i
KORELASI BOBOT TELUR DENGAN DAYA TETAS PADA PUYUH ( Coturnix-Coturnix Japonica )
YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF DI LOMBOK TENGAH
PUBLIKASI ILMIAH
Diserahkan Guna Memenuhi Syarat yang Diperlukan untuk Mendapatkan Derajat Sarjana Peternakan
pada Program Studi Peternakan
Oleh
SUHAIMI B1D 010 237
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS MATARAM
iii
KORELASI BOBOT TELUR DENGAN DAYA TETAS PADA PUYUH ( Coturnix-Coturnix Japonica )
YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF DI LOMBOK TENGAH
ABSTRAK
Oleh : Suhaimi/ B1D 010 237/Fakultas Peternakan Universitas Mataram. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi bobot telur dengan daya tetas pada puyuh ( Coturnix-coturnix japonica ) yang dilaksanakan di peternakan Bapak H.Bono di BTN Selagalas. Dalam penelitian ini dipergunakan telur puyuh sebanyak 200 butir yang diperoleh dari peternakan puyuh milik Bapak Nasri di Kelurahan Merang Baru Praya, Kabupaten Lombok Tengah, dengan umur induk kurang lebih 23 minggu dan rasio jantan betina 1:3. Telur-telur tersebut dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan bobot telur ( 9,0-9,9; 10,0-10,9; ≥11 ). Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis korelasi dan regresi. Hasil penelitian ini menunjukkan korelasi yang sedang ( r = 0,59 ) antara bobot telur dengan daya tetas tetapi tidak bermakna ( P > 0,05 ) dengan persamaan garis regresi Y = 91,86 + 0,19X. Telur berbobot 10,0-10,9 g dengan rataan indeks (76,80) mempunyai daya tetas yang paling tinggi ( 94,18 %) sedangkan telur berbobot 9,0-9,9 g dengan rataan indeks (93,54) mempunyai daya tetas yang paling rendah ( 93, 54%).
Kata kunci : Puyuh (Coturnixs-coturnixs japonica), Korelasi, Bobot Telur, Daya Tetas.
CORRELATION WITH EGG WEIGHT HATCHABILITY ON QUAIL (Coturnix-Coturnix Japonica)
INTENSIVELY REARED IN CENTRAL LOMBOK
ABSTRACK
By : Suhaimi/B1D 010 237/Fakultas Peternakan Universitas Mataram
This research aimed was to determine the correlation with egg wight hatchability on quai (Coturnix-Coturnix japonica) carried at Mr. H.Bono foultry breeding in BTN Selagalas. 200 quail eggs were obtained from Mr. Nasri quail in Merang Baru village Praya Central Lombok. The age of the quail approximately 23 weeks and sex ratio was 1: 3. The eggs were divided into 3 groups based on the egg weight (9.0 to 9.9; 10.0 to 10.9; ≥11). The data obtained were analyzed by correlation and regression analysis. Results showed that there was a weak correlation (r = 0.59) between the egg weight and the hatchability (P>0.05) while the regression line equation was Y = 91.86 + 0,19X. Eggs weighing 10.0 to 10.9 g with the average index (76.80) has the highest hatchability (94.18%) while the egg weighing 9.0 to 9.9g with the average index (93.54) has lowest hatchability (93, 54%).
1
PENDAHULUAN Latar Belakang
Puyuh Coturnix-corturnix japonica merupakan salah satu puyuh atau bahkan satu-satunya puyuh yang berpotensi untuk dikembangkan. Puyuh ini dikenal dengan nama puyuh jepang karena memang berasal dari Jepang. Sebelum diternakkan puyuh ini hidup liar di hutan.Puyuh betina yang menjadi indukan mulai bertelur pada umur 45 hari, biasanya berproduksi penuh pada umur 50 hari. Selanjutnya produksi telur puyuh akan mulai menurun pada umur 14 bulan dan berhenti bertelur pada umur 5-6 bulan sehingga dapat menghasilkan 3-4 generasi per tahun. Dengan siklus hidupnya yang sangat singkat sehingga menarik untuk ditetaskan.
Puyuh mempunyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan seperti ternak unggas lainnya. Daya produksi telur puyuh cukup tinggi yaitu mencapai 200-300 butir telur per tahunnya. Produksi telur yang tinggi tidak menjamin kelestarian
populasi burung puyuh, agar populasi puyuh dapat dipertahankan atau bahkan ditingkatkan perlu ditingkatkan daya tetas telur puyuh.
