• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi ketersediaan dan perilaku penggunaan sendok takar sediaan cair oral pada pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Juni-Juli 2010 - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Evaluasi ketersediaan dan perilaku penggunaan sendok takar sediaan cair oral pada pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Juni-Juli 2010 - USD Repository"

Copied!
169
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh : Diana Novitasari NIM : 078114034

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

ii SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh : Diana Novitasari NIM : 078114034

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)

iii SKRIPSI

Presented as Partitial Fulfilment of the Requirement to Obtain Sarjana Farmasi (S.Farm)

In Faculty of Pharmacy

By: Diana Novitasari NIM : 078114034

FACULTY OF PHARMACY SANATA DHARMA UNIVERSITY

(4)

iv

APOTEK PELENGKAP KIMIA FARMA RSUP Dr. SARDJITO

YOGYAKARTA PERIODE JUNI-JULI 2010

Skripsi yang diajukan oleh : Diana Novitasari NIM: 078114034

telah disetujui oleh:

tanggal: 29 November 2010

(5)
(6)

vi

Cintailah banyak hal, karena di situlah terletak kekuatan

sesungguhnya. Mereka yang mencintai banyak-banyak akan

mampu melakukan dan mencapai banyak hal.

Dan apapun yang dikerjakan atas nama cinta, pasti terselesaikan

dengan baik.

K uper sem ba hkan k ar y a seder ha na ini bagi:

Jesus Chr ist, m y sa vior

K edua or ang tua ku ter cinta

Adikku ter sa y a ng

Saha ba t da n tem an-tem anku

(7)

vii

Nama : Diana Novitasari

Nomor Mahasiswa : 07 8114 034

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

EVALUASI KETERSEDIAAN DAN PERILAKU PENGGUNAAN SENDOK TAKAR SEDIAAN CAIR ORAL PADA PENGUNJUNG APOTEK KIMIA FARMA RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE JUNI – JULI 2010 beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya ataupun memberi royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 1 Desember 2010 Yang menyatakan

(8)

viii

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya dari orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah. Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plahiarisme dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Yogyakarta, 1 Desember 2010

Penulis

(9)

ix

berkat dan penyertaan-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul ”Evaluasi Ketersediaan Dan Perilaku Penggunaan Sendok Takar Sediaan Cair Oral Pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma, RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Juni-Juli 2010”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu

Farmasi (S. Farm.), Program Studi Ilmu Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas

Sanata Dharma.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis telah banyak memperoleh

bantuan, bimbingan, dan pengarahan, serta dukungan dari berbagai pihak. Rasa

terimakasih penulis haturkan kepada pihak-pihak yang telah mendukung

terwujudnya skripsi ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Manager Apotek Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito , Bapak Nurtjahjo Walujo

Wibowo, Apt yang telah memberikan ijin bagi penulis untuk melakukan

penelitian di Loket Apotek Kimia Farma RSUP DR. Sardjito.

2. Manager Apotek Kimia Farma Distrik Yogyakarta, Bapak Soemarsono, Apt

yang telah memberikan ijin bagi penulis untuk melakukan penelitian di

Apotek Kimia Farma RSUP DR. Sardjito.

3. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

4. Rita Suhadi, M.Si., Apt, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan

bimbingan, waktu, semangat, saran, dan kritik dalam proses penyusunan

(10)

x memberikan kritik dan saran kepada penulis

7. Dian Shintari, S.Si, Apt; Gina Arifah S.Farm, Apt; Sari Rahmawati, S.Farm,

Apt selaku Apoteker Apotek Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito,Yogyakarta

dan seluruh karyawan Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito

yang telah memberikan bimbingan selama proses pengambilan data di Apotek

Kimia Farma Sardjito

8. Seluruh pasien dan pengunjung Apotek Kimia Farma Rumah Sakit Dr.

Sardjito Yogyakarta yang secara tidak langsung telah membantu dan

mendukung penelitian ini.

9. Orang tuaku tercinta Bapak Drs. Agustinus Darto Harnoko dan Ibu Erna

Susiyanti atas doa, cinta, dan dukungan yang telah memberikan semangat bagi

penulis untuk menyelesaikan skripsi.

10.Adikku tersayang Laksito Aji Kusuma Wardhana atas bantuan, dukungan,

perhatian, dan kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis.

11.Mama Antini, Mbok Yem, Om Deni, Mbak Eni, Mbak Tia, Mbak Mita, Mas

Agus, Yola, Mas Adi atas cinta, kerjasama, kekompakan, dukungan, bantuan,

dan kebersamaan selama proses penelitian dan penyusunan skripsi.

12.Teman-teman skripsi Linda, Aming, Tegal, Indri, terima kasih atas bantuan,

dukungan, suka duka yang selalu kita lalui bersama-sama saat pengambilan

(11)

xi

14.Sahabat-sahabatku Dewi, Novi, Nuki, Eka, Sisca, Paulina, Santi, Siwi, Mbak

Rara, Tika, Afni, Lina, Kiki terima kasih untuk kenangan indah kita,

dukungan, semoga persahabatan kita abadi.

15.Teman-teman Fakultas Farmasi angkatan 2007 kelas A dan kelas Farmasi

Klinis Komunitas A (FKK A) terima kasih atas kebersamaan, keceriaan, suka

duka kita selama ini.

16.Teman teman KaNOPI Hani, Lius, Emza, Tinus, Ardian, Ocha dan anak-anak

OMK Gereja Kidul Loji.

17.Teman-Teman di Poskes Kotabaru dan rekan-rekan PCE 2009 dan 2010

terima kasih atas segala dukungan dan kebersamaan sehingga penulis bisa

menyelesaikan skripsi ini.

18.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka

penulis ingin mengucapkan maaf apabila terdapat kesalahan yang kurang

berkenan. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar skripsi

ini menjadi lebih baik dan bermanfaat. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat

(12)

xii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………....

HALAMAN PENGESAHAN………...

HALAMAN PERSEMBAHAN………....

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………...

PRAKATA ... DAFTAR ISI………... DAFTAR TABEL………... DAFTAR GAMBAR………... DAFTAR LAMPIRAN………... INTISARI………... ABSTRACT………...

BAB I. PENGANTAR………...

A. Latar Belakang………...

1. Permasalahan……….…...

2. Keaslian penelitian………...

3. Manfaat penelitian………...

B. Tujuan Penelitian………...

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA………...

(13)

xiii

E. Apotek ………...

F. Peran Apoteker di Apotek...

G. Pelayanan Informasi Obat...

H. Pharmaceutical Care...

I. Perilaku………...

1. Pengetahuan………...

2. Sikap………...

3. Tindakan………....

J. Registrasi Sediaan Farmasi ...

K. Keterangan Empiris ………...

BAB III. METODE PENELITIAN………..…………...

A. Jenis dan Rancangan Penelitian………...

B. Ruang Lingkup Penelitian ...

C. Definisi Operasional………...

D. Waktu dan Tempat Penelitian………....

E. Subjek Penelitian………....

F. Sampel dan Populasi ...

G. Bahan Penelitian ...

H. Instrumen Penelitian ...

I. Jalannya Penelitian………....

(14)

xiv

J. Skema Jalannya Penelitian ...

K. Tata Cara Analisis Data………...

L. Kesulitan Penelitian ………...

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………...

A. Ketersediaan Sendok Takar yang terdapat dikemasan obat cair di

Apotek Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito………...

1. berdasarkan bentuk sediaannya …...

2. berdasarkan golongan obat dan nomor registrasi...…...

3. berdasarkan kelas terapi dan sub kelas terapi...

4. berdasarkan ketersediaan alat bantu ukur...

B. Perilaku Responden terhadap penggunaan Sendok Takar dan Obat

Cair Oral ………...

