• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. dihubungkan dengan citra tubuh, seperti, anoreksia (Hartmann, Thomas, Greenberg,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I. dihubungkan dengan citra tubuh, seperti, anoreksia (Hartmann, Thomas, Greenberg,"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Konsep citra tubuh telah banyak menjadi bahan kajian terkait hubungannya dengan berbagai aspek. Gangguan psikologis adalah aspek yang paling umum dihubungkan dengan citra tubuh, seperti, anoreksia (Hartmann, Thomas, Greenberg, Elliott, Matheny & Wilhelm, 2015), bulimia (Mohr, Röder, Zimmermann, Hummel, Negele & Grabhorn, 2011) dan depresi (Jeong Sun Kim & Sook Kang, 2015). Penelitian-penelitian yang lain berkisar pada konsep citra tubuh negatif dan berbagai hal yang berhubungan dengan konsep tersebut, seperti dorongan untuk menurunkan berat badan (Boyd, Reynolds, Tillman, & Martin, 2011; Gilmartin, Long, & Soldin, 2014). Hal inilah yang membuat tidak banyak orang familiar dengan konsep citra tubuh positif. Padahal, sisi positif dari citra tubuh merupakan aspek yang tidak kalah penting untuk diteliti.

Tylka (2011) menyatakan bahwa seiring dengan berkembangnya perspektif psikologi positif, cara pandang pada berbagai aspek juga mengarah pada hal-hal positif. Sejauh mana seseorang mengapresiasi tubuh dan diri sendiri merupakan konsep dasar mengenai citra tubuh positif. Dalam 10 tahun terakhir, penelitian mengenai citra tubuh positif mulai berkembang (Halliwell, 2015). Konsep citra tubuh positif tidak serta-merta mengenai ketiadaan simtom dari citra tubuh negatif. Seseorang dengan citra tubuh negatif yang rendah, tidak bisa langsung dikatakan memiliki citra tubuh positif yang tinggi. Ada hal-hal yang lebih kompleks yang menjadi tolok ukur mengenai citra tubuh positif seseorang. Salah satunya berkaitan dengan kecenderungan untuk menjaga kesehatan sebagai bentuk perwujudan citra tubuh positif yang dimiliki.

(2)

Seorang dengan citra tubuh positif menurut Tylka (2011), identik dengan optimisme, kepercayaan diri, dukungan sosial, memiliki coping yang adaptif dan kestabilan berat badan. Ketika seseorang mengapresiasi segala hal yang ada pada dirinya, ia akan cenderung menjaga bahkan berusaha untuk meningkatkan kondisi pada tubuhnya. Hal ini pula yang membuat orang dengan citra tubuh positif akan memiliki berat badan yang stabil dan lebih peduli dengan kesehatan. Tidak hanya itu, orang dengan citra tubuh positif juga cenderung menularkan penerimaan positif ini pada orang-orang di sekitarnya (Tylka, 2011). Lebih lanjut, Tylka & Wood-Barcalow (2015) menuliskan bahwa citra tubuh positif juga dipengaruhi oleh identitas sosial yang beragam seperti, budaya, ras, gender, ukuran tubuh, orientasi seksual, dan religiusitas.

Sebuah penelitian tahun 2014, menunjukkan fakta bahwa perempuan yang menggunakan jilbab memiliki citra tubuh yang lebih positif dan tingkat internalisasi media yang lebih rendah tentang standar kecantikan (Swami, Miah, Noorani, & Taylor, 2014). Sebagai catatan, penelitian tersebut dilakukan di London, Inggris, sebuah kota dengan jumlah penduduk muslim sebesar 4,8% dari populasi (Nawhami, 2013). Penemuan ini lantas dihubungkan dengan spiritualitas dan religiusitas seseorang. Spiritualitas dan religiusitas membuat seseorang percaya bahwa Yang Kuasa telah menciptakannya dengan keistimewaan masing-masing. Sementara itu, Chang (2007) menyatakan bahwa religiusitas tidak hanya sebuah konsep dari spiritualitas, tetapi juga bentuk dari sebuah budaya. Kesadaran atas hubungan dengan Tuhan inilah kemudian mengarahkan pada penerimaan tak bersyarat atas apa yang ada pada dirinya (Wood-Barcalow, Tylka, & Augustus-Horvath, 2010). Hal inilah yang membuat citra tubuh positif cenderung dihubungkan dengan religiusitas dan spiritualitas.

