• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Moral Reasoning, Ethical Sensitivity, Persepsi Etis dan Gender.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Moral Reasoning, Ethical Sensitivity, Persepsi Etis dan Gender."

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

Moral Reasoning, Ethical Sensitivity, Persepsi Etis dan Gender. Menjabarkan teori yang melandasi penelitian ini dan beberapa penelitian terdahulu yang telah diperluas dengan referensi atau keterangan tambahan yang dikumpulkan selama pelaksanaan penelitian.

2.1.1. Moral Reasoning

Moral berasal dari bahasa latin mos yang artinya tata cara dalam kehidupan, adat istiadat, atau kebiasaan (Gunarsa,1986). Moral merupakan kaidah norma dan pranata yang mengatur perilaku individu dalam hubungannya dengan kelompok sosial dan masyarakat. Moral merupakan standar baik-buruk yang ditentukan bagi individu oleh nilai-nilai sosial budaya di mana individu sebagai anggota sosial (Roger, 1985). Oleh Franz (1987) dikatakan bahwa kata moral selalu mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia, sehingga bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia. Teori perkembangan moral berusaha untuk menjelaskan rerangka yang mendasari pengambilan keputusan individu dalam konteks dilema etika. Tujuan teori ini adalah memahami proses penalaran kognitif seorang individu dalam mengatasi dilema etika, bukan untuk menilai benar atau salah (Afdal, 2012). Jadi moral adalah sikap baik-buruknya, bukan benar atau salah seseorang dalam berhubungan dengan kelompok atau masyarakat.

(2)

Kohlberg dalam menjelaskan pengertian moral menggunakan istilah-istilah seperti moral-reasoning, moral-thingking, dan moral-judgement, sebagai istilah-istilah yang mempunyai pengertian sama dan digunakan secara bergantian. Istilah tersebut dialih bahasakan menjadi penalaran moral (Setiono dalam Pratidarmanastiti, 1991). Penalaran moral dipandang sebagai suatu struktur pemikiran bukan isi. Dengan demikian penalaran moral bukanlah tentang apa yang baik atau yang buruk, tetapi tentang bagaimana seseorang berpikir sampai pada keputusan bahwa sesuatu adalah baik atau buruk (Kohlberg, 1977: 1981). Penalaran-penalaran moral inilah yang menjadi indikator dari tingkatan atau tahapan kematangan moral. Memperhatikan penalaran mengapa suatu tindakan salah, akan lebih memberi penjelasan daripada memperhatikan tindakan (perilaku) seseorang atau bahkan mendengar pernyataan bahwa sesuatu itu salah (Duska dan Whelan, 1975)

Melalui hasil penelitian Kohlberg (1980b) yang dituliskan oleh Budiningsih (2004 : 27-28) menyatakan hal-hal sebagai berikut:

1. Ada prinsip-prinsip moral dasar yang mengatasi nilai-nilai moral lainnya dan prinsip-prinsip moral dasar itu merupakan akar dari nilai-nilai moral lainnya.

2. Manusia tetap merupakan subjek yang bebas dengan nilai-nilai yang berasal dari diri lainnya.

3. Dalam bidang penalaran moral ada tahap-tahap perkembangan yang sama dan universal bagi setiap kebudayaan.

4. Tahap-tahap perkembangan penalaran moral ini banyak sitentukan oleh faktor kognitif atau kematangan intelektual.

Kesimpulan ini ditarik dari penelitiannya dengan instrument yang disebut sebagai “Dilemma Moral Heinz”, yaitu sebuah kasus yang merangsang responden untuk memberikan keputusan-keputusan moral.

Adapun tahap-tahap perkembangan moral yang sangat dikenal keseluruh dunia adalah yang dikemukakan oleh Kohlberg, L.E (1995) yang dituliskan oleh Ali (2004 : 137-140), yaitu sebagai berikut:

(3)

a. Tingkat Prakonvensional

Pada tingkat ini, anak tanggap terhadap aturan-aturan budaya dan ungkapan-ungkapan budaya mengenai baik dan buruk serta benar dan salah. Namun demikian, semua ini masih ditafsirkan dari segi akibat fisik atau kenikmatan perbuatan (hukuman, keuntungan, pertukaran) atau dari segi kekuatan fisik mereka yang memaklumkan peraturan.

