• Tidak ada hasil yang ditemukan

Structuring the Authority of the DPD RI as Consistency in the Bicameral System. Penataan Kewenangan DPD RI sebagai Konsistensi Dalam Sistem Bikameral

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Structuring the Authority of the DPD RI as Consistency in the Bicameral System. Penataan Kewenangan DPD RI sebagai Konsistensi Dalam Sistem Bikameral"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Journal of Politics and Policy Volume 2, Number 2, Juni 2020

Structuring the Authority of the DPD RI as Consistency in the

Bicameral System

Penataan Kewenangan DPD RI sebagai Konsistensi Dalam Sistem

Bikameral

Jovano Deivid Oleyver Palenewen Universitas Palangka Raya

Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Indonesia jovano.palenewen@fisip.upr.ac.id

Abstract

One of the ways in which power is exercised in Indonesia lies with the legislative body whose principle of power is an institution that represents society. The constitutional structure of the legislative body, by various groups, says that it uses a bicameral system which has two chambers in carrying out the mandate of representation, namely the DPR and DPD. The implementation of the legislative powers by these two institutions is not balanced with the weakness of the authority possessed by the DPD. While the institutions are the same in the position of representation from each region. So there needs to be an effort in the formulation to increase the role of the DPD in carrying out its duties and responsibilities. This writing uses qualitative methods, with data taken from literature sources. The author tries to build the argument that the exercise of political power carried out by the DPD Ri institution needs to be reorganized in increasing its role to carry out its duties and functions as regional delegates in consistency with the bicameral system.

Keywords: Parliament, DPD, bicameral.

Abstrak

Pelaksanaan kekuaasan di Indonesia salah satunya terletak pada lembaga legislatif yang prinsip kekuasaan sebagai lembaga yang merepresentasikan masyrakat. Struktur katetanegaraan dalam lembaga legislatif, oleh berbagai kalangan banyak menyebutkan menggunakan sistem bikameral yang terdapat dua kamar dalam menjalankan amanat perwakilan yaitu DPR dan DPD. Pelaksanaan tugas kekuasaan legislatif oleh dua lembaga ini tidak berimbang dengan lemahnya Kewenangan yang dimiliki oleh DPD. Sedangkan lembagai sama dalam posisi keterwakilan dari setiap daerah. Sehingga perlu adanya upaya dalam formulasi untuk meningkatkan peran DPD dalam melaksanakan

(2)

tugas dan tanggung jawab. Penulisan ini menggunakan metode kualitatif, dengan data yang diambil dari sumber kepustakaan. Penulis mencoba membangun argumen bahwa pelaksanaan kekuasaan politik yang dilakukan oleh lembaga DPD Ri perlu di tata kembali dalam peningkatan perannya untuk melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai utusan daerah dalam konsistensi dengan sistem bikameral.

Kata Kunci: Parlemen, DPD, bikameral. PENDAHULUAN

Studi ini mengulas tentang kewenangan dari lembaga negara Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia yang berdasarkan pada prinsip sistem bikameral. Banyak kalangan yang menulis tentang penataan kewenanangan DPD RI akan tetapi sebagian besar, mereka mencoba melihat dari aspek hukum tata negara, sedangkan dalam tulisan ini mencoba melihat dari sisi politiknya dengan mengkombinasikan pada sistem bikameral. Kekuasaan dalam suatu negara yang berdasarkan pada pemisahan atau pembagian kekuasaan bagi filsuf eropa Montesqiueu, terdapat lembaga kekuasaan Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. Model kekuasaan ini sebagai bentuk implikasi untuk mencegah kekuasaan yang dispotik. Termasuk didalamnya lembaga legislatif, yang memiliki kekuasaan membuat undang-undang. Legislatif sebagai bagian dari kekuasaan negara memiliki peran besar dalam pengaturan dan jalannya kekuasaan di Negara Indonesia.