(3)

Dalam Islam, Allah SWT., telah secara jelas menyatakan bahwa manusia diciptakan dalam bentuk yang sempurna dan sebaik-baiknya. Berikut beberapa ayat dalam Al Qur’an yang menjelaskan hal tersebut:

Q.S. At Tin ayat 4:

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”

Q.S. Al Hijr ayat 28-29:

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: ‘Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk, Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.’”

Jelas bahwa di mata Allah SWT., penciptaan manusia, meski nampak berbeda-beda tetaplah makhluk ciptaan-Nya yang paling sempurna. Atas dasar ini pula, Allah SWT. mengingatkan manusia untuk selalu bersyukur atas segala pemberian dari-Nya, termasuk pemberian fisik. Berikut ini beberapa ayat dalam Al Qur’an yang menjelaskan perintah untuk bersyukur:

Q.S. An Nahl ayat 78:

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”

Q.S. Al Mu’minun ayat 78:

“Dan Dialah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran, penglihatan dan hati. Amat sedikitlah kamu bersyukur.”

Ketika seseorang bersyukur atas pemberian kondisi fisik dari Allah SWT., ia akan cenderung menerima serta menjaga kondisi fisik yang ia miliki. Hal ini merupakan cerminan dari perilaku seorang dengan citra tubuh positif yang baik. Penelitian yang dilakukan oleh Kim (2006) menunjukkan bahwa agama secara signifikan

(4)

berhubungan dengan peningkatan kepuasan terhadap kondisi tubuh dan perilaku diet yang lebih rendah. Maksudnya ialah, komitmen terhadap agama, seperti berdoa atau melaksanakan ibadah, dan coping stress dengan pendekatan agama, dihubungkan dengan kepuasan terhadap kondisi fisik tubuh. Salah satu bentuk komitmen terhadap agama, dalam Islam adalah menggunakan jilbab bagi perempuan.

Jilbab merupakan pakaian yang menutup aurat perempuan; dari ujung rambut hingga mata kaki. Lebih jelasnya, seperti yang dikutip dalam situs daring Dunia Islam.org (2015), jilbab lebih tepat merujuk pada tata cara berpakaian yang pantas sesuai dengan tuntunan agama. Penggunaan kerudung atau jilbab cenderung diidentikkan dengan religiusitas seseorang. Hal ini disebabkan oleh adanya perintah yang diberikan secara langsung oleh Allah Ta’ala dalam Al Qur’an terkait kewajiban menutup aurat. Berikut ini dua ayat yang berkaitan dengan perintah berjilbab.

Q.S. An Nur ayat 31:

“Dan katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya; janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) tampak padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya dan janganlah menampakkan perhiasannya.’”

Q.S. Al Ahzab ayat 59:

“Hai Nabi, katakanlah kepada istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka menjulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenali, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Kenyataannya, sampai saat ini tidak semua muslimah terutama di Indonesia menggunakan jilbab. Maka dari itu, muncul penilaian bahwa muslimah yang sudah memakai jilbab dianggap sebagai orang yang lebih religius dibandingkan yang tidak berjilbab. Meski demikian, hasil penelitian dari Bachleda, Hamelin, & Benachour

(5)

(2014), menunjukkan bahwa penggunaan jilbab tidak secara signifikan berhubungan dengan religiusitas seseorang.

Peneliti melakukan studi pendahuluan untuk mencari tahu gambaran citra tubuh yang dimiliki oleh perempuan yang berjilbab. Peneliti melakukan wawancara dengan RD di Yogyakarta, 24 Februari 2016.

