• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN a. Kondisi Eksisting Bandara Ahmad Yani. - ANALISIS PERANCANGAN TEBAL PERKERASAN APRON BANDARA INTERNASIONAL AHMAD YANI SEMARANG DENGAN METODE FEDERATION AVIATION ADMINISTRATION (FAA) DAN LOAD CLASSIFICATION NUMBER (LCN) - U

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN a. Kondisi Eksisting Bandara Ahmad Yani. - ANALISIS PERANCANGAN TEBAL PERKERASAN APRON BANDARA INTERNASIONAL AHMAD YANI SEMARANG DENGAN METODE FEDERATION AVIATION ADMINISTRATION (FAA) DAN LOAD CLASSIFICATION NUMBER (LCN) - U"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

a. Kondisi Eksisting Bandara Ahmad Yani.

Bandara Ahmad Yani ditetapkan untuk melayani rute penerbangan dari luar negeri maupun dalam negeri dengan fasilitas atau prasarana yang ada. Kondisi eksisting prasarana yang secara langsung melayani penerbangan tersebut adalah sisi udara pada Bandara Internasional Ahmad Yani yang meliputi, landasan pacu (Runway), Landasan Hubung (Taxiway), dan Apron. 1. Kondisi eksisting sisi udara Ahmad Yani

1. Runway

Runway yang terdapat pada Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang memiliki dimensi dengan panjang 2.620 meter dan lebar 45 meter. Dalam proyek pengembangan Bandara Internasional Ahmad Yani, masih menggunakan runway yang lama.

2. Taxiway

Taxiway yang terdapat pada Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang berjumlah dua, Taxiway A dan Taxiway B dengan dimensi yang berbeda. Taxiway A dengan panjang 140 meter dan lebar 45 meter. Taxiway B dengan panjang 75 meter dan lebar 23 meter. Perkerasan pada taxiway bandara Internasional Ahmad Yani Semarang menggunakan perkerasan lentur. Berikut susunan perkerasan taxiway

pada bandara Internasional Ahmad Yani Semarang dalam tabel 4.1: Tabel 4.1 Lapisan Perkerasan Taxiway Ahmad Yani Lapisan Perkerasan Bahan Tebal (cm)

Surface Course Aspalt cement 8

Base Course Tanah + pasir + semen 5% 15

Subbase Course Tanah + pasir + semen 8% 25

Tebal Total 48

(2)

3. Apron

Apron lama yang tedapat pada Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang dengan luas 29.008 m2 untuk menampung 6 pesawat nerrow body atau pesawat berbadan sedang. Dalam konstruksi Apron baru Pengembangan bandara Internasional Ahmad Yani dengan luas 72.525 m2 untuk menampung 12 pesawat yang merupakan 10 pesawat

nerrow body (pesawat berbadan sedang) dan 2 wide body (pesawat berbadan lebar). Perkerasan pada apron bandara Internasional Ahmad Yani Semarang menggunakan perkerasan kaku. Berikut susunan perkerasan apron pada bandara Internasional Ahmad Yani Semarang

Tabel 4.2 Lapisan Perkerasan Apron Ahmad Yani

Lapisan Perkerasan Bahan Tebal (cm)

Slab beton Beton K400 46

Lantai kerja Beton K100 10

Subbase Course Kerikil + pasir + semen 5% 23

Tebal Total 79

Sumber: PT. Adhiyasa Desicon, 2015

Dari tabel 4.1 dan tabel 4.2 diatas digambarkan susunan struktur perkerasan taxiway dan apron berikut:

Gambar 4.1 Susunan struktur Perkerasan taxiway dan apron

(3)

2. Kondisi penerbangan Bandara Ahmad Yani

Berdasarkan data pergerakan pesawat yang di ambil di lapangan pada Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang menunjukan perkembangan volume pergerakan pesawat dan jumlah penumpang pada Bandar Udara Ahmad Yani Semarang yang sangat signifikan. Data yang diambil beberapa tahun terakhir dari tahun 2007 hingga 2015, terjadi peningkatan pertahun. Berikut ini tabel perkembangan jumlah pesawat tabel 4.3 dan perkembangan jumlah penumpang di bandar Udara Internasional Ahmad Yani Semarang tabel 4.4. Gambar 4.2 menunjukan grafik perkembangan jumlah pesawat dan gambar 4.3 menunjukan grafik perkembangan jumlah penumpang. Berikut tabel:

Tabel 4.3 Perkembangan Jumlah Pesawat di Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang

Sumber : PT. Persero Angkasa Pura I Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang, 2015

Tabel 4.4. Perkembangan Jumlah penumpang di Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang Tahun 2007 – 2015

(4)

Gambar 4.2. Perkembangan Jumlah Pesawat di Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang Tahun 2007 – 2015

Sumber: PT. Persero Angkasa Pura I Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang, 2015

Gambar 4.3. Perkembangan Jumlah Penumpang di Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang Tahun 2007 – 2015

Sumber : PT. Persero Angkasa Pura I Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang, 2015

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

J

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

(5)

Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang mulai beroperasi pada jam enam pagi hingga sekitar jam 10 malam dalam 7 hari. Dalam bandara Internasional Ahmad Yani terdapat kurang lebih 27 pesawat yang beroperasi, antara itu pesawat komersil maupun pesawat milik militer Angkatan Udara. Berikut tabel 4.5 adalah daftar pergerakan pesawat campuran di Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang dari tahun 2007 hingga 2015, antara lain pesawat militer dan pesawat komersil.

Tabel 4.5 Pergerakan pesawat campuran tahunan pada Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang ( 2007-2015)

No Jenis

(6)

Dari tabel 4.3 dan 4.4 terjadi peningkatan jumlah penumpang serta peningkatan pesawat yang beroperasi membuat Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang tidak dapat melayani dengan baik karena kondisi eksisting pada bandara tidak bisa menampung peningkatan jumlah pesawat yang terjadi. Peningkatan yang terjadi menjadi permasalahan yang mendesak Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang agar mendesain apron yang baru dengan kapasitas yang lebih besar agar bisa beroperasi dengan baik. Berikut ini adalah analisa pada konstruksi

Apron baru.

4.2 Analisa desain struktur perkerasan

Penentuan tebal perkerasan Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang menggunakan dua metode yaitu FAA dan LCN dengan tahap yang berbeda beda.

Dalam hasil analisa perbandingan tebal perkerasan apron menggunakan dua metode yaitu FAA dan LCN. Berikut analisa dengan masing masing dari kedua metode tersebut yaitu :

4.2.1 Perencanaan lapisan perkerasan dengan metode FAA (Federation Aviation Administration).

Perencanaan lapisan perkerasan pada apron dengan metode FAA

(Federation Aviation Administration) dilakukan dengan beberapa langkah sebagai berikut:

1. Menentukan pesawat rencana.

(7)

Semarang. Boeing B738 sebagai pesawat rencana. Berikut tabel 4.6 menunjukan Boeing B738 sebagai pesawat rencana.

Tabel 4.6 Jumlah seluruh pergerakan pesawat Tahunan (2015)

No Jenis Pesawat Jumlah pergerakan pesawat (2015)

Sumber : PT. Persero Angkasa Pura I Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang, 2015

2. Konversi tiap tipe roda pendaratan ( R2 )

Setiap jenis pesawat yang beroperasi di bandara Internasional Ahmad Yani Semarang memiliki tipe roda pendaratan yang berbeda beda. Setiap tipe roda pendaratan harus dikonversikan mengikuti tipe roda pendaratan pesawat rencana atau pesawat boeing B738. Pesawat rencana boeing B738 memiliki tipe roda pendaratan dual wheel. Dalam Tabel 4.7 karakteristik pesawat dan tabel 4.8 adalah hasil analisa konversi tipe roda pendaratan utama semua pesawat yang beroperasi di Bandara Internasional Ahmad Yani ke pesawat rencana.

Tabel 4.7 Karakteristik Pesawat

No Jenis Pesawat Maximum Take

(8)

No Jenis Pesawat Maximum Take

Off Weight ( lbs ) Tipe roda

11 C402 6.305 Single Wheel

12 CRJ1000 86.468 Single Wheel

(Sumber:PT. Persero Angkasa Pura I Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang, 2015)

Tabel 4.8 Konversi tipe roda pendaratan

No

Sumber : PT. Persero Angkasa Pura I Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang, 2015

3. Menentukan beban roda pesawat W1 dan W2.

Beban roda pesawat rencana (W1) dan beban roda pesawat campuran (W2) dapat dihitung dengan persamaan (2.1). Beban roda yang dihitung sebagai berikut :

a. Beban roda Pesawat rencana yang dipilih adalah B738. W1= x 0.95 x MTOW pesawat rencana.

