• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH PERBENDAHARAAN NEGARA Oleh : Reince Herry Tangkowit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAKALAH PERBENDAHARAAN NEGARA Oleh : Reince Herry Tangkowit"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

PERBENDAHARAAN NEGARA

Oleh : Reince Herry Tangkowit

A. LATAR BELAKANG

Tata kelola penyelenggaraan pemerintahan yang baik dalam suatu negara merupakan suatu kebutuhan yang tak terelakkan. Pemerintah wajib menerapkan kaidah-kaidah yang baik dalam menjalankan roda pemerintahan, termasuk di dalamnya kaidah-kaidah dalam bidang pengelolaan keuangan negara yang diwujudkan dalam bentuk penerapan prinsip good governance. Dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik itulah, pemerintah Republik Indonesia melakukan reformasi di bidang pengelolaan keuangan negara.

Selain itu, reformasi pengelolaan keuangan ini juga dilatarbelakangi masih digunakannya peraturan perundang-undangan peninggalan pemerintah kolonial. Walau kehendak menggantikan aturan bidang keuangan warisan telah lama dilakukan agar selaras dengan tuntutan zaman, baru pada tahun 2003 hal itu terwujud dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Hal itu senada dengan makin besarnya belanja negara yang dikelola oleh pemerintah sehingga diperlukan suatu metode pengawasan yang memadai. Salah satu bentuknya adalah keterlibatan masyarakat/stakeholders.

Keterlibatan masyarakat ini juga seiring dengan makin besarnya porsi pajak dalam mendanai operasional pemerintahan. Sumber daya alam yang selama ini besar porsinya dalam penerimaan negara makin lama makin berkurang oleh karena jumlah sumber yang terbatas. Pada satu pihak, biaya penyelenggaraan pemerintahan semakin besar. Satu-satunya sumber adalah pajak dari masyarakat. Agar masyarakat tidak merasa dirugikan, maka diperlukan suatu pertanggungjawaban penggunaan pajak dari masyarakat oleh pemerintah dengan transparan.

Berkenaan dengan perubahan paradigma sistem pemerintahan dan tuntutan masyarakat, maka perlu dilakukan reformasi di bidang keuangan sebagai perangkat pendukung terlaksananya penerapan good governance. Reformasi pengelolaan keuangan dilakukan dengan cara:

(2)

1. Penataan peraturan perundang-undangan sebagai landasan hukum; 2. Penataan kelembagaan;

3. Penataan sistem pengelolaan keuangan negara; dan

4. Pengembangan sumber daya manusia di bidang keuangan.

Dengan demikian reformasi manajemen keuangan ini tidak hanya melibatkan Pemerintah Pusat dalam pelaksanaannya, tetapi sekaligus berlaku bagi Pemerintah Daerah.

B. PEMBAHASAN

B.1 Landasan Keuangan Negara

Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara menyatakan bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan bernegara menimbulkan hak dan kewajiban negara yang perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan Negara serta pengelolaan keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, yang diwujudkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan danBelanja Daerah (APBD).

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan alat utama pemerintah untuk mensejahterakan rakyatnya dan sekaligus alat pemerintah untuk mengelola perekonomian negara. Sebagai alat pemerintah, APBN bukan hanya menyangkut keputusan ekonomi, namun juga menyangkut keputusan politik. Dalam konteks ini, DPR dengan hak legislasi, penganggaran, dan pengawasan yang dimilikinya perlu lebih berperan dalam mengawal APBN sehingga APBN benar-benar dapat secara efektif menjadi instrumen untuk mensejahterakan rakyat dan mengelola perekonomian negara dengan baik. Dalam rangka mewujudkan good governance dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, sejak beberapa tahun yang lalu telah diintrodusir Reformasi Manajemen Keuangan Pemerintah. Reformasi tersebut mendapatkan landasan hukum yang kuat dengan telah disahkannya UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

(3)

Paket UU Keuangan Negara tersebut (yang terdiri dari dua UU yang sudah diundangkan, yaitu UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan negara, serta satu RUU, yaitu RUU Pemeriksaan pengelolaan Keuangan Negara yang masih dibahas di DPR) merumuskan empat prinsip dasar pengelolaan keuangan negara, yaitu:

1. Akuntabilitas berdasarkan hasil atau kinerja; 2. Keterbukaan dalam setiap transaksi pemerintah; 3. Pemberdayaan manajer professional; dan

4. Adanya lembaga pemeriksa eksternal yang kuat, professional dan mandiri serta dihindarinya duplikasi dalam pelaksanaan pemeriksaan.

