ANALISA PEMILIHAN LOKASI DAYCARE DI SURABAYA DENGAN
MENGGUNAKAN METODE PORTER’S DIAMOND, DEMATEL, ANP, DAN
KELAYAKAN FINANSIAL
Ricky Patrician Samuel Pardede, Prof. Dr. Ir. Udisubakti Ciptomulyono, M. Eng. Sc. Jurusan Teknik Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111
Email: ricky_samuel@hotmail.com ; udisubakti@ie.its.ac.id
Abstrak
Semakin tinggi tingkat kesibukan orang tua yang memiliki anak usia dini mengakibatkan tingginya angka kebutuhan akan adanya jasa penitipan anak. Tempat penitipan anak, salah satu penyedia jasa layanan pendidikan anak usia dini, merupakan sebuah jasa yang sedang berkembang dikarenakan adanya kebijakan pemerintah yang mendukung peningkatan Angka Partisipasi Kasar (APK) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Dalam rangka memenuhi meningkatnya permintaan pusat penitipan anak, diperlukan lokasi baru dari tempat penitipan anak. Permasalahannya adalah bagaimana membuat pemilihan lokasi yang terbaik untuk memaksimalkan keuntungan dan memiliki daya saing. Penelitian ini mempertimbangkan 5 kecamatan alternatif yang diklasifikasikan oleh target pasar, kepadatan penduduk, usia potenstial, dan pendapatan / kemakmuran. ANP digunakan untuk menentukan bobot prioritas masing-masing kriteria yang diidentifikasi oleh model Porter’s Diamond. Kemudian kelayakan finansial diukur menggunakan kriteria NPV, IRR, dan payback period. Berdasarkan kriteria ini, kecamatan Wonokromo menghasilkan nilai NPV Rp. 191.948.839, IRR sebesar 72% dan payback period selama 1 tahun 8 bulan. Metode P-Median kemudian digunakan untuk mengevaluasi lokasi terbaik dalam kecamatan tersebut. Penilaian dengan menggunakan DEMATEL dan ANP dilakukan oleh beberapa orang ahli sehingga didapat hubungan dan bobot untuk masing-masing lokasi ialah sebesar 0.2926 untuk kecamatan Wonokromo, selanjutnya Kecamatan Semampir dengan bobot sebesar 0.1253, Kecamatan Sawahan dengan bobot 0.1439, Kecamatan Gubeng dengan bobot 0.2881, dan Tambaksari dengan bobot 0.1502.
Kata kunci: Analisa Lokasi, Porter’s Diamond Model, Metode P-Median, Kelayakan Investasi, DEMATEL, ANP.
ABSTRACT
The higher level of parents activity with childhood age leads to high rates of need for a daycare. Daycare, one of the service providers early childhood education, is a service that is recently growth due to of government policies that support the Early Childhood Education. In order to meet the increasing demand of daycare center, it is required new center of daycare. The problem is how to make selection of the best location to maximize benefit and to achieve a competitivenes. This research considered 5 alternatives districs that are classified by target market, population density, potenstial age, and income/prosperity. ANP is used to determine priority weights of each criteria that are derify and identified by Porter’s Diamond models. Then financial feasibilities is utilized by the criteria of NPV, IRR, and payback period. Based on this criteria, distric Wonokromo provide NPV value of Rp. 191.948.839, IRR of 72% and payback period of 1 years and 8 months. The P-Median method then is proposed to utilized for evaluating the best location within the distric. The DEMATEL and ANP assessment was conducted using expert judgments. Furthermore, interrelation and weighted gained by each district shows Wonokromo District get first priority, with a weight of 0.2926, District Semampir the second priority with a weight of 0.1253, Sawahan District get 0.1439 of weight, District Gubeng get 0.2881 of weight, and Tambaksari District 0.1502. As the district with the highest weight, District Wonokromo is chosen as the best location of new location of daycare.
Keywords: Location Analysis, Porter’s Diamond Model, P-Median Method, Investment
Feasibility, DEMATEL, ANP.
1. Pendahuluan
Semakin maju dan berkembangnya
teknologi informasi dan globalisasi membuat pola hidup masyarakat di negara maju lambat laun mulai memasuki kehidupan masyarakat Indonesia, salah satu contohnya adalah dengan
semakin banyaknya wanita yang memiliki dwifungsi, selain sebagai ibu rumah tangga juga sebagai wanita karir (kurnianingtyas, 2009). Sosok perempuan masa kini tidak hanya dianggap mampu menjadi ibu rumah tangga, tetapi lebih dari itu, misalnya juga menjadi
memenuhi kebutuhan rumah tangga. Kesibukan
kedua orang tua yang bekerja akan
menyebabkan perhatian kepada anak berkurang, maka wajarlah apabila anak dititipkan di tempat penitipan anak di tempat penitipan anak dengan harapan mereka mendapat pengasuhan dan pendidikan yang lebih baik.
