• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi minyak atsiri kulit batang kayu manis (Coinnanomum burmanni Nees Ex BL.) - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Karakterisasi minyak atsiri kulit batang kayu manis (Coinnanomum burmanni Nees Ex BL.) - USD Repository"

Copied!
0
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI MINYAK ATSIRI KULIT BATANG KAYU MANIS (Cinnamomum burmanniNees Ex Bl.)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Paulina Kartika Candra Sari NIM : 078114090

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Paulina Kartika Candra Sari NIM : 078114090

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

Apa yang kelihatan mustahil bagiku...

Itu sangat mungkin bagiMu...

Di saatku tak berdaya,

kasihMu sempurna..

Ketika ku berdoa, mukjizat itu nyata.

Tetapi carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenaran-Nya

maka semuanya akan ditambahkan kepadamu

(Matius 6 : 33 )

Perjuanganku, jatuh, bangun dan selesai.

semuanya ku persembahkan :

untuk yang satu, tak tergantikan dan selalu

berkarya dalam hidupku...my Lord “Jesus”

keluargaku tercinta, Bapak, Ibu, kakak dan

adek

Almamaterku

(6)
(7)
(8)

vii

Karakterisasi Minyak Atsiri Kulit Batang Kayu Manis (Cinnamomum burmanni Nees Ex Bl.).

Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar kesarjanaan pada Fakultas Farmasi Universitas Sanat Dharma Yogyakarta.

Penulisan skripsi ini tidak dapat terwujud tanpa dukungan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Yustina Sri Hartini, Apt., M.Si. Selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan yang sangat berguna demi terselesaikannya skripsi ini.

2. Ibu Lucia Wiwid Widjayanti, M.Si selaku dosen penguji atas masukan dan sarannya.

3. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku dosen penguji atas masukan dan sarannya dalam penyusunan naskah dan selaku dosen pembimbing akademik yang telah membantu dan memberi informasi yang berkaitan dengan proses perkuliahan di Fakultas Farmasi USD. 4. Seluruh staff laboratorium Farmakognosi Fitokimia dan

(9)

viii

5. Bapak dan Ibu tercinta atas doanya yang tiada henti terucap dan selalu mendukung.

6. Kakak dan adek-adek yang menyayangi dan memberi semangat. 7. Sahabatku, Anas yang mau menjadi cermin dan lilin untuk berbagi

cerita.

8. Sahabatku, Ririn yang selalu membantu, mengingatkan.

9. Sahabatku, Ina dan Dina yang mau memahami dan selalu mendukung.

10. Teman-teman seperjuangan praktikum Siska, Dama, Ucup, Sasa, Ping-ping dan semuanya yang selalu berjuang dan tidak pernah menyerah.

11. Teman-teman 12 dewi, Yesia, Mami Dewi, Fenny, Sano, Tika dan Oci yang selalu mengingatkan dan memberi semangat.

12. Teman-teman gerejaku, Lala, Jojo, Ari, Heru, Oki dan semuanya yang tidak pernah mengeluh, mengerti dan menghargai kesibukanku. 13. Mbak Mel yang selalu memberi saran dalam persiapan ujian.

14. Dani sebagai “guru muda”ku yang membantu dalam mendalami kromatografi.

15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi.

(10)

ix

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

INTISARI ... xvii

ABSTRACT ... xviii

BAB I PENGANTAR A. Latar belakang ... 1

1. Perumusan masalah ... 3

2. Keaslian penelitian ... 4

3. Manfaat penelitian ... 4

(11)

x BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Pengembangan Penemuan obat ... 6

B. Tanaman Kayu Manis (Cinnamomum burmanniNees Ex Bl.) 1. Keterangan botani ... 7

2. Uraian tanaman kayu manis... 8

3. Habitat ... 8

4. Uraian kulit batang kayu manis ... 9

5. Kegunaan ... 11

6. Kerabat dekat ... 12

C. Minyak Atsiri ... 12

D. Destilasi 1. Destilasi air ... 15

2. Destilasi uap air ... 15

3. Destilasi uap dan air ... 15

E. Pengujian Mutu 1. Berat jenis ... 16

2. Indeks bias ... 17

3. Rotasi optik ... 17

4. Kelarutan dalam etanol ... 18

F. Kromatografi Lapis Tipis ... 19

G. Kromatografi Gas ... 21

(12)

xi

B. Definisi Operasional ... 24

C. Bahan Penelitian ... 25

D. Instrumen Penelitian ... 26

E. Tata Cara Penelitian 1. Identifikasi simplisia ... 27

2. Penyiapan kulit batang kayu manis ... 27

3. Destilasi uap dan air minyak atsiri kulit batang kayu manis... 28

4. Karakterisasi destilat kulit batang kayu manis a. Pemeriksaan pendahuluan ... 28

b. Pengukuran nilai bobot jenis ... 29

c. Pengukuran nilai indeks bias ... 29

d. Pengukuran nilai rotasi optik ... 30

e. Pemeriksaan kelarutan dalam etanol ... 30

f. Pengukuran bilangan asam ... 31

g. Pemeriksaan senyawa fenol ... 31

h. Pemeriksaan dengan KLT ... 31

i. Pemeriksaan Dengan KG ... 32

(13)

xii BAB IV

HASIL dan PEMBAHASAN

A. Identifikasi Simplisia ... 34

B. Destilasi Uap dan Air Kulit Batang Kayu Manis ... 36

C. Karakter Minyak Atsiri Kulit Batang Kayu Manis 1. Organoleptis minyak atsiri kulit batang kayu manis ... 38

2. Nilai bobot jenis minyak atsiri Kulit Batang Kayu Manis ... 39

3. Nilai indeks bias minyak atsiri Kulit Batang Kayu Manis ... 40

4. Nilai rotasi optik minyak atsiri Kulit Batang Kayu Manis ... 41

5. Kelarutan minyak atsiri dalam etanol ... 42

6. Bilangan asam minyak atsiri Kulit Batang Kayu Manis ... 43

7. Kandungan fenol minyak atsiri Kulit Batang Kayu Manis ... 43

8. Profil KLT ... 44

9. Profil KG ... 50

D. Hasil Penelitian Lainnya ... 54

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 56

B. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58

LAMPIRAN ... 60

(14)

xiii

Tabel 2. Pemeriksaan Organoleptis Minyak Atsiri ...38

Tabel 3. Bobot Jenis Minyak Atsiri ...40

Tabel 4. Indeks Bias Minyak Atsiri ... 41

Tabel V. Rotasi Optik Minyak Atsiri ...42

Tabel VI. Kelarutan Minyak Atsiri dalam Etanol ...42

Tabel VII. Waktu Retensi, Nilai AUC dan % Perbandingan AUC untuk LimaPeakTerbesar Pada Tiap Replikasi ...52

Tabel VIII. Waktu Retensi dan % Perbandingan AUC Cinnamaldehid Standard dan Minyak Atsiri Hasil Destilasi ... 53

Tabel IX. Sifat Fisiko Kimia Minyak Kayu Manis Hasil Ekstraksi dengan Destilasi Uap ...54

Tabel X. Rotasi Optik Minyak Hasil Destilasi ... 60

(15)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kulit Kayu Manis ...10

Gambar 2. Struktur Cinnamaldehid ...14

Gambar 3. Kulit Batang Kayu Manis ...34

Gambar 4. Hablur Oksalat ...35

Gambar 5. Periderm ...35

Gambar 6. Sel Minyak ... 35

Gambar 7. Serabut Sklerenkim ...35

Gambar 8. Serabut Sklerenkim pada Sel Minyak ...35

Gambar 9. Sel Minyak Ukuran Besar ...35

Gambar 10. Minyak Atsiri ...35

Gambar 11(a) Kromatogram Minyak Atsiri Hasil Destilasi Dengan Pembanding Cinnamomi Oil Teknis ... 47

Gambar 11(b) Kromatogram Minyak Atsiri Hasil Destilasi Dengan Pembanding Cinnamaldehid ... 47

Gambar 12(a) Kromatogram Pengamatan UV 365 nm ...49

Gambar 12(b) Kromatogram Minyak Atsiri dan pembanding cinnamaldehid pada Pengamatan visible ... 49

Gambar 13. Kromatogram Baku Eksternal Cinnamaldehid ...50

Gambar 14 (a) Kromatogram Minyak Atsiri Hasil Destilasi Replikasi 1 ... 51

Gambar 14 (b) Kromatogram Minyak Atsiri Hasil Destilasi Replikasi 2 ... 51

Gambar 14 (c) Kromatogram Minyak Atsiri Hasil Destilasi Replikasi 3 ... 51

(16)

xv

Gambar 19. kadar fenol minyak atsiri kulit batang kayu manis replikasi 1 ... 62

Gambar 20. kadar fenol minyak atsiri kulit batang kayu manis replikasi 2 ... 62

Gambar 21. kadar fenol minyak atsiri kulit batang kayu manis replikasi 3... 62

Gambar 22. Kromatogram Orientasi Fase Gerak ... 63

Gambar 23. Set Instrumen destilasi uap dan air ... 68

Gambar 24. Alat Sentrifuge ... 69

Gambar 25. Alat-alat Gelas ... 69

Gambar 26. Chamber KLT ... 70

(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

A. Penetapan NilaiRotasi Optik

Minyak Atsiri Kulit Batang Kayu Manis ... 60

B. Penetapan Kelarutan Minyak Atsiri dalam Etanol ... 60

C. Penentuan Bilangan Asam Minyak Atsiri Kulit Batang Kayu Manis ... 61

D. Penetapan Kadar Fenol Minyak Atsiri Kulit Batang Kayu Manis ... 62

E. Orientasi fase gerak yang sesuai ... 63

LAMPIRAN KROMATOGRAM KG ... 64

(18)

xvii

Salah satu komponen penyusun dalam kulit batang kayu manis khususnya pada spesies Cinnamomum burmanni (Nees Ex Bl.) adalah minyak atsiri. Kulit batang kayu manis secara tradisonal banyak digunakan sebagai bumbu masakan dan pengobatan penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakter minyak atsiri yang terdapat dalam kulit batang kayu manis tersebut.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian analitik deskriptif. Kulit batang kayu manis didestilasi dengan destilasi uap dan air untuk mengisolasi minyak atsiri kemudian dilakukan karakterisasi minyak atsiri tersebut berupa : 1) pengamatan secara fisika terhadap warna, bau, rasa, berat jenis, indek bias dan rotasi optik 2) pengamatan secara kimiawi berupa kelarutan dalam etanol, nilai bilangan asam, ketersediaan senyawa fenol dan 3.) profil kromatogram lapis tipis dan profil kromatografi gas minyak atsiri.