1. Karakteristik Responden……….

a. Usia responden………...

b. Jenis Kelamin Responden ………...

c. Tingkat Pendidikan Responden………...

d. Jenis Pekerjaan Responden………...

e. Frekuensi Penggunaan Sendok Takar Sediaan cair Oral ...

f. Frekuensi Pembelian Obat di Loket Apotek Kimia Farma

Sardjito ... 44

46

49

51

51

52

53

56

58

61

61

62

64

65

66

67

(15)

xv

1. Aspek Pengetahuan responden tentang penggunaan sendok

takar dan obat cair oral ………...

2. Aspek Sikap responden tentang penggunaan sendok takar dan

obat cair oral ………...

3. Aspek Tindakan responden tentang penggunaan sendok takar

dan obat cair oral ………...

C. Informasi yang diberikan Apoteker kepada pengunjung Apotek

Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito...

1. Durasi pemberian informasi obat kepada pasien ...

2. Sumber informasi obat yang digunakan apoteker...

3. Informasi obat yang diberikan oleh Apoteker ...

4. Teknik Pemberian informasi obat cair oral oleh Apoteker ...

5. Kendala yang terjadi dalam pemberian informasi obat ...

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………...

A. KESIMPULAN………...

B. SARAN………...

DAFTAR PUSTAKA………. ...

LAMPIRAN...

BIOGRAFI PENULIS...,,,,, 72

82

94

101

101

102

104

106

108

110

110

110

111

118

(16)

xvi Tabel III. Tabel IV. Tabel V. Tabel VI. Tabel VII. Tabel VIII. Tabel IX. Tabel X. Tabel XI. Tabel XII. Tabel XIII.

Enam hal informasi minimal yang harus diberikan kepada pasien....

Penggolongan obat cair oral berdasarkan kelas terapi dan sub

kelas terapi...

Ketersediaan alat bantu ukur dalam kemasan obat cair oral di

Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito Periode

Juni-Juli 2010………...

Persentase usia responden yang menggunakan obat cair

oral………...

Aspek pengetahuan responden terhadap penggunaan sendok

takar dan sediaan cair oral...

Aturan penyimpanan pada etiket obat cair yang tersebar di

Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito Periode

Juni-Juli 2010...

Aspek Sikap responden terhadap penggunaan sendok takar dan

sediaan cair oral...

Alasan sikap responden tentang pemilihan sumber informasi obat

Peran apoteker menurut responden penelitian...

Pendapat responden terhadap obat cair yang telah disimpan lama

Variasi ukuran sendok makan dan sendok teh yang beredar di

(17)

xvii Tabel XVI.

dan sediaan cair oral...

Alasan tindakan responden memilih menggunakan sendok

makan atau sendok teh... 94

(18)

xviii Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Gambar 10. Gambar 11. Gambar 12. Gambar 13. Gambar 14. Gambar 15.

Tanda peringatan pada obat bebas terbatas…………...

Logo obat keras dan psikotropika………...

Logo obat narkotika…...

Alat ukur obat cair cup,sendok takar dan droppers……...

Alat takar obat cair dengan standar pengukuran yang telah

terkalibrasi………...

Skema teori Parsons………...

Skema teori Weber………...

Bagan ruang lingkup penelitian………...

Bagan pra penelitian dan pembuatan kuesioner………...

Bagan cara kerja pengambilan subyek penelitian ……...

Persentase obat cair oral berdasarkan bentuk sediaan di Apotek

Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito periode Juni – Juli

2010...

Persentase obat cair oral berdasarkan golongan obat menurut

Permenkes RI Nomor 949/Menkes/Per/IV/2000 di Apotek

Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito periode Juni – Juli

2010………...

Persentase Suplemen berdasarkan izin registrasi menurut

(19)

xix Gambar 16.

Gambar 17.

Gambar 18.

Gambar 19.

Gambar 20.

Gambar 21.

Gambar 22.

Gambar 23.

Gambar 24.

Gambar 25.

Persentase Ketersediaan Alat Bantu Ukur Dalam Kemasan

Obat Cair Oral di Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr.

Sardjito Periode Juni-Juli 2010...

Macam sendok takar yang ada di kemasan obat ...

Persentase jenis kelamin responden...

Persentase tingkat pendidikan responden...

Persentase jenis pekerjaan responden...

Persentase responden yang pernah menggunakan sediaan cair

oral bersendok takar...

Persentase jumlah responden yang membeli obat di loket

Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito Periode

Juni-Juli 2010...

Persentase jumlah responden yang konsultasi obat dengan

apoteker...

Hasil Survei Sendok Makan dan Sendok Teh yang Terdapat di

Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan,

Yogyakarta...

Gambar ukuran sendok takar dan volumenya yang beredar

dalam kemasan obat cair oral... 59

61

64

65

66

67

68

70

89

(20)

xx Lampiran 3

Lampiran 4

Lampiran 5

Lampiran 6

Lampiran 7

Lampiran 8

Lampiran 9

Lampiran 10

Daftar Obat Cair Oral Bulan Juni-Juli di Apotek Pelengkap

Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito ...

Kuesioner………..

Panduan wawancara responden dan apoteker...

Contoh kuesioner dengan jawaban………..

Hasil wawancara apoteker...

Permohonan Ijin Penelitian dari Fakultas …………...

Ijin penelitian dari Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP

Dr.Sardjito...

Hasil kuesioner……… 121

132

136

137

140

141

142

(21)

xxi

mengakibatkan pangambilan dosis tidak akurat. Penyebab utama kesalahan dosis yakni akibat ketidaktersedianya alat ukur dalam obat cair dan adanya kesalahan interpretasi yang berbeda pada pasien mengenai cara mengukur dengan alat takar.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengevaluasi ketersediaan dan penggunaan sendok takar dalam obat cair pada pengunjung apotek serta relevansi informasi penggunaan obat cair yang diberikan apoteker Apotek Pelengkap Kimia Farma Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian survai deskriptif melalui pendekatan kualitatif melalui kuesioner dan wawancara. Data dianalisis dengan statistik deskriptif sedangkan hasil wawancara dipaparkan sebagai data kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan perilaku penggunaan sendok takar sediaan obat cair pada pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma tergolong cukup baik dengan presentase pengetahuan (63,7%), sikap (65,8%), tindakan (70,9%). Ketersediaan obat cair yang menyertakan sendok takar dalam kemasan sebesar 57,5%. Informasi yang diberikan oleh apoteker pada saat menyerahkan obat cair oral mencakup nama obat, aturan penggunaan, dan peringatan.

(22)

xxii

doses. The main cause dose errors due to not avalaible for measurement of liquid medicines and a different misinterpretation from patients on how this measurement tools is used.

This study aims to identify and evaluate the availability and use of oral liquid medicine spoon of visitor of Kimia Farma Pharmacy Pharmacist Hospital Dr. Sardjito and information on the use of pharmacies as well as the relevance of a given oral liquid medicine.

This study is a non-experimental conducted with descriptive survey research design through a qualitative approach with questionnaires and interviews. Data were analyzed using descriptive statistics while the results of interviews presented as qualitative data.

The results shows the use of spoon and oral liquid medicine on visitors of Kimia Farma Pharmacy has been quite good with percentages of knowledge (63.7%), attitude (65.8%), action (70.9%). Availability of medicines that included its spoons liquid in the packaging are aprroximately 57.5%. Information provided by the pharmacist while delivery oral liquid medicine including name, use directions, and cautions (warnings).

(23)

1

A. Latar Belakang

Di Indonesia, penduduk yang mengalami keluhan kesehatan selama 1

bulan terakhir pada tahun 2008 sebanyak 33,24%. Upaya pencarian pengobatan

yang dilakukan masyarakat yang mengeluh sakit sebagian besar adalah

pengobatan sendiri (87,37%). Sisanya mencari pengobatan antara lain ke

puskesmas, paramedis, dokter praktik, dan rumah sakit (Departemen Kesehatan,

2008).

Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu pengobatan adalah

“dosis”. Secara sederhana, dosis yang berlebihan akan berbahaya karena

menimbulkan efek samping tertentu, sebaliknya dosis yang kurang juga akan

mengakibatkan tujuan pengobatan tidak tercapai.