Pendidikan bagi anak usia dini sangat penting dilakukan, sebab pendidikan merupakan dasar dari pembentukan kepribadian manusia secara utuh, yaitu ditandai dengan karakter, budi pekerti luhur, pandai, dan terampil. Hal ini seperti banyak dinyatakan oleh para ahli anak, bahwa pendidikan yang diberikan pada anak usia dibawah 6 tahun, bahkan sejak masih dalam kandungan adalah penting sekali. Pentingnya pendidikan bagi anak usia dini dijelaskan pada hasil penelitian yang dirilis oleh direktorat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) (2004:19). Pada tahun pertama kehidupannya,
anak mengalami pertumbuhan dan
perkembangan yang sangat pesar.
Perkembangan pada tahun-tahun pertama sangat penting dan menentukan kualitas anak di masa depan. Selama tahun-tahun pertama, otak bayi berkembang pesat. Kepesatan perkembangan itu karena otak bayi menghasilkan bertrilyun-trilyun sambungan antara sel otak yang banyaknya melebihi kebutuhan (Harry. A,2011).
Hasil penelitian antara lain menyebutkan bahwa “...apabila anak jarang disentuh, perkembangan otaknya 20%-30% lebih kecil dari ukuran normal anak seusianya. Selain itu perkembangan intelektual anak usia 4 tahun telah mencapai 50%, pada usia 8 tahun 80% dan pada saat mencapai usia sekitar 18 tahun perkembangannya telah mencapai 100%. Ini berarti perkembangan yang terjadi pada rentang usia 4 tahun pertama sama besar dengan yang terjadi pada rentang usia 5 tahun hingga 18 tahun atau yang terjadi selama 14 tahun”. (Direktorat PAUD 2004:20).
Saat ini Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sudah menjadi “Gerakan Masyarakat Secara Nasional (National Public Movement)
masyarakat sehari-hari sudah terbiasa
membicarakan pentingnya PAUD bagi masa depan putra-putrinya. Namun masih ada beberapa masalah dalam pelaksanaan PAUD di Indonesia antara lain sarana dan prasarana belajar secara kuantitatif maupun kualitatif masih terbatas. Pada tahun 2004 tercatat bahwa jumlah Angka Partisipasi Kasar Pendidikan Anau Usia Dini (APK-PAUD) baru mencapai
12,7 juta anak (27 persen) dan tahun 2008 APK-PAUD telah mencapai 15,1 juta (50,6 persen). Berdasarkan kondisi tersebut pemerintah telah menetapkan rencana jangka panjang agar APK-PAUD tahun 2014 mencapai 21,3 juta (72,6%).
Data jumlah partisipasi PAUD di Surabaya dari tahun ke tahun mengalami peningkatan menurut data tahun 2006-2010 (BPS Jatim). Beberapa faktor yang menyebabkan kenaikan jumlah partisipasi adalah karena adanya kesadaran yang semakin tinggi akan pentingnya pendidikan mulai usia dini diimbangi dengan semakin tingginya tingkat pendapatan dan kesibukan dari orang tua.
Aktualisasi pada kenyataan diatas adalah
semakin banyaknya lembaga-lembaga
Pendidikan Anak Usia Dini baik formal maupun non-formal. Mereka semua berkompetisi untuk menjadi lembaga yang memiliki kualitas dan
kredibilitas yang diakui sehingga dapat
memenangkan persaingan. Dalam usaha
pemenuhan kebutuhan dibidang penitipan anak, maka fasilitas dan pelayanan yang seharusnya dipenuhi adalah: (1) peningkatan kualitas penyedia jasa penitipan anak, (2) Peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga pengajar, dan (3) Pengembangan sistem pendidikan yang. Adanya tuntutan jumlah penyedia jasa penitipan anak
juga diiringi dengan kualitas pelayanan
penitipan anak tersebut. Untuk itu adanya bantuan pemerintah dalah hal pendidikan anak usia dini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas dari lembaga pendidikan ini. Dalam lingkungan yang memiliki banyak pesaing, maka pemilihan lokasi merupakan prioritas yang penting.
Daycare adalah sarana pengasuhan anak dalam kelompok, biasanya dilaksanakan pada saat jam kerja. daycare merupakan upaya yang terorganisasi untuk mengasuh anak-anak di luar rumah mereka selama beberapa jam dalam satu hari apabila asuhan orang tua kurang dapat dilaksanakan secara lengkap. dalam hal ini, pengertian daycare hanya sebagai pelengkap terhadap asuhan orang tua dan bukan sebgai
pengganti asuhan orangtua (Perserikatan
Bangsa-bangsa, 1990).