Hasil yang diperoleh dari karakterisasi minyak atsiri kulit batang kayu manis dianalisis dengan metode deskriptif sebagai berikut : berbau aromatis kuat, berwarna kuning muda dan sangat jernih; bobot jenis 0,9741 ± 8,5247 . 10-3; indeks bias 1,3720 ± 3,6050 . 10-3; rotasi optik 91,63±1,01, larut dalam etanol 90%; bilangan asam 5,984 ±1,714 ml/gram dan terbentuk warna coklat yang tidak menunjukkan kandungan fenol. Pada profil Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Kromatografi Gas (KG) terjadi pemisahan senyawa secara kualitatif. Pada analisis dengan Kromatografi Gas menunjukkan sinamaldehid sebagai kandungan terbanyak dalam minyak atsiri kulit batang kayu manis.

(19)

xviii ABSTRACT

CHARACTERIZATION OF CINNAMON BARK’S (Cinnamomum burmanniNees Ex Bl.) ESSENTIAL OIL

A compound of cinnamon bark especially in Cinnamomun burmanni (Nees Ex Bl.) species is essential oil. The plant’s bark is traditionally used as spices and medicine. This study aimed at knowing the character of essential oil containing in cinnamon bark.

This study was non experimental research with descriptive-analytic design. Cinnamon bark was distilled with steam and water distillation to isolate the essential oil. Then, the characterization was performed as followed: 1) physical observation on the oil’s color, odor, taste, weight, specific gravity, bias index and optical rotation; 2) chemical observation on distillate include solution content in ethanol, acid number, phenol contain and 3.) thin layer chromatography and gas chromatography profiles.

Result of the study suggesting that the characterization of distillate from the cinnamon barks’ essential oil descriptively revealed as followed: the distillate has strong aromatic odor, yellow and very clear; its specific gravity was 0.9741  8.5247 x10-3, bias index by 1.37203.6050 x 10-3, and optical rotation was 91.63

1,01. In chemical observation the essential oil was contained in 90 % ethanol; it has acid number of 5.984  1.714 ml/gram and displaying brown color which mean it did not contain phenol. In the thin layer chromatography (TLC) and gas chromatography (GC) occurred compound separation qualitatively. on the analysis by Gas Chromathography was represent that cinnamaldehyde as the main content of Cinnamon bark’s essential oil.

(20)

1

A. Latar Belakang

Berdasarkan letak geografis dan keadaan alamnya yang beriklim tropis, Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman tanamannya dan disebut sebagai salah satu negara mega diversity untuk tumbuhan obat di dunia setelah Brazilia. Di Indonesia terdapat 30.000 jenis flora dari jumlah keseluruhan 40.000 jenis flora yang ada di dunia, dan sebanyak 940 jenis diantaranya telah diketahui berkhasiat dan dipergunakan sebagai bahan obat dalam pengobatan tradisional (Anonim, 2005).

Salah satu tanaman obat tersebut yaitu tanaman kayu manis. Tanaman ini telah banyak digunakan secara tradisional baik sebagai bumbu masakan maupun sebagai bahan dalam pengobatan tradisional, misalnya sebagai peluruh kentut (karminatif). Di Indonesia, spesies kayu manis banyak tumbuh di Indonesia bagian barat dan tengah, dan sebagian besar adalah tanaman kayu manis padang (Cinnamomum burmannii) atau dalam perdagangan kulit kayu manisnya dikenal dengan nama cassiavera sedangkan spesies kayu manis yang lain misalnya Cinnamomum cassia, Cinnamomum javanicum Cinnamomum verum dan Cinnamomum sintoc(Anonim, 1977 dan Agusta, 2000).

(21)

2

atsiri, tanin, damar dan lendir (Anonim, 1985). Minyak atsiri tersebut memberikan aroma dan ciri khas kayu manis yang sangat kuat.

Dalam industri farmasi, minyak atsiri banyak diminati karena fungsinya yang sangat luas antara lain sebagai bahan tambahan dalam parfum, kosmetik, pasta gigi dan berkhasiat dalam pengobatan (Agusta, 2000). Oleh karena itu saat ini dilakukan banyak eksplorasi dan penelitian terhadap tanaman yang menghasilkan minyak atsiri termasuk didalamnya minyak atsiri dari kulit batang tanaman kayu manis (C. burmanii). Namun, minyak atsiri membutuhkan penanganan khusus dalam isolasi dan penyimpanannya karena bersifat mudah menguap dan mudah teroksidasi. Oleh karena itu perlu diketahui baik sifat fisiko kimiawi maupun komponen penyusunnya.

Menurut Wijayakusuma (cit., Putrandana, 2003) dalam rangka peningkatan peran tanaman dalam pengobatan tradisional perlu didukung upaya pengenalan, penelitian, pengujian dan pengembangan khasiat serta keamanan suatu tumbuhan obat agar keberadaannya dapat dikenal di kalangan medis.

(22)

1. Perumusan masalah

a. Bagaimanakah sifat fisis dan kimiawi minyak atsiri yang terkandung dalam kulit batang tumbuhan kayu manis (Cinnamomum burmanni)? b. Bagaimana profil Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dari minyak atsiri hasil

destilasi kulit batang kayu manis (Cinnamomum burmanni)?

c. Bagaimana profil Kromatografi Gas (KG) dari minyak atsiri hasil destilasi kulit batang kayu manis (Cinnamomum burmanni)?

2. Keaslian penelitian

Penelitian yang berjudul “Karakterisasi Minyak Atsiri Kulit Batang Kayu Manis (Cinnamomum burmanni)” ini sejauh pengetahuan peneliti belum pernah dilakukan. Penelitian sebelumnya yang terkait dengan karakteristik suatu senyawa atau tanaman dan mengenai kayu manis antara lain :

a. Kajian Awal Hasil Ekstraksi Minyak dan Oleoresin dari Kulit Kayu Manis (Ciinamomum burmannii Blume) oleh Anny Sulaswatty pada Prosiding Seminar Nasional X “Kimia Dalam Industri dan Lingkungan” (2001). b. Isolasi Sinnamaldehid dari Kulit Kayu Manis (Cinnamomum burmannii)

oleh Nainggolan M. (2008).

c. Karakterisasi Ekstrak Air Daging Buah Asam Jawa (Tamarindus indica L.) oleh Marlisa Bustan (2008).

(23)

4

3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan, khususnya di bidang kefarmasian dan pengembangan obat baru, mengenai karakter minyak atsiri yang terdapat dalam kulit batang kayu manis (Cinnamomum burmanni).

b. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menunjang dalam eksplorasi simplisia dan tanaman asli Indonesia, khususnya pada tumbuhan kayu manis, yang berguna dalam pengembangan obat baru oleh farmasis dan industri farmasi.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan memberikan informasi mengenai karakteristik dari minyak atsiri kulit batang kayu manis (Cinnamomum burmanni).

2. Tujuan khusus

(24)

b. Mengetahui profil Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dari minyak atsiri hasil destilasi kulit batang kayu manis.

(25)

6 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Pengembangan Penemuan Obat

Disamping dengan penemuan secara sintesis, obat baru dapat pula diperoleh dari penelitian mengenai penggunaan obat dalam pengobatan tradisional. Penemuan obat baru dengan metode ini termasuk dalam ethnopharmacology dan nantinya dikenal sebagai obat-obatan herbal. Pada negara berkembang, informasi mengenai pengobatan tradisional ini masih rancu dan berbeda tergantung pada kepercayaan masyarakat setempat. Obat tradisional bersifat kompleks dan berbeda di setiap tempat bergantung kepada kepercayaan masyarakat setempat terhadap khasiat produk alam tersebut. Penelitian ethnopharmacological dapat dimulai dengan mengobservasi penggunaan obat tradisional tersebut. Observasi dilakukan terhadap khasiat produk alam yang digunakan sebagai obat tradisional untuk mengobati penyakit tertentu dan kemungkinan efek sampingnya (Samuelson, 1994).

Dalam industri farmasi, penelitian menggunakan produk alam, terutama untuk kombinasi kandungan kimia dilakukan dengan teknik High Troughput Screening(HTS) yang sangat efisien untuk skrining berjuta sampel tanaman obat dan hewan hingga pada jaringan dan kultur selnya (Samuelson, 1994).

(26)

(glikosida jantung), flavonoida, antrakinon, saponin, tanin (polifenolat), minyak atsiri, glikosida sianogenik, dan lain-lain (Samuelson, 1994).

Kandungan kimia dalam tanaman / hewan dapat berguna sebagai obat herbal, bahan tambahan produk tertentu, precursor obat maupun aktivitas biologinya dapat berguna dalam pengobatan (Samuelson, 1994).

B. Tanaman Kayu manis (Cinnamomum burmanniNees Ex Bl.) 1. Keterangan botani

Kayu manis (Cinnamomum burmanni Nees Ex Bl.) termasuk dalam family Lauraceae. Nama umum tanaman ini yaitu : Java Cinnamon (kayu manis jawa), Indonesian Cassia dan Padang Cassia (Anonim, 1998). Di Indonesia biasa disebut dengan nama Kayu Manis Padang (Depkes. RI, 1977). Tanaman ini memiliki sinonim yaitu : Cinnamomum chinese Bl., Cinnamomum dulce Ness. dan

Cinnamomum kiamis Ness. (Agusta, 2000). Di beberapa daerah, tanaman ini

memiliki nama yang berbeda-beda yaitu :

a. Sumatra : holim, holim manis, modang siak-siak (Batak), kanigar, kayu manis (Melayu), madang kulit manih (Minagkabau)

b. Jawa : huru mentek, kiamis (Sunda), kanyegar (Kangean)

c. Nusa tenggara : kesingar, kecingar, cingar (Bali), onte (Sasak), kaninggu (Sumba), puu ndinga (Flores) (Depkes. RI, 1977).