Hal yang melatarbelakangi penelitian ini adalah pada penggunaaan alat

takar dan sediaan obat cair yang mempengaruhi ketepatan dosis. Dua penyebab

utama kesalahan dosis yakni akibat ketidaktersedianya alat ukur dalam obat cair

dan adanya kesalahan interpretasi yang berbeda pada pasien mengenai cara

mengukur dengan alat takar (Litovitz, 1992). Pengambilan volume yang tidak

tepat pada sediaan cair mengakibatkan pangambilan dosis yang tidak akurat.

Penggunaan sendok teh atau sendok makan sebagai alat pengukuran obat dalam

bentuk cair merupakan salah satu penyebab ketidakakuratan jumlah obat yang

(24)

Dari hasil penelitian terhadap 195 mahasiswa di Amerika ini dibuktikan

sebanyak 8,4% kekurangan dosis akibat penggunaan sendok medium dan sendok

teh dan 11,6% kelebihan dosis akibat penggunaan sendok makan. Hasil ini

dipercaya bahwa penggunaan sendok rumah tangga tidak sama volumenya dengan

sendok takar kemasan obat (Wansink dan van Ittersum, 2010).

Food and Drugs Administration (FDA) merekomendasikan tidak lagi

menggunakan peralatan dapur sebagai cara untuk mengukur dosis sediaan obat

cair. Jika ukuran sendok teh di sediaan obat cair sama seperti yang ada di pasaran

lebih atau kurang dari 5 ml, seseorang bisa terkompensasi kekurangan dosis atau

kelebihan dosis (Anonim, 2009a). Lebih aman dan efektif menggunakan sendok

takaran, dropper, dan dosis injeksi untuk menyalurkan obat cair daripada menakar

jumlah tuangan dosis dengan sendok rumah tangga (Wansink dan van Ittersum,

2010).

Berdasarkan keadaan ini maka diperlukan peranan apoteker untuk

memberi informasi lebih dalam mengenai penggunaan sendok takar dan sediaan

obat cair oral sehingga dapat meningkatkan kualitas pengobatan yang sedang

dijalani pasien.

Penelitian ini mengambil tempat di Apotek Pelengkap Kimia Farma (KF)

Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito, Yogyakarta. Apotek KF RSUP Dr.

Sardjito adalah salah satu apotek penunjang pelayanan medik yang berada di

RSUP Dr. Sardjito dibawah tanggung jawab Perseroan Terbatas Kimia Farma

Apotek. PT Kimia Farma Apotek bersama RSUP Dr Sardjito bekerja sama

(25)

yang terwujud dengan adanya Apotek KF RSUP Dr. Sardjito. Apotek KF RSUP

Dr. Sardjito dipilih sebagai tempat penelitian karena memiliki jumlah pengunjung

pasien rawat jalan yang membeli obat di loket KF hingga mencapai 130 orang per

hari selain itu ada pertimbangan bahwa Apotek KF RSUP Dr. Sardjito telah

memiliki Standard Operational Prosedure mengenai pelayanan kepada pasien di

tiap loket penyerahan obat dan tersedia 5 loket apotek yang tersebar di dalam

rumah sakit.

Dari uraian di atas mendorong peneliti untuk mengadakan survai penelitian terhadap ketersediaan sendok takar dan obat cair oral dan survei informasi apa saja yang diberikan apoteker yang ada di apotek rumah sakit serta mengevaluasi perilaku cara penggunaan sediaan cair oral pada pengunjung apotek rumah sakit.

1. Permasalahan

a. Berapakah persentase ketersediaan sendok takar yang terdapat pada

kemasan obat cair oral di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito ?

b. Bagaimana perilaku penggunaan sendok takar dan sediaan cair oral pada

rersponden berdasarkan hasil kuesioner di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito ?

c. Informasi apa saja yang diberikan apoteker terhadap responden mengenai

penggunaan sediaan cair oral yang menyertakan sendok takar di Apotek

KF RSUP Dr. Sardjito?

2. Keaslian penelitian

Penelitian survai mengenai sendok takar belum pernah dilakukan dan

(26)

ditelusuri oleh peneliti terkait penggunaan sendok takar sebelumnya secara

ekperimental pernah dilakukan berjudul:

a. Spoons Systematically Bias Dosing of Liquid Medicine (Wansink dan van

Ittersum, 2010).

b. The Accuracy And Quality Of Household Spoons And Enclosed Dosing

Devices Used In The Administration Of Oral Liquid Medications In Ghana

(Bayor, 2010).

c. Inaccurate Dosage; Result From The FIP-LPS Collaborative Study (Bica,

Farinha, 2005).

Penelitian yang dilakukan penulis ini berbeda dalam hal metode yaitu

non eksperimental berupa survai deskriptif yang mengevaluasi penggunaan obat

cair dan profil ketersediaan sendok takar serta informasi obat yang diberikan di

apotek.

3. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu:

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan ilmu pengetahuan

dan sebagai sumber referensi di bidang kesehatan dan komunitas sebagai

sumber kajian mengenai penggunaan sendok takar dan bentuk sediaan obat

cair oral yang tepat untuk masyarakat.

b. Manfaat praktis

Secara praktis hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan

(27)

takar pada masyarakat sehingga dapat meningkatkan perilaku pengobatan

yang rasional acuan bagi pihak apotek untuk memberi informasi dan edukasi

pada pasien terkait cara penggunaan sediaan cair secara benar dan tepat.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengevaluasi

ketersediaan dan penggunaan sendok takar dan bentuk sediaan cair oral pada

pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito.

2. Tujuan khusus

Dalam penelitian ini, tujuan khusus yang ingin dicapai adalah mengetahui:

a. persentase ketersediaan obat cair oral yang menyertakan sendok takar

dalam obat cair oral yang ada di Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP

Dr.Sardjito.

b. perilaku penggunaan sendok takar dan penggunaan sediaan cair oral pada

responden di Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr.Sardjito

berdasarkan hasil kuesioner

(28)

6

A. Penggolongan Obat di Indonesia

Obat yang beredar di Indonesia menurut Permenkes RI Nomor

949/Menkes/Per/IV/2000 digolongkan menjadi 5 golongan yaitu:

1. Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa

resep dokter, tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah

lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam (Direktorat Bina Farmasi

Komunitas Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2006).

Gambar 1. Logo obat bebas

2. Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi

masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter. Obat bebas terbatas

merupakan obat daftar W (Waarschuwing) dimana obat tersebut artinya harus

disertai tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas

terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam (Direktorat

Bina Farmasi Komunitas Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan,

2006).

Gambar 2. Logo obat bebas terbatas

Obat bebas terbatas mencantumkan tanda peringatan yang berupa empat persegi

panjang berwarna hitam berukuran panjang 5 cm, lebar 2 cm dan memuat

(29)

Gambar 3. Tanda peringatan pada obat bebas terbatas

3. Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter.

Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah

dengan garis tepi berwarna hitam. Obat keras juga disebut obat daftar G

(Gevaarlijk) artinya berbahaya jika pemakaiannya tidak berdasarkan resep

dokter (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Klinik Ditjen Bina Kefarmasian

dan Alat Kesehatan, 2006).

4. Menurut UU RI No. 5 tahun 1997 tentang psikotropika, obat psikotropika

adalah obat keras baik alamiah maupun sintetis bukan narkotik, yang

berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang

menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku (Direktorat

Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 1997a).

Gambar 4. Logo obat keras dan psikotropika

Menurut UU No. 22 tahun 1997, obat narkotika adalah obat yang berasal dari

tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat

menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,

(30)

ketergantungan (Direktorat Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat

Kesehatan, 1997b).

Gambar 5. Logo obat narkotik

5. Menurut Kepmenkes RI No. 347/Menkes/SK/VII/1990 obat wajib apotek

adalah obat keras yang dapat dibeli dengan resep dokter atau tanpa resep dokter

dengan jumlah tertentu oleh apoteker di apotek (Menteri Kesehatan RI, 1990b).