Tingkat prakonveksional ini memiliki dua tahap, yaitu orientasi hukuman dan kepatuhan serta orientasi relativis-instrumental.

Tahap 1: Orientasi hukuman dan kepatuhan Tahap 2: Orientasi relativis-instrumental b. Tingkat Konvensional

Pada tingkat ini anak hanya menuruti harapan keluarga, kelompok, atau masyarakat. Semua itu dipandang sebagai hal yang menilai dalam dirinya sendiri tanpa mengindahkan akibat yang bakal muncul. Sikap anak bukan saja konformitas terhadap pribadi dan tata tertib sosial, melainkan juga loyal terhadapnya dan secara aktif mempertahankan, mendukung, membenarkan seluruh tata tertib, serta mengidentifikasikan diri dengan orang atau kelompok yang terlibat.

Tingkat konvensional ini memiliki dua tahap, yaitu orientasi kesepakatan antara pribadi atau disebut orientasi “anak manis” serta orientasi hukum dan ketertiban.

Tahap 3: Orientasi kesepakatan antara pribadi atau disebut orientasi “anak manis”

Tahap 4: Orientasi hukuman dan ketertiban

c. Tingkat Pascakonvensional, Otonom, atau Berlandaskan Prinsip

Pada tingkatan usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai dan prinsip-prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat diterapkan, terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang berpegang pada prinsip-prinsip itu dan terlepas pula dari identifikasi diri dengan kelompok tersebut.

Tingkat ini memiliki dua tahap, yaitu orientasi kontak sosial legalitas serta orientasi prinsip dan etika universal.

Tahap 5: orientasi kontrak sosial legalitas Tahap 6: Orientasi prinsip dan etika universal

Penalaran moral adalah cara berpikir tentang sikap baik-buruknya seseorang dalam berhubungan dengan kelompok atau masyarakat. Moral tidak hanya berpokok pada sikap baik-buruk seseorang saja tetapi merupakan cerminan yang dimiliki seseorang dalam kesehariannya yang ditunjukkan kepada orang lain, kepatuhan, keingintahuan, kesetiakawanan, hingga pertentangan yang

(4)

diperlihatkannya. Maka penalaran moral akan memiliki pengaruh dalam perilaku etis.

2.1.2. Ethical sensitivity

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 1995) mendefinisikan etika sebagai ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Menurut bahasa (etimologi) istilah etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti adat-istiadat (kebiasaan), perasaan batin, kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan. Dalam kajian filsafat etika merupakan bagian dari filsafat yang mencakup metafisika, kosmologi, psikologi, logika, hukum, sosiologi, ilmu sejarah, dan estetika. Etika juga mengajarkan tentang keleluhuran budi baik-buruk.

Seseorang yang memiliki sensitivitas etis bisa mengerti ketentuan norma-norma dan nilai-nilai di sebuah lingkungan dalam suatu keputusan etis. Sensitivitas etis merupakan kemampuan menyadari perilaku etis yang terjadi. Kemampuan seseorang profesional untuk berperilaku etis sangat dipengaruhi oleh sensitivitas indidvidu tersebut terhadap etika. Kesadaran individu tersebut dapat dinilai melalui kemampuan untuk menyadari adanya nilai-nilai etika dalam suatu keputusan, inilah yang disebut sensitivitas etika (Velasques dan Rostankowski dalam Ponny Harsanti, 2002).

(5)

2.1.3. Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi

Etika adalah ilmu tentang baik-buruk dari sesuatu kebiasaan yang dilakukan seseorang. Seperti yang di jelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI 1998) yang membagi etika dengan membedakan tiga arti:

1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).

2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.

3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

Abdullah (2002) mengartikan etika sebagai ilmu yang mempelajari tentang baik dan buruk. Jadi, bisa dikatakan etika berfungsi sebagai teori perbuatan baik dan buruk (ethics atau ‘ilm al-akhlak al-karimah), praktiknya dapat dilakukan dalam disiplin filsafat. Etika diartikan sebagai ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan dalam hidup manusia semuanya, terristimewa yang mengenai gerak-gerik pikiran, rasa yang dapat merupakan pertimbangan dan rasa perasaan sampai menguasai tujuannya yang dapat merupakan perbuatan ( Dewantara, 1966).

