BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
a. Kondisi Eksisting Bandara Ahmad Yani.
Bandara Ahmad Yani ditetapkan untuk melayani rute penerbangan dari luar negeri maupun dalam negeri dengan fasilitas atau prasarana yang ada. Kondisi eksisting prasarana yang secara langsung melayani penerbangan tersebut adalah sisi udara pada Bandara Internasional Ahmad Yani yang meliputi, landasan pacu (Runway), Landasan Hubung (Taxiway), dan Apron. 1. Kondisi eksisting sisi udara Ahmad Yani
1. Runway
Runway yang terdapat pada Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang memiliki dimensi dengan panjang 2.620 meter dan lebar 45 meter. Dalam proyek pengembangan Bandara Internasional Ahmad Yani, masih menggunakan runway yang lama.
2. Taxiway
Taxiway yang terdapat pada Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang berjumlah dua, Taxiway A dan Taxiway B dengan dimensi yang berbeda. Taxiway A dengan panjang 140 meter dan lebar 45 meter. Taxiway B dengan panjang 75 meter dan lebar 23 meter. Perkerasan pada taxiway bandara Internasional Ahmad Yani Semarang menggunakan perkerasan lentur. Berikut susunan perkerasan taxiway
pada bandara Internasional Ahmad Yani Semarang dalam tabel 4.1: Tabel 4.1 Lapisan Perkerasan Taxiway Ahmad Yani Lapisan Perkerasan Bahan Tebal (cm)
Surface Course Aspalt cement 8
Base Course Tanah + pasir + semen 5% 15
Subbase Course Tanah + pasir + semen 8% 25
Tebal Total 48
3. Apron
Apron lama yang tedapat pada Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang dengan luas 29.008 m2 untuk menampung 6 pesawat nerrow body atau pesawat berbadan sedang. Dalam konstruksi Apron baru Pengembangan bandara Internasional Ahmad Yani dengan luas 72.525 m2 untuk menampung 12 pesawat yang merupakan 10 pesawat
nerrow body (pesawat berbadan sedang) dan 2 wide body (pesawat berbadan lebar). Perkerasan pada apron bandara Internasional Ahmad Yani Semarang menggunakan perkerasan kaku. Berikut susunan perkerasan apron pada bandara Internasional Ahmad Yani Semarang
Tabel 4.2 Lapisan Perkerasan Apron Ahmad Yani
Lapisan Perkerasan Bahan Tebal (cm)
Slab beton Beton K400 46
Lantai kerja Beton K100 10
Subbase Course Kerikil + pasir + semen 5% 23
Tebal Total 79
Sumber: PT. Adhiyasa Desicon, 2015
Dari tabel 4.1 dan tabel 4.2 diatas digambarkan susunan struktur perkerasan taxiway dan apron berikut:
Gambar 4.1 Susunan struktur Perkerasan taxiway dan apron
2. Kondisi penerbangan Bandara Ahmad Yani
Berdasarkan data pergerakan pesawat yang di ambil di lapangan pada Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang menunjukan perkembangan volume pergerakan pesawat dan jumlah penumpang pada Bandar Udara Ahmad Yani Semarang yang sangat signifikan. Data yang diambil beberapa tahun terakhir dari tahun 2007 hingga 2015, terjadi peningkatan pertahun. Berikut ini tabel perkembangan jumlah pesawat tabel 4.3 dan perkembangan jumlah penumpang di bandar Udara Internasional Ahmad Yani Semarang tabel 4.4. Gambar 4.2 menunjukan grafik perkembangan jumlah pesawat dan gambar 4.3 menunjukan grafik perkembangan jumlah penumpang. Berikut tabel:
Tabel 4.3 Perkembangan Jumlah Pesawat di Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang
Sumber : PT. Persero Angkasa Pura I Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang, 2015
Tabel 4.4. Perkembangan Jumlah penumpang di Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang Tahun 2007 – 2015
Gambar 4.2. Perkembangan Jumlah Pesawat di Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang Tahun 2007 – 2015
Sumber: PT. Persero Angkasa Pura I Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang, 2015
Gambar 4.3. Perkembangan Jumlah Penumpang di Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang Tahun 2007 – 2015
Sumber : PT. Persero Angkasa Pura I Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang, 2015
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
J
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang mulai beroperasi pada jam enam pagi hingga sekitar jam 10 malam dalam 7 hari. Dalam bandara Internasional Ahmad Yani terdapat kurang lebih 27 pesawat yang beroperasi, antara itu pesawat komersil maupun pesawat milik militer Angkatan Udara. Berikut tabel 4.5 adalah daftar pergerakan pesawat campuran di Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang dari tahun 2007 hingga 2015, antara lain pesawat militer dan pesawat komersil.
