• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IX ASPEK PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA DI KABUPATEN ACEH BESAR - DOCRPIJM a49d78b657 BAB IXBAB 9

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB IX ASPEK PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA DI KABUPATEN ACEH BESAR - DOCRPIJM a49d78b657 BAB IXBAB 9"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

9-1

BAB IX

ASPEK PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA DI KABUPATEN ACEH BESAR

Peraturan Pemerintah no. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, diamanatkan bahwa kewenangan pembangunan bidang Cipta Karya merupakan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten/ Kota terus didorong untuk meningkatkan belanja pembangunan prasarana Cipta Karya agar kualitas lingkungan permukiman di daerah meningkat. Di samping membangun prasarana baru, pemerintah daerah perlu juga perlu mengalokasikan anggaran belanja untuk pengoperasian, pemeliharaan dan rehabilitasi prasarana yang telah terbangun.Namun, seringkali Pemerintah Daerah memiliki keterbatasan fiskal dalam mendanai pembangunan infrastruktur permukiman. Pemerintah daerah cenderung meminta dukungan pendanaan pemerintah pusat, namun perlu dipahami bahwa pembangunan yang dilaksanakan Ditjen Cipta Karya dilakukan sebagai stimulan dan pemenuhan standar pelayanan minimal. Oleh karena itu, alternatif pembiayaan dari masyarakat dan sektor swasta perlu dikembangkan untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya yang dilakukan pemerintah daerah. Dengan adanya pemahaman mengenai keuangan daerah, diharapkan dapat disusun langkah-langkah peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta Karya di daerah.

Pembahasan aspek pembiayaan dalam RPI2-JM bidang Cipta Karya pada dasarnya bertujuan untuk:

a. Mengidentifikasi kapasitas belanja pemerintah daerah dalam melaksanakan

pembangunan bidang Cipta Karya,

b. Mengidentifikasi alternatif sumber pembiayaan antara lain dari masyarakat dan

sektor swasta untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya,

(2)

9-2 9.1. Arahan Kebijakan Pembiayaan Bidang Cipta Karya

Pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya perlu memperhatikan arahan dalam peraturan dan perundangan terkait, antara lain:

1. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004

Tentang Pemerintah Daerah: Pemerintah daerah diberikan hak otonomi daerah, yaitu hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Dalam hal ini, Pemerintah Daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat yaitu politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.

2. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004

Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah: untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah, pemerintah daerah didukung sumber-sumber pendanaan meliputi Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pendapatan Lain yang Sah, serta Penerimaan Pembiayaan. Penerimaan daerah ini akan digunakan untuk mendanai pengeluaran daerah yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah.

3. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005

(3)

9-3 4. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007

Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota: Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi 26 urusan, termasuk bidang pekerjaan umum. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah. Urusan wajib pemerintahan yang merupakan urusan bersama diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan.

5. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2011

Tentang Pinjaman Daerah: Sumber pinjaman daerah meliputi Pemerintah, Pemerintah Daerah Lainnya, Lembaga Keuangan Bank dan Non-Bank, serta Masyarakat. Pemerintah Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri, tetapi diteruskan melalui pemerintah pusat. Dalam melakukan pinjaman daerah Pemda wajib memenuhi persyaratan:

a. total jumlah pinjaman pemerintah daerah tidak lebih dari 75% penerimaan

APBD tahun sebelumnya;

b. memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk

mengembalikan pinjaman yang ditetapkan pemerintah paling sedikit 2,5;

c. persyaratan lain yang ditetapkan calon pemberi pinjaman;

d. tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber

dari pemerintah;

e. pinjaman jangka menengah dan jangka panjang wajib mendapatkan

(4)

9-4 6. Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005

Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (dengan perubahan Perpres 13/2010 & Perpres 56/2010): Menteri atau Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur. Jenis infrastruktur permukiman yang dapat dikerjasamakan dengan badan usaha adalah infrastruktur air minum, infrastruktur air limbah permukiman dan prasarana persampahan.

7. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006

Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (dengan perubahan Permendagri 59/2007 dan Permendagri 21/2011): Struktur APBD terdiri dari:

a. Pendapatan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana

Perimbangan, dan Pendapatan Lain yang Sah.

b. Belanja Daerah meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung.

c. Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan Pembiayaan

Pengeluaran.

8. Peraturan Menteri PU No. 15 Tahun 2010

Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur: Kementerian PU menyalurkan DAK untuk pencapaian sasaran nasional bidang Cipta Karya, Adapun ruang lingkup dan kriteria teknis DAK bidang Cipta Karya adalah sebagai berikut:

a. Bidang Infrastruktur Air Minum

DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan sistem penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan. Adapun kriteria teknis alokasi DAK diutamakan untuk program percepatan pengentasan kemiskinan dan memenuhi sasaran/ target Millenium

Development Goal’s (MDG’s) yang mempertimbangkan:

• Jumlah masyarakat berpenghasilan rendah;

(5)

9-5

b. Bidang Infrastruktur Sanitasi

DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggara-kan melalui proses pemberdayaan masyarakat. DAK Sanitasi diutamakan untuk program peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan memenuhi sasaran/target MDGs yang dengan kriteria teknis:

▪ kerawanan sanitasi;

▪ cakupan pelayanan sanitasi.

