• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI KOTA MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI KOTA MAKASSAR"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Hukum Islam Jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan

pada fakultas syariah dan hukum UIN Alauddin Makassar

Oleh:

ANISA

NIM: 10300112006

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN ALAUDDIN MAKASSAR

(2)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt. yang telah melimpahkan segala Rahmat dan Hidayah-Nya, serta memberikan kenikmatan lahir batin kepada penulis sehingga masih tetap berada di Jalan-Nya dan dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika yang Dilakukan oleh Anak di Kota Makassar”. Shalawat dan salam kepada Nabiyullah Muhammad saw. teladan terbaik sepanjang zaman, sosok pemimpin yang paling berpengaruh sepanjang sejarah kepemimpinan, sosok yang telah menanamkan model pendidikan yang terbaik bagi umat Islam untuk membentuk generasi penerus yang berakhlak mulia.

Skripsi ini merupakan salah satu prasyarat dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam pada Fakultas syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Dalam penulisan skripsi ini tentu banyak halangan dan rintangan hingga kesulitan serta hambatan yang penulis alami, namun berkat arahan, bimbingan, serta dukungan dorongan dari berbagai pihak, Alhamdulillah Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat waktu. Maka dari itu, penulis ingin menyampaikan terimakasih yang tulus kepada :

1. Kedua orang tuaku, Ayahanda Yatim dan Ibunda Suriyati yang tanpa rasa lelah sedikitpun mendidikku, menasehatiku dan do’a tulus yang selalu terucap di setiap sujudnya. Serta dukungan yang tiada henti dalam menyertai setiap langkah perjuangan dalam menjalani jenjang pendidikan hingga bisa menyelesaikan pendidikan sarjana di jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan, Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

2. Bapak Prof. Dr. Musafir Pabbari, M.Si selaku Rektor UIN Alauddin Makassar serta Wakil Rektor UIN Alauddin Makassar.

3. Bapak Prof. Dr. Darussalam, M.Ag selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum sekaligus pembimbing skripsi I penulis, serta Wakil Dekan Fakultas Syariah dan Hukum.

4. Ibunda Dra. Nila Sastrawati, M.Si selaku ketua jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan serta Ibunda Dr. Kurniati M.Ag selaku sekretaris jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan.

(3)

vi

9. Teman-teman kelasku, Rahmi, Lelly, Ertina, Fitriani, Puthe’, Imma, Uchi, Thyka, Husnah, Ummul, Vina, Nuge, Uni, Kiki, Mifta, Agus, Sadli, Haris, Kherun, Muhdar, Ansar, Yunus, Gope’, Asmir, Rafli, Nuzul, Alif, Andri, Nawir, Ammang, Rusyaid, Aswan, Sofyan, Arisal, Jihad, dan Irfan, yang telah banyak menemani mengarungi bahtera kehidupan kampus baik dalam suka maupun duka. Berjuanglah, mimpi tidak diraih begitu saja!

10. Teman-teman seperjuangan Angkatan 2012 baik dari jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan maupun jurusan lain di Fakultas Syariah dan Hukum. Tak terkecuali rekan-rekan mahasiswa UIN Alauddin Makassar khusunya Fakultas Syariah dan Hukum serta semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan bantuannya, baik moril maupun materil dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis dengan hati lapang dan terbuka mengharap tegur sapa dan kritik demi terbangunnya hasil penulisan yang lebih baik lagi. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan pembaca serta dapat bermanfaat dan berguna bagi perkembangan ilmu hukum di kemudian hari.

Samata-Gowa, Maret 2016

(4)

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

PEDOMAN TRANSLITESARI ... ix

ABSTTRAK ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1- 12 A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Deskripsi Fokus dan Fokus Penelitian ... 6

C. Rumusan Masalah ... 9

D. Kajian Pustaka ... 9

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN TEORITIS ... 13-52 A. Pengertian Anak ... 13

B. Tindak Pidana Narkotika ... 19

1. Pengertain Tindak Pidana ... 19

2. Pengertian Narkotika dan Jenis-jenisnya ... 20

3. Bentuk-bentuk Tindak Pidana Narkotika ... 26

C. Pengaturan Sanksi Bagi Anak yang Menyalahgunakan Narkotika 31 1. Sanksi Bagi Anak dalam Perundang-undangan Indonesia 31 2. Sanksi Bagi Anak dalam Perundang-undangan di beberapa Negara di luar Indonesia ... 40

(5)

viii

B. Pendekatan Penelitian ... 54

C. Sumber Data ... 54

D. Populasi dan Sampel ... 55

E. Metode Pengumpulan Data ... 55

F. Instrumen Penelitian... 56

G. Tehnik Pengolahan dan Analisis Data ... 56

H. Pengujian Keabsahan Data ... 58

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 59-79 A. Faktor-faktor Penyebab Anak Menyalahgunakan Narkotika... 59

B. Dampak yang Ditimbulkan dari Penyalahgunaan Narkotika… 68 C. Peran Penegak Hukum Dalam Menanggulangi Penyalahgunaan Narktotiak yang Dilakukan oleh Anak... 73

BAB V PENUTUP ... 80-84 A. Kesimpulan ... 80

B. Implikasi ... 82

KEPUSTAKAAN ... 85 LAMPIRAN-LAMPIRAN

(6)

ix

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN DAN SINGKATAN

A. Transliterasi Arab-Latin

Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya kedalam huruf latin dapat

dilihat pada tabel berikut:

1. Konsonan

Huruf

Arab Nama Huruf Latin Nama

ا alif tidak dilambangkan tidak dilambangkan

(7)

Hamzah (ء) yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi

tanda apapun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda

(‘).

2. Vokal

Vokal bahasa Arab, seperti vokal Bahasa Indonesia, terdiri atas vokal

tunggal atau menoftong dan vokal rangkap atau diftong.

Vokal tunggal Bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat,

transliterasinya sebagai berikut :

Tanda Nama Huruf Latin Nama

َا

fathah A a

ِا

kasrah I I

ُا

dammah U U

Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara

harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu :

Tanda Nama Huruf Latin Nama

َٔى fathah dan yaa’ Ai a dani

َؤ fathah dan wau Au a dan u

Contoh:

َﻒْﯿَﻛ : kaifa

(8)

xi

3. Maddah

Maddah atau vocal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf,

transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu :

Harakat dan

Huruf Nama Huruf dan Tanda Nama

َى…│ َا … Fathah dan alif

atau yaa’ A A dan garis di atas

ى Kasrah dan yaa’ I I dan garis di atas

ُو Dhammmah dan

waw U U dan garis di atas

Contoh:

تﺎﻣ : maata

ﻰَﻣَر : ramaa

ﻞْﯿِﻗ : qiila ُتْﻮُﻤَﯾ : yamuutu 4. Taa’ marbuutah

Transliterasi untuk taa’marbuutah ada dua, yaitu taa’marbuutah yang

hidup atau mendapat harakat fathah, kasrah, dan dhammah, transliterasinya

adalah [t].sedangkan taa’ marbuutah yang mati atau mendapat harakat sukun,

transliterasinya adalah [h].

Kalau pada kata yang berakhir dengan taa’ marbuutah diikuti oleh kata

yang menggunakan kata sedang al- serta bacaan kedua kata tersebut terpisah,

(9)

Contoh :

ُﺔَﺿْوَﺮِﻟﺎَﻔْطَ ْﻻا : raudah al- atfal ُﺔَﻨْﯾِﺪَﻤﻟاُﺔَﻠِﺿﺎَﻔْﻟا : al- madinah al- fadilah

ُﺔَﻤْﻜِﺤْﻟا : al-hikmah

5. Syaddah (Tasydid)

Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan

dengan sebuah tanda tasydid( َ◌), dalam transliterasi ini dilambangkan dengan

perulangan huruf (konsonang anda) yang diberi tandasyaddah.

Contoh :

ﺎَﻨﱠﺑَر : rabbanaa

ﺎَﻨْﯿﱠﺠَﻧ : najjainaa ﱡﻖَﺤْﻟا : al- haqq

َﻢﱢﻌُﻧ : nu”ima

ﱞوُﺪَﻋ : ‘aduwwun

Jika huruf ى ber-tasydid di akhir sebuah kata dan didahului oleh huruf

kasrah ( ّﻲِﺑ) maka ia ditranslitersikan sebagai huruf maddah menjadi i.

