• Tidak ada hasil yang ditemukan

Anik Tri Haryani *, Silvia Andini, Sri Hartini

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Anik Tri Haryani *, Silvia Andini, Sri Hartini"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH SUBTITUSI GANDUM UTUH (

Triticum aestivum

L) VARIETAS

DWR-162 TERHADAP DAYA CERNA PATI BISKUIT

EFFECT OF WHOLE WHEAT (Triticum aestivum

L

) DWR-162 SUBSTITUTION ON

STARCH DIGESTIBILITY OF BISCUIT

Anik Tri Haryani *, Silvia Andini , Sri Hartini

Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga*

652010018@student.uksw.edu dan Jln. Diponegoro no. 52-60 Salatiga 50711 Jawa Tengah – Indonesia*

ABSTRACT

This study is one of the initial steps in the development of Indonesian food. This is related with wheat grown in Indonesia, namely wheat DWR-162. The primary objective of this study was to determine the effect of the whole-wheat flour on the starch digestibility of biscuit. In addition, the nutritional values of biscuit i.e moisture content (AOAC), ash (AOAC), total fat (AOAC), total carbohydrate (Anthrone), soluble protein (Biuret), and crude fiber (AOAC) were also determined. The nutritional values were compared to the Indonesian National Standard (SNI) 01-2973-1992 about quality of biscuit. The results of this study showed that biscuits with 10-50% whole wheat flour had moisture, ash and total fat contents of 0.62% to 0.79%, 0.42% to 1.38%, and 21.04% to 29.25%, respectively. These values meet the standard. In addition, the soluble protein content of biscuit was 6.05% to 11.09%. However, the total carbohydrate content, 32.05% to 40.36% was lower than SNI and the crude fiber content, 1.16% to 3.16% was higher than SNI. Meanwhile, the addition of whole wheat flour may decrease the starch digestibility of the biscuit that was from 16.67 to 9.89 g per 100 g dry weight. It was supported by the increased levels of amylose of the biscuit from 13.55 to 27.33 g per 100 g dry weight. Thus, the flour of whole wheat DWR-162 could be potentially employed as a food ingredient to lower glycemic index by decreasing the starch digestibility of the food products.

Keywords: wheat DWR-162, whole wheat flour, biscuit, starch digestibility ABSTRAK

Penelitian ini merupakan salah satu langkah awal pengembangan pangan di Indonesia. Hal tersebut berkaitan dengan gandum yang dibudidayakan di Indonesia, yaitu gandum varietas DWR-162. Tujuan utama penelitian ini adalah menentukan pengaruh tepung gandum utuh varietas DWR-162 terhadap daya cerna pati biskuit. Selain itu, parameter gizi biskuit meliputi kadar air (AOAC), abu (AOAC), lemak total (AOAC), karbohidrat total (Anthrone), protein terlarut (Biuret), dan serat kasar (AOAC) juga diuji. Parameter gizi tersebut dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2973-1992 tentang mutu dan cara uji biskuit. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa biskuit dengan 10-50% tepung gandum utuh memiliki kadar air, abu dan lemak total berturut-turut adalah 0,62-0,79%, 0,42-1,38%, dan 21,04-29,25%. Nilai tersebut memenuhi syarat mutu SNI. Selain itu, kadar protein terlarut biskuit adalah 6,05-11,09%. Namun, karbohidrat total biskuit lebih rendah dari SNI, yaitu 32,05-40,36% dan kadar serat kasarnya lebih tinggi dari SNI yaitu 1,16-3,16%. Sedangkan, penambahan tepung gandum utuh dapat menurunkan daya cerna pati biskuit dari 16,67-9,89 g/100 g berat kering. Hal tersebut didukung dengan meningkatnya kadar amilosa biskuit dari 13,55-27,33 g/100 g berat kering. Dengan demikian gandum varietas DWR-162 berpotensi menjadi alternatif bahan pangan dengan indeks glikemiks rendah karena mampu menurunkan daya cerna pati produk pangan.

