i
MENGGUNAKAN KOLEKTOR PELAT DATAR
DENGAN PERLAKUAN
SELECTIVE SURFACE
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Jurusan Teknik Mesin
Disusun oleh : Nama : BAYU ARDIYANTO
NIM : 015214089
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
ii
SOLAR WATER HEATER USING FLAT
COLLECTOR WITH SELECTIVE SURFACE
TREATMENT
FINAL PROJECT
Presented as Partial Fulfillment of the Requirements to Obtain the Sarjana Teknik Degree
in Mechanical Engineering
by
BAYU ARDIYANTO Student Number : 015214089
MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM
MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT
SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
v
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, 12 September 2009
Penulis
vi
Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan metode pengamplasan dan penambahan serbuk karbon dengan metode pengecatan hitam terhadap hasil yang diraih pada pemanas air. Bahan yang dipakai adalah pelat aluminium dengan panjang 1000 mm, lebar 800 mm, dan tebal 2 mm, pipa tembaga satu inchi, serbuk aluminium yang telah dicampur lem epoksi, serbuk karbon, serta amplas dengan ukuran 1500.
Ada dua perlakuan dasar pada permukaan aluminium yang dipakai sebagai pembanding, yaitu dicat hitam (prototype 1) dan diamplas selama 10 menit dengan ukuran amplas 1500 kemudian ditambah serbuk karbon dan diamplas lagi selama 10 menit (prototype 2). Di bawah kedua pelat aluminium tersebut direkatkan pipa tembaga dengan menggunakan lem epoksi yang telah dicampur serbuk aluminium. Kemudian pelat tersebut diletakkan dalam kotak kayu yang telah dipersiapkan dan kotak kayu dimiringkan sebesar 30 derajat pada rangka yang juga telah dipersiapkan sebelumnya agar pelat dapat menangkap panas sinar matahari lebih banyak. Pipa disambungkan dengan reservoir yang ada di atas rangka dan dialiri fluida (air). Air inilah yang nantinya akan diukur suhunya dengan menggunakan termometer.
vii
The aim of the research is to compare added carbon powder and grinding method with painted black method to the result of the achievement on the water heater. The using material is the aluminum plate with 1000 mm length, 800 mm width, 2 mm high, one inch copper-pipe, aluminum powder has been mixed using epoxy glue, carbon powder, and 1500 grinder size.
There are two basic treat that used for comparison. The first aluminum plate has been painted black (prototype1). The second aluminum plate has been grinded for 10 minutes with 1500 grinder size, then added by carbon powder and grinded again for 10 minutes (prototype2). After that the copper-pipe fixed on the bottom side of aluminum plate using epoxy glue that mixed with aluminum powder. The next way is the plate put in the wood box has been prepared before. Then the box aslant 30° degree as the plate can catch the heat of the sun a lot. The copper-pipe has been connected with the reservoir on the frame work and flown by fluid. The temperature of the fluid was measured by thermometer.
viii
Segenap puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Pengasih, Pemurah, dan Penyayang yang telah memberikan rahmat dan anugerah-Nya kepada penulis, sehingga penulis diberi kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir ini. Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh penulis untuk memperoleh gelar sarjana Teknik di Jurusan Teknik Mesin Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Dalam proses penyusunan Tugas Akhir ini penulis tak lepas dari bantuan dan masukan dari berbagai pihak, seperti halnya dalam bentuk dorongan, motivasi, bimbingan, sarana dan materi. Untuk itu pada kesempatan ini hanya terima kasih yang sebesar-besarnya yang dapat penulis ucapkan kepada:
1. Bapak Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T., Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bapak Budi Setyahandana, S.T., M.T., Dosen Pembimbing yang telah membimbing dan memotivasi dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
3. Segenap dosen dan karyawan Jurusan Teknik Mesin FT-USD yang telah membimbing dalam masa-masa kuliah.
4. Bapak Martono Dwiyaning Nugroho, Petugas Laboratorium Teknologi Mekanik Universitas Sanata Dharma yang telah membantu penelitian penulis.
ix
buah hati kami atas kasih sayang dan novenanya selama ini.
7. Anak Agung Made Yudhanegara, Topan Bhayu Purba, Dudit Priambodo, Edwardus , Andreas Kurniawan, Berty dan Tris, Widhi Setyawan, Sahono Subroto, Roy Dahlan Purba, Tomo atas segala dukungan dan semangat yang tiada henti.
8. Teman-teman TM angkatan 2000-2005 yang telah mendukung kelancaran penyusunan Tugas Akhir ini. Maaf jika penulis tidak dapat menyebutkan satu persatu.
Tiada kata yang bisa penulis ucapkan selain terima kasih dan semoga Tuhan selalu memberkati dan membalas segala kebaikan Anda semua.
Demikian usaha yang telah penulis lakukan sudah semaksimal mungkin, namun penulis menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu dengan terbuka dan senang hati menerima saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kemajuan yang akan datang.
Semoga penulisan Tugas Akhir ini dapat berguna dan memberikan wawasan lebih tentang ilmu pengetahuan dan teknologi bagi semua pembaca.
Yogyakarta, 12 September 2009
x
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN JUDUL BAHASA INGGRIS ... ii
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI DAN DEKAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN ... v
INTISARI ... vi
ABSTRAK... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR DIAGRAM ... xiv
DAFTAR GAMBAR………... xv
DAFTAR GRAFIK………... ... xvii
DAFTAR TABEL ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1.Latar Belakang ... 1
1.2.Batasan Masalah ... 3
1.3.Tujuan Penelitian ... 4
xi
2.1. Pengertian ... 6
2.2. Perpindahan Kalor ... 7
2.3. Pelat Absorber ... 12
2.3.1. Pembuatan Permukaan Selektif ... 13
2.3.2. Bahan Pelat Absorber ... 15
2.4. Aluminium ... 15
2.4.1. Jenis-jenis Alumunium dan Paduannya ... 18
2.4.2. Unsur-unsur Yang Terkandung Dalam Alumunium.. 21
2.5. Bahan Abrasif ... 25
2.5.1. Sifat Bahan Abrasif ... 26
2.5.2. Amplas ... 29
2.6. Tembaga ... 30
2.7. Karbon ... 31
2.8. Resin Epoksi... 32
2.8.1. Produksi... 32
2.8.2. Sifat-sifat... 35
2.8.3. Pencetakan... 35
2.8.4. Penggunaan... 36
2.9. Data Penelitian Sebelumnya... 37
2.9.1. Data dan Analisis Pengujian Absorptivitas Spesimen 37 2.9.2. Data dan Analisis Pengujian Emisivitas Spesimen.... 41
xii
Spesimen... 47
2.9.5. Data Pengujian Dangan Sinar Matahari Untuk Peningkatan Konduktivitas Lem Epoksi... 49
BAB III METODE PENELITIAN ... 53
3.1. Skema Penelitian ... 53
3.2. Bahan-bahan Yang Diperlukan ... 54
3.3. Proses Pembuatan Prototype ... 55
3.4. Proses Pengamplasan ... 59
3.5. Penempelan Pipa Tembaga Pada Pelat Aluminium ... 60
3.6. Pemasangan Pelat Aluminium Yang Telah Ditempel Pipa Tembaga ke Rangka Prototype... 62
3.7. Pengujian Sinar Matahari... 63
BAB IV DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 68
4.1. Dasar Penentuan Pengujian Dengan Sinar Matahari Untuk Prototype... 68
4.2. Data Pengujian Dengan Sinar Matahari Untuk Prototype... 68
xiii
xiv
Diagram 2.1. Absorbtivitas Tanpa Perlakuan ... 39
Diagram 2.2. Absorbtivitas Spesimen Dicat Warna Hitam ... 40
Diagram 2.3. Pengaruh Waktu Pengamplasan Pada Absortivitas
(Amplas 1500 + Karbon) ... 40
Diagram 2.4. Emisitivitas Tanpa Perlakuan ... 43
Diagram 2.5. Emisitivitas Dicat Hitam ... 44
Diagram 2.6. Pengaruh Waktu Pengamplasan Pada Emisitivitas
(Amplas 1500 + Karbon) ... 44