Contoh :

ﱞﻲِﻠَﻋ : ‘Ali (bukan ‘Aliyyatau ‘Aly)

ﱞﻲِﺑَﺮَﻋ : ‘Arabi (bukan ‘Arabiyyatau ‘Araby) 6. Kata Sandang

Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf لا

(alif lam ma’arifah). Dalam pedoman transiliterasi ini, kata sandang

(10)

xiii

maupun huruf qamariyah. Kata sandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung

yang mengikutinya.kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan

dihubungkan dengan garis mendatar (-).

Contoh :

ُﺲﻤﱠﺸﻟا : al-syamsu (bukan asy-syamsu) ُﺔَﻟَﺰﻟﱠﺰﻟَا : al-zalzalah (az-zalzalah) ﺔَﻔَﺴﻠَﻔْﻟَا : al-falsafah

ُد َﻼِﺒْﻟَا : al-bilaadu 7. Hamzah

Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof (‘) hanya berlaku bagi

hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletak di

awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif.

Contoh :

َنْوُﺮُﻣْﺎَﺗ : ta’muruuna ُعْﻮﱠﻨﻟا : al-nau’ ٌءْﻲَﺷ : syai’un ُتْﺮِﻣُا : umirtu

8. Penulisan Kata Bahasa Arab Yang Lazim Digunakan Dalam Bahasa

Indonesia

Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau

kalimat yang belum dibakukan dalam Bahasa Indonesia. Kata, istilah atau kalimat

yang sudah lazim dan telah menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa Indonesia,

(11)

dunia akademik tertentu, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas.

Misalnya, kata Al-Qur’an (dari Al-Qur’an), al-hamdulillah, dan munaqasyah.

Namun, bila kata-kata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab,

maka harus ditransliterasi secara utuh. Contoh :

Fizilaal Al-Qur’an Al-Sunnah qabl al-tadwin

9. Lafz al- Jalaalah ( ّٰﷲ)

Kata “Allah” yang didahului partikel seperti huruf jar dan huruf lainnya

atau berkedudukan sebagai mudaafilaih (frasa nominal), ditransliterasi tanpa huruf

hamzah.

Contoh :

ِﻪّٰﻠﻟﺎُﻨْـﻳِد diinullah ِّٰﷲﺎِﺑ billaah

Adapun taamarbuutah di akhir kata yang disandarkan kepada lafz

al-jalaalah, ditransliterasi dengan huruf [t].contoh :

hum fi rahmatillaah

10. Huruf Kapital

Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf capital (All Caps), dalam

transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan huruf

capital berdasarkan pedoman ajaran Bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Huruf

kapital, misalnya, digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri (orang,

tempat, bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri

(12)

xv

huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak

pada awal kalimat, maka huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf

capital (Al-). Ketentuan yang sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul

refrensi yang didahului oleh kata sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks

maupun dalam catatan rujukan (CK, DP, CDK, dan DR). contoh:

Wa ma muhammadun illaa rasul

Inna awwala baitin wudi’ alinnasi lallazii bi bakkata mubarakan Syahru ramadan al-lazii unzila fih al-Qur’an

Nazir al-Din al-Tusi

Abu Nasr al- Farabi Al-Gazali

Al-Munqiz min al-Dalal

Jika nama resmi seseorang menggunakan kata ibnu (anak dari) dan Abu

(bapak dari) sebagai nama kedua terakhirnya, maka kedua nama terakhir itu harus

disebutkan sebagai nama akhir dalam daftar pustaka atau daftar referensi. Contoh:

Abu Wafid Mummad Ibn Rusyd, ditulis menjadi: Ibnu Rusyd, Abu Al-Walid Muhammad (bukan : rusyd, abu al-walid Muhammad ibnu)

Nasr Hamid Abu Zaid, ditulis menjadi: Abu Zaid, Nasr Hamid (bukan: Zaid, Nasr Hamid Abu)

B. Daftar Singkatan

Beberapa singkatan yang dilakukan adalah :

(13)

a.s = ‘alaihi al-sallam

H = Hijriah

M = Masehi

SM = Sebelum Masehi

I = Lahir Tahun (untuk orang yang masih hidup saja)

W = Wafat Tahun

QS…/…4 = QS. Al-Baqarah/2:4 atau QS. Al-Imran/3:4

HR = Hadis Riwayat

Untuk karya ilmiah berbahasa Arab, terdapat beberapa singkatan berikut :

ص =ﺔﺤﻔﺻ

مد = نﺎﻜﻣ نوﺪﺑ

ﻢﻌﻠﺻ =ﻢﻠﺳ و ﻪﻴﻠﻋ ﷲا ﻰﻠﺻ

ط =ﺔﻌﺒﻃ

ند =ﺮﺷﺎﻧ نوﺪﺑ

ﱁا =ﻩﺮﺧا ﱃا / ﺎﻫﺮﺧا ﱃا

(14)

xix

Pokok masalah penelitian ini adalah bagaimana tindak pidana

penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak di kota Makassar ? Dari pokok masalah tersebut diperoleh beberapa rumusan masalah, yaitu 1) Faktor apakah yang menjadi penyebab seorang anak menyalahgunakan narkotika ?, 2) Bagaimana dampak yang ditimbulkan dari penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak ?, dan 3) Bagaimana peranan penegak hukum dalam menanggulangi penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak ?

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian empiris dengan pendekatan penelitian yang digunakan yaitu Pendekatan Yuridis Formal. Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah polisi, Hakim dan anak yang menyalahgunakan narkotika. Selanjutnya, metode pengumpulan data yang digunakan

adalah Wawancara (interview), Observasi (pengamatan), dan Dokumen atau bahan

pustaka. Kemudian tehnik pengolahan data dilakukan dengan melalui beberapa tahapan, yaitu: Identifikasi data, Reduksi data, Koding data, dan Editing data. Dan analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif.

(15)
(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masalah penyalahgunaan narkotika, baik penggunaan maupun peredaran gelap narkotika saat ini merupakan masalah nasional bahkan internasional yang sulit diatasi dan tidak pernah henti-hentinya dibicarakan. Hampir setiap hari terdapat berita mengenai penyalahgunaan narkotika. Penyalahgunaan narkotika dapat menimbulkan banyak dampak negative seperti kerusakan pada fisik, mental, emosi maupun sikap dalam masyarakat. Lebih memprihatinkan lagi bahwa narkotika telah mengancam masa depan anak.

Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Sehingga diperlukan upaya pembinaan dan perlindungan terhadap anak agar anak terhindar dari penyalahgunaan narkotika. Penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak merupakan suatu penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum.

(17)

anak) pada tahun 1882, kemudian disusun oleh berbagai ahli yang meneliti anak dan menulis psikologi anak.1

Kebijakan pemerintah di bidang pelayanan kesehatan berusaha untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk meningkatkan derajat kesehatan maka diperlukan peningkatan di bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan dengan upaya mengusahakan ketersediaan narkotika jenis tertentu serta melakukan upaya pencegahan dan pemberantasan bahaya penyalahgunaan dan pengedaran gelap narkotika dan precursor narkotika.2

Meskipun narkotika sangat diperlukan dan bermanfaat di bidang pengobatan maupun untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Namun, apabila dalam penggunaannya ternyata disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar kesehatan maka akan menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama.3 Menurut orang-orang yang ahli di bidang kesehatan, narkoba sebenarnya merupakan obat penghilang rasa nyeri atau disebut psikotropika. Biasanya digunakan para dokter untuk membius pasien saat hendak dioperasi atau obat-obatan untuk penyakit tertentu. Oleh karena itu, apabila disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar kesehatan akan menjadi bahaya bagi kesehatan.4

1Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak (Bandung: Refika Aditama, 2008), h. 5.

2Siswanto, Politik Hukum Dalam Undang-Undang Narkotika (Yogyakarta: Rineka Cipta, 2014), h. 1.

3Siswantoro Sunarso, Penegakan Hukum Psikotropika (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2014), h. 5.