9. Peraturan Menteri PU No. 14 Tahun 2011

Tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Kementerian Pekerjaan Umum yang

Merupakan Kewenanangan Pemerintah dan Dilaksanakan Sendiri: Dalam

menyelenggarakan kegiatan yang dibiayai dana APBN, Kementerian PU membentuk satuan kerja berupa Satker Tetap Pusat, Satker Unit Pelaksana Teknis Pusat, dan Satuan Non Vertikal Tertentu. Rencana program dan usulan kegiatan yang diselenggarakan Satuan Kerja harus mengacu pada RPI2-JM bidang infrastruktur ke-PU-an yang telah disepakati. Gubernur sebagai wakil Pemerintah mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan kementerian yang dilaksanakan di daerah dalam rangka keterpaduan pembangunan wilayah dan pengembangan lintas sektor.

Berdasarkan peraturan perundangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa lingkup sumber dana kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya yang dibahas dalam RPI2-JM bidang Cipta Karya meliputi:

1. Dana APBN, meliputi dana yang dilimpahkan Ditjen Cipta Karya kepada Satuan

Kerja di tingkat provinsi (dana sektoral di daerah) serta Dana Alokasi Khusus bidang Air Minum dan Sanitasi.

2. Dana APBD Provinsi, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana

(6)

9-6

3. Dana APBD Kabupaten/Kota, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB)

dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah kabupaten untuk pembangunan infrastruktur permukiman dengan skala kabupaten/kota.

4. Dana Swasta meliputi dana yang berasal dari skema kerjasama pemerintah dan

swasta (KPS), maupun skema Corporate Social Responsibility (CSR).

5. Dana Masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat.

6. Dana Pinjaman, meliputi pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri.

Dana-dana tersebut digunakan untuk belanja pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan prasarana yang telah terbangun, serta rehabilitasi dan peningkatan prasarana yang telah ada. Oleh karena itu, dana-dana tersebut perlu dikelola dan direncanakan secara terpadu sehingga optimal dan memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan pelayanan bidang Cipta Karya.

9.2. Profil APBD Kabupaten Aceh Besar

Bagian ini menggambarkan struktur APBD Kabupaten/Kota selama 3-5 tahun terakhir dengan sumber data berasal dari dokumen Realiasasi APBD dalam 5 tahun terakhir. Komponen yang dianalisis berdasarkan format Permendagri No. 13 Tahun 2006 adalah sebagai berikut:

1. Belanja Daerah yang meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tak Langsung. 2. Pendapatan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana

Perimbangan, dan Pendapatan Lain yang Sah.

3. Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan Pembiayaan Pengeluaran.

(7)

9-7 Tabel 9.1 Perkembangan Pendapatan Daerah dalam 5 Tahun Terakhir Kab. Aceh Besar

Realisasi % Realisasi % Realisasi % Realisasi % Realisasi %

1 Pendapatan Asli Daerah 24,595,576,910.46 49,580,336,848.63 54,797,561,031.44 76,107,259,036.13 114,542,978,638.65

1.1. Pajak Daerah 8,954,399,910.00 69,07 26,339,206,635.00 140,29 27,287,117,464.00 120,78 41,104,110,553.00 151,13 52,520,382,605.00 142,54

1.2. Retribusi Daerah 5,867,857,484.04 74,09 5,730,616,783.80 35,85 7,643,613,682.00 54,02 11,624,888,596.28 151,13 7,952,497,703.80 99,53

1.3.

Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang

Dipisahkan 1,947,234,434.22 106,70 1,701,954,814.22 94,55 1,932,977,703.39 107,39 2,481,482,703.34 137,86 2,121,335,481.97 96,42

1.4. Zakat 11,659,039,074.72 11,883,420,605.60 116,50 14,814,679,684.67 121,19

1.5. Lain-lain PAD yang Sah 7,826,085,082.20 57,86 15,808,558,615.61 134,65 6,274,813,107.33 131,30 9,013,356,577.91 161,44 37,134,083,163.21 105,34

2 Dana Perimbangan 477,851,233,259.46 539,922,624,302.00 641,009,138,818.42 729,735,965,895.00 779,747,538,993.00

2.1. Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 43,006,455,259.46 95,85 40,438,030,302.00 109,94 39,366,465,818.42 99,68 35,906,297,895.00 104,41 28,802,542,993.00 111,51

2.2. Dana Alokasi Umum 394,817,978,000.00 100,00 451,814,494,000.00 100,00 549,069,553,000.00 100,00 618,323,628,000.00 100,00 673,776,666,000.00 100,00

2.3. Dana Alokasi Khusus 40,026,800,000.00 100,00 47,670,100,000.00 99,97 52,573,120,000.00 100,00 75,506,040,000.00 100,00 77,168,330,000.00 100,00

3 Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 92,359,075,195.00 104,604,049,279.00 100,763,739,781.80 127,407,727,851.50 275,925,845,636.78

3.1. Pendapatan Hibah 19,167,316,500.00 91,03 1,592,033,000.00 66,66 4,755,842,500.00 132,57 5,464,259,591.22 136,61 905,631,200.00 18,11

3.2 Dana darurat

3.3

DBH Pajak dari Propinsi dan Pemerintah

Daerah Lainnya 9,216,297,495.00 67,52 13,616,902,239.00 93,56 14,988,372,441.80 100,72 15,365,347,260.28 102,33 17,993,018,758.78 66,12