(27)

8

2. Uraian tanaman kayu manis (Cinnamomum burmanni)

Kayu manis memiliki akar tunggang dan batang yang kuat dan keras, berkayu dan bercabang. Berbentuk pohon dengan tinggi 6-12 m. Kadang pula mencapai 15 m. Rantingnya tua dan gundul. Kulit dan daun kalau diremas berbau kayu manis yang kuat, karena semua bagian memiliki bau khas aromatik kayu manis. Pada daun dan kulit batang kayu manis terdapat sel-sel yang mengandung minyak atsiri (Depkes. RI, 1977).

Dikenal 2 varietas, varietas pertama yang berdaun muda berwarna merah pekat dan varietas kedua berdaun hijau ungu. Varietas pertama terdiri dari 2 tipe, ialah tipe pucuk merah tua dan tipe pucuk merah muda. Varietas yang banyak ditanam di daerah pusat produksi di Sumatra Barat dan Kerinci adalah varietas pertama. Varietas kedua hanya didapat dalam jumlah populasi yang kecil. Kayu manis pucuk merah mempunyai kualitas yang lebih baik, tetapi produksinya lebih rendah daripada kayu manis yang berpucuk hijau (Depkes. RI, 1977).

3. Habitat

(28)

Tanah yang paling cocok adalah tanah yang subur, gembur, agak berpasir dan kaya akan bahan organik. Pada tanah yang liat keadaannya kurang baik. Pusat produksi di Sumatra Barat tanahnya adalah andosol dan latosol, tanaman ini ditanam di lereng-lereng gunung, baik yang agak landai maupun yang curam. Pada tanah yang berpasir akan memberikan hasil kulit yang paling harum. Di tempat rendah tumbuhnya lebih cepat daripada di tempat yang lebih tinggi, tetapi di tempat rendah kulit yang dihasilkan kurang tebal, dan rasanya juga agak kurang. Di tempat tinggi yang lebih pertanamannya lambat, tetapi kulitnya lebih tebal dan berkualitas lebih baik. Tanaman kayu manis menghendaki banyak hujan, merata sepanjang tahun dan lembab. Curah hujan yang dikehendaki adalah 2000 mm sampai 2500 mm tiap tahun tanpa ada bulan-bulan yang kering. Tipe curah hujan yang terbaik terutama terdapat di daerah Kerinci (Depkes. RI, 1977).

4. Uraian kulit batang kayu manis

Kulit batang kayu manis memiliki bau khas aromatik ; rasa agak manis, agak pedas dan kelat. Pada pengamatan secara makroskopik, potongan kulit : berbentuk gelondong, agak menggulung membujur, agak pipih atau berupa berkas yang terdiri dari tumpukan beberapa potong kulit yang tergulung membujur; panjang sampai 1 m, tebal kulit 1 mm sampai 3 mm atau lebih (Depkes. RI, 1977).

(29)

bercak-10

bercak lumut kerak berwarna agak putih atau coklat muda. Permukaan dalam : berwarna coklat kemerahan tua sampai coklat kehitaman. Bekas patahan tidak rata(Depkes. RI, 1977).

Pada pengamatan secara mikroskopik, kulit yang lapisan luarnya belum dibuang akan tampak : lapisan epidermis dengan kutikula berwarna kuning ; lapisan gabus terdiri dari beberapa sel berwarna coklat, dinding tangensial dan dinding radial lebih tebal dan berlignin ; kambium gabus jernih tanpa penebalan dinding. Korteks : terdiri dari beberapa lapis sel parenkim dengan dinding berwarna coklat, diantaranya terdapat kelompok sel batu, sel lendir dan sel minyak (Depkes. RI, 1977).

Gambar 1. Kulit Kayu Manis

Proses pemanenan dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain : a. Cara yang umum digunakan adalah pohon ditebang sekaligus.

(30)

dan diharapkan tumbuh tunas baru yang lebih sempurna pada permukaan tanah.

c. Pohon dipukul-pukul dengan benda tajam 2 bulan sebelum ditebang agar terjadi pembengkakan kulit dan diperoleh kulit yang tebal pada waktu pemotongan.

d. Sistem Vietnam (panen tanpa tebang) yaitu memotong sebagian kulit batang secar berselang-seling dengan ukuran panjang 30 cm dan lebar 10 cm. Setelah kulit batang bertaut kembali sehabis panen pertama, lalu dilakukan panen kedua dan seterusnya (Depkes. RI, 1977).

Kulit kayu manis dalam perdagangan dikenal dengan nama Cassiavera

(Depkes. RI, 1977). Cassiaveramemiliki peluang untuk dikembangkan di Indonesia karena memiliki daerah–daerah yang sesuai untuk pertanaman tanaman tersebut. Oleh karena itu Indonesia merupakan salah satu produsen dan pengekspor Cassia terbesar di dunia (Rismunandar, 1989).

5. Kegunaan

(31)

12

haemostyptic dan berkhasiat sebagai antimikrobial dan fungisidal (Bisset & Wichtl, 2001).

Kayu manis memiliki nilai sejarah yang kaya, yaitu dahulu digunakan oleh bangsa Cina untuk pengobatan demam dan diare, sedangkan oleh bangsa Mesir digunakan sebagai bahan campuran wewangian dalam pembalseman untuk mengawetkan mumi (Heinrich, 2004).

6. Kerabat dekat

Kayu manis ini berkerabat dekat dengan kayu manis Cina, kayu Lawang, Sintok, kayu manis Sri Lanka, kayu manis Vietnam (Depkes. RI, 1977).

C. Minyak Atsiri

Minyak atsiri, atau dikenal juga sebagai minyak eteris (aetheric oil), minyak esensial, minyak terbang, serta minyak aromatik, adalah kelompok besar minyak nabati yang berwujud cairan kental pada suhu ruang namun mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas. Minyak atsiri merupakan bahan dasar dari wangi-wangian atau minyak gosok untuk pengobatan alami (Robbers, 1995).

(32)

Tergantung dari familinya, minyak atsiri terdapat dalam struktur sekretori khusus misalnya kelenjar rambut (Labiatae), sel parenkim termodifikasi (Piperaceae), tabung minyak yang disebut vittae (Umbeliferae), atau pada bagian lysigenous atau schizogenous (Pinaceae, Rutaceae). Minyak atsiri dapat dihasilkan langsung dari protoplasma, oleh dekomposisi lapisan resinogenous dari dinding sel atau dari hidrolisis glikosida. Pada konifer, minyak atsiri terdapat di semua jaringan, pada buah umbelliferous terdapat di pericap, pada kayu manis terdapat pada kulit batang dan daun (Tyler, 1988).

Kandungan kimia minyak dibagi menjadi 2 macam yaitu : turunan terpen yang terbentuk melalui jalur asam asetat-mevalonat d an komponen aromatis yang terbentuk melalui jalur asam sikimat-penilpropanoid (Tyler, 1988).

Minyak kayu manis adalah minyak atsiri yang berasal dari daun dan ranting dengan destilasi. Minyak ini berasal dari C. cassia sehingga disebut minyak cassia. Minyak ini berwarna kekuningan hingga kecoklatan dan menjadi lebih gelap dan tebal akibat usia atau paparan udara, minyak ini memiliki karakteristik bau dan rasa khas kayu manis cassia (Robbers, 1996).

(33)

14

Pada kulit batang mengandung paling banyak cinnamic aldehyde atau cinnamaldehid. Daun lebih banyak mengandung eugenol dibandingkan cinnamaldehid (Bisset dan Wichtl, 2001).

Gambar 2. Struktur Cinnamaldehid

Selain itu kayu manis juga mengandung phenylpropanes lainnya meliputi

hydroxycinnamaldehyde, o-methoxycinnamaldehyde, cinnamyl alcohol dan

asetatnya, dan terpena diantaranya limonene,α-terpineol, tanin, mucilage,oligomeric procyanidins, dan kumarin (Bisset dan Wichtl, 2001).

Pada umumnya minyak atsiri dan rempah-rempah sebagian besar terdiri dari monoterpenoid namun, ada pula yang terdiri dari kelompok lain misalnya phenilpropanoids yaitu cinamic acid dengan senyawa turunan cinnamaldehid (Robbers, 1995).

D. Destlilasi

(34)

dua atau lebih cairan berdasarkan perbedaan tekanan uap masing-masing komponen (Deptan. RI, 2005). Ada 3 jenis destilasi, yaitu:

1. Destilasi air

Pada cara destilasi ini bahan-bahan tanaman yang didestilasi kontak langsung dengan dasar ketel, simplisia yang telah dipotong-potong digiling kasar atau digerus halus, dididihkan dengan air, uap air lalu dialirkan melalui pendingin dan ditampung. Sulingan berupa minyak yang belum murni. Destilasi ini sesuai untuk simpisia kering yang tidak rusak pada pendidihan (Depkes. RI, 1985).

2. Destilasi uap air

Pada destilasi ini bahan yang didestilasi hanya berhubungan dengan uap air pada tekanan normal/tinggi yang dihasilkan dari ketel penghasil uap (Tyler et al., 1988). Destilasi uap digunakan untuk bahan yang mengandung minyak atsiri dengan titik didih tinggi (Kataren, 1975; Samhoedi, 1976). Destilasi uap digunakan untuk tanaman segar , misalnya peppermint dan spearmint (Tyleret al., 1988).

3. Destilasi uap dan air

(35)

16

terpisah dari lapisan air, dan minyak dapat dipasarkan dengan atau tanpa pengolahan lebih lanjut (Tyleret al., 1988).

