Laporan Akhir |ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL 8-1
8
LINGKUNGAN dan SOSIAL
ASPEK
8.1. Aspek Lingkungan
Konsep dasar pembangunan yang mendasari dan dijadikan acuan dalam penyusunan rencana
dan pelaksanaan pembangunan bidang keciptakaryaan, yang tertuang dalam Rencana Terpadu
dan Program Investasi Inrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) bidang PU/Cipta Karya Kota
Tebing Tinggi adalah konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Safeguard pada Bidang Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum memiliki program dan kegiatan
yang bertujuan untuk mencapai kondisi, masyarakat hidup sehat dan sejahtera dalam lingkungan
yang bebas, dari pencemaran air limbah permukiman. Air limbah yang dimaksud adalah air limbah
permukiman (municipal wastewater) yang terdiri atas air limbah domestik (rumah tangga) yang
berasal dari air sisa mandi, cuci, dapur dan tinja manusia dari lingkungan permukiman serta air
limbah industri rumah tangga yang tidak mengandung Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Air
limbah permukiman ini perlu dikelola agar tidak menimbulkan dampak seperti mencemari air
permukaan dan air tanah, karena sangat beresiko menimbulkan penyakit seperti diare, thypus,
kolera.
Berdasarkan konsep dan pengertian pembangunan berkelanjutan, maka pembangunan bidang
Keciptakaryaan di Kota Tebing Tinggi (RPI2-JM) harus memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Harus dapat menggambarkan adanya kemampuan jangka panjang dari Pemerintah Kota
Tebing Tinggi.
2. Berdasarkan karakteristik ini, maka lingkungan harus dibangun menjadi lebih layak huni;
ekosistem menjadi lebih sehat; pembangunan ekonomi dan sarana-prasarana menjadi
lebih responsif terhadap kebutuhan daerah lebih daripada kepentingan, kebutuhan dan
keuntungan sekelompok elit masyarakat.
Laporan Akhir |ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL 8-2
4. Harus mengaitkan kepentingan lokal dengan kepentingan regional dan global.
5. Merupakan suatu proses yang dinamis, sehingga perencanaannya (RPI2-JM) juga harus
fleksibel dan merangsang masyarakat untuk berpartisipasi
Berkaitan dengan karakteristik-karakteristik pembangunan berkelanjutan di atas, maka safeguard
lingkungan dan sosial pada hakekatnya bertujuan untuk memastikan bahwa
karakteristik-karakteristik tersebut dapat terpenuhi, baik dalam tahap perencanaan maupun dalam tahap
pelaksanaan pembangunan di bidang keciptakaryaan di Kota Tebing Tinggi. Dengan terpenuhinya
karakteristik-karakteristik tersebut, maka berbagai dampak negatif lingkungan, sosial dan ekonomi
yang muncul akibat adanya rencana program investasi bidang Keciptakaryaan di Kota Tebing
Tinggi dapat diminimalisir atau bahkan dieliminir, baik pada saat pra pelaksanaan/konstruksi,
pelaksanaan/konstruksi maupun pada saat pasca pelaksanaan/konstruksi.
Secara umum, safeguard sosial dan lingkungan diartikan sebagai usaha perlindungan masyarakat
dari dampak investasi Bidang Cipta Karya di Kota Tebing Tinggi, baik dari investasi sub bidang air
minum, persampahan, drainase, air limbah, pengembangan permukiman dan penataan bangunan
lingkungan.
Seluruh program investasi infrastruktur Bidang PU/Cipta Karya yang diusulkan Pemerintah Kota
Tebing Tinggi harus sesuai dan memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Penilaian lingkungan (environment assessment) dan rencana mitigasi dampak sub proyek,
dirumuskan dalam bentuk:
Upaya pengelolaan lingkungan (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan (UPL);
Standar Operasi Baku (SOP); Tergantung pada kategori dampak sub proyek yang
dimaksud.
Analisis mengenai Dampak Iingkungan (AMDAL) atau Analisis Dampak Lingkungan
(ANDAL) dikombinasikan dengan rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana
Pemantauan Lingkungan (RPL)
Tergantung pada kategori dampak sub proyek yang dimaksud.