Diagram 2.7. Pengujian Sinar Halogen Untuk Spesimen Tanpa Perlakuan ... 45
Diagram 2.8. Pengujian Sinar Halogen Untuk Spesimen Dicat Hitam ... 46
Diagram 2.9. Pengujian Sinar Halogen Untuk Spesimen Amplas 1500
xv
Gambar 2.1. Sudut Azimut dan Sudut Polar ... 9
Gambar 2.2. Dimensi Kimia Unsur Tembaga ... 30
Gambar 2.3. Tembaga Kuno ... 31
Gambar 3.1. Pelat Aluminium ... 55
Gambar 3.2. Pipa Tembaga 1 inchi ... 56
Gambar 3.3. Kotak Kayu Hitam ... 56
Gambar 3.4. Jenis Elbow Tembaga dan PVC ... 56
Gambar 3.5. Kaca Bening ... 56
Gambar 3.6. Rangka Besi Berlubang dan Sambungan Siku ... 57
Gambar 3.7. Serbuk Aluminium ... 57
Gambar 3.8. Serbuk Karbon... 57
Gambar 3.9. Hardener dan Resin Epoksi ... 57
Gambar 3.10. Reservoir ... 58
Gambar 3.11. Amplas Ukuran 1500 ... 58
Gambar 3.12. Cat Kaleng ... 58
Gambar 3.13. Busa Peredam ... 58
Gambar 3.14. Kran Air... 58
Gambar 3.15. Pelat Aluminium Dalam Proses Amplas + Karbon ... 59
Gambar 3.16. Mesin Amplas M-2500... 60
Gambar 3.17. Susunan Pipa Tembaga di Bawah Pelat Aluminium ... 61
Gambar 3.18. Pelat Aluminium di Atas Pipa Tembaga ... 61
xvi
Gambar 3.21. Box Dipasang Dengan Sudut 30° ... 63
Gambar 3.22. Sambungan Reservoir Dengan Pipa Tembaga ... 64
Gambar 3.23. Pipa Tembaga Luar Dilapisi Busa ... 64
Gambar 3.24. Prototype 1 Dengan Perlakuan Dicat Hitam ... 65
Gambar 3.25. Prototype 2 Dengan Perlakuan Diamplas + Karbon ... 65
Gambar 3.26. Skema Prototype ... 66
Gambar 3.27. Termometer Air Raksa ... 67
Gambar 4.1. Dimensi Panjang Total Pipa Tembaga ... 79
Gambar 4.2. Foto Permukaan Aluminium Tanpa Perlakuan ... 80
xvii
Grafik 2.1. Perbandingan Suhu - Waktu Spesimen Untuk Pengujian
Sinar Halogen... 47
Grafik 2.2. Pengujian Sinar Matahari Pelat Aluminium ... 49
Grafik 2.3. Dsitribusi Suhu Peningkatan Konduktivitas Lem Epoksi ... 51
Grafik 4.1. Perbandingan Suhu Fluida Air di Dalam Pipa Kolektor ... 71
xviii
Tabel 2.1. Sifat-sifat Fisik Aluminium ... 17
Tabel 2.2. Sifat-sifat Mekanik Aluminium ... 17
Tabel 2.3. Klasifikasi Paduan Aluminium Cor ... 21
Tabel 2.4. Kalsifikasi Paduan Aluminium Tempa ... 21
Tabel 2.5. Ukuran Standart Amplas ... 27
Tabel 2.6. Klasifikasi Dari Abrasif ... 29
Tabel 2.7. Sifat-sifat Bahan Pengeras dan Resin Epoksi Kaku ... 34
Tabel 2.8. Data Hasil Pengujian Absorptivitas Surya Material Awal Tanpa Perlakuan... 37
Tabel 2.9. Data Hasil Pengujian Absorptivitas Surya Material Awal Yang Sudah Dicat Warna Hitam... 37
Tabel 2.10. Data Hasil Pengujian Absorptivitas Surya Material Awal Yang Sudah Diamplas 1500 + Karbon... 38
Tabel 2.11. Data Hasil Pengujian Emisivitas Termal Material Awal Tanpa Perlakuan... 41
Tabel 2.12. Data Hasil Pengujian Emisivitas Termal Material Awal Dicat Warna Hitam... 41
Tabel 2.13. Data Hasil Pengujian Emisivitas Termal Material Awal Diamplas 1500 + Karbon... .. 42
Tabel 2.14. Data Hasil Pengujian Dengan Sinar Halogen ... 45
Tabel 2.15. Data Hasil Pengujian Dengan Sinar Matahari ... 48
xix
Untuk Perlakuan Pelat Absorber Dicat Hitam... 69
Tabel 4.2. Data Hasil Pengujian Suhu Fluida Air Dalam Prototype
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Energi merupakan salah satu faktor pendukung kehidupan manusia
yang paling vital karena tanpa adanya energi semua aspek kehidupan di
muka bumi ini tidak akan tercipta. Energi yang paling banyak digunakan
sekarang ini adalah energi yang tidak dapat diperbaharui dan
sewaktu-waktu dapat habis, misalnya energi minyak bumi, gas, batu bara, dan
lain-lain. Seiring perkembangan jaman dan pertumbuhan jumlah penduduk
yang sangat pesat maka kebutuhan akan energi semakin banyak pula dan
itu memaksa untuk menggali dan mengambil energi dari perut bumi secara
besar-besaran. Di sisi lain jumlah energi yang ada di dasar perut bumi ini
kian hari berkurang dan tidak menutup kemungkinan akan habis.
Melihat keadaan tersebut manusia dituntut berpikir dan bertindak
untuk mengatasi masalah energi dengan menemukan berbagai macam
inovasi dan penemuan. Ada berbagai macam cara untuk menindaklanjuti
keadaan tersebut, yaitu dengan memanfaatkan sumber daya alam sebagai
pengganti minyak bumi yang sebenarnya ada di sekitar kita, contohnya :
energi surya, energi gelombang, energi angin, energi air, biogas dan lain
sebagainya. Dilihat dari letak geografisnya Indonesia berada pada garis
khatulistiwa yang tentunya beriklim tropis, maka dengan kelebihan ini
untuk digunakan yaitu menggunakan energi surya. Energi surya selain
hemat juga ramah lingkungan. Dengan memanfaatkan potensi energi
tersebut maka dapat digunakan teknologi radiasi termal (thermal
radiation) yaitu radiasi elektromagnetik yang dipancarkan oleh suatu
benda karena suhunya. Bila energi radiasi menimpa permukaan suatu
benda maka sebagian dari radiasi itu akan dipantulkan (refleksi), sebagian
diserap (absorpsi), dan sebagian lagi diteruskan (transmisi). Ada dua
macam fenomena yang bisa diamati jika radiasi tersebut menimpa
permukaan suatu benda. Jika sudut jatuhnya sama dengan sudut refleksi
maka dikatakan refleksi itu spekular, apabila berkas yang jatuh itu tersebar
secara merata ke segala arah sesudah refleksi maka refleksi itu disebut
baur (diffuse). Untuk mengambil panas dari surya dapat digunakan alat
penerima atau pengumpul yang disebut kolektor yang berfungsi untuk
mengumpulkan radiasi surya sebanyak mungkin dan mengalirkan energi
yang didapat ke fluida kerja.
Hal yang harus diperhatikan dalam kolektor ini adalah efisiensi
konversi, yang semuanya dipengaruhi oleh sifat-sifat pada pelat absorber
pada kolektor itu sendiri. Namun demikian juga harus diperhatikan
faktor-faktor yang mempengaruhi pelat absorber, dalam penggunaannya untuk
menyerap radiasi surya (radiasi gelombang pendek), dalam hal ini disebut
faktor absorptivitas surya, semakin besar nilai absorptivitasnya maka
semakin besar efisisensi konversi pelat absorber tersebut. Dengan keadaan
naik, sehingga dengan sifat alami suatu benda yang bertemperatur lebih
tinggi dari benda sekitar akan memancarkan energi secara radiasi.
Pengaruh kekasaran permukaan terhadap sifat-sifat radiasi termal
bahan merupakan masalah yang akan menjadi bahan penelitian. Biasanya
permukaan benda yang kasar lebih menunjukkan sifat baur dari pada
permukaan benda yang halus (mengkilap). Untuk mendapatkan sifat kasar
atau halus dapat diperoleh dengan beberapa metode diantaranya vacuum
evaporation, vacuum sputtering, ion exchange, chemical vapour
disposition, chemical oxidation, dipping inchemical baths, electroplating,
spraying, screen printing, brass painting, mekanik. dll.
1.2 Batasan Masalah
1. Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua pelat
alumunium dengan ukuran masing 1 m x 0,8 m serta tebal 2 mm, pipa
tembaga 1 inchi, lem epoksi, box kayu, kaca, rangka besi berlubang,
ember plastik sebagai resevoir, busa, cat hitam, amplas ukuran 1500,
serbuk karbon, dan serbuk aluminium.
2. Metode peningkatan absorptivitas termal pelat aluminium yang
digunakan adalah secara mekanik (pengamplasan dengan penambahan
serbuk karbon dan pengecatan).
3. Dengan metode mekanik pertama (pengecatan), prototype 1
4. Dengan metode mekanik kedua (pengamplasan dan penambahan
serbuk karbon), prototype 2 permukaannya dikasarkan menggunakan
amplas ukuran 1500 dengan waktu pemakanan 10 menit kemudian
ditambah serbuk karbon dan diamplas lagi dengan waktu 10 menit.
5. Penambahan pipa tembaga dilakukan dengan cara ditempelkan pada
permukaan bawah masing-masing benda kerja menggunakan lem
epoksi yang telah dicampur dengan serbuk aluminium untuk menguji
absorptivitas prototype pada fluida (air).
