SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh : Diana Novitasari NIM : 078114034
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
ii SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh : Diana Novitasari NIM : 078114034
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iii SKRIPSI
Presented as Partitial Fulfilment of the Requirement to Obtain Sarjana Farmasi (S.Farm)
In Faculty of Pharmacy
By: Diana Novitasari NIM : 078114034
FACULTY OF PHARMACY SANATA DHARMA UNIVERSITY
iv
APOTEK PELENGKAP KIMIA FARMA RSUP Dr. SARDJITO
YOGYAKARTA PERIODE JUNI-JULI 2010
Skripsi yang diajukan oleh : Diana Novitasari NIM: 078114034
telah disetujui oleh:
tanggal: 29 November 2010
vi
Cintailah banyak hal, karena di situlah terletak kekuatan
sesungguhnya. Mereka yang mencintai banyak-banyak akan
mampu melakukan dan mencapai banyak hal.
Dan apapun yang dikerjakan atas nama cinta, pasti terselesaikan
dengan baik.
K uper sem ba hkan k ar y a seder ha na ini bagi:
Jesus Chr ist, m y sa vior
K edua or ang tua ku ter cinta
Adikku ter sa y a ng
Saha ba t da n tem an-tem anku
vii
Nama : Diana Novitasari
Nomor Mahasiswa : 07 8114 034
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
EVALUASI KETERSEDIAAN DAN PERILAKU PENGGUNAAN SENDOK TAKAR SEDIAAN CAIR ORAL PADA PENGUNJUNG APOTEK KIMIA FARMA RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE JUNI – JULI 2010 beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya ataupun memberi royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 1 Desember 2010 Yang menyatakan
viii
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya dari orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah. Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plahiarisme dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Yogyakarta, 1 Desember 2010
Penulis
ix
berkat dan penyertaan-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul ”Evaluasi Ketersediaan Dan Perilaku Penggunaan Sendok Takar Sediaan Cair Oral Pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma, RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Juni-Juli 2010”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu
Farmasi (S. Farm.), Program Studi Ilmu Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas
Sanata Dharma.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis telah banyak memperoleh
bantuan, bimbingan, dan pengarahan, serta dukungan dari berbagai pihak. Rasa
terimakasih penulis haturkan kepada pihak-pihak yang telah mendukung
terwujudnya skripsi ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Manager Apotek Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito , Bapak Nurtjahjo Walujo
Wibowo, Apt yang telah memberikan ijin bagi penulis untuk melakukan
penelitian di Loket Apotek Kimia Farma RSUP DR. Sardjito.
2. Manager Apotek Kimia Farma Distrik Yogyakarta, Bapak Soemarsono, Apt
yang telah memberikan ijin bagi penulis untuk melakukan penelitian di
Apotek Kimia Farma RSUP DR. Sardjito.
3. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
4. Rita Suhadi, M.Si., Apt, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, waktu, semangat, saran, dan kritik dalam proses penyusunan
x memberikan kritik dan saran kepada penulis
7. Dian Shintari, S.Si, Apt; Gina Arifah S.Farm, Apt; Sari Rahmawati, S.Farm,
Apt selaku Apoteker Apotek Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito,Yogyakarta
dan seluruh karyawan Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito
yang telah memberikan bimbingan selama proses pengambilan data di Apotek
Kimia Farma Sardjito
8. Seluruh pasien dan pengunjung Apotek Kimia Farma Rumah Sakit Dr.
Sardjito Yogyakarta yang secara tidak langsung telah membantu dan
mendukung penelitian ini.
9. Orang tuaku tercinta Bapak Drs. Agustinus Darto Harnoko dan Ibu Erna
Susiyanti atas doa, cinta, dan dukungan yang telah memberikan semangat bagi
penulis untuk menyelesaikan skripsi.
10.Adikku tersayang Laksito Aji Kusuma Wardhana atas bantuan, dukungan,
perhatian, dan kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis.
11.Mama Antini, Mbok Yem, Om Deni, Mbak Eni, Mbak Tia, Mbak Mita, Mas
Agus, Yola, Mas Adi atas cinta, kerjasama, kekompakan, dukungan, bantuan,
dan kebersamaan selama proses penelitian dan penyusunan skripsi.
12.Teman-teman skripsi Linda, Aming, Tegal, Indri, terima kasih atas bantuan,
dukungan, suka duka yang selalu kita lalui bersama-sama saat pengambilan
xi
14.Sahabat-sahabatku Dewi, Novi, Nuki, Eka, Sisca, Paulina, Santi, Siwi, Mbak
Rara, Tika, Afni, Lina, Kiki terima kasih untuk kenangan indah kita,
dukungan, semoga persahabatan kita abadi.
15.Teman-teman Fakultas Farmasi angkatan 2007 kelas A dan kelas Farmasi
Klinis Komunitas A (FKK A) terima kasih atas kebersamaan, keceriaan, suka
duka kita selama ini.
16.Teman teman KaNOPI Hani, Lius, Emza, Tinus, Ardian, Ocha dan anak-anak
OMK Gereja Kidul Loji.
17.Teman-Teman di Poskes Kotabaru dan rekan-rekan PCE 2009 dan 2010
terima kasih atas segala dukungan dan kebersamaan sehingga penulis bisa
menyelesaikan skripsi ini.
18.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka
penulis ingin mengucapkan maaf apabila terdapat kesalahan yang kurang
berkenan. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar skripsi
ini menjadi lebih baik dan bermanfaat. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat
xii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………....
HALAMAN PENGESAHAN………...
HALAMAN PERSEMBAHAN………....
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………...
PRAKATA ... DAFTAR ISI………... DAFTAR TABEL………... DAFTAR GAMBAR………... DAFTAR LAMPIRAN………... INTISARI………... ABSTRACT………...
BAB I. PENGANTAR………...
A. Latar Belakang………...
1. Permasalahan……….…...
2. Keaslian penelitian………...
3. Manfaat penelitian………...
B. Tujuan Penelitian………...
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA………...
xiii
E. Apotek ………...
F. Peran Apoteker di Apotek...
G. Pelayanan Informasi Obat...
H. Pharmaceutical Care...
I. Perilaku………...
1. Pengetahuan………...
2. Sikap………...
3. Tindakan………....
J. Registrasi Sediaan Farmasi ...
K. Keterangan Empiris ………...
BAB III. METODE PENELITIAN………..…………...
A. Jenis dan Rancangan Penelitian………...
B. Ruang Lingkup Penelitian ...
C. Definisi Operasional………...
D. Waktu dan Tempat Penelitian………....
E. Subjek Penelitian………....
F. Sampel dan Populasi ...
G. Bahan Penelitian ...
H. Instrumen Penelitian ...
I. Jalannya Penelitian………....
xiv
J. Skema Jalannya Penelitian ...
K. Tata Cara Analisis Data………...
L. Kesulitan Penelitian ………...
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………...
A. Ketersediaan Sendok Takar yang terdapat dikemasan obat cair di
Apotek Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito………...
1. berdasarkan bentuk sediaannya …...
2. berdasarkan golongan obat dan nomor registrasi...…...
3. berdasarkan kelas terapi dan sub kelas terapi...
4. berdasarkan ketersediaan alat bantu ukur...
B. Perilaku Responden terhadap penggunaan Sendok Takar dan Obat
Cair Oral ………...