Keuntungan metode ini adalah waktu destilasi yang lebih singkat, bahan bakar lebih sedikit, dan lebih banyak menghasilkan minyak atsiri dengan penguapan perlahan-lahan. Destilasi uap dan air digunakan untuk bahan yang mengandung minyak atsiri (Ketaren, 1975; Samhoedi, 1976). Minyak atsiri yang memiliki tekanan uap dan titik didih lebih kecil akan tersuling dengan baik dan kerusakan minyak akibat hidrolisa dapat diminimalisasi (Nainggolan, 2008).

E. Pengujian Mutu

Setiap jenis minyak atsiri memilIki sifat khas dan sifat ini tergantung dari persenyawaan kimia yang menyusunnya. Namun sifat-sifat khas ini dapat berubah mulai dari minyak masih terkandung dalam simplisia, pada tahap pembuatan, penyimpanan maupun pengedaran. Karena itu penilaian mutu perlu dilakukan dengan cara menganalisis sifat fisik dan kimianya. Pengujian mutu bertujuan untuk memeriksa apabila terjadi pemalsuan, mutu dan kemurnian minyak atsiri (Depkes. RI, 1985). Pengujian mutu tersebut beberapa diantaranya yaitu :

1. Berat jenis

(36)

Penetapan berat jenis digunakan hanya untuk cairan dan didasarkan kepada perbandingan bobot zat di udara pada suhu 250C terhadap berat jenis air dengan volume dan suhu yang sama (Depkes. RI, 1995).

Rumus penentuan bobot jenis suatu zat adalah sbb :

Penentuan berat jenis dapat dilakukan dengan menggunakan alat piknometer, aerometer, timbangan hidrostatik dan cara monometrik (Voight, 1995).

2. Indeks bias

Indeks bias suatu zat adalah perbandingan kecepatan cahaya dalam udara dengan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Indeks bias berguna untuk identifikasi zat dan deteksi ketakmurnian. Untuk mencapai ketelitian teoritis ± 0,0001, perlu dilakukan kalibrasi alat terhadap baku yang disediakan dan lakukan pengecekan terhadap pengendalian suhu dan kebersihan alat dengan menetapkan indeks bias air, destilasi adalah 1,3330 pada suhu 200C dan 1,3325 pada suhu 250C (Depkes. RI, 1995).

3. Rotasi optik

(37)

18

apabila memutar sudut berlawanan dengan arah jarum jam maka bersifat memutar ke kiri dan diberi tanda (-) (Depkes. RI, 1995).

Suatu polarimeter adalah alat untuk mengukur besarnya putaran berkas cahaya terpolarisasi oleh suatu zat optis aktif. Besarnya ditentukan dengan memutar analiser sedemikian rupa pada saat tabung berisi sampel sehingga posisi cahaya yang diamati (secara visual) kembali pada posisinya seperti bila tabung tidak berisi sampel (Kopkhar, 1990).

4. Kelarutan dalam etanol

Berdasarkan Farmakope Indonesia IV, terdapat ketentuan-ketentuan yang digunakan untuk kelarutan dalam etanol yaitu :

a. Larut dalam n bagian etanol (a%) atau lebih

Apabila larutan jernih dalam n bagian volume etanol, setelah penambahan selanjutnya dengan etanol berkekuatan sama hingga berjumlah 20 bagian volume, tetap jernih dibandingkan terhadap minyak yang tidak diencerkan.

b. Larut dalam n bagian etanol (a%), menjadi berkabut jika diencerkan

Apabila larutan jernih dalam n bagian volume menjadi berkabut dalam n1 bagian volume (n1kurang dari 20) dan tetap berkabut setelah penambahan bertahap berjumlah 20 bagian volume etanol.

c. Larut dalam n bagian etanol (a%), menjadi berkabut dalam n1bagian volume (n1kurang dari 20)

(38)

dari 20), kemudian menjadi jernih. Maka kelarutan minyak menguap dalam etanol (a%) adalah 1 bagian volume dalam n bagian volume dan berkabut antara n1dan n2 bagian volume.

d. Larut dengan kekeruhan

Apabila larutan etanol berwarna sedikit kebiruan sama dengan yang ditimbulkan dengan penambahan 0,5 ml perak nitrat 0,1 N dan 0,1ml asam sitrat P pada 50 ml larutan natrium klorida P 0,0012%, dicampur dan dibiarkan selama 5 menit (Depkes. RI, 1995).

F. Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi Lapis Tipis adalah cara pemisahan dengan adsorpsi pada lapisan tipis adsorben. Kromatografi lapis tipis digunakan untuk memisahkan berbagai senyawa organik, kompleks senyawa organik alam maupun sintetik. Metode pemisahan dengan kromatografi lapis tipis mempunyai keuntungan yaitu waktu lebih cepat dan diperoleh pemisahan yang baik dibanding kromatografi kertas (Sastrohamidjojo, 2002).

(39)

20

yang menggunakan larutan pengembang anhidrat, mensyaratkan adanya kontrol kandungan air dalam silika. Kandungan air yang ideal adalah antara 11 – 12% b/b (Rohman, 2009).

Fase gerak dapat dipilih adari pustaka dan dapat dengan pencobaan beberapa fase gerak karena hanya diperlukan waktu yang cukup singkat. Sistem yang paling sederhana ialah dengan menggunakan campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campura kedua pelarut ini mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Beberapa hal dalam pemilihan fase gerak antara lain : fase gerak perlu kemurnian yang tinggi dan daya elusi fase gerak diatur agar harga Rf solut terletak antara 0,2 – 0,8 (Rohman, 2009).

Penotolan sampel dalam jumlah banyak secara manual membutuhkan waktu yang lama dan menghasilkan reprodusiblitas yang kurang baik. Hasil optimal dapat dicapai dengan reprodusibilitas yang tinggi dapat dicapai dengan penotolan secara otomatis (Rohman, 2009). Metode pemisahan didasarkan atas pembagian campuran senyawa dalam dua fase di mana fase gerak bergerak terhadap fase diam pada bidang datar. Fase diam ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas yang cocok. Campuran senyawa yang akan dipisahkan ditotolkan pada larutan, kromatogram dikembangkan dalam bejana tertutup rapat berisi fase gerak. Pemisahan terjadi selama perambatan kapiler, selanjutnya berwarna harus ditampakkan atau dideteksi (Stahl, 1985). Harga Rf dapat ditentukan sebagai berikut :

(40)

Harga Rf ini adalah tetapan fisika yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : tebal lapisan, kelembaban udara, fase gerak, bahan penyerap dan suhu (Stahl,1985). Angka Rf berkisar antara 0,00 dan 1,00 dan hanya dapat ditentukan dua decimal, hRf adalah angka Rf dikalikan factor 100 ( h), menghasilkan nilai berjangka 0 sampai 100 ( Stahl,1985 ).

Pengembangan pelarut biasanya dilakukan dengan cara ascending, yaitu ujung bawah lempeng dicelupkan ke dalam pelarut pengembang. Untuk menghasilkan reprodusibilitas yang baik, chamber dijenuhkan dahulu dengan uap fase gerak. Jarak pengembangan fase gerak umumnya 10 – 15 cm Penotolan sampel dalam jumlah banyak secara manual membutuhkan waktu yang lama dan menghasilkan reprodusiblitas yang kurang baik. Hasil optimal yang dapat dicapai dengan reprodusibilitas yang tinggi dapat dicapai dengan penotolan secara otomatis (Rohman, 2009).

Bercak pemisahan yang dihasilkan pada umumnya tidak berwarna. Penentuannya pemisahannya dapat dilihat di bawah sinar UV sehingga terfluororesensi ataupun secara kimia yaitu dengan mereaksikan bercak dengan pereaksi penyemprot (Rohman, 2009).

G. Kromatografi Gas

(41)

22

anorganik dalam suatu campuran. Prinsip kerjanya yaitu berdasarkan penguapan sampel dalam inlet injektor, pemisahan komponen-komponen dalam campuran, dan deteksi tiap komponen dengan detektor (Rohman, 2009).

Prinsip kerjanya yaitu sampel dalam bentuk uap yang diihjeksikan ke dalam kolom akan terdistribusi diantara fase diam dan fase gerak sesuai dengan hukum equilibrium dan terjadi elusi. Kecepatan tiap-tiap senyawa bergerak sepanjang kolom tergantung pada tendensi kelarutannya dalam fase diam (Noegrohati dan Warsito, 1994).

Kromatografi gas merupakan metode yang tepat dan cepat untuk memisahkan campuran yang sangat rumit. Komponen campuran dapat diidentifikasi dengan menggunakan waktu tambat (retensi) yang khas dari tiap senyawa. Waktu retensi diukur dari jejak pencatata pada kromatogram. Fase gerak pada Kromatografi gas berupa gas dan fase diam pada Kromatografi gas biasanya berupa cairan yang disaputkan pada bahan penyangga yang lembam (kromatografi gas-cair), apabila fase diamnya berupa padat disebut sebagai kromatografi gas – padat (Gritter, 1991).

Volume retensi spesifik solut adalah suatu parameter yang tidak bergantung pada variabel yang terdapat pada kolom tetapi tergantung pada sifat solut dan fase diamnya. Data volume retensi ini berguna untuk analisis kualitatif (Noegrohati dan Warsito, 1994).

(42)

tekanan tinggi dan memilki titik didih rendah sehingga selalu dalam bentuk gas (Rohman, 2009).

Kolom merupakan tempat terjadinya pemisahan dan terdapat fase diam. Macam kolom yaitu : kolom kemas (packing column), kolom kapiler (capillary column) dan kolom kapiler (preparatif column). Fase diam yang dipakai pada kolom kolom kapiler dapat bersifat non polar, polar atau semi polar. Fase diam yang paling banyak digunakan adalam metil polisiloksan (HP-1, DB-1, SE-30 dan CPSIL-5) dan fenil 5%-metilpolisiloksan ( HP-5, DB-5, SE-52 dan CP-SIL8), fase diam semi polar antara lain fenil 50%-metilpolisiloksan 50 % (HP-17, DB-17 dan CPSIL-19), dan fase diam yang bersifat polar adalah polietilenglikol (HP-20M, DB-WAX dan CP-WAX) (Rohman, 2009).