3.4 Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 86,578,121,000.00 98,51 106,820,408,000.00 100,00

3.5 Bantuan keuangan Prov/Pemda lain 15,000,000,000.00 100,00 3,971,314,840.00 55,75 22,114,658,840.00 100,00 20,000,000,000.00 95,97 150,206,787,678.00 100,56

3.6 Pendapatan lainnya 48,975,461,200.00 95,68 85,423,799,200.00 103,78 58,904,866,000.00 86,23

TOTAL PENDAPATAN 594,805,885,364.92 694,107,010,429.63 796,570,439,631.66 933,250,952,782.63 1,170,216,363,268.43

2013 2014

No PENDAPATAN DAERAH

(8)

9-8 a. Kinerja Pendapatan Daerah

Kinerja pendapatan daerah Aceh Besar periode 2007-2011 dapat diukur dari perkembangan anggaran pendapatan daerah, terutama PAD, dana perimbangan, dan dana lain-lain pendapatan yang sah.

Beberapa langkah yang telah ditempuh dalam meningkatkan pengelolaan PAD, antara lain :

(i) Penyederhanaan proses administrasi pemungutan dan penyempurnaan

sistim pelayanan pajak dan retribusi daerah;

(ii) Upaya peningkatan penerimaan PAD dilakukan dengan kebijakan yang

memperhatikan kepentingan dunia usaha dan masyarakat melalui intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutan pajak/retribusi daerah;

(iii) Membangun ketaatan wajib pajak dan wajib retribusi daerah bekerjasama

dengan Kejaksaan Negeri Kota Jantho dalam rangka law enforcement;

(iv) Peningkatan pengendalian dan pengawasan atas pemungutan PAD untuk

terciptanya efektifitas dan efisiensi yang dibarengi dengan peningkatan kualitas, kemudahan, ketepatan, dan kecepatan pelayanan dengan biaya murah;

(v) Mendorong investasi melalui penyederhanaan proses perijinan;

(vi) Peningkatan koordinasi dan kerjasama antar unit satuan kerja terkait;

(vii) Mengoptimalkan penagihan piutang pajak; dan

(viii) Mengefektifkan pelaksanaan Qanun-qanun tentang pajak dan retribusi yang

telah ditetapkan.

Sementara itu, pengelolaan Dana Perimbangan telah ditempuh langkah-langkah berikut:

(i) Meningkatkan koordinasi melalui pembaharuan data/informasi sehingga

penetapan alokasi DAU, DAK, dan Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak, terealisasi sesuai dengan tingkat pertumbuhan daerah;

(ii) Meningkatkan kerjasama dengan Kantor Pajak Pratama (KPP) Banda Aceh

untuk melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21; dan

(iii) Mendorong terlaksananya bimbingan teknis dan pelatihan perpajakan yang

berkesinambungan kepada bendahara SKPK sebagai wajib Pungut Pajak Negara bekerjasama dengan Kanwil DJP Aceh dan KPP Pratama Banda Aceh. Langkah-langkah yang ditempuh dalam meningkatkan pengelolaan Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah, antara lain adalah :

(i) Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dalam penyediaan data

yang akurat untuk keperluan penetapan alokasi penerimaan terkait dengan sumber pendapatan dari Bagi Hasil Pajak Provinsi sesuai dengan yang ditargetkan; dan

(ii) Menyampaikan program dan kegiatan strategis daerah kepada pemerintah

(9)

9-9

Penerimaan pendapatan Kabupaten Aceh Besar tampak mengalami peningkatan setiap tahunnya, yaitu rata-rata hampir 8,0%. Pada tahun 2007, pendapatan masih Rp. 476,28 milyar, lalu bertambah menjadi Rp. 694,11 milyar pada tahun 2011.

Kenaikan penerimaan yang sangat berarti terjadi pada pos penerimaan PAD, terutama pajak daerah. Penerimaan PAD meningkat rata-rata 27,69%. Pos pajak daerah mengalami kenaikan rata-rata hampir 45,0% per tahunnya. Sementara pos retribusi daerah juga bertambah, yaitu rata-rata 26,67% setiap tahunnya.

Penerimaan Dana Perimbangan secara umum juga meningkat selama periode 2007-2011, yaitu rata-rata 4,45% per tahunnya. Untuk Dana Perimbangan, terlihat pos penerimaan dari DAU tumbuh rata-rata 4,39% per tahunnya, sedangkan pos penerimaan dari sumber BHP/BHBP dan DAK terjadi penurunan selama periode yang sama masing-masing rata-rata sebesar -4,08% dan -0,55% per tahunnya.

Untuk penerimaan dari sumber Lain-lain Pendapatan yang Sah juga terjadi peningkatan rata-rata 30,67% setiap tahunnya. Lonjakan penerimaan tertinggi dalam kelompok ini terjadi pada pos Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus (naik rata-rata 130,45 persen per tahun) dan Pos Dana BHP dari Provinsi (naik rata-rata 9,72% setiap tahunnya). Sebaliknya, pos dana hibah dan bantuan keuangan dari provinsi atau pemerintah daerah lainnya terjadi penurunan setiap tahunnya selama periode yang sama.

