan untuk populasi. Analisis statistik inferensial yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji prasyarat dan uji hipotesis.

a) Uji prasyarat

Uji prasyarat dalam penelitian ini menggunakan uji normalitas dan homogenitas karena uji hipotesis yang digunakan adalah uji t independen.

1) Uji normalitas

Yus Agusyana (2011: 68) menjelaskan bahwa uji normalitas berguna untuk menentukan apakah data yang terkumpul memiliki distribusi yang normal atau tidak. Pengujian normalitas akan mengarahkan teknik statistik apa yang akan digunakan untuk uji pengambilan keputusan (statistik inferensial). Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji normalitas

One Sample Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan program SPSS 16. Dalam pengambilan keputusan, Yus Agusyana (2011: 72) menyatakan bahwa data yang dinyatakan berdistribusi normal yaitu jika nilai signifikansi > 0,05. 2) Uji homogenitas

(60)

b) Uji hipotesis

Uji hipotesis dilakukan tiap keterampilan motorik kasar, yaitu berlari, melompat, melempar, dan menangkap. Jika data terdistribusi normal, analisis data yang digunakan adalah uji t independen.

Berikut ini rumus dari uji t independen (Sugiyono, 2012: 273).

Keterangan:

1 : jumlah sampel 1

2 : jumlah sampel 2

1 : rata-rata sampel 1 2 : rata-rata sampel 2 12 : varians sampel 1

: varians sampel 2

Thitung dibandingkan Ttabel untuk mengetahui perbedaan signifikan antara dua sampel. Jika Thitung lebih kecil atau sama dengan Ttabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima (Sugiyono, 2012: 276). Peneliti menggunakan bantuan SPSS 16 dalam mengolah data.

(61)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan keterampilan motorik kasar antara anak desa dan kota kelompok B. Pengambilan data menggunakan observasi. Observasi digunakan untuk mengetahui keterampilan motorik kasar anak. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis statistik inferensial. Hasil penelitian yang akan disajikan oleh peneliti meliputi deskripsi lokasi dan sampel penelitian, deskripsi data penelitian, pengujian prasyarat analisis data, dan uji hipotesis.

A. Deskripsi Lokasi dan Sampel Penelitian

Penelitian ini dilakukan di TK yang berlokasi di desa dan kota. TK desa berada di Kecamatan Sanden Kabupaten Bantul, yaitu TK PKK 106 Merten dan TK Pertiwi 12 Sorobayan. TK PKK 106 Merten berlokasi di Desa Gadingharjo dan TK Pertiwi 12 Sorobayan berlokasi Gadingsari. TK PKK 106 Merten memiliki halaman bermain yang luas, yakni kurang lebih 120 m2. TK Pertiwi 12 Sorobayan juga memiliki halaman bermain yang luasnya kurang lebih 102 m2. Kedua TK ini berada dekat dengan lapangan dan persawahan. Jalan dekat TK sepi dari kendaraan.

(62)

Wirobrajan Yogyakarta. TK RK Sindurejan memiliki halaman bermain yang sempit dengan luas 30 m2. TK ABA Kuncen I juga memiliki halaman bermain yang sempit dengan luas 15 m2.

Sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa Kelompok B di TK PKK 106 Merten, TK Pertiwi 12 Sorobayan, TK RK Sindurejan, dan TK ABA Kuncen I yang berjumlah 60. Sampel anak desa terdiri dari 14 anak perempuan dan 16 anak laki-laki, sehingga jumlah sampel anak desa adalah 30 anak. Sampel anak kota terdiri dari 14 anak perempuan dan 16 anak laki-laki, sehingga jumlah sampel anak kota adalah 30 anak.

B. Deskripsi Data Penelitian

(63)

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Keterampilan Motorik Kasar Anak Desa dan Kota Indikator keterampilan

motorik kasar

Jumlah Anak desa Jumlah Anak kota Sangat

Kriteria Sangat baik Sangat baik

(64)

Gambar 5. Diagram Batang Frekuensi Keterampilan Motorik Kasar Anak Desa dan Anak Kota