Tabel 4.5 Pergerakan pesawat campuran tahunan pada Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang ( 2007-2015)
No Jenis
Dari tabel 4.3 dan 4.4 terjadi peningkatan jumlah penumpang serta peningkatan pesawat yang beroperasi membuat Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang tidak dapat melayani dengan baik karena kondisi eksisting pada bandara tidak bisa menampung peningkatan jumlah pesawat yang terjadi. Peningkatan yang terjadi menjadi permasalahan yang mendesak Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang agar mendesain apron yang baru dengan kapasitas yang lebih besar agar bisa beroperasi dengan baik. Berikut ini adalah analisa pada konstruksi
Apron baru.
4.2 Analisa desain struktur perkerasan
Penentuan tebal perkerasan Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang menggunakan dua metode yaitu FAA dan LCN dengan tahap yang berbeda beda.
Dalam hasil analisa perbandingan tebal perkerasan apron menggunakan dua metode yaitu FAA dan LCN. Berikut analisa dengan masing masing dari kedua metode tersebut yaitu :
4.2.1 Perencanaan lapisan perkerasan dengan metode FAA (Federation Aviation Administration).
Perencanaan lapisan perkerasan pada apron dengan metode FAA
(Federation Aviation Administration) dilakukan dengan beberapa langkah sebagai berikut:
1. Menentukan pesawat rencana.
Semarang. Boeing B738 sebagai pesawat rencana. Berikut tabel 4.6 menunjukan Boeing B738 sebagai pesawat rencana.
Tabel 4.6 Jumlah seluruh pergerakan pesawat Tahunan (2015)
No Jenis Pesawat Jumlah pergerakan pesawat (2015)
Sumber : PT. Persero Angkasa Pura I Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang, 2015
2. Konversi tiap tipe roda pendaratan ( R2 )
Setiap jenis pesawat yang beroperasi di bandara Internasional Ahmad Yani Semarang memiliki tipe roda pendaratan yang berbeda beda. Setiap tipe roda pendaratan harus dikonversikan mengikuti tipe roda pendaratan pesawat rencana atau pesawat boeing B738. Pesawat rencana boeing B738 memiliki tipe roda pendaratan dual wheel. Dalam Tabel 4.7 karakteristik pesawat dan tabel 4.8 adalah hasil analisa konversi tipe roda pendaratan utama semua pesawat yang beroperasi di Bandara Internasional Ahmad Yani ke pesawat rencana.
Tabel 4.7 Karakteristik Pesawat
No Jenis Pesawat Maximum Take
No Jenis Pesawat Maximum Take
Off Weight ( lbs ) Tipe roda
11 C402 6.305 Single Wheel
12 CRJ1000 86.468 Single Wheel
(Sumber:PT. Persero Angkasa Pura I Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang, 2015)
Tabel 4.8 Konversi tipe roda pendaratan
No
Sumber : PT. Persero Angkasa Pura I Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang, 2015
3. Menentukan beban roda pesawat W1 dan W2.
Beban roda pesawat rencana (W1) dan beban roda pesawat campuran (W2) dapat dihitung dengan persamaan (2.1). Beban roda yang dihitung sebagai berikut :
a. Beban roda Pesawat rencana yang dipilih adalah B738. W1= x 0.95 x MTOW pesawat rencana.