(10)

9-10 Tabel 9.2

Pertumbuhan Rata-rata Realisasi Pendapatan Kabupaten Aceh Besar Tahun 2007-2011

Sumber: Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kab. Aceh Besar , 2012 (diolah) Catatan: *) selama 2008-2011 1. PENDAPATAN 476.283.649.519,00 656.253.291.458,00 538.743.278.452,00 599.805.885.364,92 694.107.010.429,63 7,82

1.1. Pendapatan Asli Daerah 14.603.814.302,00 21.167.019.142,00 27.150.538.415,00 29.595.576.910,46 49.580.336.848,63 27,69

1.1.1. Pajak Daerah 4.137.578.439,00 6.984.127.968,00 10.133.617.395,00 8.954.399.910,00 26.339.206.635,00 44,80

1.1.2. Retribusi Daerah 1.757.531.934,00 2.895.536.250,00 3.495.849.240,00 5.867.857.484,04 5.730.616.783,80 26,67

1.1.3. Hasil Pengelolaan Keuangan Daerah yang Dipisahkan

1.262.589.988,00 1.591.254.327,00 1.709.747.495,00 1.947.234.434,22 1.701.954.814,22 6,15

1.1.4. Lain-lain PAD yang Sah 7.446.113.941,00 9.696.100.597,00 11.811.324.286,00 7.826.085.082,20 15.808.558.615,61 16,25

1.2. Dana Perimbangan 434.218.877.179,00 514.320.499.881,00 480.965.635.379,00 477.851.233.259,46 539.922.624.302,00 4,45

1.2.1. Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak

49.788.877.174,00 53.384.963.881,00 33.860.969.379,00 43.006.455.259,46 40.438.030.302,00 -4,08

1.2.2. Dana Alokasi Umum (DAU) 335.436.000.000,00 407.951.536.000,00 398.132.666.000,00 394.817.978.000,00 415.814.494.000,00 4,39 1.2.3. Dana Alokasi Khusus (DAK) 48.994.000.000,00 52.984.000.000,00 48.972.000.000,00 40.026.800.000,00 47.670.100.000,00 -0,55

1.3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah

27.460.958.038,00 20.766.272.435,00 30.627.104.658,00 92.359.075.159,00 104.604.049.279,00 30,67

1.3.1 Hibah 0,00 3.191.916.000,00 0,00 19.167.316.500,00 1.592.033.000,00 -15,96*)

1.3.2 Dana Darurat 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

1.3.3 Dana Bagi Hasil Pajak Dari Provinsi dan Pemerintahan Daerah Lainnya

8.562.832.240,00 13.339.672.292,00 11.567.583.658,00 9.216.297.495,00 13.616.902.239,00 9,72

1.3.4 Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus

0,00 3.028.885.600,00 14.059.521.000,00 48.975.461.200,00 85.423.799.200,00 130,45*)

1.3.5 Bantuan Keuangan Dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya

(11)

9-11 b. Kinerja Belanja Daerah

Komposisi belanja daerah selama lima tahun terakhir masih didominasi oleh belanja tidak langsung, terutama untuk membiayai belanja aparatur. Belanja aparatur daerah pada tahun 2009, misalnya, mencapai 71,96% dari total pengeluaran belanja daerah. Pada tahun 2010 dan 2011, persentasenya juga tidak mengalami perubahan. Sebagian besar pendapatan yang diterima dialokasikan untuk belanja aparatur, sisanya dialokasikan untuk belanja langsung.

Tabel 9.3

Proporsi Belanja Aparatur Kabupaten Aceh Besar Tahun 2009-2011

1. 2009 406.915.802.160 565.403.311.205 71,96

2. 2010 436.182.115.792 605.914.589.127 71,98

3. 2011 487.257.899.194 686.192.004.419 71,01

Sumber: Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kab. Aceh Besar, 2012

c. Permasalahan

Permasalahan yang dihadapi dan belum terpecahkan hingga saat ini dalam pengelolaan APBK Aceh Besar antaranya adalah masih rendahnya kontribusi PAD dan dominannya komposisi belanja aparatur dibanding belanja modal (belanja pembangunan). Penerimaan APBK masih sangat bergantung pada dana transfer pemerintah, baik DAU maupun DAK.

Tantangan yang masih ditemui dalam peningkatan peneriman daerah pada masa yang akan datang antara lain:

(i) Terbatasnya objek pajak dan retribusi daerah yang dapat dipungut sehingga

berpengaruh terhadap peningkatan PAD; dan

(ii) Kendati memiliki potensi ekonomi daerah yang dapat dikembangkan

(12)

9-12

lingkungan hidup, sehingga potensi dimaksud tidak dapat diusahakan secara ekonomi sebagai sumber PAD.

d. Neraca Daerah

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntasi Pemerintah, Neraca Daerah merupakan salah satu laporan keuangan yang harus dibuat oleh Pemerintah Daerah. Laporan ini sebagai dasar untuk pengambilan keputusan yang terarah dalam rangka pengelolaan sumber-sumber daya ekonomi yang dimiliki oleh daerah secara efisien dan efektif. Aset daerah merupakan aset yang memberikan informasi tentang sumber daya ekonomi yang dimiliki dan dikuasai pemerintah daerah, memberikan manfaat ekonomi dan sosial bagi pemerintah daerah maupun masyarakat di masa mendatang sebagai akibat dari peristiwa masa lalu, serta dapat diukur dalam uang, selama kurun waktu tertentu.