(2)

1 PENDAHULUAN

Gandum (Triticum aestivum L) adalah salah satu serealia dari familia Graminae yang merupakan salah satu bahan makanan pokok manusia selain beras [1]. Gandum utuh yang ditepungkan berbeda dengan tepung terigu yang biasa digunakan masyarakat di Indonesia. Keunggulan dari gandum utuh adalah kadar amilosanya. Berdasarkan penelitian Herawati [2] tentang produk pati tahan cerna, kadar amilosa dalam gandum utuh adalah 28%. Sedangkan dalam penelitian Hidayati [3] tentang pengaruh proporsi bayam dan tepung terigu pada mie basah, kadar amilosa dalam tepung terigu adalah 25%. Selain itu gandum utuh memiliki kandungan gizi antara lain, karbohidrat 60% - 80%, protein 6% - 17%, lemak 1,5% - 2,0%, mineral 1,5% - 2,0%, dan sejumlah vitamin [1].

Dalam gambaran umum industri tepung terigu di Indonesia oleh Nursantiyah [4], tepung terigu dibuat dari bagian dalam gandum saja (endosperm), setelah membuang bagian luarnya yang keras dan banyak mengandung serat (bran) dan bagian paling kecil dari inti biji gandum yang mengandung banyak vitamin dan mineral (germ). Sedangkan berdasarkan Muoma [5] dalam artikelnya, gandum utuh terdiri dari bran, germ dan endosperm. Sehingga tepung terigu mengandung hanya sebagian nutrisi yang sebenarnya ada pada gandum utuh. Oleh karena itu, sangat penting dilakukan pengembangan pembuatan produk makanan berbahan dasar gandum utuh di Indonesia.

Gandum bukan merupakan tanaman yang dapat ditanam di Indonesia, tapi disukai oleh masyarakat Indonesia. Sehingga angka impor gandum terus meningkat, bahkan pada tahun 2011 mencapai 5.486.745 ton [6]. Mengingat hal tersebut, kemudian mulai dibudidayakan gandum di Indonesia. Salah satu varietas gandum yang berhasil ditanam dan tumbuh serta dikelola di Indonesia adalah gandum varietas DWR-162 di Kopeng, Jawa Tengah [7]. Dengan demikian sangat diperlukan pengembangan produk pangan berbahan dasar gandum utuh tersebut yang diperkuat dengan analisis kandungan gizinya.

Parameter gizi yang diteliti, antara lain kadar air, kadar abu, karbohidrat, protein, lemak, dan serat. Parameter gizi tersebut kemudian dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Selain parameter gizi tersebut, penelitian ini bertujuan untuk meneliti daya cerna pati dari produk pangan gandum utuh. Diharapkan daya cerna pati dari produk pangan tersebut bernilai rendah, karena berdasarkan penelitian Gustiar [8] tentang sifat fisiko-kimia dan indeks glikemik produk dari pati garut, suatu produk pangan yang memiliki daya cerna pati rendah dapat memperlambat pencernaan karbohidrat di dalam tubuh, sehingga nilai

(3)

indeks glikemiknya rendah. Rendahnya daya cerna pati didukung oleh tingginya kadar amilosa dalam suatu produk pangan [9, 10, 11].

Oleh karena itu, dalam penelitian ini, kadar amilosa produk pangan yang dihasilkan juga ditentukan. Adapun produk pangan yang dipilih berupa biskuit. Sehingga parameter gizi akan dibandingkan dengan SNI 01-2973-1992 tentang mutu dan cara uji biskuit [12]. Hal tersebut didasarkan pada budaya masyarakat Indonesia yang menyukai produk tersebut. Berdasarkan Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian [13], kecenderungan masyarakat Indonesia mengkonsumsi produk makanan dari bahan dasar terigu, seperti mie, roti, dan biskuit terus meningkat sejak tahun 1990 hingga kini.

2 METODE PENELITIAN 2.1 Tempat

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Skripsi dan Laboratorium Reseach and

Development, Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.