Praktek kelembagaan perwakilan yang ada di Indonesia dapat dikategorikan menggunakan sistem Bikameral atau sistem dua kamar, dimana kamar pertama terdapat lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia (DPR RI) sebagai lembaga perwakilan Rakyat dan kamar kedua, DPD sebagai lembaga perwakilan daerah/Utusan Daerah(Wahidin, 2104). Menyangkut pelaksanaan kekuasaan legislatife dalam parlemen, mengalami problem kelembagaan, khususnya lembaga DPD. Persoalan di lembaga DPD, yaitu sangat terbatasnya kewenangan DPD dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai lembaga perwakilan daerah di Tingkat Nasional, seperti dalam fungsi legislasi yang berkaitan dengan dengan kepentingan daerah sedangkan lembaga negara ini memiliki peran penting dalam memajukan sebuah negara yang berbasis pada kemajuan daerah. Apalagi, diketahui bersama format politik penyelenggaraan pemerintahan Indonesia yaitu desentralisasi yang memiliki benang merah dengan optimalisasi dari lembaga DPD RI. Pemahaman tentang fungsionalisasi, dimaksudkan sebagai sebuah deskripsi tentang keberadaan dan akhirnya adalah sebagai kontribusi pemikiran mengenai lembaga Negara yaitu DPD RI dalam peningkatan peran melalui

(3)

sistem bikameral. Terkait dengan fungsionalisasi DPD, tidak akan terlepas kaitannya dengan keberadaan dua lembaga lain yang boleh disebut sama-sama sebagai lembaga perwakilan rakyat yaitu DPR dan MPR. Artinya pembahasan terhadap kinerja DPD dalam konteks yuridis sudah seharusnya pula mengemukakan bagaimana fungsi, tugas dan wewenang DPR dan MPR. Sebagaimana menurut Syamsul Wahidin(2014) hal ini disebabkan bahwa keanggotaan DPD dan DPR yang kemudian langsung di dalam MPR sehingga fungsionalisasi di dalam DPD akan menentukan pula terhadap fungsionalisasi kedua lembaga lainnya. Sehingga diperlukan pemikiran yang konsisten dalam mengurai persoalan di lembaga DPD RI.

METODE

Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini yaitu penelitan Kualitatif. Hal ini dipilih karena lebih cocok digunakan untuk menjelaskan secara deskriptif atas suatu realitas politik di Indonesia khususnya menyangkut kewenangan DPD dalam sistem bikameral. Sebab Salah satu tujuan dari penelitian kualitatif yaitu kontekstual, untuk memaparkan sebuah fenomena yang terjadi (Ritchie dan Lewis, 2003). Teknik pengumpulan data dalam studi ini dengan menggunakan studi literature, dari berbagai data sekunder seperti buku, jurnal dan berita yang dijadikan sumber data dalam penulisan ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemahaman Bikameral

Praktek model demokrasi di suatu negara dapat digambarkan baik secara langsung (demokrasi langsung) maupun tidak langsung (demokrasi tidak langsung). Khusus demokrasi tidak langsung maka berimplikasi pada adanya sebuah lembaga perwakilan yang berfungsi untuk menjembatani kepentingan masyarakat terhadap negara, begitu juga sebaliknya. Sehingga sebagaimana menurut Deliar Noor (1990) bahwa dalam kehidupan berbangsa bernegara, demorasi pengertian bahwa pada tingkat terakhir, rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok yang mengenai kehidupanya, termasuk dalam menilai kebijaksanaan pemerintahan negara, yang oleh karena kebijaksanaan tersebut menentukan kehidupan rakyat. Secara konseptual dalam lembaga perwakilan terdapat beberapa sistem kamar, salah satunya yaitu sistem bikameral. Sistem ini menggambarkan bahwa dimana dalam lembaga perwakilan terdapat dua kamar lembaga perwakilan. Dalam masing-masing kamar perwakilan

(4)

berfungsi mewakili Orang dan Ruang. Perwakilan Orang dipahami sebagai perwakilan dari rakyat dengan daerah pemilihannya secara umum berdasarkan pada pertimbangan jumlah penduduk seperti DPR RI dan Perwakilan ruang dengan daerah pemilihannya berdasarkan pada wilayah, atau bisa dipahami sebagai perwakilan daerah seperti DPD Ri. Kalangan yang lain juga menyebutkan konsep bikameral terdapat kamar pertama yang terdiri perwakilan dari rakyat dan kamar kedua kebanyakan negara di dunia memposisikan sebagai kamar perwakilan daerah.