Berikut merupakan jawaban RD, saat peneliti menanyakan bagaimana cara pandang RD terhadap kondisi fisiknya saat ini:

“Hmm.. Dari segi fisik, saya suka diri saya jika tidak dilihat secara keseluruhan. Misalnya foto hanya bagian wajah dan badan, karena saya kurus. Hehehe.”

“Aku nggak pede sama berat badanku, Mbak. Hehe.” “Soalnya kurus gitu, Mbak.”

RD saat ini berusia 19 tahun. Ia mengatakan bahwa ia kurang menyukai saat dirinya difoto seluruh badan karena ia terlihat kurus. Menurut RD berat badannya kurang ideal. Penemuan ini tampak kontras dengan penelitian tentang citra tubuh positif dan perempuan berjilbab di London. Maka dari itu, perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut mengenai seberapa besar peranan jilbab yang cenderung identik dengan religiusitas, terhadap citra tubuh positif.

Citra tubuh memiliki peranan yang penting terhadap perkembangan seseorang, terutama pada saat remaja. Markey (2010) menuliskan bahwa hal-hal seperti pubertas, identitas diri, keluarga, lingkungan pertemanan, hingga hubungan romantis cukup erat kaitannya dengan bagaimana citra tubuh yang dimiliki oleh remaja. Ketika lingkungan pertemanan seseorang cenderung menyukai kondisi fisik yang kurus dan ideal, akan muncul kecenderungan dari orang tersebut untuk ikut menjaga bentuk tubuhnya. Levine & Smolak (2002) juga menyatakan bahwa citra tubuh merupakan aspek yang sangat penting terhadap perkembangan fisik dan interpersonal pada remaja, terutama perempuan.

(6)

Sebagai masa transisi dari anak-anak menuju dewasa, ada banyak perubahan dan pertanyaan dilematis yang dihadapi oleh remaja. Fuhrmann (1990) menuliskan bahwa pertanyaan perihal agama hingga peranannya dalam hidup, mulai muncul dalam fase remaja. Selain itu, menerima kondisi fisik dan memanfaatkan tubuhnya secara efektif juga merupakan salah satu tugas perkembangan remaja menurut Robert Havighurst (Sarwono, 2002). Harapannya, ketika seseorang mulai masuk ke dalam fase remaja akhir, ia akan telah menerima dan menilai kondisi fisik tubuhnya dengan baik sehingga siap menerima tugas perkembangan di masa dewasa yang jauh lebih kompleks. Sebagai gambaran, tugas perkembangan di masa dewasa menurut Havighurst adalah membangun suatu keluarga, melakukan suatu pekerjaan dan memikul tanggung jawab sebagai warga negara (Knoers & Haditono, 2006).

Lingkungan sosial, terutama teman sebaya paling besar pengaruhnya pada fase remaja dan dewasa awal (Santrock, 2012). Itu artinya, dalam interaksi sehari-hari, seorang remaja akan mempertimbangkan bagaimana penerimaan teman sebaya terhadap dirinya. Hal ini tampak pula dalam perkembangan religiusitas saat remaja. Penelitian yang dilakukan oleh French, Purwono, & Triwahyuni (2011) menunjukkan bahwa religiusitas remaja Indonesia cenderung mirip dengan religiusitas pada teman sebaya mereka. Perubahan religiusitas seorang remaja akan berhubungan dengan perubahan religiusitas pada teman sebayanya. Remaja akan lebih religius jika teman-teman di sekitarnya juga religius.

Gregoire (2013) menuliskan bahwa media, seperti televisi, tidak lebih berpengaruh berkaitan dengan citra tubuh, dibandingkan dengan kelompok pertemanan bagi remaja perempuan. Maksudnya adalah citra tubuh pada remaja perempuan lebih dipengaruhi oleh bagaimana penilaian teman-teman sepermainannya dibandingkan dengan iklan atau tayangan yang ada di televisi. Tidak

(7)

hanya itu, keluarga dan orang-orang terdekat juga memiliki pengaruh yang tidak kalah penting terkait penilaian tentang citra tubuh. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Tylka & Wood-Barcalow (2015) bahwa citra tubuh positif juga berhubungan dengan persepsi seseorang bahwa kondisi dirinya diterima oleh orang lain, termasuk keluarga, teman, pasangan, dan lingkungan.