1. Karakteristik Responden……….
a. Usia responden………...
b. Jenis Kelamin Responden ………...
c. Tingkat Pendidikan Responden………...
d. Jenis Pekerjaan Responden………...
e. Frekuensi Penggunaan Sendok Takar Sediaan cair Oral ...
f. Frekuensi Pembelian Obat di Loket Apotek Kimia Farma
Sardjito ... 44
46
49
51
51
52
53
56
58
61
61
62
64
65
66
67
xv
1. Aspek Pengetahuan responden tentang penggunaan sendok
takar dan obat cair oral ………...
2. Aspek Sikap responden tentang penggunaan sendok takar dan
obat cair oral ………...
3. Aspek Tindakan responden tentang penggunaan sendok takar
dan obat cair oral ………...
C. Informasi yang diberikan Apoteker kepada pengunjung Apotek
Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito...
1. Durasi pemberian informasi obat kepada pasien ...
2. Sumber informasi obat yang digunakan apoteker...
3. Informasi obat yang diberikan oleh Apoteker ...
4. Teknik Pemberian informasi obat cair oral oleh Apoteker ...
5. Kendala yang terjadi dalam pemberian informasi obat ...
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………...
A. KESIMPULAN………...
B. SARAN………...
DAFTAR PUSTAKA………. ...
LAMPIRAN...
BIOGRAFI PENULIS...,,,,, 72
82
94
101
101
102
104
106
108
110
110
110
111
118
xvi Tabel III. Tabel IV. Tabel V. Tabel VI. Tabel VII. Tabel VIII. Tabel IX. Tabel X. Tabel XI. Tabel XII. Tabel XIII.
Enam hal informasi minimal yang harus diberikan kepada pasien....
Penggolongan obat cair oral berdasarkan kelas terapi dan sub
kelas terapi...
Ketersediaan alat bantu ukur dalam kemasan obat cair oral di
Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito Periode
Juni-Juli 2010………...
Persentase usia responden yang menggunakan obat cair
oral………...
Aspek pengetahuan responden terhadap penggunaan sendok
takar dan sediaan cair oral...
Aturan penyimpanan pada etiket obat cair yang tersebar di
Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito Periode
Juni-Juli 2010...
Aspek Sikap responden terhadap penggunaan sendok takar dan
sediaan cair oral...
Alasan sikap responden tentang pemilihan sumber informasi obat
Peran apoteker menurut responden penelitian...
Pendapat responden terhadap obat cair yang telah disimpan lama
Variasi ukuran sendok makan dan sendok teh yang beredar di
xvii Tabel XVI.
dan sediaan cair oral...
Alasan tindakan responden memilih menggunakan sendok
makan atau sendok teh... 94
xviii Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Gambar 10. Gambar 11. Gambar 12. Gambar 13. Gambar 14. Gambar 15.
Tanda peringatan pada obat bebas terbatas…………...
Logo obat keras dan psikotropika………...
Logo obat narkotika…...
Alat ukur obat cair cup,sendok takar dan droppers……...
Alat takar obat cair dengan standar pengukuran yang telah
terkalibrasi………...
Skema teori Parsons………...
Skema teori Weber………...
Bagan ruang lingkup penelitian………...
Bagan pra penelitian dan pembuatan kuesioner………...
Bagan cara kerja pengambilan subyek penelitian ……...
Persentase obat cair oral berdasarkan bentuk sediaan di Apotek
Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito periode Juni – Juli
2010...
Persentase obat cair oral berdasarkan golongan obat menurut
Permenkes RI Nomor 949/Menkes/Per/IV/2000 di Apotek
Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito periode Juni – Juli
2010………...
Persentase Suplemen berdasarkan izin registrasi menurut
xix Gambar 16.
Gambar 17.
Gambar 18.
Gambar 19.
Gambar 20.
Gambar 21.
Gambar 22.
Gambar 23.
Gambar 24.
Gambar 25.
Persentase Ketersediaan Alat Bantu Ukur Dalam Kemasan
Obat Cair Oral di Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr.
Sardjito Periode Juni-Juli 2010...
Macam sendok takar yang ada di kemasan obat ...
Persentase jenis kelamin responden...
Persentase tingkat pendidikan responden...
Persentase jenis pekerjaan responden...
Persentase responden yang pernah menggunakan sediaan cair
oral bersendok takar...
Persentase jumlah responden yang membeli obat di loket
Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito Periode
Juni-Juli 2010...
Persentase jumlah responden yang konsultasi obat dengan
apoteker...
Hasil Survei Sendok Makan dan Sendok Teh yang Terdapat di
Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan,
Yogyakarta...
Gambar ukuran sendok takar dan volumenya yang beredar
dalam kemasan obat cair oral... 59
61
64
65
66
67
68
70
89
xx Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9
Lampiran 10
Daftar Obat Cair Oral Bulan Juni-Juli di Apotek Pelengkap
Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito ...
Kuesioner………..
Panduan wawancara responden dan apoteker...
Contoh kuesioner dengan jawaban………..
Hasil wawancara apoteker...
Permohonan Ijin Penelitian dari Fakultas …………...
Ijin penelitian dari Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP
Dr.Sardjito...
Hasil kuesioner……… 121
132
136
137
140
141
142
xxi
mengakibatkan pangambilan dosis tidak akurat. Penyebab utama kesalahan dosis yakni akibat ketidaktersedianya alat ukur dalam obat cair dan adanya kesalahan interpretasi yang berbeda pada pasien mengenai cara mengukur dengan alat takar.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengevaluasi ketersediaan dan penggunaan sendok takar dalam obat cair pada pengunjung apotek serta relevansi informasi penggunaan obat cair yang diberikan apoteker Apotek Pelengkap Kimia Farma Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian survai deskriptif melalui pendekatan kualitatif melalui kuesioner dan wawancara. Data dianalisis dengan statistik deskriptif sedangkan hasil wawancara dipaparkan sebagai data kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan perilaku penggunaan sendok takar sediaan obat cair pada pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma tergolong cukup baik dengan presentase pengetahuan (63,7%), sikap (65,8%), tindakan (70,9%). Ketersediaan obat cair yang menyertakan sendok takar dalam kemasan sebesar 57,5%. Informasi yang diberikan oleh apoteker pada saat menyerahkan obat cair oral mencakup nama obat, aturan penggunaan, dan peringatan.
xxii
doses. The main cause dose errors due to not avalaible for measurement of liquid medicines and a different misinterpretation from patients on how this measurement tools is used.
This study aims to identify and evaluate the availability and use of oral liquid medicine spoon of visitor of Kimia Farma Pharmacy Pharmacist Hospital Dr. Sardjito and information on the use of pharmacies as well as the relevance of a given oral liquid medicine.
This study is a non-experimental conducted with descriptive survey research design through a qualitative approach with questionnaires and interviews. Data were analyzed using descriptive statistics while the results of interviews presented as qualitative data.
The results shows the use of spoon and oral liquid medicine on visitors of Kimia Farma Pharmacy has been quite good with percentages of knowledge (63.7%), attitude (65.8%), action (70.9%). Availability of medicines that included its spoons liquid in the packaging are aprroximately 57.5%. Information provided by the pharmacist while delivery oral liquid medicine including name, use directions, and cautions (warnings).
1
A. Latar Belakang
Di Indonesia, penduduk yang mengalami keluhan kesehatan selama 1
bulan terakhir pada tahun 2008 sebanyak 33,24%. Upaya pencarian pengobatan
yang dilakukan masyarakat yang mengeluh sakit sebagian besar adalah
pengobatan sendiri (87,37%). Sisanya mencari pengobatan antara lain ke
puskesmas, paramedis, dokter praktik, dan rumah sakit (Departemen Kesehatan,
2008).
Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu pengobatan adalah
“dosis”. Secara sederhana, dosis yang berlebihan akan berbahaya karena
menimbulkan efek samping tertentu, sebaliknya dosis yang kurang juga akan
mengakibatkan tujuan pengobatan tidak tercapai.
Hal yang melatarbelakangi penelitian ini adalah pada penggunaaan alat
takar dan sediaan obat cair yang mempengaruhi ketepatan dosis. Dua penyebab
utama kesalahan dosis yakni akibat ketidaktersedianya alat ukur dalam obat cair
dan adanya kesalahan interpretasi yang berbeda pada pasien mengenai cara
mengukur dengan alat takar (Litovitz, 1992). Pengambilan volume yang tidak
tepat pada sediaan cair mengakibatkan pangambilan dosis yang tidak akurat.
Penggunaan sendok teh atau sendok makan sebagai alat pengukuran obat dalam
bentuk cair merupakan salah satu penyebab ketidakakuratan jumlah obat yang
Dari hasil penelitian terhadap 195 mahasiswa di Amerika ini dibuktikan
sebanyak 8,4% kekurangan dosis akibat penggunaan sendok medium dan sendok
teh dan 11,6% kelebihan dosis akibat penggunaan sendok makan. Hasil ini
dipercaya bahwa penggunaan sendok rumah tangga tidak sama volumenya dengan
sendok takar kemasan obat (Wansink dan van Ittersum, 2010).
Food and Drugs Administration (FDA) merekomendasikan tidak lagi
menggunakan peralatan dapur sebagai cara untuk mengukur dosis sediaan obat
cair. Jika ukuran sendok teh di sediaan obat cair sama seperti yang ada di pasaran
lebih atau kurang dari 5 ml, seseorang bisa terkompensasi kekurangan dosis atau
kelebihan dosis (Anonim, 2009a). Lebih aman dan efektif menggunakan sendok
takaran, dropper, dan dosis injeksi untuk menyalurkan obat cair daripada menakar
jumlah tuangan dosis dengan sendok rumah tangga (Wansink dan van Ittersum,
2010).
Berdasarkan keadaan ini maka diperlukan peranan apoteker untuk
memberi informasi lebih dalam mengenai penggunaan sendok takar dan sediaan
obat cair oral sehingga dapat meningkatkan kualitas pengobatan yang sedang
dijalani pasien.
Penelitian ini mengambil tempat di Apotek Pelengkap Kimia Farma (KF)
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito, Yogyakarta. Apotek KF RSUP Dr.
Sardjito adalah salah satu apotek penunjang pelayanan medik yang berada di
RSUP Dr. Sardjito dibawah tanggung jawab Perseroan Terbatas Kimia Farma
Apotek. PT Kimia Farma Apotek bersama RSUP Dr Sardjito bekerja sama
yang terwujud dengan adanya Apotek KF RSUP Dr. Sardjito. Apotek KF RSUP
Dr. Sardjito dipilih sebagai tempat penelitian karena memiliki jumlah pengunjung
pasien rawat jalan yang membeli obat di loket KF hingga mencapai 130 orang per
hari selain itu ada pertimbangan bahwa Apotek KF RSUP Dr. Sardjito telah
memiliki Standard Operational Prosedure mengenai pelayanan kepada pasien di
tiap loket penyerahan obat dan tersedia 5 loket apotek yang tersebar di dalam
rumah sakit.
Dari uraian di atas mendorong peneliti untuk mengadakan survai penelitian terhadap ketersediaan sendok takar dan obat cair oral dan survei informasi apa saja yang diberikan apoteker yang ada di apotek rumah sakit serta mengevaluasi perilaku cara penggunaan sediaan cair oral pada pengunjung apotek rumah sakit.
1. Permasalahan
a. Berapakah persentase ketersediaan sendok takar yang terdapat pada
kemasan obat cair oral di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito ?
b. Bagaimana perilaku penggunaan sendok takar dan sediaan cair oral pada
rersponden berdasarkan hasil kuesioner di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito ?
c. Informasi apa saja yang diberikan apoteker terhadap responden mengenai
penggunaan sediaan cair oral yang menyertakan sendok takar di Apotek
KF RSUP Dr. Sardjito?
2. Keaslian penelitian
Penelitian survai mengenai sendok takar belum pernah dilakukan dan
ditelusuri oleh peneliti terkait penggunaan sendok takar sebelumnya secara
ekperimental pernah dilakukan berjudul:
a. Spoons Systematically Bias Dosing of Liquid Medicine (Wansink dan van
Ittersum, 2010).
b. The Accuracy And Quality Of Household Spoons And Enclosed Dosing
Devices Used In The Administration Of Oral Liquid Medications In Ghana
(Bayor, 2010).
c. Inaccurate Dosage; Result From The FIP-LPS Collaborative Study (Bica,
Farinha, 2005).
Penelitian yang dilakukan penulis ini berbeda dalam hal metode yaitu
non eksperimental berupa survai deskriptif yang mengevaluasi penggunaan obat
cair dan profil ketersediaan sendok takar serta informasi obat yang diberikan di
apotek.
3. Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu:
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan ilmu pengetahuan
dan sebagai sumber referensi di bidang kesehatan dan komunitas sebagai
sumber kajian mengenai penggunaan sendok takar dan bentuk sediaan obat
cair oral yang tepat untuk masyarakat.
b. Manfaat praktis
Secara praktis hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan
takar pada masyarakat sehingga dapat meningkatkan perilaku pengobatan
yang rasional acuan bagi pihak apotek untuk memberi informasi dan edukasi
pada pasien terkait cara penggunaan sediaan cair secara benar dan tepat.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengevaluasi
ketersediaan dan penggunaan sendok takar dan bentuk sediaan cair oral pada
pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito.
2. Tujuan khusus
Dalam penelitian ini, tujuan khusus yang ingin dicapai adalah mengetahui:
a. persentase ketersediaan obat cair oral yang menyertakan sendok takar
dalam obat cair oral yang ada di Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP
Dr.Sardjito.
b. perilaku penggunaan sendok takar dan penggunaan sediaan cair oral pada
responden di Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr.Sardjito
berdasarkan hasil kuesioner
6
A. Penggolongan Obat di Indonesia
Obat yang beredar di Indonesia menurut Permenkes RI Nomor
949/Menkes/Per/IV/2000 digolongkan menjadi 5 golongan yaitu:
1. Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa
resep dokter, tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah
lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam (Direktorat Bina Farmasi
Komunitas Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2006).
Gambar 1. Logo obat bebas
2. Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi
masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter. Obat bebas terbatas
merupakan obat daftar W (Waarschuwing) dimana obat tersebut artinya harus
disertai tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas
terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam (Direktorat
Bina Farmasi Komunitas Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan,
2006).
Gambar 2. Logo obat bebas terbatas
Obat bebas terbatas mencantumkan tanda peringatan yang berupa empat persegi
panjang berwarna hitam berukuran panjang 5 cm, lebar 2 cm dan memuat
Gambar 3. Tanda peringatan pada obat bebas terbatas
3. Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter.
Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah
dengan garis tepi berwarna hitam. Obat keras juga disebut obat daftar G
(Gevaarlijk) artinya berbahaya jika pemakaiannya tidak berdasarkan resep
dokter (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Klinik Ditjen Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan, 2006).
4. Menurut UU RI No. 5 tahun 1997 tentang psikotropika, obat psikotropika
adalah obat keras baik alamiah maupun sintetis bukan narkotik, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku (Direktorat
Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 1997a).
Gambar 4. Logo obat keras dan psikotropika
Menurut UU No. 22 tahun 1997, obat narkotika adalah obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
ketergantungan (Direktorat Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat
Kesehatan, 1997b).