H. Keterangan Empiris

(43)

24 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian analitik deskriptif yang dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia dan Laboratorium Analisis Pusat Universitas Sanat Dharma dan Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Univesitas Gadjah Mada Yogyakarta.

B. Definisi Operasional

1. Karakterisasi adalah pengukuran sifat fisik dan kimia secara kualitatif dan kuantitatif dari ekstrak kulit batang dan daun kayu manis yang diperoleh dengan cara destilasi uap dan air.

2. Minyak atsiri adalah minyak yang dihasilkan dari tumbuh-tanaman berwujud cairan kental pada suhu ruang namun mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas. Cara untuk mengeluarkan dan memisahkan minyak tersebut adalah dengan penyulingan.

(44)

4. Destilasi uap dan air adalah proses penyulingan minyak atsiri dari simplisia yang ditempatkan di atas saringan berlubang dan tidak kontak dengan air yang berada dibawahnya.

C. Bahan Penelitian Bahan penelitian ini adalah :

1. kulit batang tanaman kayu manis (C. Burmanni Nees Ex Bl. ) berasal dari daerah Tawangmangu dan Pasar Beringharjo dan dikumpulkan dari awal bulan Juni.

2. Cinnamomi oil (teknis) sebagai pembanding pada pengamatan dengan KLT yang diperoleh dari Lab. Farmakognosi Fitokimia.

3. standard cinnamaldehid dari Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Univesitas Gadjah Mada Yogyakarta.

4. Etanol teknis (95 %) sebagai pelarut minyak atsiri diperoleh dari Laboratorium Kimia Organik.

5. Vanillin asam sulfat sebagai pereaksi semprot yang diperoleh dari Lab. Farmakognosi Fitokimia.

6. Natrium Hidroksida (NaOH) 0,1 % sebagai alkali dalam titrasi diproduksi oleh Merck yang diperoleh dari Laboratorium Farmakognosi Fitokimia. 7. Phenofthalein sebagai deteksi titik akhir titrasi diproduksi oleh Merck yang

(45)

26

8. Dietil eter sebagai pelarut etanol diproduksi oleh Merck yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Organik.

9. Ferum (III) Klorida (FeCl)3sebagai deteksi fenol diproduksi oleh Merck yang diperoleh dari Laboratorium Farmakognosi Fitokimia.

10. Aquadest sebagai pencuci piknometer yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Organik.

11. Toluene sebagai komponen fase gerak 1 diproduksi oleh Merck yang diperoleh dari Laboratorium Farmakognosi Fitokimia

12. Etil asetat sebagai komponen fase gerak 2 diproduksi oleh Merck yang diperoleh dari Laboratorium Farmakognosi Fitokimia

13. Heksana sebagai komponen fase gerak 3 diproduksi oleh Merck yang diperoleh dari Laboratorium Farmakognosi Fitokimia

D. Instrumen Penelitian Alat dalam penelitian ini adalah :

1. Seperangkat alat gelas berupa gelas ukur, beker, erlenmeyer, labu ukur, cawan porselin, pipet tetes, pipet volum, buret, corong pisah, tabung reaksi bertutup (Pyrex, Iwaki Glass)

2. Piknometer (Pyrex, Iwaki Glass) 3. Polarimeter (Atago)

4. hand refraktometer(Atago)

(46)

6. statif dan klem 7. pHmeter 8. mikropipet

9. Seperangkat alat KLT

10. set instrumen Kromatografi Gas 11. sentrifuge (Heraeus Christ)

E. Tata Cara Penelitian

1. Identifikasi simplisia

Kulit batang tanaman kayu manis (Cinnamomum burmanni ) diambil dari daerah Tawangmangu dan Pasar Beringharjo dengan terlebih dahulu dilakukan identifikasi untuk memastikan kebenaran jenis simplisia yang akan digunakan dalam penelitian. Identifikasi simplisia kulit batang kayu manis dilakukan secara makroskopik dan mikroskopik di Laboratorum Farmakognosi Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dengan mengacu pada pustaka Materi Medika Indonesia jilid I untuk memastikan bahwa simplisia yang digunakan adalahCinnamomum burmanniNees Ex Bl.

2. Penyiapan kulit batang kayu manis

(47)

28

simplisia dari debu atau pun pengotor lainnya dan agar simplisia dapat lebih mudah dirajang. Tahapan ini pada saat akan dilakukan destilasi.

3. Destilasi uap dan air minyak atsiri kulit batang kayu manis

Kulit batang kayu manis sebanyak 4 kg didestilasi menggunakan air sebanyak 250 ml selama 4 - 6 jam. Berdasarkan orientasi yang telah dilakukan, waktu ini optimal untuk dapat mengisolasi minyak atsiri dari kulit batang kayu manis. Pada penelitian ini berat simplisia yang telah dirajang pada tiap replikasi sebanyak 3,0 kg; 4,0 kg dan 3,8 kg.

Prinsip destilasi uap dan air ialah simplisia diletakkan di atas bagian berlubang-lubang sedangkan air berada di bawahnya. Kemudian uap dialirkan melalui pendingin. Setelah itu, hasil destilasi ditampung. Destilat yang dihasilkan berupa minyak atsiri. Pada destilasi ini, minyak dan air akan terpisah dalam dua lapisan. Setelah itu bagian atas yang berupa minyak atsiri diambil dan disentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm.

4. Karakterisasi destilat kulit batang tanaman kayu manis a. Pemeriksaan pendahuluan

Pemeriksaan dilakukan terhadap warna, kejernihan, dan bau minyak atsiri hasil destilasi uap dan air.

b. Pengukuran nilai bobot Jenis

(48)

disisipkan tutupnya. Piknometer dibiarkan berdiri selama 30 menit didalam timbangan dan timbang (massa m). Piknometer diisi dengan air suling suhu 250C yang baru saja didihkan. Gelembung udara dihindari. Piknometer dicelupkan dalam penangas air pada suhu 25oC lebih kurang 0,2-0,3 menit. Suhu penangas air diperiksa dengan termometer standar dan air suling ditambahkan sampai garis tanda. Penutup disisipkan dan dikeringkan bagian luar dengan kain kering atau kertas saring . Piknometer dibiarkan berdiri dalam lemari timbangan selama 30 menit dan ditimbang dengan isinya (massa m). Piknometer dikosongkan dicuci dengan etanol dan kemudian dengan dietileter dan dikeringkan dengan arus udara kering. Piknometer diisi dengan minyak atsiri bersuhu kira-kira 250C dan adanya gelembung-gelembung udara pada suhu 25 ºC + 0,2 ºC dan dibiarkan selama 30 menit. Permukaan minyak diatur sampai garis tanda. Piknometer dicelupkan dalam penangas air pada suhu 25oC + 0,2 oC dan dibiarkan selama 30 menit. Permukaan minyak diatur sampai garis tanda.

c. Pengukuran nilai indeks bias

Penentuan indeks bias dilakukan menggunakan alat hand refraktometer, yaitu : buka penutup prisma dan teteskan 1 sampai 2 tetes sampel pada prisma utama, lalu tutup penutup prisma dengan lembut sampai menyentuh prisma utama. Atur skala 1,2,dan 3 dengan memutar knop sampai tanda “. Jarak jangkauan dari skala tersebut adalah :

(49)

30

“3” : 1,468 – 1,520 (skala sebelah kanan)

Kemudian ujung refraktometer diarahkan ke cahaya terang dan dilihat melalui lensa sambil memutar skala sampai terlihat garis batas gelap dan terang dengan jelas. Akan tampak garis batas yang memisahkan sisi terang pada bagian atas dan bawah. Jika garis batas berwarna atau tidak jelas, ring diputar untuk menghilangkan warna hingga garis batas menjadi jelas (jika indeks bias sampel sama sekali tidak diketahui, knop diatur pada posis 1,2 dan 3 dan carilah posisi yang menunjukkan perbedaan yang jelas antar bagian yang terang dan gelap). Kalibrasi yang ditunjukkan oleh garis batas tersebut memperlihatkan indeks bias.

d. Pengukuran nilai rotasi optik

Sumber cahaya dinyalakan, lalu didiamkan sebentar. Tabung polarimeter diisi dengan minyak atsiri, dijaga agar tidak terdapat gelembung udara. Suhu diatur pada suhu 200C. Baca rotasi optiknya. Dilakukan 3 kali pembacaan, tiap kali pembacaan tidak berbeda 0,080

e. Pemeriksaan kelarutan dalam etanol

Minyak atsiri sebanyak 1ml dimasukkan ke dalam gelas ukur bertutup ukuran 10mL sampai 25mL. Ditambahkan etanol 50% setetes demi setetes setiap penambahan dan digojog sampai diperoleh larutan yang jernih. Pengerjaan diulangi untuk penambahan etanol 60%, 70%, 80%, 90%, dan 95%.

f. Pengukuran bilangan asam

(50)

bebas dititrasi dengan larutan standar NAOH 0,1N. Labu selalu digoyangkan selama titrasi berlangsung. Warna merah yang timbul pertama kali dan tidak hilang dalam 10 detik menunjukkan akhir titrasi. Apabila dalam titrasi dibutuhkan lebih dari 10 ml, maka percobaan diulangi dengan menggunakan 1g minyak atsiri dan dititrasi dengan 0,5N NAOH. Bilangan asam ditentukan dengan rumus di sebagai berikut :

Bilangan asam = 5,61 x (jumlah mL NaOH 0,1 N yang dipakai) Bobot minyak (gram)

atau

Bilangan asam = 28,05 x (jumlah mL NaOH 0,5 N yang dipakai) Bobot minyak (gram)

g. Pemeriksaan Senyawa Fenol

Ke dalam 2 ml larutan minyak atsiri (25% dalam etanol 95 % yang netral terhadap lakmus) ditambahkan setetes larutan besi (III) klorida dan diamati warna yang terjadi.

h. Pemeriksaan dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Bahan : minyak atsiri hasil destilasi

Alat: seperangkat alat kromatografi lapis tipis Fase diam : silica gel GF254

Pada penelitian ini dilakukan orientasi terhadap fase gerak yang paling sesuai untuk sampel yaitu :

(51)

32

3) heksana : etanol (95 : 5)

dengan pengembangan 2 kali, 10 cm, diselingi waktu pengeringan sekitar 6 menit.