W1= x 0.95 x 172.500 W1= 40.969 lb
b. Beban roda Pesawat campuran A320
W2= x 0.95 x MTOW pesawat campuran. W2= x 0.95 x 172.500
c. Beban roda Pesawat campuran B733
W2= x 0.95 x MTOW pesawat campura. W2= x 0.95 x 115.500
W2= 27.431 lb
4. Mencari EquivalentAnnual Departure
Nilai Equivalent Annual Departure terhadap pesawat rencana dengan persamaan 2.2 Berikut perhitungan Equivalent Annual Departure :
a. Equivalent Annual Departure pesawat terhadap pesawat rencana B738
b. Equivalent Annual Departure pesawat campuran A320 Log R1= Log R2 (
c. Equivalent Annual Departure pesawat campuran B732 Log R1= Log R2 (
Tabel 4.9 Seluruh perhitungan hasil R1
5. Menentukan tebal desain perkerasan dengan kurva.
Dalam menentukan tebal desain perkerasan didapatkan dari korelasi beberapa hasil, dalam konstruksi apron Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang menggunakan pelat beton dengan mutu K.350 dan nilai CBR 6%. berikut perhitungan dari Concrete flexural strength dan
Modulus of subgrade reaction dalam persamaan 2.3 dan 2.4.
a. Menghitung Concrete Flexural Strength :
- Kuat tekan fc’ = 0,83 x 350 = 290,5 kg/cm2
= 290,5 kg/cm2 x 14,22334 = 4131,8 psi
- Flexural Strength = 9√fc’
= 9 √4131,8 psi
= 579 psi.
Gambar 4.4. Grafik perencanaan perkerasan Kaku dual wheel gear metode FAA
Sumber : Basuki, 1986
Pada gambar 4.4 grafik perencanaan perkerasan kaku dual wheel gear metode FAA dengan jenis pesawat B738 sebagai pesawat rencana dapat dilihat bahwa flexural strength adalah sebesar 579 psi ditarik garis horizontal sehingga menyinggung nilai modulus of subgrade reaction
sebesar 94,96 pci, kemudian ditarik garis vertikal sehingga menyinggung nilai MTOW dari pesawat rencana sebesar 172.500 lbs, lalu ditarik lagi garis horizontal sehingga menyinggung garis jumlah
4.2.2 Pembesian pada Apron untuk Metode FAA
Pembesian pada apron ada macam macam antara lain adalah wiremesh, tie bar, dowel yang terdapat dalam suatu luas perkerasan beton. Tulangan
wiremesh awalnya adalah hasil dari besi polos yang dikonversikan atau sebagai pengganti besi polos. Berikut tahap perhitungan tulangan
wiremesh serta penulangan yang lain. 1. Perhitungan tulangan wiremesh
Sebelum mengetahui tipe tulangan wiremesh yang akan digunakan pada Bandara Ahmad Yani metode FAA, terlebih dahulu mendesain luas besi tulangan batangan, setelah mengetahui lalu dikonversikan menjadi besi wiremesh.
a. Desain rencana tulangan batangan
Dalam mendesain luas tulangan yang diperlukan dalam besi batangan maupun wiremesh diambil lebar penampang beton 1
Dari perhitungan diatas As yang didapatkan akan mengetahui jarak dan nomor tulangan yang akan digunakan. Berikut tabel 4.10 untuk mengetahui jarak dan nomor tulangan.