(18)

3

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan bahwa narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.5 Yaitu Narkotika Golongan 1, adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan dilarang disalahgunakan. Narkotika golongan 1 terdiri atas opium ( getah beku yang berasal dari buah tumbuhan papaver somniferum ), kokain dan ganja. Narkotika Golongan II, adalah narkotika yang mempunyai daya menimbulkan ketergantungan menengah dan dapat digunakan sebagai pilihan terakhir untuk tujuan pengobatan dan ilmu pengetahuan. Termasuk ke dalam golongan ini adalah morfin ( serbuk putih yang berguna untuk menahan rasa sakit saat operasi karena penyakit kanker ).Narkotika Golongan III, adalah narkotika yang mempunyai daya ketergantungan rendah. Narkotika golongan III biasanya digunakan untuk pengobatan dan tujuan ilmu pengetahuan. Termasuk dalam golongan ini adalah kodein( berbentuk serbuk putih atau tablet ) yang biasanya digunakan untuk penahan rasa nyeri dan peredam batuk.6

Mengenai narkotika, zat ini digolongkan sejenis minuman khamar, juga termasuk zat yang memabukkan dan haram status hukumnya dikonsumsi oleh

5Republik Indonesia, “Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 Pasal 1 dan 6 ayat (1), (2) dan (3) tentang Narkotika.”

(19)

manusia. Adapun dasar hukum diharamkannya narkotika yaitu dalam QS Al-A’raf/7:

“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung.”7

Dalam ayat di atas sangat jelas bahwa segala macam yang buruk itu diharamkan oleh Allah swt. dan jika dikaitkan dengan masalah narkotika, maka tidak ada satu jenispun narkotika yang tidak menimbulkan atau menghilangkan akal sehat manusia. Bahkan narkotika lebih memabukkan dari miras karena itu penyalahgunaan narkotika hukumnya haram layaknya miras.

Kuantitas tindak pidana penyalahgunaan narkotika, semakin hari semakin meningkat, baik pelaku pengedar maupun korbannya disebabkan oleh sistem tata nilai

(20)

5

yang dianut oleh warga masyarakat telah terjadi pergeseran dari nilai-nilai disiplin di lingkungan kehidupan rumah tangga, sekolah dan sosial. Hal ini disebabkan karena semakin pudarnya social order atau sistem pengawasan sosial masyarakat. Di sisi lain, hukum yang dipandang sebagai salah satu saran social engineering dalam kenyataannya tidak mampu menghadapi ancaman dari gejala penyimpangan sosial yang sedang terjadi.8

Saat ini kejahatan narkotika yang biasanya dilakukan dalam bentuk penyalahgunaan dan peredaran narkotika sudah menjadi masalah global dan menjadi ancaman serius bagi eksistensi dan masa depan suatu bangsa dan Negara, sehingga harus ada upaya untuk mencegah, menanggulangi dan memberantas narkotika yang dilakukan secara bersama-sama. Bencana yang akan dialami pada awalnya hanya akan merusak pemakai atau pengguna narkotika itu sendiri dan kemudian akan meningkat menjadi masalah bagi keluarganya, lalu menjadi masalah bagi masyarakat dan selanjutnya akan menjadi masalah yang besar bagi suatu Negara dan bangsa secara keseluruhan, yang akan membawa akibat rusaknya nilai-nilai budaya suatu bangsa serta dapat pula menghancurkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.9

Dewasa ini, menurut hasil pengamatan yang ada bahwa pihak konsumen pecandu narkotika rata-rata adalah anak dimana didominasi oleh anak usia sekolah. Salah satu penyebab yang paling mendasar adalah kuatnya pengaruh pergaulan teman sebaya, demikian juga pergaulan anak sekarang ini terdapat kecenderungan lebih mengarah pada budaya simbolik, yaitu untuk sekadar mendapat pengakuan status

(21)

sosial dari kelompok muda mudi lainnya, agar dianggap sebagai masyarakat perkotaan.

Melihat berbagai kenyataan hidup dan berkembang mengenai Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika yang dilakukan oleh anak maka penyusun tertarik dalam meneliti agar bisa mengetahui permasalahan Tindak Pidana Narkotika yang dilakukan oleh Anak di kota Makassar.

B. Deskripsi Fokus dan Fokus Penelitian

1. Deskripsi Fokus

Dalam mendefinisikan dan memahami penelitian ini agar tidak terjadi kesalahpahaman maka penulis akan mendeskripksikan pengertian judul yang dianggap penting:

a. Tindak Pidana Narkotika

Tindak pidana narkotika adalah suatu perbuatan yang melanggar ketentuan-ketentuan hukum narkotika, dalam hal ini adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997 dan ketentuan-ketentuan lain yang termasuk dan atau tidak bertentangan dengan undang-undang tersebut,10

b. Penyalahgunaan

Penyalahgunaan adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa sepengetahuan dan pengawasan dokter.11

10Moh. Taufik Makarao, Suhasril dan Moh.Zakky, Tindak Pidana Narkotika (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), h. 41.

(22)

7

c. Narkotika

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan kedalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini atau yang kemudian ditetapkakn dengan keputusan Menteri Kesehatan.12

d. Anak

Tidak ada keseragaman mengenai defenisi anak dalam berbagai ketentuan hukum. Oleh karena itu pengertian anak secara nasional didasarkan pada batasan usia anak menurut hukum pidana maupun hukum perdata.

Untuk menetapkan ketentuan hukum yang lebih prospek dalam meletakkan batas usia maksimum dari seorang anak, terdapat pendapat yang sangat beraneka ragam. Untuk mengetahui pengertian anak, dapat diperoleh dari beberapa ketentuan yang berkaitan dengan anak, yaitu:13

1) Konvensi hak-hak anak tahun 1989

Konvensi Hak Anak (KHA) Pasal 1 menyebutkan bahwa untuk digunakan dalam Konvensi yang sekarang ini, anak berarti setiap manusia yang berusia dibawah 17 (tujuh belas) tahun, kecuali berdasarkan Undang-Undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal.

12Republik Indonesia, “Undang-undang RI No.35 Tahun 2009 Pasal 1 ayat (1) Tentang Narkotika.”

13Abdul Rahman, Perlindungan Hukum dan Pemenuhan Hak Konstitusional Anak Pesrspektif

(23)

2) Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia pada Pasal 1 bagian 5 berbunyi: “anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut demi kepentingannya”.

3) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan

Pasal 50 ayat (1) berbunyi “anak adalah yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah kawin, yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua, berada di bawah kekuasaan wali”.14

4) Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Pasal 1 ayat (92) secara jelas dinyatakan bahwa “anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin”.

5) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak

Pasal 1 ayat (1) berbunyi: “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”15

2. Fokus Penelitian

Judul skripsi ini membahas tentang tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak di kota Makassar dan sejauh mana penerapan hukum tentang tindak pidana tersebut.

(24)

9

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas maka pokok permasalahannya yaitu bagaimana tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak sehingga diperoleh sub masalah antara lain sebagai berikut:

1. Faktor apakah yang menjadi penyebab seorang anak menyalahgunakan narkotika ?

2. Bagaimana dampak yang ditimbulkan dari penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak ?

3. Bagaimana peranan penegak hukum dalam menanggulangi penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak ?

D. Kajian Pustaka

Secara umum, kajian pustaka atau penelitian terdahulu merupakan momentum bagi calon peneliti untuk mendemonstrasikan hasil bacaannya yang ekstensif terhadap literatur-literatur yang berkaitan dengan pokok masalah yang diteliti. Hal ini dimaksudkan agar calon peneliti mampu mengindentifikasikan kemungkinan signifikansi dan konstribusi akademik dari penelitiannya pada konteks waktu dan tempat tertentu.16

Agar nantinya pembahasan ini lebih fokus pada pokok kajian maka dilengkapi beberapa literatur yang masih berkaitan dengan pembahasan yang dimaksud diantaranya adalah sebagai berikut :

16UIN Alauddin Makassar, Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah: Makalah, Skripsi, Tesis,

(25)

1. Moh. Taufik Makarao, Suharsil dan Moh. Zakky dalam bukunya Tindak Pidana Narkotika. Dalam buku ini membahas tentang bentuk tindak pidana narkotika dimana bentuk tindak pidana narkotika yang umum dikenal ada tiga yaitu penyalahgunaan/melebihi dosis, pengedaran narkotika dan jual jual beli narkotika. Selain itu juga membahas tentang mekanisme penyelesaian tindak pidana narkotika dimana penyelesaian perkara-perkara narkotika harus didahulukan dari perkara-perkara lain untuk diajukan ke pengadilan guna mendapatkan pemeriksaan dan penyelesaian dalam waktu yang singkat, sesuai dengan semangat yang tertera dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997 tersebut, yakni dalam pasal 64 Sedangkan mekanisme dari penyelesaian suatu perkara narkotika harus diselesaikan menurut ketentuan acara pidana yang diatur dalam KUHAP.