Deteksi : Sinar UV 254 dan 365 nm, pereaksi semprot vanilin asam sulfat. Pembanding : 1) cinnamomi oil (teknis)

2) cinnamaldehid Prosedur :

1) diambil 50 µl sampel

2) lalu dilarutkan dengan 1 ml etanol

3) sebanyak 5 µl larutan sampel ditotolkan pada plate silika gel 60 F254 4) disertakan pula penotolan pembanding cinnamaldehyde

5) plate dimasukkan ke dalam chamber jenuh dengan fase gerak toluen : etil asetat (93 : 7)

6) dieluasikan hingga batas, lalu diangkat dan dikeringkan

7) plate silika tersebut disemprot dengan pereaksi vanilin asam sulfat 8) dan dipanaskan pada suhu 1100C selama 2 menit.

i. Pemeriksaan dengan Kromatografi Gas Pengaturan instrumen KG sebagai berikut : Coloumn : CP-Sil8-CB

Carierr: He

Oven : temperatur awal : 1500C

(52)

Laju : 50C/menit Injektor : split

Detektor : FID temperatur : 2700C

F. ANALISIS HASIL

(53)

34 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Identifikasi Simplisia Kulit Batang Kayu Manis

Identifikasi simplisia kulit batang kayu manis dilakukan terhadap secara makroskopik dan mikroskopik sebagai berikut :

1. Pengamatan makroskopik

Bertujuan untuk mengetahui kekhususan morfologi, ukuran dan warna dari simplisia yang diamati. Hasil pengamatan kulit batang kayu manis yaitu : potongan kulit berbentuk gelondong, agak menggulung membujur; panjangnya lebih dari 30 cm dan tebal kulitnya ± 2 mm. Permukaan luar berwarna coklat sampai coklat kemerahan, bergaris-garis pucat bergelombang memanjang dan bergaris-garis pendek melintang dan menonjol atau agak berlekuk, dan bekas patahan tidak rata.

(54)

2. Pengamatan mikroskopik

Bertujuan untuk mengetahui unsur-unsur anatomi jaringan yang khas pada kulit batang kayu manis. Pemeriksaan mikroskopik yang dilakukan berupa pengamatan terhadap fragmen-fragmen pengenal serbuk kulit batang kayu manis. Hasil pemeriksaan mikroskopik kulit batang kayu manis berupa serbuk berwarna coklat yang terdapat fragmen pengenal yaitu : hablur kalsium oksalat, periderm, sklereida, sel minyak, serabut sklerenkim, serabut sklerenkim pada sel minyak dan zat warna(Gambar 4, 5, 6, 7, 8 dan 9).

Gambar 4. Hablur Oksalat Gambar 5. Periderm

Gambar 6. Sel Minyak Gambar 7. Serabut Sklerenkim

Gambar 8. Serabut Sklerenkim Gambar 9. Sel Minyak

(55)

36

Kebenaran simplisia ini dibuktikan dengan identifikasi simplisia secara makroskopik dan mikroskopik yang mengacu pada ketentuan persyaratan simplisia (Depkes RI, 1977). Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, simplisia kulit batang kayu manis ini sesuai dengan persyaratan dalam ketentuan simplisia tersebut sehingga dapat disimpulkan simplisia tersebut adalah kulit batang kayu manis yang berasal dari tanaman kayu manis (C. burmanniNees Ex Bl.) dalam famili Lauraceae.

B. Destilasi Uap dan Air Kulit Batang Kayu Manis

Destilasi bertujuan untuk mengisolasi minyak atsiri dari kulit batang kayu manis (C. burmannii). Pada penelitian ini digunakan destilasi uap dan air, hal ini karena minyak atsiri yang terkandung dalam kulit batang kayu manis (C. burmanni) tidak tahan terhadap pemanasan yang terlalu tinggi dan mudah menguap. Selain itu metode ini sesuai untuk minyak atsiri yang memiliki tekanan uap dan titik didih lebih kecil sehingga akan tersuling dengan baik dan kerusakan minyak akibat hidrolisa dapat diminimalisasi, sehingga diharapkan minyak atsiri hasil destilasi ini memiliki kualitas yang baik.

(56)

bawah berdasarkan bobot jenisnya yaitu air dengan bobot jenis yang lebih besar akan berada pada bagian bawah dan bagian atasnya adalah fase minyak dengan bobot jenis lebih rendah.

Minyak hasil destilasi dimurnikan dengan penambahan Natrium sulfat anhidrat dan disentrifugasi untuk memisahkannya dari air yang masih tersisa. Minyak atsiri yang dihasilkan berwarna kuning muda jernih dan berbau aromatis kuat.

Tabel I.Volume Minyak Hasil Destilasi

Percobaan Berat kulit (kg) Volume minyak atsiri (ml)

Replikasi 1 3,0 7,5

Replikasi 2 4,0 12,6

Replikasi 3 3,8 11,0

Pada penelitian ini daya tampung dandang destilasi yang digunakan adalah maksimal 4 kg, pada penelitian ini dilakukan 3 kali replikasi dengan berat simplisia yang berbeda dan volume destilat yang tidak reprodusible (Tabel I.). Hal ini dikarenakan ukuran potongan simplisia yang tidak seragam dan telah memenuhi ruang dandang. Pada penelitian ini lebih menitikberatkan pada analisis karakter minyak atsiri kulit batang kayu manis hasil destilasi tersebut.

C. Karakter Minyak Atsiri Kulit Batang Kayu Manis

(57)

38

dengan memaparkan sifat fisika dan kimianya dan profil KLT dan KG dari minyak atsiri tersebut.

Sifat fisis diamati dari warna, bau, rasa, bobot jenis, indek bias dan rotasi optik. Sedangkan profil kimiawi destilat diamati dari kelarutannya dalam etanol, nilai bilangan asam dan ketersediaan senyawa fenol dalam minyak atsiri serta profil kromatogram lapis tipis sebagai analisis kualitatif sedangkan profil kromatografi gasnya dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif.

1. Organoleptis minyak atsiri kulit batang kayu manis

Pemeriksaan ini bertujuan sebagai pengenalan awal untuk mengetahui kekhususan bau, warna dan kejernihan dari minyak atsiri kayu manis tersebut, dilakukan secara sederhana dan subyektif. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan indera dengan cara dilihat dan dibaui untuk mendeskripsikan warna , kejernihan dan bau minyak atsiri. Hasil pemeriksaan organoleptik minyak atsiri tesebut disajikan sebagai berikut :

Tabel II.Pemeriksaan Organoleptis Minyak Atsiri

(58)

Gambar 10. Minyak AtsiriC. burmannii(Nees Ex Bl.)

Pada penelitian ini uji organoleptik bermanfaat sebagai petunjuk untuk mengenal apakah benar minyak atsiri tersebut berasal dari simplisia kulit batang kayu manis. Minyak atsiri adalah kandungan yang paling berperan dalam memberikan aroma pada tanamannya. Berdasarkan MMI jilid 1, pemeriksaan organoleptisnya minyak atsiri sesuai dengan yang ada pada pustaka, yaitu : bau khas aromatik kuat dan berwarna kuning jernih.

2. Nilai bobot jenis minyak atsiri kulit batang kayu manis

(59)

40

Tabel III.Bobot Jenis Minyak Atsiri

Percobaan Bobot jenis

Replikasi I 0,9798

Replikasi II 0,9643

Replikasi III 0,9782

Rata-rata 0,9741 ± 8,5247 . 10-3

Hasil ini reprodusibel karena simpangannya kecil dan nilai bobot jenis minyak atsiri lebih kecil dari bobot jenis air. Hal ini ditunjukkan pada saat penampungan hasil destilasi yaitu terbentuk 2 lapisan cairan yang saling terpisah. Pada lapisan atas yang bobot jenisnya lebih rendah yaitu fase minyak dan fase air dengan bopbot jenis lebih besar akan berada pada bagian bawah.

3. Nilai indeks bias minyak atsiri kulit batang kayu manis

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui nilai indeks bias minyak atsiri kulit batang kayu manis. Terjadinya pembiasan karena cahaya menembus median yang lebih rapat. Instrumen yang digunakan untuk mengukur indeks bias adalah

hand refraktometer. Prinsip kerja dari refraktometer sesuai dengan namanya adalah dengan memanfaatkan refraksi cahaya sehingga dengan adanya cahaya polikromatis yang masuk mengenai prisma akan diubah menjadi cahaya monokromatis, kemudian dibaca skalanya sebagai indeks bias cairan uji.

(60)

indeks biasnya semakin besar pula. Hal-hal tersebut untuk menghindari terjadinya kerancuan pembacaan indeks bias.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh data nilai indeks bias minyak atsiri kulit batang kayu manis sebagai berikut :

Tabel IV.Indeks Bias Minyak Atsiri

Percobaan Indeks bias

Replikasi I 1,370

Replikasi II 1,372

Replikasi III 1,375

Rata-rata 1,372 ± 3,605 . 10-3

Pada pengamatan ini, minyak atsiri tidak menunjukkan garis gelap-terang yang jelas dan dibaca dengan skala 1 dengan rentang pembacaan 1,333 – 1,404. Hasil ini reprodusibel untuk tiap kali replikasi karena simpangannya kecil.

4. Nilai rotasi optik minyak atsiri kulit batang kayu manis

(61)

42

penelitian yang dilakukan, diperoleh data rotasi optik minyak atsiri kulit batang kayu manis sebagai berikut :

Tabel V.Rotasi Optik Minyak Atsiri

Percobaan Rotasi optic

Replikasi I - 90,55

Replikasi II - 91,80

Replikasi III -92,55

Rata-rata - 91,63 ±1,01

Pemeriksaan rotasi optik ini dilakukan dengan 2 kali pengamatan pada tiap kali replikasi untuk menjamin keakuratan pembacaan, dengan sebelumnya dilakukan pembacaan blangko menggunakan tabung polarimeter yang kosong dan kering. Pada pembacaan replikasi 1 berada di luar range sedangkan replikasi 2 dan 3 masuk dalam range rata-rata pembacaan.