Tabel 4.10 Luas tulangan dalam pelat ( in2)
( in ) 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Sumber: Jack C. Mc Cormac, 2003
As hasil perhitungan adalah 0,374 in2 dibulatkan ke atas hingga As yang diambil dari tabel adalah 0,39. Dari tabel diatas menunjukan tulangan nomor 4 dengan jarak 6 inchi atau 15 cm. Tulangan nomor 4 dengan diameter 0,5 inchi.
b. Menghitung luas tulangan batangan
Sebelum konversi ke wiremesh terlebih dahulu menghitung luas tulangan batangan nomor 4. Diameter dari tulangan nomor 4 adalah 0,5 inchi dikonversikan ke satuan milimeter dengan faktor perkalian 25,4. Diameter tulangan 0,5 inchi dikali 25,4 agar dapat satuan milimeter . Berikut perhitungan luas tulangan batangan atau As batangan:
As batangan = ( x 3,14 x D2 ) x
= 0,25 x 3,14 x ((0,5 x 25,4)2) x 6,6 mm2 = 835,64 mm2
c. Cari luas besi wiremesh yang dibutuhkan
d. Cari luas besi wiremesh.
Tahap ini mencari luas besi wiremesh agar dibandingkan dengan As besi wiremesh yang dibutuhkan. Berikut perhitungan dengan mencoba coba:
Luas wiremesh M12 = ( x 3,14 x D2 ) x
= ( 0,25 x 3,14 x 122 ) x 6,6 mm = 746 mm2
Dari hasil diatas menunjukan luas wiremesh M12 lebih besar dari luas wiremesh yang dibutuhkan. Jadi dalam penulangan pada apron
bandara Internasional Ahmad Yani menggunakan besi wiremesh
M12 dengan spesfikasi pada tabel 4.11 dan gambar wiremesh M12 pada gambar 4.5 sebagai berikut:
Tabel 4.11 Spesifikasi wiremesh M12
Wiremesh Diameter (cm) Spasi (cm) Ukuran (m) Tipe
M12 1,2 15 x 15 2,1 x 5,4 Lembar
Sumber: PT. Union, 2015
2. Pembesian tie bar
Dalam mendapatkan jarak tie bar, luas tulangan tie bar serta panjang
tie bar dengan korelasi antara tebal perkerasan (inchi), lebar jalur menggunakan dengan satuan feet diplotkan ke grafik pembesian tie bar berikut dalam gambar 4.6:
Gambar 4.6 Grafik rencana pembesian tie bar
(Sumber: Basuki, 1986)
Dari hasil grafik diatas menunjukan korelasi antara tebal perkerasan 19 inchi (48,26 cm) dengan tebal plat 18,8 feet (575 cm) menghasil kan: tie bar dengan diameter 7/8 inchi (2,2 cm), panjang 34 inchi (86 cm)dan jarak antara tie bar 33 inchi (83 cm).
3. Pembesian dowel
Dalam menentukan jarak dan ukuran dowel dari tebal slab beton pada
Tabel 4.12 Dimensi dan Jarak dowel
Tebal Slab beton Diameter Panjang Jarak 6-7 in (15-18 cm) ¾ in (20 mm) 18 in (46 cm) 12 in (31 cm) menghasilkan dowel dengan diameter 1 ½ in (40 mm), panjang dowel
20 in (51 cm) dan jarak dowel 18 in (46 cm).