2. Dr. Siswantoro Sunarso, S.H., M.H. dalam bukunya Penegakan Hukum Psikotropika Dalam Kajian Sosiologi Hukum, membahas tentang metode penegakan hukum yang komprehensif dengan melakukan kajian terhadap peranan penegak hukum dan peran serta masyarakat sebagai fundamental yang kokoh dalam menghadapi perkembangan penyalahgunaan psikotropika. 3. Y. Bambang Mulyono dalam bukunya Pendekatan Analisis Kenakalan

(26)

11

E. Tujuan dan Kegunaan

1. Tujuan

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini , yaitu :

a. Untuk mengetahui Faktor apakah yang menjadi penyebab seorang anak menyalahgunakan narkotika.

b. Untuk mengetahui bagaimana dampak yang ditimbulkan dari penyalahgunaan narkotika.

c. Untuk mengetahui bagaimana peranan penegak hukum dalam menanggulangi penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak.

2. Manfaat

a. Manfaat secara teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan teoritis yaitu memberikan pemahaman tentang bahaya penyalahgunaan narkotika kepada seluruh masyarakat, bukan hanya dikalangan anak tetapi juga dikalangan dewasa.

Dalam skripsi ini juga menjelaskan tentang jenis-jenis narkotika, dampak negative yang dapat ditimbulkan dalam penyalahgunaan narkotika serta sanksi bagi pengguna narkotika itu sendiri. Karena masih banyak dikalangan masyarakat, terkhusus mahasiswa yang belum bisa memahami bagaimana sebenarnya dampak yang bisa ditimbulkan dari penyalahgunaan narkotika.

b. Manfaat secara praktis

(27)
(28)

13 BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Anak

Dipandang dari sudut ilmu pengetahuan, yang dijadikan kriteria untuk menentukan pengertian anak pada umumnya didasarkan pada batas usia tertentu. Namun demikian, karena setiap bidang ilmu dan lingkungan masyarakat mempunyai ketentuan tersendiri sesuai dengan kepentingannya masing-masing, maka sampai saat ini belum ada suatu kesepakatan dalam menentukan batas usia seseorang dikategorikan sebagai seorang anak.1

1. Pengertian anak secara sosiologis

Dilihat dari aspek sosiologis kriteria seseorang dapat dikategorikan sebagai seorang anak, bukan semata-mata didasarkan pada batas usia yang dimiliki seseorang, melainkan dipandang dari segi mampu tidaknya seseorang untuk dapat hidup mandiri menurut pandangan sosial kemasyarakatn dimana ia berada.

Dalam pandangan hukum adat, begitu tubuh si anak tumbuh besar dan kuat, mereka dianggap telah mampu melakukan pekerjaan seperti yang dilakukan orang tuanya. Pada umumnya mereka dianggap telah mampu member hasil untuk memenuhi kepentingan diri dan keluarganya. Disamping itu mereka juga sudah dapat diterima dalam lingkungannya. Oleh karena itu pendapatnya didengar dan

1Nandang Sambas, Peradilan Pidana Anak di Indonesia dan Instrumen Internasional

(29)

diperhatikan. Pada saat itulah seseorang diakui sebagai orang yang telah cukup dewasa.2

Begitu juga dalam pandangan hukum Islam, batasan-batasan tentang seorang anak atau belum dewasa tidak didasarkan pada ketentuan usia, tetapi sejak ada tanda-tanda perubahan badaniah (akil baligh) baik bagi anak pria maupun bagi anak wanita anak.3

2. Pengertian anak secara psikologis

Ditinjau dari aspek Psikologis, pertumbuhan manusia mengalami fase-fase perkembangan kejiwaan yang masing-masing ditandai dengan cirri-ciri tertentu. Untuk menentukan kriteria seorang anak, disamping ditentukan atas dasar batas usia, juga dapat dilihat dari pertumbuhan dan perkembangan jiwa yang dialaminya, dalam fase-fase yang perkembangan yang dialami seorang anak yaitu masa kanak-kanak terbagi dalam masa bayi, masa kanak-kanak pertama (antara usia 2-5 tahun), masa kanak-kanak terakhir (antara usia 5-12 tahun), dan masa remaja (antara usia 13-20 tahun).

Adanya fase-fase perkembangan yang dialami dalam kehidupan seorang anak, memberikan gambaran bahwa dalam pandangan psikologis untuk menentukan batasan terhadap seorang anak nampak adanya berbagai macam kriteria, baik didasarkan pada segi usia maupun dari perkembangan pertumbuhan jiwa. Dapat disimpulkan bahwa yang dapat dikategorikan sebagai seoranga anak adalah sejak masa bayi hingga masa kanak-kanak terakhir, yaitu sejak dilahirkan sampai usia 12

2Nandang Sambas, Peradilan Pidana Anak di Indonesia dan Instrumen Internasional

Perlindungan Anak serta Penerapannya, h. 2.

3Abdul Rahman, Perlindungan Hukum dan Pemenuhan Hak Konstitusional Anak Perspektif

(30)

15

tahun. Namun, karena dikenal adanya masa remaja, masa setalah masa kanak-kanak berakhir seorang anak belum dapat dikategorikan sebagai orang yang sudah dewasa, melainkan baru menginjak remaja. Atas dasar hal tersebut, seseorang dikualifikasikan sebagai seorang anak apabila ia berada pada masa bayi hingga masa remaja awal, antara usia 16-17 tahun.4

3. Pengertian anak secara yuridis

Tidak ada keseragaman mengenai defenisi anak dalam berbagai ketentuan hukum. Oleh karena itu pengertian anak secara nasional didasarkan pada batasan usia anak menurut hukum pidana maupun hukum perdata. Sedangkan secara internasional defenisi anak tertuang dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Hak Anak atau United Nation Convention on The Right of The Child Tahun 1989. Aturan Standar Minimum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Pelaksanaan Peradilan Anak atau United Nations Standard Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice (“The Beijing Rule”) Tahun 1985 dan Deklarasi Hak Asasi Manusia atau Universal Declaration of Human Right Tahun 1948.

Untuk menetapkan ketentuan hukum yang lebih prospek dalam meletakkan batas usia maksimum dari seorang anak, terdapat pendapat yang sangat beraneka ragam. Untuk mengetahui pengertian anak, dapat diperoleh dari beberapa ketentuan yang berkaitan dengan anak, yaitu:5

4Nandang Sambas, Peradilan Pidana Anak di Indonesia dan Instrumen Internasional

Perlindungan Anak serta Penerapannya, h. 3-4.

5Abdul Rahman, Perlindungan Hukum dan Pemenuhan Hak Konstitusional Anak Perspektif

(31)

a. Konvensi hak-hak anak tahun 1989

“for the purposes of the convention, a child means every human being below the age of 18 years unless, under the law applicable to the child, majority is attained earlier” (yang dimaksud dengan anak menurut konvensi ini adalah setiap orang yang berusia dibawah 18 tahun, kecuali berdasarkan Undang-Undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal).6

Konvensi Hak Anak (KHA) Pasal 1 menyebutkan bahwa untuk digunakan dalam Konvensi yang sekarang ini, anak berarti setiap manusia yang berusia dibawah 17 (tujuh belas) tahun, kecuali berdasarkan Undang-Undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal.

Menurut Konvensi Hak Anak ini yang dimaksud dengan anak adalah manusia yang umumnya belum mencapai 18 tahun, namun pasal ini juga mengakui kemungkinan adanya perbedaan atau variasi dalam penentuan batas usia kedewasaan di dalam perundang-Undangan nasioanl dari tiap-tiap Negara peserta yang menandatangani konvensi ini.

b. KUHPerdata (Pasal 330)

Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 330 secara tersirat menyebutkan bahwa “yang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai genap umur 21 tahun, dan tidak kawin sebelumnya. Bila perkawinan dibubarkan sebelum umur mereka genap 21 (dua puluh satu) tahun, maka mereka tidak kembali berstatus belum dewasa. Mereka yang belum dewasa dan tidak di bawah kekuasaan orang tua, berada

6Unted Nations Childrens Fund, “Convention on The Rights Of The Child, Resolusi PBB No.