W1= x 0.95 x 172.500 W1= 40.969 lb

b. Beban roda Pesawat campuran A320

W2= x 0.95 x MTOW pesawat campuran. W2= x 0.95 x 172.500

(9)

c. Beban roda Pesawat campuran B733

W2= x 0.95 x MTOW pesawat campura. W2= x 0.95 x 115.500

W2= 27.431 lb

4. Mencari EquivalentAnnual Departure

Nilai Equivalent Annual Departure terhadap pesawat rencana dengan persamaan 2.2 Berikut perhitungan Equivalent Annual Departure :

a. Equivalent Annual Departure pesawat terhadap pesawat rencana B738

b. Equivalent Annual Departure pesawat campuran A320 Log R1= Log R2 (

c. Equivalent Annual Departure pesawat campuran B732 Log R1= Log R2 (

(10)

Tabel 4.9 Seluruh perhitungan hasil R1

5. Menentukan tebal desain perkerasan dengan kurva.

Dalam menentukan tebal desain perkerasan didapatkan dari korelasi beberapa hasil, dalam konstruksi apron Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang menggunakan pelat beton dengan mutu K.350 dan nilai CBR 6%. berikut perhitungan dari Concrete flexural strength dan

Modulus of subgrade reaction dalam persamaan 2.3 dan 2.4.

a. Menghitung Concrete Flexural Strength :

- Kuat tekan fc’ = 0,83 x 350 = 290,5 kg/cm2

= 290,5 kg/cm2 x 14,22334 = 4131,8 psi

- Flexural Strength = 9√fc’

= 9 √4131,8 psi

= 579 psi.

(11)

Gambar 4.4. Grafik perencanaan perkerasan Kaku dual wheel gear metode FAA

Sumber : Basuki, 1986

Pada gambar 4.4 grafik perencanaan perkerasan kaku dual wheel gear metode FAA dengan jenis pesawat B738 sebagai pesawat rencana dapat dilihat bahwa flexural strength adalah sebesar 579 psi ditarik garis horizontal sehingga menyinggung nilai modulus of subgrade reaction

sebesar 94,96 pci, kemudian ditarik garis vertikal sehingga menyinggung nilai MTOW dari pesawat rencana sebesar 172.500 lbs, lalu ditarik lagi garis horizontal sehingga menyinggung garis jumlah

(12)

4.2.2 Pembesian pada Apron untuk Metode FAA

Pembesian pada apron ada macam macam antara lain adalah wiremesh, tie bar, dowel yang terdapat dalam suatu luas perkerasan beton. Tulangan

wiremesh awalnya adalah hasil dari besi polos yang dikonversikan atau sebagai pengganti besi polos. Berikut tahap perhitungan tulangan

wiremesh serta penulangan yang lain. 1. Perhitungan tulangan wiremesh

Sebelum mengetahui tipe tulangan wiremesh yang akan digunakan pada Bandara Ahmad Yani metode FAA, terlebih dahulu mendesain luas besi tulangan batangan, setelah mengetahui lalu dikonversikan menjadi besi wiremesh.

a. Desain rencana tulangan batangan

Dalam mendesain luas tulangan yang diperlukan dalam besi batangan maupun wiremesh diambil lebar penampang beton 1

Dari perhitungan diatas As yang didapatkan akan mengetahui jarak dan nomor tulangan yang akan digunakan. Berikut tabel 4.10 untuk mengetahui jarak dan nomor tulangan.