Untuk mendapatkan tingkat fertilitas dan daya tetas yang tinggi tidak hanya tergantung pada pengetahuan tentang tehnik penetasan saja, tetapi juga dipengaruhi oleh tata laksana pembibitan, misalnya menyeleksi bobot telur yang baik untuk ditetaskan perlu mendapat perhatian agar pertumbuhan dan produksinya seragam.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai “Korelasi Bobot Telur dengan Daya Tetas pada Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) yang Dipelihara Secara Intensif di “Kota Praya Kelurahan Merang Baru Lombok Tengah”
MATERI DAN METODE PENELITIAN Materi Penelitian
Telur Tetas
2
rasio jantan dan betina 1:4. Pakan yang digunakan berupa dedak dan konsentrat dengan perbandingan 1:1.
Alat dan Bahan Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mesin tetas
Digunakan mesin tetas dengan kapasitas 700 butir telur. 2. Thermoregulator
Untuk mengatur kestabilan suhu di dalam mesin tetas. 3. Hidrometer
Untuk mengukur kelembaban dalam mesin tetas. 4. Rak telur/ tray
Digunakan untuk menempatkan telur selama penyimpanan dan penetasan.
5. Timbangan
Untuk menimbang bobot telur digunakan timbangan O-Haus kapasitas 100 g
dengan kepekaan 0,1 g. 6. Jangka sorong
Digunakan untuk mengukur panjang dan lebar telur 7. Bak air
Digunakan untuk tempat menaruh air selama proses penetasan Bahan Penelitian
Bahan - bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kapas dan Alkohol
Digunakan untuk membersihkan telur. 2. Air
Digunakan untuk menciptakan kelembaban selama penetasan. 3. Cairan KMnO4
3
Variable yang Diamati Variable yang akan diamati meliputi:
1.Variabel Pokok a. Bobot Telur
Bobot telur diperoleh dengan menimbang sejumlah telur yang akan ditetaskan dengan satuan gram
b. Daya tetas
Daya tetas diperoleh dengan cara membagi jumlah telur yang menetas dengan jumlah telur yang fertil dikalikan 100 persen.
Rumus daya tetas
𝐷𝑎𝑦𝑎𝑇𝑒𝑡𝑎𝑠= 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟𝑦𝑎𝑛𝑔𝑚𝑒𝑛𝑒𝑡𝑎𝑠
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟𝑦𝑎𝑛𝑔𝑓𝑒𝑟𝑡𝑖𝑙 𝑥 100%
Tidak seperti pada telur unggas yang lain, penetasan pada telur puyuh tidak dilakukan peneropongan karena warna bercak-bercak hitam pada kerabang telur sehingga sulit diteropong untuk mengetahui fertil tidaknya telur. Untuk mengetahui fertil tidaknya telur dilakukan setelah penetasan, caranya dengan memecah telur yang tidak menetas. Apabila telur yang dipecah cairannya tetap bening berarti telur tersebut tidak fertil, sedangkan yang keruh berarti fertil
2.Variabel Penunjang a. Indeks Telur
Indeks telur diperoleh dengan cara membandingkan antara panjang telur dibagi dengan lebar telur dikalikan 100 persen.
Rumus indeks telur
𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟= 𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟
4
Metode Penelitian Persiapan telur tetas
Untuk persiapan telur burung puyuh dikumpulkan dari peternakan bapak Nasri yang sedang berproduksi di Kota Praya Kelurahan Merang Baru Lombok Tengah.
1. Kriteria seleksi telur tetas yang digunakan yaitu umur telur tidak lebih dari 7 hari yang disimpan pada rak telur. Untuk keberhasilan suatu penetasan dilakukan seleksi pada kualitas telur. Kualitas telur yang baik untuk ditetaskan yaitu :
a. Kerabang telur tampak bersih dari bercak darah, tekstur halus dan tidak ada keretakan sama sekali.
b. Bentuk fisik normal tidak terlalu lonjong dan tidak terlalu bulat. c. Ukuran dan warna telur yang seragam.
2. Telur yang dipilih atau yang sudah diseleksi dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan kapas dan alkohol agar telur tersebut bersih.
3. Kemudian telur tersebut diukur bobotnya dengan menggunakan timbangan O-Haus.
4. Kemudian telur yang sudah ditimbang bobotnya dikelompokkan berdasarkan kisaran bobot ( 9,0-9,9 ; 10,0-10,9; 11,0-11,9 ).