Tabel 6 menunjukkan bahwa rata-rata keseluruhan keterampilan motorik kasar anak desa yang berada pada kategori sangat baik sebanyak 18 anak dengan standar deviasi 9,25. Anak desa yang berada pada kategori baik sebanyak 10 anak dengan standar deviasi 9,29. Anak desa yang berada pada kategori kurang sebanyak 2 anak dengan standar deviasi 4,50. Selanjutnya, rata-rata keseluruhan keterampilan motorik kasar anak kota yang berada pada kategori sangat baik sebanyak 16 anak dengan standar deviasi 10,21. Anak kota yang berada pada kategori baik sebanyak 9 anak dengan standar deviasi 7,37. Anak kota yang berada pada kategori kurang sebanyak 5 anak dengan standar deviasi 7,07. Dapat disimpulkan rata-rata keseluruhan keterampilan motorik kasar anak desa dan kota berada pada kategori sangat baik.

berlari Keterampilanmelompat Keterampilanmelempar Keterampilanmenangkap

D D D D

Keterangan: D : Anak Desa K : Anak Kota

(65)

C. Hasil Pengujian Prasyarat Analisis

1. Uji normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data penelitian terdistribusi normal atau tidak. Pada penelitian ini, uji normalitas menggunakan uji One Sample Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan program SPSS 16. Pada ketentuan pengujian taraf signifikansi 5%, maka diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 7. Hasil uji normalitas dengan One Sample Kolmogorov-Smirnov

Kelompok sampel Kolmogorov-Smirnov Z Signifikansi Kesimpulan Keterampilan motorik

anak desa 0,985 0,286 Normal

Keterampilan motorik

anak kota 0,849 0,467 Normal

Berdasarkan tabel di atas, data keterampilan motorik kasar anak desa dan keterampilan motorik kasar anak desa kota memiliki nilai signifikansi lebih dari 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua data terdistribusi normal. Selanjutnya, data diuji homogenitas untuk memenuhi syarat uji t independen.

2. Uji homogenitas

Data yang berdistribusi normal kemudian diuji kembali dengan uji homogenitas. Pada penelitian ini, uji homogenitas menggunakan uji Levene dengan bantuan program SPSS 16. Pada ketentuan pengujian taraf signifikansi 5%, maka diperoleh hasil sebagai berikut.

Tabel 8. Hasil uji homogenitas dengan Uji Levene

Levene Statistic Signifikansi Kesimpulan

0,276 0,601 Homogen

(66)

bersifat homogen. Selanjutnya, pengujian menggunakan statistik parametrik, yaitu uji t independen.

D. Pengujian Hipotesis

Setelah mengetahui bahwa data berdistribusi normal dan homogen, maka langkah selanjutnya adalah melakukan analisis dengan melakukan uji t independen. Hipotesis alternatif (Ha) berbunyi: “Terdapat perbedaan yang signifikan antara keterampilan motorik kasar anak desa dan anak kota kelompok B”. Sebaliknya, hipotesis nihil (Ho) berbunyi: “Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara keterampilan berlari anak desa dan anak kota kelompok B”.

Hipotesis alternatif dan hipotesis nihil telah dirumuskan kemudian dilanjutkan dengan pengujian hipotesis yang telah diajukan dengan menggunakan uji t independen. Dasar pengambilan keputusan diterima atau tidaknya hipotesis, yaitu:

a. Jika nilai p > 0,05; maka Ho diterima dan Ha ditolak. b. Jika nilai p < 0,05; maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Berikut tabel hasil pengolahan data kedua kelompok dengan menggunakan bantuan program SPSS 16.

Tabel 9. Hasil uji t independen dengan bantuan SPSS 16

Kelompok sampel Rata-rata t hitung Nilai p Keterampilan motorik kasar anak desa 12,633 1,847 0,070 Keterampilan motorik kasar anak kota 11,600

(67)

diterima. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara keterampilan motorik kasar anak desa dan anak kota kelompok B.

E. Pembahasan

Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah disajikan di atas, maka dapat diperoleh hasil penelitian bahwa keterampilan motorik kasar anak desa kelompok B rata-rata berada pada kategori sangat baik. Keterampilan motorik kasar anak kota kelompok B rata-rata juga berada pada kategori sangat baik.

Keterampilan berlari anak desa dan anak kota kelompok B berada pada kategori sangat baik. Keterampilan melompat anak desa dan anak kota kelompok B berada pada kategori baik. Keterampilan melempar anak desa kelompok B berada pada kategori sangat baik, sedangkan keterampilan melempar anak kota kelompok B berada pada kategori kurang. Keterampilan menangkap anak desa dan anak kota kelompok B berada pada kategori sangat baik.