Seperti apa yang memang seharusnya dimiliki oleh seorang akuntan yang profesional. Maka seorang akuntan dituntut harus memiliki etika. Etika akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Kode Etik Akuntan Indonesia memuat delapan prinsip etika terdiri dari tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas, obyektivitas, kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional, dan standar teknis. Kode Etik

(6)

Akuntan Indonesia menjadi pedoman dalam melakukan tugas nya agar menciptakan pekerjaan yang dapat dipertanggung jawabkan.

Dalam profesi yang diinginkan oleh mahasiswa pada umumnya yaitu menjadi akuntan harus mematuhi etika profesinya. Akuntan yang berprilaku etis akan menciptakan lingkungan kerjanya menjadi nyaman terutama untuk dirinya sendiri, karena akuntan yang berprilaku etis akan sangat diharapakan keberadaannya oleh para investor, masyarakat dan pemerintah. Selain itu akan menjadi panutan bagi calon akuntan atau para mahasiswa yang bercita-cita menjadi akuntan. Dengan adanya akuntan yang berperilaku etis dapat menciptakan pandangan positif khususnya mahasiswa akuntansi terhadap profesi akuntansi.

Normadewi (2012) persepsi merupakan proses untuk memahami lingkungannya meliputi objek, orang, dan simbol atau tanda yang melibatkan proses kognitif (pengenalan). Proses kognitif adalah proses dimana individu memberikan arti melalui penafsirannya terhadap rangsangan (stimulus) yang muncul dari objek, orang, dan simbol tertentu. Dengan kata lain, persepsi mencakup penerimaan, pengorganisasian, dan penafsiran stimulus yang telah diorganisasi dengan cara yang dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap. Persepsi diartikan sebagai proses yang melibatkan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya kemudian menginterpretasikan stimulus tersebut melalui panca indera (Al-Fitrie, 2015). Persepsi adalah penerimaan suatu keadaan yang kemudian dianalisis sehingga menjadi kesimpulan informasi yang dapat mempengaruhi prilaku dan sikap yang disampaikan melalui panca indera.

(7)

Penanaman etika pada calon akuntan sangat penting, diberikan pengajaran kepada mahasiswa khususnya mahasiswa akuntansi yang ingin bekerja di profesi akuntan akan menjadi modal dasar mereka untuk terjun di dunia kerja kelak. Pengajaran etika ini menjadi suatu tindakan antisipasi agar nantinya calon akuntan tidak menyalahgunakan perkerjaan mereka karena mereka sudah dididik dengan pemahaman etika yang baik dari masa perkuliahan.

Mahasiswa akuntansi sangat berpengaruh penting terhadap pengajaran dan pengimplementasian sikap etis dikalangan masyarakat, karena dapat menanggapi setiap fenomena yang terjadi di masyarakat. Sebagai orang yang intelektual dan berpendidikan maka mahasiswa dapat menyelesaikan masalah-masalah etis yang ada di lingkungan sekitarnya.

Di lingkungan kerja kelak, mahasiswa sebagai calon akuntan tidak tutup kemungkinan akan mengalami dilema dalam mengambil keputusan. Pada saat inilah mahasiswa akuntansi dapat membuat keputusan sesuai dengan persepsinya. Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi terbentuk oleh pemahamannya terhadap akuntansi yang terkait dengan perilaku akuntan. Sebelum memahami perilaku akuntan mahasiswa juga harus memahami perilaku yang seharusnya di miliki olehnya, karena awal dari perilaku akuntan yang baik tidak hanya didasari oleh Kode Etik Akuntan tetapi juga perilaku mahasiswa tersebut saat menjalani masa perkuliahan. Sehingga mahasiswa dapat menilai sikap yang etis atau tidak etis dari suatu perlakuan.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi merupakan pandangan yang dimiliki mahasiwa akuntansi sebagai calon

(8)

akuntan dimulai dari saat mendapatkan pengajaran dan memahaminya, pengimplementasiannya, pengalaman yang didapatnya terkait dengan etika seorang akuntan, sehingga dia dapat menilai sikap etis atau tidak etis akuntan tersebut. Selain itu dalam menilai sikap akuntan sangat diharapkan harus berpedoman dan mengacu pada kode etik yang berlaku, tidak dibenarkan menilai sesuatu tanpa dasar atau pedoman yang jelas.