2. AMDAL harus dilihat sebagai alat peningkatan kualitas lingkungan. Format AMDAL atau
UKL/UPL merupakan bagian tidak terpisahkan dan analisis teknis, ekonomi, sosial,
kelembagaan dan keuangan sub proyek;
3. Menghindari atau meminimalkan dampak negatif terhadap Iingkungan dan dirancang untuk
Laporan Akhir |ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL 8-3
4. Menghindari Sub proyek yang diperkirakan dapat berdampak negatif yang besar terhadap
Iingkungan, dan dampak tersebut tidak dapat ditanggulangi melalui rancangan dan konstruksi
sedemikian rupa, harus dilengkapi dengan AMDAL;
5. Usulan program investasi infrastruktur bidang PU Cipta Karya tidak dapat dipergunakan
mendukung kegiatan yang mengakibatkan dampak negatif terhadap habitat alamiah, warga
terasing dan rentan, wilayah yang dilindungi, alur laut intemasional atau kawasan sengketa.
Disamping itu usulan RPI2-JM juga tidak membiayai pembelian, produksi atau penggunaan:
Bahan-bahan yang merusak ozon, seperti tembakau, dll.
Bahan/material yang termasuk dalam kategori B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya) tidak
membiayai kegiatan yang menggunakan, menghasilkan, menyimpan atau mengangkut
bahan/material beracun, korosif atau ekplosif atau bahan/material yang termasuk kategori
B3.
Pestisida, herbisida, dan insektisida.
Kekayaan budaya RPI2-JM bidang infrastruktur PU/Cipta Karya tidak membiayai kegiatan
yang dapat merusak atau menghancurkan kekayaan budaya baik berupa benda dan
budaya atau lokasi yang dianggap sakral/memiliki nilai spiritual.
Penebangan kayu, RPI2-JM bidang infrastruktur PU/Cipta Karya tidak membiayai kegiatan
yang terkait dengan kegiatan penebangan kayu atau pengadaan peralatan penebangan
kayu.
8.8.1 Pemrakarsa Kegiatan.
Kegiatan Safeguard Lingkungan di Kota Tebing Tinggi dirumuskan dan diprakarsai oleh Badan
Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Tebing TInggi yang bertanggung jawab untuk
melaksanakan:
Perumusan KA ANDAL, draft ANDAL dan RKL/RPL atau draft UKL/UPL, melaksanakan
serta melakukan pemantauan pelaksanaannya dibantu Kantor Lingkungan Hidup Kota
Tebing Tinggi.
Konsultasi dengan warga yang potensial dipengaruhi dampak Iingkungan atau PAP dalam
forum stakeholder yang mencakup: ringkasan tujuan, rincian, dan gambaran menyeluruh
potensi dampaknya safeguard Lingkungan.
Melaporkan pelaksanaan dan pemantauan RKL/RPL kepada Kantor Lingkungan Hidup ;
Keterbukaan informasi mengenai draft ANDAL dan RKL/RPL atau UKL/UPL pada
Laporan Akhir |ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL 8-4
Penanganan keluhan publik secara transparan sebelum kegiatan dimulai dan jika keluhan
disampaikan sebelum/selama/masa operasi kegiatan kontruksi maka keluhan perlu
ditangani secara musyawarah antara pemrakarsa kegiatan dengan pihak-pihak yang
mengajukan keluhan.
8.1.2 Bappedalda
Menurut SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 8612003, Dinas/Instansi yang berkecimpung
dalam masalah Iingkungan hidup bertanggung jawab untuk mengkaji dan memberikan persetujuan
terhadap UPL/UKL yang dirumuskan oleh pemrakarsa kegiatan.
Dalam pelaksanaan RPI2-JM, Kantor Lingkungan Hidup juga bertanggung jawab untuk melakukan
supervisi pelaksanaan RKL/RPL serta melakukan pemantauan terhadap Iingkungan secara umum.
Di Kabupaten Sedang Bedagai, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda)
merupakan anggota tetap Komisi AMDAL yang berwenang dan bertanggung jawab untuk
melakukan:
Kajian dan persetujuan terhadap KA-AMDAL, AMDAL dan RKL/RPL yang dirumuskan
oleh pemrakarsa kegiatan;
Penyampaian laporan hasil kajian yang dilakukan kepada Walikota/Bupati yang
bersangkutan (sesuai dengan PP No. 271 tahun 1999 mengenai AMDAL, pasal 8, dalam
RPIJM yang dimaksudkan sebagai Komisi AMDAL adalah Komisi AMDAL tingkat
Kabupaten/Kota).
8.2. Aspek Sosial
8.2.1 Sosial Ekonomi
1. Advokasi masyarakat untuk menimbulkan keyakinan bahwa pembangunan Bidang Cipta
Karya adalah sangat dibutuhkan oleh masyarakat umum. Sosialisasi program
pengamanan kegiatan ekonomi atas dampak yang ditimbulkan oleh pembangunan Bidang
Cipta Karya yang membutuhkan lahan milik masyarakat.
