V I-1 alam pembangunan prasarana bidang Cipta Karya, untuk mencapai hasil yang optimal diperlukan kelembagaan yang dapat berfungsi sebagai motor penggerak RPIJM Bidang Cipta Karya agar dapat dikelola dengan baik dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kelembagaan dibagi dalam 3 komponen utama, yaitu organisasi, tata laksana dan sumber daya
manusia. Organisasi sebagai wadah untuk melakukan tugas dan fungsi yang ditetapkan kepada lembaga; tata laksana merupakan motor yang menggerakkan organisasi melalui mekanisme kerja yang diciptakan; dan sumber daya manusia sebagai operator dari kedua komponen tersebut. Dengan demikian untuk
meningkatkan kinerja suatu lembaga, penataan terhadap ketiga komponen harus dilaksanakan secara bersamaan dan sebagai satu kesatuan.
6.1. Kerangka Kelembagaan
Beberapa kebijakan berikut merupakan landasan hukum dalam pengembangan dan peningkatan kapasitas
kelembagaan RPIJM pada pemerintahan kabupaten/kota.
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Dalam UU 32/2004 disebutkan bahwa Pemerintah Daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan menjalankan otonomi seluas-luasnya, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Untuk membantu Kepala Daerah dalam melaksanakan otonomi, maka dibentuklah organisasi perangkat daerah yang ditetapkan melalui
Pemerintah Daerah.
Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan
pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Besaran organisasi perangkat daerah
D
K erangka K elembagaan dan
R egulasi K abupaten M anggarai
BAB
V I-2 sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor kemampuan keuangan, kebutuhan daerah, cakupan
tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas, luas wilayah kerja dan kondisi geografis, jumlah dan kepadatan penduduk, potensi daerah yang bertalian dengan
urusan yang akan ditangani, dan sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu, kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam.
2. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian UrusanPemerintahan
PP tersebut mencantumkan bahwa bidang pekerjaan umum merupakan bidang wajib yang menjadi
urusan pemerintah daerah, dan pemerintah berkewajiban untuk melakukan pembinaan terhadap pemerintah kabupaten/kota.
PP 38/2007 ini juga memberikan kewenangan yang lebih besar kepada Pemerintah Kabupaten/Kota untuk melaksanakan pembangunan di Bidang Cipta Karya. Hal ini dapat dilihat dari
Pasal 7 Bab III, yang berbunyi
“(1) Urusan wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) adalah urusan pemerintahan
yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah
kabupaten/kota, berkaitan dengan pelayanan dasar.
(2) Urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: antara lainnya adalah bidang
pekerjaan umum”.
Dari pasal tersebut, ditetapkan bahwa bidang pekerjaan umum merupakan bidang wajib yang menjadi urusan pemerintah daerah, sehingga penyusunan RPIJM sebagai salah satu perangkat pembangunan
daerah perlu melibatkan Pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
3. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Daerah Berdasarkan PP 41 tahun 2007, bidang PU meliputi bidang Bina Marga, Pengairan, Cipta Karya dan Penataan
Ruang. Bidang PU merupakan perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk dinas. Dinas ditetapkan terdiri dari 1 sekretariat dan paling banyak 4 bidang, dengan sekretariat terdiri dari
V I-3
4. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014
Dalam Buku II Bab VIII Perpres ini dijabarkan tentang upaya untuk meningkatkan kapasitas dan
akuntabilitas kinerja birokrasi diperlukan adanya upaya penataan kelembagaan dan ketalalaksanaan,
peningkatan kualitas sumber daya manusia aparatur, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, penyempurnaan sistem perencanaan dan penganggaran, serta pengembangan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dan aparaturnya.
Untuk mendukung penataan kelembagaan, secara beriringan telah ditempuh upaya untuk memperkuat aspek ketatalaksanaan di lingkungan instansi pemerintah, seperti perbaikan standar operasi
dan prosedur (SOP) dan penerapan e-government di berbagai instansi. Sejalan dengan pengembangan manajemen kinerja di lingkungan instansi pemerintah, seluruh instansi pusat dan daerah diharapkan
secara bertahap dalam memperbaiki sistem ketatalaksanaan dengan menyiapkan perangkat SOP, mekanisme kerja yang lebih efisien dan efektif, dan mendukung upaya peningkatan akuntabilitas
kinerja.