2.2 Bahan dan Piranti

Bahan dasar berupa tepung gandum utuh mesh ?? diperoleh dari Fakultas Pertanian, Universitas Kristen Satya Wacana. Bahan kimia yang digunakan antara lain petroleum eter, H2SO4, anthrone, HCl, NaOH, etanol, standar glukosa, standar amilosa, standar maltosa, standar BSA (Bovin Serume Albumin), I2, KI, asam asetat, DNS (asam dinitrosalisilat), CuSO4, KNaC4H4O6·4H2O, K2SO4, dan buffer fosfat 0,1 M pH 7, bahan – bahan tersebut merupakan bahan kimia grade pro analysis, E-Merck, Jerman. Selain itu bahan kimia lainnya adalah enzim termamyl (α-amilase) (Fakultas Teknologi Pertanian, UGM, Indonesia).

Piranti yang digunakan antara lain oven (WTB binder, UK), tanur (Vulcan A-550, Amerika), spektrofotometer (Optizen 2120 UV, Jerman), penangas air (Memmert, Jerman), neraca analitik (Mettler H80, Swiss), sentrifuge (Swing Type Centrifuge Model C-40 N, Amerika) dan peralatan gelas (Pyrex dan Herma).

2.3 Pembuatan biskuit

Biskuit dibuat dari campuran gula halus, mentega, pati jagung, tepung terigu dan / atau tepung gandum utuh. Tepung gandum yang digunakan sebagai substitusi adalah 0% - 50%.

2.4 Analisis kadar air [14] yang dimodifikasi

Sampel sebanyak 1 g ditimbang dengan teliti dalam cawan yang telah diketahui bobot kosongnya. Kemudian sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 6 jam.

(4)

Cawan dengan isinya kemudian didinginkan dan ditimbang. Pengeringan dilakukan kembali hingga diperoleh bobot konstan. Kadar air dihitung berdasarkan kehilangan berat yaitu selisih berat awal sampel sebelum dikeringkan dengan berat akhir setelah dikeringkan.

2.5 Analisis kadar abu [14] yang dimodifikasi

Sebanyak 1 g sampel yang ditimbang dengan teliti dimasukkan dalam cawan porselen yang telah diketahui bobot kosongnya, lalu dibakar sampai tidak berasap lagi dan diabukan dalam tanur bersuhu 550oC sampai berwarna putih dan beratnya konstan. Cawan dan isinya didinginkan dan ditimbang.

2.6 Analisis kadar lemak total [14]

Sampel ditimbang sebanyak 5 g dibungkus dengan kertas disaring dan ditutup kapas bebas lemak. Kertas saring berisi sampel tersebut diletakkan dalam alat ekstraksi soxhlet yang dirangkai dengan kondensor. Pelarut dimasukkan ke dalam labu lemak lalu direfluks selama minimal 5 jam. Sisa pelarut dalam labu lemak dihilangkan dengan dipanaskan dalam oven, lalu ditimbang.

2.7 Analisis serat kasar [14]

Sampel dihaluskan, ditimbang dengan teliti sebanyak 2 g dan diekstrak lemaknya dengan soxhlet lalu dipindahkan ke erlenmeyer 600 ml. Kemudian ditambahkan 200 ml larutan H2SO4 mendidih 1,25%, tutup dengan pendingin balik dan didihkan selama 30 menit. Suspensi disaring dengan kertas saring dan residu dicuci dengan air destilata mendidih hingga air cucian tidak bersifat asam lagi. Kemudian residu dipindahkan secara kuantitatif dari kertas saring ke erlenmeyer dan sisanya dicuci dengan larutan NaOH mendidih 1,25% sebanyak 200 ml sampai semua residu masuk kedalam erlenmeyer, tutup dengan pendingin balik dan didihkan selama 30 menit. Kemudian larutan disaring dengan kertas saring kering yang diketahui beratnya sambil dicuci dengan larutan K2SO4 10%. Kemudian residu dicuci dengan air destilata mendidih dan lebih kurang 15 ml alkohol 95%. Kemudian keringkan kertas saring pada 110oC sampai berat konstans. Kertas saring didinginkan dan ditimbang.