5. Kelarutan minyak atsiri dalam etanol

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kelarutan minyak atsiri dalam etanol sebagai pelarut organiknya. Pada penelitian ini diperoleh data kelarutan minyak atsiri pada beberapa konsentrasi yang ditunjukkan padaTabel VI.

Tabel VI.Kelarutan Minyak Atsiri dalam Etanol Penambahan Etanol

(%)

Volume etanol (ml)

Hasil

(gambar pada lampiran Gambar 14 - 17)

(62)

Minyak atsiri kulit batang kayu manis tersebut larut dalam etanol 90% dan ditunjukkan pada lampiranGambar 12. Pada konsentrasi tersebut minyak atsiri larut sempurna dan campuran menjadi berwarna jernih. Hal ini memenuhi ketentuan di Farmakope Indonesia IV yaitu larut dalam n bagian etanol (a%) atau lebih.

6. Bilangan asam minyak atsiri kulit batang kayu manis

Penentuan bilangan asam bertujuan untuk mengetahui jumlah asam secara umum yang terkandung dalam minyak atsiri kayu manis. Dalam penetapannya digunakan titrasi asam basa karena merupakan metode yang sederhana dan cukup akurat.

Diperoleh hasil rata-rata bilangan asam minyak atsiri adalah 5,984 ±1,714. Adanya kandungan asam dalam minyak atsiri dapat mempengaruhi kualitas minyak tersebut, karena asam organik yang terdapat secara alami dan yang dihasilkan dalam proses hidrolisa ester dalam minyak atsiri tersebut dapat bereaksi dengan logam, sehingga terbentuk garam yang mengakibatkan warna minyak atsiri menjadi lebih gelap dan mutu minyak atsiri menjadi rendah. Kandungan ini cukup sedikit dan tidak mempengaruhi kualitas minyak atsiri.

7. Kandungan fenol minyak atsiri kulit batang kayu manis

(63)

44

hingga hijau kekuningan setelah didiamkan selama 10 menit. Berdasarkan teori, minyak atsiri termasuk dalam golongan monoterpen dan phenilpropanoid. Phenilpropanoid adalah salah satu kelompok senyawa fenol yang berasal dari jalur shikimat. Cinnamaldehid sebagai kandungan utama minyak atsiri cassia oil yang merupakan derivat dari cinamic acid yang termasuk dalam golongan phenilpropanoid. Namun dalam percobaan ini dihasilkan warna coklat tua pada tiap replikasi, hal ini bernilai negatif dan menunjukkan bahwa tidak terdapat kandungan fenol pada minyak atsiri.

Menurut Guenther (2006) hal ini karena ananlisis fenol dalam minyak atsiri kayu manis lebih sukar dilakukan. Minyak tersebut juga dapat teremulsi dengan air dan perbedaan antara bobot jenis minyak dengan larutan sangat kecil, maka lapisan yang memisahkan minyak dengan larutannya sukar terbentuk dan teramati. Disamping itu kandungan eugenol dalam minyak atsiri sangat sedikit (< 0,5 %) dan sulit teramati.

8. Profil kromatografi lapis tipis (KLT)

Pemeriksaan minyak atsiri menggunakan kromatografi lapis tipis ini berguna sebagai analisis kualitatif. Pemilihan metode KLT ini didasarkan pada kemudahan pengerjaannya, sederhana, cepat dalam pemisahan dan resolusinya yang tinggi.

(64)

langkah tersebut dilakukan agar kadar minyak yang dielusikan tidak terlalu besar, tidak terjadi pengekoran dan jumlahnya seragam sehingga pemisahan lebih sempurna.

Pada pengujian di laboratorium Farmakognosi Fitokimia Universitas Sanata Dharma digunakan pembanding cinnamomi oil teknis kadar 80 – 85% dan pada analisis di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu UGM menggunakan pembanding Cinnmaldehid baku. Hal ini bertujuan untuk mengetahui profil kromatogram minyak atsiri secara KLT dan membuktikan adanya kandungan cinnamaldehid sebagai kandungan utama dalam minyak atsiri kulit batang kayu manis.

Fase diam yang digunakan adalah silika gel GF254, dengan pertimbangan bahwa fase diam ini bersifat polar agar dapat mengikat komponen-komponen pengotor yang bersifat polar juga sehingga terjadi pemisahan antara minyak atsiri ataupun cinnamaldehid dengan pengotor atau komponen lainnya. Hal ini karena silika gel memiliki kerja yang sangat baik terutama untuk pemisahan aldehid. Pada KLT ini, fase gerak yang digunakan bersifat nonpolar menyesuaikan dengan kepolaran minyak atsiri agar minyak atsiri tersebut dapat terelusi dalam fase gerak.

(65)

46

baik (Gambar 21). Plat berisi sampel dan pembanding dimasukkan ke dalam

chamber jenuh berisi uap fase gerak. Penjenuhan ditujukan untuk menjaga agar

kelembaban di dalam chamber stabil sehingga diharapkan elusinya dapat berjalan optimal. Penjenuhan ditandai dengan terbasahinya seluruh kertas saring.

Pereaksi semprot yang digunakan adalah vanilin asam sulfat akan bereaksi dengan minyak atsiri sehingga menghasilkan warna dan menunjukkan pemisahan. Setelah penyemprotan plate tersebut dipanaskan pada suhu 1100C selama 2 menit di dalam oven. Hal ini bertujuan untuk mengaktivasi pereaksi semprot agar bereaksi dengan sampel dan menghasilkan warna untuk identifikasi pemisahannya. Penambahan pereaksi ini merupakan metode secara kimia untuk mempertegas hasil yang secara fisika menggunakan pengamatan di bawah sinar UV.

(66)

(a) (b) Gambar 11.

(a) Kromatogram Minyak Atsiri Hasil Destilasi Dengan Pembanding Cinnamomi Oil Teknis

(b) Kromatogram Minyak Atsiri Hasil Destilasi Dengan Pembanding Cinnamaldehid

Keterangan : Pengamatan pada UV 254nm Fase diam : silika Gel 254 nm

(67)

48

Nilai Rf tiap totolan yaitu :

a = Rf : 0,58 e = Rf : 0,38 b = Rf : 0,56 f = Rf : 0,37 c = Rf : 0,65 g = Rf : 0,59 d = Rf : 0,07

Berdasarkan data kromatogram minyak atsiri dengan pembanding cinnamomi oil (teknis) pada pengamatan di bawah sinar UV 254 nm, diketahui bahwa nilai Rf minyak atsiri destilat = 0,556 dan Rf minyak atsiri teknis = 0,580. Keduanya memiliki nilai Rf yang hampir sama, secara kualitatif terbukti bahwa minyak atsiri hasil destilasi tersebut sama dengan cinnamomi oil.

Pada kromatogram minyak atsiri dengan pembanding cinnamaldehid pada pengamatan di bawah sinar UV 254 nm, menunjukkan bahwa nilai Rf minyak atsiri hasil destilasi = 0,367 dan Rf cinnamaldehid standard = 0,378.

Pada pengamatan secara visible dengan pembanding cinnamaldehid terjadi pemisahan senyawa dengan nilai Rf masing - masing minyak atsiri kulit batang kayu manis = 0,367 dan nilai Rf cinnamaldehid = 0,378.

Pada tiap kali pemeriksaan keduanya memilki nilai Rf yang sama dan mirip, hal ini membuktikan bahwa kemungkinan besar dalam minyak atsiri hasil destilasi tersebut mengandung cinnamaldehid. Adanya bercak lain pada plate tersebut kemungkinan adalah pengotor atau komponen lain yang terdapat dalam sampel.

(68)

(a) (b) Gambar 12.

(a) Kromatogram Pengamatan UV 365 nm

(b) Kromatogram Minyak Atsiri dan pembanding cinnamaldehid pada Pengamatan visible

Keterangan : Fase diam : silika Gel 254 nm

Fase gerak : toluen : etil asetat (93 : 7) Nilai Rf tiap totolan yaitu : Rf h = 0,20

Rf i = 0,37

(69)

50

9. Profil Kromatografi Gas (KG)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil kromatografi gas minyak atsiri hasil destilasi secara kualitatif. Pemilihan metode analisis dengan Kromatografi Gas ini sangat sesuai untuk minyak atsiri yang bersifat mudah menguap karena dapat meminimalkan hilangnya sebagian komponen selama proses analisis berlangsung.

Pembanding yang digunakan adalah cinnamaldehid sebagai standard eksternal, dikarenakan belum tersedianya pembanding cinnamomi oil standard di pasaran dan berdasarkan pustaka cinnamaldehid adalah kandungan terbesar cinnamomi oil.

Menurut Rohman (2009), analisis kualitatif dilakukan dengan perbandingan antara data retensi sampel yang tidak diketahui dan data retensi baku yang sesuai pada kondisi yang sama dengan perbedaan waktu pengoperasian antara keduanya sekecil mungkin. Kromatogram pemisahan minyak atsiri dengan pembanding cinnamaldehid adalah sebagai berikut :

(70)

(a)

(b)

(71)

52

Gambar 14.

(a) Kromatogram Minyak Atsiri Kayu Manis Hasil Destilasi Replikasi 1 (b) Kromatogram Minyak Atsiri Kayu Manis Hasil Destilasi Replikasi 2 (c) Kromatogram Minyak Atsiri Kayu Manis Hasil Destilasi Replikasi 3

Berdasarkan gambar eluasi kromatogram minyak atsiri kulit batang kayu manis tersebut diperoleh nilai waktu retensi dan AUC yang bervariasi untuk tiap

peakyang ditunjukkan pada Lampiran kromatogram minyak atsiri halaman 61 – 64.