Dari hasil tabel 4.12 menunjukan diameter dowel untuk metode FAA adalah 40 mm atau D40 diganti dengan tulangan D36, dikarenakan diameter tulangan paling besar di pasaran adalah D36. Berikut perhitungan untuk kebutuhan dowel dalam slab dan perubahan tulangan dari D40 ke D36:
Kebutuhan dowel dalam slab beton
Untuk mengetahui kebutuhan dowel dalam slab adalah lebar pelat dibagi jarak pemasangan dowel. Dalam apron terdapat dua slab
yaitu, slab A dengan luas 5,75m x 5,75m dan slab B dengan luas
Berikut perhitungan perubahan diameter dowel:
Pelat A = ((D40 – D36) * 12 dowel ) / D36 = (( 40 mm – 36 mm ) * 12 ) / 36 mm
= 1.33 buah besi dibulatkan ke atas adalah 2 besi. Pelat B = (D40 – D36) * 16 dowel ) / D36
= (( 40 mm – 36 mm ) * 16 ) / 36 mm = 64 mm / 36 mm
= 1,77 buah besi dibulatkan ke atas menjadi 2 besi
Dari hasil diatas kebutuhan dowel dalam slab A menjadi 14 dowel
dan slab B menjadi 18 dowel dikarenakan perubahan diameter Berikut tabel 4.13 untuk menentukan lebar dan dalam lubang joint:
Tabel 4.13 Lebar dan dalam joint.
Jarak Joint Lebar joint Dalam Joint
Hasil diatas menunjukan lebar joint 3/8 (9 mm) inchi dan dalam joint
½ inchi (12,7 mm) dari jarak antara joint 7,5 meter dikonversikan ke feet jadi 24,606 feet dibulatkan menjadi 25 feet.
4.2.3 Volume pekerjaan konstruksi apron untuk metode FAA
Sebelum mengetahui anggaran biaya slab beton dari apron untuk metode FAA terlebih dahulu perlu mengetahui volume perkerjaan dari apron. Dalam menghitung volume pekerjaan mulai dari tebal slab beton, jumlah
Tabel 4.14 Volume pekerjaan slabapron metode FAA
NO JENIS PEKERJAAN VOLUME
PEKERJAAN SLAB APRON
Pekerjaan Slab Beton k-350
Volume slab beton FAA = h x l x p
= 0,482 x 551,5 m x 131,5m
= 34.955 m3
Wiremesh M12
= Luas Apron / Luas Wiremesh
= (551,5m x 131,5m) x (2,1m x 5,4m)
= 72.522 m2 / 11,34m2
= 6.396 lembar wiremesh
Tie bar D22-86 cm
= n tie bar x p tie bar
= 11.534 buah x 0,86 m
= 9.919 m x berat besi D22
= 9.919 m x 2,98 kg/m
= 29.558 kg + 3%
Dowel D36-51 cm
Rencana Anggaran Biaya untuk metode FAA
Rencana anggaran biaya adalah rancangan biaya dari suatu konstruksi. Untuk mendapaktkan anggaran rencana atau anggaran kira kira dari suatu konstruksi dengan hasil dari volume pekerjaan dikalikan harga satuan pekerjaan atau disingkat HSP. Harga bahan di pasaran yang dikumpulkan dalam suatu daftar yang dinamakan Hsp atau harga satuan pekerjaan. Berikut tabel dan tabel untuk menunjukan harga pekerjaan konstruksi
apron untuk metode FAA
Tabel 4.15 Anggaran biaya metode FAA
NO Jenis Pekerjaan Vol. 2. Pekerjaan pemasangan wiremesh M12 6.396 lembar Rp. 1.247.000,00 Rp. 7.975.812.000,00 3. Pekerjaan pemasangan Tie bar 30.444 kg Rp. 10,700 Rp. 325.750.900,00 4. Pekerjaan pemasangan Dowel 94.468 kg Rp. 13,000 Rp. 1.228.084.000,00
TOTAL Rp. 44.279.681.900,00
Hasil anggaran biaya untuk konstruksi apron metode FAA sebesar Rp 44.279.681.900,00 ( Empat puluh empat miliar, dua ratus tujuh puluh
4.2.4 Perencanaan lapisan perkerasan dengan metode LCN (Load Classification Number)
Perencanaan lapisan tebal perkerasan kaku menggunakan metode LCN (Load classification number), dengan beberapa langkah berikut:
1. Menentukan Gear Load pesawat.
Gear load pesawat dihitung 95% beban diberikan kepada main gear
atau roda pendaratan utama sedangkan 5% pada nose gear atau roda depan. Berdasarkan data pergerakan menunjukan pesawat rencana dengan MTOW 172.500 dengan konfigurasi roda dual wheel. Sehingga nilai yang didapat sebagai berikut:
Gear loads = 95% x MTOW pesawat rencana.