Pertumbuhan rata-rata jumlah aset Kabupaten Aceh Besar mencapai 7,37 persen, yang berarti bahwa jumlah asetnya meningkat sebesar 7,37 persen setiap tahun. Aset tersebut berupa tanah, gedung dan bangunan serta sarana mobilitas dan peralatan kantor yang semuanya dipergunakan untuk pelakasanaan fungsi pelayanan pemerintahan kepada masyarakat dan kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan.

Pertumbuhan aset lancar yang negatif 11,91 persen menunjukan bahwa kondisi aset Pemerintah Aceh Besar belum memuaskan, sehingga hasil pemeriksaan BPK masih ditetapkan dengan status Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Status WDP ini juga dipengaruhi oleh masalah informasi, inventarisasi, dan pembelian aset daerah yang belum terarah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(13)

9-13

mengakibatkan pengorbanan sumber daya ekonomi di masa yang akan datang. Sampai dengan tahun 2011 Pemerintah Kabupaten Aceh Besar masih mempunyai kewajiban jangka pendek terkait dengan utang perhitungan kepada pihak ketiga.

Kinerja Neraca Daerah Pemerintah Kabupaten Aceh Besar tergambar dalam Tabel 9.4 dan 9.5 di bawah ini :

Tabel 9.4

Rata-rata Pertumbuhan Neraca Daerah Kabupaten Aceh BesarTahun 2007-2011

No Uraian Rata-rata Pertumbuhan

(%)

1.2.2. Peralatan dan mesin 10,91

1.2.3. Gedung dan bangunan 8,41

1.2.4. Jalan, irigasi,dan jaringan 10,76

1.2.5. Aset tetap lainnya 21,42

1.2.6. Kontruksi dalam pengerjaan 133,01

1.2.7. dst …….

1.3. Aset Lainnya 3,25

1.3.1. Tagihan penjualan angsuran

1.3.2. Tagihan tuntutan ganti kerugian daerah

1.3.3. Kemitraan dengan pihak kedua

2.1. Kewajiban Jangka Pendek 1.238,77

2.1.1. Utang perhitungan pihak ketiga 1.238,77

2.1.2. Uang muka dari kas daerah

2.1.3. Pendapatan diterima dimuka

2.1.4. Dst……

3 Ekuitas Dana 22,32

3.1. Ekuitas Dana Lancar -3,22

3.1.1. SILPA -13,98

3.1.2. Cadangan piutang 90,62

3.1.3. Cadangan persediaan 93,49

3.1.4. dst…….

3.2. Ekuitas Dana Investasi 8,67

3.2.1. Diinvestasikan dalam aset tetap 8,91

3.2.2. Diinvestasikan dalam aset lainnya

3.2.3. dst…….

Jumlah Kewajiban dan Ekuitas Dana 7,37

(14)

9-14 Tabel 9.5

Analisis Rasio Keuangan Daerah Kabupaten Aceh Besar Tahun 2009-2011

2. Rasio Quick (quick ratio) 32.296.016.098,94 22.466.610.160,00 32.348.466.052,49 3. Rasio Total Hutang

Sumber: Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kab. Aceh Besar, 2012

e. Kebijakan Pengelolaan Keuangan Daerah

Pengelolaan keuangan daerah lima tahun terakhir dalam periode 2007-2011 tetap mengacu kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang telah mengalami dua kali perubahan, yaitu Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 dan Permendagri No 59 Tahun 2007. Di samping mengacu kepada peraturan dan perundangan, juga memuat pokok-pokok kebijakan pemerintah agar terciptanya sinkronisasi antara kebijakan Pemerintah dengan kebijakan Pemerintah Kabupaten Aceh Besar, selain juga untuk keterpaduan pelaksanaan program pembangunan.

f. Proporsi Penggunaan Anggaran

Selama periode 2009-2011, belanja aparatur daerah yang merupakan bagian dari belanja tidak langsung masih mendominasi belanja daerah, yaitu rata rata 71,68 persen. Besarnya porsi belanja aparatur ini disebabkan banyaknya jumlah PNS. Hingga akhir tahun 2011, jumlah PNS mencapai 7.720 orang. Komposisi terbesar adalah di Dinas Pendidikan (4.214 orang) dan Dinas Kesehatan (1.403 orang).

(15)

9-15

persentase belanja aparatur yang dominan menyebabkan besarnya ketergantungan penerimaan terhadap DAU dan DAK, sementara kontribusi PAD masih sangat terbatas.

Tabel 9.6

Proporsi Belanja Aparatur Kabupaten Aceh Besar Tahun 2009-2011

No Tahun Anggaran Total Belanja Aparatur

(Rp)

Total Pengeluaran (Belanja + Pembiayaan Pengeluaran)

(Rp)

Persentase

1. 2009 406.915.802.160,00 565.403.311.205,00 71,96% 2. 2010 436.182.115.792,00 605.914.589.127,00 71,98% 3. 2011 487.257.899.194,00 686.192.004.419,00 71,11%

Pertumbuhan Rata-rata 6,19 6,67 -

Sumber: Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kab. Aceh Besar, 2012

Belanja wajib dan mengikat merupakan pengeluaran yang wajib dibayar serta tidak dapat ditunda pembayarannya dan dibayar pada setiap tahun anggaran seperti gaji dan tunjangan pegawai serta anggota dan pimpinan DPRK, belanja bunga, termasuk belanja bagi hasil kepada pemerintahan desa (alokasi dana gampong). Sedangkan belanja periodik prioritas utama merupakan pengeluaran yang harus dibayar secara periodik oleh pemerintah daerah dalam rangka menjamin keberlangsungan pelayanan dasar prioritas pemerintah daerah, seperti pelayanan pendidikan dan kesehatan, termasuk honorarium guru dan tenaga medis serta belanja sejenis lainnya.