(32)

17

dibawah perwalian atas dasar dan dengan cara seperti yang diatur dalam bagian 3, 4, 5 dan 6 dalam bab ini.7

Untuk menghilangkan keraguan yang timbul tentang apa yang dimaksud dengan anak di bawah umur, pemerintah mencabut ordonasi 21 Desember 1917 L.N 1917-738 an menentukan sebagai berikut: Apabila peraturan Undang-undang memakai istilah belum dewasa maka sekedar mengenal bangsa Indonesia dengan istilah itu, yang dimaksudkan ialah segala orang yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak menikah lebih dahulu. Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur 21 tahun maka tidaklah mereka kembali lagi dalam istilah belum dewasa. Dalam perkawinan tidaklah termasuk perkawinan anak-anak.

c. Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 6 ayat (2) berbunyi: “untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua”. Pasal 47 ayat (1) berbunyi: “anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaanya”. Pasal 50 ayat (1) berbunyi “anak adalah yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah kawin, yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua, berada di bawah kekuasaan wali”.8

Dari Pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 di atas dapat disimpulkan bahwa dalam Undang-Undang ini ditentukan batas belum dewasa (anak) bagi pria (Sembilan belas) tahun ke bawah dan wanita 16 (enam belas) tahun akan

7Republik Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata , Pasal 330.

8Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 6

(33)

tetapi apabila ingin melangsungkan pernikahan apabila belum mencapai dari orang tua.9

d. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemiiihan umum presiden dan wakil presiden.

Pasal 27 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu berbunyi “warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih”.10

Ketentuan diatas tentang persyaratan ikut memilih dalam pemilihan umum ditetapkan 17 tahun. Dalam usia 17 tahun ini, sistem hukum Indonesia melihat bahwa mereka sudah matang dan dewasa dalam berfikir serta dalam mempertanggung jawabkan keputusan menyangkut politik kenegaraan. Dengan kepercayaan yang telah diberikan mereka akan menentukan hak-hak dan kewajiban politik mereka sebagai warga Negara Indonesia. Dewasa dari segi ketatanegaraan, adalah apabila seseorang berusia 17 tahun. Ini berarti 17 tahun ke bawah dianggap belum dewasa dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.

e. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak

Pasal 1 ayat (1) berbunyi: “anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”11

9Abdul Rahman, Perlindungan Hukum dan Pemenuhan Hak Konstitusional Anak Perspektif

Hukum Internasional, Hukum Positif dan Hukum Islam, h. 42.

10Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum

Presiden dan Wakil Presiden, Pasal 47.

11Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan

(34)

19

B. Tindak Pidana Narkotika 1. Pengertian Tindak Pidana

Istilah tindak pidana adalah salah satu istilah dalam bahasa Indonesia yang biasa dipakai untuk menterjemahkan istilah “stafbaarfeit” atau “delict” dalam bahasa Belanda. Dalam ilmu hukum pidana di Indonesia dikenal juga beberapa istilah lain yang dipakai dalam buku-buku maupun dalam undang-undang yang pengertiannya sama dengan “stafbaarfeit”. Istilah tersebut antara lain : perbuatan yang dapat dihukum, perbuatan yang boleh dihukum, peristiwa pidana, pelanggaran pidana, perbuatan pidana, Undang-undang RI Nomor 4 Tahun 1976 memakai istilah tindak pidana.12 Dengan demikian pengertian sederhana tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.13

Tindak pidana, dapat berupa istilah resmi dalam perundang-undangan pidana kita. Hampir seluruh peraturan perundang-undangan menggunakan istilah tindak pidana, seperti dalam UU RI No.6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (diganti dengan UU RI No. 19 Tahun 2002), UU RI No. 11/PNPS/1963 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Subversi, UU RI No.3 Tahuun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (diganti dengan UU RI No.31 Tahun 1999) dan peraturan perundang-undangan lainnya.14 Jadi, tindak pidana narkotika adalah suatu perbuatan yang melanggar ketentuan-ketentuan hukum narkotika, dalam hal ini adalah

12Djoko Prakoso, Tindak Pidana Penerbangan di Indonesia (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984),

h. 37-38.

13Ismu Gunadi dan Jonaedi Efendi, Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana (Jakarta:

Kencana, 2015), h. 37.

(35)

undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997 dan ketentuan-ketentuan lain yang termasuk dan atau tidak bertentangan dengan Undang-undang tersebut.15

2. Pengertian Narkotika dan Jenis-Jenisnya a. Pengertian Narkotika

Napza maupun narkoba dua istilah yang sekarang marak dipergunjingkan orang dan menyerang masyarakat kita terutama generasi mudanya.16 Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Selain “narkoba”, istilah lain yang diperkenalkan khusunya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah napza yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif. Istilah ini banyak dipakai oleh para praktisi kesehatan dan rehabilitasi.17

Perkataan narkotika berasal dari bahasa yunani, yaitu “narcois” yang berarti “narkose” atau menidurkan, yaitu suatu zat atau obat-obatan yang membiuskan sehingga tidak merasakan apa-apa. Dalam perkembangannya terjadi perubahan, dimana tidak hanya terbatas pada pengertian obat yang menyebabkan seorang dapat tidur, berubah menjadi bahan atau zat yang mempergunakannya menjadi tidur, yang disebut obat perangsang susunan saraf pusat. Narkotika adalah zat yang bisa menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi mereka yang menggunakannya, berupa pembiusan, hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat dan halusinasi atau

15Moh Taufik Makarao, Suhasril dan Moh Zakky, Tindak Pidana Narkotika (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 2003), h. 41.

16Julianan Lisa FR dan Nengah Sutrisna W, Narkoba Psikotropika dan Gangguan Jiwa

Tinjauan Kesehatan dan Hukum (Yogyakarta: Nuha Medika, 2013), h. 1.

17Wahidah Abdullah, Pelaksanaan Pendidikan Islam dan Implementasinya Terhadap

(36)

21

timbulnya khayalan-khayalan.18 Sementara kata narkotika dalam bahasa Inggris dikenal dengan sebutan narcotics yang berarti obat bius. Secara umum narkotika dapat menurunkan dan mnegubah kesadarn (anestetik) dan mengurangi bahkan menghilangkan rasa nyeri (analgetik). Di dunia pengobatan, senyawa ini digunakan sebagai obat bius (anestetika) yang dipakai membius orang yang akan dioperasi sehingga tidak merasakan sakit sewaktu operasi berlangsung.19

Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika disebutkan bahwa Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan kedalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini atau yang kemudian ditetapkakn dengan keputusan Menteri Kesehatan.20

Pengertian umum Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 menyatakan bahwa narkotika merupan zat atau obat yang sangat bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan penyakit tertentu. Namun, jika disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi perseorangan atau masyarakat khusunya generasi muda. Hal ini akan lebih merugikan jika disertai dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap

18Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan (Bandung: PT

Refika Aditama, 2012), h. 121.

19Abdul Majid, “Bahaya Penyalahgunaan Narkoba,” dalam Wahidah Abdullah, Pelaksanaan

Pendidikan Islam dan Implementasinya Terhadap Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba, h. 118.

20Republik Indonesia, “Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Pasal 1

(37)

narkotika yang dapat mengakibatkan bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan nasional.21

b. Jenis-jenis Narkotika

Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia Tahun 1997 menentukan bahwa narkotika sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikelompokkan ke dalam beberapa golongan.22

1. Narkotika Golongan I ,adalah narkotika yang hanya dapat di gunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan dan dilarang disalahgunakan. Narkotika golongan 1 terdiri atas opium ( getah beku yang berasal dari buah tumbuhan papaver somniferum ), kokain dan ganja.

2. Narkotika Golongan II, adalah narkotika yang mempunyai daya menimbulkan ketergantungan menengah dan dapat digunakan sebagai pilihan terakhir untuk tujuan pengobatan dan ilmu pengetahuan. Termasuk ke dalam golongan ini adalah morfin ( serbuk putih yang berguna untuk menahan rasa sakit saat operasi karena penyakit kanker ).