5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 Tentang GrandDesign Reformasi
Birokrasi 2010-2025
Tindak lanjut dari Peraturan Presiden ini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara telah
mengeluarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 30 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengusulan, Penetapan, dan Pembinaan Reformasi Birokrasi pada Pemerintah Daerah.
Berdasarkan peraturan menteri ini, reformasi birokrasi pada pemerintah daerah dilaksanakan mulai tahun 2012, dengan dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan sesuai dengan kemampuan pemerintah
daerah. Permen ini memberikan panduan dan kejelasan mengenai mekanisme serta prosedur dalam rangka pengusulan, penetapan, dan pembinaan pelaksanaan reformasi birokrasi pemerintah daerah.
Upaya pembenahan birokrasi di lingkungan Direktorat JManggarairal Cipta Karya telah dimulai sejak tahun 2005. Pembenahan yang dilakukan adalah menyangkut 3 (tiga) pilar birokrasi, yaitu kelembagaan, ketatalaksanaan, dan Sumber Daya Manusia (SDM).
Untuk mendukung tercapainya good governance, maka perlu dilanjutkan dan disesuaikan dengan program reformasi birokrasi pemerintah, yang terdiri dari sembilan program, yaitu :
1. Program Manajemen Perubahan, meliputi: penyusunan strategi manajemen perubahan dan
V I-4 rangka reformasi birokrasi;
2. Program Penataan Peraturan Perundang-undangan, meliputi: penataan berbagai peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan/diterbitkan oleh K/L dan Pemda;
3. Program Penguatan dan Penataan Organisasi, meliputi: restrukturisasi tugas dan fungsi unit kerja, serta penguatan unit kerja yang menangani organisasi, tata laksana, pelayanan publik, kepagawaian
dan diklat;
4. Penataan Tatalaksana, meliputi: penyusunan SOP penyelenggaraan tugas dan fungsi, serta pembangunan dan pengembangan e-government;
5. Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur, meliputi: penataan sistem rekrutmen pegawai, analisis dan evaluasi jabatan, penyusunan standar kompetensi jabatan, asesmen individiu
berdasarkan kompetensi;
6. Penguatan Pengawasan, meliputi: penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)
dan Peningkatan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP);
7. Penguatan Akuntabilitas, meliputi: penguatan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah,
pengembangan sistem manajemen kinerja organisasi dan penyusunan Indikator Kinerja Utama (IKU);
8. Penguatan Pelayanan Publik, meliputi: penerapan standar pelayanan pada unit kerja masing-masing, penerapan SPM pada Kab/Kota.
6. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan GManggarair dalam
Pembangunan Nasional
Di dalam Inpres ini dinyatakan bahwa pengarusutamaan gManggarair ke dalam seluruh proses pembangunan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan fungsional semua instansi
dan lembaga pemerintah di tingkat Pusat dan Daerah. Presiden menginstruksikan untuk melaksanakan pengarusutamaan gManggarair guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan,
pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gManggarair sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangaan
masing-masing. Terkait PUG, Kementerian PU dan Ditjen Cipta Karya pada umumnya telah mulai menerapkan PUG dalam tiap program/kegiatan Keciptakaryaan. Untuk itu perlu diperhatikan dalam pengembangan kelembagaan bidang Cipta Karya untuk memasukkan prinsip-prinsip PUG, demikian
V I-5
7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2010 Tentang Standar Pelayanan
Minimum
Peraturan Menteri PU ini menekankan tentang target pelayanan dasar bidang PU yang menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten/kota. Target pelayanan dasar yang ditetapkan dalam Permen ini
yaitu pada Pasal 5 ayat 2, dapat dilihat sebagai bagian dari beban dan tanggungjawab kelembagaan yang menangani bidang ke- PU-an, khususnya untuk sub bidang Cipta Karya yang dituangkan di dalam
dokumen RPIJM.
Dalam Permen ini juga disebutkan bahwa Gubernur bertanggung jawab dalam koordinasi
penyelenggaraan pelayanan dasar bidang PU, sedangkan Bupati/Walikota bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pelayanan dasar bidang PU. Koordinasi dan penyelenggaraan pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang dilaksanakan oleh instansi yang bertanggung jawab di Bidang
PU dan Penataan Ruang baik provinsi maupun kabupaten/kota.