Gambar 5. Logo obat narkotik
5. Menurut Kepmenkes RI No. 347/Menkes/SK/VII/1990 obat wajib apotek
adalah obat keras yang dapat dibeli dengan resep dokter atau tanpa resep dokter
dengan jumlah tertentu oleh apoteker di apotek (Menteri Kesehatan RI, 1990b).
Obat Generik adalah obat dengan nama resmi International Non
Propietary names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku
standar lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya (Menteri Kesehatan RI,
2010). Obat generik ini dibagi menjadi generik berlogo dan generik bermerek
(branded generic). Obat Generik Berlogo adalah obat yang menggunakan nama
zat berkhasiatnya dan mencantumkan logo perusahaan farmasi yang memproduksi
kemasan obat sedangkan Obat Generik Bermerek adalah obat yang diberi merek
dagang oleh perusahaan farmasi yang memproduksinya.
Berdasarkan kegunaan, obat digolongkan untuk menyembuhkan
(terapeutic), mencegah (prophylactic) dan mendiagnosa (diagnostic). Berdasarkan
cara penggunaannya, obat dibagi menjadi pemakaian dalam (medicamentum ad
usum internum) melalui oral dengan tanda etiket putih dan pemakaian luar
B. Sediaan Cair Oral
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat imia yang terlarut, misal terdispersi secara molekular dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling bercampur (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995).
Sediaan cair oral terdiri dari suspensi, sirup dan emulsi. Suspensi adalah
sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam
fase cair. Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia
yang terlarut. Emulsi adalah sistem dua fase, dimana salah satu fase terdispersi
dalam fase yang lain, dan terbentuk dalam bentuk tetesan kecil. Eliksir adalah
larutan oral yang mengandung etanol sebagai kosolven (Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995).
Beberapa anjuran dalam menyimpan obat, yaitu : Tabel I. Cara penyimpanan obat dengan benar No. Cara penyimpanan
1. Simpan obat dalam kemasan asli dan dalam wadah tertutup rapat
2. Simpan obat pada suhu kamar dan terhindar dari sinar matahari langsung atau seperti yang tertera pada kemasan.
3. Simpan obat ditempat yang tidak panas atau tidak lembab karena dapat menimbulkan kerusakan.
4. Jangan menyimpan obat bentuk cair dalam lemari pendingin agar tidak beku, kecuali jika tertulis pada etiket obat.
5. Jangan menyimpan obat yang telah kadaluarsa atau rusak. 6. Jauhkan dari jangkauan anak-anak
(Direktorat Bina Farmasi Komunitas Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2006).
Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat, seperti yang dimaksud dalam
Farmakope Indonesia IV menyatakan bahwa wadah tertutup rapat harus
kehilangan, merekat, mencair atau menguapnya bahan selama penanganan,
pengangkutan, distribusi dan harus dapat ditutup rapat kembali. Penyimpanan
yang dari terlindung cahaya seperti yang dimaksud adalah wadah tidak tembus
cahaya dalam Farmakope Indonesia IV yaitu wadah harus dapat melindungi isi
dari pengaruh cahaya, dibuat dari bahan khusus yang bersifat menahan cahaya.
Tabel II. Aturan Penyimpanan Obat Menurut Farmakope Indonesia IV Aturan penyimpanan Suhu Penyimpanan
Dingin Tidak lebih dari 8°
Lemari pendingin antara 2° dan 8°
Lemari pembeku antara -20° dan -10°
Sejuk suhu antara 8° dan 15° bila perlu disimpan dalam lemari pendingin.
Suhu kamar antara 15° dan 30°
Hangat antara 30° dan 40°
Panas berlebih Di atas 40°
(Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995)
C. Penggunaan Sendok Takar dan Obat Cair Oral
Pada label produk sediaan obat cair akan menyarankan kepada pasien
sesuai aturan pakai menggunakan sendok teh atau sendok makan sebagai takaran
dosis. Ukuran kesetaraan dosis 5ml = 5cc = 1 sendok teh; 15ml = 15cc = 3
sendok teh = 1 sendok makan dan 30ml = 30cc = 2 sendok makan= 1 fluid ounce
(Maw, Son, Thompson, 2002a).
Berdasarkan atas hasil pengukuran bobot metrik yang dilakukan pada
tahun 1971, kesetaraan dosis obat itu dihitung dalam 5ml dosis dan British
Standard Pharmacopeia ukuran sendok 5ml itu diputuskan. Namun kapasitas
membuat dosis lebih akurat, setiap negara memproduksi ukuran sendok takar obat
yang sesuai (Maw, Sam, Thompson, 2002b).
American National Standart Institute menyatakan variasi ukuran sendok
teh di Amerika sebesar 4,93 ± 0,24 ml. Pengukuran volume obat cair
menggunakan sendok hanya diperbolehkan jika takaran sendok memperlihatkan
takaran sebesar 5 ml. Hal ini juga telah disetujui oleh United States Pharmacopeia
(Remington, 2006). Sendok teh yang beredar di masyarakat umumnya berkisar
2,5-9,7 ml (Matter, Markello,Yaffe, 1997; Kimminau, 1979). Menurut Farmakope
Indonesia III, sendok kecil volumenya 5 ml, sendok besar volumenya 15 ml
(Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1974).
Menggunakan peralatan dapur yang bukan merupakan perangkat
pengukuran yang sesuai dengan obat dapat mengakibatkan pemberian dosis yang
salah, terlalu banyak atau terlalu sedikit obatnya. Misalnya, sendok makan besar
dapat memegang dua kali cairan sebanyak ukuran sendok makan dari yang ada di
takaran obat (Wang, 2008).
Gambar 6. Alat ukur obat cair seperti cup,sendok takar dan droppers
(Bayor, Kipo, Kwakye, 2010).
Pada beberapa kasus ditemukan sendok makan, sendok teh, cup, yang
rata-rata 25% lebih besar kapasitasnya daripada kuantitasnya secara teori yang
droppers obat, sendok teh yang terkalibrasi ukuran 5ml, gelas obat (Remington,
2006).
Gambar 7. Alat takar Obat Cair dengan Standar Pengukuran yang telah terkalibrasi
(Remington, 2006)
Pemberian obat cair oral dalam suatu pengobatan pada pasien harus
memenuhi beberapa langkah yang tepat dalam pemberian. Hal ini untuk
mengantisipasi potensi kesalahan dosis obat yang diberikan, yang harus
dipersiapkan adalah:
1. mengidentifikasi ukuran yang diinginkan pada sendok takar obat. Jika sudah
ditemukan kemudian tandai dosis dengan pena untuk meyakinkan ukuran garis
takar.
2. mengocok terlebih dahulu obat cair oral
3. memegang tegak sendok takar obat cair oral
4. menuangkan obat cair ke dalam sendok takar dengan benar dengan melihat
tanda batas garis di samping sendok sebagai panduan.
5. melakukan pengecekan level takaran dengan mengangkat sendok takar ke arah
sejajar dengan mata untuk menyamakan level takaran sendok takar. Sebelum
diberikan obat cair yang dituang harus diyakinkan bahwa tidak melebihi dari
6. membilas sendok takar obat dengan air hangat setelah selesai digunakan
(Anonim, 2008).
FDA menganjurkan penggunaan sendok takar atau syringe dalam
pemberian obat cair oral yang berbentuk suspensi untuk mengurangi efek samping
yang mungkin timbul dari zat yang terkandung dalam obat (Waknine, 2008).