Tabel 4.10 Luas tulangan dalam pelat ( in2)

(13)

( in ) 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Sumber: Jack C. Mc Cormac, 2003

As hasil perhitungan adalah 0,374 in2 dibulatkan ke atas hingga As yang diambil dari tabel adalah 0,39. Dari tabel diatas menunjukan tulangan nomor 4 dengan jarak 6 inchi atau 15 cm. Tulangan nomor 4 dengan diameter 0,5 inchi.

b. Menghitung luas tulangan batangan

Sebelum konversi ke wiremesh terlebih dahulu menghitung luas tulangan batangan nomor 4. Diameter dari tulangan nomor 4 adalah 0,5 inchi dikonversikan ke satuan milimeter dengan faktor perkalian 25,4. Diameter tulangan 0,5 inchi dikali 25,4 agar dapat satuan milimeter . Berikut perhitungan luas tulangan batangan atau As batangan:

As batangan = ( x 3,14 x D2 ) x

= 0,25 x 3,14 x ((0,5 x 25,4)2) x 6,6 mm2 = 835,64 mm2

c. Cari luas besi wiremesh yang dibutuhkan

(14)

d. Cari luas besi wiremesh.

Tahap ini mencari luas besi wiremesh agar dibandingkan dengan As besi wiremesh yang dibutuhkan. Berikut perhitungan dengan mencoba coba:

Luas wiremesh M12 = ( x 3,14 x D2 ) x

= ( 0,25 x 3,14 x 122 ) x 6,6 mm = 746 mm2

Dari hasil diatas menunjukan luas wiremesh M12 lebih besar dari luas wiremesh yang dibutuhkan. Jadi dalam penulangan pada apron

bandara Internasional Ahmad Yani menggunakan besi wiremesh

M12 dengan spesfikasi pada tabel 4.11 dan gambar wiremesh M12 pada gambar 4.5 sebagai berikut:

Tabel 4.11 Spesifikasi wiremesh M12

Wiremesh Diameter (cm) Spasi (cm) Ukuran (m) Tipe

M12 1,2 15 x 15 2,1 x 5,4 Lembar

Sumber: PT. Union, 2015

(15)

2. Pembesian tie bar

Dalam mendapatkan jarak tie bar, luas tulangan tie bar serta panjang

tie bar dengan korelasi antara tebal perkerasan (inchi), lebar jalur menggunakan dengan satuan feet diplotkan ke grafik pembesian tie bar berikut dalam gambar 4.6:

Gambar 4.6 Grafik rencana pembesian tie bar

(Sumber: Basuki, 1986)

Dari hasil grafik diatas menunjukan korelasi antara tebal perkerasan 19 inchi (48,26 cm) dengan tebal plat 18,8 feet (575 cm) menghasil kan: tie bar dengan diameter 7/8 inchi (2,2 cm), panjang 34 inchi (86 cm)dan jarak antara tie bar 33 inchi (83 cm).

3. Pembesian dowel

Dalam menentukan jarak dan ukuran dowel dari tebal slab beton pada

(16)

Tabel 4.12 Dimensi dan Jarak dowel

Tebal Slab beton Diameter Panjang Jarak 6-7 in (15-18 cm) ¾ in (20 mm) 18 in (46 cm) 12 in (31 cm) menghasilkan dowel dengan diameter 1 ½ in (40 mm), panjang dowel

20 in (51 cm) dan jarak dowel 18 in (46 cm).

Dari hasil tabel 4.12 menunjukan diameter dowel untuk metode FAA adalah 40 mm atau D40 diganti dengan tulangan D36, dikarenakan diameter tulangan paling besar di pasaran adalah D36. Berikut perhitungan untuk kebutuhan dowel dalam slab dan perubahan tulangan dari D40 ke D36:

Kebutuhan dowel dalam slab beton

Untuk mengetahui kebutuhan dowel dalam slab adalah lebar pelat dibagi jarak pemasangan dowel. Dalam apron terdapat dua slab

yaitu, slab A dengan luas 5,75m x 5,75m dan slab B dengan luas

Berikut perhitungan perubahan diameter dowel:

Pelat A = ((D40 – D36) * 12 dowel ) / D36 = (( 40 mm – 36 mm ) * 12 ) / 36 mm

(17)

= 1.33 buah besi dibulatkan ke atas adalah 2 besi. Pelat B = (D40 – D36) * 16 dowel ) / D36

= (( 40 mm – 36 mm ) * 16 ) / 36 mm = 64 mm / 36 mm

= 1,77 buah besi dibulatkan ke atas menjadi 2 besi

Dari hasil diatas kebutuhan dowel dalam slab A menjadi 14 dowel

dan slab B menjadi 18 dowel dikarenakan perubahan diameter Berikut tabel 4.13 untuk menentukan lebar dan dalam lubang joint:

Tabel 4.13 Lebar dan dalam joint.