Perubahan mendasar yang diatur oleh Undang-undang No.17 tahun 2003 yaitu:

1. Tentang pengertian dan ruang lingkup dari keuangan negara; 2. Azas-azas umum pengelolaan keuangan negara;

3. Kedudukan presiden sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara;

4. Pendelegasian kekuasaan presiden kepada menteri Keuangan dan Menteri/Pimpinan Lembaga;

5. Susunan APBN dan APBD;

6. Ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN dan APBD;

7. Pengaturan Hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan bank sentral, pemerintah daerah dan pemerintah/lembaga asing;

8. Pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah dengan perusahaan daerah dan perusahaan swasta;

9. Badan pengelola dana masyarakat; dan

10. Penetapan bentuk dan batas waktu penyampaian laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dan APBD.

11. Penggunaan Medium Term Expenditure Framework (MTEF) sebagai pengganti Propenas dan Repeta.

Sedangkan perubahan mendasar dalam pengelolaan perbendaharaan negara yang tercantum dalam UU No.1 tahun 2004 yaitu:

(4)

2. Pemberlakuan pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja negara berbasis akrual;

3. Munculnya jabatan fungsional Perbendaharaan Negara;

4. Pemberian jasa giro atau bunga atas dana pemerintah yang disimpan pada bank sentral;

5. Sertifikan Bank Indonesia yang selama ini menjadi instrumen moneter akan digantikan oleh Surat Utang Negara; dll.

B.2 Pengertian Dan Ruang Lingkup Keuangan Negara

Perumusan keuangan negara menggunakan beberapa pendekatan, yaitu: 1. Pendekatan dari sisi obyek;

2. Pendekatan dari sisi subyek; 3. Pendekatan dari sisi proses; dan, 4. Pendekatan dari sisi tujuan.

Dari sisi obyek Keuangan Negara akan meliputi seluruh hal dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, di dalamnya termasuk berbagai kebijakan dan kegiatan yang terselenggara dalam bidang fiskal, moneter dan atau pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan. Selain itu segala sesuatu dapat berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik Negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dari sisi subyek, keuangan negara meliputi negara, dan/atau pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan negara/daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara.

Keuangan Negara dari sisi proses mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek di atas mulai dari proses perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban. Terakhir, keuangan negara juga meliputi seluruh kebijakan, kegitan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara, pendekatan terakhir ini dilihat dari sisi tujuan. Dengan pendekatan sebagaimana diuraikan di atas, UU No. 17/2003 merumuskan sebagai berikut: Keuangan negara adalah “semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik

(5)

Negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut”. (Pasal 1 huruf 1 UU No. 17/2003).

Ruang lingkup keuangan negara sesuai dengan pengertian tersebut diuraikan dalam Pasal 2 UU No. 17/2003 meliputi:

1. Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman;

2. Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;

3. Penerimaan Negara; 4. Pengeluaran Negara; 5. Penerimaan Daerah; 6. Pengeluaran Daerah;

7. Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara atau daerah;

8. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangk penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;

9. Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.

Bidang pengelolaan Keuangan Negara yang demikian luas secara ringkas dapat dikelompokkan dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan. Sub bidang pengelolaan fiskal meliputi enam fungsi, yaitu:

1. Fungsi pengelolaan kebijakan ekonomi makro dan fiskal. Fungsi pengelolaan kebijakan ekonomi makro dan fiskal ini meliputi penyusuna Nota Keuangan dan RAPBN, serta perkembangan dan perubahannya, analisis kebijakan, evaluasi dan perkiraan perkembangan ekonomi makro, pendapatan negara, belanja negara, pembiayaan, analisis kebijakan, evaluasi dan perkiraan perkembangan fiskal dalam rangka kerjasama internasional dan regional, penyusunan rencana pendapatan negara, hibah, belanja negara dan pembiayaan jangka menengah, penyusunan statistik, penelitian dan rekomendasi kebijakan di bidang fiskal, keuangan, dan ekonomi.