3. Narkotika Golongan III, adalah narkotika yang mempunyai daya ketergantungan rendah. Narkotika golongan III biasanya digunakan untuk pengobatan dan tujuan ilmu pengetahuan. Termasuk dalam golongan ini adalah kodein( berbentuk serbuk

21Lilik Mulyadi, “Pemidanaan Terhadap Pengedar dan Pengguna Narkoba (penelitian

terhadap asas, teori, norma, dan parktik penerapannya dalam putusan pengadilan)”, Laporan Penelitian (Puslitbang Hukum dan Peradilan Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung Republik Indonesia, 2012), h. 27.

(38)

23

putih atau tablet ) yang biasanya digunakan untuk penahan rasa nyeri dan peredam batuk.23

Adapun jenis narkotika yang sering disalahgunakan yaitu: a. Opiat atau Opium (Candu)

Opium merupakan zat adiktif yang di dapat dari tanaman candu, zat ini kadang digunakan dalam ilmu kedokteran sebagai analgesic atau penghilang rasa sakit.24 Opium berupa candu kasar atau mentah didapat dari getah buah tanaman

Papaver somniterum yang disadap/digores dan dibiarkan mongering. Candu kasar mengandung bermacam-macam zat aktif yang sering disalahgunakan. Opium merupakan golongan narkotika alami yang sering digunakan dengan cara dihisap. Adapun pengaruh yang ditimbulakn dari pemakaian opium pada pemakai yaitu menimbulkan rasa gelisah (rushing sensation), menimbulkan semangat, membuat waktu terasa berjalan lambat, merasa pusing, kehilangan keseimbangan dan mabuk serta menimbulkan masalah kulit di sekitar mulut dan hidung.25

b. Morfin

Kata “morfin” berasal dari Morpheus, dewa mimpi dalam mitologi Yunani. Morfin adalah alkaloid analgesic yang sangat kuat dan merupakan agen aktif utama yang ditemukan pada opium. Morfin bekerja langsung pada system saraf pusat untuk menghilangkan sakit. Morfin dapat pula diartikan zat aktif (narkotika) yang diperolah dari candu melalui pengolahan secara kimia. Morfin tidak berbau, rasa pahit dan dan

23Edi Warsidi, Mengenal Bahaya Narkoba (Jakarta Timur: Grafindo Media Pratama, 2006), h.

9-10.

24Julianan Lisa FR dan Nengah Sutrisna W, Narkoba, Psikotropika dan Gangguan Jiwa

Tinjauan Kesehatan dan Hukum (Yogyakarta: Nuha Medika, 2013), h. 12.

(39)

berwarna gelap semakin tua. Cara pemakaiannya yaitu dengan disuntikkan secara Intra Cutan (di bawah kulit), Intra Muscular (ke dalam otot) atau secara Intra Vena (ke dalam pembuluh darah).26 Adapun pengaruh yang ditimbulkan dari pemakaian morfin yaitu; menimbulkan euphoria (rasa senang berlebihan), merasa mual, merasa bingung (konfusi), merasa gelisah dan perubahan suasana hati serta mulut terasa kering dan warna muka berubah.27

c. Heroin atau Putaw

Heroin atau Putau merupakan golongan narkotoika semisintesis yang dihasilkan dari pengolahan morfin secara kimiawi. Zat ini sangat mudah menembus otak sehingga bereaksi lebih kuat dari pada morfin itu sendiri. Umumnya heroin digunakan dengan cara disuntik atau dihisap. Adapun pengaruh yang ditimbulkan dari pemakaian heroin yaitu; timbul rasa gelisah, jantung berdesar kencang, timbul warna kemerahan dan gatal di sekitar hidung, tidak suka bersosialisasi (menyendiri) dan penyimpangan perilaku seperti mencuri, berbohong dan menipu.

d. Ganja atau Kanabis

Ganja atau Kanabis berasal dari tanaman kanabis sativa dan kanabis indica. Semua bagian dari tanaman mengandung kanabioid psikoaktif. Tenaman kanabis biasanya dipotong, dikeringkan, dipotong kecil-kecil dan digulung menjadi rook yang disebut joints. Ganja bersifat mengikat pikiran dan dapat membuat penggunanya merasa ketagihan.

Ganja mengandung sejenis bahan kimia yang disebut delta-9-tetrahydrocannabinol (THC). Bahan kimia ini dapat mempengaruhi suasana hati

26Julianan Lisa FR dan Nengah Sutrisna W, Narkoba Psikotropika dan Gangguan Jiwa

Tinjauan Kesehatan dan Hukum, h. 13.

(40)

25

manusia serta mempengaruhi cara orang tersebut melihat dan mendengar hal-hal disekitarnya. Ganja juga dapat mempengaruhi konsentrasi dan ingatan seseorang. Jika menggunakan ganja, pikiran akan menjadi lamban dan kecerdasanpun menurun.28

e. Kokain

Kokain merupakan alkaloid yang didapat dari tanaman Erythroxylon coca, yang berasal dari Amerika Selatan, daun dari tanaman ini biasanya dikunyah oleh penduduk setempat untuk mendpatkan “efek stimulan”. Saat ini kokain masih digunakan sebagai anestetik local, khusunya untuk pembedahan mata, hidung dan tenggorokan karena efek vasokontriksinya juga membantu.29

Kokain diklasifikasikan sebagai suatu narkotika, bersama dengan morfin dan heroin karena efek adiktif. Kokain mempunyai dua bentuk yakni bentuk asam (hidroklorida) dan bentuk basah (free base). Kokain asam berupa kristal putih, rasa sedikit pahit dan lebih mudah larut disbanding bentuk basa bebas yang tidak berbau dan rasanya pahit. Kokain sering juga disebut dengan koka, coke, happy dust, snow, Charlie, srepet, salju, putih. Disalahgunakan dengan cara menghirup yaitu membagi setumpuk kokain menjadi beberapa bagian berbaris lurus di atas permukaan kaca dan benda yang mempunyai permukaan datar. Kemudian dihirup dengan menggunakan penyedot atau gulungan kertas. Cara lain adalah dibakar bersama temabakau yang sering disebut cocopuff. Menghirup kokain beresiko luka pada sekitar lubang hidung bagian dalam.30

28Santi Sanita, Bahaya Napza Narkoba, h. 10.

29Julianan Lisa FR dan Nengah Sutrisna W, Narkoba Psikotropika dan Gangguan Jiwa

Tinjauan kesehatan dan Hukum, h. 17.

30Wahidah Abdullah, Pelaksanaan Pendidikan Islam dan Impelementasinya terhadap

(41)

3. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Narkotika

Dari Bab-bab Undang-Undang No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika, sebagaimana telah dicabut dan diganti dengan Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, terdapat perbuatan-perbuatan yang dianggap tindak pidana. Perbuatan-perbuatan yang diklasifikasikan sebagai tindak pidana adalah:31

a. Tindak pidana narkotika yang berkaitan dengan narkotika golongan I

Seperti yang dikemukakan dalam penggolongan narkotika, zat atau obat golongan I mempunyai potensi yang sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Oleh karena itu di dalam penggunaan hanya diperuntukkan untuk tujuan pembangunan ilmu pengetahuan dan tidak dipergunakan dalam terapi

Karena potensi yang sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan, maka khusus narkotika golongan I diatur tersendiri dan hanya dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan serta dilarang digunakan untuk kepentingan lainnya. Pengertian pengembangan ilmu pengetahuan, termasuk di dalamnya untuk kepentingan pendidikan, pelatihan, keterampilan dan penelitian serta pengembangan. Dalam penelitian dapat digunakan untuk kepentingan medis yang sangat terbatas.

Penggunaan narkotika golongan I di luar ilmu pengetahuan adalah merupakan tindak pidana, misalnya:

o Tanpa hak dan melawan hukum menanam, memelihara, mempunyai dalam persediaan, memiliki, menyimpan dan menguasai narkotika golongan I;

31Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika Dalam HukumPidana (Bandung: Mandar Maju,

(42)

27

o Tanpa hak dan melawan hukum memiliki, menyimpan untuk dimiliki atau untuk persediaan atau menguasai narkotika golongan I.32

b. Tindak pidana narkotika yang berkaitan dengan produksi

Narkotika hanya dapat diproduksi oleh pabrik obat tertentu yang telah memperoleh izin khusus dari Menteri Kesehatan. Pengertian produksi adalah kegiatan atau proses menyiapkan, mengolah, membuat, menghasilkan, mengemas dan/atau mengubah bentuk narkotika termasuk mengestraksi, mengkonversi, atau merakit narkotika untuk memproduksi obat (Pasal 1 angka 2). Yang berkaitan erat dengan produksi adalah mengolah, mengekstraksi, mengkonversi, merakit atau menyediakan. Sedangkan pengertian pabrik obat adalah perusahaanyang berbentuk badan hukum yang memilikiizin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan produksi serta penyaluran obat dan bahan obat, termasuk narkoba (Pasal 1 angka 10).