2.8 Analisis Karbohidrat Total [8]

Sampel sebanyak 3 g ditimbang dengan teliti dan dimaserasi dengan etanol 80% selama 15 menit kemudian dikeringkan selama 6 jam pada suhu 50oC. Sebanyak 0,5 g sampel kering ditambah dengan air destilata sebanyak 25 mL dan 5 mL HCl 25%. Lalu dipanaskan di atas penangas air suhu 100oC selama 2,5 jam. Larutan hasil hidrolisis didinginkan dan dinetralkan dengan larutan NaOH 25%, diencerkan sampai volume 100 mL dan dihomogenisasi serta disaring untuk kemudian disebut larutan stok.

(5)

Larutan pereaksi Anthrone 0,1% disiapkan sesaat sebelum digunakan. Dari larutan stok dipipet 1 mL dan dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL. Dari larutan tersebut, sebanyak 1 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup, lalu ditambahkan dengan 5 mL pereaksi Anthrone. Tabung ditutup dan diinkubasi dalam penangas air pada suhu 100oC selama 12 menit. Larutan segera didinginkan dengan air mengalir, lalu dibaca absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm. Kadar karbohidrat total sampel ditentukan berdasarkan kurva standar glukosa yang diperoleh dari plot kadar glukosa dan absorbansi larutan glukosa murni.

2.5 Kadar Protein Terlarut [14] yang dimodifikasi

Sampel sebanyak 0,25 g ditimbang dengan teliti dan dimaserasi dengan 1 mL NaOH 1M dan 9 mL air destilata, larutan tersebut didiamkan selama 15 menit. 1 mL larutan sampel ditambah 4 mL pereaksi biuret. Larutan didiamkan selama 30 menit, lalu dibaca absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm. Kadar protein terlarut sampel ditentukan berdasarkan kurva standar BSA yang diperoleh dari plot kadar BSA dan absorbansi larutan BSA murni.

2.6 Kadar Amilosa [8]

Sampel sebanyak 0,1 g ditimbang dengan teliti dalam tabung reaksi bertutup, kemudian ditambahkan 1 mL etanol 95% dan 9 mL larutan NaOH 1 N. Tabung reaksi bertutup kemudian dipanaskan dalam penangas air pada suhu 95oC selam 10 menit. Larutan pati didinginkan dan digenapkan dalam labu ukur 100 mL. 5 mL larutan pati dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL. Ke dalam labu takar tersebut, kemudian ditambahkan 1,0 mL larutan asam asetat 1 M dan 2 mL larutan iod 0,2%, lalu ditera dengan air destilata. Larutan dibiarkan selama 20 menit, lalu diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 520 nm. Kadar amilosa ditentukan berdasarkan persamaan kurva standard amilosa yang diperoleh.

2.7 Daya Cerna Pati [8]

Sampel sebanyak 1 g ditimbang dengan teliti dan ditambahkan dengan 100 ml air destilata. Wadah ditutup dengan aluminium foil dan dipanaskan dalam waterbath hingga mencapai suhu 90oC sambil diaduk. Setelah suhu 90oC tercapai, sampel segera diangkat dan didinginkan. Dari larutan tersebut dipipet sebanyak 2 mL ke dalam tabung reaksi bertutup, lalu ditambahkan 3 mL air destilata dan 5 mL buffer fosfat 0,1 M pH 7. Sampel dibuat dua kali, salah satunya sebagai blanko. Tabung ditutup dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 15 menit. Larutan diangkat dan ditambahkan 5 mL larutan enzim α-amilase (1 mg/ml dalam

(6)

buffer fosfat 0,1 M pH 7) untuk sampel dan 5 mL buffer fosfat 0,1 M pH 7 untuk blanko sampel. Inkubasi dilanjutkan selama 30 menit.

Sebanyak 1 mL campuran hasil inkubasi dipindahkan ke dalam tabung reaksi bertutup berisi 2 mL larutan DNS. Larutan dipanaskan dalam air mendidih selama 12 menit, lalu segera didinginkan dengan air mengalir. Ke dalam larutan ditambahkan 10 mL air destilata dan disentrifugasi. Kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 520 nm. Daya cerna pati ditentukan berdasarkan persamaan kurva standard maltosa yang diperoleh.

2.8 Analisa Data [??]

Data yang diperoleh dianalisi dengan Rancangan Acak Kelompok 6 perlakuan dan 4 ulangan. Sebagai perlakuan adalah biskuit gandum utuh 0%, 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%. Sebagai ulangan adalah waktu pembuatan biskuit.