2.1.4. Gender

Pengertian Gender menurut Fakih (2001) adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya, bahwa perempuan dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan, sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, atau perkasa. Ciri dari sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang emosial, lemah lembut, keibuan, sementara juga ada perempuan yang kuat, rasional, dan perkasa. Menurut Al-Fithrie (2015) Gender merupakan suatu konsep analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki laki dan perempuan dilihat dari sudut non-biologis, yaitu dari aspek sosial, budaya, maupun psikologis.

Ameen et al. (1996) menyatakan ada dua alternatif penjelasan mengenai perbedaan gender tentang perilaku tidak etis dalam bisnis. Pendekatan tersebut adalah pendekatan sosialisasi gender (gender socialization approach) dan pendekatan struktural (structural approach). Pendekatan sosialisasi gender menyatakan bahwa pria dan wanita membawa perbedaan nilai dan perlakuan dalam pekerjaannya. Perbedaan yang terjadi didalam pendekatan ini adalah

(9)

menjelaskan bagaimana bedanya pandangan antara pria dan wanita dalam menilai reward dan cost, untuk mencapai hal tersebut pria akan berusaha secara kompetitif sedangakan wanita lebih mementingkan harmonisasi di dalam lingkungan kerjanya. Sedangkan pendekatan struktural adalah perbedaan antara pria dan wanita lebih disebabkan karena sosialisasi awal dan persyaratan peran. Pada pendekatan ini dalam menilai reward dan cost pria dan wanita relative sama karena informasi yang didapat pada saat pelatihan menunjukkan prioritas etika yang sama.

Kartika (2013) menyimpulkan bahwa beberapa penelitian yang telah dilakukan mendukung dua pendekatan diatas, yang dengan demikian menimbulkan kesimpulan bahwa penelitian mengenai hubungan gender dengan etika masih tidak konsisten. Noval Adip (2001) menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara gender dengan etika.

Dengan demikian, gender adalah keadaan mutlak yang dimiliki oleh individu yang terbagi oleh dua jenis kelamin yaitu pria dan wanita yang akan membedakan dari keduanya dari segi sifat dan cara berpikir. Dari uraian diatas, peneliti ingin mengetahui apakah gender dapat memoderasi atau tidak dalam pengaruh Moral Reasoning dan Ethical Sensitivity terhadap Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi.

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Al-fithrie (2015) melakukan penelitian mengenai pengaruh moral reasoning dan ethical sensitivity terhadap persepsi etis mahasiswa akuntansi

(10)

dengan gender sebagai variable moderasi. Hasil penelitiannya adalah terdapat pengaruh positif dan signifikan moral reasoning terhadap persepsi etis mahasiswa akuntansi, terdapat pengaruh positif dan signifikan ethical sensitivity terhadap persepsi etis mahasiswa akuntansi, gender dapat berperan sebagai variable moderasi dalam pengaruh moral reasoning terhadap persepsi etis mahasiswa akuntansi, gender dapat berperan sebagai variabel moderasi dalam pengaruh ethical sensitivity terhadap persepsi etis mahasiswa akuntansi.

Afdal (2012) melakukan penelitian mengenai pengaruh penalaran moral dan sikap lingkungan terhadap akuntabilitas lingkungan. Hasil penelitiannya adalah peranan moral dan sikap lingkungan sebagai determinasi dukungan akuntabilitas lingkungan, dari hasil regresi yang melibatkan faktor demografis, gender dan asal universias, menunjukkan bahwa dukungan terhadap akuntabilitas lingkungan dipengaruhi oleh institusi pendidikan yang di tempati oleh mahasiswa akuntansi menuntut ilmu.

Kartika (2013) melakukan penelitian mengenai perbandingan sensitivitas etis antara mahasiswa pria dan wanita serta mahasiswa akutansi dan manajemen (studi empirik pada peguruan tinggi semarang). Hasil penelitiannya adalah tidak dapat perbedaan perilaku tidak etis antara mahasiwa akuntansi dan mahasiswa manajemen, tidak dapat perbedaan perilaku tidak etis antara mahasiswa akuntansi pria dan wanita, mahasiswa yang lebih toleran terhadap perilaku tidak etis akan lebih sinikal (dapat ditolak).