D. Pengobatan Sendiri
Perawatan sendiri atau self care adalah proses perawatan kesehatan yang
terdiri dari peningkatan kesehatan, pengambilan keputusan, pencegahan,
penyidikan, dan penyembuhan penyakit yang dikelola oleh diri sendiri
sepenuhnya (Holt dan Hall, 1990).
Suatu survei di Amerika menyebutkan bahwa terjadi peningkatan
perilaku pengobatan mandiri di kalangan masyarakat dengan beberapa
parameter yaitu:
1. tingkat kepuasan konsumen terhadap keputusan mereka sendiri dalam
mengatasi masalah kesehatannya
2. kecenderungan melakukan pengobatan sendiri dengan obat tanpa resep untuk
mengatasi gejala yang dirasakan dan penyakit ringan yang umum diderita
3. keyakinan bahwa obat tanpa resep aman digunakan apabila dipakai sesuai
petunjuk
4. keinginan agar beberapa obat yang saat ini harus diperoleh dengan resep
5. kesadaran membaca label sebelum memilih dan menggunaan obat tanpa resep,
terutama mengenai aturan pakai dan cara pakai serta efek samping obat
(Pal, 2002).
Obat yang dapat diserahkan tanpa resep menurut Permenkes
919/MENKES/PER/X/1993 harus memenuhi kriteria:
1. tidak dikontra indikasikan untuk wanita hamil, anak di bawah umur 2 tahun
dan orang tua di atas 65 tahun.
2. pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko pada
kelanjutan penyakit.
3. penggunaannya tidak memerlukan cara dan alat khusus yang harus dilakukan
oleh tenaga kesehatan.
4. penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di
Indonesia.
5. obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dipertanggung jawabkan
untuk pengobatan sendiri (Menteri Kesehatan RI, 1993a).
E. Apotek
Berdasarkan Kepmenkes No. 1027 tahun 2004, Apotek adalah tempat
tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi,
perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Seiring berkembangnya zaman,
apotek menjadi salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu
mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.
Pelayanan kesehatan yang dimaksukan mencakup pelayanan kefarmasian
Menurut Kepmenkes No. 1027 tahun 2004, pelayanan kefarmasian
(pharmaceutical care) adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung
profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien (Direktorat Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2004a).
Pengelolaan apotek menurut Permenkes No:922/Menkes/PER/X/1993
tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pemberian Ijin Apotik, pengelolaan apotek
meliputi:
1. pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk campuran,
penyimpanan
2. pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi
lainnya.
3. pelayanan informasi mengenai perbelakan farmasi (Menteri Kesehatan RI,
1993b).
F. Peran Apoteker di Apotek
Menurut Kepmenkes No. 1027 tahun 2004, apoteker harus memberikan
konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan
lainnya sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan
terhindar dari bahaya penyalahgunaan satau penggunaan salah sediaan farmasi
atau perbekalan kesehatan lainnya (Direktorat Jendral Pelayanan Kefarmasian dan
Alat Kesehatan, 2004a). Farmasis adalah role penyedia pelayanan informasi obat
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah
dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. Informasi obat pada
pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan
obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus
dihindari selama terapi (Hartini dan Sulasmono, 2007). Proses komunikasi
diantara Farmasis dan pasien mempunyai 2 fungsi yaitu:
1. membangun relasi antara tenaga kesehatan dan pasien.
2. menyediakan pertukaran informasi yang diperlukan untuk mengakses kondisi
pasien menurut penuturan pasien itu sendiri, kemudian Farmasis
mengimplementasikan terhadap treatment problem kesehatan pasien yang
diterima dan Farmasis akan mengevaluasi efek dari treatment jika diberikan
pada kualitas hidup pasien (Tindall, Beardsley, Kimberlin, 1994).
Informasi yang diterima pasien mengenai obat, khususnya obat dengan
resep hanya bisa diperoleh dari dokter dan petugas penyerah obat di apotek,
dengan tanggung jawab terbesar mengenai informasi berada di apotek sebagai
komponen pelayanan kesehatan terakhir yang berinteraksi langsung dengan pasien
G. Pelayanan Informasi Obat
Pelayanan informasi obat adalah suatu kegiatan untuk memberikan
pelayanan informasi obat yang akurat dan obyektif dalam hubungannya dengan
perawatan konsumen. Individu yang dapat mengajukan pertanyaan adalah seluruh
pengelola dan pengguna obat yaitu: dokter, apoteker, asisten apoteker, dan
perawat. Informasi yang diperlukan oleh konsumen paling tidak mencakup dua
hal, yaitu informasi mengenai jenis penyakit dan pengobatannya serta informasi
tentang obat yang diberikan oleh konsumen (Pratiwiningsih, 2008). PIO
(Pelayanan Informasi Obat) didefinisikan sebagai kegiatan penyediaan dan
pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, komprehensif,
terkini oleh apoteker kepada pasien, masyarakat maupun pihak yang memerlukan
(Anonim, cit Ikasari, 2008).
Apoteker adalah sumber utama informasi obat bagi dokter, perawat,
pasien dan profesional kesehatan lainnya. Informasi obat harus dievaluasi oleh
Apoteker guna memastikan penggunaan obat yang aman dan efektif. Pasien
membutuhkan informasi tentang obat mereka misalnya hubungan obat dengan
penyakitnya, cara penggunaan obat, cara penyimpanan, efek samping serta cara
menangani efek samping, cara memantau efek obat (Siregar, 2006).
Suatu sistem pelayanan kesehatan dapat menyediakan obat bermutu
tinggi tetapi jika obat yang digunakan tidak tepat, maka pasien mengabaikan
manfaat atau bahkan menimbulkan efek merugikan. Meskipun akses kepada
obat yang benar dapat menjadi persyaratan dasar penggunaan obat yang rasional
(Siregar, 2006).
Menurut Kepmenkes No. 1027 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek mengenai informasi obat disebutkan bahwa Apoteker
harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat,
tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien
sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu
pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama
terapi. Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan
pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti
kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya (Direktorat
Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2004a).
Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi,
pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki
kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya
penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit
tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya,
apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan (Direktorat Jendral
Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2004a).
Menurut Kepmenkes Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar
Pelayanan Farmasi Rumah Sakit. Kegiatan dalam pelayanan informasi obat antara
lain memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif dan
surat atau tatap muka, membuat buletin, leaflet, label obat (Direktorat Jendral
Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2004b).
Pemberian informasi obat mungkin tidak semua harus dikemukakan, tapi
setidaknya pasien harus diingatkan efek sampingnya. Alasan didatangai banyak
pasien bukan alasan yang dapat dibenarkan secara hukum untuk tidak
memberikan informasi yang benar kepada pasien (Vries, 1994).
Tabel III. Enam hal informasi minimal yang harus diberikan kepada pasien 1 Efek obat mengapa obat itu diperlukan; gejala mana yang akan hilang dan
mana yang tidak, kapan efek obat diharapkan mulai terlibat atau
terasa; apa yang akan terjadi jika obat diminum dengan cara tidak
benar
2 Efek samping efek samping apa yang mungkin timbul; bagaimana
mengenalinya; berapa lama akan berlangsung, seberapa parah;
apa yang harus dilakukan
3 Instruksi bagaimana cara meminum obat, kapan meminum, berapa lama
pengobatan berlangsung, bagaimana cara menyimpan, apa yang
dilakukan jika lupa meminum obat
4 Peringatan kapan minum obat harus dihentikan, berapa dosis terbanyak,
mengapa obat harus diminum sampai habis
5 Kunjungan
berikutnya
kapan pasien harus kembali
6 Sudah jelaskah
semuanya
menanyakan apakah sudah dimengerti pasien, minta pasien
mengulang informasi
(Vries, 1994).