Jarak Joint Lebar joint Dalam Joint

Hasil diatas menunjukan lebar joint 3/8 (9 mm) inchi dan dalam joint

½ inchi (12,7 mm) dari jarak antara joint 7,5 meter dikonversikan ke feet jadi 24,606 feet dibulatkan menjadi 25 feet.

4.2.3 Volume pekerjaan konstruksi apron untuk metode FAA

Sebelum mengetahui anggaran biaya slab beton dari apron untuk metode FAA terlebih dahulu perlu mengetahui volume perkerjaan dari apron. Dalam menghitung volume pekerjaan mulai dari tebal slab beton, jumlah

(18)

Tabel 4.14 Volume pekerjaan slabapron metode FAA

NO JENIS PEKERJAAN VOLUME

PEKERJAAN SLAB APRON

Pekerjaan Slab Beton k-350

Volume slab beton FAA = h x l x p

= 0,482 x 551,5 m x 131,5m

= 34.955 m3

Wiremesh M12

= Luas Apron / Luas Wiremesh

= (551,5m x 131,5m) x (2,1m x 5,4m)

= 72.522 m2 / 11,34m2

= 6.396 lembar wiremesh

Tie bar D22-86 cm

= n tie bar x p tie bar

= 11.534 buah x 0,86 m

= 9.919 m x berat besi D22

= 9.919 m x 2,98 kg/m

= 29.558 kg + 3%

(19)

Dowel D36-51 cm

Rencana Anggaran Biaya untuk metode FAA

Rencana anggaran biaya adalah rancangan biaya dari suatu konstruksi. Untuk mendapaktkan anggaran rencana atau anggaran kira kira dari suatu konstruksi dengan hasil dari volume pekerjaan dikalikan harga satuan pekerjaan atau disingkat HSP. Harga bahan di pasaran yang dikumpulkan dalam suatu daftar yang dinamakan Hsp atau harga satuan pekerjaan. Berikut tabel dan tabel untuk menunjukan harga pekerjaan konstruksi

apron untuk metode FAA

Tabel 4.15 Anggaran biaya metode FAA

NO Jenis Pekerjaan Vol. 2. Pekerjaan pemasangan wiremesh M12 6.396 lembar Rp. 1.247.000,00 Rp. 7.975.812.000,00 3. Pekerjaan pemasangan Tie bar 30.444 kg Rp. 10,700 Rp. 325.750.900,00 4. Pekerjaan pemasangan Dowel 94.468 kg Rp. 13,000 Rp. 1.228.084.000,00

TOTAL Rp. 44.279.681.900,00

Hasil anggaran biaya untuk konstruksi apron metode FAA sebesar Rp 44.279.681.900,00 ( Empat puluh empat miliar, dua ratus tujuh puluh

(20)

4.2.4 Perencanaan lapisan perkerasan dengan metode LCN (Load Classification Number)

Perencanaan lapisan tebal perkerasan kaku menggunakan metode LCN (Load classification number), dengan beberapa langkah berikut:

1. Menentukan Gear Load pesawat.

Gear load pesawat dihitung 95% beban diberikan kepada main gear

atau roda pendaratan utama sedangkan 5% pada nose gear atau roda depan. Berdasarkan data pergerakan menunjukan pesawat rencana dengan MTOW 172.500 dengan konfigurasi roda dual wheel. Sehingga nilai yang didapat sebagai berikut:

Gear loads = 95% x MTOW pesawat rencana.

= 0,95 x 172.500

= 163.875 lbs 2. Menentukan kontak area ban.