Di Indonesia, penelitian mengenai citra tubuh positif belum banyak dilakukan. Salah satu penelitian terkait citra tubuh positif adalah analisis faktor dalam penggunaan Body Appreciation Scale (BAS), alat ukur citra tubuh positif, pada warga Indonesia yang tinggal di Jakarta (Swami & Jaafar, 2012). Sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam, tentu menarik untuk dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai citra tubuh positif dan kaitannya dengan jilbab pada muslimah di Indonesia mengingat ada sekitar 102 juta jiwa perempuan di Indonesia beragama Islam (Badan Pusat Statistik, 2010).

Pengaruh sosial pada penilaian citra tubuh tampak lebih resiprokal dan interaktif, demikian pendapat dari Cash & Fleming (2002). Umpan balik sosial membentuk pandangan individu terhadap penampilan, terutama berkaitan dengan paham dan perilakunya. Dapat dikatakan bahwa penerimaan atau dukungan dari orang lain berpengaruh terhadap penilaian citra tubuh positif. Sementara itu, Indonesia adalah negara yang memiliki budaya kolektif. Artinya, hampir setiap lini dalam kehidupan masyarakat Indonesia, akan selalu berhubungan dengan kelompok. Orang-orang yang berada dalam budaya kolektif cenderung menikmati kedekatan dan secara aktif berbagi cerita tentang diri mereka dalam kelompok (Goodwin & Giles, 2003). Penelitian lebih lanjut mengenai dukungan sosial dan pengaruhnya terhadap citra tubuh positif perempuan di Indonesia perlu dilakukan untuk mengetahui seperti apa gambarannya.

(8)

Citra tubuh positif, seperti yang telah dikemukakan di awal, adalah sebuah konsep yang berbeda dengan citra tubuh negatif. Maka dari itu, sangat memungkinkan apabila terdapat perbedaan mengenai hubungan satu variabel yang sama antara citra tubuh negatif dengan citra tubuh positif. Berdasarkan hal yang telah dikemukakan itu pula, peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara religiusitas dan dukungan sosial dengan citra tubuh positif pada remaja akhir perempuan yang berjilbab.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara religiusitas dan dukungan sosial dengan citra tubuh positif pada remaja akhir perempuan yang berjilbab.

C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan tambahan kajian bagi ilmu Psikologi, terutama dalam topik bahasan citra tubuh positif.

2. Manfaat Praktis

Manfaat penelitian ini dari sisi praktis adalah untuk memberikan gambaran mengenai citra tubuh positif, terutama pada perempuan remaja yang akan memasuki fase dewasa awal. Pendekatan yang efektif untuk peningkatan citra tubuh positif juga merupakan salah satu manfaat yang bisa didapatkan dari penelitian ini.

Referensi

Dokumen terkait

Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Indra Aryudanto, menyatakan bahwa skripsi dengan judul: ANALISIS PENGARUH AGRESIVITAS PAJAK TERHADAP PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL

Selanjutnya pada pengamatan suhu rendah pada akhir penyimpanan (hari ke-27) nilai organoleptik tekstur tertinggi adalah pelapisan Aloe vera 100% (4,7) dan yang

penjelasan tentang gerakan ganda hermeneutika Rahman; bagaimana kaitannya dengan pemahaman al-Qur’an sebagai satu kesatuan, membedakan antara hukum umum dan hukum khusus atau

Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih. sebelum masa

Kejahatan yang dilakukan dengan memasuki/ menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin atau tanpa sepengetahuan dari pemilik

(1) Perizinan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) huruf b merupakan acuan dan dasar bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian izin pemanfaatan

Agus Salim tidak memungkinkan untuk dilakukan penambahan fasilitas on street parking berupa penambahan SRP, bila dilihat dari kondisi lalu lintas dengan penyediaan