• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. utama pembangunan. Salah satu target dari Millenium Development Goals

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. utama pembangunan. Salah satu target dari Millenium Development Goals"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang

Saat ini upaya untuk menanggulangi kemiskinan telah menjadi agenda utama pembangunan. Salah satu target dari Millenium Development Goals (MDGs) adalah mengurangi proporsi penduduk miskin, yaitu yang hidup di bawah garis kemiskinan US $ 1 Purchasing Power Parity (PPP)/hari, pada tahun 2005 menjadi separuh dari proporsi tahun 1990 (Bappenas, 2010). Kemiskinan dapat dibagi menjadi dua yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut adalah derajat kemiskinan di mana kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak dapat terpenuhi, sedangkan kemiskinan relatif adalah suatu ukuran mengenai kesenjangan/ketimpangan di dalam distribusi pendapatan yang biasanya dapat didefinisikan di dalam kaitannya dengan tingkat rata-rata dari distribusi yang dimaksud (Widodo, 2006: 99).

Pada mulanya upaya pembangunan diidentikkan dengan upaya meningkatkan pendapatan per kapita atau disebut strategi pertumbuhan ekonomi. Dengan ditingkatkannya pendapatan per kapita, diharapkan mampu memecahkan permasalahan pengangguran, kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan melalui trickle down effect (Kuncoro, 2010: 4). Pada awal tahun 1960-an, sebagian besar Negara Sedang Berkembang (NSB) yang mengalami tingkat pertumbuhan tinggi menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi semacam itu hanya memberikan sedikit manfaat dalam memecahkan masalah kemiskinan serta

(2)

distribusi pendapatan (Arsyad, 2010: 280). Permasalahan utama pembangunan saat ini terutama di NSB bukan hanya berorientasi pada pertumbuhan, tetapi juga pada pemerataan distribusi pendapatan (growth with equity).

Todaro dan Smith (2006: 20) menyebutkan bahwa tujuan utama dari pembangunan ekonomi adalah menciptakan pertumbuhan ekonomi yang setinggi-tingginya dan mengurangi kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan tingkat pengangguran. Kesempatan kerja bagi masyarakat akan menghasilkan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Peningkatan kesejahteraan masayarakat kemudian dapat mengurangi kemiskinan.

Pendapatan per kapita merupakan indikator yang paling sering digunakan sebagai tolok ukur tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat suatu wilayah. Pendapatan per kapita juga digunakan untuk mengukur kinerja perekonomian suatu wilayah dari masa ke masa dan perbandingan kinerja perekonomian suatu wilayah dengan wilayah lain (Arsyad, 2010: 32). Pendapatan per kapita adalah pendapatan rata-rata penduduk yang diperoleh dengan jalan membagi pendapatan regional pada suatu periode tertentu dengan jumlah penduduk pada periode yang sama. Pendapatan regioanl dapat dilakukan dengan tiga metoda yaitu metoda produksi (nilai tambah), metoda pendapatan dan metoda pengeluaran.

Arsyad (2010: 285) membagi permasalahan distribusi pendapatan menjadi 3 (tiga) yaitu distribusi pendapatan perorangan, distribusi pendapatan fungsional dan distribusi pendapatan regional. Distribusi pendapatan perorangan merupakan indikator yang paling umum digunakan oleh para ekonom. Indikator ini menunjukkan hubungan antara individu-individu dengan pendapatan total yang

(3)

mereka terima. Individu tersebut disusun menurut tingkat pendapatannya yang semakin meninggi dan kemudian dibagi individu tersebut ke dalam kelompok-kelompok yang berbeda. Distribusi pendapatan fungsional atau distribusi pangsa pendapatan atas faktor produksi berusaha menjelaskan share pendapatan nasional yang diterima oleh masing-masing faktor produksi (tanah, tenaga kerja dan modal, kewirausahaan), sedangkan distribusi regional meninjau keadilan dan pemerataan dari aspek regional atau antardaerah yang dipengaruhi oleh kepemilikan sumber daya alam, ketersediaan infrastruktur dan kualitas sumber daya manusia.