= 0,95 x 172.500
= 163.875 lbs 2. Menentukan kontak area ban.
Nilai kontak area ban didapatkan dari cara membagi gear loads dengan besarnya tire pressure pesawat B-738. Dari perhitungan sebelumnya didapat gear load sebesar 163.875 lbs. Tire pressure pesawat B-738 adalah 213. Sehingga didapat:
A =
= 769,367
inchi2
3. Menentukan nilai RF ( Reduction factor ).
Gambar 4.7 Grafik reduction factor
Sumber : Basuki, 1986
4. Menentukan nilai ESWL
Nilai ESWL didapatkan dari beban total pada main gear dibagi
reduction factor. Nilai reduction factor adalah 1,38. ESWL dihitung menggunakan persamaan berikut :
ESWL =
=
= 118.750 lbs
5. Menentukan Nilai LCN dan LCG.
ESWL adalah 118.750. Hasil dari grafik dibawah menunjukan nilai LCN pada pesawat B738 adalah 115 dan LCG I.
Gambar. 4.8 Grafik Nilai LCN dan LCG. Sumber: Basuki,1986
6. Menentukan tebal perkerasan dengan grafik LCN.
Dalam menentukan tebal perkerasan dengan LCN menggunakan hasil yang sudah ada antara lain : Pesawat B738 dikategorikan sebagai LCG I dan pada bandara Internasional Ahmad Yani memiliki flexural strength
4.2.5 Pembesian pada apron untuk metode LCN
Berikut tahap perhitungan tulangan wiremesh serta penulangan yang lain untuk metode LCN:
1. Perhitungan tulangan wiremesh untuk metode LCN: a. Desain rencana tulangan batangan
Dalam mendesain luas tulangan yang diperlukan dalam besi batangan maupun wiremesh diambil lebar penampang beton 1
Dari perhitungan diatas As yang didapatkan akan mengetahui jarak dan nomor tulangan yang akan digunakan. Berikut tabel 4.16 untuk mengetahui jarak dan nomor tulangan.
Tabel 4.16 Luas tulangan dalam pelat ( in2)
JARAK
Sumber: Jack C. Mc Cormac, 2003
As hasil perhitungan adalah 0,31 in2.Dari tabel diatas menunjukan tulangan nomor 4 dengan jarak 7,5 inci atau 190 mm.
Sebelum konversi ke wiremesh terlebih dahulu menghitung luas tulangan batangan nomor 4. Diameter dari tulangan nomor 4 adalah 0,5 inchi dikonversikan ke satuan milimeter dengan faktor perkalian 25,4. Diameter tulangan 0,5 inci dikali 25,4 agar dapat satuan milimeter . Berikut perhitungan luas tulangan batangan atau As batangan:
As batangan = ( x 3,14 x D2 ) x
= 0,25 x 3,14 x ((0,5 x 25,4)2) x 5,26 mm2 = 666 mm2
c. Cari luas besi wiremesh yang dibutuhkan
Berikut perhitungan luas tulangan wiremesh yang dibutuhkan atau As butuh dengan hasil As batangan dikali perbandingan antara mutu besi polos dengan mutu besi wiremesh yaitu fyd dengan fyw
sebagai beikut:
d. Cari luas besi wiremesh
Tahap ini mencari luas besi wiremesh agar dibandingkan dengan As besi wiremesh yang dibutuhkan. Berikut perhitungan dengan mencoba coba: luas wiremesh yang dibutuhkan. Jadi dalam penulangan pada apron
besi wiremesh M11 dalam tabel 4.17 dan spesfikasi dalam gambar 4.10 sebagai berikut:
Tabel 4.17 Spesifikasi wiremesh M11
Wire mesh Diameter (cm) Spasi (cm) Ukuran (m) Tipe
M11 1,1 15 x 15 2,1 x 5,4 Lembar
(Sumber: PT. Union, 2015)
Gambar 4.10 Wiremesh M11 Sumber: PT. Union, 2015
2. Pembesian tie bar
Dalam mendapatkan jarak tie bar, luas tulangan tie bar serta panjang
Gambar 4.11 Grafik pembesian tie bar
Sumber: Basuki, 1986
Dari hasil grafik diatas menunjukan Korelasi antara tebal perkerasan 15,7 inchi (40 cm) dengan tebal plat 18,8 feet (575 cm) menghasil kan: tie bar dengan diameter 3/4 inchi (1,9 cm), panjang 30 inchi
(76,2 cm)dan jarak antara tie bar 25 inchi (63,3 cm).