6. Hanya dilakukan pengujian untuk mencari besar absorptivitas
prototype terhadap suhu fluida (air).
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk :
1. Membandingkan metode pengamplasan dan penambahan serbuk
karbon dengan metode pengecatan hitam terhadap hasil yang diraih
pada pemanas air.
2. Mencari data untuk mendukung pengadaan energi alternatif yang lebih
hemat dan bermanfaat.
1.4 Sistematika Penulisan
Pada bab I penulis membahas tentang latar belakang, batasan
masalah, serta sistematika penulisan, pada bab II akan diuraikan tentang
segala macam tentang pelat absorber serta pengertian tentang aluminium,
bahan abrasif yaitu amplas, tembaga, karbon, lem epoksi, dan tinjauan data
penelitian sebelumnya. Metode yang digunakan dalam penelitian, bahan
yang digunakan serta urutan pada proses pembuatan dan pengujian
prototype dijelaskan pada bab III untuk pembahasan dan data hasil
pengujian dibahas pada bab IV. Bab V menyajikan tentang kesimpulan
DASAR TEORI
2.1. Pengertian
Mekanisme dari peralatan konversi energi surya sangat erat
hubungannya dengan perpindahan panas dan yang sangat mempengaruhi
besar kecilnya energi yang dikonversi adalah aliran fluidanya, pada
umumnya menggunakan fluida cairan karena koefisisen aliran laminer dan
koefisien perpindahan panas dalam pipa sama. Untuk memperbesar
perpindahan panas biasanya aliran laminer dibuat supaya aliran menjadi
turbulen dengan memberikan gangguan pada aliran itu.
Panas dalam kolektor yang disebabkan oleh energi surya
menggunakan prinsip perpindahan kalor secara konduksi, konveksi dan
radiasi. Panas yang diserap oleh pelat penyerap secara konduksi dari daerah
yang bertemperatur tinggi ke daerah yang bertemperatur rendah dialirkan
sepanjang pelat tersebut dan melalui dinding saluran, kemudian panas
dialirkan ke fluida dalam saluran secara konveksi. Selanjutnya pelat
penyerap yang panas itu melepaskan panas ke pelat penutup kaca
(umumnya menutupi kolektor) secara radiasi.
Dalam sebuah kolektor surya yang terpenting adalah bagaimana cara
menggunakan energi surya itu secara optimal, yaitu dengan mengatur
kedudukan permukaan kolektor pada berbagai sudut terhadap bidang
horisontal. Untuk bidang permukaan yang miring harus dihitung secara
2.2. Perpindahan Kalor
Sebagai dasar prinsip sebuah kolektor perlu mengetahui suatu
gambaran bahwa perpindahan panas yang diserap melalui tiga cara yang
berbeda yaitu :
1. Konduksi
Perpindahan panas dari daerah yang bertemperatur tinggi ke daerah
yang bertemperatur rendah secara langsung atau dengan bantuan
media padat sebagai penghantar. Laju perpindahan panas yang
terjadi dinyatakan dengan hukum Fourier seperti dibawah ini :
¸
K = konduktivitas termal, W/(m.K)
A = luas penampang tegak lurus pada aliran panas, m2
dT/dx = gradien temperatur dalam arah aliran panas, -K/m.
2. Konveksi
Perpindahan panas dengan media penghantar yang bergerak,
seperti halnya jika udara yang mengalir di atas suatu permukaan
panas kemudian permukaan lain menjadi panas. Apabila aliran
udara atau fluida disebabkan oleh sebuah blower maka disebut
konveksi paksa. Dalam perancangan sebuah kolektor surya
biasanya perpindahan panas konveksi dinyatakan dengan hukum
)
(T T
hA
q W W(watt)
yang diketahui di mana :
H = koefisisen konveksi, W/(m2.K)
A = luas permukaan, m2
TW = temperatur dinding
T = temperatur fluida, K
3. Radiasi
Perpindahan panas yang terjadi tanpa media perantara atau transfer
panasnya berupa gelombang elektromagnetik. Perpindahan panas
secara radiasi yang mengenai sebuah benda akan dipantulkan
(reflected), sebagian akan diserap (absorbed), dan jika benda
tersebut transparan maka sisanya akan diteruskan (transmitted).
Hubungan antara reflektivitas (ȡ), absorptivitas (Į), dan transmisivitas (IJ) pada suatu panjang gelombang tertentu (Ȝ) adalah:
ĮȜ + ȡȜ + IJȜ = 1
Bila ditinjau dengan hukum Kirchoff, maka suatu benda yang
berada dalam kesetimbangan termodinamik akan mempunyai
absortivitas (Į) yang sama dengan emisivitas (İ) pada suatu panjang gelombang tertentu (Ȝ) atau dapat dinyatakan dengan persamaan :
Perlu diketahui bahwa persamaan di atas hanya berlaku pada
permukaan yang tidak bergantung pada sudut azimut (ɮ), dan sudut polar (µ). Seperti tersaji pada Gambar 2.1.
W
Gambar 2.1. Sudut Azimut dan Sudut Polar
Tetapi jika permukaan tersebut tergantung pada sudut azimut (ɮ), dan sudut (µ) maka persamaan di atas menjadi :
İȜ (µ,ɮ) = ĮȜ (µ,ɮ)
tetapi pada permukaan yang tidak transparan (opaque), radiasi
yang diterima hanya akan diserap dan dipantulkan karena pada
permukaan yang tidak transparan tidak meneruskan radiasi (IJ = 0), sehingga persamaannya menjadi:
ĮȜ + ȡȜ = İȜ + ȡȜ = 1 atau secara umum :
İȜ (µ,ɮ) = ĮȜ (µ,ɮ) = 1 - ȡȜ(µi,ɮi)
Dari persamaan di atas dapat disimpulkan emisivitas dan
Efisiensi pada kolektor surya dalam mengkonversi energi
surya menjadi energi termal tergantung pada :
a. Faktor absorptivitas surya pelat absorber pada radiasi surya
yang datang.
b. Emisivitas termal pelat absorber pada panjang gelombang yang
panjang.
c. Kerugian panas karena konduksi, konveksi, dan radiasi.
Untuk efisiensi sebuah kolektor surya dapat dinyatakan dengan
persamaan :
(IJĮ) = faktor transmitan-absorpan kolektor UL = koefisien kerugian (W/(m2.K))
Ti = temperatur fluida masuk kolektor (K)
Ta = temperatur sekitar (K)
GT = radiasi yang datang (W/m2)
Dengan melihat persamaan efisiensi bahwa jika faktor
absorptivitas surya (Į) membesar maka efisiensi (Ș) akan membesar. Koefisien kerugian (UL) dipengaruhi oleh faktor
emisivitas termal di mana semakin besar begitu juga dengan
berkurangnya efisiensi termal. Jadi bila ditinjau dari keadaan
tersebut untuk idealnya pelat absorber harus memiliki faktor
absortivitas surya yang besar dan emisivitas surya termal yang
rendah. Dari beberapa metode peningkatan efisiensi kolektor,
penggunaan permukaan selektif merupakan cara yang paling
efektif dan ekonomis dan dari beberapa penelitian yang dilakukan
ternyata peningkatan harga faktor absortivitas surya memberikan
pengaruh yang lebih besar dibandingkan penurunan faktor
emisivitas termal terhadap peningkatan efisiensi kolektor.
Faktor lain yang mempengaruhi koefisien kerugian adalah
kualitas isolasi, makin baik isolasi maka makin kecil harga
koefisien kerugian. Perolehan panas berguna dari kolektor dapat
dinyatakan dengan persamaan :
qu = ȘGT (W/m2)
dengan persamaan di atas terlihat jumlah panas berguna tergantung
dari efisiensi kolektor, selain itu bahan pelat absorber harus
memiliki konduktivitas termal yang baik dan panas jenis yang
kecil. Dalam tinjauan ini emisivitas thermal adalah perbandingan
total energi yang dipancarkan suatu permukaan dengan total energi
yang dipancarkan benda hitam pada temperatur yang sama. Bila
ditinjau pada permukaan nyata maka perpindahan panas netto
emisivitas termal merupakan fungsi panjang gelombang radiasi,
(kekasaran, warna, bahan, dll). Dengan persamaan
Stefan-Boltzmann dinyatakan sebagai berikut :
4 4 TS = temperatur permukaan pelat penyerap, K.TA = temperatur sekitar/permukaan kaca, K.
Pada benda hitam faktor emisivitas termal (e) = 1, sehingga
persamaan menjadi :
4 4Pada penelitian ini energi yang dipancarkan (q) diukur dengan
radiometer sehingga emisivitas termal (İ) dapat diketahui.
2.3. Pelat Absorber
Untuk mendapatkan efisiensi yang baik dalam pemanfaatan energi
surya harus diperhatikan mengenai sifat-sifat dari bahan pelat absorber.