(16)

9-16 Tabel 9.7

Pengeluaran Wajib dan Mengikat serta Prioritas Utama Kabupaten Aceh Besar Tahun 2009 -2011

No Uraian 2009

A. Belanja Tidak Langsung

325.786.163.044,00 436.182.115.792,00 487.257.899.194,00 6,19

1. Belanja Gaji dan Tunjangan 287.083.553.044,00 305.629.739.090,00 337.246.488.548,00 5,51 2. Belanja Penerimaan Anggota dan

Pimpinan DPRD serta Operasional KDH/WKDH

2.054.010.000,00 2.054.010.000,00 1.194.060.000,00 -16,54

3. Belanja Bunga 0,00 0,00 0,00 -

4. Belanja Bagi Hasil 36.648.600.000,00 36.689.200.000,00 33.714.382.000,00 -2,74

B. Belanja Langsung 26.730.267.710,00 119.732.473.335,00 197.934.105.005,00 94,91 1. Belanja Honorarium PNS Khusus Guru

dan Tenaga Medis

13.931.414.625,00 0,00 3.037.880.000,00 -39,81

2. Belanja Beasiswa Pendidikan PNS 842.850.000,00 896.000.000,00 415.000.000,00 -21,04 3. Belanja Jasa Kantor Khusus Tagihan

Bulanan Kantor seperti Listrik, Air, Telepon dan Sejenisnya)

11.130.464.335,00 8.010.087.170,00 18.629.967.275,00 18,73

4. .

Belanja Sewa Gedung Kantor (yang Telah Ada Kontrak Jangka Panjangnya)

609.306.750,00 610.489.822,00 482.806.000,00 -7,46

5. Belanja Sewa Perlengkapan dan Peralatan Kantor (yang Telah Ada Kontrak Jangka Panjangnya)

Total ( A+B+C) 352.516.430.754,00 555.914.589.127,00 685.192.004.199,00 24,80

(17)

9-17

1. Pendapatan 876.969.412.000,- 938.357.270.000,- 1.004.042.278.000,- 1.070.000.000.000,- 1.144.000.000.000,- 2. Pencairan Dana Cadangan (sesuai

Perda)

Total Penerimaan 903.719.412.000,- 963.357.270.000,- 1.029.042.278.000,- 1.090.000.000.000,- 1.164.000.000.000,- Dikurangi

4. Belanja dan Pengeluaran Pembiayaan yang Wajib dan Mengikat serta Prioritas Utama

754.811.204.618,- 792.551.765.000,- 832.179.353.000,- 873.788.320.000,- 917.477.736.000,-

Kapasitas Riil Kemampuan Keuangan 148.908.207.382,- 170.805.505.000,- 196.862.925.000,- 216.211.680.000,- 246.522.264.000,-

Sumber: Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kab. Aceh Besar, 2012

g. Proyeksi Belanja dan Pengeluaran Pembiayaan

Belanja tidak langsung masih mendominasi terhadap total belanja daerah. Kondisi ini lebih disebabkan oleh adanya pengeluaran wajib untuk kebutuhan belanja gaji dan tunjangan aparatur, belanja DPRD, termasuk kebutuhan riil lainnya dalam rangka menunjang tugas-tugas pemerintahan.

(18)

9-18 Tabel 9.9

Proyeksi Belanja dan Pengeluaran Pembiayaan Kabupaten Aceh Besar 2013-2017

A. Belanja Langsung 487.257.899.194,00 6,19 517.420.541.300 549.450.336.600 583.462.866.800 619.580.868.900 659.934.677.400

1. Belanja Gaji dan Tunjangan 337.246.488.548,00 5,51 355.844.680.300 375.468.509.800 396.174.538.200 418.022.445.600 441.075.203.400 2. Belanja Penerimaan

Anggota dan Pimpinan DPRD serta Operasional KDH/WKDH

1.194.060.000,00 11,87 1.313.466.000,00 1.432.872.000,00 1.552.278.000,00 1.671.684.000,00 1.791.090.000,00

3. Belanja Bunga 0,00 -

4. Belanja Bagi Hasil 33.714.382.000,00 -2,74 37.085.820.200,00 40.457.258.400,00 43.828.696.600,00 47.200.134.800,00 50.571.573.000,00

B . Belanja Langsung 197.934.105.005,00 94,91 217.727.515.506,00 237.520.926.006,00 257.314.336.507,00 277.107.747.007,00 296.901.157.508,00

1. Belanja Honorarium PNS Khusus Guru dan Tenaga Medis

3.037.880.000,00 -39,81 3.341.668.000,00 3.645.456.000,00 3.949.244.000,00 4.253.032.000,00 4.556.820.000,00

2. Belanja Beasiswa Pendidikan PNS

415.000.000,00 -21,04 456.500.000,00 498.000.000,00 539.500.000,00 581.000.000,00 622.500.000,00