3. Pembesian dowel
Dalam menentukan jarak dan ukuran dowel dari tebal slab beton metode LCN pada apron dalam satuan inchi atau centimeter. Berikut tabel 4.18 menunjukan diameter, panjang serta jarak pemasangan
dowel:
Tabel 4.18 Dimensi dan Jarak dowel
Sumber: Basuki, 1986
Dari tabel diatas dengan tebal slab pada apron 15,7 inchi atau 40 cm Berikut perhitungan untuk kebutuhan dowel dalam slab beton dan perubahan tulangan dari D30 ke D32:
Kebutuhan dowel dalam slab beton.
Berikut perhitungan kebutuhan dowel dalam plat:
Slab A = Lebar pelat / jarak pasang dowel
Berikut perhitungan perubahan diameter dowel: Slab A = ((D32 – D30) * 15 dowel ) / D32 dikurangi satu buah dowel dalam pelat dikarenakan perubahan diameter dowel, dari diameter kecil ke diameter besar atau dari D30 ke D32. Dari perubahan diameter dowel, jarak pemasangan dowel
4. Joint sealant
Lebar dan dalam lubang joint yang didapatkan untuk metode LCN adalah sama dengan hasil dari metode FAA dikarenakan jarak antar joint yang sama dan menghasilkan lebar dan dalam joint yang sama. Hasil untuk metode LCN dengan lebar joint 3/8 inchi dan dalam joint ½ inchi.
Tabel 4.19 Lebar dan dalam joint.
Jarak Joint Lebar joint Dalam Joint
20 feet ¼ inchi ½ inchi
25 feet 3/8 inchi ½ inchi 30 feet 3/8 inchi ½ inchi
40 feet ½ inchi ½ inchi
50 feet 5/8 inchi 5/8 inchi
60 feet ¾ inchi ¾ inchi
4.2.6 Volume pekerjaan Konstruksi Apron untuk metode LCN
Sebelum mengetahui anggaran biaya slab beton dari apron untuk metode LCN terlebih dahulu perlu mengetahui volume perkerjaan dari apron. Dalam menghitung volume pekerjaan mulai dari tebal slab beton, jumlah
wiremesh, dowel dan tie bar dalam slab. Berikut tabel 4.20 volume pekerjaan slab apron metdode LCN:
Tabel 4.20 Volume pekerjaan Untuk metode LCN
NO JENIS PEKERJAAN VOLUME
PEKERJAAN SLAB APRON
Pekerjaan Slab Beton k-350
Volume slab beton LCN
= h x l x p
= 0,4 x 551,5 m x 131,5m
= 29.008 m3
Wiremesh M11
= Luas Apron / Luas Wiremesh
= (551,5m x 131,5m) x (2,1m x 5,4m)
= 72.522 m2 / 11,34 m2
Tie bar D19-76,2 cm
Rencana Anggaran Biaya untuk metode LCN
Berikut tabel 4.21 yang menunjukan anggaran biaya Untuk metode LCN: Tabel 4.21 Anggaran biaya metode LCN
NO Jenis Pekerjaan Vol. 2. Pekerjaan pemasangan wiremesh M11 6.396 lembar Rp. 945.000,00 Rp. 6.044.220.000,00 3. Pekerjaan pemasangan Tie bar 26.829 kg Rp. 10.700,00 Rp. 281.688.000,00 4. Pekerjaan pemasangan Dowel 74.640 kg Rp. 13.000,00 Rp. 826.049.000,00
JUMLAH Rp. 36.106.554.300,00
4.3 Pembahasan keseluruhan dari metode FAA dan metode LCN
Tabel 4.22 Perbandingan metode FAA dan LCN
NO KETERANGAN METODE FAA METODE LCN
1 Metode
-Tahap perhitungan dengan menggunakan persamaan dan Grafik.