Nilai kontak area ban didapatkan dari cara membagi gear loads dengan besarnya tire pressure pesawat B-738. Dari perhitungan sebelumnya didapat gear load sebesar 163.875 lbs. Tire pressure pesawat B-738 adalah 213. Sehingga didapat:

A =

= 769,367

inchi

2

3. Menentukan nilai RF ( Reduction factor ).

(21)

Gambar 4.7 Grafik reduction factor

Sumber : Basuki, 1986

4. Menentukan nilai ESWL

Nilai ESWL didapatkan dari beban total pada main gear dibagi

reduction factor. Nilai reduction factor adalah 1,38. ESWL dihitung menggunakan persamaan berikut :

ESWL =

=

= 118.750 lbs

5. Menentukan Nilai LCN dan LCG.

(22)

ESWL adalah 118.750. Hasil dari grafik dibawah menunjukan nilai LCN pada pesawat B738 adalah 115 dan LCG I.

Gambar. 4.8 Grafik Nilai LCN dan LCG. Sumber: Basuki,1986

6. Menentukan tebal perkerasan dengan grafik LCN.

Dalam menentukan tebal perkerasan dengan LCN menggunakan hasil yang sudah ada antara lain : Pesawat B738 dikategorikan sebagai LCG I dan pada bandara Internasional Ahmad Yani memiliki flexural strength

(23)
(24)

4.2.5 Pembesian pada apron untuk metode LCN

Berikut tahap perhitungan tulangan wiremesh serta penulangan yang lain untuk metode LCN:

1. Perhitungan tulangan wiremesh untuk metode LCN: a. Desain rencana tulangan batangan

Dalam mendesain luas tulangan yang diperlukan dalam besi batangan maupun wiremesh diambil lebar penampang beton 1

Dari perhitungan diatas As yang didapatkan akan mengetahui jarak dan nomor tulangan yang akan digunakan. Berikut tabel 4.16 untuk mengetahui jarak dan nomor tulangan.

Tabel 4.16 Luas tulangan dalam pelat ( in2)

JARAK

Sumber: Jack C. Mc Cormac, 2003

As hasil perhitungan adalah 0,31 in2.Dari tabel diatas menunjukan tulangan nomor 4 dengan jarak 7,5 inci atau 190 mm.

(25)

Sebelum konversi ke wiremesh terlebih dahulu menghitung luas tulangan batangan nomor 4. Diameter dari tulangan nomor 4 adalah 0,5 inchi dikonversikan ke satuan milimeter dengan faktor perkalian 25,4. Diameter tulangan 0,5 inci dikali 25,4 agar dapat satuan milimeter . Berikut perhitungan luas tulangan batangan atau As batangan:

As batangan = ( x 3,14 x D2 ) x

= 0,25 x 3,14 x ((0,5 x 25,4)2) x 5,26 mm2 = 666 mm2

c. Cari luas besi wiremesh yang dibutuhkan

Berikut perhitungan luas tulangan wiremesh yang dibutuhkan atau As butuh dengan hasil As batangan dikali perbandingan antara mutu besi polos dengan mutu besi wiremesh yaitu fyd dengan fyw

sebagai beikut:

d. Cari luas besi wiremesh

Tahap ini mencari luas besi wiremesh agar dibandingkan dengan As besi wiremesh yang dibutuhkan. Berikut perhitungan dengan mencoba coba: luas wiremesh yang dibutuhkan. Jadi dalam penulangan pada apron

(26)

besi wiremesh M11 dalam tabel 4.17 dan spesfikasi dalam gambar 4.10 sebagai berikut:

Tabel 4.17 Spesifikasi wiremesh M11

Wire mesh Diameter (cm) Spasi (cm) Ukuran (m) Tipe

M11 1,1 15 x 15 2,1 x 5,4 Lembar

(Sumber: PT. Union, 2015)

Gambar 4.10 Wiremesh M11 Sumber: PT. Union, 2015

2. Pembesian tie bar

Dalam mendapatkan jarak tie bar, luas tulangan tie bar serta panjang

(27)

Gambar 4.11 Grafik pembesian tie bar

Sumber: Basuki, 1986

Dari hasil grafik diatas menunjukan Korelasi antara tebal perkerasan 15,7 inchi (40 cm) dengan tebal plat 18,8 feet (575 cm) menghasil kan: tie bar dengan diameter 3/4 inchi (1,9 cm), panjang 30 inchi

(76,2 cm)dan jarak antara tie bar 25 inchi (63,3 cm).