2. Pengamanan kegiatan produktif masyarakat yang lahannya terkena pembangunan Bidang
Cipta Karya.
3. Pengamanan sistem ekonomi lokal, pada wilayah yang terkena dampak pembangunan
Laporan Akhir |ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL 8-5
4. Kesepakatan kompensasi atas kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh kegiatan
pembangunan Bidang Cipta Karya.
5. Pemberdayaan ekonomi kelompok masyarakat yang terkena dampak pembangunan
Bidang Cipta Karya.
8.2.2 Sosial Budaya
1. Advokasi masyarakat untuk menimbulkan keyakinan bahwa pembangunan Bidang Cipta
Karya adalah sangat dibutuhkan oleh masyarakat umum.
2. Sosialisasi program pengamanan sosial atas dampak yang ditimbulkan oleh
pembangunan Bidang Cipta Karya yang membutuhkan lahan milik masyarakat, yaitu
program re-settlement (pemukiman kembali) atau konsolidasi lahan.
3. Kesepakatan biaya penggantian lahan atas lahan yang digunakan untuk pembangunan
Bidang Cipta Karya.
4. Kesepakatan pemukiman kembali atau konsolidasi lahan atas masyarakat yang
lahannya digunakan oleh pembangunan bidang Cipta Karya.
5. Pemberdayaan masyarakat.
8.3. Aspek Sosial Pada Perencanaan dan Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya.
8.3.1. Sub Bidang Air Minum
Dari hasil analisa teknis, pembangunan sumber air baku, pemipaan baik transmisi maupun
distribusi tidak akan mengambil lahan masyarakat.
Selain itu lahan yang digunakan untuk pembuatan sumur bor sebagian merupakan hibah dari
masyarakat, sehingga tidak perlu ada penggantian lahan maupun re-settlment penduduk.
Disimpulkan bahwa investasi Sub Bidang Air Minum tidak akan menimbulkan dampak negatif, baik
dari segi lingkungan, sosial. Sehingga pengelolaan safeguard sosial dan lingkungan investasi Sub
Bidang Air Minum hanya dalam bentuk Program Pemberdayaan Masyarakat dan
kementerian/lembaga.
8.3.2. Sub Bidang Air Limbah
Investasi sistem terpusat (off site) memerlukan studi AMDAL. Pembangunan fisik untuk sistem
Laporan Akhir |ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL 8-6 permukiman sehingga studi AMDAL harus dilakukan. Sehingga pengelolaan safeguard sosial dan
lingkungan investasi Sub Bidang Air Limbah hanya dalam bentuk Program Pemberdayaan
Masyarakat dan anggaran dari kementerian/lembaga.
8.3.3. Sub Bidang Persampahan
Pembelian lahan diupayakan membeli lahan kebun milik PT. Perkebunan Nusantara (BUMN),
sehingga tidak memerlukan re-settlement maupun konsolidasi lahan. Pengelolaan dan
pemantauan dampak di seputar lokasi TPA akan dilaksanakan berdasarkan hasil Studi AMDAL
dan RKL dan RPL.
8.3.4. Sub Bidang Drainase
Pembangunan saluran induk baru memerlukan lahan, untuk itu dilakukan pembelian lahan
sepanjang rencana saluran induk baru.
Berdasarkan hasil identifikasi didapat bahwa tidak ada aktivitas ekonomi sepanjang calon saluran
tersebut, sehingga tidak diperlukan program pemberdayaan ekonomi sebagai kompensasi atas
hilangnya mata pencaharian masyarakat. Selain itu, pembebasan lahan tidak akan mengakibatkan
hilangnya rumah tinggal masyarakat, sehingga tidak memerlukan program re-settlment maupun
konsolidasi lahan.
8.3.5. Sub Bidang Penataan Bangunan dan Lingkungan
Khusus untuk investasi pada Sub Bidang Penataan Bangunan Lingkungan, tidak ada program
yang bersifat fisik yang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, sosial dan
ekonomi masyarakat.