Persiapan Mesin Tetas
1. Sebelum melakukan penetasan, mesin tetas dan seluruh perlengkapannya disiapkan, dibersihkan dan difumigasi terlebih dahulu.
2. Langkah kedua memasukkan air pada bak air diruang dalam mesin untuk menciptakan kelembaban 60-70% menggunakkan hydrometer.
3. Suhu dalam mesin tetas dijaga tetap kestabilannya pada kisaran 38oC - 40oC menggunakan thermoregulator
4. Lakukan pengecekan dengan sangat teliti terhadap bekerjanya alat pemanas dan kelembaban. Banyak kegagalan penetasan karena suhu alat pembangkit pemanas dan kelembaban tidak dicek.
5
Secara umum, tahap-tahap penetasan telur dengan mempergunakan mesin tetas adalah sebagai berikut:
1. Siapkan mesin tetas secara lengkap dengan kondisi yang baik.
2. Sebelum dipergunakan, bersihkan dan semprot mesin tetas tersebut dengan cairan pembasmi hama.
3. Hidupkan alat tetas selama 24 jam dan bak yang berisi air sebelum dipergunakan agar kondisi suhu dan kelembaban dalam keadaan stabil, dengan catatan tiap hari harus ada pengontrolan apabila volume air menyusut pada saat jalannya penetasan sebaiknya segera isi air pada bak tersebut agar kelembaban tetap stabil.
4. Membuat penyekatan pada rak (setter), sebelum telur dimasukkan ke dalam mesin tetas.
5. Sebelum telur dimasukkan ke dalam mesin tetas terlebih dahulu telur
dibersihkan dari kotoran yang menempel pada kerabang telur. Selanjutnya dilakukan penimbangan telur agar mengetahui bobot telur yang nantinya
akan dikelompokkan berdasarkan kisaran bobot telur. Barulah kemudian telur dimasukkan kedalam mesin tetas.
6. Pada proses penetasan, antara temperatur dan kelembaban dalam mesin tetas harus stabil untuk mempertahankan kondisi telur pada keadaan yang normal. Telur akan optimal menetas jika berada pada temperatur antara 94-104°F (36-40°C) dan dalam kelembapan 70 %.
7. Pada hari keempat, proses pembalikan telur dilakukan sebanyak 3 kali dalam satu hari satu malam. Proses pembalikan dilakukan secara terus menerus sampai hari ketiga sebelum telur menetas agar pemberian cahaya bisa merata sehingga pertumbuhan embrio menjadi sempurna.
6
9. Pada hari ke- 17, DOQ baru dipindahkan ke kotak DOQ atau kandang DOQ setelah bulunya kering.
Analisis Data
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis korelasi yaitu suatu penelitian model korelasional, penelitian ini dilakukan hanya untuk mengetahui hubungan atau korelasi antara bobot telur dengan daya tetasnya. Untuk mengetahui koefisien korelasi dan regresi maka digunakan rumus :
1. Koefisien korelasi (r) antara bobot telur dan daya tetas dirumuskan dengan
model:
𝑟
=
𝑛 𝑥𝑦 – 𝑥)( 𝑦𝑛 𝑥2− ( 𝑥)2 𝑛 𝑦2 −( 𝑦)2
Keterangan :x = kelompok bobot telur, y = daya tetas, r = koefisien korelasi n = jumlah kelompok sampel
2. Untuk menentukan hubungan sebab akibat antara bobot telur dengan daya tetas
digunakan persamaan regresi linier dengan model matematika yaitu misalnya: Y = a + bx
7
HASIL DAN PEMBAHASAN Korelasi Bobot Telur dengan Daya Tetas
Bobot telur yang diamati dalam penelitian ini terdiri atas 200 butir telur puyuh tetas yang dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan kisaran bobot telur. Rataan bobot telur dan persentase daya tetas dapat dilihat pada Table 1.
Tabel 1.Rataan bobot telur dengan persentase daya tetas.