Untuk memproduksi narkotika dibuka kemungkinan untuk memberikan izin kepada lebih dari satu pabrik obat dalam hal-hal tertentu. Dalam rangka pengawasan terhadap proses produksi, Menteri Kesehatan melakukan pengendalian tersendiri. Pengertian pengendalian tersendiri adalah pengendalian yang dilakukan secara terpisah dengan pengendalian yang lain, yakni dikaitkan dengan rencana kebutuhan tahunan narkotika, baik kebutuhan dalam wujud bahan baku narkotika maupun dalam wujud obat sebagai hasil akhir proses produksi (Pasal 8 ayat (21)).33

(43)

c. Tindak pidana narkotika yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan

Lembaga ilmu pengetahuan yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta yang kegiatannya secara khusus atau salah satu fungsinya melakukan kegiatan percobaan, penelitian dan pengembangan dapat memperoleh, menanam, menyimpan dan menggunakan narkotika dalam rangka kepentingan ilmu pengetahuan. Akan tetapi harus mendapat izin terlebih dahulu dari Menteri Kesehatan (Pasal 10). Pengertian lembaga ilmu pengetahuan tersebut termasuk juga instansi pemerintah yang karena tugas dan fungsinya berwenang melakukan pengawasan, penyidikan, dan pemberantasan peredaran gelap narkotika.

d. Tindak pidana narkotika yang berkaitan dengan ekspor dan impor 1) Surat persetujuan ekspor dan persetujuan impor

Pengertian impor adalah kegiatan memasukkan narkotika ke dalam daerah pabean (Pasal 1 angka 3), sedangkan pengertian ekspor adalah kegiatan mengeluarkan narkotika dari daerah pabean (Pasal 1 angka 4).

(44)

29

Pelaksanaan impor (Pasal 14) dan ekspor (Pasal 17) dilakukan atas dasar persetujuan pemerintah Negara pengimpor atau pengekspor, dan persetujuan tersebut dinyatakan dalam dokumen yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara pengimpor dan pengekspor. Impor dan ekspor narkotika hanya dapa dilakukan melalui kawasan pabean tertentu yang dibuka untuk perdagangan luar negeri (Pasal 18).

Apabila tanpa hak dan melawan hukum melakukan kegiatan mengimpor dan mengekspor narkotika diancam dengan ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 82.34

2) Pengangkutan

Pengangkutan narkotika diatur dalam pasal 20 sampai pasal 25 yang meliputi pengangkutan impor dan pengangkutan ekspor tunduk dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang pengangkutan barang. Pengertian pengangkutan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan memindahkan narkotika dari satu tempat ke tempat yang lain, dengan cara modal atau sarana pengangkutan apapun (Pasal 1 angka 8).

Eksportir narkotika wajib memberikan dokumen dan surat persetujuan kepada orang yang bertanggung jawab atas perusahaan pengangkutan ekspor. Orang yang bertanggung jawab atas perusahaan pengangkutan ekspor, wajib memberikan dokumen dan surat persetujuan tersebut kepada penanggung jawab pengangkut, sedangkan penanggung jawab pengangkut ekspor narkotika wajib membawa dan bertanggung jawab atas kelengkapan dokumen dan surat persetujuan tersebut (Pasal 23).

(45)

3) Transito

Pengertian transito narkotika adalah pengangkutan narkotika dari satu Negara ke Negara lain dengan melalui dan singgah di wilayah Negara Republik Indonesia yang terdapat kantor pabean dengan atau tanpa nerganti sarana angkutan (Pasal 1 angka 11). Pada dasarnya transito narkotika dilarang mengubah arah Negara tujuan. Namun, apabila dalam keadaan tertentu misalnya terjadi keadaan memaksa (force majeur) sehingga harus dilakukan perubahan Negara tujuan , maka perubahan tersebut harus memenuhi syarat yang ditentukan. Untuk itu selama menunggu pemenuhan persyaratan yang diperlukan, narkotika tetap disimpan di kawasan pabean, dan tanggung jawab pengawasannya berada di bawah pejabat bead an cukai.35

Setiap perubahan Negara tujuan ekspor narkotika dalam hal transito narkotika tersebut, hanya dapat dilakukan setelah adanya persetujuan dari: petama, pemerintah Negara pengekspor narkotika. Kedua, pemerintah Negara pengimpor atau tujuan semula ekspor narkotika dan ketiga, pemerintah Negara tujuan perubahan ekspornarkotika (Pasal 27).

Apabila terjadi kerusakan terjadi terhadap kemasan, pengemasan kembali narkotika pada transito narkotika hanya dapat dilakukan terhadap kemasan asli narkotika yang mengalami kerusakan dan harus dilakukan di bawah tanggung jawab pengawasan pejabat bead an cukai (Pasal 28).

Ancaman terhadap transito narkotika yang tanpa hak dan melawan hukum sebagaimana tersebut di atas diatur dalam pasal 81 ayat (1).

(46)

31

e. Tindak Pidana narkotika yang berkaitan dengan penyaluran dan peredaran.

Peredaran meliputi setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan maupun pemindahtanganan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan (Pasal 32). Peredaran narkotika tersebut meliputi penyaluran (Pasal 35 sampai Pasal 38) atau penyerahan (Pasal 39 sampai Pasal 40). Sedangkan pengertian peredaran gelap narkotika adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara tanpahak dan melawan hukum yang ditetapkan sebagai tindak pidana narkotika (Pasal 1 angka 5).

Narkotika dalam bentuk obat jadi dapat diedarkan setelah terdaftar terlebih dahulu pada departemen kesehatan. Terhadap narkotika golongan II dan III yang berupa bahan baku baik alamiah maupun sintetis, dapat diedarkan tanpa wajib daftar pada Departemen Kesehatan (Pasal 33 ayat (1) dan (21)).36

C. Pengaturan Sanksi Bagi Anak Yang Menyalahgunakan Narkotika 1. Sanksi Bagi Anak Dalam Perundang-Undangan di Indonesia

Sanksi yang dapat dijatuhkan kepada anak yaitu berupa pidana dan tindakan. Artinya, Undang-Undang Pengadilan Anak mengatur pidana sekaligus tindakan secara bersama-sama, sehingga hakim dapat memilih apakah menjatuhkan pidana atau tindakan. Meskipun demikian, baik dalam Undang-Undang Pengadilan Anak maupun Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak belum mencantumkan jenis pidana yang bervariasi dan sesuai dengan kebutuhan anak.37

36Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika, h. 182-183.

(47)

a. Ketentuan sanksi bagi anak dalam KUHP

Secara teoritis dan secara yuridis penggunaan sanksi pidana bagi anak tetap dimungkinkan, walaupun ditentukan persyaratan-persyaratan yang sangat ketat. Artinya, penjatuhannya harus sangat selektif dan pelaksanaannya harus disesuaikan dengan kondisi si anak. Penggunaan sanksi pidana bagi anak tidak dapat disamakan dengan penggunaan sanksi pidana bagi orang dewasa. Oleh karenanya juga sangat ironis dan tidak dapat dibenarkan apabila ada anak yang menjalani pidana bersamaan dengan orang dewasa.38

Di dalam praktek, seringkali terjadi anak menjalani pidana bersama dengan orang dewasa atas alasan tidak adanya sel khusus untuk anak atau karena ditempat itu tidak tersedia LP Anak. Praktek penempatan secara bersama antara anak dengan orang dewasa juga sering terjadi selama proses peradilan, misalnya pada tingkat penyidikan di kepolisian dimana tahanan anak seringkali dicampur dengan tahanan orang dewasa atas alasan tidak ada sel khusus untuk anak atau atas alasan terbatasnya ruangan sel.