(6)

2. Fungsi penganggaran. Fungsi ini meliputi penyiapan, perumusan, dan pelaksanaan kebijakan, serta perumusan standar, norma, pedoman, kriteria, prosedur dan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang APBN. 3. Fungsi administrasi perpajakan.

4. Fungsi administrasi kepabeanan.

5. Fungsi perbendaharaan. Fungsi perbendaharaan meliputi perumusan kebijakan, standard, sistem dan prosedur di bidang pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara, pengadaan barang dan jasa instansi pemerintah serta akuntansi pemerintah pusat dan daerah, pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara, pengelolaan kas negara dan perencanaan penerimaan dan pengeluaran, pengelolaan utang dalam negeri dan luar negeri, pengelolaan piutang, pengelolaan barang milik/kekayaan negara (BM/KN), penyelenggaraan akuntansi, pelaporan keuangan dan sistem informasi manajemen keuangan pemerintah.

6. Fungsi pengawasan keuangan. Sementara itu, bidang moneter meliputi sistem pembayaran, sistem lalu lintas devisa, dan sistem nilai tukar. Adapun bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan meliputi pengelolaan perusahaan negara/daerah

B.3 Asas-asas Pengelolaan Keuangan Negara

Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan negara, pengelolaan keuangan negara perlu diselenggarakan secara professional, terbuka, dan bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam UUD 1945. Sebagai penjabaran aturan pokok yang telah ditetapkan dalam UUD 1945 tersebut, UU No. 17/2003 menjabarkannya ke dalam asas-asas umum yang telah lama dikenal dalam pengelolaan kekayaan negara, seperti asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan dan asas spesialitas; maupun asas-asas baru sebagai pencerminan best practices (penerapan kaidah-kaidah yang baik) dalam pengelolaan keuangan negara, antara lain: akuntabilitas berorientasi pada hasil, profesionalitas, proporsionalitas, keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara, dan pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri. Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. (Pasal 6 UU No. 17/2003).

(7)

Pada dasarnya Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Sebagian kekuasaan itu diserahkan kepada Menteri Keuangan yang kemudian berperan sebagai pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam kepemilikan negara dalam kekayaan negara yang dipisahkan. Sebagian kekuasaan lainnya diberikan kepada menteri/pimpinan lembaga sebagai pengguna anggaran/pengguna barang lembaga/kementrian yang dipimpinnya. Jika Presiden memiliki fungsi sebagai Chief Executive Officer (CEO) maka Menteri Keuangan berperan dan berfungsi sebagai Chief Financial Officer (CFO) sedangkan menteri/pimpinan lembaga berperan sebagai Chief Operating Officers (COOs).

Pemisahan fungsi seperti di atas dimaksudkan untuk membuat kejelasan dan kepastian dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab. Sebelumnya fungsi-fungsi tersebut belum terbagi secara tegas sehingga seringkali terjadi tumpang tindih antar lembaga. Pemisahan ini juga dilakukan untuk menegaskan terlaksananya mekanisme checks and balances. Selain itu, dengan fokusnya fungsi masing-masing kementrian atau lembaga diharapkan dapat meningkatkan profesionalisme di dalam penyelenggaraan tugas-tugas pemerintah. Menteri Keuangan dengan penegasan fungsi sebagai CFO akan memiliki fungsi-fungsi antara lain:

1. Pengelolaan kebijakan fiskal; 2. Penganggaran;

(8)

3. Administrasi Perpajakan; 4. Administrasi Kepabeanan; 5. Perbendaharaan (Treasury); dan 6. Pengawasan Keuangan.

B.4 Pengelolaan Keuangan Daerah

Pengelolaan Keuangan Daerah dilaksanakan oleh pemegang kekuasaan pengelola keuangan daerah. Kepala Daerah selaku kepala pemerintah daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Kepala Daerah perlu menetapkan pejabat-pejabat tertentu dan para bendahara untuk melaksanakan pengelolaan keuangan daerah. Para pengelola keuangan daerah tersebut adalah:

1. Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah (Koordinator PKD). 2. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD).

3. Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang (PPA/PB). 4. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).