Hasil perhitungan uji t independen menunjukkan bahwa nilai p untuk perbedaan keterampilan motorik kasar antara anak desa dan kota kelompok B sebesar 0,070. Karena nilai p 0,070 lebih besar dari taraf signifikansi 0,05, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara keterampilan motorik kasar anak desa dan kota kelompok B.

(68)

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru TK desa pada tanggal 30 April 2015, guru jarang memanfaatkan lapangan dan sawah untuk melakukan aktivitas fisik motorik. Alasan guru jarang memanfaatkan lapangan dan sawah adalah sulitnya pengkondisian anak ketika anak berada di tempat yang luas. Guru di desa memanfaatkan halaman sekolah untuk aktivitas motorik kasar setiap pagi.

Orangtua juga memiliki peran terhadap penguasaan keterampilan motorik kasar karena sebagian besar waktu anak dihabiskan di rumah. Berdasarkan wawancara dengan orangtua/wali dari anak desa pada tanggal 5 Agustus 2015, anak-anak desa menghabiskan waktu untuk menonton televisi, bermain di dalam rumah, dan bermain di sekitar rumah. Sebagian besar anak desa jarang bahkan tidak pernah bermain di lapangan dan sawah. Sebagian besar orangtua tidak mengizinkan anak-anak untuk bermain di lapangan dan sawah tanpa ada pengawasan dari orang dewasa. Orangtua beranggapan bahwa anak-anak usia dini belum waktunya untuk bermain lapangan dan sawah. Hal ini sesuai dengan pendapat Hurlock (1978: 157) bahwa banyak anak yang tidak berkesempatan untuk mempelajari keterampilan motorik karena hidup dalam lingkungan yang tidak menyediakan kesempatan belajar atau karena orangtua takut akan hal-hal yang dapat melukai anaknya.

(69)

kemungkinan lingkungan rumah anak kota masih memiliki lahan bermain, sehingga anak dapat bermain fisik motorik di lingkungan sekitar rumah. Beberapa kampung di Kota Yogyakarta masih memiliki lahan untuk anak bermain.

Meskipun hasil penelitian tidak terdapat perbedaan yang signifikan, namun hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan melempar anak desa lebih baik dari anak kota. 11 dari 30 anak desa berada dalam tahap 4, sedangkan 15 dari 30 anak kota masih berada dalam tahap 1. Gallahue, dkk. (2012: 192) menyatakan keterampilan menangkap tahap 4 dapat dikuasai anak laki-laki sekitar usia 6 tahun dan anak perempuan sekitar 5 tahun, sehingga anak usia 5 sampai 7 tahun (kelompok B) berada pada tahap 3 dan tahap 4. Keterampilan melempar anak desa kelompok B berkembang sesuai tahapan keterampilan melempar menurut Gallahue, dkk. Sebaliknya, keterampilan melempar anak kota kelompok B belum berkembang sesuai tahapan keterampilan melempar menurut Gallahue, dkk.

(70)

F. Keterbatasan Penelitian

Peneliti menyadari bahwa penelitian ini tidak sepenuhnya sampai pada tingkat kebenaran mutlak. Berdasarkan hasil uji hipotesis tersebut, peneliti juga menyadari bahwa penelitian ini memiliki keterbatasan, diantaranya adalah:

1. Peneliti tidak mengetahui secara pasti keadaan lingkungan rumah anak kota meskipun sampel anak kota dipilih yang beralamat di kota. Ada kemungkinan lingkungan rumah anak kota masih memiliki lahan bermain, sehingga anak dapat bermain fisik motorik di lingkungan sekitar rumah.

(71)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara keterampilan motorik kasar anak desa dan kota kelompok B (p = 0,070). Lapangan dan sawah di desa tidak dimanfaatkan oleh anak-anak kelompok B untuk bermain motorik kasar. Dapat disimpulkan bahwa faktor adanya lahan bermain yang luas tidak menjadi faktor utama yang menentukan penguasaan keterampilan motorik kasar.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan yang telah diuraikan, maka saran yang dapat disampaikan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

1. Bagi guru, guru di desa sebaiknya sering memanfaatkan lapangan dan sawah yang berada di dekat sekolah untuk aktivitas motorik kasar. Guru di kota dapat bekerjasama dengan lapangan yang terdekat untuk aktivitas motorik kasar. Guru sebaiknya sering mengajak anak-anak beraktivitas fisik yang sesuai dengan keterampilan motorik kasar yang harus dikuasai anak pada tahap gerak dasar.