(7)

4. PUSTAKA

[1] Simanjutak BH. 2002. Prospek Pengembangan Gandum (Triticum aestivum L) di Indonesia.

Salatiga : Universitas Kristen Satya Wacana.

[2] Herawati H. 2010. Potensi Pengembangan Produk Pati Tahan Cerna Sebagai Pangan

Fungsional. Ungaran : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.

[3] Hidayati N. 2010. Pengaruh Proporsi Bayam Dengan Tepung Terigu Terhadap Kadar Zat Besi,

Sifat Fisik Dan Sifat Organoleptik Mie Basah. Semarang : UNIMUS

[4] Nursantiyah. 2009. Gambaran Umum Industri Tepung Terigu di Indonesia dan Ketentuan

Pajak Pertambahan Nilai Terkait. Jakarta : UI.

[5] Muoma I. 2013. Whole Grain Vs Whole Wheat Vs Whole Meal Vs GranaryRefined Bread?

Which is best? What to choose?. URL www.iketrainer.co.uk/articles/breads.pdf . Diakses pada

15 September 2013.

[6] BPS Nasional. 2011. Penduduk Indonesia menurut provinsi 1971, 1980, 1990, 1995, dan

2000. Jakarta : BPS.

[7] Lee A. 2009. Djoko Murdono, Ketekunan Pemulia Gandum. Jakarta : Kompas.

[8] Gustiar H. 2009. Sifat Fisiko-Kimia dan Indeks Glikemik Produk Cookies Berbahan Baku Pati

Garut (Maranta arundinacea L.) Termodifikasi. Bogor : IPB.

[9] Widowati S, Santosa S, Astawan M, akhyar. 2009. Penurunan Indeks Glikemik Berbagai

Varietas Beras Melalui Proses Pratanak. Jurnal Pascapanen 6 (1): 1-9.

[10] Lemlioglu-Austin D, Turner ND, McDonough CM, Rooney LW. 2012. Effects of Sorghum

[Sorghum bicolor (L.) Moench] Crude Extracts on Starch Digestibility, Estimated Glycemic

Index (EGI), and Resistant Starch (RS) Contents of Porridges. Journal of Molecules 17 :

11124-11138.

[11] Mir JA, Srikaeo K, Garcia J. 2013. Effects Of Amylose And Resistant Starch On Starch

Digestibility Of Rice Flours And Starches. International Food Research Journal 20 (3) : 1329-1335.

[12] SNI 01-2973-1992 tentang mutu dan cara uji biskuit

[13] Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. 2003. Trend Konsumsi

Pangan Produk Gandum di Indonesia. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Indonesia , 25, hal. 11-12.

[14] The Association Of Analytical Communities. 1995. Official Methods of Analysis of The

Referensi

Dokumen terkait

14 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Perpres Nomor 70 Tahun 2012 dan peraturan lain yang terkait tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah oleh Panitia Pengadaan Barang/Jasa

14 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Perpres Nomor 70 Tahun 2012 dan peraturan lain yang terkait tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah oleh Panitia Pengadaan Barang/Jasa

Tujuan mata kuliah ini adalah memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang arti hukum dalam masyarakat dan pengaruh timbal balik antara hukum dengan gejala social untuk meningkatkan

14 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Perpres Nomor 70 Tahun 2012 dan peraturan lain yang terkait tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah oleh Panitia Pengadaan Barang/Jasa

Pada pengujian perubahan resistansi sensor terhadap Gas CO , dilakukan dengan masukan heater berupa arus searah sebesar 1.3A (arus kerja). Pengujian dilakukan terhadap 3

67_2 Negative Sequence Directional Overcurrent 67N Neutral Directional Overcurrent 67P Phase Directional Overcurrent 68 Power Swing Blocking 78 Out-of-Step Tripping 79

diintegrasikan langsung dengan teks; jarak antara baris dengan baris dua spasi (normal); kutipan tidak diapit dengan tanda petik (“---“), kutipan diberi petunjuk dalam

Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kecerdasan emosi antara karyawan yang sudah