Hutahehan dan Hasnawati (2015) melakukan penelitian mengenai pengaruh gender, religiusitas dan prestasi belajar terhadap perilaku etis akuntansi

(11)

masa depan (studi pada mahsiswa akuntansi perguruan tinggi swasta di wilayah DKI jakarta). Hasil penelitiannya adalah jenis kelamin tidak berpengaruh secara signifikan tehadap perilaku etis mahasiswa akuntansi, terdapat pengaruh interpersonal religiusitas terhadap perilaku etis mahasiswa akuntansi, tidak terdapat pengaruh yang antara interpersonal religious terhadap perilaku etis mahasiswa akuntansi, variabel ipk tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku etis mahasiswa akuntansi.

Berikut adalah penelitian terdahulu yang berkaitan dengan moral reasoning, ethical sensitivity, persepsi etis mahasiswa akuntansi, dan gender

Table 2.1

Tinjauan Penelitian Terdahulu No Nama peneliti Judul penelitian Variabel penelitian Hasil penelitian 1 Nurul Luthfie Al-fithrie (2015) Pengaruh moral reasoning dan ethical sensitivity terhadap persepsi etis mahasiswa akuntansi dengan gender sebagai variabel moderasi Moral reasoning, ethical sensitivity, persepsi etis mahasiswa akuntansi, gender

Terdapat pengaruh positif dan signifikan Moral reasoning dan ethical sensitivity terhadap persepsi etis mahasiswa akuntansi, gender dapat berperan sebagai variabel moderasi dalam pengaruh moral reasoning dan ethical sensitivity terhadap persepsi etis mahasiswa akuntansi. 2 Afdal (2012) Pengaruh penalaran moral dan sikap lingkungan tehadap Akuntabilitas lingkungan, penalaran moral, sikap lingkungan

peranan moral dan sikap lingkungan sebagai determinasi dukungan akuntabilitas lingkungan, dari hasil regresi yang

(12)

lingkungan asal universias, menunjukkan bahwa dukungan terhadap akuntabilitas lingkungan dipengaruhi oleh institusi pendidikan yang di tempati oleh mahasiswa akuntansi menuntut ilmu. 3 Andi Kartika (2013) Perbandingan sensitivitas etis antara mahasiswa akuntansi pria dan wanita serta mahasiswa akuntansi dan manajemen Persepsi, etika, sensitivitas etis, gender

Tidak terdapat prbedaan perilaku tidak etis antara mahasiswa akuntansi dan mahasiswa manajemen. Dan juga pada mahasiswa akuntansi pria dan wanita.

4 M. Umar Bakhri Hutahehan dan Hasnawati (2015) Pengaruh gender, religiusitas dan prestasi belajar terhadap perilaku etis akuntan masa depan Perilaku etis, gender, religiusitas, prestasi belajar

jenis kelamin tidak berpengaruh secara signifikan tehadap perilaku

etis mahasiswa akuntansi,

terdapat pengaruh interpersonal religiusitas terhadap perilaku etis mahasiswa akuntansi, tidak terdapat pengaruh yang antara interpersonal religious terhadap perilaku etis mahasiswa akuntansi, variabel ipk tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku etis mahasiswa akuntansi

(13)

2.3. Kerangka konseptual

Berdasarkan landasan teori dan masalaah penelitian, maka peneliti mengembangkan kerangka konsep penelitian yang akan diuji secara simultan dan parsial sebagaimana telihat pada gambar 2.1.

H1 H3 H2 H4 Gambar 2.1 Kerangka konseptual

Kerangka konseptual adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor yang penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu yang akan menghubungkan secara teoritis antara variabel-variabel penelitian dan dapat dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan agar keputusan yang di ambil dapat lebih efektif. Dberdasarkan kerangka konseptual diatas, dapat dilihat bahwa penelitian ini menggunakan

Modal Reasoning

(X1)

Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi (Y) Ethical Sensitivity (X2) Gender (Z)

(14)

variabel independen (X) yaitu Moral Reasoning (X1) dan Ethical Sensitivity (X2) sedangkan variabel dependen (Y) yang digunakan adalah Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi, dan menambah satu variabel lagi yaitu variabel moderating (Z), yang digunakan dalam variabel moderating (Z) adalah Gender.

