• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Membaca Permulaan 1. Pengertian Membaca Permulaan - SURATMO BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Membaca Permulaan 1. Pengertian Membaca Permulaan - SURATMO BAB II"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Membaca Permulaan

1. Pengertian Membaca Permulaan

Membaca mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari karena membaca dapat membantu seseorang dalam memecahkan masalah, memperkuat keyakinan pembaca, memberi pengalaman estetis, meningkatkan prestasi, dan memperluas pengetahuan. Adapun peranan membaca permulaan di kelas I adalah untuk memahami teks pendek dengan membaca nyaring,

memahami teks pendek dengan membaca lancar dan membaca puisi anak

(BSNP Silabus Bahasa Indonesia , 2006:2)

Menurut Anderson dalam Tarigan (2008:7) dari segi linguistik, membaca adalah suatu proses penyandian kembali bahasa sandi (a recording and decoding process). Pembacaan sandi (decoding) adalah menghubungkan kata-kata tulis (written word) dengan makna bahasa lisan (oral language meaning) yang mencakup pengubahan tulisan/cetakan menjadi bunyi yang bermakna.

Menurut Plato dalam Harjasujana dan Damaianti (2003:27) membaca merupakan suatu kegiatan membedakan huruf dengan mata dan telinga agar tidak dibingungkan oleh posisinya nanti jika tampak dalam bentuk tulisan atau terdengar dalam bentuk lisan.

Feldman (2003:25) mengemukakan bahwa membaca adalah suatu proses yang kompleks karena melibatkan proses sebagai berikut:

(2)

(c) mengenali pengelompokan huruf yang berbeda-beda, yang menyusun suatu kata tertentu, tahapan ini mencakup pengenalan huruf-huruf satu persatu dalam bentuk huruf cetakan atau tulisan tangan;

(d) membandingkan pengelompokkan huruf tersebut dengan kata-kata yang telah dikenal yang disimpan dalam memori untuk mengidentifikasikan, baik lafal dan arti dari keseluruhan kata;

(e) menyimpan arti kata tersebut dan menghubungkannya dengan kata-kata lain dalam kalimat itu untuk membangun pemahaman penuh dari maksud penulis;

(f) menyelesaikan seluruh proses di atas daiam hitungan sepersekian detik, seiring mata melanjutkan ke kalimat berikutnya.

Seperti yang telah diuraikan diatas oleh para pakar, proses membaca merupakan sesuatu yang dapat dikatakan sebagai suatu keistimewaan walaupun masih banyak orang yang menganggapnya sebagai sesuatu yang sudah seharusnya. Bagaimanapun juga, apabila ada sesuatu yang salah dalam salah satu tahapan dalam proses tersebut, maka keistimewaan tersebut tidak akan terjadi.

Dalam penelitian ini, subjek penelitian sebelum penelitian berlangsung mengalami hambatan sehingga proses membaca (keajaiban) yang seharusnya terjadi belum terwujud. Hal tersebut terbukti dari hasil tes uji coba yang telah dilakukan dengan materi yang berasal dari buku pelajaran bahasa Indonesia kelas1

berlibur ke rumah paman

namaku hana

waktu liburan telah tiba

aku diajak pamanku berlibur di rumahnya rumah pamanku di desa

halaman rumah paman sangat luas di sana ditanami buah buahan ada pisang dan pepaya

rambutan salak dan alpukat aku pun sangat senang buah buahan ada di sana

(3)

Dari 43 kata yang tertulis di atas, tidak semua siswa dapat mengeja, dilafalkan, dan terlebih lagi dimengerti maknanya, baik dalam hati maupun secara lisan oleh subjek penelitian.

Secara garis besar jenis membaca terbagi menjadi dua, yaitu membaca permulaan dan membaca lanjutan (Depdikbud, 1991/1992:4). Keterampilan membaca permulaan merupakan salah satu kunci keberhasilan karena dengan itu para siswa akan mampu menggali informasi dari berbagai sumber tertulis. Membaca permulaan adalah dasar bagi kegiatan membaca lanjutan.

Soejono dalam (Devine, 1989: 1) mengatakan bahwa pada tahap pengajaran membaca permulaan tugas guru adalah sebagai berikut:

(1) memberikan kesempatan lebih lanjut kepada anak didik untuk mempertajam kesadarannya terhadap bunyi dan bentuk, dengan itu diharapkan anak mampu menyadari bahwa setiap bunyi itu memiliki bentuk masing-masing; (2) menghubungkan antara bunyi yang diucapkan dengan huruf cetak, dengan

itu diharapkan anak mampu menunjukkan setiap bunyi yang diucapkan sesuai dengan huruf cetaknya;

(3) mengembangkan konsep-konsep kata dan kalimat, dengan itu diharapkan anak mampu menyadari apa yang dinamakan kata dan apa yang dinamakan kalimat;

(4) menciptakan situasi yang memungkinkan anak didik dapat melihat pola-pola secara lebih baik;

(5) membantu anak didik untuk memahami bahasa lisan dan tulisan;

(6) mengadakan kesempatan berorganisasi bagi anak didik untuk berlatih menggunakan bahasa lisan;

(7) memperkenalkan dan menjelaskan kata-kata baru dan konsep-konsep yang diwakili oleh kata-kata itu, dengan itu diharapkan anak mampu memahami kata-kata yang baru sehingga memperkaya perbendaharaan kosakatanya; (8) membimbing anak didik dalam memperoleh pengetahuan baru yang

kemudian

dapat mereka gunakan untuk menafsirkan teks dan pesan-pesan lisan secara lebih baik;

(4)

(10) membantu anak didik dalam melihat bahwa membaca adalah suatu sumber kenikmatan, sumber pengetahuan, dan suatu cara untuk memaknai dunia di sekitar mereka.