8.3.6. Sub Bidang Permukiman
Program Penataan dan Peremajaan Kawasan di Kawasan permukiman kumuh dan padat
penduduk, justru menghasilkan dampak positif. Jadi program ini sekaligus merupakan safeguard
lingkungan sosial dan ekonomi bagi masyarakat. Guna meningkatkan efektivitas program tersebut,
kegiatan penataan dan peremajaan kawasan didukung oleh program pemberdayaan masyarakat
Laporan Akhir |ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL 8-7
Program Pematangan Tanah untuk KASIBA – LISIBA di kawasan pengembangan baru yang
berada di Tanjung Marulak Kelurahan Bajenis memerlukan pembelian lahan lagi, dan memerlukan
re-settlement maupun konsolidasi lahan. Untuk konsolidasi tersebut diperlukan:
1. Sosialisasi program konsolidasi lahan
2. Kesepakatan konsolidasi lahan
3. Program pemberdayaan ekonomi selama proses konsolidasi itu berlangsung.
8.4. Safeguard Pengadaan Tanah dan Permukiman Kembali
Kegiatan Safeguard Pengadaan Pengadaan Tanah dan Permukiman Kembali biasanya terjadi jika
kegiatan investasi berlokasi di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau ditempati oleh
swasta/masyarakat selama lebih dari . satu tahun.
Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk
meningkatkan, memperbaiki pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak
kegiatan pengadaan tanah.
Pengadaan tanah dan pemukiman kembali atau land acquisition and resettlement untuk kegiatan
RPI2-JM mengacu pada.prinsip-prinsip berikut:
1. Transparan, kegiatan harus diinformasikan secara transparan kepada pihak yang terkena
dampak, mencakup: daftar warga, aset (tanah, bangunan, tanaman, dll) yang terkena
dampak;
2. Partisipatif, Warga yang berpotensi terkena dampak/dipindahkan (DP) harus terlibat dalam
seluruhtahap perencanaan proyek, seperti: penentuan lokasi proyek, jumlah dan bentuk
kompensasi/ganti rugi, serta lokasi tempat pemukiman kembali;
3. Adil, Pengadaan tanah tidak memperburuk kondisi kehidupan DP. Warga tersebut memiliki
hak untuk mendapatkan ganti rugi yang memadai yang setara dengan harga pasar tanah
dan asetnya termasuk biaya pindah, pengurusan surat tanah, dan pajak, dan diberi
kesempatan untuk mengkaji rencana pengadaan tanah.
4. Warga yang terkena dampak harus sepakat atas ganti rugi yang ditetapkan.
5. Kontribusi/hibah tanah secara sukarela hanya dapat dilakukan bila :
DP mendapatkan manfaat yang lebih besar dibanding harga tanah miliknya
Laporan Akhir |ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL 8-8 Kesepakatan kontribusi sukarela tersebut harus ditandatangani kedua belah pihak setelah DP
melakukan diskusi secara terpisah. Safeguard Monitoring Team atau SMT harus dapat menjamin
bahwa tidak ada tekanan pada DP untuk melakukan kontribusi tanah secara sukarela. Persetujuan
tersebut harus didokumentasikan secara formal;
1. Kegiatan investasi harus sudah menentukan batas lahan yang diperlukan, jumlah warga
yang terkena dampak, pendapatan serta status pekerjaan DP, harga pasaran tanah yang
diusulkan oleh pemrakarsa kegiatan dan didukung oleh NJOP sebelum pembebasan
tanah;
2. Kegiatan yang mengakibatkan dampak pada lebih dari 200 orang atau 40 KK, atau
melibatkan pemindahan Iebih dari 100 orang atau 20 KK, harus didukung dengan Rencana
Tindak Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali atau RTPTPK.
3. Jika kegiatan investasi mengakibatkan dampak pada kurang dari 200 orang atau 40 KK
atau kurang dari 10% asset produktif atau melakukan pemindahan penduduk secara
temporer selama konstruksi, harus didukung dengan RTPTPK sederhana.
4. RTPTPK menyeluruh atau RTPTPK sederhana dan pelaksanaannya menjadi tanggung
jawab pemrakarsa kegiatan, dimonitor oleh Tim Pemantauan Safeguard. Ada beberapa
alternatif cara untuk menghitung ganti rugi bagi DP, yakni:
Perhitungan ganti rugi tanah berdasarkan nilai pasar tanah di lokasi yang memiliki
karakteristik ekonomi serupa saat pembayaran ganti rugi dilakukan;
Perhitungan kompensasi ganti rugi bangunan berdasarkan nilai pasar bangunan
dengan kondisi yang serupa di lokasi yang sama;
Perhitungan ganti rugi tanaman berdasarkan nilai pasar tanaman ditambah biaya
kerugian non material lain,
Perhitungan ganti rugi aset diganti dengan aset yang sama, atau ganti rugi uang tunai
setara dengan harga untuk memperoleh aset.