Masalah distribusi pendapatan mengandung dua aspek. Aspek pertama adalah bagaimana menaikkan tingkat kesejahteraan mereka yang masih berada di bawah garis kemiskinan, sedang aspek kedua adalah pemerataan pendapatan secara menyeluruh dalam arti mempersempit perbedaan tingkat pendapatan antarpenduduk atau rumah tangga. Keberhasilan mengatasi aspek yang pertama dapat dilihat dari penurunan persentase penduduk yang masih berada di bawah garis kemiskinan. Sementara keberhasilan memperbaiki distribusi pendapatan secara menyeluruh, adalah jika laju pertambahan pendapatan golongan miskin lebih besar dari laju pertambahan pendapatan golongan kaya.

Provinsi Kalimantan Timur merupakan bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dibentuk dengan Undang-undang No. 27 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan. Provinsi Kalimantan Timur memliki luas daratan 198.441,17 km2dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km2. Secara administratif terdiri dari 10 kabupaten dan 4 kota, dengan Kabupaten Tana Tidung merupakan kabupaten terakhir hasil pemekaran dari

(4)

Kabupaten Bulungan pada tahun 2007. Jumlah penduduk Provinsi Kalimantan Timur berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010 adalah 3.553.143 jiwa. Provinsi Kalimantan Timur merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki kawasan perbatasan negara. Daerah di Provinsi Kalimantan Timur yang terletak di perbatasan negara yaitu Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau dan Kabupaten Kutai Barat.

Gambar 1.1

Peta Administrasi Provinsi Kalimantan Timur

Provinsi Kalimantan Timur merupakan provinsi terkaya di Indonesia, sebagaimana terlihat dari rata-rata PDRB per kapita. Rata-rata PDRB per kapita Provinsi Kalimantan Timur tahun 2003-2011 adalah Rp80,869 juta, sedangkan PDRB

(5)

per kapita Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Riau yang tertinggi setelah Provinsi

Kalimantan Timur adalah sebesar Rp73,548 juta dan Rp30,389 juta (Gambar 1.1).

Sumber: Bappenas, 2013 (diolah)

Gambar 1.2

Rata-rata PDRB per Kapita menurut Provinsi, 2003-2011

Pada tahun 2003-2011 ekonomi Provinsi Kalimantan Timur tumbuh dengan rata-rata 3,04 persen per tahun, di mana rata-rata pertumbuhan pada periode setelah tahun 2007 lebih tinggi jika dibandingkan periode sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kalimantan Timur sangat bergantung pada sumber daya alam yang dimiliki. Kontribusi terbesar dalam perekonomian Kalimantan Timur adalah sektor-sektor primer, terutama sektor pertambangan serta pengolahan migas dan non-migas. Berdasarkan data Bappenas (2012), pada periode yang sama tingkat kemiskinan turun dari 12,15 persen pada tahun 2003 menjadi 6,77 persen pada tahun 2011 (Gambar 1.3). Kemiskinan Provinsi Kalimantan Timur ini berada di bawah rata-rata nasional yaitu 16,66 persen pada tahun 2003 dan 11,66 persen pada tahun 2011.

Riau, 50,389 0 20,000 40,000 60,000 80,000 100,000 S U M U T S U M B A R R IA U PD R B p er K a p it a (R ib u R u p ia h )

per kapita Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Riau yang tertinggi setelah Provinsi

Kalimantan Timur adalah sebesar Rp73,548 juta dan Rp30,389 juta (Gambar 1.1).