Pelayanan informasi obat kepada pasien tidak lepas dari peran seorang
farmasis. Farmasis, sebagaimana halnya tenaga kesehatan lainnya bertanggung
jawab untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan terapi obat yang tepat, efektif,
H. Pharmaceutical Care
Pharmaceutical care dideskripsikan yaitu bagaimana farmasis dapat
berkontribusi untuk meningkatkan outcome terapi pengobatan pasien sehingga dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas (Sexton, Nickless, Green, 2006).
Pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian adalah suatu praktek yang
dilakukan dengan tanggung jawab kepada kebutuhan yang berhubungan obat individu pasien dan diselenggarakan berdasarkan komitmen tanggung jawab tersebut. Tanggung jawab tersebut dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu: (1) menjamin semua terapi yang diterima oleh individu pasien sesuai (appropriate), paling efektif (the most effective possible), paling aman (the safest available), and praktis (convenient enough to be taken as indicated); (2)
mengidentifikasi, memecahkan, dan mencegah permasalahan berhubungan terapi dengan obat yang menghambat pelaksanaan tanggung yang pertama (Strand, Morley, Cipolle, 2004 dan Rovers, Currie, Hagel, McDonough, Sobotka, 2003).
Program pharmaceutical care dapat menurunkan kejadian merugikan pada penggunaan obat, terutama obat untuk penyakit jangka panjang. Dilaporkan pharmaceutical care meningkatkan kesadaran pasien akan efek merugikan dari
I. Perilaku
Perilaku manusia (human behavior) sebagai reaksi yang dapat bersifat
sederhana maupun bersifat kompleks. Perilaku manusia adalah semua kegiatan
atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak
dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2002). Perilaku manusia merupakan
hasil segala macam pengalaman serta interaksi manusia yang terwujud dalam
bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan
respon atau reaksi seseorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar
maupun dari dalam dirinya (Sarwono, 1997).
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang atau
organisme terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem
pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Batasan ini mempunyai dua
unsur pokok, yakni respon dan stimulus atau perangsangan (Notoatmodjo, 2002).
Respon atau reaksi manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi, dan
sikap), maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau practice), sedangkan
stimulus atau rangsangan di sini terdiri atas 4 unsur pokok, yakni sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, dan lingkungan (Notoatmodjo, 2002).
Perilaku kesehatan melibatkan banyak faktor, Green (cit., Notoadmodjo,
2002) menyebutkan perilaku kesehatan dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu:
1. Faktor predisposisi (predisposing factor)
Faktor-faktor ini merupakan faktor yang dapat mempermudah
pengetahuan, sikap, persepsi, keyakinan, dan nilai. Hal tersebut dapat menjadi
motivasi/pemicu seseorang atau kelompok untuk bertindak.
2. Faktor pendukung (enabling factor)
Faktor-faktor ini adalah faktor yang mendukung/memungkinkan
terwujudnya perilaku kesehatan. Hal-hal yang termasuk dalam faktor pendukung
adalah ketersediaan sarana-prasarana/fasilitas kesehatan bagi masyarakat.
3. Faktor penguat (reinforcing factor)
Hal-hal yang termasuk dalam faktor penguat adalah sikap dan perilaku
tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku petugas kesehatan termasuk
juga Undang-Undang kesehatan dari pusat atau daerah. Menurut Teori Parsons,
perilaku merupakan tahapan lanjutan adanya sistem sosial, sistem budaya, dan
sistem kepribadian (Sarwono, 1997).
Gambar 8. Skema teori Parsons (Sarwono, 1997)
1. Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan yang dicakup di
dalam domain kognitif mempunyai 5 tingkatan, yakni:
a.Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
Sistem Sosial Sistem Budaya
kembali terhadap suatu yang spesifik atas seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima.
b.Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar.
c.Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata atau sebenarnya.
d.Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e.Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian
terhadap suatu materi (Notoatmodjo, 2002).
2. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup seseorang
terhadap suatu stimulus atau obyek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau
aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu
masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah
Mengikuti skema triadik, struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang
saling menunjang yaitu komponen kognitif (cognitive), komponen afektif
(affective), dan komponen konatif (conative). Komponen kognitif merupakan
representasi yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen afektif
merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional, dan komponen konatif
merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang
dimiliki oleh seseorang (Azwar, 2007).
Menurut Allport (1954) seperti yang dikutip oleh Notoadmojo (2002),
sikap mempunyai pokok, yakni:
a. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
b. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap sesuatu
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)
Sikap mencakup 4 tingkatan yaitu menerima (receiving), merespon (responding),
menghargai (valuing), dan bertanggung jawab (responsible) (Notoadmodjo,
2002).
3. Tindakan
Tindakan dilakukan untuk memenuhi suatu kebutuhan. Terdapat dua
kondisi yang memacu tindakan untuk pemenuhan kebutuhan, yaitu intrinsic
motivation dan extrinsic motivation. Aspek dalam diri meliputi potensi,
kemampuan, ketrampilan,koordinasi motorik, pengalaman masa lalu, pelaksanaan
Tindakan pada dasarnya didasari oleh adanya stimulus, hal inisesuai teori Weber
(Sarwono, 1997). Teori Weber dapat digambarkandengan skema:
Gambar 9. Skema teori Weber (Sarwono, 1997)
J. Registrasi Sediaan Farmasi
Menurut PerMenKes RI Nomor 949/Menkes/VI/2000 tentang registrasi obat jadi
yang menjadi pertimbangan registrasi obat jadi dinyatakan sebagai berikut:
Untuk melindungi masyarakat dari peredaran obat jadi yang tidak memenuhi persyaratan khasiat, keamanan, mutu dan kemanfaatannya (Menteri Kesehatan RI, 2000)
1. Kode Nomor Pendaftaran Obat Jadi
Nomor pendaftaran untuk Obat terdiri dari 15 digit yaitu 3 digit pertama
berupa huruf dan 12 digit sisanya berupa angka. Tiga (3) digit yang pertama
mempunyai arti sebagai berikut :
a. Digit ke-1 menunjukkan jenis atau kategori obat,seperti :
D berarti Obat dengan merek dagang (Paten)
G berarti obat dengan nama generik
b. Digit ke-2 menunjukkan golongan obat, seperti :
B berarti golongan obat bebas
T berarti golongan obat bebas terbatas
K berarti golongan obat keras
P berarti golongan obat Psikotropika Stimulus
Individu Pengalaman Persepsi Pemahaman Penafsiran
N berarti golongan obat Narkotika
c. Digit ke-3 menunjukkan lokasi obat tersebut di produksi atau tujuan
diproduksinya obat tersebut, seperti :
L berarti obat tersebut diproduksi di dalam negeri atau yang
diproduksi dengan lisensi.
I berarti obat diproduksi di luar negeri atau obat impor.
X berarti obat yang dibuat dengan tujuan khusus atau program
khusus,misalnya obat-obat untuk program keluarga berencana.