Menurut Arend Lijphart (1984), dalam praktek di negara demokrasi terdapat dua

model demokrasi, yaitu Model Demokrasi Westminster (Westminster Model of

Democracy) atau Majoritarian dan Model Demokrasi Konsensus (Consensus Model of Democracy) atau Model Proporsional. Model pertama model Westminster yang berkaca dari sistem politik Inggris, mencoba memberi pemahaman bahwa kekuasaan mayoritas menjadi prioritas dalam menjalankan kekuasaan. Selanjutnya menyangkut prinsip parlemen adanya asimetris bikameral. Model kedua, model konsensus, yang bercorak pada pembagian kekuasaan eksekutif, pemisahaan kekuasaan dan sistem multi partai. Selanjutnya prinsip parlemen adanya bikameralisme yang seimbang dan perwakilan proporsional. Dalam penerapan model demokrasi bagi Lijphart, terdapat banyak cara untuk mensukseskan demokrasi tersebut dengan memperhatikan konteks dari sebuah negara. Seperti seumpama Majotarian Democracy, lebih tepat untuk masyarakat yang

homogen, begitupun model concensus democracy yang cocok untuk masyrakat

heterogen atau pluralitas. Selanjutnya dari sisi lain demokrasi westminster

menghendaki agar konsentrasi dari kekuasaan legislatif ke dalam singel chamber

sedangkan model concencus kepada suatu kekuasaan legislatif bikameral dengan kekuasaan yang dibagi dua secara sama atau secara berbeda dalam kamar-kamar. Bikameralisme juga bagi Lijphart merupakan suatu dikotomi dari kategori sistem parlemen yang ditandai adanya dua kamar. Dimana kamar pertama (lower house) biasanya selalu lebih penting dari kamar kedua (upper house). Sehingga bagi Arend Lijphart dikotomi ini menimbulkan adanya bikameral kuat dan bikameral lemah, yang nampak dalam ciri-ciri berikut.

1. Kekuasaan yang diberikan secara formal oleh konstitusi terhadap kedua kamar tersebut;

2. Kepentingan politik yang sesungguhnya dari kamar kedua tidak hanya tergantung dari kekuasaan formalnya, tetapi bagaimana juga seleksi mereka;

(5)

3. Adanya perbedaan mencolok antara 2 kamar legislatif, seperti kamar kedua dipilih dengan corak yang berbeda dengan kamar pertama.

Pada bagian di atas menjelaskan bahwa adanya sifat yang simetris dari kedua kamar, jika konstitusi memberikan kekuasaan yang sama pada kedua kamar atau lembaga tersebut. Selanjutnya adanya sifat asimetris, jika konstitusi tidak memberikan kewenangan yang sama kepada kedua kamar. Hal ini juga sejalan yang disampaikan oleh Andrew Ellis (2001) bahwa bangunan parlemen bicameral terdapat, pertama bikameral kuat, yang pembuatan undang-undangnya biasanya dimulai dari majelis manapun, dan harus dipertimbangkan oleh kedua majelis dalam forum yang sama sebelum disahkan. Kedua bikameral lemah terdapat majelis satu yang lebih tinggi dibanding majelis yang lain.