Sumber: Bappenas, 2013 (diolah)

Gambar 1.2

Rata-rata PDRB per Kapita menurut Provinsi, 2003-2011

Pada tahun 2003-2011 ekonomi Provinsi Kalimantan Timur tumbuh dengan rata-rata 3,04 persen per tahun, di mana rata-rata pertumbuhan pada periode setelah tahun 2007 lebih tinggi jika dibandingkan periode sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kalimantan Timur sangat bergantung pada sumber daya alam yang dimiliki. Kontribusi terbesar dalam perekonomian Kalimantan Timur adalah sektor-sektor primer, terutama sektor pertambangan serta pengolahan migas dan non-migas. Berdasarkan data Bappenas (2012), pada periode yang sama tingkat kemiskinan turun dari 12,15 persen pada tahun 2003 menjadi 6,77 persen pada tahun 2011 (Gambar 1.3). Kemiskinan Provinsi Kalimantan Timur ini berada di bawah rata-rata nasional yaitu 16,66 persen pada tahun 2003 dan 11,66 persen pada tahun 2011.

Riau, 50,389 DKI, 73,548 Kaltim, 80,869 R IA U JA M B I S U M S EL B EN G K U L U L A M P U N G B A B EL K EP R I D K I JA B A R JA T EN G JO G JA JA T IM B A N T EN B A L I N T B N T T K A L B A R K A L T EN G K A L S EL K A L TI M S U L U T S U L T EN G S U L S EL S U L T R A

per kapita Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Riau yang tertinggi setelah Provinsi

Kalimantan Timur adalah sebesar Rp73,548 juta dan Rp30,389 juta (Gambar 1.1).

Sumber: Bappenas, 2013 (diolah)

Gambar 1.2

Rata-rata PDRB per Kapita menurut Provinsi, 2003-2011

Pada tahun 2003-2011 ekonomi Provinsi Kalimantan Timur tumbuh dengan rata-rata 3,04 persen per tahun, di mana rata-rata pertumbuhan pada periode setelah tahun 2007 lebih tinggi jika dibandingkan periode sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kalimantan Timur sangat bergantung pada sumber daya alam yang dimiliki. Kontribusi terbesar dalam perekonomian Kalimantan Timur adalah sektor-sektor primer, terutama sektor pertambangan serta pengolahan migas dan non-migas. Berdasarkan data Bappenas (2012), pada periode yang sama tingkat kemiskinan turun dari 12,15 persen pada tahun 2003 menjadi 6,77 persen pada tahun 2011 (Gambar 1.3). Kemiskinan Provinsi Kalimantan Timur ini berada di bawah rata-rata nasional yaitu 16,66 persen pada tahun 2003 dan 11,66 persen pada tahun 2011.

18,148 S U L T R A G O R O N T A L O S U L B A R M A L U K U M A L U T P A P U A B A R A T P A P U A IN D O N ES IA

(6)

Sumber: Bappenas, 2013 (diolah)

Gambar 1.3

Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan Provinsi Kalimantan Timur, 2003-2011

Menurut PDRB per kapita kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Timur pada periode yang sama, Kota Bontang memiliki rata-rata PDRB per kapita tertinggi yatu sebesar Rp191,40 juta, sedangkan Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan dan Kabupaten Bulungan merupakan daerah dengan PDRB per kapita paling rendah yaitu kurang lebih Rp10 juta. Menurut angka kemiskinan, Kota Balikpapan memiliki rata-rata kemiskinan terendah yaitu 3,83 persen, sedangkan kemiskinan tertinggi terletak di Kabupaten Malinau (19,60 persen), Kabupaten Nunukan (18,70 persen) dan selanjutnya Kabupaten Bulungan (16,73 persen). Kemiskinan ketiga daerah ini bahkan berada di atas rata-rata kemiskinan nasional pada periode yang sama yaitu sebesar 15,6 persen. Selain itu juga terdapat daerah lain yang kemiskinannya cukup tinggi yaitu Kabupaten Paser, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Kertanegera dan Kabupaten Kutai Barat. Padahal jika ditinjau PDRB per kapita yang ada, daerah tersebut memiliki PDRB per kapita yang tinggi jika dibandingkan dengan daerah lainnya. Bahkan Kabupaten Kutai

1.86 1.75 3.17 2.82 1.88 4.9 2.09 4.95 3.93 12.15 11.57 10.57 11.41 11.04 9.51 7.73 7.66 6.77 0 2 4 6 8 10 12 14 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 (% ) Pertumbuhan Ekonomi Kemiskinan

(7)

Kertanegara merupakan daerah kabupaten/kota yang dikenal terkaya se-Indonesia karena memiliki APBD terbesar pada tahun 2012 sebesar Rp5,03 triliun dan pada tahun 2013 sebesar Rp9,2 triliun.