Moral Reasoning adalah cara berpikir seseorang tentang baik-buruknya suatu perbuatan, dimana ada perbuatan yang boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan dalam suatu keadaan yan mencerminkan seeorang tersebut memiliki moral yang baik jika dapat melakukan perbuatan yang tidak melanggar etika dalam kesehariaannya.

Ethical Sensitivity adalah kemampuan untuk mengetahui sikap yang tidak etis. Kepekaan atas suatu sikap akan menjadikan seseorang tersebut menghindari sikap tidak etis dan lebih menyadari sikap etis atau tidak etis yang dilihatnya.

Gender adalah keadaan mutlak yang dimiliki seseorang yang tidak dapat diubah sebagia pria dan wanita berdasarkan jenis kelamin. Pemberian dari lahir yang tidak dapat memungkinkan untuk diubah selama hidupnya.

Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi adalah pandangan yang dimiliki oleh mahasiswa akuntansi sebagai calon akuntan terhadap akuntan yang menjadi pekerjaan idaman mahasiswa akuntansi melalui proses pembelajaran tentang etika terkait dengan etka seorang akuntan, sehingga dapat memberikan penilaian etis atau tidak etisnya seuatu perbuatan.

2.3.1. Hubungan Moral Reasoning dan Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi Duska dan Whelan (1975) Penalaran-penalaran moral menjadi indikator dari tingkatan atau tahapan kematangan moral. Memperhatikan penalaran

(15)

mengapa suatu tindakan salah, akan lebih memberi penjelasan dari pada memperhatikan tindakan (perilaku) seseorang atau bahkan mendengar pernyataan bahwa sesuatu itu salah. Al-fithrie (2015) menyatakan Moral Reasoning atau Penalaran Moral merupakan upaya dalam memecahkan masalah moral dengan menggunakan logika yang sehat. Mahasiswa Akuntansi dengan tingkat Moral Reasoning tinggi dalam memberikan Persepsi Etis dari kasus pelanggaran etika akan mendasarkan perilaku akuntan tersebut pada prinsip-prinsip moral. Sebaliknya, Mahasiswa Akuntansi dengan tingkat Moral Reasoning rendah cenderung mengabaikan prinsip-prinsip moral dalam memberikan Persepsi Etis atas kasus pelanggaran etika. Dan meneliti tentang pengaruh moral reasoning dan ethical sensitivity terhadap persepsi etis mahasiswa akuntansi dengan gender sebagai variabel moderasi. Hasil penelitiannya menunjukkan terdapat pengaruh positif dan signifikan Moral Reasoning terhadap Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi.

2.3.2. Hubungan Ethical Sensitivity dan persepsi etis mahasiswa akuntansi Velasque dan Rostankowski (1985) menyatakan sensitivitas etis adalah kemampuan seorang profesional untuk berperilaku etis sangat dipengaruhi oleh sensitivitas individu tersebut. Faktor yang penting dalam menilai perilaku etis adalah adanya kesadaran para individu bahwa mereka adalah agen moral. Kesadaran individu tersebut dapat dinilai melalui kemampuan untuk menyadari adanya nilai-nilai etis dalam suatu keputusan. Sensitivitas etis adalah kesadaran yang dimiliki seseorang, jika sesorang sadar dengan apa yang dia lakukan maka

(16)

2.3.3. Hubungan Gender terhadap Moral Reasoning dan Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi

Al-Fithrie (2015) Gender merupakan suatu konsep analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki laki dan perempuan dilihat dari sudut non-biologis, yaitu dari aspek sosial, budaya, maupun psikologis. Kartika (2013) menyatakan penelitian mengenai pengaruh gender terhadap etika pada pendidikan akuntansi menunjukkan hasil yang masih berbeda. Tetapi beberapa penelitian yang berkaitan dengan etika di bidang akuntansi dan bisnis seperti yang dilakukan oleh Shaub (1994) dalam Jaka Winarna (2003) yang mengambil penelitian terhadap 91 mahasiswa akuntansi dan 217 profesional auditor menunjukkan hubungan yang kuat dan konsisten antara perkembangan moral dan gender, hal tersebut mengidentifikasi bahwa wanita ternyata memiliki tingkat perkembangan moral dan cara pemikiran berbeda secara fundamental terhadap pria. Pengaruh gender muncul ketika perbedaan pria dan wanita terjadi dalam proses pembuatan keputusan etis.