Bikameral sebagai sebuah sistem kamar dalam parlemen merupakan sebuah sistem yang cukup ideal bagi negara-negara yang memaksimalkan proses legislasi. Penerapan ini berlaku baik pada negara federal maupun kesatuan. Selain Negara federal yang menurut para pemikir cocok untuk sistem bikamaral, Negara kesatuan juga adalah Negara yang ideal menjadikan sistem bikameral sebagai model parelemennya apalagi, ditambah negara kesatuan terdapat konteks wilayah yang luas, masyrakat yang plural dan kultur yang beragam yang secara implisit sinkron dengan demokrasi konsensus.

DPD RI menurut UUD 1945

DPD RI adalah singkatan dari Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, secara umum digambarkan sebagai lembaga perwakilan daerah di tingkat pusat. Setiap daerah pemilihan mengutus wakilnya 4 Orang melalui mekanisme pemilu. Penentuan daerah pemilihan bergayakan model distrik, yaitu setiap daerah provinsi. Jadi secara sederhana jumlah anggota DPD Ri yaitu 4 Orang perwakilan setiap daerah dikali 34 Provinsi yaitu 136 Anggota. Jumlah Anggota DPD tidak lebih dari 1/3 jumlah anggota DPR. Dalam kelembagaan, DPD sebagai lembaga perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai lembaga negara. Dalam bersidang, sedikitnya sekali dalam setahun.

Konstitusi menyampaikan DPD:

1. Dapat mengajukan kepada DPR, rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya

(6)

ekonomi lainnya, serta berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

2. Ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, serta memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama.

3. Dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai

otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan dan agama, serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindak lanjuti.

Berangkat dari perintah konstitusi tentang DPD, dapat dilihat secara umum bahwa DPD berfungsi yaitu untuk mengajukan usul, ikut dalam pembahasan dan memberikan pertimbangan yang berkaitan dengan bidang legislasi tertentu dan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang tertentu (Wahidin, 2014).

Problem Kewenangan DPD

Pasca amandemen UUD 1945, kelembagaan DPD di dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, saat ini sebenarnya dapat disebut sedang bermasalah dalam ketatanegaraan. Menurut Wahidin (2014) masalah yang dihadapi adalah tentang kedudukannya sebagai pemegang kedaulatan rakyat atas UUD 1945. Masalah itu misalnya terkait dengan batasan produk hukum sebagai outputnya, kinerja yang didasarkan pada kuorum, sifat mengikat dan daya laku dari produk hukum. Sementara itu lembaga DPR juga dapat dinyatakan sebagai lembaga superbody dari lembaga negara legislatif lainnya. Kenyataan menunjukan pasca amandemen UUD 1945, kedudukan DPR secara politis semakin kuat, dan hal ini tercermin dari hampir selalu akomodasikannya kehendak DPR oleh pemerintah. Namun permasalahan ini tak diungkap secara keseluruhan terutama dalam kaitannya dengan peraturan sebagai dasar kekuasaan DPD.

Selain juga yang disampaikan diatas ada faktor lain yang menyebabkan ketidak leluasaan DPD menjalankan tugas fungsi dan kewenangan yaitu mengenai sistem kamar

(7)

yang masih tumpang tindih. Ketidakjelasan ini berdampak dalam kewenangan yang dimiliki oleh lembaga DPD, Sebagaimana yang disampaikan oleh Wahidin (2014) Amandemen terhadap 1945 membawa konsekuensi pada perubahan rumusan UUD 1945 yang secara mendasar telah mengubah struktur parlemen indonesia. Secara teoritik, ketika sebelum di Amandemen struktur parlemen kita kita itu satu kamar ( uni cameral system) tapi ada pula yang menyebutkan satu kamar setengah. Berjalannya waktu dalam penataan struktur ketatanegaraan negara republik Indonesia, maka di amandemen UUD 1945 dan digambarkan bahwa struktur parlemen kita menggunakan sistem dua kamar (bicameral system), yaitu terdapat dua lembaga negara yaitu DPD + DPR. Akan tetapi dalam penerapan praktek menyangkut tugas dan kewenagan yang dilakukan oleh kedua lembaga ini, menunjukan bahwa yang memiliki kekuatan dan parlemen atau kekuasaan legislatif yaitu hanya DPR, sedangkan DPD hanya menjadi lembaga negara pelengkap dalam kekuasaan legislatif di Indonesia karena tidak memiliki kapasitas yang cukup yang dituangkan dalam tugas dan kewenagan, sedangkan lembaga ini dibentuk dan dipahami sebagai lembaga negara yang sangat penting untuk membawa asprasi dan kepentingan daerahnya masing-masing ke tingkat pusat guna kembali kesejahteraan bagi masyarakat negara Indonesia.