3. Pembesian dowel

Dalam menentukan jarak dan ukuran dowel dari tebal slab beton metode LCN pada apron dalam satuan inchi atau centimeter. Berikut tabel 4.18 menunjukan diameter, panjang serta jarak pemasangan

dowel:

Tabel 4.18 Dimensi dan Jarak dowel

Sumber: Basuki, 1986

(28)

Dari tabel diatas dengan tebal slab pada apron 15,7 inchi atau 40 cm Berikut perhitungan untuk kebutuhan dowel dalam slab beton dan perubahan tulangan dari D30 ke D32:

Kebutuhan dowel dalam slab beton.

Berikut perhitungan kebutuhan dowel dalam plat:

Slab A = Lebar pelat / jarak pasang dowel

Berikut perhitungan perubahan diameter dowel: Slab A = ((D32 – D30) * 15 dowel ) / D32 dikurangi satu buah dowel dalam pelat dikarenakan perubahan diameter dowel, dari diameter kecil ke diameter besar atau dari D30 ke D32. Dari perubahan diameter dowel, jarak pemasangan dowel

(29)

4. Joint sealant

Lebar dan dalam lubang joint yang didapatkan untuk metode LCN adalah sama dengan hasil dari metode FAA dikarenakan jarak antar joint yang sama dan menghasilkan lebar dan dalam joint yang sama. Hasil untuk metode LCN dengan lebar joint 3/8 inchi dan dalam joint ½ inchi.

Tabel 4.19 Lebar dan dalam joint.

Jarak Joint Lebar joint Dalam Joint

20 feet ¼ inchi ½ inchi

25 feet 3/8 inchi ½ inchi 30 feet 3/8 inchi ½ inchi

40 feet ½ inchi ½ inchi

50 feet 5/8 inchi 5/8 inchi

60 feet ¾ inchi ¾ inchi

(30)

4.2.6 Volume pekerjaan Konstruksi Apron untuk metode LCN

Sebelum mengetahui anggaran biaya slab beton dari apron untuk metode LCN terlebih dahulu perlu mengetahui volume perkerjaan dari apron. Dalam menghitung volume pekerjaan mulai dari tebal slab beton, jumlah

wiremesh, dowel dan tie bar dalam slab. Berikut tabel 4.20 volume pekerjaan slab apron metdode LCN:

Tabel 4.20 Volume pekerjaan Untuk metode LCN

NO JENIS PEKERJAAN VOLUME

PEKERJAAN SLAB APRON

Pekerjaan Slab Beton k-350

Volume slab beton LCN

= h x l x p

= 0,4 x 551,5 m x 131,5m

= 29.008 m3

Wiremesh M11

= Luas Apron / Luas Wiremesh

= (551,5m x 131,5m) x (2,1m x 5,4m)

= 72.522 m2 / 11,34 m2

(31)

Tie bar D19-76,2 cm

Rencana Anggaran Biaya untuk metode LCN

Berikut tabel 4.21 yang menunjukan anggaran biaya Untuk metode LCN: Tabel 4.21 Anggaran biaya metode LCN

NO Jenis Pekerjaan Vol. 2. Pekerjaan pemasangan wiremesh M11 6.396 lembar Rp. 945.000,00 Rp. 6.044.220.000,00 3. Pekerjaan pemasangan Tie bar 26.829 kg Rp. 10.700,00 Rp. 281.688.000,00 4. Pekerjaan pemasangan Dowel 74.640 kg Rp. 13.000,00 Rp. 826.049.000,00

JUMLAH Rp. 36.106.554.300,00

(32)

4.3 Pembahasan keseluruhan dari metode FAA dan metode LCN

Tabel 4.22 Perbandingan metode FAA dan LCN

NO KETERANGAN METODE FAA METODE LCN

1 Metode

-Tahap perhitungan dengan menggunakan persamaan dan Grafik.

- Gear Load atau beban pesawat dibagi ke setiap roda pendaratan.

- Tahap perhitungan dengan menggunakan persamaan dan Grafik.

- Gear load atau roda pendaratan dibagi ke kontak area ban.

2 -Hasil tebal perkerasan slab beton

19 inci atau 48,26 cm.

-Dalam menentukan tebal

perkerasan menggunakan pesawat B738 sebagai pesawat rencana. -Hasil tebal perkerasan slab beton

15,7 inci atau 40 cm. dengan diameter 2,2 cm, panjang 86 cm dan jarak 83 cm.