3. Belanja Jasa Kantor (Khusus Tagihan Bulanan Kantor seperti listrik, air, telepon dan sejenisnya)

18.629.967.275,00 18,73 20.492.964.003,00 22.355.960.730,00 24.218.957.458,00 26.081.954.185,00 279.449.950.913,00

4. Belanja sewa gedung kantor (yang telah ada kontrak jangka panjangnya)

482.806.000,00 -7,46 531.086.600,00 579.367.200,00 627.647.800,00 675.928.400,00 724.209.000,00

5. Belanja sewa perlengkapan dan peralatan kantor ( yang telah ada kontrak jangka panjangnya)

161.115.000,00 -9,34 177.226.500,00 193.338.000,00 209.449.500,00 225.561.000,00 241.672.500,00

C. Pembiayaan Pengeluaran

(19)

9-19 9.3. Profil Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya

Setelah APBD secara umum dibahas, maka perlu dikaji berapa besar investasi pembangunan khusus bidang Cipta Karya di daerah tersebut selama 3-5 tahun terakhir yang bersumber dari APBN, APBD, perusahaan daerah dan masyarakat/swasta. Investasi pemerintah Kabupaten Aceh Besar bidang cipta karya.

9.3.1. Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber Dari APBN dalam 5 Tahun Terakhir

Meskipun pembangunan infratruktur permukiman merupakan tanggung jawab Pemda, Ditjen Cipta Karya juga turut melakukan pembangunan infrastruktur sebagai stimulan kepada daerah agar dapat memenuhi SPM. Setiap sektor yang ada di lingkungan Ditjen Cipta Karya menyalurkan dana ke daerah melalui Satuan Kerja Non Vertikal (SNVT) sesuai dengan peraturan yang berlaku (Permen PU No. 14 Tahun 2011). Data dana yang dialokasikan pada suatu kabupaten/kota perlu dianalisis untuk melihat trend alokasi anggaran Ditjen Cipta Karya dan realisasinya di daerah tersebut.

Di samping APBN yang disalurkan Ditjen Cipta Karya kepada SNVT di daerah, untuk mendukung pendanaan pembangunan infrastruktur permukiman juga dilakukan melalui penganggaran Dana Alokasi Khusus. DAK merupakan dana APBN yang dialokasikan ke daerah tertentu dengan tujuan mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai prioritas nasional.

Prioritas nasional yang terkait dengan bidang Cipta Karya adalah pembangunan air

minum dan sanitasi. DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan

sistem penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan.

Sedangkan DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air

(20)

9-20 9.3.2. Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber dari APBD

dalam 5 Tahun Terakhir

Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki tugas untuk membangun prasarana permukiman di daerahnya. Untuk melihat upaya pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan bidang Cipta Karya perlu dianalisis proporsi belanja pembangunan Cipta Karya terhadap total belanja daerah dalam 3-5 tahun terakhir. Proporsi belanja Cipta Karya meliputi pembangunan infrastruktur baru, operasional dan pemeliharaan infrastruktur yang sudah ada.

9.3.3. Perkembangan Investasi Perusahaan Daerah Bidang Cipta Karya dalam 5 Tahun Terakhir

Perusahaan daerah yang dibentuk pemerintah daerah memiliki dua fungsi, yaitu

untuk menyediakan pelayanan umum bagi kesejahteraan sosial (social oriented)

sekaligus untuk menghasilkan laba bagi perusahaan maupun sebagai sumber

pendapatan pemerintah daerah (profit oriented). Ada beberapa perusahaan daerah

yang bergerak dalam bidang pelayanan bidang Cipta Karya, seperti di sektor air minum, persampahan dan air limbah. Kinerja keuangan dan investasi perusahaan daerah perlu dipahami untuk melihat kemampuan perusahaan daerah dalam meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan secara berkelanjutan. Pembiayaan dari perusahaan daerah dapat menjadi salah satu alternatif dalam mengembangkan infrastruktur Cipta Karya.

Dalam bagian ini disajikan kinerja perusahaan daerah yang bergerak di bidang Cipta Karya berdasarkan aspek keuangan, aspek pelayanan, aspek operasi dan aspek sumber daya manusia. Khusus untuk PDAM, indikator tersebut telah ditetapkan BPP-SPAM untuk diketahui apakah perusahaan daerah memiliki status sehat, kurang sehat atau sakit.

9.3.4. Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber dari Swasta dalam 5 Tahun Terakhir

(21)

9-21

Karya melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) untuk kegiatan yang

berpotensi cost- recovery atau Corporate Social Responsibility (CSR) untuk kegiatan

non-cost recovery. Dasar hukum pembiayaan dengan skema KPS adalah Perpres No. 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur serta PermenPPN No. 3 Tahun 2012 Tentang Panduan Umum Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Sedangkan landasan hukum untuk pelaksanaan CSR tercantum dalam UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

9.4. Proyeksi dan Rencana Investasi Bidang Cipta Karya

Untuk melihat kemampuan keuangan daerah dalam melaksanakan pembangunan bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan (sesuai jangka waktu RPI2-JM) maka dibutuhkan analisis proyeksi perkembangan APBD, rencana investasi perusahaan daerah, dan rencana kerjasama pemerintah dan swasta.

9.4.1. Proyeksi APBD 5 tahun ke depan

Proyeksi APBD dalam lima tahun ke depan dilakukan dengan melakukan perhitungan regresi terhadap kecenderungan APBD dalam lima tahun terakhir menggunakan asumsi atas dasar trend historis. Setelah diketahui pendapatan dan belanja maka diperkirakan alokasi APBD terhadap bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan dengan asumsi proporsinya sama dengan rata-rata proporsi tahun-tahun sebelumnya.