Obat Generik adalah obat dengan nama resmi International Non

Propietary names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku

standar lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya (Menteri Kesehatan RI,

2010). Obat generik ini dibagi menjadi generik berlogo dan generik bermerek

(branded generic). Obat Generik Berlogo adalah obat yang menggunakan nama

zat berkhasiatnya dan mencantumkan logo perusahaan farmasi yang memproduksi

kemasan obat sedangkan Obat Generik Bermerek adalah obat yang diberi merek

dagang oleh perusahaan farmasi yang memproduksinya.

Berdasarkan kegunaan, obat digolongkan untuk menyembuhkan

(terapeutic), mencegah (prophylactic) dan mendiagnosa (diagnostic). Berdasarkan

cara penggunaannya, obat dibagi menjadi pemakaian dalam (medicamentum ad

usum internum) melalui oral dengan tanda etiket putih dan pemakaian luar

(31)

B. Sediaan Cair Oral

Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat imia yang terlarut, misal terdispersi secara molekular dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling bercampur (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995).

Sediaan cair oral terdiri dari suspensi, sirup dan emulsi. Suspensi adalah

sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam

fase cair. Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia

yang terlarut. Emulsi adalah sistem dua fase, dimana salah satu fase terdispersi

dalam fase yang lain, dan terbentuk dalam bentuk tetesan kecil. Eliksir adalah

larutan oral yang mengandung etanol sebagai kosolven (Direktorat Jenderal

Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995).

Beberapa anjuran dalam menyimpan obat, yaitu : Tabel I. Cara penyimpanan obat dengan benar No. Cara penyimpanan

1. Simpan obat dalam kemasan asli dan dalam wadah tertutup rapat

2. Simpan obat pada suhu kamar dan terhindar dari sinar matahari langsung atau seperti yang tertera pada kemasan.

3. Simpan obat ditempat yang tidak panas atau tidak lembab karena dapat menimbulkan kerusakan.

4. Jangan menyimpan obat bentuk cair dalam lemari pendingin agar tidak beku, kecuali jika tertulis pada etiket obat.

5. Jangan menyimpan obat yang telah kadaluarsa atau rusak. 6. Jauhkan dari jangkauan anak-anak

(Direktorat Bina Farmasi Komunitas Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2006).

Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat, seperti yang dimaksud dalam

Farmakope Indonesia IV menyatakan bahwa wadah tertutup rapat harus

(32)

kehilangan, merekat, mencair atau menguapnya bahan selama penanganan,

pengangkutan, distribusi dan harus dapat ditutup rapat kembali. Penyimpanan

yang dari terlindung cahaya seperti yang dimaksud adalah wadah tidak tembus

cahaya dalam Farmakope Indonesia IV yaitu wadah harus dapat melindungi isi

dari pengaruh cahaya, dibuat dari bahan khusus yang bersifat menahan cahaya.

Tabel II. Aturan Penyimpanan Obat Menurut Farmakope Indonesia IV Aturan penyimpanan Suhu Penyimpanan

Dingin Tidak lebih dari 8°

Lemari pendingin antara 2° dan 8°

Lemari pembeku antara -20° dan -10°

Sejuk suhu antara 8° dan 15° bila perlu disimpan dalam lemari pendingin.

Suhu kamar antara 15° dan 30°

Hangat antara 30° dan 40°

Panas berlebih Di atas 40°

(Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995)

C. Penggunaan Sendok Takar dan Obat Cair Oral

Pada label produk sediaan obat cair akan menyarankan kepada pasien

sesuai aturan pakai menggunakan sendok teh atau sendok makan sebagai takaran

dosis. Ukuran kesetaraan dosis 5ml = 5cc = 1 sendok teh; 15ml = 15cc = 3

sendok teh = 1 sendok makan dan 30ml = 30cc = 2 sendok makan= 1 fluid ounce

(Maw, Son, Thompson, 2002a).

Berdasarkan atas hasil pengukuran bobot metrik yang dilakukan pada

tahun 1971, kesetaraan dosis obat itu dihitung dalam 5ml dosis dan British

Standard Pharmacopeia ukuran sendok 5ml itu diputuskan. Namun kapasitas

(33)

membuat dosis lebih akurat, setiap negara memproduksi ukuran sendok takar obat

yang sesuai (Maw, Sam, Thompson, 2002b).

American National Standart Institute menyatakan variasi ukuran sendok

teh di Amerika sebesar 4,93 ± 0,24 ml. Pengukuran volume obat cair

menggunakan sendok hanya diperbolehkan jika takaran sendok memperlihatkan

takaran sebesar 5 ml. Hal ini juga telah disetujui oleh United States Pharmacopeia

(Remington, 2006). Sendok teh yang beredar di masyarakat umumnya berkisar

2,5-9,7 ml (Matter, Markello,Yaffe, 1997; Kimminau, 1979). Menurut Farmakope

Indonesia III, sendok kecil volumenya 5 ml, sendok besar volumenya 15 ml

(Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1974).

Menggunakan peralatan dapur yang bukan merupakan perangkat

pengukuran yang sesuai dengan obat dapat mengakibatkan pemberian dosis yang

salah, terlalu banyak atau terlalu sedikit obatnya. Misalnya, sendok makan besar

dapat memegang dua kali cairan sebanyak ukuran sendok makan dari yang ada di

takaran obat (Wang, 2008).

Gambar 6. Alat ukur obat cair seperti cup,sendok takar dan droppers

(Bayor, Kipo, Kwakye, 2010).

Pada beberapa kasus ditemukan sendok makan, sendok teh, cup, yang

rata-rata 25% lebih besar kapasitasnya daripada kuantitasnya secara teori yang

(34)

droppers obat, sendok teh yang terkalibrasi ukuran 5ml, gelas obat (Remington,

2006).

Gambar 7. Alat takar Obat Cair dengan Standar Pengukuran yang telah terkalibrasi

(Remington, 2006)

Pemberian obat cair oral dalam suatu pengobatan pada pasien harus

memenuhi beberapa langkah yang tepat dalam pemberian. Hal ini untuk

mengantisipasi potensi kesalahan dosis obat yang diberikan, yang harus

dipersiapkan adalah:

1. mengidentifikasi ukuran yang diinginkan pada sendok takar obat. Jika sudah

ditemukan kemudian tandai dosis dengan pena untuk meyakinkan ukuran garis

takar.

2. mengocok terlebih dahulu obat cair oral

3. memegang tegak sendok takar obat cair oral

4. menuangkan obat cair ke dalam sendok takar dengan benar dengan melihat

tanda batas garis di samping sendok sebagai panduan.

5. melakukan pengecekan level takaran dengan mengangkat sendok takar ke arah

sejajar dengan mata untuk menyamakan level takaran sendok takar. Sebelum

diberikan obat cair yang dituang harus diyakinkan bahwa tidak melebihi dari

(35)

6. membilas sendok takar obat dengan air hangat setelah selesai digunakan

(Anonim, 2008).

FDA menganjurkan penggunaan sendok takar atau syringe dalam

pemberian obat cair oral yang berbentuk suspensi untuk mengurangi efek samping

yang mungkin timbul dari zat yang terkandung dalam obat (Waknine, 2008).

D. Pengobatan Sendiri

Perawatan sendiri atau self care adalah proses perawatan kesehatan yang

terdiri dari peningkatan kesehatan, pengambilan keputusan, pencegahan,

penyidikan, dan penyembuhan penyakit yang dikelola oleh diri sendiri

sepenuhnya (Holt dan Hall, 1990).