Contoh - contoh arti kode nomor pendaftaran obat sebagai berikut :
a. DBL Golongan obat bebas dengan nama dagang (Paten) produksi
dalam negeri atau lisensi.
b. DTL Golongan obat bebas terbatas dengan nama dagang (Paten)
produksi dalam negeri atau lisensi.
c. GKL Golongan obat keras dengan nama generik produksi dalam negeri
atau lisensi.
d. DKL Golongan obat keras dengan nama dagang (paten) produksi dalam
negeri atau lisensi.
e. DKI Golongan obat keras dengan nama dagang (paten) produksi luar
negeri atau impor.
f. GPL Golongan obat psikotropika dengan nama generik produksi dalam
negeri atau lisensi.
g. DPL Golongan obat psikotropika dengan nama dagang (paten) produksi
h. DPI Golongan obat psikotropika dengan nama dagang (paten) produksi
luar negeri atau impor.
i. GNL Golongan obat narkotika dengan nama generik produksi dalam
negeri atau lisensi.
j. DNL Golongan obat narkotika dengan nama dagang (paten) produksi
dalam negeri atau lisensi.
k. DNI Golongan obat narkotika dengan nama dagang (paten) produksi
luar negeri atau impor.
l. DKX Golongan obat keras dengan nama dagang (paten) untuk program
khusus (Menteri Kesehatan RI, 2000).
2. Kode Nomor Pendaftaran Obat Tradisional
Menurut PerMenKes RI Nomor 246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin
Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional , dinyatakan
sebagai berikut:
Untuk melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang dapat mengganggu dan merugikan kesehatan perlu dicegah beredarnya obat tradisional yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, kegunaan dan mutu antara lain dengan pengaturan, perizinan dan pendaftaran (Menteri Kesehatan RI, 1990a)
Nomor pendaftaran obat tradisional terdiri dari 11 digit yaitu 2 (dua) digit
pertama berupa huruf dan 9 (sembilan) digit kedua berupa angka. Digit ke-1
menunjukkan obat tradisional, yaitu dilambangkan dengan huruf T. Digit ke-2
menunjukkan lokasi obat tradisional tersebut diproduksi. Kode nomor pendaftaran
1. TR obat tradisional produksi dalam negeri
2. TL obat tradisional produksi dalam negeri dengan lisensi
3. TI obat tradisional produksi luar negeri atau impor
4. BTR obat tradisional yang berbatasan dengan obat produksi dalam negeri.
5. BTL obat tradisional yang berbatasan dengan obat produk dalam
negeri dengan lisensi.
6. BTI obat tradisional yang berbatasan dengan obat produksi luar
negeriatau impor.
7. SD Suplemen makanan produksi dalam negeri
8. SL Suplemen makanan produksi dalam negeri dengan lisensi
9. SI Suplemen makanan produksi luar negeri atau impor (Menteri
Kesehatan RI, 1990a)
3. Kode Nomor Pendaftaran Makanan dan Minuman
Nomor pendaftaran makanan dan minuman terdiri dari 14 digit yaitu 2
(dua) digit pertama berupa huruf sedangkan 12 digit berikutnya berupa
angka.Huruf pada digit pertama menunjukkan Makanan atau Minuman dan
dilambangkan dengan huruf M, sedangkan huruf pada digit ke-2 menunjukkan
lokasi makanan atau minuman tersebut diproduksi. Contoh kode nomor
pendaftaran makanan atau minuman sebagai berikut :
1. MD makanan atau minuman produksi dalam negeri atau lisensi.
3. BMD produk makanan atau minuman yang berbatasan dengan obat,
produksi dalam negeri atau lisensi.
4. BML produk makanan atau minuman yang berbatasan
dengan obat, produksi luar negeri atau impor (Menteri Kesehatan RI, 1990a).
Kode BMD dan BML sekarang tidak digunakan lagi untuk makanan atauu
minuman tetapi telah digantikan dengan kode untuk suplemen makanan seperti
telah dijelaskan sebelumnya. Bagi industri rumah tangga yang telah mengikuti
penyuluhan, akan diberi Sertifikat Penyuluhan dan untuk makanan atau minuman
yang diproduksinya akan diberi kode nomor pendaftaran SP (Sertifikat
Penyuluhan) yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Propinsi (Menteri Kesehatan
RI, 1990a).
Keterangan Empiris
Penelitian ini bersifat deskriptif untuk memberi gambaran mengenai
ketersediaan takaran dalam produk obat cair oral, ketersediaan informasi yang
diberikan oleh apoteker terkait cara penggunaan sediaan obat cair oral,
memaparkan gambaran informasi perilaku penggunaan sendok takar dan
penggunaan sediaan obat cair yang dikonsumsi pasien pengunjung apotek melalui
30
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian tentang evaluasi ketersediaan dan perilaku penggunaan
sendok takar bentuk sediaan cair oral pada pengunjung Apotek KF RSUP Dr.
Sardjito termasuk dalam jenis penelitian non-eksperimental atau observasional.
Penelitian observasional merupakan penelitian dengan melakukan pengamatan
terhadap sejumlah variabel subjek menurut keadaan yang apa adanya, tanpa
intervensi dari peneliti (Pratiknya, 1993).
Berdasarkan setting tempat, penelitian ini dilakukan di komunitas yaitu apotek. Berdasarkan setting waktu penelitian ini termasuk dalam penelitian prospektif. Berdasarkan cara dan waktu pengambilan sampel, penelitian ini
termasuk dalam penelitian deskriptif dengan studi cross-sectional. Peneliti
melakukan observasi atau “memotret” frekuensi dan karakter serta paparan faktor
penelitian pada saat tertentu saja dan setiap subyek hanya dikenai satu kali
observasi.
Rancangan penelitian ini adalah survei deskripif melalui pendekatan
kualitatif yang didesain untuk memberi suatu gambaran secara mendalam mengenai fenomena yang ditemukan serta tidak melakukan analisis terhadap
hubungan antar variabel penelitian. Penelitian ini dilakukan untuk mengumpulkan
informasi tentang kedaan-keadaan nyata sekarang atau sementara yang bersifat
Metode pengambilan sampel dilakukan secara sampling dengan kuota
non random untuk mengambil subyek penelitian (Sevilla, Ochave, Punsalam, Regala, Uriarte, 1993). Cara melakukannya adalah dengan menetapkan dasar jumlah sampel yang diperlukan, kemudian menetapkan jumlah yang diinginkan,
maka jumlah tersebut dijadikan dasar untuk mengambil unit sampel yang
diperlukan (Riduwan, 2008). Metode pengumpulan data dilakukan dengan survei
langsung kepada pengunjung apotek dan apoteker yang ada di apotek
menggunakan wawancara terstruktur dan pengisian kuesioner.
B. Ruang Lingkup Penelitian
Gambar 10. Ruang Lingkup penelitian Evaluasi Ketersediaan dan Penggunaan Sediaan Obat pada Pegunjung Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito Periode Juni-Juli 2010
Evaluasi Ketersediaan Dan Penggunaan Sediaan Sachet Serbuk Pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma, RSUP Dr. Sardjito Evaluasi Ketersediaan Dan Perilaku Penggunaan Sendok Takar Sediaan Cair Oral Pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma, RSUP Dr.
Sardjito
Evaluasi Ketersediaan Dan Perilaku Penggunaan Sediaan Obat Pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma, RSUP Dr. Sardjito
Evaluasi Ketersediaan Dan Perilaku Penggunaan Tetes Telinga Pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma, RSUP Dr. Sardjito Evaluasi Ketersediaan Dan Perilaku Penggunaan Tetes Mata Pada
Penelitian mengenai evaluasi ketersediaan dan cara penggunaan sendok
takar bentuk sediaan cair oral pada pengunjung Apotek KF RSUP Dr. Sardjito
merupakan salah satu penelitian yang diadakan bersama serangkaian penelitian
lain, dengan ulasan topik tentang ”Evaluasi Ketersediaan Dan Penggunaan Sediaan Obat Pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma, RSUP Dr.