Berdasarkan data dari ketiga replikasi, diperoleh data lima peak yang memiliki luas puncak paling besar pada waktu retensi tertentu dan dicantumkan padaTabel VII.

Tabel VII. Waktu Retensi, Nilai AUC dan % Perbandingan AUC untuk LimaPeakTerbesar Pada Tiap Replikasi

Peak Waktu Retensi AUC % Perbandingan AUC Replikasi 1

13 6,553 204928552 44,803

6 3,043 52773580 11.538

17 9,199 37741818 8.251

1 2,360 35645382 7.793

5 2,935 20279695 4.434

Replikasi 2

14 6,567 211644669 44,368

6 3.044 55384366 11.610

18 9.204 39262417 8.231

1 2,359 37491310 7.859

5 2.935 21258893 4.457

Replikasi 3

14 6,567 213807071 44,815

6 3.046 54246677 11.370

19 9.207 39869888 8.357

1 2.363 36591463 7.670

(72)

Kelima peak tersebut kemungkinan besar merupakan komponen yang terkandung dalam minyak atsiri kayu manis (Cinnamomum burmannii) dengan waktu retensi, nilai AUC dan % Perbandingan AUC yang sama atau mirip di tiap kali replikasi.Peak-peaklainnya dengan nilai AUC dan % Perbandingan AUC lebih kecil diasumsikan sebagai komponen lainnya yang jumlahnya sedikit atau sangat sedikit dalam minyak atsiri tersebut.

Peak yang berukuran paling besar dianalisis lebih lanjut dan dibandingkan dengan standard. Perbandingan waktu retensi dan % Perbandingan AUC antara ketiga replikasi dengan standard cinnamaldehid ditunjukkan pada Tabel VII.

Tabel VIII. Waktu Retensi dan % Perbandingan AUC Cinnamaldehid Standard dan Minyak Atsiri Hasil Destilasi

Percobaan Standard Replikasi 1 (a)

6,427 6,553 6,567 6,567 6,562 ±

1,31.10-4 % Perbandingan

AUC Cinnamaldehid

(%)

100 44,803 44,368 44,815 44,662% ±

0,1297

(73)

54

yang mirip. Hal tersebut menunjukkan bahwa kandungan terbesar minyak atsiri sampel tersebut adalah cinnamaldehid.

D. Hasil penelitian lainnya

Hasil penelitian lain mengenai analisis minyak atsiri dalam kulit batang kayu manis yaitu dalam Penelitian Sulaswatty (Sulaswatty, 2001):

Tabel IX. Sifat Fisiko Kimia Minyak Kayu Manis Hasil Ekstraksi dengan Destilasi Uap(Sulaswatty, 2001)

Sifat Penelitian Sulaswatty Penelitian penulis

warna Kuning orange Kuning

Bau - Kuning muda jernih

kejernihan - Sangat jernih

Bobot jenis 1,0277 0,9741 ± 8,5247. 10-3 Putaran optik -0,485D20 91,63 ± 1,101

Indeks bias 1,5948 1,3720 ± 3,6050 . 10-3 Kelarutan dalam etanol 2 ml alkohol 70 %

atau lebih

1,7 ml alkohol 90 %

identifikasi senyawa fenol * Coklat (negatif) Zat asing : - lemak

- keruing

Negatif negatif

*

Bilangan asam 2,7060 5,984 ± 1,714

Bilangan ester 6,76 *

*tidak dilakukan

Kedua hasil penelitian antara penelitian yang dilakukan oleh Sulaswatty dan antara penelitian yang dilakukan penulisn tersebut berbeda. Hal ini dapat terjadi kemungkinan karena adanya pengaruh beberapa faktor, diantaranya yaitu :

(74)

manis. Penelitian Sulaswatty ini menggunakan kulit batang kayu manis yang berasal dari Bengkulu sedangkan bahan yang digunakan peneliti dikumpulkan dari daerah Tawangmangu dan Pasar Beringharjo.

2. perbedaan cara dan metode penanaman untuk tiap produsen kulit kayu manis. 3. kemungkinan waktu pemanen (umur tanaman saat dipanen) yang berbeda

sehingga terdapat perbedaan tebal kulit kayu manis dan perbandingan komposisi kimia dalam minyak atsiri tidak dapat diprediksi selalu seragam. 4. perbedaan faktor ontogeny dan genetis (intrinsik) dari tanamannya sendiri

yang menyebabkan adanya perbedaan persentase kandungannya dan karakteristik kedua minyak atsiri.

5. metode isolasi yang digunakan berbeda yaitu : untuk penelitian Sulaswatty menggunakan metode destilasin uap sedangkan penelitian yang dilakukan penulis menggunakan metode destilasi uap dan air.

(75)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Dari hasil penelitian ini, diperoleh kesimpulan yaitu :

1. Sifat fisis dan kimiawi minyak atsiri kulit batang kayu manis adalah berbau aromatis kuat, berwarna kuning muda dan sangat jernih; bobot jenis 0,9741 ± 8,5247 . 10-3; indeks bias 1,3720 ± 3,6050 . 10-3; rotasi optik 91,63±1,01, larut dalam etanol 90%; bilangan asam 5,984 ±1,714 ml/gram dan tidak menunjukkan kandungan fenol.

2. Pada profil Kromatografi Lapis Tipis (KLT) terjadi pemisahan senyawa secara kualitatif ditunjukkan dengan nilai Rf minyak atsiri kayu manis hasil destilasi yang berdekatan dengan pembanding cinnamomi oil dan nilai Rf untuk minyak atsiri kayu manis hasil destilasi yang mirip dengan standard cinnamaldehid.

3. Pada profil Kromatografi Gas (KG) terjadi pemisahan senyawa secara kualitatif dan menunjukkan senyawa cinnamaldehid sebagai kandungan terbesar minyak atsiri kayu manis tersebut.

(76)

B. Saran

Saran yang dapat dipertimbangkan setelah dilakukan penelitian ini adalah : 1. pada produksi dan pengumpulan bahan perlu adanya standardisasi metode

penamanan dan waktu panen agar diperoleh jumlah dan kandungan minyak atsiri yang seragam pada tiap kali produksi.

2. pada produksi minyak atsiri kayu manis perlu adanya pemurnian minyak atsiri hasil destilasi untuk lebih menjamin kualitasnya.

3. perlu adanya standardisasi minyak atsiri kayu manis untuk mengoptimalkan eksplorasi dan pemanfaatannya dalam industri farmasi.

(77)

58

DAFTAR PUSTAKA

Agusta, A., 2000, Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia, 1- 3, 29, Penerbit ITB, Bandung

Anonim, 1977,Materia Medika Indonesiajilid I, 40-41 ; 43-45, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Anonim, 1998, Indonesia Cinamon,

www.uni-graz.at/~katzer/engl/Cinn_bur.html, diakses tanggal 1 Agustus 2010

Anonim, 1985, Cara Pembuatan Simplisia, 105 – 127, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, 943, 1004 - 1005, 1012 – 1016, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

Anonim , 2005, Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Tanaman Obat, Badan Penelitian dan Pengembangan Deptan RI, Jakarta

Bustan, M., 2008, Karakterisasi Ekstrak Air Daging Buah Asam Jawa (Tamarindus indicaL.), Skripsi, USD, Yogyakarta

Bisset, N. G., Wichtl, M., 2001, Herbal Drugs and Phytopharmaceuticals, 2nd ed., Medpharm Scientific Publishers, Germany

Bruneton, J., Parmacognosy Phytochemistry Medicinal Plants, 2nd edition, 549 – 551, Intercept Ltd, France

Gritter, R.J., 1991,Pengantar Kromatografi, edisi I, ITB, Bandung

Guenther, E., diterjemahkan oleh S. Ketaren, 1949,Minyak Atsiri,jilid IV A, 240 - 291, UI Press, Jakarta

Guenther, E., diterjemahkan oleh S. Ketaren, 2006, Minyak Atsiri, jilid I, 101, 131 – 140, 170 – 184, 286 – 301, 317, UI Press, Jakarta

Heinrich, Michael, Joanne, B., Simon, G., Elizabeth, M. W., 2004, Fundamentals of Pharmacognosy and Phytotherapy, 70 – 71, 175, Churchill Livingstone, England

Kopkhar, S.M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, 161-167, Universitas Indonesia Press, Jakarta

Nainggolan, M., 2008, Isolasi Sinnamaldehid dari Kulit Kayu Manis (Cinnamomum burmannii), Tesis,Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatara Utara, Medan

Gambar

Gambar 1. Kulit Kayu Manis
Gambar 2. Struktur Cinnamaldehid
Gambar 3. Kulit Batang Kayu Manis
Tabel I. Volume Minyak Hasil Destilasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pembelajaran menulis karangan deskripsi yang dirasa sulit di sekolah dasar terutama di SDN Pajang IV dapat diubah menjadi pembelajaran yang menyenangkan dengan

Kegiatan pengabdian kepada masyarakat mengenai pendidikan kesehatan (penyuluhan) tentang manajemen pembuangan sampah yang baik di SD dan SMP Satu Atap Desa Bocek

Dari hasil analisis dan pembahasan penelitian yang telah dilaksanakan dapat ditarik kesimpulan adalah sebagai berikut Motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja,

Hasil penelitian menunjukkan perbeda- an morfologi, pertumbuhan dan tingkat serangan hama dan penyakit dari 3 spesies yang diteliti (T. tricuspidata, aktivitas kitinase

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menentukan hasil dua varietas tanaman gandum Nias dan Gladius dengan penambahan pupuk cair Neoboost, pupuk cair Biso, dan pupuk

Hal tersebut tentu saja berdampak terhadap kemampuan karyawan dalam menyeleksi suatu pekerjaan tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh perusahaan terutama pada bagian

Alhamdulillahirrabil‘alamin, penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT karena atas izin dan karunia-Nya penulis diberikan kemampuan serta kesempatan untuk

12) Penyelesaian perselisihan; dan 13) Pengakhiran kerjasama. Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama, apabila membebani daerah dan masyarakat sebelum ditandatangani para pihak