Kelompok telur dengan daya tetas. Hasil uji menggunakan Tabel Pearson nilai korelasi ini tidak bermakna (P>0,05). Hasil penelitian Insko et al., ( 1971) yang dikutip Sudjarwo (1988) menyatakan bahwa terdapat korelasi yang positif antara bobot telur dengan daya tetas, bobot 7,1-7,5 gram memiliki daya tetas 68,1%, sedangkan bobot 10,0 - 10,9 gram daya tetasnya 91,4%. Telur-telur yang digunakan pada penelitian ini yang memiliki kisaran bobot antara 9,5 - 11,4 mempunyai daya tetas rata-rata 93,89%, ini mendekati hasil penelitian dari Sudjarwo bahkan cenderung lebih tinggi persentase daya tetasnya.
8 Korelasi Indeks Telur dengan Daya Tetas
Berdasarkan hasil perhitungan dari ketiga rataan indeks telur (Tabel 1) menunjukkan bahwa adanya korelasi antara indeks telur dengan daya tetas dengan koefisien korelasi (r = - 0,45 ). Tetapi tidak bermakna ( P< 0,05 ).
Pada kelompok dengan rataan indeks (76,08) mempunyai daya tetas yang paling tinggi yaitu 94,1 %, hal ini sesuai dengan pendapat Sosroamidjojo (1967) yang menyatakan bahwa indeks bentuk telur yang baik untuk ditetaskan adalah yang memiliki indeks 70-79%. Sedangkan rataan indeks telur (76, 57) pada kelompok pertama mempunyai daya tetas yang paling rendah yaitu 93,5%. Menurut Triyuanto (1983 ), yang dikutip Sudjarwo ( 1988 ), besar indeks telur yang paling ideal untuk ditetaskan adalah 74% sedangkan menurut pendapat Djanah (1981 ) menyatakan bahwa indeks telur yang baik untuk ditetaskan adalah 75%. Dengan demikian maka berdasarkan pendapat-pendapat tersebut telur dengan indeks 75-76%
mempunyai bentuk yang normal untuk ditetaskan.
Adapun persamaan garis regresi antara indeks telur tetas dengan daya tetas
adalah : Y= 108,86-0,19X. Dari persamaan garis regresi ini dapat menduga daya tetas dengan melihat indeks telur yang yang digunakan dalam persamaan garis regresi.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Ada korelasi yang positif antara bobot telur dengan daya, dengan koefisien korelasi ( r = 0,59 ) juga tidak bermakna ( P>0,05 ).
2. Persamaan garis regresi antara bobot telur dengan daya tetas adalah Y = 91,86 + 0,9 X.
Saran
9
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1981. Dari Telur sampai Jadi Anak Ayam. P. T. Hybro Indonesia, Jakarta 2011. Tips Penetasan dan Setelah Penetasan. http://www.glory-
farm.com/ptetas_mesin/tips_tetas.htm.
2012. Makalah Penetasan.
http://rangkaianhatierli.blogspot.co.id/2012/05/penetasan-telur.html
Astuti, M., T. A. dan D.T. Sulistyowati. 1985. Pengaruh Silang Dalam terhadap Daya Tunas, Daya Tetas, dan Bobot Badan pada Burung Puyuh. Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Bachar, Irawati, Iskandar, S. dan Dedi S.T. 2006. Pengaruh Frekuensi Pemutaran Telur terhadap Daya Tetas dan Bobot Badan DOC Ayam Kampung (The Effect of Egg Centrifugation Frequency on Hatchability and Body Weight
DOC of Free Range Chicken. Jurnal Agribisnis Perternakan, Vol. 2, No. 3. Bharoto, K. D. 1981. Poultry Keeping. Cetakan ke 1, Ward Lock Limited, London.
Hal. 64-69.
Brata, B. 1989. Pengaruh Frekwensi Selama Penyimpanan Telur Tetas Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) terhadap Daya Tetas. Laporan Penelitian. Universita Bengkulu
Card, L. E. 1972. Poultry Production. 9th. Ed., by Lea and Febiger, Philadelpia. pp. 93 – 122.
Coleman, M. A. 1992. Egg Handling for Good Chick Quality, Poultry Internasional. 31 ( 2 ), 16-21
Djanah, 1981. Mari Beternak Burung Puyuh . Cetakan 1 CV. Simplex, Surabaya. Ensminger M. A. 1992. Poultry Science Animal Agricultural Series. 3th Edition.
Instate Publisher, Inc. Danville, Illiones.