Dari data proyeksi APBD tersebut, dapat dinilai kapasitas keuangan daerah dengan

metode analisis Net Public Saving dan kemampuan pinjaman daerah (DSCR).

Net Public Saving

Net Public Saving atau Tabungan Pemerintah adalah sisa dari total penerimaan daerah setelah dikurangkan dengan belanja/pengeluaran yang mengikat. Dengan kata lain, NPS merupakan sejumlah dana yang tersedia untuk pembangunan. Besarnya NPS menjadi dasar dana yang dapat dialokasikan untuk bidang PU/Cipta Karya.

(22)

9-22

Adapun rumus perhitungan NPS adalah sebagai berikut:

Analisis Kemampuan Pinjaman Daerah (Debt Service CoverageRatio/DSCR)

Pinjaman Daerah merupakan alternatif pendanaan APBD yang digunakan untuk menutup defisit APBD, pengeluaran pembiayaan atau kekurangan arus kas. Pinjaman Daerah dapat bersumber dari Pemerintah, Pemerintah Daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan Masyarakat (obligasi). Berdasarkan PP No. 30 Tahun 2011 Tentang Pinjaman Daerah, Pemerintah Daerah wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan

ditarik tidak melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya;

b. Memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk

mengembalikan pinjaman yang ditetapkan oleh Pemerintah.

c. Persyaratan lainnya yang ditetapkan oleh calon pemberi pinjaman.

d. Dalam hal Pinjaman Daerah diajukan kepada Pemerintah,

Pemerintah Daerah juga wajib memenuhi persyaratan tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari Pemerintah.

Salah satu persyaratan dalam permohonan pinjaman adalah rasio kemampuan

keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman atau dikenal dengan Debt

Service Cost Ratio (DSCR). Berdasarkan peraturan yang berlaku, DSCR minimal adalah 2,5. DSCR ini menunjukan kemampuan pemerintah untuk membayar pinjaman, sekaligus memberikan gambaran kapasitas keuangan pemerintah

9.4.2. Rencana Pembiayaan Perusahaan Daerah

Beberapa kabupaten/kota memiliki perusahaan daerah yang bergerak dalam bidang pelayanan bidang Cipta Karya seperti air minum, air limbah maupun persampahan. Dalam hal ini, perusahaan daerah tersebut umumnya memiliki rencana dalam lima

tahun ke depan dalam bentuk business plan.

9.4.3. Rencana Kerjasama Pemerintah dan Swasta Bidang Cipta Karya

(23)

9-23 9.5. Analisis Keterpaduan Strategi Peningkatan Investasi Pembangunan Bidang

Cipta Karya

Sebagai kesimpulan dari analisis aspek pembiayaan, dilakukan analisis tingkat ketersediaan dana yang ada untuk pembangunan bidang infrastruktur Cipta Karya yang meliputi sumber pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan daerah, serta dunia usaha dan masyarakat. Kemudian, perlu dirumuskan strategi peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta Karya dengan mendorong pemanfaatan pendanaan dari berbagai sumber.

9.5.1. Analisis Kemampuan Keuangan Daerah

Ketersediaan dana yang dapat digunakan untuk membiayai usulan program dan kegiatan yang ada dalam RPI2-JM bidang Cipta Karya dapat dihitung melalui hasil analisis yang telah dilakukan.

9.5.2. Strategi Peningkatan Investasi Bidang Cipta Karya

Gambar

Tabel 9.1 Perkembangan Pendapatan Daerah dalam 5 Tahun Terakhir Kab. Aceh Besar
Tabel 9.4 Rata-rata Pertumbuhan Neraca Daerah
Tabel 9.5 Analisis Rasio Keuangan Daerah Kabupaten Aceh Besar
Tabel 9.6
+4

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini diharapkan mampu mendapatkan gambaran spatial dan temporal kasus DBD, mengidentifikasi faktor risiko perilaku, demografi, dan geografi terhadap penyebaran

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu karena penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan hasil belajar yang menerapkan

Hasil penelitian menunjukan secara umum terdapat perbedaan penguasaan konsep yang signifikan (p= 0,00) antara kelas eksperimen yang belajar dengan menerapkan model project

Sebelum mendapatkan polis yang berisi syarat-syarat umum dan khusus, calon pemegang polis akan memperoleh gambaran 12 Terdapat dalam polis Unit Link Syariah PT. AXA Financial

dibuatlah penelitian skripsi dengan judu l “ Pengaruh Kualitas Pelayanan, Penanganan Komplain dan Tingkat Margin terhadap Kepuasan Nasabah Produk Pembiayaan Murabahah

Hasil penelitian ini semakin diperkuat dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2014) dengan judul penelitian “ Self efficacy dan prokrastinasi pada mahasiswa

Bagi Universitas penelitian ini diharapkan dapat menginspirasi dengan terus berinovasi ketika mengadakan kegiatan kemahasiswaan, khususnya LKMM, yang berguna untuk

Rerata motilitas spermatozoa pada kelompok KM2 dibandingkan dengan KM3 menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan (p=0,000) berarti pemberian ekstrak kulit manggis