1. Faktor absorptivitas yang besar (mendekati satu)
2. Faktor emisivitas termal yang kecil (mendekati nol)
3. Sifat optik dan fisik yang stabil
4. Kualitas kontak pelat dengan lapisan selektif yang baik
5. Mudah diaplikasikan
6. Proses pelapisan permukaan selektif yang murah dan tidak merusak
lingkungan (Pandey dan Banerjee, 1998).
2.3.1. Pembuatan Permukaan Selektif
Untuk proses pembuatan permukaan selektif ini, ada banyak
cara untuk memperolehnya. Namun yang memerlukan perhatian
lebih adalah bagaimana cara memperoleh permukaan selektif yang
ideal dengan proses yang ada. Dimana dari hasil permukaan selektif
yang diperoleh harus memiliki faktor absorptivitas surya (Į) yang besar berkisar 0 (nol) sampai 1 (satu), dengan angka semakin
mendekati 1 (satu) akan semakin baik, dan faktor emisivitas termal
(İ) yang kecil berkisar 0 (nol) sampai 1 (satu), dengan angka semakin mendekati 0 (nol) semakin baik. Dari beberapa percobaan
dan penelitian yang pernah ada, diantaranya seperti berikut :
a. Permukaan selektif dengan lapisan oksida tembaga.
Lapisan oksida tembaga dibentuk dengan konversi kimia, yaitu
dengan mencelupkan pelat tembaga yang telah dibersihkan dan
panas selama waktu tertentu. Faktor absorptivitas surya (Į) yang didapatkan sebesar 0,89 dan faktor emisivitas termal (İ) yang didapatkan sebesar 0,17 (Choudhury, 2002).
b. Permukaan selektif oksida cobalt.
Dapat dibuat dengan metode electroplating pada pelat baja-nikel,
dengan metode ini didapatkan faktor absorptivitas surya (Į) antara 0,87 – 0,92 dan faktor emisitvitas termal (İ) antara 0,07 – 0,08 (Choudhury, 2002).
c. Permukaan selektif dengan metode sputtering.
Dengan mengganti lapisan anti korosi dari nickel-chromium
menjadi copper-nickel. Dengan metode ini dapat menaikkan
absorptivitas surya (Į) dari 0,89 – 0,91 menjadi 0,97, dan menurunkan faktor emisivitas termal dari 0,12 menjadi 0,06
(Gelin, 2004).
d. Permukaan selektif dengan metode elektrokimia.
Dengan oksidasi alumunium dan pigmentasi nikel, dapat
menghasilkan absorptivitas surya (Į) sebesar 0,91 dan emisivitas termal sebesar 0,17 (Kadirgan et al, 1999).
e. Permukaan selektif dengan metode grinding.
Untuk memperoleh permukann selektif dengan metode grinding
ini, menggunakan kekasaran permukaaan 1µm - 2µm.
Namun dengan metode grinding ini, setelah diuji dengan
mikrostruktur terdapat variasi pada penggunaan komposisi dan
struktur dari alat grinding. Penggunaan komposisi dan struktur
yang tepat dapat mempengaruhi hasil absorptivitas surya (Į) sampai diatas 0,94.
2.3.2. Bahan Pelat Absorber
Dalam pemilihan bahan pelat absorber yang ditentukan dengan
pertimbangan antara lain efisiensi, biaya proses yang relatif murah,
mudah dalam mendapatkannya serta tidak berdampak mencemaran
lingkungan maka dipilih aluminium sebagai pelat absorber. Selain
hal tersebut pembutannya mudah dilakukan, karena alumumium
sangat mudah dikerjakan dengan teknologi mekanik dan sifat
aluminium tidak mudah berubah secara fisik.
2.4. Aluminium
Aluminium merupakan logam non-ferro mempunyai tahanan korosi
yang baik dan hantaran listrik yang baik dan sifat-sifat yang baik lainnya
sebagai sifat logam. Aluminium sendiri pertama kali ditemukan sebagai
suatu unsur kemudian mengalami reduksi sebagai logam. Secara terpisah
aluminium diperoleh dari alumina dengan cara elektrolisa dari garamnya
yang terfusi, sampai sekarang proses ini masih dipakai untuk memproduksi
menempati urutan kedua setelah besi dan baja, yang tertinggi di antara
logam non-fero.
Sifat-sifat fisik:
- Konduktivitas listrik dan panas bagus
- Tahan korosi air, asam fosfat encer, asam nitrat konsentrat,
dioksida belerang dan senyawa nitrogen yang lain.
- Tidak tahan terhadap korosi air laut, asam, anorganik, soda,
mortar.
Sifat-sifat mekanik:
- Kekuatan relatif tinggi dan ringan
- Dapat dilas tetapi sukar disolder (adanya lapisan oxid)
- Dapat dibalut atau dilapisi dan di-anodasi (oksidasi elektris)
Sifat-sifat aluminium murni :
- Masa jenis 2,7 – 2,85 gr/cm3
- Kekuatan tarik 90-120 Mpa
- Tegangan luluh 34 Mpa
- Kekerasan 23 BHN
Tabel 2.1. Sifat – sifat Fisik Aluminium
Sifat – sifat Kemurnian Al (%)
99,996 >99,0
Massa jenis (20o C) 2,6989 2,71
Titik cair 660,2 653-657
Panas jenis (cal/g.oC) (100oC) 0,2226 0,2297
Hantaran listrik (%) 64,94 59 (dianil)
Tahanan listrik koefisien temperatur (oC) 0,00429 0,0115
Koefisien pemuaian (20-100oC) 23,86x10-6 23,5 x10-6
Jenis kristal, konstanta kisi Fcc fcc
Tabel 2.2. Sifat – sifat Mekanik Aluminium.
Sifat – sifat
Kemurnian Al (%)
99,996 > 99,0
Dianil 75 % dirol dingin Dianil H18
Kekuatan tarik (kg/mm2) 4,9 11,6 9,3 16,9
Kekuatan mulur (0,2%) (kg/mm2) 1,3 11,0 3,5 14,8
Perpanjangan (%) 48,8 5,5 35 5
Kekerasan Brinell 17 27 23 44
Aluminium memiliki sifat-sifat seperti tahan terhadap korosi, tahan
aus, koefisien pemuaian rendah, dan sebagainya. Material ini dipergunakan
dalam bidang yang luas bukan saja untuk peralatan rumah tangga tapi juga
dipakai untuk keperluan material pesawat terbang, mobil, kapal laut,
2.4.1. Jenis-jenis Alumunium Dan Paduannya
a. Aluminium Murni
Aluminium murni diperoleh dengan cara elektrolisa dengan
tingkat kemurnian Yang dapat mencapai 99,99 %. Ketahanan
Aluminium terhadap korosi tergantung pada kemurniannya,
semakin murni semakin tahan terhadap korosi.
b. Al-Cu dan Cu-Mg
Sebagai bahan coran dipakai aluminium paduan dengan
komposisi 4-5 % Cu, karena mudah terjadi retakan pada
coran maka perlu ditambahkan Si. Sedangkan untuk
memperhalus butir, ditambahkan Ti, setelah mengalami
perlakuan panas kekuatan tariknya akan meningkat menjadi
r 25 kg/mm2. Paduan Al-Cu adalah paduan yang
mengandung 4 % Cu dan 0,5 % Mg, dengan penuaan pada
temperatur biasa dalam beberapa hari paduan ini dapat
mengeras sehingga sangat dalam. Paduan ini disebut juga
Duralium.
c. Paduan Al-Mn
Mn dipakai untuk memperkuat Al, tanpa mengurangi
ketahanan terhadap korosinya. Paduan Al-Mn merupakan
d. Paduan Al-Si
Paduan antar aluminium denagan sislikon ini mempunyai
sifat :
1. Mudah mencairkannya
2. Permuakaanya sangat bagus
3. Tidak getas karena pemanasan
4. Sangat baik sebagai paduan coran
5. Tahan terhadap korosi
6. Ringan dan Koefisien pemuaiannya kecil
7. Merupakan penghantar panas yang baik
e. Paduan Al-Mg
Mempunyai sifat tahan terhadap korosi, dan sejak lama
dikenal dengan nama Hidronalium. Dengan 2-3 % Mg,
paduan ini mempunyai sifat-sifat : mudah ditempa, mudah
dirol dan mudah diekstrusi.
f. Paduan Al-Mg-Si
Pengerasan dengan penuaan sangat jarang terjadi bila Al
hanya dicampur sedikit dengan Mg. Dengan penambahan Si,
paduan dapat dikeraskan dengan penuaan panas setelah
perlakuan pelarutan. Paduan ini mempunyai sifat-sifat :
Kurang baik sebagai bahan tempaan, mempunyai mampu
g. Paduan Al-Mg-Zn.