Sumber: Lampiran 1 dan 2 (diolah)

Gambar 1.4

PDRB per Kapita dan Kemiskinan menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Timur, 2003-2011

Todaro dan Smith (2006: 66) menyatakan bahwa tinggi rendahnya tingkat kemiskinan di suatu negara tergantung pada dua faktor utama yaitu tingkat pendapatan nasional rata-rata dan lebar sempitnya kesenjangan distribusi pendapatan. Tingginya pendapatan per kapita yang ada, namun selama kesenjangan distribusi pendapatan masih tinggi, maka tingkat kemiskinan di wilayah tersebut pasti akan parah. Sebaliknya, meratanya distribusi pendapatan di suatu wilayah, jika tingkat pendapatan regional rata-ratanya rendah, maka tingkat kemiskinan juga pasti akan semakin meluas. Beberapa penelitian yang telah dilakukan di beberapa negara dan daerah di Indonesia menunjukkan bahwa

20.11 17.25 50.85 63.93 20.68 10.02 10.45 10.34 13.44 7.87 28.02 15.79 12.71 191.40 14.81 11.35 11.36 14.09 7.32 19.60 18.70 16.73 8.18 4.19 3.83 6.24 9.93 6.93 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 0 50 100 150 200 250 P as er K u ta i Ba ra t K u ta i k art an eg ara K u ta i T im u r Be ra u M al in au Bu lu n g an N u n u k an P en aj am P as er U ta ra T an a T id u n g Ba li k p ap an S am ari n d a T ara k an Bo n ta n g K em is k in a n ( % ) P D R B p er K a p ita (J u ta Ru p ia h )

(8)

hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan absolut adalah negatif, namun tidak ada hubungan yang pasti antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan distribusi pendapatan.

Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan permasalahan yang hendak diteliti adalah apakah tingginya pertumbuhan ekonomi telah terdistribusi secara merata untuk seluruh masyarakat Kalimantan Timur. Pertumbuhan dan pemerataan diharapkan mampu mengurangi tingkat kemiskinan sebagaimana tujuan awal pembangunan.

1.2 Keaslian Penelitian

Berbagai penelitian telah banyak dilakukan yang berkaitan dengan ketimpangan distribusi pendapatan yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya, baik yang dilakukan di Indonesia maupun di luar negeri. Sebagai acuan dan pembanding, maka perlu diuraikan secara singkat mengenai penelitian-penelitian yang relevan dengan penelitian ini dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Tabel 1.1

Hasil Penelitian Terkait dengan Ketimpangan, Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan

NO NAMA ALAT ANALISIS KESIMPULAN 1. Gafar (2004) Analisis korelasi headcount index dancoefficientGini

Pada periode 1993-1999 terjadi peningkatan GDP 32 persen dan GDP per kapita 29 persen. Hal ini diikuti dengan penurunan kemiskinan dan koefisien Gini baik di perkotaan maupun di pedesaan. Tidak ada hubungan korelasi yang signifikan antara pertumbuhan dan ketimpangan.

2. Goh,Luo, dan Zhu.

Growth Incidence Curves(GIC), Gini

Pendapatan tumbuh untuk semua segmen populasi, dan sebagai hasilnya tingkat

(9)

NO NAMA ALAT

ANALISIS KESIMPULAN

(2008) coefficient kemiskinan menurun. Pertumbuhan pendapatan tidak merata, paling cepat di wilayah pesisir, dan di antara yang berpendidikan. Pertumbuhan pendapatan sebagian besar dapat dikaitkan dengan peningkatan kembali ke pendidikan dan pergeseran kerja ke sektor sekunder dan tersier.