Ada beberapa macam cara dalam membaca, yaitu: (1) membaca teknik (membaca nyaring), meliputi penguasaan: tanda baca (titik, koma, kalimat tanya, tanda seru, intonasi, lafal kata, kesenyapan, ketepatan tekanan, suara; (2) membaca dalam hati, yaitu membaca tanpa suara, tanpa adanya gerakan; (3) membaca bahasa, yaitu pengetahuan yang menyangkut tata bentukan kata (morfologi), tata kalimat (sintaksis), tata tulis (EYD), makna wacana dari suatu paragraf; (4) membaca pustaka, yaitu buku paket / rujukan, majalah, klipping, kumpulan certa; (5) membaca cepat, yaitu jenis membaca untuk memperoleh jumlah bacaan atau halaman yang banyak dalam waktu yang singkat, (6) membaca indah, disebut juga membaca emosional yang dapat menimbulkan keindahan atau estetika (Tarigan; 2008: 12).

Menurut Tarigan (2008: 9-10) dengan mengutip pandangan Anderson (1972:214), tujuan utama dalam membaca adalah:

a. membaca untuk rnenemukan atau mengetahui penemuan-penemuan yang telah diiakukan oleh sang tokoh; apa-apa yang telah dibuat oleh sang tokoh; apa yang telah terjadi pada tokoh khusus, atau untuk memecahkan masalah-masalah tang dibuat oleh sang tokoh. Membaca seperti ini disebut membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta (reading for details of facts);

b. membaca untuk mengetahui mengapa hal itu merupakan topik yang baik dan menarik, masalah yang terdapat dalam cerita, apa-apa yang dipeiajari atau yang dialami sang tokoh, dan merangkumkan hal-hal yang diiakukan oieh sang tokoh untuk mencapat tujuannya. Membaca seperti ini disebut membaca untuk memperoleh ide-ide utama (reading for main ideas);

(5)

membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita (reading for sequence or organization);

d. membaca untuk rnenemukan serta mengetahui mengapa para tokoh merasakan seperti cara mereka, apa yang hendak diperlihatkan oleh sang pengarang kepada para pembaca, mengapa para tokoh berubah, kulaitas-kualitas yang dimiliki para tokoh yang membuat mereka berhasil atau gagal. Ini disebut membaca untuk menyimpulkan, membaca inferensi (reading for inference);

e. membaca untuk menemukan serta mengetahui apa-apa yang tidak biasa, tidak wajar mengenai seseorang tokoh, apa yang lucu dalam cerita, atau apakah cerita itu benar atau tidak benar. Ini disebut membaca untuk mengelopokkan, membaca untuk mengklasifikasikan (reading to classify);

f. membaca untuk menemukan apakah sang tokoh berhasil atau hidup dengan ukuran-ukuran tertentu, apak kita ingin berbuat seperti yang diperbuat oleh sang tokoh, atau bekerja seperti cara sang tokoh bekerja dalam cerita itu. ini disebut membaca menilai, membaca mengevaluasi (reading to evaluate);

g, membaca untuk menemukan bagaimana caranya sang tokoh berubahm bagimana hidupnya berbeda dari kehidupan yang kita kenal, bagaimana dua ceria mempunayi persamaan, bagimana sang tokoh menyerupai pembaca. Ini disebut membaca untuk membandingkan atau mempertentangkan (reading to compare or contrast).

Dengan demikian, keterampilan membaca harus dimulai sejak awal. Guru bahasa sedapat mungkin membimbing siswa untuk mengembangkan dan meningkatkan keterampilan membaca. Misalnya: membimbing siswa dalam memperkaya kosakata dan memahami makna struktur kata atau makna kiasan dan ungkapan. Dengan memahami bacaan sedini mungkin anak akan memperoleh kemudahan dalam mengikuti tahap pembelajaran di sekolah. Apabila anak masih mempunyai masalah dalam kemampuan membaca dan menulis permulaan sudah barang tentu akan mempersulit dalam mengikuti pelajaran selanjutnya.

2. Komponen Membaca Permulaan

(6)

a. pengenalan terhadap aksara serta tanda-tanda baca;

b. korelasi aksara beserta tanda-tanda baca dengan unsur-unsur linguistik yang formal;

c. hubungan lebih lanjut dari A dan B dengan makna atau meaning (Tarigan 2008:11).