Paduan ini dapat dibuat menjadi sangat keras dengan penuaan
setelah perlakuan pelarutan, mempunyai sifat patah getas
oleh retakan korosi tegangan. Sifat-sifat yang tidak baik ini
berhasil dihilangkan dengan menambahkan 0,3 Mn atau Cr
(hal ini akan membuat butiran kristal padatnya menjadi halus
dan bentuk presipitasinya berubah). Paduan ini dinamakan
Duralumin Super Extra. Paduan ini juga merupakan paduan
Al dengan kekuatan paling tinggi diantara paduan-paduan
lainnya. Paduan ini paling banyak dipakai sebagai bahan
konstruksi pesawat terbang dan sebagai bahan konstruksi
umum.
Paduan aluminium diklasifikasikan dalam berbagai standar
oleh berbagai negara. Paduan aluminium dapat
diklasifikasikan menjadi dua kelompok umum, yaitu :
a. Paduan aluminium tuang atau cor (cast aluminium alloys)
Paduan dengan perlakuan panas (heat treatable alloys)
Paduan tanpa perlakuan panas ( non heat treatable
alloys )
b. Paduan aluminium tempa (wrought aluminium alloys)
Paduan dengan perlakuan panas (heat treatable alloys)
Paduan tanpa perlakuan panas (non heat treatable
Sistem penandaan untuk kedua kelompok paduan tersebut
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.3. Klasifikasi Paduan Aluminium Cor
Seri paduan Unsur paduan utama
1xx.x
Tabel 2.4. Klasifikasi Paduan Aluminium Tempa
Seri paduan Unsur paduan utama
1xx.x
2.4.2. Unsur-unsur yang terkandung dalam Aluminium
a. Silikon (Si)
Keuntungan dari unsur silikon dalam paduan aluminium :
Meningkatkan daya tahan terhadap korosi
Memperbaiki sifat-sifat atau karakteristik coran
Menurunkan penyusutan dalam hasil cor
Kerugian unsur silikon adalah :
Penurunan keuletan bahan terhadap beban kejut
Hasil cor akan rapuh jika kandungan silicon terlalu tinggi
b. Tembaga (Cu)
Keuntungan unsur Cu :
Meningkatkan kekerasan bahan
Memperbaiki kekuatan tarik
Mempermudah proses pengerjaan dengan mesin
Kerugian unsur Cu :
Menurunkan daya tahan terhadap korosi
Mengurangi keuletan bahan
Menurunkan kemampuan dibentuk dan dirol
c. Mangan (Mn)
Keuntungan unsur Mangan (Mn) adalah :
Meningkatkan kekuatan dan daya tahan terhadap
Meningkatkan daya tahan terhadap korosi
Mengurangi pengaruh buruk unsur besi
Kerugian unsur Mangan (Mn)
Menurunkan kemampuan penuangan
Meningkatkan kekasaran butiran partikel
d. Magnesium (Mn)
Keuntungan unsur Magnesium :
Mempermudah proses penuangan
Meningkatkan kemampuan pengerjaan mesin
Meningkatkan daya tahan terhadap korosi
Meningkatkan kekuatan mekanis
Menghaluskan butiran kristal secara efektif
Meningkatkan ketahanan terhadap beban kejut/impak
Kerugian unsur Mg :
Meningkatkan kemungkinan timbulnya cacat pada hasil
cor
e. Nikel (Ni)
Keuntungan unsur Ni :
Meningkatkan kekuatan dan ketahanan terhadap
Menurunkan pengaruh buruk Fe (besi) dalam paduan
Meningkatkan daya tahan terhadap korosi
Unsur nikel tidak menimbulkan kerugian dalam paduan
f. Besi (Fe)
Keuntungan unsur Fe :
Mencegah terjadinya penempelan logam cair pada
cetakan selama proses penuangan
Kerugian dari unsur Fe :
Penurunan sifat mekanis
Penurunan tekanan tarik
Timbulnya bintik keras pada hasil cor
Peningkatan cacat porositas
g. Seng (Ze)
Keuntungan unsur Zn :
Meningkatkan sifat mampu cor
Meningkatkan kemampuan di mesin
Mempermudah dalam pembentukan
Meningkatkan keuletan bahan
Kerugian unsur Zn :
Menurunkan ketahanan terhadap korosi
Menurunkan pengaruh baik dari unsur besi
Bila kadar Zn terlalu tinggi akan dapat menimbulkan
cacat rongga udara
h. Titanium (Ti)
Keuntunga Ti :
Meningkatkan kekuatan hasil cor pada temperatur tinggi
Memperhalus butir kristal pada permukaan
Mempermudah proses penuangan
Kerugian unsur Ti :
Meningkatkan viskositas logam cair dan menguragi
fluidisitas logam cair
2.5. Bahan Abrasif
Bahan anorganik keras yang dipergunakan sebagai bahan
pemotong dan pemoles: logam, kayu, plastik, keramik, dsb; dinamakan
bahan abrasif. Bahan ini dipergunakan dalam bentuk butir atau bubuk, dan
dibuat dalam bentuk perkakas seperti batu gerinda kain dan kertas amplas.
Berbagai macam proses permesinan mempergunakan bahan abrasif.
penggosokan menggunakan kompon abrasif dicampur minyak atau fet,
dalam pemolesan laras bahan pemoles dimasukan ke dalam laras dan
digosokan dengan gerakan memutar, dalam proses injeksi bahan abrasif
disemprotkan, dan dalam proses ultrasonik bahan abrasif membentur bahan.
Sebagai perkakas bahan abrasif dibuat batu gerinda, batu hon, batu
superfinis, kain amplas dan kertas amplas.
Adapun sifat dan penggunaan bahan abrasif adalah:
2.5.1 Sifat Bahan Abrasif
Dapat diperoleh abrasif buatan dan abrasif alam, seperti
ditunjukandalam Tabel 2.6. yang dibagi menjadi penggerindaan dan
pengelapan. Dalam tabel, amplas berarti kristal korundum di mana
kristal magnetithalus didispersikan. Nitrida boron adalah fasa
tekanan tinggi dan dibuat seperti intan dibawah temperatur dan
tekanan tinggi. Abrasif yang paling banyak dipergunakan untuk
berbagai maksud pada saat ini, adalah alumina dan karbida silikon.
Intan, nitrida boron dan karbida boron dipakai untuk pemolesan
bahan sangat keras. Garnet digunakan untuk pemolesan gelas dan
untuk kertas amplas kayu.
Ada beberapa ukuran standar amplas. Yang paling sering
digunakan adalah ukuran standar CAMI (Coated Abrasives
Manufacturer's Institute) dan ukuran standar FEPA (Federation of
amplas tersebut, tidak dapat diperbandingkan secara tepat, karena
FEPA lebih mendefinisikan mengenai ukuran antar partikel minimal
dan partikel maksimal yang digunakan, sedangkan CAMI lebih
mendefinisikan mengenai ukuran rata-rata partikel. Dalam penelitian
ini amplas yang digunakan berdasar pada ukuran standar FEPA,
karena amplas yang dijual dipasaran menggunakan ukuran standar
FEPA.
Pada industri amplas, ukuran partikel sering disebut dengan
mikron, penyebutan singkat dari mikrometer. Tetapi, CGPM sebagai
pemegang kontrol untuk satuan SI, menyebutkan bahwa mikron
harus disebut dengan mikrometer.
Tabel 2.5. Ukuran Standart Amplas
P60 269(0,01014)
Sangat halus 66(0,00257)
P220 68(0,00254)
Bagian atas disebut makrogrit, bagian bawah disebut mikrogrit P240
Grit Deskripsi
Ukuran rata-rata parikel dalam mikron
Pada tabel bagian bawah ini,(amplas ukuran 800-2500) paling banyak digunakan dalam industri pengecatan dan logam, terutama pada proses finishing
Bahan abrasif dihancurkan dan diayak dengan berbagai cara.
Bubuk halus dipisah-pisahkan menjadi ukuran butir tertentu. Sifat
khas yang penting dari bahan abrasif adalah sifat bahan mineral dan
strukturnya, komposisi kimia ukuran butir, bentuk pertikel, massa
jenis butir, kekerasan, keuletan dan ketahanan aus.
Tabel 2.6. Klasifikasi dari abrasif
Abrasif alam
Gerinda Intan, korundum, emeri, garnet, batu bersifat silika ( flint )
Pemolesan Tripolit, tanah diatom, bubuk batu pumis, dolomit ( sinteran )
Abrasif buatan
Gerinda
Intan buatan, nitrida boron, karbida boron, karbida silicon, alumina leburan, emery buatan, zirkonia leburan
Pemolesan Alumina, oksida besi, oksida kromium, oksida serium
2.5.2 Amplas
Kain amplas dan kertas amplas terdiri dari bahan dasar
abrasif dan perekat. Amplas dibuat dalam bentuk lembaran,
gulungan, pita ban, piringan dan sebagainya. Ada berbagai variasi
yang dapat diperoleh yang ditentukan oleh kombinasi abrasif dalam:
jenis, ukuran butir, lapisan dan kerapatan lapisan, jenis bahan dasar
(kain atau kertas), perekat biasa atau resin fenol, dan sebagainya. Di
samping itu ada jenis basah dan jenis kering. Untuk jenis basah,
bahan dasar diolah terlebih dahulu agar cair dengan mempergunakan
resin cair dan sebagainya, serta perekatnya diambil dari jenis yang
2.6. Tembaga
Tembaga atau kuprum adalah unsur kimia dalam tabel unsure
berkala yang mempunyai simbol Cu dan nomor atom 29. Tembaga
merupakan logam mulur kemerahan yang mempunyai kekonduksian
elektrik dan daya hantar yang sangat baik, dan digunakan secara meluas
sebagai pengalir elektrik, bahan pembinaan, dan sebagai unsur setengah
aloi. Apabila dioksidakan, tembaga adalah unsur yang lemah. Tembaga
memiliki ciri warnanya yaitu memantulkan cahaya merah dan jingga saat
menyerap frekuensi-frekuensi lain dalam spektrum tampak. Bandingkan
ciri-ciri optik ini dengan ciri-ciri optik perak, emas dan aluminium.