3. Fosu (2009)

Random Effect (RE) dan Fixed Effect

(EF)Hausman-spesification test

Dampak pertumbuhan PDB menyebabkan pengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan baik di sampel sub-Saharan Afrika (SSA) maupun non-SSA, tetapi dampak pertumbuhan berbeda antara di SSA mapun non-SSA hal ini tergantung pada ketimpangan. 4. Haemusri (2009) Tipologi Klassen, Index Williamson, Index Entropi Theil, Fungsi Kuadrat, Analisis Regresi

Terjadi kecenderungan penurunan ketimpangan PDRB per kapita yang dianalisis dengan Indeks Williamson dan Indeks Theil. Hubungan antara pertumbuhan Indeks Williamson dan Entropi Theil menunjukkan berlakunya hipotesis Kuznets. Berdasarkan hasil regresi data panel, variabel modal manusia berpengaruh positif, sedangkan variabel pertumbuhan populasi berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan PDRB per kapita. 5. Pafrida (2011) Analisis Deskriptif Tren Kemiskinan dan Analisis Regresi dengan fixed effect model cross section SUR atau pooled EGLS

Kondisi kemiskinan Provinsi DIY 2002-2009 membaik, pertumbuhan ekonomi di Provinsi DIY mampu memperbaiki distribusi pendapatan. Menurunnya ketimpangan pendapatan karena pengaruh pertumbuhan ekonomi semakin meningkatkan keberhasilan dalam pengurangan kemiskinan. 6. Paul, Thapa, dan Prennushi (2012) Koefisien Gini, Atkinson, dan Generalized Entropy

Ketimpangan pendapatan per kapita di Nepal cukup tinggi. Analisis dekomposisi berdasarkan pengelompokan ekologis dan geografis mengungkapkan bahwa kontribusi komponen ketimpangan antardaerah pada ketidaksetaraan pendapatan agregatkurang dari 10 persen. Kebijakan pembangunan, seharusnya

(10)

NO NAMA ALAT

ANALISIS KESIMPULAN

diarahkan untuk mengurangi ketimpangan di dalam wilayah (within region) dibandingkan untuk mengurangi ketimpangan antarwilayah (between region). Pertumbuhan di wilayah pedesaan, akan mengurangi ketimpangan pendapatan agregat di Nepal.

7. Amrullah (2012)

ADEPT Kemiskinan keluarga di Provinsi Banten lebih banyak terjadi di perkotaan. Profil kemiskinan tersebut terkait dengan posisi strategis Provinsi Banten sebagai daerah satelit ibukota Jakarta dan keterbatasan infrastruktur di daerah Banten Selatan. 8. Nasirudin

(2013)

Analisis data panel menggunakan analisis deskriptif kemiskinan dan analisisregresi dengan fixed effect model(cross-section weights), dan analisis pro-poor growth index/PPGI

Tren kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah menurun, meskipun Kota Pekalongan mengalami tren meningkat. Pertumbuhan ekonomi menimbulkan peningkatan ketidakmerataan pendapatan dengan nilai elastisitas 1,48. Pertumbuhan ekonomi juga mempengaruhi tingkat kemiskinan sebesar 1,303 persen, dan pengaruh ketidakmerataan pendapatan masyarakat terhadap kemiskinan pengaruhnya akan meningkatkan kemiskinan sebesar 0,056 persen jika terjadi peningkatan ketidakmerataan pendapatan sebesar 1 persen. PPGI menunjukkan pertumbuhan ekonomi merupakan pertumbuhan pro poor.