Pengajaran membaca di sekolah dasar terdiri atas dua jenis, yaitu: membaca permulaan di kelas satu dan dua; dan membaca lanjut di kelas tiga. Membaca permulaan merupakan kompetensi diperuntukan bagi siswa SD/MI. Tujuannya antara lain untuk membina dasar-dasar mekanisme membaca. Sedangkan membaca lanjut mencakup pengembangan membaca demi terbinanya keterampilan membaca yang lebih baik. Depdiknas (Kurikulum, 2003) merumuskan kompetensi dasar membaca adalah " kemampuan membaca dan memahami teks pendek dengan cara membaca lancar (bersuara) beberapa kalimat sederhana" Sedangkan indikatornya adalah siswa mampu membaca lafal, intonasi, jeda, penekanan pada kata-kata tertentu, mengidentifikasi kata-kata kunci.

(7)

Berdasarkan tujuan pengajaran membaca permulaan di atas, penelitian ini juga secara spesifik bertujuan untuk: a. melatih subjek penelitian agar mampu membaca kata dan kalimat sederhana yang terdiri dari 2-4 kata, dan b. melatih subjek penelitian agar mampu membaca menulis kata dan kalimat sederhana.

3. Langkah-Langkah Membaca Permulaan

Membaca dan menulis permulaan dengan pendekatan tematik , bukanlah sekedar bertujuan siswa dapat membaca dan menulis, melainkan lebih luas jangkauannya, yaitu dapat berkembang terus kepribadiannya secara wajar. Langkah-langkah yang dapat dilakukan guru dalam membaca permulaan menurut Broto (1979:15-16), yaitu sebagai berikut.

Putaran I:

Pada putaran I dilakukan beberapa langkah, yaitu ; a. melakukan orientasi;

b. merekam bahasa siswa; c. meneliti hasil rekaman;

d. menyusun cerita berdasarkan hasil rekaman; e. menempatkan gambar sebagai pusat minat;

f. menganalisis dan membuat sintesis gambar: gambar totalitas, gambar analitik, gambar totalitas dalam situasi baru;

g. menambah kartu-kartu kaiimat dengan gambar analitis; h. memperkenalkan 5 struktur kalimat yang bermakna. Putaran II

menyusun analisis dan sintesis temadap 5 kalimat dasar menjadi kalimat dalam urutan baru

Putaran III

analisis untuk kalimat menjadi kata

sintesis untuk kata menjadi kalimat-kalimat baru Putaran IV:

a. analisis untuk kalimat menjadi kata b. analisis untuk kata menjadi suku-kata

c. sintesis untuk suku kata menjadi kata-kata baru

d. sintesis untuk kata-kata baru menjadi kalimat-kalimat baru. Putaran V

a. analisis untuk kalimat menjadi kata analisa kata menjadi suku-kata b. analisis untuk suku kata menjadi huruf

(8)

d. sintesis untuk suku kata baru menjadi kata-kata baru e. sintesis untuk kata-kata baru menjadi kalimat-kalimat baru.

4. Jenis Kalimat dalam Membaca Permulaan

Proses kegiatan membaca dimulai dari penguasaan kode-kode bahasa, yang diikuti oleh penguasaan kosa kata atau perbendaharaan kata, kemudian pemahaman kalimat, paragraf, dan sampai pada akhirnya pemahaman teks / wacana (Suryatin, 1990: 23).

Brougton dalam Tarigan (2008:13), mengemukakan bahwa secara garis besar terdapat dua aspek pen ting dalam proses membaca: a. keterampilan yang bersifat mekanis (mechanical skills) yang dapat dianggap berada pada urutan yang lebih rendah (lower order). Aspek kedua ini mencakup :

a. keterampilan yang bersifat mekanis (1) pengenalan huruf;

(2) pengenalan unsur-unsur linguistik (fonem/grafem, kata, frase, pola klausa, kalimat dan lain-lain;

(3) pengenalan hubungan korespodensi pola ejaan dan bunyi (kemampuan menyuarakan bahan tertulis atau "to bark at print");

(4) kecepatan membaca bertaraf lambat.

b. keterampilan yang bersifat pemahaman (comperhension skills) yang dapat dianggap berada pada urutan yang lebih tinggi (higher order). Aspek kedua ini mencakup:

(1) memahami pengertian sederhana (leksikal, gramatikal dan retorikal);

(2) memahami signifikasi atau makna (maksud dan tujuan pengarang, relevansi /keadaan budaya, reaksi pembaca);

(3) evaluasi atau penilaian (isi, bentuk);

(9)

Diagram 2.1 Aspek-Aspek membaca

Ketrampilan mekanis - pengenalan bentuk huruf

(urutan lebih rendah) - pengenalan unsure-unsur linguistic - Pengenalan hubungan bunyi dan huruf

Aspek-aspek

Membaca Ketrampilan pemahaman - kecepatan membaca : lambat (ureutan lebih tinggi - pemahaman pengertian sederhana - pemahaman signifikasi/makna - evaluasi/penilaian isi dan bentuk - kecapatan membaca : fleksibel

(Tarigan, 2008:14)

(10)

B. Menulis Permulaan

1. Pengertian Menulis Permulaan

Menulis ialah menjelaskan bahasa lisan menjadi tertulis, melalui proses menyalin melahirkan pikiran / perasaan atau melukiskan lambang-lambang grafik. Melalui tulisan, terjadi komunikasi antara penulis dengan pembaca. Untuk itu fungsi utama menulis adalah melakukan komunikasi secara tidak langsung kepada pembaca (Tarigan, 2008:22)

(11)

dikatakan menulis, kalau dia tidak tahu bagaimana cara menulis bahasa Cina, yaitu kalau dia tidak memahami bahasa Cina beserta huruf-hurufnya. Dengan kriteria seperti itu, maka dapatlah dikatakan bahwa menyalin / mengkopi huruf-huruf ataupun menyusun menset suatu naskah dalam huruf-huruf-huruf-huruf tertentu untuk dicetak bukanlah menulis kalau orang-orang tersebut tidak memahami bahasa tersebut beserta refresentasinya" (Lado, 1979:143 dalam Tarigan, 2008: 22).