-Dowel: Dengan diameter 3,6 cm, panjang 51 cm dan jarak 41 cm. -Joint sealant dengan jarak antara

joint 7,5 m, menghasilkan lebar joint 3/8 inchi dan dalam joint ½ dengan diameter 1,9 cm, panjang 76,6 cm dan jarak 63,3 cm. -Dowel: Dengan diameter 3,2 cm,

panjang 51 cm dan jarak 41 cm. -Joint sealant dengan jarak antara

joint 7,5 m, menghasilkan lebar joint 3/8 inchi dan dalam joint ½ -Anggaran biaya sebesar:

Rp 44.279.681.900,00 (Empat puluh empat miliar, dua ratus -Anggaran biaya sebesar:

(33)

Analisa perancangan tebal perkerasan apron Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang menggunakan metode FAA dan metode LCN, dengan kebutuhan data pesawat yang sama dan tahap perhitungan yang berbeda sehingga hasil yang di peroleh juga berbeda.

Jika dibandingkan analisa dari kedua metode antara metode FAA dan metode LCN, bahwa analisa perancangan tebal perkerasan apron dengan metode LCN memiliki tingkat ketelitian kurang maksimal dilihat dari dalam menentukan roda pendaratan utama atau gear loads hanya dibagi pada kontak area ban. Sementara dengan menggunakan metode FAA dalam menentukan roda pendaratan utama atau gear load dengan membagi beban pesawat ke setiap roda pendaratan.

Dari tahap kedua metode antara metode LCN dan metode FAA yang berbeda, mulai dari menentukan roda pendaratan utama serta tahap yang menghasilkan tebal perkerasan slab beton yang berbeda Dari hasil perhitungan desain tebal perkerasan menggunakan metode FAA dan LCNmemiliki hasil yang berbeda dibandingkan dengan tebal perkerasan konstruksi apron pada Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang yang baru. Hasil tebal perkerasan metode FAA dengan tebal 19 inchi atau 48,26 cm, metode LCN dengan tebal 15,7 inchi atau 40 cm, dibandingkan tebal perkerasan Bandara Internasional Ahmad Yani memiliki tebal perkerasan slab beton 46 cm. Perbandingan tebal perkerasan dengan metode FAA lebih tebal dibandingkan metode LCN dan tebal perkerasan pada apron baru Bandara Internasional Ahmad Yani. Jadi analisa tebal perkerasan apron dengan dua metode yang berbeda kita dapat melihat perbedaan dari tebal perkerasan.

Gambar

Tabel 4.1 Lapisan Perkerasan Taxiway Ahmad Yani
Tabel 4.2 Lapisan Perkerasan Apron Ahmad Yani
Tabel 4.4. Perkembangan Jumlah penumpang di Bandara Internasional
Gambar 4.2. Perkembangan Jumlah Pesawat di Bandara Internasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan kasih karunia dan hikmat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Pengkategorian PAM ini dianggap penting dalam proses pembelajaran agar proses pembelajaran tersebut lebih baik, sehingga dalam penelitian ini l diharapkan siswa yang

Dalam perjanjian sewa beli tidak dikenal istilah terlambat membayar angsuran, yang ada adalah debitur atau penyewa beli lalai membayar angsuran sewa beli seperti

Adapun hasil penelitian pengembangan ini adalah 1 penggunaan media pembelajaran berbasis android dalam proses pembelajaran SKI kelas XI MAN 1 Kota Malang adalah baik, dalam

1210862023 S1 Pakan Sinayan P 16-Feb-17 3.49 Komunikasi Interpersonal Guru dengan Siswa Autis dalam Proses Belajar Mengajar (Studi Deskriptif pada Guru dan Siswa Autis SLB Autis

pengenalan media Steemit ini adalah guna mendukung peningkatan literasi melalui trend media sosial baru yang sedang berkembang di Aceh. Kegiatan dilakukan dengan

Hasil penelitian diperoleh sebagai berikut: (1) kurikulum jurusan PTO mengalami perkembangan ke arah ilmu elektronika, adalah sepektrum kompetensi teknik ototronik, (2)

[r]