Pelaksanaan dari lembaga politik dengan kewenangan yang terbatas di DPD menimbulkan reaksi yang cukup beragam dari ilmuan dan kalangan lainnya untuk menata kewenangan. Ada yang menyebutkan bahwa lembaga ini seperti impoten, ada yang menyebutkan tidak mempunyai taring dan bahkan hanya menjadi pajangan di lembaga legislatif. Menurut Arend Lijphart(1984) jika terjadi ketidakseimbangan fungsi antara kamar pertama dan kamar kedua atau, kamar pertama lebih tinggi dari kamar kedua maka ini merupakan bentuk majotarian democracy yang dimana model ini sebagai adopsi dari satu model demokrasi yang cocok dipakai oleh negara yang memiliki konteks masyrakat homogen. Sehingga hal ini tidak akan relevan dengan kondisi yang ada di Indonesia yang sifat masyrakat sangat plural, yang seharusnya memakai prinsip demokrasi konsensus yang memiliki karakter bikameral yang seimbang. Kewenagan yang terbatas ini disebabkan dengan konstitusi yang membatasi ruang gerak DPD. Terbentuknya lembaga ini memang untuk menjawab kebutuhan dalam parlemen untuk keterwakilan atas daerah supaya memperjuangkan kepentingan daerah akan tetapi bagi sebagian akademisi dan politisi lembaga perwakilan ini hanya sebagai lembaga pelengkap untuk sinkronisasi dengan prinsip desentralisasi. Hal ini juga, Jika berkaca pada beberapa waktu yang lalu, kewenangan DPD di batasi oleh

(8)

Peraturan Perundang-Undangan mengenai Parlemen yaitu, Undang-Undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) dalam proses politik di DPR, para politisi di DPR membuat satu peraturan yang betul-betul membatasi ruang gerak dari DPD, termasuk menyangkut bidang legislasi. DPD tidak mempunyai kewenangan dalam pembuatan aturan dalam bidang tugasnya. Pembatasan dari segi kedudukan dan kewenangan ini, dapat dilihat dari faktor kewenangan yang diatur oleh konstitusi (UUD 1945) , Perundang-Undangan dan Pengaturan sistem bikameral yang tidak kuat mewarnai struktur parlemen.

DPD RI sebagai Konsistensi bikameral

Sistem bikameral mengisyaratkan terdapat dua lembaga perwakilan politik dalam parlemen. Bikameral digunakan pertama kali oleh Jeremy Bentham bertujuan bahwa di dalam lembaga parlemen terdapat keseimbangan antar lembaga, baik lembaga perwakilan orang (DPR RI) dan lembaga perwakilan daerah(DPD RI). Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara sehendaknya akan menjadi aturan main yang jelas dalam sistem kekuasaan parlemen khususnya penguatan kepada sistem bikameral. Sistem bikameral yang dipakai di setiap negara tentunya berdasar pada pertimbangan tertentu yang secara komprehensif dapat menjaring setiap aspirasi dari warga negara. Tujuan ini untuk menjadi saluran penghubung yang baik antara negara dengan masyrakat.