- Gear Load atau beban pesawat dibagi ke setiap roda pendaratan.
- Tahap perhitungan dengan menggunakan persamaan dan Grafik.
- Gear load atau roda pendaratan dibagi ke kontak area ban.
2 -Hasil tebal perkerasan slab beton
19 inci atau 48,26 cm.
-Dalam menentukan tebal
perkerasan menggunakan pesawat B738 sebagai pesawat rencana. -Hasil tebal perkerasan slab beton
15,7 inci atau 40 cm. dengan diameter 2,2 cm, panjang 86 cm dan jarak 83 cm.
-Dowel: Dengan diameter 3,6 cm, panjang 51 cm dan jarak 41 cm. -Joint sealant dengan jarak antara
joint 7,5 m, menghasilkan lebar joint 3/8 inchi dan dalam joint ½ dengan diameter 1,9 cm, panjang 76,6 cm dan jarak 63,3 cm. -Dowel: Dengan diameter 3,2 cm,
panjang 51 cm dan jarak 41 cm. -Joint sealant dengan jarak antara
joint 7,5 m, menghasilkan lebar joint 3/8 inchi dan dalam joint ½ -Anggaran biaya sebesar:
Rp 44.279.681.900,00 (Empat puluh empat miliar, dua ratus -Anggaran biaya sebesar:
Analisa perancangan tebal perkerasan apron Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang menggunakan metode FAA dan metode LCN, dengan kebutuhan data pesawat yang sama dan tahap perhitungan yang berbeda sehingga hasil yang di peroleh juga berbeda.
Jika dibandingkan analisa dari kedua metode antara metode FAA dan metode LCN, bahwa analisa perancangan tebal perkerasan apron dengan metode LCN memiliki tingkat ketelitian kurang maksimal dilihat dari dalam menentukan roda pendaratan utama atau gear loads hanya dibagi pada kontak area ban. Sementara dengan menggunakan metode FAA dalam menentukan roda pendaratan utama atau gear load dengan membagi beban pesawat ke setiap roda pendaratan.
Dari tahap kedua metode antara metode LCN dan metode FAA yang berbeda, mulai dari menentukan roda pendaratan utama serta tahap yang menghasilkan tebal perkerasan slab beton yang berbeda Dari hasil perhitungan desain tebal perkerasan menggunakan metode FAA dan LCNmemiliki hasil yang berbeda dibandingkan dengan tebal perkerasan konstruksi apron pada Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang yang baru. Hasil tebal perkerasan metode FAA dengan tebal 19 inchi atau 48,26 cm, metode LCN dengan tebal 15,7 inchi atau 40 cm, dibandingkan tebal perkerasan Bandara Internasional Ahmad Yani memiliki tebal perkerasan slab beton 46 cm. Perbandingan tebal perkerasan dengan metode FAA lebih tebal dibandingkan metode LCN dan tebal perkerasan pada apron baru Bandara Internasional Ahmad Yani. Jadi analisa tebal perkerasan apron dengan dua metode yang berbeda kita dapat melihat perbedaan dari tebal perkerasan.