Suatu survei di Amerika menyebutkan bahwa terjadi peningkatan

perilaku pengobatan mandiri di kalangan masyarakat dengan beberapa

parameter yaitu:

1. tingkat kepuasan konsumen terhadap keputusan mereka sendiri dalam

mengatasi masalah kesehatannya

2. kecenderungan melakukan pengobatan sendiri dengan obat tanpa resep untuk

mengatasi gejala yang dirasakan dan penyakit ringan yang umum diderita

3. keyakinan bahwa obat tanpa resep aman digunakan apabila dipakai sesuai

petunjuk

4. keinginan agar beberapa obat yang saat ini harus diperoleh dengan resep

(36)

5. kesadaran membaca label sebelum memilih dan menggunaan obat tanpa resep,

terutama mengenai aturan pakai dan cara pakai serta efek samping obat

(Pal, 2002).

Obat yang dapat diserahkan tanpa resep menurut Permenkes

919/MENKES/PER/X/1993 harus memenuhi kriteria:

1. tidak dikontra indikasikan untuk wanita hamil, anak di bawah umur 2 tahun

dan orang tua di atas 65 tahun.

2. pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko pada

kelanjutan penyakit.

3. penggunaannya tidak memerlukan cara dan alat khusus yang harus dilakukan

oleh tenaga kesehatan.

4. penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di

Indonesia.

5. obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dipertanggung jawabkan

untuk pengobatan sendiri (Menteri Kesehatan RI, 1993a).

E. Apotek

Berdasarkan Kepmenkes No. 1027 tahun 2004, Apotek adalah tempat

tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi,

perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Seiring berkembangnya zaman,

apotek menjadi salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu

mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

Pelayanan kesehatan yang dimaksukan mencakup pelayanan kefarmasian

(37)

Menurut Kepmenkes No. 1027 tahun 2004, pelayanan kefarmasian

(pharmaceutical care) adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung

profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup

pasien (Direktorat Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2004a).

Pengelolaan apotek menurut Permenkes No:922/Menkes/PER/X/1993

tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pemberian Ijin Apotik, pengelolaan apotek

meliputi:

1. pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk campuran,

penyimpanan

2. pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi

lainnya.

3. pelayanan informasi mengenai perbelakan farmasi (Menteri Kesehatan RI,

1993b).

F. Peran Apoteker di Apotek

Menurut Kepmenkes No. 1027 tahun 2004, apoteker harus memberikan

konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan

lainnya sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan

terhindar dari bahaya penyalahgunaan satau penggunaan salah sediaan farmasi

atau perbekalan kesehatan lainnya (Direktorat Jendral Pelayanan Kefarmasian dan

Alat Kesehatan, 2004a). Farmasis adalah role penyedia pelayanan informasi obat

(38)

Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah

dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. Informasi obat pada

pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan

obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus

dihindari selama terapi (Hartini dan Sulasmono, 2007). Proses komunikasi

diantara Farmasis dan pasien mempunyai 2 fungsi yaitu:

1. membangun relasi antara tenaga kesehatan dan pasien.

2. menyediakan pertukaran informasi yang diperlukan untuk mengakses kondisi

pasien menurut penuturan pasien itu sendiri, kemudian Farmasis

mengimplementasikan terhadap treatment problem kesehatan pasien yang

diterima dan Farmasis akan mengevaluasi efek dari treatment jika diberikan

pada kualitas hidup pasien (Tindall, Beardsley, Kimberlin, 1994).

Informasi yang diterima pasien mengenai obat, khususnya obat dengan

resep hanya bisa diperoleh dari dokter dan petugas penyerah obat di apotek,

dengan tanggung jawab terbesar mengenai informasi berada di apotek sebagai

komponen pelayanan kesehatan terakhir yang berinteraksi langsung dengan pasien

(39)

G. Pelayanan Informasi Obat

Pelayanan informasi obat adalah suatu kegiatan untuk memberikan

pelayanan informasi obat yang akurat dan obyektif dalam hubungannya dengan

perawatan konsumen. Individu yang dapat mengajukan pertanyaan adalah seluruh

pengelola dan pengguna obat yaitu: dokter, apoteker, asisten apoteker, dan

perawat. Informasi yang diperlukan oleh konsumen paling tidak mencakup dua

hal, yaitu informasi mengenai jenis penyakit dan pengobatannya serta informasi

tentang obat yang diberikan oleh konsumen (Pratiwiningsih, 2008). PIO

(Pelayanan Informasi Obat) didefinisikan sebagai kegiatan penyediaan dan

pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, komprehensif,

terkini oleh apoteker kepada pasien, masyarakat maupun pihak yang memerlukan

(Anonim, cit Ikasari, 2008).

Apoteker adalah sumber utama informasi obat bagi dokter, perawat,

pasien dan profesional kesehatan lainnya. Informasi obat harus dievaluasi oleh

Apoteker guna memastikan penggunaan obat yang aman dan efektif. Pasien

membutuhkan informasi tentang obat mereka misalnya hubungan obat dengan

penyakitnya, cara penggunaan obat, cara penyimpanan, efek samping serta cara

menangani efek samping, cara memantau efek obat (Siregar, 2006).

Suatu sistem pelayanan kesehatan dapat menyediakan obat bermutu

tinggi tetapi jika obat yang digunakan tidak tepat, maka pasien mengabaikan

manfaat atau bahkan menimbulkan efek merugikan. Meskipun akses kepada

(40)

obat yang benar dapat menjadi persyaratan dasar penggunaan obat yang rasional

(Siregar, 2006).

Menurut Kepmenkes No. 1027 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan

Kefarmasian di Apotek mengenai informasi obat disebutkan bahwa Apoteker

harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat,

tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien

sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu

pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama

terapi. Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan

pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti

kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya (Direktorat

Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2004a).

Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi,

pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki

kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya

penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit

tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya,

apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan (Direktorat Jendral

Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2004a).

Menurut Kepmenkes Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar

Pelayanan Farmasi Rumah Sakit. Kegiatan dalam pelayanan informasi obat antara

lain memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif dan

(41)

surat atau tatap muka, membuat buletin, leaflet, label obat (Direktorat Jendral

Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2004b).

Pemberian informasi obat mungkin tidak semua harus dikemukakan, tapi

setidaknya pasien harus diingatkan efek sampingnya. Alasan didatangai banyak

pasien bukan alasan yang dapat dibenarkan secara hukum untuk tidak

memberikan informasi yang benar kepada pasien (Vries, 1994).

Tabel III. Enam hal informasi minimal yang harus diberikan kepada pasien 1 Efek obat mengapa obat itu diperlukan; gejala mana yang akan hilang dan

mana yang tidak, kapan efek obat diharapkan mulai terlibat atau

terasa; apa yang akan terjadi jika obat diminum dengan cara tidak

benar

2 Efek samping efek samping apa yang mungkin timbul; bagaimana

mengenalinya; berapa lama akan berlangsung, seberapa parah;

apa yang harus dilakukan

3 Instruksi bagaimana cara meminum obat, kapan meminum, berapa lama

pengobatan berlangsung, bagaimana cara menyimpan, apa yang

dilakukan jika lupa meminum obat

4 Peringatan kapan minum obat harus dihentikan, berapa dosis terbanyak,

mengapa obat harus diminum sampai habis

5 Kunjungan

berikutnya

kapan pasien harus kembali

6 Sudah jelaskah

semuanya

menanyakan apakah sudah dimengerti pasien, minta pasien

mengulang informasi

(Vries, 1994).

Pelayanan informasi obat kepada pasien tidak lepas dari peran seorang

farmasis. Farmasis, sebagaimana halnya tenaga kesehatan lainnya bertanggung

jawab untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan terapi obat yang tepat, efektif,

(42)

H. Pharmaceutical Care

Pharmaceutical care dideskripsikan yaitu bagaimana farmasis dapat

berkontribusi untuk meningkatkan outcome terapi pengobatan pasien sehingga dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas (Sexton, Nickless, Green, 2006).

Pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian adalah suatu praktek yang

dilakukan dengan tanggung jawab kepada kebutuhan yang berhubungan obat individu pasien dan diselenggarakan berdasarkan komitmen tanggung jawab tersebut. Tanggung jawab tersebut dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu: (1) menjamin semua terapi yang diterima oleh individu pasien sesuai (appropriate), paling efektif (the most effective possible), paling aman (the safest available), and praktis (convenient enough to be taken as indicated); (2)

mengidentifikasi, memecahkan, dan mencegah permasalahan berhubungan terapi dengan obat yang menghambat pelaksanaan tanggung yang pertama (Strand, Morley, Cipolle, 2004 dan Rovers, Currie, Hagel, McDonough, Sobotka, 2003).

Program pharmaceutical care dapat menurunkan kejadian merugikan pada penggunaan obat, terutama obat untuk penyakit jangka panjang. Dilaporkan pharmaceutical care meningkatkan kesadaran pasien akan efek merugikan dari

(43)

I. Perilaku

Perilaku manusia (human behavior) sebagai reaksi yang dapat bersifat

sederhana maupun bersifat kompleks. Perilaku manusia adalah semua kegiatan

atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak

dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2002). Perilaku manusia merupakan

hasil segala macam pengalaman serta interaksi manusia yang terwujud dalam

bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan

respon atau reaksi seseorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar

maupun dari dalam dirinya (Sarwono, 1997).

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang atau

organisme terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem

pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Batasan ini mempunyai dua

unsur pokok, yakni respon dan stimulus atau perangsangan (Notoatmodjo, 2002).

Respon atau reaksi manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi, dan

sikap), maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau practice), sedangkan

stimulus atau rangsangan di sini terdiri atas 4 unsur pokok, yakni sakit dan

penyakit, sistem pelayanan kesehatan, dan lingkungan (Notoatmodjo, 2002).

Perilaku kesehatan melibatkan banyak faktor, Green (cit., Notoadmodjo,

2002) menyebutkan perilaku kesehatan dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu:

1. Faktor predisposisi (predisposing factor)

Faktor-faktor ini merupakan faktor yang dapat mempermudah

(44)

pengetahuan, sikap, persepsi, keyakinan, dan nilai. Hal tersebut dapat menjadi

motivasi/pemicu seseorang atau kelompok untuk bertindak.

2. Faktor pendukung (enabling factor)

Faktor-faktor ini adalah faktor yang mendukung/memungkinkan

terwujudnya perilaku kesehatan. Hal-hal yang termasuk dalam faktor pendukung

adalah ketersediaan sarana-prasarana/fasilitas kesehatan bagi masyarakat.

3. Faktor penguat (reinforcing factor)

Hal-hal yang termasuk dalam faktor penguat adalah sikap dan perilaku

tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku petugas kesehatan termasuk

juga Undang-Undang kesehatan dari pusat atau daerah. Menurut Teori Parsons,

perilaku merupakan tahapan lanjutan adanya sistem sosial, sistem budaya, dan

sistem kepribadian (Sarwono, 1997).

Gambar 8. Skema teori Parsons (Sarwono, 1997)

1. Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan yang dicakup di

dalam domain kognitif mempunyai 5 tingkatan, yakni:

a.Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

Sistem Sosial Sistem Budaya

(45)

kembali terhadap suatu yang spesifik atas seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima.

b.Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

secara benar.

c.Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata atau sebenarnya.

d.Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur

organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e.Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian

terhadap suatu materi (Notoatmodjo, 2002).

2. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup seseorang

terhadap suatu stimulus atau obyek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau

aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu

masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah

(46)

Mengikuti skema triadik, struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang

saling menunjang yaitu komponen kognitif (cognitive), komponen afektif

(affective), dan komponen konatif (conative). Komponen kognitif merupakan

representasi yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen afektif

merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional, dan komponen konatif

merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang

dimiliki oleh seseorang (Azwar, 2007).

Menurut Allport (1954) seperti yang dikutip oleh Notoadmojo (2002),

sikap mempunyai pokok, yakni:

a. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek

b. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap sesuatu

c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

Sikap mencakup 4 tingkatan yaitu menerima (receiving), merespon (responding),

menghargai (valuing), dan bertanggung jawab (responsible) (Notoadmodjo,

2002).

3. Tindakan

Tindakan dilakukan untuk memenuhi suatu kebutuhan. Terdapat dua

kondisi yang memacu tindakan untuk pemenuhan kebutuhan, yaitu intrinsic

motivation dan extrinsic motivation. Aspek dalam diri meliputi potensi,

kemampuan, ketrampilan,koordinasi motorik, pengalaman masa lalu, pelaksanaan

(47)

Tindakan pada dasarnya didasari oleh adanya stimulus, hal inisesuai teori Weber

(Sarwono, 1997). Teori Weber dapat digambarkandengan skema:

Gambar 9. Skema teori Weber (Sarwono, 1997)

J. Registrasi Sediaan Farmasi

Menurut PerMenKes RI Nomor 949/Menkes/VI/2000 tentang registrasi obat jadi

yang menjadi pertimbangan registrasi obat jadi dinyatakan sebagai berikut:

Untuk melindungi masyarakat dari peredaran obat jadi yang tidak memenuhi persyaratan khasiat, keamanan, mutu dan kemanfaatannya (Menteri Kesehatan RI, 2000)

1. Kode Nomor Pendaftaran Obat Jadi

Nomor pendaftaran untuk Obat terdiri dari 15 digit yaitu 3 digit pertama

berupa huruf dan 12 digit sisanya berupa angka. Tiga (3) digit yang pertama

mempunyai arti sebagai berikut :

a. Digit ke-1 menunjukkan jenis atau kategori obat,seperti :

D  berarti Obat dengan merek dagang (Paten)

G  berarti obat dengan nama generik

b. Digit ke-2 menunjukkan golongan obat, seperti :

B  berarti golongan obat bebas

T  berarti golongan obat bebas terbatas

K  berarti golongan obat keras

P  berarti golongan obat Psikotropika Stimulus

Individu Pengalaman Persepsi Pemahaman Penafsiran

(48)

N  berarti golongan obat Narkotika

c. Digit ke-3 menunjukkan lokasi obat tersebut di produksi atau tujuan

diproduksinya obat tersebut, seperti :

L berarti obat tersebut diproduksi di dalam negeri atau yang

diproduksi dengan lisensi.

I berarti obat diproduksi di luar negeri atau obat impor.

X berarti obat yang dibuat dengan tujuan khusus atau program

khusus,misalnya obat-obat untuk program keluarga berencana.

Contoh - contoh arti kode nomor pendaftaran obat sebagai berikut :

a. DBL  Golongan obat bebas dengan nama dagang (Paten) produksi

dalam negeri atau lisensi.

b. DTL  Golongan obat bebas terbatas dengan nama dagang (Paten)

produksi dalam negeri atau lisensi.

c. GKL  Golongan obat keras dengan nama generik produksi dalam negeri

atau lisensi.

d. DKL  Golongan obat keras dengan nama dagang (paten) produksi dalam

negeri atau lisensi.

e. DKI  Golongan obat keras dengan nama dagang (paten) produksi luar

negeri atau impor.

f. GPL  Golongan obat psikotropika dengan nama generik produksi dalam

negeri atau lisensi.

g. DPL  Golongan obat psikotropika dengan nama dagang (paten) produksi

(49)

h. DPI Golongan obat psikotropika dengan nama dagang (paten) produksi

luar negeri atau impor.

i. GNL  Golongan obat narkotika dengan nama generik produksi dalam

negeri atau lisensi.

j. DNL  Golongan obat narkotika dengan nama dagang (paten) produksi

dalam negeri atau lisensi.

k. DNI  Golongan obat narkotika dengan nama dagang (paten) produksi

luar negeri atau impor.

l. DKX  Golongan obat keras dengan nama dagang (paten) untuk program

khusus (Menteri Kesehatan RI, 2000).