Sardjito”. Penelitian tersebut terdiri dari 5 pokok bahasan dan 5 penelitian sosial. Lima penelitian tersebut dikerjakan bersama-sama oleh 5 peneliti yang berbeda.
C.Definisi Operasional 1. Ketersediaan meliputi:
a. Ketersediaan informasi adalah informasi yang diberikan oleh Apoteker
Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito ataupun informasi yang diterima pengunjung
Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito mengenai cara penggunaan sendok takar dan
penggunaan sediaan cair oral.
b. Ketersediaan barang meliputi jumlah produk obat cair oral yang disertai
dengan sendok takar yang tersedia di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito pada
periode Juni-Juli 2010.
2. Cara penggunaan meliputi penggunaan sendok takar obat, cara penuangan
sediaan ke dalam sendok takar, lama pemakaian obat cair, cara
penyimpanan, cara pembersihan sisa obat.
3. Sediaan cair oral yang diteliti meliputi sirup, emulsi, suspensi dan eliksir.
4. Pengambilan sampel penelitian dilakukan di loket bagian Unit Gawat
yang melayani resep untuk pasien rawat jalan, rawat inap, dan resep umum
dari luar sarjito. Loket ini difasilitasi untuk beroperasi selama 24 jam dan
terbuka untuk pengunjung umum yang membeli obat dengan resep maupun
non resep.
5 Pendataan ketersediaan obat dan sendok takar dalam obat cair dilakukan di
seluruh loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito yaitu loket UGD, IRJ, POLI,
INDUK, dan BANGSAL
6. Responden adalah pengunjung apotek yang merupakan pasien rawat jalan
RSUP Dr.Sardjito dan masyarakat umum yang datang ke loket Apotek KF
RSUP Dr. Sardjito selama penelitian berlangsung yang pernah menggunakan sediaan obat cair oral dengan sendok takar, namun tidak harus responden membeli sediaan cair oral di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito pada waktu penelitian berlangsung. Responden harus memenuhi kriteria inklusi-eksklusi dan bersedia terlibat dalam penelitian ini.
7. Pasien rawat jalan adalah pasien yang tidak dirawat secara intensif di rumah sakit, berobat ke rumah sakit ketika ada keluhan tertentu, secara berkala datang ke rumah sakit untuk menerima pengobatan.
8. Apoteker adalah apoteker pendamping yang sedang bertugas saat penelitian berlangsung di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito.
9. Teknik pemberian informasi oleh apoteker adalah secara aktif dan pasif. Kegiatan PIO berupa penyediaan dan pemberian informasi obat yang
bersifat aktif atau pasif. Pelayanan bersifat aktif apabila apoteker pelayanan
pertanyaan melainkan secara aktif memberikan informasi obat, misalnya
penerbitan buletin, brosur, leaflet, seminar dan sebagainya. Pelayanan
bersifat pasif apabila apoteker pelayanan informasi obat memberikan
informasi obat sebagai jawaban atas pertanyaan yang diterima (Anonim, cit
Ikasari, 2008).
10. Sendok teh dan sendok makan yang disurvei adalah sendok yang terdapat di Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Yogyakarta.
11. Aspek pengetahuan adalah pemahaman pengunjung apotek sebagai responden mengenai penggunaan obat cair oral dan penggunaan sendok takar secara
tepat yang mereka yakini kebenarannya dari berbagai sumber yang dinilai
dengan pemberian kuesioner dan wawancara secara langsung.
12. Aspek sikap adalah respon evaluatif responden terhadap penggunaan obat cair oral dan sendok takar yang mereka yakini kebenarannya dari
pengetahuan yang mereka miliki yang dinilai dengan pemberian kuesioner
dan wawancara secara langsung.
13. Aspek tindakan adalah hal-hal yang dilakukan oleh responden dalam penggunaan obat cair oral dan sendok takar yang dinilai dengan pemberian
kuesioner dan wawancara secara langsung.
14. Sebagai pengambilan tingkat pengetahuan, ikap, dan tindakan dikatakan baik apabila responden mengetahui sebagian besar atau seluruhnya dengan skor
jawaban responden >75%; tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan
dikatakan sedang (cukup baik) apabila responden mengetahui sebagian
tindakan dikatakan kurang baik apabila responden mengetahui sebagian
kecil dengan skor jawaban responden <40% (Pratomo., cit Ganie, 2009).
15. Periode Juni-Juli 2010 yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu tanggal 14 Juni 2010 - 10 Juli 2010.
D. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito untuk kegiatan
survei wawancara dan pemberian kuesioner yang berlokasi di loket Unit Gawat
Darurat (UGD). Loket UGD dipilih karena merupakan loket yang melayani resep
rawat jalan maupun rawat inap untuk obat-obatan dengan ataupun tanpa resep.
Penelitian dilakukan setiap hari Senin sampai Sabtu, pada pukul 08.00-15.00
WIB, dimulai dari tanggal 14 Juni 2009 sampai 10 Juli 2010.
E. Subyek Penelitian
Subyek penelitian meliputi pengunjung apotek dan apoteker seperti yang
telah dijelaskan di definisi operasional. Subyek penelitian ini selanjutnya disebut sebagai responden. Responden harus memenuhi kriteria-kriteria yang menjadi batasan dalam penelitian.
Kriteria inklusi adalah subjek berusia minimal 17 tahun, jenis kelamin pria
atau wanita, merupakan pengunjung Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito periode
Juni-Juli 2010 yang pernah membeli sediaan cair oral disertai sendok takar di dalam
kemasan baik di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito maupun di Apotek luar.
dengan informed-consent. Apoteker adalah apoteker pendamping yang sedang bertugas pada periode Juni-Juli 2010. Responden dan apoteker yang bersedia bekerja sama berdasarkan persetujuan dengan informed-consent. Kriteria eksklusi adalah pengunjung dan apoteker Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito yang tidak
bersedia bekerja sama untuk memberikan informasi dalam penelitian. Subjek
penelitian selanjutnya disebut sebagai responden.
F. Sampel dan Populasi
Penetapan jumlah sampel yang ingin ditelliti, untuk populasi kecil atau
lebih kecil dari 10.000 menurut Notoadmojo (2005) dengan rumus 1.
N n = ---
1 + N (d)2
Rumus 1. Besar sampel yang akan dilibatkan dalam penelitian.
Keterangan: N = besar Populasi ; n = besar Sampel; d = nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan (0,05) (Sevilla, Ochave, Punsalam, Regala, Uriarte, 1993).
Dalam penelitian ini sampel yang akan terlibat sebesar : 130
n = --- = 98 1 + 130 (0,05)2
N = besar populasi pengunjung Apotek yang membeli sediaan obat cair bersendok takar rata-rata dalam 1 bulan
n = besar sampel penelitian
Jumlah sampel dihitung dari populasi pengunjung apotek loket UGD
dalam 1 bulan yang membeli sediaan cair oral yang menyertakan sendok takar di
kemasan pada bulan Maret 2010.
Jumlah sampel ditambahkan 10% untuk mengatasi adanya drop out
(Sastroasmoro, Ismael, 2010) menjadi = 10% x 98 = 9,8 sampel ≈ 10 sampel.
Jumlah sampel = 108 sampel.
Untuk survei ketersediaan sendok makan dan sendok teh yang beredar di
masyarakat maka peneliti melakukan survei di lingkungan sekitar peneliti yakni
di kelurahan Ngupasan. Populasi sendok teh dari berbagai jenis yang berbeda
didapatkan 32 macam sedangkan