Terjadinya transisi politik dari orde baru ke masa reformasi, bukan hanya di maknai sebagai transfer kekuasaan akan tetapi juga transisi ini sekaligus merubah bangunan struktur ketatanegaraan dalam parlemen yang oleh berbagai kalangan menyebut dari sistem unikameral menjadi bikameral. Salah satu perubahan ini adalah dibentuknya lembaga DPD sebagai lembaga perwakilan daerah untuk membawa dan memperjuangkan kepentingan secara nasional. Pembentukan lembaga ini maka mengisyratkan sistem dua kamar harus berjalan dengan baik, tanpa ada satu lembaga perwakilan yang lebih dibanding dengan lembaga perwakilan lainnya. Meski dalam praktek politik saat ini di Indonesia tidak demikian, dimana satu lembaga lebih unggul yaitu DPR RI dibanding DPD RI. Gambaran ini menunjuk pada DPD RI belum memilik kapasitas / kewenangan yang kuat dalam menjalan tugasnya dibanding DPR RI yang kewenangannya bisa dikatakan powerfull bahkan semakin Nampak menjadi superbody. Maka perlu ada upaya politik untuk kembali pada penguatan sistem bikameral dalam wajah parlemen kita dengan penataan kewenangan dari DPD RI.

(9)

Penataan kewenangan DPD RIM sebagai langkah yang dipilih yaitu menggunakan sistem bikameral murni. Sehingga menurut Daeng Naja, yang dimaksud dengan bikameral adalah terdapat wakil orang dan ruang, di dalam suatu parlemen, yang diwujudkan dalam suatu lembaga, baik untuk wakil orang dan wakil ruang (Pito dkk, 2006: 114). Selanjutnya Andrews mengemukakan beberapa alasan mengapa memilih bikameral :

1. Untuk membangun sebuah mekanisme pengawasan dan keseimbangan (chek

and balances) serta untuk pembahasan sekali lagi dalam bidang legislatif, 2. Untuk membentuk perwakilan guna menampung kepentingan tertentu yang

biasanya tidak cukup terwakili oleh majelis pertama secara khusus, bikameralisme telah digunakan untuk menjamin perwakilan yang memadai bagi daerah-daerah di dalam lembaga legislatif. Hasil dari kesenjangan representasi di majelis kedua amat bervariasi di dalam sistem dunia.

Penguatan sistem Bikameral adalah tawaran yang baik untuk dilakukan dalam penguatan kapasitas dari DPD. Wheare K. C mengatakan Bikameral menghadirkan tidak banya masalah jika kedua kamar benar-benar terpilih atas garis yang sama. Maksudnya bikameral akan menjadi baik jika kedua lembaga adalah keanggotaanya terpilih dari proses pemilihan yang sama yaitu melalui mekanisme pemilu. Kita bisa juga melihat keuntungan dari sistem bikameral dalam penguatan DPD , yaitu kemampuan anggota untuk :

➢ Secara resmi mewakili beragam pemilih

➢ Memfasilitasi pendekatan yang bersifat musyawarah terhadap penyususnan undang-undang

➢ Dengan adanyan perwakilan ganda diharapkan bisa ditekannya dominasi

kelompok mayoritas dalam masyarakat maupun potensi tirani partai yang berkuasa yang bisa muncul di lembaga parlemen

➢ Sementara dalam relasi kekuasaan, parlemen bikameral bisa menjadi cara efektif untuk mencegah mudahnya tergelincir kepentingan penguasa.

➢ Melakukan pengawasan lebih baik kepada eksekutif.

Berangkat dari keuntungan merupakan tawaran dalam penguatan sistem bikameral di Indonesia, dengan mendorong pada peguatan kapasitas DPD RI. Ada berbagai upaya yang bisa dilakukan dalam penataan ini, Pertama, Amandemen Konstitusi 1945, dengan

(10)

mengamandemen konstitusi, maka tugas dan fungsi dari lembaga DPD RI bisa diperjelas dan ditingkatkan kewenangannya menjadi seimbang dengan DPR RI. Kedua, Penguatan dalam regulasi DPD RI dalam kapasitasnya, seperti UU MD3. Ketiga, Adanya pemahaman dan kemauan bersama dari setiap aktor politik di Indonesia dalam memperkuat kewenangan dari DPD RI, sebagai bagian penting dalam sistem politik di Indonesia. Dengan upaya ini, secara sadar menimbulkan dampak positif pada penguatan domokratisasi di Indonesia.