Sehubungan dengan "tujuan" penulisan suatu tulisan , maka Hugo Hartig, Hippie (1973) sebagaimana dikutip oleh Tarigan (2008: 25) merangkumkannya sebagai berikut.

a. assignment purpose (tujuan penugasan)

Tujuan penugasan ini sebenarnya tidak mempunyai tujuan sama sekali. Penuiis menulis sesuatu karena ditugaskan , bukan atas kemauan sendiri (misalnya para siswa yang diberi tugas merangkurnkan buku, sekretaris yang ditugaskan membuat laporan, notulen rapat)

b. altruistic purpose (tujuan altruistik)

Penuiis bertujuan untuk menyenangkan para pembaca, menghindarkan kedukaan para pembaca, ingin menolong para pembaca memahami , menghargai perasaan dan penalarannya, ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan karyanya itu. Seseorang tidak akan dapat menulis secara tepat guna kalau dia percaya, baik secara sadar maupun secara tidak sadar bahwa pembaca atau penikmat karyanya itu adalah "lawan" atau "musuh". Tujuan altruistik adalah kunci keterbacaan sesuatu tulisan.

a. persuasive purpose (tujuan persuasif)

Tulisan yang bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakan

b. informational purpose (tujuan informasional, tujuan penerangan),

Tulisan yang bertujuan member! informasi atau keterangan / penerangan kepada para pembaca

c. self-expressive purpose (tujuan pernyataan diri).

Tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang kepada para pembaca

d. creative purpose (tujuan kreatif).

(12)

e. problem-solving purpose (tujuan pemecahan masalah).

Dalam tulisan seperti ini penulis ingin memecahkan masalah yang dihadapi. Sang penulis ingin memperjelas, menjernihkan serta menjelajahi serta meneliti secara cermat pikiran-pikiran dan gagasan-gagasannya sendiri agar dapat dimengerti dan diterima oleh para pembaca.

Peranan pengajaran menulis di sekolah dasar sangat penting, yaitu dengan cara memberikan latihan secara kontinyu / praktek dalam rangka membina siswa untuk disiplin menulis. Dalam KTSP tujuan pengajaran bahasa Indonesia adalah : agar peserta didik memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis, memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan, menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial, memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa dan menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia (Wirasana, 2011:12)

(13)

Menulis dan membaca mempunyai kaitan yang sangat erat, tidak dapat dipisahkan. Artinya, pada saat mengajarkan menulis kata atau kalimat, guru mengajarkan pula kemampuan membaca kata atau kalimat tersebut. Kemampuan menulis dan membaca permulaan harus sudah diajarkan mulai sejak dini yaitu di kelas awal (satu). Khusus kemampuan membaca dan menulis yang diajarkan pada kelas 1 dan kelas 2 SD/MI, merupakan kemampuan tahap awal atau tahap permulaan. Sedangkan di kelas III, IV, V, dan VI disebut pembelajaran menulis lanjut.

2. Komponen-Komponen Menulis Permulaan

Kemampuan menulis permulaan merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa tulis yang bersifat produktif. Artinya kemampuan menulis ini merupakan kemampuan yang menghasilkan suatu karya tulis, Untuk itu, . kemampuan yang diperiukan antara lain kemampuan berpikir secara teratur dan logis, kemampuan mengungkapkan pikiran atau gagasan secara jelas, menggunakan bahasa yang efektif, dan kemampuan menerapkan kaidah tulis-menulis dengan baik. Dalam BSNP (2006:2-7) disebutkan bahwa

(14)

Sebelum sampai pada tingkat kemampuan menulis, siswa harus mulai dari tingkat awal, tingkat permulaan, mulai dari pengenalan lambang- lambang bunyi. Pengetahuan dan kemampuan yang diperoleh pada tingkat permulaan pada pembelajaran menulis permulaan, akan menjadi dasar peningkatan dan pengembangan kemampuan siswa selanjutnya. Apabila dasar itu baik, kuat, maka dapat diharapkan hasil pengembanganpun akan baik pula.

3. Langkah-Langkah Menulis Permulaan

Pelajaran membaca dan menulis di Madrasah sebagai dasar atau landasan bagi pengembangan berbahasa pada tingkat yang lebih tinggi. Untuk mencapai tujuan tersebut, prosedur pengajaran membaca di Madrasah mutlak diperiukan guru. Berbagai keterampilan yang dikembangkan guru seperti: prabaca, pengenalan kata, pemahaman, dan membaca lungsional dilakukan dalam upaya mengajarkan siswa membaca dengan benar. Untuk kegiatan prabaca (siswa yang belum dapat membaca), langkah-langkah yang dilakukan adalah; (a) sambil menulis kalimat atau suku kata, buat gerakan dari kiri ke kanan dengan gerakan telunjuk secara bertanjut; (b) buat duplikat kata-kata atau kalimat, siswa menjodohkannya; (c) siswa mencari kata-kata yang sesuai dengan isi yang ada dalam wacana; (d) siswa menandai huruf-huruf tertentu yang sesuai dengan yang ada dalam namanya; (e) suruh siswa mendengarkan bunyi tertentu ketika guru membaca; (f) suruh siswa mencari kata-kata yang mempunyai persamaan, Misalnya kata "satu", "baru". Guru bertanya mengapa sama dan mengapa beda, Adrienne (1998: 36-37).