5. Pejabat Penatausahaan Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). 6. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran

Pelimpahan kewenangan tersebut ditetapkan dengan keputusan kepala daerah berdasarkan prinsip pemisahan kewenangan antara yang memerintahkan, emnguji, dan yang menerima atau mengeluarkan uang. Sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, gubernur/bupati/walikota mempunyai kewenangan :

1. Menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBD

2. Menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang daerah 3. Menetapkan kuasan pengguna anggaran/barang

Gambar ; Pelimpah an Kewenan gan

(9)

4. Menetapkan bendaharan penerimaan dan/atau bendahara pengeluaran

5. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik daerah

6. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran.

B.5 Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah

Sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah membantu kepala daerah menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah termasuk pengelolaan keuangan daerah. Sekretaris Daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah mempunyai tugas koordinasi di bidang:

1. Penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

2. Penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan barang daerah. 3. Penyusunan rancangan APBD dan rancangan perubahan APBD.

4. Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.

5. Tugas-tugas pejabat perencana daerah, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah, dan pejabat pengawas keuangan daerah.

6. Penyusunan laporan keuangan daerah dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.

Selain mempunyai tugas koordinasi, Sekretaris Daerah mempunyai tugas: 1. Memimpin Tim Anggaran Pemerintah Daerah,

2. Menyiapkan pedoman pelaksanaan APBD,

3. Menyiapkan pedoman pengelolaan barang daerah,

4. Memberikan persetujuan pengesahan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA-SKPD) / Dokumen Perubahan Pelaksanaan Anggaran (DPPA), dan

5. Melaksanakan tugas-tugas koordinasi pengelolaan keuangan daerah lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah.

Koordinator pengelolaan keuangan daerah bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas-tugas tersebut kepada kepala daerah.

B.6 Pejabat Pengelola Keuangan Daerah

Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) selaku Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) mempunyai tugas:

(10)

1. Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan keuangan daerah, 2. Menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD,

3. Melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah,

4. Melaksanakan fungsi Bendahara Umum Daerah (BUD),

5. Menyusun laporan keuangan daerah dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD; dan

6. Melaksanakan tugas lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah.

PPKD dalam melaksanakan fungsinya selaku Bendahara Umum Daerah (BUD) berwenang:

1. Menyusun kebijakan dan pedoman pelaksanaan APBD; 2. Mengesahkan DPA-SKPD/DPPA-SKPD;

3. Melakukan pengendalian pelaksanaan APBD;

4. Memberikan petunjuk teknis pelaksanaan sistem penerimaan dan pengeluaran kas daerah;

5. Melaksanakan pemungutan pajak daerah; 6. Menetapkan Surat Penyediaan Dana (SPD);

7. Menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian pinjaman atas nama pemerintah daerah;

8. Melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah; 9. Menyajikan informasi keuangan daerah; dan

10. Melaksanakan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang milik daerah.

PPKD selaku BUD menunjuk pejabat di lingkungan satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku Kuasa Bendahara Umum Daerah (Kuasa BUD). PPKD mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah. Penunjukan Kuasa BUD oleh PPKD ditetapkan dengan keputusan kepala daerah. Kuasa BUD mempunyai tugas:

1. Menyiapkan anggaran kas;

2. Menyiapkan surat penyediaan dana (spd);

3. Menerbitkan surat perintah pencairan dana (sp2d);

4. Menyimpan seluruh bukti asli kepemilikan kekayaan daerah;

5. Memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran apbd oleh bank dan/atau lembaga keuangan lainnya yang ditunjuk;

6. Mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan apbd; 7. Menyimpan uang daerah;

8. Melaksanakan penempatan uang daerah dan mengelola/menatausahakan investasi daerah;

(11)

9. Melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat pengguna anggaran atas beban rekening kas umum daerah;

10. Melaksanakan pemberian pinjaman atas nama pemerintah daerah; 11. Melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah; dan

12. Melakukan penagihan piutang daerah.

Kuasa BUD bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada BUD. PPKD dapat melimpahkan kepada pejabat lainnya di lingkungan SKPKD untuk melaksanakan tugas-tugas sebagai berikut:

1. Menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD; 2. Melakukan pengendalian pelaksanaan APBD;

3. Melaksanakan pemungutan pajak daerah;

4. Menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian jaminan atas nama pemerintah daerah;

5. Melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah; 6. Menyajikan informasi keuangan daerah; dan

7. Melaksanakan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang milik daerah.

B.7 Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang

Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang (PPA/PB) mempunyai tugas:

1. Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD); 2. Menyusun Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD (DPA-SKPD);

3. Melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja;

4. Melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya;

5. Melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran; 6. Melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak;

7. Mengadakan ikatan/perjanjian kerjasama dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan;

8. Menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM);

9. Mengelola utang dan piutang yang menjadi tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya;

10. Mengelola barang milik daerah/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya;

11. Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan SKPD yang dipimpinnya; 12. Mengawasi pelaksanaan anggaran SKPD yang dipimpinnya; dan

13. Melaksanakan tugas-tugas pengguna anggaran/pengguna barang lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah.

(12)

Pejabat pengguna anggaran/pengguna barang bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah. Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang dalam melaksanakan tugas-tugasnya dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada Kepala Unit Kerja pada SKPD selaku Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang. Pelimpahan sebagian kewenangan tersebut berdasarkan pertimbangan tingkatan daerah, besaran SKPD, besaran jumlah uang yang dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya. Pelimpahan sebagian kewenangan tersebut ditetapkan oleh kepala daerah atas usul kepala SKPD. Kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugas-tugasnya kepada pengguna anggaran/pengguna barang.

B.8 Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan SKPD

Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang dalam melaksanakan program dan kegiatan menunjuk pejabat pada unit kerja SKPD selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK). Penunjukan pejabat tersebut berdasarkan pertimbangan kompetensi jabatan, anggaran kegiatan, beban kerja, lokasi, dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya. PPTK bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada pengguna anggaran/pengguna barang atau kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang yang telah menunjuknya. Tugas-tugas tersebut adalah:

1. Mengendalikan pelaksanaan kegiatan;

2. Melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan; dan

3. Menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan, yang mencakup dokumen administrasi kegiatan maupun dokumen administrasi yang terkait dengan persyaratan pembayaran yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

B.9 Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD

Untuk melaksanakan anggaran yang dimuat dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD (DPA-SKPD), Kepala SKPD menetapkan pejabat yang

(13)

melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD sebagai Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD (PPKSKPD). PPK-SKPD mempunyai tugas:

1. Meneliti kelengkapan Surat Permintaan Pembayaran Langsung (SPP-LS) pengadaan barang dan jasa yang disampaikan oleh bendahara pengeluaran dan diketahui/ disetujui oleh PPTK;

2. Meneliti kelengkapan Surat Permintaan Pembayaran Uang Persediaan (SPP-UP), Surat Permintaan Pembayaran Ganti Uang Persediaan (SPP-GU), Surat Permintaan Pembayaran Tambah Uang Persediaan (SPP-TU) dan SPP-LS gaji dan tunjangan PNS serta penghasilan lainnya yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang diajukan oleh bendahara pengeluaran; 3. Melakukan verifikasi Surat Permintaan Pembayaran (SPP);

4. Menyiapkan Surat Perintah Membayar (SPM); 5. Melakukan verifikasi harian atas penerimaan; 6. Melaksanakan akuntansi SKPD; dan

7. menyiapkan laporan keuangan SKPD.

8. PPK-SKPD tidak boleh merangkap sebagai pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara/daerah, bendahara, dan/atau PPTK.

B.10 Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran

Kepala daerah atas usul PPKD menetapkan Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran pada SKPD. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran tersebut adalah pejabat fungsional. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran baik secara langsung maupun tidak langsung dilarang melakukan kegiatan perdagangan, pekerjaan pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas kegiatan/pekerjaan/penjualan, serta membuka rekening/giro pos atau menyimpan uang pada suatu bank atau lembaga keuangan lainnya atas nama pribadi. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran dalam melaksanakan tugasnya dapat dibantu oleh Bendahara Penerimaan Pembantu dan/atau Bendahara Pengeluaran Pembantu. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran secara fungsional bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada PPKD selaku BUD.