Gambar 2.2. Dimensi Kimia Unsur Tembaga
Tembaga merupakan bahan yang memiliki ikatan logam,
menyebabkannya mempunyai beraneka jenis sifat-sifat kelogaman.
Tembaga terletak dalam keluarga yang sama seperti perak dan emas dalam
tabel unsur berkala, tembaga mempunyai sifat-sifat yang serupa dengan
kedua-dua logam itu. Kesemuanya mempunyai kekonduksian elektrik,daya
hantar yang tinggi, dan mudah ditempa. Dalam keadaan cair, permukaan
(apabila tiada cahaya sekitar) logam akan terlihat agak kehijauan, dan
(H2O) dan isopropanol, atau isopropil alkohol. Terdapatnya dua isotop
stabil, 63Cu dan 65Cu, dan berpuluhan jenis radioisotop. Contoh tembaga
kuno dari Zakros Crete, dibentuk seperti kulit binatang yang memang
menjadi kelaziman pada zaman tersebut Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Tembaga Kuno
Terdapat beberapa jenis aloi tembaga-logam spekulum antara lain:
aloi tembaga dengan timah, aloi tembaga dengan zink, logam monel
merupakan aloi tembaga dengan nikel, dan juga dipanggil kupronikel.
Kemurnian tembaga dinyatakan sebagai 4N bagi yang mempunyai
kemurnian 99.9999% dan 7N bagi 99.9999999%. Angka yang menyertai
simbol N menunjukkan jumlah angka sembilan selepas titik sepersepuluh.
2.7. Karbon
Karbon merupakan unsur kimia yang mempunyai simbol C dan
nomor atom 6 pada tabel periodik. Karbon merupakan unsur non-logam,
bervalensi 4, dan memiliki beberapa alotrop, termasuk grafit dan intan.
Ada beberapa jenis karbon dalam keadaan amorf dan juga berbagai
keadaan tengah, antara keadaan amorf dan keadaan kristal. Secara
dan karbon seperti gelas yang terlihat seperti gelas hitam yang sangat keras.
Warna karbon pada umumnya adalah hitam tetapi untuk jenis intan tidak
berwarna Karbon memiliki konduktivitas thermal 119–165 W/(m·K) untuk
grafit pada suhu 300 K dan 900–2320 W/(m·K) untuk intan 300 K. Dalam
penelitian ini karbon yang digunakan adalah karbon yang berasal dari
proses pembakaran arang kayu.
Karbon terdapat di dalam semua makhluk hidup dan merupakan
dasar kimia organik. Unsur ini juga memiliki keunikan dalam
kemampuannya untuk membentuk ikatan kimia dengan sesama karbon
maupun banyak jenis unsur lain, membentuk hampir 10 juta jenis senyawa
yang diketahui. Karbon merupakan unsur non-logam. Karbon terdapat di
dalam semua makhluk hidup dan merupakan dasar kimia organik. Unsur ini
juga memiliki keunikan dalam kemampuannya untuk membentuk ikatan
kimia dengan sesama karbon maupun banyak jenis unsur lain.
2.8. Resin Epoksi
Resin ini mempunyai kegunaan yang luas dalam industri teknik
kimia, listrik, cat pelapis, pencetakan cor dan benda-benda cetakan.
2.8.1. Produksi
Pada saat ini produksinya adalah kebanyakan merupakan
kondesat dari bisfenol A (4-4’ dihidroksidifenil 2,2-propanon) dan
Bisfenol A diganti dengan novolak, atau senyawa tak jenuh,
siklopentadien, dan sebagainya. Resin epoksi bereaksi dengan pengeras
dan menjadi unggul dalam kekuatan mekanik dan ketahanan kimia.
Sifatnya bervariasi bergantung pada jenis, kondisi dan pencampuran
dengan pengerasnya. Banyaknya campuran dihitung dari ekivalen
epoksi (banyaknya resin yang mengandung 1 mol gugus epoksi dalam
gram). Tabel. 2.7. menunjukkan beberapa contoh dan kondisi di bawah :
a. Zat pengawet amin
Poliamin alifatik, misalnya dietilentriamin, trietilentetramim, dan
sebagainya, digunakan bagai zat pengawet dingin, tetapi zat-zat
tersebut beracun. Dalam banyak hal senyawa lain, seperti
akrilonitril, etilen oksida dan sebagainya, ditambahkan dan
digunakan sebagai senyawa tambahan yang mempunyai gugus
amin pada ujung.
b. Pengeras anhidrida asam
34
2.8.2. Sifat-sifat
a. Resin bifinol A
Kelekatanya terhadap bahan lain baik sekali. Bahan ini banyak
digunakan dalam cat atau logam, perekat, pelapis dengan serat
gelas. Pada pengawetan tak dihasilkan produk tambahan seperti
air, dan penyusutan volume kurang. Kestabilan dimensinya baik.
Sangat tahan tehadap zat kimia dan stabil terhadap banyak asam
kecuali asam pengoksida yang kuat, dan asam alifatik rendah,
alkali dan garam. Karena tak diserang oleh hampir semua pelarut,
bahan ini baik digunakan sebagai bahan non-korosif.
b. Resin sikloalifatik
Bahan ini viskositasnya rendah dan ekivalen epoksinya kecil.
Bahan ini berguna sebagai pengencer bisfenol karena mudah
penanganannya. Karena kaku dan rapuh, bahan ini banyak
digunakan untuk alat isolasi listrik yang diperkuat dengan serat
gelas. Ketahanan busur dan sifat anti alurnya baik.
2.8.3. Pencetakan
a. Pengecoran
Digunakan untuk poduksi perekat dan pembenam komponen
b. Pencetakan lapisan
Digunakan untuk produksi pelapis resin epoksi-serat gelas. Ada
metoda aliminasi basah (pengeras diletakkan dalam resin cair dan
ditambah pengencer atau pembasah, viskositasnya turun), metoda
laminasi kering (resin padat dilarutkan dalam pelarut seperti
aseton, dan pengeras yang tak bereaksi pada suhu rendah,
ditambahkan kemudian, dalam massa serat gelas dijenuhkan dan
dikeringkan), dan metode penggulungan filament (serat gelas
yang jenuh digulung pada inti dan diawetkan dengan
pemanasan).
2.8.4. Penggunaan
a. Perekat
Hampir semua plastik dapat melekat cukup kuat kecuali resin
silikon, fluoresin, polietilen dan polipropilen. Jenis yang lain
adalah jenis yang paling sering dipakai. Paling luas digunakan
dalam industi penebangan, kontruksi dan litrik.
b. Cat
Bahan cat dapat dipakai tehadap berbagai bahan, dan secara luas
digunakan karena pelapisanya kuat, unggul dalam ketahanan air
dan ketahanan kimia.
c. Pencetakan coran
2.9. Data Penelitian Sebelumnya
Data ini merupakan data yang di ambil dari penelitian yang telah
dilakukan penguji lain sebelumnya dengan bahan dan perlakuan yg sama
terhadap penelitian ini. Data-data tersebut nantinya akan dijadikan dasar
acuan dalam penelitian ini. berikut data-data yang diperoleh dari penelitian
sebelumnya.
2.9.1. Data dan Analisis Pengujian Absorptivitas Spesimen
Pengujian absorptivitas ini bertujuan untuk mengetahui
kemampuan setiap spesimen menyerap energi panas setelah
diamplas dan diberi serbuk karbon serta hanya di cat hitam.
Berikut data yang diperoleh :
Tabel 2.8. Data Hasil Pengujian Absorptivitas Surya Material Awal Tanpa Perlakuan
No
Material
Awal Spesimen
Tegangan
Tabel 2.9. Data Hasil Pengujian Absorptivitas Surya Material Awal yang Sudah Dicat Warna Hitam
No Material
Awal Spesimen
Tabel 2.10. Data Hasil Pengujian Absorptivitas Surya Material Awal Yang Sudah Diamplas 1500 + karbon.