2. Kode Nomor Pendaftaran Obat Tradisional

Menurut PerMenKes RI Nomor 246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin

Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional , dinyatakan

sebagai berikut:

Untuk melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang dapat mengganggu dan merugikan kesehatan perlu dicegah beredarnya obat tradisional yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, kegunaan dan mutu antara lain dengan pengaturan, perizinan dan pendaftaran (Menteri Kesehatan RI, 1990a)

Nomor pendaftaran obat tradisional terdiri dari 11 digit yaitu 2 (dua) digit

pertama berupa huruf dan 9 (sembilan) digit kedua berupa angka. Digit ke-1

menunjukkan obat tradisional, yaitu dilambangkan dengan huruf T. Digit ke-2

menunjukkan lokasi obat tradisional tersebut diproduksi. Kode nomor pendaftaran

(50)

1. TR  obat tradisional produksi dalam negeri

2. TL  obat tradisional produksi dalam negeri dengan lisensi

3. TI  obat tradisional produksi luar negeri atau impor

4. BTR  obat tradisional yang berbatasan dengan obat produksi dalam negeri.

5. BTL  obat tradisional yang berbatasan dengan obat produk dalam

negeri dengan lisensi.

6. BTI  obat tradisional yang berbatasan dengan obat produksi luar

negeriatau impor.

7. SD  Suplemen makanan produksi dalam negeri

8. SL  Suplemen makanan produksi dalam negeri dengan lisensi

9. SI  Suplemen makanan produksi luar negeri atau impor (Menteri

Kesehatan RI, 1990a)

3. Kode Nomor Pendaftaran Makanan dan Minuman

Nomor pendaftaran makanan dan minuman terdiri dari 14 digit yaitu 2

(dua) digit pertama berupa huruf sedangkan 12 digit berikutnya berupa

angka.Huruf pada digit pertama menunjukkan Makanan atau Minuman dan

dilambangkan dengan huruf M, sedangkan huruf pada digit ke-2 menunjukkan

lokasi makanan atau minuman tersebut diproduksi. Contoh kode nomor

pendaftaran makanan atau minuman sebagai berikut :

1. MD  makanan atau minuman produksi dalam negeri atau lisensi.

(51)

3. BMD produk makanan atau minuman yang berbatasan dengan obat,

produksi dalam negeri atau lisensi.

4. BML  produk makanan atau minuman yang berbatasan

dengan obat, produksi luar negeri atau impor (Menteri Kesehatan RI, 1990a).

Kode BMD dan BML sekarang tidak digunakan lagi untuk makanan atauu

minuman tetapi telah digantikan dengan kode untuk suplemen makanan seperti

telah dijelaskan sebelumnya. Bagi industri rumah tangga yang telah mengikuti

penyuluhan, akan diberi Sertifikat Penyuluhan dan untuk makanan atau minuman

yang diproduksinya akan diberi kode nomor pendaftaran SP (Sertifikat

Penyuluhan) yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Propinsi (Menteri Kesehatan

RI, 1990a).

Keterangan Empiris

Penelitian ini bersifat deskriptif untuk memberi gambaran mengenai

ketersediaan takaran dalam produk obat cair oral, ketersediaan informasi yang

diberikan oleh apoteker terkait cara penggunaan sediaan obat cair oral,

memaparkan gambaran informasi perilaku penggunaan sendok takar dan

penggunaan sediaan obat cair yang dikonsumsi pasien pengunjung apotek melalui

(52)

30

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian tentang evaluasi ketersediaan dan perilaku penggunaan

sendok takar bentuk sediaan cair oral pada pengunjung Apotek KF RSUP Dr.

Sardjito termasuk dalam jenis penelitian non-eksperimental atau observasional.

Penelitian observasional merupakan penelitian dengan melakukan pengamatan

terhadap sejumlah variabel subjek menurut keadaan yang apa adanya, tanpa

intervensi dari peneliti (Pratiknya, 1993).

Berdasarkan setting tempat, penelitian ini dilakukan di komunitas yaitu apotek. Berdasarkan setting waktu penelitian ini termasuk dalam penelitian prospektif. Berdasarkan cara dan waktu pengambilan sampel, penelitian ini

termasuk dalam penelitian deskriptif dengan studi cross-sectional. Peneliti

melakukan observasi atau “memotret” frekuensi dan karakter serta paparan faktor

penelitian pada saat tertentu saja dan setiap subyek hanya dikenai satu kali

observasi.

Rancangan penelitian ini adalah survei deskripif melalui pendekatan

kualitatif yang didesain untuk memberi suatu gambaran secara mendalam mengenai fenomena yang ditemukan serta tidak melakukan analisis terhadap

hubungan antar variabel penelitian. Penelitian ini dilakukan untuk mengumpulkan

informasi tentang kedaan-keadaan nyata sekarang atau sementara yang bersifat

(53)

Metode pengambilan sampel dilakukan secara sampling dengan kuota

non random untuk mengambil subyek penelitian (Sevilla, Ochave, Punsalam, Regala, Uriarte, 1993). Cara melakukannya adalah dengan menetapkan dasar jumlah sampel yang diperlukan, kemudian menetapkan jumlah yang diinginkan,

maka jumlah tersebut dijadikan dasar untuk mengambil unit sampel yang

diperlukan (Riduwan, 2008). Metode pengumpulan data dilakukan dengan survei

langsung kepada pengunjung apotek dan apoteker yang ada di apotek

menggunakan wawancara terstruktur dan pengisian kuesioner.

B. Ruang Lingkup Penelitian

Gambar 10. Ruang Lingkup penelitian Evaluasi Ketersediaan dan Penggunaan Sediaan Obat pada Pegunjung Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito Periode Juni-Juli 2010

Evaluasi Ketersediaan Dan Penggunaan Sediaan Sachet Serbuk Pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma, RSUP Dr. Sardjito Evaluasi Ketersediaan Dan Perilaku Penggunaan Sendok Takar Sediaan Cair Oral Pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma, RSUP Dr.

Sardjito

Evaluasi Ketersediaan Dan Perilaku Penggunaan Sediaan Obat Pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma, RSUP Dr. Sardjito

Evaluasi Ketersediaan Dan Perilaku Penggunaan Tetes Telinga Pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma, RSUP Dr. Sardjito Evaluasi Ketersediaan Dan Perilaku Penggunaan Tetes Mata Pada

(54)

Penelitian mengenai evaluasi ketersediaan dan cara penggunaan sendok

takar bentuk sediaan cair oral pada pengunjung Apotek KF RSUP Dr. Sardjito

merupakan salah satu penelitian yang diadakan bersama serangkaian penelitian

lain, dengan ulasan topik tentang ”Evaluasi Ketersediaan Dan Penggunaan Sediaan Obat Pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma, RSUP Dr.

Sardjito”. Penelitian tersebut terdiri dari 5 pokok bahasan dan 5 penelitian sosial. Lima penelitian tersebut dikerjakan bersama-sama oleh 5 peneliti yang berbeda.

C.Definisi Operasional 1. Ketersediaan meliputi:

a. Ketersediaan informasi adalah informasi yang diberikan oleh Apoteker

Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito ataupun informasi yang diterima pengunjung

Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito mengenai cara penggunaan sendok takar dan

penggunaan sediaan cair oral.

b. Ketersediaan barang meliputi jumlah produk obat cair oral yang disertai

dengan sendok takar yang tersedia di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito pada

periode Juni-Juli 2010.

2. Cara penggunaan meliputi penggunaan sendok takar obat, cara penuangan

sediaan ke dalam sendok takar, lama pemakaian obat cair, cara

penyimpanan, cara pembersihan sisa obat.

3. Sediaan cair oral yang diteliti meliputi sirup, emulsi, suspensi dan eliksir.

4. Pengambilan sampel penelitian dilakukan di loket bagian Unit Gawat

(55)

yang melayani resep untuk pasien rawat jalan, rawat inap, dan resep umum

dari luar sarjito. Loket ini difasilitasi untuk beroperasi selama 24 jam dan

terbuka untuk pengunjung umum yang membeli obat dengan resep maupun

non resep.