(15)

ini sangat bermanfaat sekali untuk membantu siswa menyadari makna cerita, Buku-buku banyak memuat hal-hal yang menarik dan mempesona. Sehubungan dengan itu, Adrienne (1998: 37), mengungkapkan hal sebagai berikut: "Anak siap membaca karena ia menginginkannya. la telah menemukan bahwa mendengarkan cerita-ceria baru amatlah menyenangkan, dan mengulang-ngulang cerita favorit merupakan hiburan. la tahu cerita tetap ada dalam bacaan dan gambar-gambar yang dilihatnya kembali. la mulai menyadari bahwa ia dapat mengambil arti dari tulisan yang ada di buku maupun di sekitamya".

5. Menulis Kalimat dalam Menulis Permulaan

(16)

(h) membimbing siswa menunjukkan tempat-tempat meletakkan tanda baca. (Tarigan, 1983).

Dalam Implementasi Pendekatan Tematik dalam Pembelajaran Berbahasa yang penting dikuasai guru adalah: merangsang pikiran siswa, mendengarkan dan mengarahkan interaksi siswa, menuliskan hal-hal yang didiktekan siswa, menyuruh siswa membaca wacana sesuai tema sambil mengadakan diagnose, dan menggunakan wacana untuk mengajarkan keterampilan membaca dan memperkaya kosakata. Pendekatan ini sangat sesuai dengan tingkat kematangan dan minat siswa, sebab langsung melakukan pengalaman sendiri.

Keterampilan berbahasa yang lainnya adalah menulis. Mengajarkan menulis pada siswa sekolah dasar merupakan bagian yang yang penting dalam pengajaran berbahasa di sekolah dasar. Sebelum siswa mampu menulis, dimulai dengan mendengarkan cerita ataupun kegiatan membaca. Sebab siswa kelas I dan II belum memiliki kemampuan menuangkan ide atau gagasan yang ada dalam pikirannya secara otomatis. Menulis permulaan lebih diutamakan kepada pengenalan huruf melalui kata-kata dan kalimat fungsional.

(17)

Selanjutnya siswa menceritakan ulang isi bacaan secara tertulis. Guru membimbing siswa menuliskan kata-kata pokok dalam setiap kalimat.

Untuk membantu minat dan motivasi siswa dalam menulis, guru dituntut menciptakan suatu kondisi yaitu dengan cara menyediakan bahan bacaan dan memberikan kesempatan menulis kepada siswa. Dengan keterampilan membaca siswa terampil menulis. Dari bacaannyalah siswa melahirkan aspirasi berupa ide atau gagasan baru yang dapat dituangkan ke dalam tulisan.

Dengan demikian, untuk mengembangkan minat membaca dan menulis perlu diperhatikan beberapa pedoman antara lain sebagai berikut.

1. Guru harus mengembangkan fungsi psikologis anak, sehingga ia menyadari bahwa:

a. ia harus padai mendengarkan dengan baik dan harus mengerti benar apa yang dikatakan orang lain kepadanya;

b. ia harus pandai berbicara dengan baik, membuat kaiimat-kalimat dengan baik, meskipun masih sederhana;

c. ia harus sudah dapat mengucapkan kata-kata dengan betul;

d. ia harus mengerti bahwa tanda huruf tertentu dapat melukiskan kata-kata atau isi hatinya; dan

e. ia harus menyadari, bahwa apa yang ditulisnya mengandung arti bagi dirinya dan juga bagi orang lain;

2. Guru harus mengembangkan fungsi fisik anak, sehingga ia pandai memegang alat tulis dengan baik serta dapat menggerakkan tangannya untuk menulis;

3. Guru harus mampu menyadarkan para siswa, bahwa untuk menjadi seorang penulis yang baik, seorang pengarang yang terkenal memerlukan ketekunan menulis secara terus menerus. Untuk menjadi seorang pengarang, ia harus lebih tabah dari pekerja lain;

4. Siswa harus mengerti, tidak ada sebuah lembaga pendidikan yang khusus mencetak seorang pangarang. Pengarang muncul dari orang yang rajin menulis dan menulis sehari-hari;

5. Untuk mengembangkan minat dan keterampilan menulis dipertukan: a. rajin membaca, terutama buku-buku sastra dengan penulis disiplin; b. berlatih terus menerus, mengakap, berpikir dan menulis;

c. rajin mengisi buku harian dengan penuh disiplin;

d. merantau jauh untuk mefihat objek yang lebih luas untuk dijadikan sebagai bahan tulisan;

(18)

f. membiasakan diri setiap hari menulis, sehingga tumbuh minat dan merasa kekurangan dalam hidup kalau belum menulis (Ahk. Hadimadja; 1971:16-23)

(19)

C. Karakteristik Perkembangan Anak Usia Kelas Awal

Anak yang berada di kelas awal adalah anak yang berada pada rentangan usia dini. Masa usia dini ini merupakan masa yang pendek tetapi merupakan masa yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Oleh karena itu, pada masa ini seluruh potensi yang dimiliki anak perlu didorong sehingga akan berkembang secara optimal.