Secara umum di dalam KUHP terdapat tiga rumusan pasal yang mengatur sanksi pidana terhadap anak, yaitu:

Pasal 45

Dalam hal penuntutan pidana terhadap orang yang belum dewasa karena melakukan suatu perbuatan sebelum umur enam belas tahun hakim dapat menentukan:

Memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya, tanpa pidana apapun atau memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah tanpa pidana apapun, jika perbuatan merupakan kejahatan atau salah satu pelanggaran berdasarkan pasal-pasal 489, 490,

38Koesno Adi, Diversi Tindak Pidana Narkotika Anak (Cet. II; Malang: Setara Press, 2015),

(48)

33

492, 496, 497, 503-505, 514, 517-519, 526, 531, 532, 536, dan 540 serta belum lewat dua tahun sejak dinyatakan bersalah karena melakukan kejahatan atau salah satu pelanggaran tersebut diatas dan putusannya telah menjadi tetap atau menjatuhkan pidana kepada yang bersalah39

Pasal 46

(1) Jika hakim memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah maka ia dimasukkan dalam rumah pendidikan Negara supaya menerima pendidikan dari pemerintah atau dikemudian hari dengan cara lain, atau diserahkan kepada orang tertentu yang bertempat tinggal di Indonesia atau kepada sesuatu badan hokum, yayasan atau lembaga amal yang berkedudukan di Indonesia untuk menyelenggarakan pendidikannya, atau dikemudian hari atas tanggungan pemerintah, atau dengan cara lain dalam kedua hal di atas paling lama sampai orang yang bersalah berusia delapan belas tahun

Pasal 47

(1) Jika hakim menjatuhkan pidana maka maksimum pidana pokok terhadap tindak pidananya dikurangi sepertiga

(2) Jika perbuatan itu merupakan kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun

(3) Pidana tambahan dalam pasal 10 butir b, nomor 1 dan 3 tidak dapat diterapkan.40

Tiga pasal di atas, yaitu Pasal 45 dimana mengatur tentang batas maksimum seorang anak dapat dipertanggungjawabkan atas tindak pidana yang dilakukannya,41 Pasal 46 mengatur tentang aturan administrasi berkaitan dengan

39Republik Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, bab III, pasal 45. 40Republik Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, bab III, Pasal 47.

41Made Sadhi Astuti, “Pemidanaan Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana,” dalam

(49)

apa yang harus dikerjakan hakim setelah ia memberi perintah, bahwa yang bersalah diserahkan kepada pemerintah, dan Pasal 47 yang mengatur tentang pengurangan pidana dalam hal hakim akan menjatuhkan pidana kepada pelaku anak.42

Sejak diundangkannya Undang-Undang Pengadilan Anak ketentuan ketiga pasal tersebut telah dicabut, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 67 Undang Pengadilan Anak yang menyatakan “pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini, maka Pasal 45, Pasal 46 dan Pasal 47 Kitan Undang-Undang-Undang-Undang Hukum Pidana dinyatakan tidak belaku lagi”.

Berdasarkan deskripsi singkat tentang tiga pasal dalam KUHP tersebut di atas, dapat dikemukakan bahwa stelsel sanksi terhadap anak yang ada di dalam KUHP pada intinya adalah sebagai berikut:

a. Adanya kemungkinan purtusan tanpa pemidanaan , sekalipun kesalahan pelaku terbukti. Peluang ini diberikan oleh ketentuan Pasal 45 KUHP. Dengan demikian, ketentuan Pasal 45 KUHP hakikatnya telah memberikan landasan yuridis yang sangat kuat, berkenaan dengan kemungkinan adanya putusan tanpa pemidanaan. Jalan pikiran pembuat KUHP berkaitan dengan ketentuan Pasal 45 KUHP pada dasarnya mudah dimengerti mengingat anak merupakan generasi penerus bangsa yang semestinya memperoleh perlindungan hokum secara baik. Oleh karenanya ketentuan Pasal 45 KUHP tersebut memberikan alternative yang cukup kepada hakim untuk sedapat mungkin menghindarkan anak dari putusan pemidanaan.43

(50)

35

b. Adanya keterlibatan lembaga atau pihak swasta dalam pelaksanaan putusan. Kemungkinan ini diberikan oleh ketentuan Pasal 46 KUHP. Formulasi Pasal 46 KUHP ini pada dasarnya memberikan peluang kepada masyarakat untuk dilibatkan dalam pelaksanaan putusan hakim, khususnya berkaitan dengan pelaksanaan putusan tanpa pemidanaan. Keterlibatan pihak atau lembaga swasta di dalam pelaksanaan agar sedapat mungkin hakim menghindarkan anak dari putusan yang berupa pidana. Sebab, dengan putusan yang demikian Negara dapat melibatkan masyarakat baik secara perorangan maupun secara kelembagaan dalam melaksanaan putusan hakim. Pasal 46 KUHP ini memberikan tiga kemungkinan yaitu diserahkan kepada pemerintah untuk dilakukan pemeliharaan dalam rumah pendidikan Negara, diserahkan kepada pemerintah untuk dilakukan pemeliharaan dalam lembaga atau yayasan swasta, atau diserahkan kepada pemerintah untuk dilakukan pemeliharaan dalam keluarga atau perorangan. Dengan demikian pelaksanaan putusan hakim sangat memberi peluang untuk melibatkan masyarakat, sehingga lebih menegaskan bahwa tanggungjawab pemeliharaan anak bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah semata tetapi dapat dilakukan secara bersama-sama dan gotong royong antara pemerintah dengan lembaga atau yayasan swasta dan atau warga masyarakat.

c. Adanya larangan penjatuhan pidana yang sangat berat kepada pelaku anak, khusunya yang berupa pidana mati dan pidana seumur hidup. Larangan ini ditentuka dalam pasal 47 KUHP.44

(51)

b. Ketentuan sanksi pidana bagi anak dalam Undang-Undang Pengadilan Anak Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak sebagai respon yuridis terhadap persoalan tentang anak merupakan landasan utama dalam penyelesaian terhadap kenakalan anak, namun dalam implementasinya belum terwujud peradilan yang benar-benar menjamin perlindungan kepentingan terbaik terhadap anak yang berhadapan dengan hukum sebagai penerus bangsa.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat karena belum secara komprehensif memberikan perlindungan kepada anak yang berhadapan dengan hukum sehingga perlu diganti dengan Undang-Undang baru; untuk itu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5332), dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3668) yang dilakukan dengan tujuan agar dapat terwujud peradilan yang benar-benar menjamin perlindungan kepentingan terbaik terhadap anak yang berhadapan dengan hukum sebagai penerus bangsa.

Gambar

Tabel 1.1 Jumlah kasus yang masuk di Pengadilan Negeri Makassar mengenai penyalahgunaan Narkotika oleh Anak
Tabel 2.1 Jumlah kasus yang masuk di Polrestabes Makassar mengenai penyalahgunaan narkotika dilakukan oleh anak
Tabel 3.1 Perbandingan dampak yang ditimbulkan sebelum dan sesudah memakai Narkotika

Referensi

Dokumen terkait

Rancangan Jadual dan Mekanisme pembahasan 4 (empat) RUU tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi Agama di Provinsi Maluku Utara, Banten, Bangka Belitung dan Gorontalo

Banyak penelitian yang telah dilakukan berhubungan dengan fasilitas pembelajaran melalui web sebagai bagian dari kegiatan pembelajaran atau perkuliahan tatap muka

Analisa bahan dilakukan terhadap agregat halus (pasir) dan agregat kasar (kerikil). Agregat halus dilakukan Pemeriksaan Kadar Zat Organik, Pemeriksaan Kadar Lumpur,

Dalam kegiatan pengadaan sarana dan prasarana di SMK PGRI Grafika lebih banyak menggunakan dengan cara membeli barang yang berkualitas serta bergaransi.. Penggunaan sarana dan

Dengan demikian X 2 hitung lebih besar dari pada X 2 tabel, sehingga dapat dikatakan bahwa luas lahan yang dikelola mempunyai hubungan nyata dengan tingkat

Dalam aspek program strategis terdapat beberapa hal yang akan dilakukan STAI Terpadu Yogyakarta diantaranya; (a) Meningkatkan kuantitas dan kualitas penelitian dan

Secara kualitatif juga dapat dijelaskan, mengapa suami yang di teliti dalam penelitan ini, karena hal ini sesuai dengan teori Proverawati (2010) yang menyatakan bahwa

Saluran pemasaran Ikan Kakap Merah yang berawal dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Karangsong Kabupaten Indramayu dimulai dengan nelayan yang menjual hasil