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang PetunjukTeknis Penataan
Organisasi Perangkat Daerah
Peraturan menteri ini menjadi landasan petunjuk teknis dalam penataan perangkat daerah. Berdasarkan
Permen ini dasar hukum penetapan perangkat daerah adalah Peraturan Daerah (Perda). Penjabaran tupoksi masing-masing SKPD Provinsi ditetapkan dengan Pergub, dan SKPD Kab/Kota dengan
Perbup/Perwali.
9. Permendagri Nomor 57 tahun 2010 tentang Pedoman Standar PelayananPerkotaan
Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan bagi pemerintah daerah sebagai dasar untuk memberikan pelayanan perkotaan bagi masyarakat. SPP adalah standar pelayanan minimal kawasan perkotaan,
yang sesuai dengan fungsi kawasan perkotaan merupakan tempat permukiman perkotaan, termasuk di dalamnya jenis pelayanan bidang keciptakaryaan, seperti perumahan, air minum, drainase, prasarana
jalan lingkungan, persampahan, dan air limbah.
10. Kepmen PAN Nomor 75 tahun 2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai
Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil
Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan bagi setiap instansi pemerintah dalam menghitung kebutuhan pegawai berdasarkan beban kerja dalam rangka penyusunan formasi PNS. Dalam perhitungan
kebutuhan pegawai, aspek pokok yang harus diperhatikan adalah: beban kerja, standar kemampuan
V I-6 penyediaan pelayanan perkotaan.
Berdasarkan peraturan-peraturan di atas, maka dimungkinkan untuk mengeluarkan peraturan daerah untuk pemantapan dan pengembangan perangkat daerah, khususnya untuk urusan pemerintahan bidang
pekerjaan umum dan lebih khusus lagi tentang urusan pemerintahan pada sub bidang Cipta Karya. Dengan adanya suatu kelembagaan yang definitif untuk menangani urusan pemerintah pada bidang/sub bidang Cipta
Karya maka diharapkan dapat meningkatkan kinerja pelayanan kelembagaan.
6.1. 1 Kondisi Kelembagaan Pemerintah Kabupaten Manggarai
V I-8
6.1.2. Kondisi Ketatalakasanaan Bidang Cipta Karya
Terlaksananya pembangunan dan pengelolaan kabupaten/kota secara baik, yaitu melalui pelaksanaan program-program pembangunan yang telah direncanakan, perlu ditunjang oleh kemampuan administrasi yang baik dan
teratur, disamping kemampuan pengetahuan serta keahlian yang memadai. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu diupayakan peningkatan fungsi administrasi pembangunan Kabupaten/Kota yang dapat menjawab
berbagai permasalahan yang timbul, dalam hal ini menyangkut keikutsertaan berbagai instansi atau badan pemerintah ataupun pihak swasta dan masyarakat yang menjamin kelancaran proses pelaksanaan
pembangunan. Untuk itu perlu diperhatikan prosedur administrasi pelaksanaan untuk mewujudkan setiap program perencanaan yaitu penetapan garis kerja dan koordinasi antara Dinas-Dinas yang terlibat, badan
pelaksana, dan perencana atau dengan kata lain yaitu pemberian penegasan kewenangan dan tugas pada aparat-aparat yang terlibat dalam pembangunan kota sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Dalam pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah Kawasan Perkotaan Ruteng, aparat pelaksana yang berwenang adalah:
a. Bappeda Kabupaten Manggarai
b. Bagian Pembangunan pada Sekretariat Daerah Kabupaten Manggarai c. Aparat Teknis, yaitu Dinas Pekerjaan Umum
Tabel 6.3 Hubungan Kerja Instansi Bidang Cipta Karya
No. Instansi Peran Instansi dalam Pembangunan
Bidang CK
Unit/Bagian yang Menangani Pembangunan Bidang CK
(1) (2) (3) (4)
1. Bappeda Pengkoordinasian kegiatan perencanaan
pembangunan pengairan, perhubungan, pariwisata, tata ruang dantata guna tanah, serta sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Bidang fisik Prasrana
2. Dinas PU Satker Bangunan Permukiman
Satker Penataan bangunan Lingkungan Satker Penyehatan Lingkungan Permukiman
Satker Air Minum
3. BLHD Merencanakan, melaksanakan dan
V I-9
6.1.3 Analisis Sumber Daya Manusia (SDM) Bidang Cipta Karya
Secara keseluruhan jumlah pegawai negeri sipil (PNS) hingga Desember 2015 terdapat sebanyak 5.213 orang dengan komposisi menurut kepangkatan/golongan adalah golongan I: 137 orang; golongan II: 1.777 orang;
golongan III: 2.020 orang dan golongan IV: 1.279 orang. Dari tingkatan jabatan/eselonering dapat diketahui dari Tabel berikut.