Karakteristik perkembangan anak pada kelas satu, dua dan tiga SD/MI biasanya pertumbuhan fisiknya telah mencapai kematangan, mereka telah mampu mengontrol tubuh dan keseimbangannya. Mereka telah dapat melompat dengan kaki secara bergantian, dapat mengendarai sepeda roda dua, dapat menangkap bola dan telah berkembang koordinasi tangan dan mata untuk dapat memegang pensil maupun memegang gunting. Selain itu, perkembangan sosial anak yang berada pada usia kelas awal MI antara lain mereka telah dapat menunjukkan keakuannya tentang jenis kelaminnya, telah mulai berkompetisi dengan teman sebaya, mempunyai sahabat, telah mampu berbagi, dan mandiri.

(20)

Syaiful sagala dalam (Piaget, 2011:24) menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya (teori perkembangan kognitif). Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi (menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran) dan akomodasi (proses memanfaatkan konsep-konsep dalam pikiran untuk menafsirkan objek). Kedua proses tersebut jika berlangsung terus menerus akan membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan cara seperti itu secara bertahap anak dapat membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan hal tersebut, maka perilaku belajar anak sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam dirinya dan lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan karena memang proses belajar terjadi dalam konteks interaksi diri anak dengan lingkungannya.

(21)

Memperhatikan tahapan perkembangan berpikir tersebut, kecenderungan belajar anak usia sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu: (Syaiful Sagala, 2011:25)

1. Konkrit

Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkrit yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan.

2. Integratif

Pada tahap usia Madrasah Ibtidaiyah anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi bagian.

3. Hierarkis

Pada tahapan usia Madrasah Ibtidaiyah, cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan serta kedalaman materi .

(22)

D.

Pendekatan Tematik dalam Implementasi Kurikulum

1.

Pengertian

Pembelajaan tematik adalah pembelajaran tepadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan (Poerwadarminta, 1983:1040). Dengan tema diharapkan akan memberikan banyak keuntungan, di antaranya:

a) siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu;

b) siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar mata pelajaran dalam tema yang sama;

c) pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan; d) kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan

mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa;

e) siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas;

f) siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari matapelajaran lain;

g) suru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkaan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan. (LPMP, 2006: 8)

2. Landasan Pembelajaran Tematik

(23)

pengalaman langsung siswa (direct experiences) sebagai kunci dalam pembelajaran. Menurut aliran ini, pengetahuan adalah hasil konstruksi atau bentukan manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada anak, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing siswa. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Keaktifan siswa yang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya sangat berperan dalam perkembangan pengetahuannya. Aliran humanisme melihat siswa dari segi keunikan/kekhasannya, potensinya, dan motivasi yang dimilikinya, (LPMP, 2006:5)

Landasan psikologis dalam pembelajaran tematik terutama berkaitan dengan psikologi perkembangan peserta didik dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi/materi pembelajaran tematik yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik. Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana isi/materi pembelajaran tematik tersebut disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya.

(24)

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya (Bab V Pasal 1-b).

3. Ciri-Ciri Pembelajaran Tematik

Darwis Sasmedi dalam (LPMP, 2006:6) mengemukakan bahwa pendekatan tematik memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut :

Ciri khas pembelajaran tematik: (a) pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar; (b) kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan siswa; (c) kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama; (d) membantu mengembangkan keterampilan berpikir siswa; (e) mengembangkan keterampilan sosial siswa, seperti kerjasama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain.

Sesuai dengan karakteristik-karakteristik tersebut, yang dimaksud dengan pendekatan tematik adalah pembelajaran dengan menggunakan tema yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak, berangkat dari kebutuhan, pembelajaran lebih bermakna atau meaning full, dan mengembangkan ketrampilan berpikir dan sosial. Dalam penelitian ini pendekatan pembelajaran untuk pengembangan kemampuan-kemampuan siswa dalam membaca dan menulis berupa pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, sikap, dan minat melalui pembelajaran Bahasa Indonesia. Dalam diskripsi ini dijelaskan lebih jauh tentang definisi operasional kemampuan atau kompetensi membaca dan menulis sebagai kerangka teoritis terhadap kemampuan membaca dan menulis.

(25)

Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik, perlu dilakukan beberapa hal yang meliputi tahap perencanaan yang mencakup kegiatan pemetaan kompetensi dasar, pengembangan jaringan tema, pengembangan silabus dan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran.

a) Pemetaan Kompetensi Dasar

Kegiatan pemetaan ini dilakukan untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh dan utuh semua standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator dari berbagai mata pelajaran yang dipadukan dalam tema yang dipilih. Kegiatan yang dilakukan adalah:

b) Penjabaran Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar ke dalam

indikator

Melakukan kegiatan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar dari setiap mata pelajaran ke dalam indikator. Dalam mengembangkan indikator perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

(1) indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik; (2) indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik mata pelajaran; (3) dirumuskan dalam kata kerja oprasional yang terukur dan/atau dapat

diamati.

c) Menentukan tema

cara penentuan tema

(26)

Cara pertama, mempelajari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat dalam masing-masing mata pelajaran, dilanjutkan dengan menentukan tema yang sesuai.