Perwujudan konsistensi konsep bikameral yang kuat diyakini mampu memperkuat kapasitas DPD RI terlebih khusus dalam bidang legislasi dan anggaran. Sebab DPD merupakan lembaga representasi masyrakat daerah atau sebagai lembaga perwakilan daerah yang menjadi lembaga negara, yang perlu dihormati dan dijunjung akan tugas dan kewenangannya dalam tercapainya cita-cita serta tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

KESIMPULAN

Negara demokrasi adalah negara yang menjunjung aspek kedaulatan masyarakat termasuk lembaga parlemen. Sistem bikameral sebagai bentuk sistem dua kamar dalam parlemen, mengisyarat berfungsinya dengan baik setiap kamar. Sistem bikameral kuat sebagai upaya untuk menata sistem politik khususnya di lembaga legislatif. Masa reformasi dibentuk DPD RI untuk menjawab kebutuhan masyarakat dan daerah, sebagai lembaga negara yang terdapat para wakil daerah untuk memperjuangkan setiap aspirasi daerah. akan tetapi dalam praktek politik yang terjadi, DPD RI dalam menjalankan tugasnya tidak optimal dengan terbatasnya kewenangan yang diatur dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan. Sehingga perlu ada upaya kongkrit dalam penguatan sistem bikameral dengan menata kewenangan dari DPD RI, baik dalam bentuk amandemen konstitusi, revisi undang-undang serta kesepakatan setiap aktor politik dalam mengoptimalkan kewenangan DPD RI. Penguatan kepada lembaga DPD RI dalam menjalankan tugas dan fungsi tentu berimplikasi baik di masa transisi politik Indonesia dalam mengkonsolidasikan demokrasi.

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Deliar Noer. (1990). Pengantar Ke Arah Pemikiran Politik. Jakarta: Rajawali

Eliis, Andrew. (2001). “Lembaga Legislatif Bikameral? Sebuah Agenda dan Beberapa

Pertanyaan”. makalah. Jakarta

Isharyanto. (2006). Menengok Watak Parlemen Bikameral Di Indonesia. Yustisia Lijphart, Arend. (1984). Democracies : Patterns of Majoritarian and Concensus

Government in Twenty-One Century. Yale University Press Pito dkk. (2006). Mengenal Teori-Teori Politik. Nuansa

Ritchie, jane. Lewis, Jane. (2003). Qualitative Research Practice: A Guide for Social Science. Sage Pub

Wahidin, Samsul. (2014). Distribusi Kekuasaan Negara Indonesia. Pustaka Pelajar. Undang-Undang Dasar 1945

(12)

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mahasiswa yang akan mengambil Tugas Akhir dengan Outline Perancangan Sistem Berorientasi Objek mahasiswa wajib melakukan riset keperusahaan atau

[r]

Untuk setiap subklasifikasi yang dimiliki, nilai kumulatif Untuk setiap subklasifikasi yang dimiliki, nilai kumulatif Untuk setiap subklasifikasi yang dimiliki, nilai kumulatif

Tujuan dalam menggunakan metode time weight rate of retrun adalah untuk mengetahui kinerja historis dari periode tertentu dari suatu reksa dana sedangkan tujuan metode Sharpe

[r]

Hal ini membuktikan bahwa semakin besar nilai pasar asset maka semakin besar pula kerelaan investor untuk mengeluarkan pengorbanan yang lebih untuk memiliki perusahaan

dirumuskan sedemikian rupa sehingga meliputi perbuatan-perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi secara “melawan hukum” dalam pengertian formil

Namun kadar TDS dan ammonium masih relatif tinggi (Gambar 3.a) Penanaman vegetasi riparian sepanjang 275 m selama 50 hari telah mampu meningkatkan kualitas air