Spes
30 2,47 3.16 0,78165 0,21835 0,218354
A3b 2,47 3.16 0,78165 0,21835
Dengan menambah waktu pengamplasan tidak berpengaruh secara
signifikan pada hasil pengujian absorptivitas. Di sini tidak dapat
disimpulkan bahwa semakin lama waktu pengamplasan semakin besar nilai
absoptivitasnya atau sebaliknya. Hal itu kemungkinan disebabkan oleh
beberapa faktor yang kurang sempurna antara lain :
- Proses pengamplasan
- Proses pemberian karbon
- Pembacaan multimeter
Walaupun demikian hasil pengujian secara keseluruhan dapat
mencapai angka absorptivitas yang diharapkan lebih besar dari permukaan
aluminium awal (tidak diproses). Dengan pengujian radiasi dapat diketahui
besar angka reflektivitas, yang besarnya berbanding terbalik dengan besar
absorptivitas. Untuk mencari besar absortivitas melalui perbandingan besar
tegangan solar cell pantulan dari aluminium dengan besar tegangan
langsung dari solar cell, dapat dicari menggunakan persamaan sebagai
ĮȜ + ȡȜ= 1 ... ( 1 )
Diagram Uji Absorptivitas
0,1899 0,1867
Diagram 2.1. Absorptivitas Tanpa Perlakuan
Diagram 2.2. Absorptivitas Spesimen Dicat Warna Hitam
Diagram 2.3. Pengaruh Waktu Pengamplasan Pada Absorptivitas (Amplas 1500 + Karbon)
0,2911 0,2911
Spesimen dicat hitam
A
2.9.2. Data dan Analisis Pengujian Emisivitas Spesimen
Pengambilan data emisivitas ini bertujuan untuk
mengetahui seberapa besar suatu bahan melepas energi panas
dibanding penyerapannya. Diketahui bahwa memberi perlakuan
pada permukaan suatu bahan alumunium dengan mengamplas dan
mengecat hitam dapat menyebabkan perubahan emisivitas pada
bahan tersebut. Data-data yang diambil dalam penelitian ini adalah
data emisivitas thermal, yaitu sebagai berikut :
Tabel 2.11. Data Hasil Pengujian Emisivitas Thermal Material Awal
Tanpa Perlakuan
Thermokopel 1
No Material
Awal Spesimen
Suhu
Awal Spesimen
Suhu
Tabel 2.12. Data Hasil Pengujian Emisivitas Thermal Material Awal Dicat Warna Hitam
Thermokopel 1
No Material
Awal Spesimen
Thermokopel 2
No Material
Awal Spesimen
Suhu
Tabel 2.13. Data Hasil Pengujian Emisivitas Thermal Material Awal Diamplas 1500 + karbon
Thermocouple 1
Dalam pengujian ini lamanya waktu pengamplasan juga
tidak dapat menentukan besar kecilnya nilai emisivitas benda uji,
ini disebabkan beberapa faktor yang hampir sama pada pengujian
0,29
alat pemanas yang mengakibatkan kondisi awal menjadi berbeda
pada saat pengukuran suhu dan radiasinya.
Dengan mengetahui suhu aluminium, suhu sekitar dan
radiasi dapat diketahui emisivitas thermal menggunakan persamaan
sebagai berikut:
Diagram Uji Emisivitas
Diagram 2.4. Emisivitas Tanpa Perlakuan
44
Diagram 2.5. Emisivitas Dicat Hitam
0,4700
Diagram 2.6. Pengaruh Waktu Pengamplasan Pada Emisivitas (Amplas 1500 + Karbon)
2.9.3. Data Pengujian dengan Sinar Halogen Untuk Spesimen
Spesimen juga di uji menggunakan sinar halogen agar dapat
mengetahui besarnya spesimen menerima atau menyerap panas
yang berasal dari sinar halogen. berikut data-data yang diperoleh :
34.7
Tabel 2.14. Data Hasil Pengujian Dengan Sinar Halogen
Waktu
46
Diagram 2.8. Pengujian Sinar Halogen Untuk Specimen
Dicat Hitam
Diagram 2.9. Pengujian Sinar Halogen Untuk Specimen Amplas 1500
PERBANDINGAN SUHU - WAKTU SPECIMEN
Dicat Hitam Amplas 1500 + karbon Tanpa Perlakuan
Grafik 2.1. Perbandingan Suhu - Waktu Specimen Untuk
Pengujian Sinar Halogen
2.9.4. Analisis Pengujian dengan Sinar Matahari Untuk Spesimen
Pengambilan data pada pengujian langsung dengan sinar
matahari ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besarnya suatu
bahan menerima panas matahari setelah membuat kasar permukaan
suatu bahan “Aluminium’ dengan cara diamplas. Data-data yang
diambil dalam penelitian ini adalah besarnya suhu pada setiap
48 Amplas 1500 + karbon
GRAFIK PENGUJIAN SINAR MATAHARI
Di Cat Hitam Am plas 1500 + karbon 10 m enit
Am plas 1500 + karbon 20 m enit Am plas 1500 + karbon 30 m enit
Grafik 2.2. Pengujian Sinar Matahari Pelat Aluminium
2.9.5. Data Pengujian dengan Sinar Matahari Untuk Peningkatan
Konduktifitas Panas Lem Epoksi
Pengambilan data peningkatan konduktivitas ini bertujuan
untuk mengetahui suhu tertinggi yang dihasilkan oleh efek panas
radiasi dalam kotak kaca yang dapat diserap oleh bahan. Diketahui
50
epoksi yang berbeda-beda dapat meningkatkan konduktivitas panas
bahan tersebut.
Tabel 2.16. Peningkatan Konduktifitas Surya
No Waktu
(menit)
Suhu plat
(qC)
Temperatur plat setelah melewati lem (qC)
51
25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Waktu
S
uhu
52
Tabel 2.16. dan Grafik 2.3. di atas merupakan data
perbandingan suhu yang dihasilkan dari specimen komposisi
campuran lem epoksi dengan serbuk aluminium yang dipanaskan
Bahan pelat alumunium, pipa tembaga, dll.
Pembuatan prototype
Al tanpa perlakuan dan Al di cat hitam doff, ditempelkan dengan pipa
tembaga
Al diamplas dengan ukuran 1500 dengan waktu 10 menit
lalu ditambah karbon dan diamplas lagi dengan waktu
10 menit, ditempelkan dengan pipa tembaga
Pengujian kenaikan suhu fluida air
Analisis data
Pembahasan
Kesimpulan METODE PENELITIAN
Pada bab ini dibahas tentang skema serta metode yang digunakan dalam
penelitian, bahan yang digunakan dalam penelitian, dan langkah-langkah
pembuatan prototype.
3.2 Bahan-bahan Yang Diperlukan
Bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan prototype adalah
sebagai berikut :
1. Dua pelat aluminium dengan ukuran masing-masing adalah 80 cm x
100 cm dan tebal 2 mm, Gambar 3.1.
2. Pipa tembaga 1 inchi dengan total panjang kurang lebih 24 meter
yang telah dipotong-potong sesuai dengan rancangan benda uji,
Gambar 3.2.
3. Dua kotak kayu dengan ukuran dalam 80 cm x 100 cm x 20 cm dan
tebal 1 cm yang telah dicat hitam, Gambar 3.3.
4. Elbow tembaga sebanyak delapan buah dan sambungan (T)
sebanyak dua puluh empat buah ditambah elbow PVC dua buah,
Gambar 3.4.
5. Dua buah kaca bening dengan ukuran 80 cm x 100 cm x 0,5 cm,
Gambar 3.5.
6. Rangka besi berlubang dengan total panjang kurang lebih empat
puluh meter dengan seratus dua puluh buah siku dan tiga ratus
enam puluh buah pasang mur baut, Gambar 3.6.
7. Enam Kilogram serbuk aluminium, Gambar 3.7.
8. Tiga Kilogram serbuk karbon, Gambar 3.8.
9. Empat resin dan empat hardener campuran epoxy, Gambar 3.9.
10.Dua ember plastik (reservoir) penampung air, Gambar 3.10.
12.Cat hitam sebanyak dua kaleng, gambar 3.12.
13.Busa secukupnya untuk menutup pipa tembaga yang ada di luar
kotak kayu, Gambar 3.13.
14.Dua buah kran air ¾ inchi, Gambar 3.14.
3.3 Proses Pembuatan Prototype
Prototype yang akan diuji, harus dipersiapkan terlebih dahulu.
Persiapannya sebagai berikut :
1. Sebelum permukaan pelat diamplas, pelat diukur dan dipotong sesuai
dimensi yang diinginkan yaitu panjang 100 cm dan lebar 80 cm dengan
tebal 2 mm, seperti Gambar 3.1.
100 cm 2 cm
80 cm
2. Kemudian bahan-bahan seperti pipa tembaga 1 inchi dan bahan-bahan
lain yang telah disebutkan pada sub bab 3.3. di atas juga disiapkan.