Cara kedua, menetapkan terlebih dahulu tema-tema pengikat keterpaduan, untuk menentukan tema tersebut, guru dapat bekerjasama dengan peserta didik sehingga sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.

d) Prinsip Penentuan Tema

Dalam menetapkan tema perlu memperhatikan beberapa prinsip yaitu: (1) Memperhatikan lingkungan yang terdekat dengan siswa:

(2) Dari yang termudah menuju yang sulit (3) Dari yang sederhana menuju yang kompleks (4) Dari yang konkret menuju ke yang abstrak.

(5) Tema yang dipilih harus memungkinkan terjadinya proses berpikir pada diri siswa

(6) Ruang lingkup tema disesuaikan dengan usia dan perkembangan siswa, termasuk minat, kebutuhan, dan kemampuannya, (LPMP, 2006:10)

e) Identifikasi dan Analisis Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan

Indikator

Lakukan identifikasi dan analisis untuk setiap Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan indikator yang cocok untuk setiap tema sehingga semua standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator terbagi habis.

f) Menetapkan Jaringan Tema

(27)

g) Penyusunan Silabus

Hasil seluruh proses yang telah dilakukan pada tahap-tahap sebelumnya dijadikan dasar dalam penyusunan silabus. Komponen silabus terdiri dari standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, pengalaman belajar, alat/sumber, dan penilaian.

h) Penyusunan Rencana Pembelajaran

Untuk keperluan pelaksanaan pembelajaran guru perlu menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran. Rencana pembelajaran ini merupakan realisasi dari pengalaman belajar siswa yang telah ditetapkan dalam silabus pembelajaran. Komponen rencana pembelajaran tematik meliputi:

(1) identitas mata pelajaran (nama mata pelajaran yang akan dipadukan, kelas, semester, dan waktu/banyaknya jam pertemuan yang dialokasikan);

(2) kompetensi dasar dan indikator yang akan dilaksanakan;

(3) materi pokok beserta uraiannya yang perlu dipelajari siswa dalam rangka mencapai kompetensi dasar dan indikator;

(4) strategi pembelajaran (kegiatan pembelajaran secara konkret yang harus dilakukan siswa dalam berinteraksi dengan materi pembelajaran dan sumber belajar untuk menguasai kompetensi dasar dan indikator, kegiatan ini tertuang dalam kegiatan pembukaan, inti dan penutup); (5) Alat dan media yang digunakan untuk memperlancar pencapaian

(28)

pembelajaran tematik sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai, (LPMP, 2006:11)

Penilaian dan tindak lanjut (prosedur dan instrumen yang akan digunakan untuk menilai pencapaian belajar peserta didik serta tindak lanjut hasil penilaian (Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional 2006)

i) Evaluasi

(a) Pengertian Evaluasi

Penilaian dalam pembelajaran tematik adalah suatu usaha untuk mendapatkan berbagai informasi secara berkala, berkesinambungan, dan menyeluruh tentang proses dan hasil dari pertumbuhan dan perkembangan yang telah dicapai oleh anak didik melalui program kegiatan belajar (Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional 2006

(b) Tujuan Evaluasi

Tujuan Penilaian pembelajaran tematik adalah:

(1) Mengetahui percapaian indikator yang telah ditetapkan

(2) Memperoleh umpan balik bagi guru, untuk pengetahui hambatan yang terjadi dalam pembelajaran maupun efektivitas pembelajaran

(29)

pemantapan). (Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional 2006)

(c) Prinsip Evaluasi

1) Penilaian di kelas I dan II mengikuti aturan penilaian mata-mata pelajaran lain di sekolah dasar. Mengingat bahwa siswa kelas I SD belum semuanya lancar membaca dan menulis, maka cara penilaian di kelas I tidak ditekankan pada penilaian secara tertulis.

2) Kemampuan membaca, menulis dan berhitung merupakan kemampuan yang harus dikuasai oleh peserta didik kelas I dan II. Oleh karena itu, penguasaan terhadap ke tiga kemampuan tersebut adalah prasyarat untuk kenaikan kelas.

3) Penilaian dilakukan dengan mengacu pada indikator dari masing-masing Kompetensi Dasar dan Hasil Belajar dari mata-mata pelajaran. 4) Penilaian dilakukan secara terus menerus dan selama proses belajar

mengajar berlangsung, misalnya sewaktu siswa bercerita pada kegiatan awal, membaca pada kegiatan inti dan menyanyi pada kegiatan akhir.