Setelah mengkaji hasil penelitian tersebut di atas, maka penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dari penelitian sebelumnya. Persamaannya terletak pada penelitian mengenai hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan serta indikator yang digunakan untuk mengukur ketimpangan pendapatan yaitu Gini coefficient, the generalized entropy (GE), sedangkan perbedaannya dalam hal lokasi, waktu, data dan alat analisis yang

(11)

menggunakan piranti lunak ADePT. Pada penelitian sebelumnya sudah pernah dilakukan penelitian mengenai kemiskinan menggunakan piranti lunak ADePT, namun belum pernah dilakukan analisis mengenai ketimpangan pendapatan yang menggunakan piranti lunak ADePT.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah.

1. Menganalisis dan mengidentifikasi ketimpangan distribusi pendapatan di Provinsi Kalimantan Timur.

2. Menganalisis hubungan pertumbuhan, kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan di Kalimantan Timur.

3. Memetakan ketimpangan distribusi pendapatan di Provinsi KalimantanTimur. 4. Merumuskan strategi pembangunan yang disesuaikan dengan tipologi daerah

berdasarkan pertumbuhan dan ketimpangan. 1.3.2 Manfaat Penelitian

Penulis berharap, hasil penelitian ini bermanfaat untuk memberikan sumbangan pemikiran, antara lain.

1. Bagi Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, sebagai informasi dalam memahami kondisi pembangunan daerah dan pertimbangan bagi perumusan kebijakan serta pengambilan keputusan yang terarah untuk mengurangi permasalahan ketimpangan distribusi pendapatan.

(12)

2. Bagi peneliti lain dan penulis sendiri, sebagai sarana untuk memperkaya pengetahuan dan menambah referensi tentang ketimpangan distribusi pendapatan dan pertumbuhan ekonomi. Selain itu juga sebagai bahan informasi untuk penelitian selanjutnya, terutama pada topik yang diteliti saat ini.

1.4 Sistematika Penulisan

Penelitian ini disajikan dalam empat bab dengan sistematika sebagai berikut. Bab I merupakan pengantar yang menguraikan tentang latar belakang, keaslian penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. Bab II berisi tentang tinjauan pustaka dan alat analisis berisi landasan teori, tinjauan pustaka dan alat analisis. Bab III merupakan analisis data dan pembahasan berisi metodologi dan hasil analisis yang meliputi kondisi distribusi pendapatan di Provinsi Kalimantan Timur, analisis hubungan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan distribusi pendapatan di Provinsi Kalimantan Timur, pemetaan ketimpangan distribusi pendapatan di Provinsi Kalimantan Timur, dan strategi pembangunan daerah. Bab IV merupakan kesimpulan dan saran yang memuat kesimpulan akhir dari penelitian dan saran.

Referensi

Dokumen terkait

Pengiriman secara nilai adalah : bahwa hasil yang didapatkan pada prosedur tidak akan mempengaruhi nilai yang ada pada modul yang mengirim (dalam hal ini adalah

Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Indra Kurnia, menyatakan bahwa skripsi dengan judul : ANALISIS PENGARUH BOPO, Equity to Total Assets (EAR) Ratio , Loan to Assets

Sehubungan dengan rumusan masalah, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui, ada pengaruh signifikan atau tidak antara Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR)

Dari pengertian ini dapat dipahami bahwa pendidikan dilakukan untuk membina sebuah kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat dan kebudayaan, dimulai sejak

Abstrak: Penelitian ini bertujuan 1) Untuk mengetahui kemampuan mengenal lambang bilangan anak usia 4-5 tahun sebelum penerapan bermain Puzzle jam di PAUD Bunga Kiambang

Ini berarti bahwa pasien yang dirawat di ruang rawat inap dewasa rumah sakit panti waluya sawahan malang yang sudah diberikan pelayanan asuhan keperawatan

Paramater lain yang tidak kalah penting adalah, bahwa kadar asam sianida (HCN) gadung Dayak Kalimantan jauh lebih besar dibanding gadung Jawa, yakni 237 mg/kg,

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian merupakan randomized controlled trial dengan menggunakan pos tes saja (post test only