Tabel 6.4
Banyaknya Pejabat Pemerintah Menurut Golongan dan Jenis Kelamin Di Kabupaten Manggarai
Sumber: Kabupaten Manggaai Dalam Angka 2016
Tabel 6.5
Jumlah Pejabat Pemerintah Menurut Klasifikasi Jabatan dan Jenis Kelamin
No Uraian Jumlah Pegawai
Sumber: Kabupaten Manggaai Dalam Angka 2016
Tabel 6.6
Banyaknya Pegawai Negeri Sipil menurut Jenis Kelamin dan Jenis Pekerjaan di Kab. Manggarai
No Uraian Jumlah Pegawai
Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 Tenaga Kesehatan 150 547 697
2 Tenaga Pendidikan/Guru 1.380 1113 2.493
3 Administrasi Pemerintahan 802 332 1.134
4 Penyuluh Pertanian (PPL) 34 9 43
5 Penyuluh Keluarga Berencana 38 7 45
2.404 2.008 4.312
V I-10
Sumber: Kabupaten Manggaai Dalam Angka 2016
Dari tabel diatas terlihat bahwa jumlah jabatan structural di kabupaten Manggarai pada tahun 2015
berjumlah 534 jabatan dari Eselon IV/B sampai dengan Eselon II/A. Dari tabel terlihat 458 jabatan telah terisi (85,77%) sedangkan 76 jabatan lainnya belum terisi (14,23%). Jabatan yang belum terisi terjadi
karena adanya mutasi pejabat ke luar daeah dan ada yang sudah memasuki masa purna bakti.
6.2. KERANGKA REGULASI
Kerangka regulasi diarahkan untuk memfasilitasi, mendorong dan mengatur perilaku penyelenggaraan pembangunan serta masyarakat termasuk swasta. Kerangka regulasi itu dapat berupa undang-undang,
Peraturan Pemrintah, Peraturan Presiden, Instruksi Presiden atau Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta regulasi produk kabupaten/kota. Regulasi–regulasi yang sudah ada dan
sementara berlaku di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota, diuraikan pada tabel 6.8. (terlampir) Meskipun peraturan-peraturan yang dimiliki Kabupaten Manggarai terkait AM, Sanitasi, Penataan Bangunan dan kumuh sudah ada, namun belum berjalan maksimal sesuai yang diharapkan. Bahkan
aturan-aturan yang sudah itu belum sepenuhnya menyentuh persoalan-persoalan yang dihadapi seperti :
o Belum ada aturan atau sansksi dari pemerntah terkait pengelolaan air minum, pengelolaan sanitasi o Belum ada aturan tentang pencegahan bertambahnya kawasan kumuh baru
o Belum ada kebijakan atau kerjasama yang mengikat dunia usaha dalam sistem pengelolaan air
minum maupun sanitasi
o Kurang SDM dan partisipasi pemangku kepentingan didalam membuat suatu produk/aturan yang
mengikat terkait pengelolaan air minum dan sanitasi.
o Peraturan sudah ada tapi belum dijalankan secara maksimun (Perda BG, IMB dll)
Untuk memecahkan persoalan mManggaraisak dan memperkuat fungsi pengaturan dalam mendukung
V I-11 Tabel 6.8
Matriks Kebutuhan Regulasi N
O REGULASI ARAH REGULASI MATERI REGULASI
Penangungja
Perdes BP SPAM Meningkatkan kemandirian desa dalam pemeliharaan SPAM
Perda, Perbup, SK Pencegahan dan Penanaganan kawasan kumuh
Perbup BG, IMB, TABG, SLF Meningkatkan kepatuhan bangunan di masyarakat
Perda/Perbub Peningkatan Pelayanan Sanitasi
Meningkatkan akses sanitasi
Kerangka regulasi yang diusulkan ini mempertimbangkan regulasi yang sudah ada, dan melengkapi
V I-12