5) Hasil karya/kerja siswa dapat digunakan sebagai bahan masukan guru dalam mengambil keputusan siswa misalnya: penggunaan tanda baca, ejaan kata, maupun angka. (Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional 2006)

(d) Alat Evaluasi

(30)

folio. Dalam kegiatan pembelajaran di kelas awal penilaian yang lebih banyak digunakan adalah melalui pemberian tugas dan portofolio. Guru menilai anak melalui pengamatan yang lalu dicatat pada sebuiah buku bantu. Sedangkan tes tertulis digunakan untuk menilai kemampuan menulis siswa, khususnya untuk mengetahui tentang penggunaan tanda baca, Jean, kata atau angka (Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional 2006: 15)

Berikut adalah contoh penilaian yang dapat dilakukan guru: A. Ilmu Pengetahuan Sosial : Tes Lisan

• Menyebutkan peristiwa/kegiatan yang dialami

• Mengemukakan peristiwa/kegiatan yang berkesan

• Mengekspresikan perasaan waktu memberi kesan.

B. Bahasa Indonesia : Perbuatan

• Kelancaran membaca

• Melafalkan kata

• Melagukan/intonasi

• Cara bertanya jawab Tugas

• Melengkapi kalimat

(e) Aspek Evaluasi

(31)

sudah terpisah-pisah sesuai dengan Kompetensi Dasar, Hasil Belajar dan Indikator mata pelajaran.

Nilai akhir pada laporan (raport) dikembalikan pada kompetensi mata pelajaran yang terdapat pada kelas satu dan dua Sekolah Dasar, yaitu: Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Pendidikan Kewarganegaraan dan Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni Budaya dan Keterampilan, dan Pendidikan Jasmani, Olahraga dan kesehatan. (Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional 2006)

j) Penilaian Hasil Pembelajaran Melalui Pendekatan Tematik

Belajar dan mengajar sebagai suatu proses mengandung tiga unsur yang dapat dibedakan yaitu tujuan pembelajaran, pengalaman (proses) belajar mengajar, dan basil belajar. Ketiga unsur tersebut dapat diketahui melalui proses penilaian. Selain itu, untuk mengetahui tingkat keberhasilan pencapaian tujuan diperlukan suatu alat atau kegiatan yang disebut penilaian. Menurut Sudjana (2002:3) "Penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu".

(32)

proses pengumpulan dan penggunaan informasi yang dipergunakan sebagai dasar pembuatan keputusan tentang program pendidikan"(2001:7).

Penilaian sebagai suatu proses memerlukan langkah-langkah. Langkah-langkah penilaian menurut Buchori dan Nurkancana dalam Nurgiyantoro berikut ini.

Langkah pertama adalah perencanaan yang berisi kegiatan-kegiatan perumusan tujuan penilaian, penetapan aspek yang dinilai, penentuan metode penilaian, penyusunan alat penilaian, dan penentuan kriteria penilaian. Langkah kedua pengumpulan data yang berupa pelaksanaan penilaian, pemeriksaan hasil penilaian, dan pemberian skor. Langkah ketiga adalah pengolahan data hasil penilaian melalui teknik statistik atau nonstatistik, Langkah keempat adalah penafsiran terhadap hasil kegiatan pengolahan data dengan mendasarkan diri pada norma tertentu. Langkah terakhir adalah penggunaan hasil penilaian. (2001:9).

Langkah kedua pengumpulan data yang berupa pemberian skor berdasarkan kriteria penilaian yang telah ditentukan pada instrumen penilaian. Pada saat pengolahan data melalui teknik nonstatistik ditentukan kategori penilaian berdasarkan acuan patokan penilaian. Acuan patokan penilaian dari persentase nilai atau skor dengan kategori menurut Nurgiyantoro (2001:400) tampak pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.1 Perhitungan Persentase Skala Sepuluh

(33)

E. Kerangka Penelitian

Paradigma penelitian merupakan aturan atau acuan dalam proses pelaksanaan penelitian. Alternatif pemilihan paradigma penelitian disesuaikan dengan topik pennasalahan penelitian dan metode penelitian.

Alur paradigma penelitian ini dapat digambarkan berikut ini.

Diagram 2.2. Alur Paradigma Penelitian (semua itu didasari de- ngan kerja yang rapi, pe- nuh kehati-hatian, raha- sia, dan tanggung jawab.

Penerapan pendekatan

Adanya peningkatan kemampuan membaca dan menulis permulaan

Guru

Gambar

tabel di bawah ini.

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini sesuai dengan pendapat Stein (dalam Yuniarti 2002) kehidupan lajang adalah kehidupan pria dan wanita yang belum menikah, yang tidak terlibat dalam hubungan homoseksual

Berusia serendah-rendahnya 18 (delapan belas) tahun dan setinggi-tingginya 35 (tiga puluh lima) tahun pada tanggal 1 Januari 2010 dan atau yang memenuhi ketentuan

[r]

Penerapan media poster untuk meningkatkan partisipasi belajar siswa dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) telah dilaksanakan praktikan di SMK Negeri 6 Semarang mulai tanggal 30 Juli 2012 sampai 20 Oktober 2012.Kegiatan PPL

Konsep teras perangkat kritik terdiri daTi susunan elemen bakar sili-sida dalam sebuah reaktor yang diisi dengan bahan moderator

Program ini dilaksanakan oleh mahasiswa KKN Reguler Fakultas Teknologi Industri. Program ini bertujuan mengenalkan tentang komponen elektronika dan bagaimana cara

[4] Penelitian ini Menganalisa faktor-faktor keberhasilan terhadap Sistem Enterprise Resource Planning (ERP) Di Gramedia Kediri. Variabelnya: Pelatihan, Manusia, Perangkat