(72)

dapat memberikan kesempatan pada anak untuk bermain di lapangan dan sawah dengan pengawasan orangtua sendiri atau orang dewasa lainnya. Orangtua di kota dapat memberikan kesempatan pada anak untuk bermain di lapangan terdekat atau tempat wisata yang memiliki lahan bermain yang luas. 3. Bagi peneliti yang akan melakukan penelitian serupa, dapat menambah

(73)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2015). Data Kecamatan Sanden. Yogyakarta: Pemerintah Kabupaten Bantul. Diakses dari http://www.bantulkab.go.id/Kecamatan/Sanden.html

pada tanggal 20 Juni 2015 pukul 20.25 WIB.

Anonim. (2012). Buku Putih Sanitasi Kota Yogyakarta: Bab II Gambaran Umum Kota Yogyakarta. Yogyakarta: Perencanaan Air Minum dan Sanitasi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Diakses dari

http://ppsp.nawasis.info/dokumen/perencanaan/sanitasi/pokja/bp/kota.yo gyakarta/BAB2_BPS%20YK.pdf pada tanggal 20 Juni 2015 pukul 20.35 WIB.

Bambang Utoyo. 2007. Geografi: Membuka Cakrawala Dunia. Bandung: PT Setia Purna Inves.

Bintarto. (1989). Interaksi Desa-Kota dan Permasalahannya. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Desmita. (2007). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Enok Maryani & Bagja Waluya. (2014). Hand Out Mata Kuliah Geografi Desa Kota. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Diakses dari

http://file.upi.edu/ pada tanggal 22 Januari 2015 pukul 19.45 WIB.

Fotini Venetsanou, Antonis Kambas. (2010). Environmental Factors Affecting Preschoolers’ Motor Development. Early Childhood Education Journal. 37, 319-327.

Gabbard Carl P. (2014). Lifelong Motor Development. United State of America: Pearson Education Limited.

Gallahue David L, Ozmun John C, & Goodway Jacqueline D. (2006). Understand Motor Development: Infant, Children, Adolencents, Adults, Sixth Edition. NY: McGraw-Hill.

_________________________________________________. (2012). Understand Motor Development: Infant, Children, Adolencents, Adults, Seventh Edition. NY: McGraw-Hill.

Hartono & Arnicun Aziz. (2008). Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Bumi Aksara. Haywood Kathleen & Getchell Nancy. (2009). Life Span Motor Development:

Gambar

Tabel 1. Daftar Sekolah dan Jumlah Anak Desa.........................................
Gambar 5.
Gambar 1. Tahapan keterampilan berlari menurut Gallahue, dkk. (2012: 226-227)
Gambar 2. Tahapan keterampilan melompat menurut Gallahue, dkk. (2012: 235)
+7

Referensi

Dokumen terkait

BAB IV ANALISIS MODEL PRAKTIK SUPPLY CHAIN PADA USAHA KERAJINAN SAPU DI DUSUN MUKUH KECAMATAN TANJUNGANOM KABUPATEN NGANJUK DALAM PERSPEKTIF DISTRIBUSI ISLAM

Botot TSS per tanaman (TSS weight per plant), g Bobot TSS per umbel (TSS weight per umbel), g.. maupun melalui kombinasi perendaman + penyiraman dua kali pada umur 3 dan 5

Dari tabel di atas, diketahui t hitung untuk variabel perputaran piutang sebesar 4,839, dimana hasil t hitung lebih besar daripada t tabel (4,839 &gt; 1,694), sehingga dapat

Meskipun metoda penyambung poros dengan menggunakan kopling ini banyak digunakan, namun satu hal yang tidak bisa dihindari adalah adanya ketidak sebarisan

Internet telah menjadi sarana yang hampir tidak terpisahkan dari aktifitas sehari-hari, hal tersebut didorong oleh kebutuhan manusia yang sangat besar akan informasi

diharapkan dapat memberikan bukti empiris mengenai profesionalisme, komitmen organisasi, dan intensitas moral sebagai faktor-faktor yang memengaruhi tindakan akuntan untuk melakukan

Tim Seleksi Pengadaan Jasa Pos Bantuan Hukum Pengadilan Agama Tangerang Kelas IB Tahun Anggaran 2017 akan melaksanakan SELEKSI SEDERHANA untuk Paket Pekerjaan Pengadaan jasa

Dengan masuknya materi Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam kurikulum baru, maka peranan komputer sebagai salah satu komponen utama dalam mempunyai posisi yang