Gambar 3.2. Pipa Tembaga 1 inchi Gambar 3.3. Kotak Kayu Hitam
Gambar 3.4. Jenis Elbow Tembaga dan PVC
Gambar 3.6. Rangka Besi Berlubang dan Sambungan Siku
Gambar 3.7. Serbuk Aluminium Gambar 3.8. Serbuk Karbon
Gambar 3.10. Reservoir Gambar 3.11. Amplas Ukuran 1500
Gambar 3.12. Cat Kaleng
3.4 Proses Pengamplasan
Proses pengamplasan dilakukan pada salah satu permukaan pelat
aluminium (prototype) dengan beberapa tahap sebagai berikut :
¾ Pelat aluminium yang telah dibentuk sesuai dengan ukuran dibersihkan
dari berbagai macam kotoran sisa yang menempel pada pelat aluminium
saat proses pembuatan.
¾ Pelat aluminium diamplas pertamakali menggunakan mesin amplas
M-2500 Gambar 3.16. dengan ukuran amplas 1500 dan waktu
pengamplasan 10 menit untuk meratakan dan membersihkan kotoran pada
permukaan pelat aluminium.
¾ Pelat Aluminium diletakkan pada kotak kaca dan ditempel perekat agar
pada saat pengamplasan kedua tidak dapat bergerak, seperti pada Gambar
3.15.
Gambar 3.16. Mesin Amplas M-2500
¾ Pada pengamplasan kedua unsur karbon dimasukkan ke dalam kotak kaca
sampai seluruh permukaan pelat aluminium tertutupi karbon.
¾ Selanjutnya, pelat aluminium diamplas dengan variasi ukuran 1500 dan
jangka waktu 10 menit.
¾ Setelah pelat aluminium diamplas dalam waktu yang ditetapkan lalu
diangkat dan dibiarkan dingin.
Pengamplasan pada permukaan pelat aluminium dilakukan dua
kali. Pertama pelat aluminium diamplas dengan amplas ukuran 1500. Kedua
pelat aluminium diamplas dengan amplas ukuran 1500 dan ditambah serbuk
karbon.
3.5 Penempelan pipa tembaga pada pelat aluminium
Proses penempelan pipa tembaga dilakukan pada bagian belakang
pelat aluminium yang tidak mengalami perlakuan seperti diamplas ataupun
dicat hitam dengan cara sebagai berikut :
¾ Pipa tembaga sebelumnya dipotong-potong dan disusun serta dirangkai
Gambar 3.17. Susunan Pipa Tembaga di Bawah Pelat Aluminium
¾ Kemudian resin epoksi yang telah dicampur dengan serbuk aluminium
disiapkan untuk menempelkan pipa tembaga ke pelat absorber.
¾ Resin epoksi yang telah dicampur serbuk aluminium kemudian dioleskan ke
pipa tembaga. Setelah rata, pipa tembaga ditempelkan ke pelat absorber
sesuai ukuran yang telah disesuaikan, terlihat pada Gambar 3.18.
¾ Setelah pipa tembaga tertempel pada pelat absorber tekan pipa dengan
beban supaya pipa tidak geser posisinya. Kemudian diamkan sampai resin
epoksi mengeras dan pipa menempel ke pelat absorber dengan kuat serta
baik.
3.6 Pemasangan pelat aluminium yang telah ditempel pipa tembaga ke
rangka prototype.
Setelah pelat aluminium dan pipa tembaga dipastikan menempel
dengan kuat dan baik. Pelat aluminium kemudian dipasangkan pada rangka
yang telah dipersiapkan lebih dahulu, berikut persiapannya :
¾ Kotak kayu yang telah dicat hitam dan lebar serta panjangnya sesuai dengan
ukuran pelat aluminium disiapkan. Kedua sisi kotak kayu tersebut dilubangi
sesuai dengan ukuran pipa tembaga yang menempel pada pelat aluminium
tersebut Gambar 3.19.
¾ Kemudian pelat aluminium dimasukkan ke kotak yang telah didesain sesuai
ukuran pelat aluminium dan permukaan atas kotak ditutup dengan kaca
bening dan kedudukan kaca bening tersebut dikunci dengan pelat
aluminium yang lebih tipis seperti terlihat pada Gambar 3.20.
Gambar 3.20. Kaca Dipasang Paling Atas dan Dikunci Dengan
Pelat Aluminium Tipis
¾ Kotak kayu tersebut dipasang pada rangka besi berlubang yang telah
didesain sebelumnya dengan sudut 30° sesuai Gambar 3.21.
¾ Resevoir penampung fluida air disambungkan pada pipa tembaga yang
terhubung pada rangkaian pipa tembaga yang ada dalam kotak kayu dengan
cara dilubangi bagian bawah reservoir tersebut Gambar 3.22.
Gambar 3.22. Sambungan Reservoir Dengan Pipa Tembaga
¾ Pada bagian akhir pipa tembaga dirangkai sesuai dengan Gambar 3.26.
untuk menyatukan reservoir penampung fluida air dengan rangkaian pipa
tembaga yang ada dalam kotak kayu. Kemudian lapisi pipa tembaga yang
berada di luar kotak kayu dengan busa untuk meredam panas yang diterima
dari sinar matahari langsung Gambar 3.23.
3.7 Pengujian sinar matahari
Dalam pengujian ini digunakan sinar matahari secara langsung.
Untuk pengujian dua prototype berukuran 100 cm x 80 cm yang
memperoleh perlakuan berbeda. Prototype dalam pengujian sinar matahari
ini dibuat besar dengan tujuan agar sinar matahari yang dipancarkan ke
permukaan benda dapat ditampung lebih banyak.
Tujuan pengujian sinar matahari ini adalah untuk membandingkan
panas yang bisa diserap oleh permukaan pelat aluminium (prototype)
setelah diberi perlakuan berbeda yaitu diamplas dengan serbuk karbon
Gambar 3.24. dan aluminium yang hanya dicat hitam Gambar 3.25.
Langkah penelitian :
a. Alat uji
Alat uji menggunakan sinar matahari secara langsung.
Gambar 3.24. Prototype 2 Dengan Perlakuan Amplas Plus Karbon Gambar 3.25. Prototype 1 Dengan
b. Mempersiapkan benda uji
Prototype dari aluminium dengan dua perlakuan berbeda tadi
masing-masing dimasukan pada sebuah penampang yang
terbuat dari kayu yang atasnya diberi kaca transparan dengan
tujuan panas dari sinar matahari yang dipancarkan ke
permukaan prototype dapat masuk dari berbagai sudut dan
panas tersebut tidak mudah keluar atau hilang ke udara bebas,
sehingga membuat suhu stabil. Pemasangan prototype yang
akan diuji dapat dilihat pada Gambar 3.25.
Gambar 3.26. Skema Prototype
c. Pelaksanaan penelitian
Setelah prototype tadi terpasang dan telah teraliri fluida air,
langsung, tetapi sebelum dijemur diukur terlebih dahulu suhu
awal fluida yang mengalir pada prototype tersebut dengan
menggunakan termometer air raksa. Setelah menentukan
suhu awal, benda dijemur hingga mendapatkan suhu panas
yang maksimal dan setiap 15 menit sekali diukur suhu fluida
yang keluar dari saluran pipa tembaga prototype tersebut
dengan menggunakan thermometer air raksa Gambar 3.26.
DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Dasar Penentuan Pengujian dengan Sinar Matahari Untuk Prototype
Dalam penelitian ini, penulis hanya mengambil data dengan sistem
pengujian langsung prototype pada sinar matahari. Karena pada tujuan
penelitian sudah dibatasi hanya melakukan pengujian dengan pemanasan
sinar matahari langsung. Oleh sebab itu, data yang telah didapatkan dari
penelitian sebelumnya akan dijadikan tolok ukur atau pembanding terhadap
data yang akan diperoleh pada penelitian ini.
4.2. Data Pengujian dengan Sinar Matahari Untuk Prototype
Pengambilan data pada pengujian langsung dengan sinar matahari ini
bertujuan untuk mengetahui berapa besar suhu fluida air yang mengalir di
dalam prototype tersebut. Data-data yang diambil dalam penelitian ini
adalah besarnya suhu fluida air yang mengalir di dalam prototype setiap 15
menit sekali.
Data di bawah merupakan data terbaik dari lima kali pengambilan
data pada rentang waktu yang sama. Data diambil pada tanggal 19 - 13
Agustus 2008 di halaman timur Laboratorium Teknologi Mekanik Jurusan
Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma. Data sangat dipengaruhi baik dan
Tabel 4.1. Data Hasil Pengujian Suhu Fluida Dalam Prototype 1 Untuk Perlakuan Pelat Absorber Dicat Hitam
* data diambil tanggal 22 Agustus 2008 dari pukul 09.00 - 15.00 WIB di sebelah timur Laboratorium Teknologi Mekanik Jurusan Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma.
Waktu pengujian
Suhu Fluida Air Dalam Ember
Penampung
Suhu Fluida Air Dalam Pipa Tembaga
Dalam Kotak Kaca