Berbagai macam pelanggaran moral yang terjadi dikalangan mahasiswa karena rendahnya moral reasoning yang dimiliki individu tersebut. Tinggi rendahnya moral reasoning akan mempengaruhi persepsi dan moral reasoning yang dimiliki oleh mahasiswa salah satunya berasal dari gender.

2.3.4. Hubungan Gender terhadap Ethical Sensitivity dan Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi

Desi (2011), Gender adalah perbedaan perilaku antara pria dan wanita yang dikonstruksi secara sosial, yaitu perbedaan yang bukan ketentuan dari

(17)

Tuhan, melainkan diciptakan oleh manusia melalui proses sosial dan kultural yang panjang. Hastuti (2007) berpendapat bahwa Gender merupakan suatu konsep kultural yang membedakan antara pria dan wanita dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional di kalangan masyarakat. Perbedaan inilah yang mengakibatkan antara pria dan wanita memiliki penilaiannya sendiri dalam mengelola, mencatat, dan mengkomunikasikan hal atau informasi menjadi suatu hasil.

Banyak ditemukan permasalahan pelanggaran etika dikarenakan pada saat melakukan pembelajaran etika tidak menganggap hal itu penting, sehingga pada saat terjadi dilingkungan sehari-hari beranggapan hal itu memang wajar terjadi jika ada sesuatu hal yang mendasarinya. Persepsi etis muncul dapat diakibatkan karena tingkat sensitivitas etis. Tingkat kepekaan yang dimiliki pria cenderug lebih rendah dari wanita.

2.4. Hipotesis Penelitian

Hipotesis menurut Erlina (2011) “adalah preposisi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris. Preposisi merupakan ungkapan atau pernyataan yang dapat dipercaya, disangkal, atau diuji kebenaranya mengenai konsep atau konstruk yang menjelaskan atau memprediksi fenomena-fenomena”. Hipotesis merupakan penjelasan sementara tentang prilaku, fenomena, atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi. Berdasarkan hal di atas, maka peneliti membuat hipotesis sebagai berikut:

(18)

H2: Ethical sensitivity berpengaruh terhadap persepsi etis mahasiswa akuntansi. H3: Gender dapat memoderasi pengaruh Moral Reasoning terhadap Persepsi Etis

Mahasiswa Akuntansi.

H4: gender dapat memoderasi Ethical Sensitivity terhadap Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi.

Referensi

Dokumen terkait

Pembuatan aplikasi ini dimaksudkan untuk memperluas pengetahuan masyarakat tentang jenis budaya yang ada di tiap provinsi dengan membuat suatu aplikasi android sebagai

Tidak terpenuhinya jumlah semua anak dapat menulis huruf hijaiyah secara lengkap dikarenakan, ada beberapa pembelajaran yang tidak dilaksanakan pada jam pertama,

Penulisan ilmiah ini membahas tentang pembuatan website dengan menggunakan software bahasa pemrograman Joomla 1.0.13 karena dalam bahasa pemrograman ini, banyak fasilitas yang

“Fasilitias yang diberikan WM untuk dosen sudah baik ada wifi yang bisa diakses untuk dosen dan ruang untuk setiap dosen tetapi yang menurut saya masih kurang adalah

STRATEGI PENILAIAN SERDOS (1) PENILAIAN PORTOFOLIO Kualifikasi Akademik dan Unjuk Kerja Tridharma, TKDA, TKBI, PEKERTI/AA (DOKUMEN- EMPIRIK) Pernyataan Diri tentang kontribusi

Dari hasil perhitungan dapat dibuktikan bahwa waktu siklus dalam kondisi eksisting simpang Mitra Batik mempunyai kinerja yang tidak baik. Kinerja tersebut dapat

Dengan adanya materi perang sebagai salah satu cara dakwah penyebaran agama, secara tidak langsung akan menggiring siswa pada sebuah pemahaman bahwa perang adalah tindakan yang

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan gambaran tentang pengalaman perawat dalam membuka praktik mandiri keperawatan di Kabupaten Badung didapatkan informasi bahwa