Pihak yang dapat terkena dampak pembebasan tanah dan / atau pemukiman
dipindahkan dalam kegiatan sub proyek dapat berupa warga/individu, entitas, atau
badan hukum. Adapun bentuk dampak yang diakibatkan dapat berupa:
Dampak fisik, seperti dampak pada tanah, bangunan, tanaman dan aset produktif,
Dampak non-fisik, seperti dampak lokasi, akses pada tempat kerja atau prasarana.
5. Berkenaan dengan hak hukum atas tanah, DP dapat dikelompokkan menjadi:
Warga yang memiliki hak atas tanah pada saat pendataan dilakukan,
Laporan Akhir |ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL 8-9 Warga yang menguasai tanah berdasarkan perjanjian dengan pemilik tanah,
Warga yang menguasai/menempati tanah/lahan tanpa landasan hukum ataupun
perjanjian dengan pemilik tanah, Warga yang mengelola tanah wakaf (tanah yang
dihibahkan untuk kepentingan agama).
8.5. Metode Pendugaan Dampak
Ada beberapa metode pendugaan dampak yang terjadi terhadap lingkungan, yakni melihat
dampak fisik dan dampak non fisik.
Dampak Fisik, yakni dampak pada individu, tanah, bangunan, tanaman dan asset produksi:
Pendugaan dampak melihat kerusakan langsung yang terjadi pada alam sekitar,
Pendugaan dampak melihat tingkat kesehatan masyarakat di sekitar lokasi,
Pendugaan dampak melihat tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat sekitar
lokasi,
Pendugaan dampak melihat tingkat partisipasi nyata dari masyarakat.
Dampak Non Fisik, yakni dampak terhadap lokasi, akses terhadap tempat kerja atau terhadap
prasarana dan sarana, dsb.
8.6. Pemilihan Alternatif
Proses Pemilihan Safeguard Lingkungan dan Safeguard Pengadaan Tanah dan Permukiman
Kembali direncanakan dilakukan melalui study dan Penelitian langsung ke lokasi yang
direncanakan dengan tetap melihat tingkat efektifitas, nilai ekonomi, serta potensi dampak yang
ditimbulkan.
Proses Penyajian Pemilihan Safeguard alternative untuk safe guard lingkungan dan safeguard
pengadaan tanah dan permukiman kembali yaitu dengan memaparkan dan membandingkan
antara 2 (dua) atau lebih safeguard yang lebih bernilai ekonomis, lebih efektif, potensial
Laporan Akhir |ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL 8-10
8.7. Rencana Pengelolaan Safeguard Sosial
8.7.1. Sistem Pengelolaan
Sistem Pengelolaan Safeguard Lingkungan dan Safeguard Pengadaan Tanah dan Permukiman
Kembali di Kota Tebing Tinggi direncanakan dikelola dengan sistem terpadu di bawah koordinasi
Badan Perencanaan Pembangunan Wilayah Kota Tebing Tinggi dengan melibatkan Iangsung
Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD) terkait sesuai tugas masing-masing SKPD.
8.7.2. Pelaksanaan Pengelolaa
Pengelolaan Safeguard sosial direncanakan dikelola oleh Dinas-Dinas terkait pembangunan
infrastruktur khususnya bidang Cipta Karya.
Pengelolaan Safeguard Pengadaan lahan dan permukiman kembali direncanakan dikelola oleh
Swasta dan Pemerintah Kota Tebing Tinggi yaitu Dinas Pekerjaan Umum (PU).
8.8. Rencana Pengelolaan Safeguard Lingkungan
8.8.1. Prosedur Pemantauan
Untuk memastikan bahwa safeguard Iingkungan dan safeguard pengadaan tanah dipantau dengan baik,
maka diperlukan tahapan prosedur sebagai berikut:
Identifikasi, Penyaringan dan Pengelompokan dampak,
Study dan Penilaian mengenai tindakan yang perlu dan dapat dilakukan, berupa diskusi, dan
konsultasi,
Perumusan dan perencanaan rencana pemantauan,
Pemantauan ulang terhadap proses diatas,
Perumusan mekanisme pemantauan dan penanganan safe guard.
8.8.2. Pelaksanaan Pemantauan
Pelaksanaan Pemantauan Safeguard Sosial dan Safeguard Pengadaan Tanah dan Permukiman kembali
dikoordinir oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tebing Tinggi dengan melibatkan Satuan
Perangkat Kerja Daerah terkait sesuai tugas masingmasing-masing SKPD dengan melibatkan peran serta