Farry. 2001. Membuat dan Mengelola Mesin Tetas. Penebar Swadaya. Jakarta. Hodgetts. 2000. Incubation The Phisical Requiments. Abor Acress Service Bulletin
10
Indarto, P. 1985. Penetasan. Diktat Kuliah, Fakultas Peternakan Universitas Brawijata, Malang
Jull, M. A., 1978. Poultry Husbandry. Third Edition, Mc. Graw Hill Compani, Inc., New York
Kaharudin, D. 1989. Pengaruh Bobot Telur Tetas terhadap Boot Tetas, Daya Tetas, Pertambahan Berat Badan dan Angka Kematian Sampai Umur 4 Minggu pada Puyuh Telur (Coturnix-coturnix japonica). Laporan Penelitian. Universitas Bengkulu.
Kamsi, M. 1986. Menetaskan Telur. Poultry Indonesia No. 77/Th. VII/Mei.
Listiowati, E. dan Roospitasari, K. 1992. Puyuh, Tata Laksana Budidaya Secara Komersial. Penebar Swadaya. Jakarta.
Nesheim, M. C. , R. E. austic, L. E. Card, 1979. Poultry Production. Cetakan ke 12, by Lea nand Febeger, Phylaedhelpia. Hal. 92-119.
North, M. O. dan D. D. Bell., 1978. Commercial Chicken Manual. 4th Ed. Avi Publishing Company Inc. West Port, California.
Novo. 2011, Tunai Untung dari Budi Daya Puyuh Berkualitas, Cetakan Ke-5 Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta Berbeda”. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rakman, B. 2005. Pengaruh Bobot Tetas terhadap Mortalitas, Bobot Akhir, Laju Pertumbuhan Itik Tegal. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
11
Rasyaf, 1999. Buku Panduan Penetasan Telur. Yogyakarta.
Rasyaf, M., 1990. Pengelolaan Penetasan. Penerbit Kanisus. Yogyakarta
Rasyaf, 1987. Pengelolaan Penetasan . Cetakan ke 2. Yayasan Kanisus Jakarta. Romanoff, A.L. and A.J. Romanoff, 1963 . The Evian Egg. 1st ed. John Wile and
Sons. Inc. New York.
Soedirdjoatmodjo, S. 1984. Beternak Itik. Cetakan ke 1, Karya Bani, Jakarta. Hal. 29-42
Soetomo, 1981. Pemeliharaan Burung Puyuh Secara Praktis dan Modern. PB. Karya Bani. CV., Jakarta .
Sosroamidjojo dan Seno, 1967. Ilmu Beternak Ayam . Seri Indonesia Membangun. NV . Masa Baru, Bandung.
Srigandono, B. 1997. Produksi Unggas Ayam. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Sudjarwo, 1988. Pengaruh Bobot Telur Tetas dan Umur Induk terhadap Performans Burung Puyuh ( Coturnix-coturnix japonica). Thesis. Fakultas Pasca Sarjana
Institute Pertanian Bogor. Bogor
Sudaryani, 1996. Memilih Telur Tetas. Majalah Trubus No. 187/Th. XVII/ Februari. Sugiharto, Eddy. Meningkatkan Keuntungan Beternak Puyuh, Agromedia Pustaka.
Jakarta 2005
Suharno, B. dan Nazarudin. 1994. Ternak Komersial. Penebar Swadaya. Jakarta Surya Wijaya, B. 1984. Penetasan Telur Itik. Poultry Indonesia, September. No. 57 Susila, A. B. 1997. Pengaruh Frekuensi Pemutaran Telur dan Berat Telur terhadap
Fertilitas, Daya Tetas, Mortalitas, dan Berat DOD Itik Tegal. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Sutiyono, S. Riyadi, dan S. Kismiati. 2006. Fertilitas dan Daya Tetas Telur dari Ayam Petelur Hasil Inseminasi Buatan Menggunakan Semen Ayam Kampung yang Diencerkan dengan Bahan Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang
12
Syamsir, E. 1993. Studi Komparatif Sifat Mutu dan Fungsional Telur Puyuh dan Telur Ayam Ras. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Syariefa, dkk. 2011. Ternak Puyuh. Trubus Swadaya. Jakarta
Vali, F. 2008. “Circadian Rhythm of Melatonin in The Pineal Gland of The Japanese Quail (Coturnix coturnix japonica)”. Journal of Endocrinology. Vol 107. No. 324.
Whendarto, dan I .M . Madian . 1986. Beternak Burung Puyuh Secara Popular . Eka Farm, Semarag.
Wiharto, 1988. Petunjuk Pembuatan Mesin Tetas. Lembaga Penerbit. Universitas Brawijaya.