(14)

C. KESIMPULAN

Reformasi manajemen keuangan pemerintah—yang telah menenorkan UU No. 17/2003 dan UU No. 1/2004 beserta peraturan-peraturan pendukungnya)— telah memberikan landasan yang cukup kuat untuk memperbaiki kinerja pengelolaan keuangan negara RI. Kedua Undang-undang tersebut—dan diharapkan dilengkapi dengan UU Pemeriksaan pengelolaan Keuangan Negara yang masih dibahas di DPR—menyediakan instrument dan wahana yang kondusif untuk mewujudkan good governance.

D. SARAN

Keindahan aturan, tentunya tidak akan berguna manakala tidak diimplementasikan sebagaimana mestinya. Dalam konteks ini, Pemerintah dan DPR diharapkan mampu mengawal pelaksanaan paket undang-undang Di bidang keuangan negara tersebut sekaligus melanjutkan proses reformasi manajemen keuangan pemerintah.

DPR dengan fungsi-fungsi yang dimilikinya, yakni fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan, dapat berperan optimal dalam memperbaiki kinerja anggaran negara dengan keterlibatannya yang efektif sepanjang siklus APBN.

(15)

REFERENSI

Artikel Percepatan Eksekusi Belanja Belanja

http://www.kemenkeu.go.id/Artikel/percepat-eksekusi-belanja-2016 diakses tanggal 6 September 2016.

Modul Pengantar Keuangan Negara (Penyuluh Perbendaharaan) Edisi 2014

file:///D:/MATERI%20KULIAH%20S2%20STAR%20BPKP/SEMESTER %204/GOVERNANCE%20&%20SISTEM%20PENGELOLAAN

%20KEUANGAN%20NEGARA/Bahan%20Makalah%20Perbandaharaan %20Negara/24%20Keuangan%20Negara%20(1).pdf diakses tanggal 6 September 2016.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara.

Ekonomi Manajemen ; Pengelolaan Keuangan Daerah

http://chandraekapurwanto.blogspot.co.id/2013/03/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html diakses tanggal 6 September 2016

Suminto, M.Sc. Economist, The Indonesia Economic Intelligence, Pengelolaan APBN Dalam Sistem manajemen keuangan Negara - Makalah sebagai bahan penyusunan Budget in Brief 2004 (Ditjen Anggaran, Depkeu.

Muhammad Kadafi, Permasalahan Keuangan Negara Dan Daerah, http://karyailmiah.polnes.ac.id , jurnal eksis vol.8 no.2, agustus 2012: 2168 – 2357

Yenni Nuraeni*, Titi Suhartati** dan Abdul Rahman, JURNAL EKONOMI DAN BISNIS, VOL 11, NO. 1, JUNI 2012 : 53-60 53, MODEL PENGELOLAAN KEUANGAN INSTANSI DALAM MEWUJUDKAN TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA

Referensi

Dokumen terkait

Strategi operasional yang dilakukan oleh humas Suku Dinas Perhubungan Kota Administrasi Jakarta Barat sudah dijalankan dengan sangat baik. Humas Suku Dinas

Dengan Teknologi Komputer yang ada saat ini,agak sulit untuk dapat membayangkan bagaimana komputer masa depan.Dengan teknologi yang ada saat ini saja kita seakan sudah

Selain itu transaksi penilaian berfungsi sebagai tolak ukur perhitungan gaji penilaian guru yang berpengaruh pada gaji bersih tiap guru baik guru honorer maupun guru

Pelayanan jasa Bank kepada nasabah dalam bentuk komunikasi atau melakukan interaksi dengan Bank penyedia layanan internet banking secara terbatas dan tidak melakukan eksekusi

Karena nilai probabilitas jauh lebih kecil dari 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa perubahan arus kas operasi, perubahan arus kas investasi, perubahan arus kas pendanaan,

X : Treatment ( kelompok atas sebagai kelompok eksprimen diberi treatment yaitu Model Pembelajaran Mastery Learning (belajar Tuntas) sedangkan kelompok bawah

Dalam perkembangan ilmu-ilmu sosial, studi yang mengkaji mengenai dampak perkembangan teknologi, lebih khusus lagi teknologi informasi dan perubahan yang terjadi di dalam

Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat yang berpotensi melahirkan dampak perubahan pola pemikiran dan peningkatan kapasitas SDM di masyarakat adalah kegiatan