5 Pendataan ketersediaan obat dan sendok takar dalam obat cair dilakukan di

seluruh loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito yaitu loket UGD, IRJ, POLI,

INDUK, dan BANGSAL

6. Responden adalah pengunjung apotek yang merupakan pasien rawat jalan

RSUP Dr.Sardjito dan masyarakat umum yang datang ke loket Apotek KF

RSUP Dr. Sardjito selama penelitian berlangsung yang pernah menggunakan sediaan obat cair oral dengan sendok takar, namun tidak harus responden membeli sediaan cair oral di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito pada waktu penelitian berlangsung. Responden harus memenuhi kriteria inklusi-eksklusi dan bersedia terlibat dalam penelitian ini.

7. Pasien rawat jalan adalah pasien yang tidak dirawat secara intensif di rumah sakit, berobat ke rumah sakit ketika ada keluhan tertentu, secara berkala datang ke rumah sakit untuk menerima pengobatan.

8. Apoteker adalah apoteker pendamping yang sedang bertugas saat penelitian berlangsung di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito.

9. Teknik pemberian informasi oleh apoteker adalah secara aktif dan pasif. Kegiatan PIO berupa penyediaan dan pemberian informasi obat yang

bersifat aktif atau pasif. Pelayanan bersifat aktif apabila apoteker pelayanan

(56)

pertanyaan melainkan secara aktif memberikan informasi obat, misalnya

penerbitan buletin, brosur, leaflet, seminar dan sebagainya. Pelayanan

bersifat pasif apabila apoteker pelayanan informasi obat memberikan

informasi obat sebagai jawaban atas pertanyaan yang diterima (Anonim, cit

Ikasari, 2008).

10. Sendok teh dan sendok makan yang disurvei adalah sendok yang terdapat di Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Yogyakarta.

11. Aspek pengetahuan adalah pemahaman pengunjung apotek sebagai responden mengenai penggunaan obat cair oral dan penggunaan sendok takar secara

tepat yang mereka yakini kebenarannya dari berbagai sumber yang dinilai

dengan pemberian kuesioner dan wawancara secara langsung.

12. Aspek sikap adalah respon evaluatif responden terhadap penggunaan obat cair oral dan sendok takar yang mereka yakini kebenarannya dari

pengetahuan yang mereka miliki yang dinilai dengan pemberian kuesioner

dan wawancara secara langsung.

13. Aspek tindakan adalah hal-hal yang dilakukan oleh responden dalam penggunaan obat cair oral dan sendok takar yang dinilai dengan pemberian

kuesioner dan wawancara secara langsung.

14. Sebagai pengambilan tingkat pengetahuan, ikap, dan tindakan dikatakan baik apabila responden mengetahui sebagian besar atau seluruhnya dengan skor

jawaban responden >75%; tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan

dikatakan sedang (cukup baik) apabila responden mengetahui sebagian

(57)

tindakan dikatakan kurang baik apabila responden mengetahui sebagian

kecil dengan skor jawaban responden <40% (Pratomo., cit Ganie, 2009).

15. Periode Juni-Juli 2010 yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu tanggal 14 Juni 2010 - 10 Juli 2010.

D. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito untuk kegiatan

survei wawancara dan pemberian kuesioner yang berlokasi di loket Unit Gawat

Darurat (UGD). Loket UGD dipilih karena merupakan loket yang melayani resep

rawat jalan maupun rawat inap untuk obat-obatan dengan ataupun tanpa resep.

Penelitian dilakukan setiap hari Senin sampai Sabtu, pada pukul 08.00-15.00

WIB, dimulai dari tanggal 14 Juni 2009 sampai 10 Juli 2010.

E. Subyek Penelitian

Subyek penelitian meliputi pengunjung apotek dan apoteker seperti yang

telah dijelaskan di definisi operasional. Subyek penelitian ini selanjutnya disebut sebagai responden. Responden harus memenuhi kriteria-kriteria yang menjadi batasan dalam penelitian.

Kriteria inklusi adalah subjek berusia minimal 17 tahun, jenis kelamin pria

atau wanita, merupakan pengunjung Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito periode

Juni-Juli 2010 yang pernah membeli sediaan cair oral disertai sendok takar di dalam

kemasan baik di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito maupun di Apotek luar.

(58)

dengan informed-consent. Apoteker adalah apoteker pendamping yang sedang bertugas pada periode Juni-Juli 2010. Responden dan apoteker yang bersedia bekerja sama berdasarkan persetujuan dengan informed-consent. Kriteria eksklusi adalah pengunjung dan apoteker Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito yang tidak

bersedia bekerja sama untuk memberikan informasi dalam penelitian. Subjek

penelitian selanjutnya disebut sebagai responden.

F. Sampel dan Populasi

Penetapan jumlah sampel yang ingin ditelliti, untuk populasi kecil atau

lebih kecil dari 10.000 menurut Notoadmojo (2005) dengan rumus 1.

N n = ---

1 + N (d)2

Rumus 1. Besar sampel yang akan dilibatkan dalam penelitian.

Keterangan: N = besar Populasi ; n = besar Sampel; d = nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan (0,05) (Sevilla, Ochave, Punsalam, Regala, Uriarte, 1993).

Dalam penelitian ini sampel yang akan terlibat sebesar : 130

n = --- = 98 1 + 130 (0,05)2

N = besar populasi pengunjung Apotek yang membeli sediaan obat cair bersendok takar rata-rata dalam 1 bulan

n = besar sampel penelitian

(59)

Jumlah sampel dihitung dari populasi pengunjung apotek loket UGD

dalam 1 bulan yang membeli sediaan cair oral yang menyertakan sendok takar di

kemasan pada bulan Maret 2010.

Jumlah sampel ditambahkan 10% untuk mengatasi adanya drop out

(Sastroasmoro, Ismael, 2010) menjadi = 10% x 98 = 9,8 sampel ≈ 10 sampel.

Jumlah sampel = 108 sampel.

Untuk survei ketersediaan sendok makan dan sendok teh yang beredar di

masyarakat maka peneliti melakukan survei di lingkungan sekitar peneliti yakni

di kelurahan Ngupasan. Populasi sendok teh dari berbagai jenis yang berbeda

didapatkan 32 macam sedangkan

Gambar

Gambar 4. Logo obat keras dan psikotropika
Tabel I. Cara penyimpanan obat dengan benar
Tabel II. Aturan Penyimpanan Obat Menurut Farmakope Indonesia IV
Gambar 6. Alat ukur obat cair seperti                cup,sendok takar dan droppers  (Bayor, Kipo, Kwakye, 2010)
+7

Referensi

Dokumen terkait

 static : keyword ini berfungsi untuk memberi tahu kompiler bahwa method main bisa langsung digunakan dalam contex class yang bersangkutan.

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas Karya Tulis Ilmiah ini. Penulisan Karya Tulis

Berdasarkan Analisis Variasi Klasifikasi Tunggal diambil nilai Mean Square Error.. (MSE) dan nilai Degree of freedom (df) MSE = 0.12 df

(4) Narasumber dalam pelaksanaan Forum SKPD adalah Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau unit kerja Kabupaten, Kepala dan para Pejabat Bappeda, Anggota DPRD

Kombinasi perlakuan polybag ukuran sedang dengan media campuran tanah dan pasir dapat diaplikasikan untuk ke- giatan budidaya pandan wong karena se- lain mempunyai

4 Mengidentifikasi letak suatu benda, Siswa bisa melengkapi kalimat dengan Memahami arah preposisi yang benar untuk menyebutkan Hometown letak benda sesuai gambar

Menurut servei yang dilakukan penulis, kebanyakan anak usia 6-12 tahun cenderung merasa cemas sewaktu melakukan pencabutan gigi. Observasi yang telah penulis lakukan

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukan di atas, maka rumusan masalah yang akan diungkap pada penelitian ini adalah “Bagaimana bentuk tes piktorialyang digunakan