Sarana penitipan anak ini biasanya
dirancang secara khusus baik program, staf, maupun pengadaan alat-alatnya. Tujuan sarana ini untuk membantu dalam hal pengasuhan anak-anak yang ibunya bekerja. Semula sarana penitipan anak diperuntukkan bagi ibu dari kalangan keluarga kurang beruntung, sedangkan
sekarang sarana ini lebih banyak diminati oleh keluarga tingkat menengah dan atas yang
umumnya disebabkan kedua orangtuanya
bekerja. Pada kenyataannya dari lapangan ada beberapa alasan daripada ibu yang menyerahkan anaknya kepada TPA, antara lain:
Kebutuhan untuk melepaskan diri
sejenak dari tanggung jawab dalam hal mengasuh anak secara rutin.
Keinginan untuk menyediakan
kesempatan bagi anak untuk
berinteraksi dengan teman seusianya dan tokoh pengasuh lain.
Agar anak mendapat stimulasi kognitif
secara baik.
Agar anak mendapat pengasuhan
pengganti sementara ibu bekerja. Teori target market akan dipakai guna
mengidentifikasi bidikan pasar lembaga
penitipan anak (daycare) agar lokasi yang didapatkan nantinya sesuai dengan target market lembaga penitipan anak (daycare), sehingga didapat kelompok pasar potensial yang dapat
meningkatkan keuntungan perusahaan.
Dikarenakan dalam menentukan lokasi perlu dilakukan analisa mengenai kriteria-kriteria yang dipertimbangkan dalam pemilihannya, antara lain karakteristik penduduk di tiap
kecamatan, competitive advantage yang
dimiliki, permintaan yang ada pada kecamatan
tersebut, akses dengan supplier, jaringan
infrastruktur yang tersedia, persaingan yang ada,
serta kriteria-kriteria lainnya. Maka
digunakanlah model daya saing Porter’s
Diamond guna mengidentifikasi kriteria-kriteria yang menjadi bahan pertimbangan dalam pemilihan lokasi yang berdaya saing tinggi, sehingga dapat diketahui kriteria-kriteria yang dapat meningkatkan daya saing sebuah lembaga penitipan anak (daycare) dalam menghadapi persaingan.
Tujuan dari penelitian DEMATEL adalah untuk menganalisa struktur komponen, arah dan identitas dari hubungan secara langsung ataupun
tidak antara komponen yang terdefinisi.
Pengetahuan dari ahli diperiksa dan dianalisa untuk mengetahui informasi yang lebih banyak mengenai elemen komponen dan bagaimana mereka saling terhubung. Hasil dari analisis
DEMATEL ini dapat mengilustrasikan
hubungan struktur antar komponen (Tzen et al., 2007).
Metode Analytic Network Process (ANP)
dipakai untuk mengetahui pengaruh
masing-masing kriteria yang didapat dari Porter’s
Diamond Model, sekaligus mengetahui
performansi lokasi-lokasi alternatif terhadap kriteria-kriteria tersebut. Guna mengetahui
kelayakan investasi, maka dilakukan
perhitungan Net Present Value (NPV), Internal
Rate of Return (IRR), serta Payback Period pada lokasi alternatif sehingga dapat diketahui
kelayakan investasi masing-masing lokasi
sehingga dapat dimasukkan sebagai salah satu
kriteria yang akan dihitung bobot
kepentingannya oleh ANP. Metode P-Median
akan digunakan untuk membidik lokasi yang lebih fokus sehingga dapat memudahkan penilaian perfomansi sebuah lokasi terhadap
kriteria-kriteria yang telah diidentifikasi.
Pemilihan lokasi yang diusulkan akan menjadi referensi berharga bagi lembaga penitipan anak (daycare) dalam pemilihan lokasi barunya.
2. Metodologi Penelitian
Metode penelitian ini dibagi menjadi empat tahap yaitu sebagai berikut:
Tahap Identifikasi
Merupakan tahapan mengidentifikasi
atau mengangkat permasalahan yaitu
pengambilan keputusan pemilihan alternatif lokasi yang akan dijadikan lokasi baru tempat
penitipan anak di Surabaya. Sehingga diperoleh
tujuan penelitian yaitu Mendapatkan alternatif lokasi penitipan anak (daycare) di wilayah Surabaya yang sesuai dengan kriteria yang ada dan memperoleh lokasi pendirian penitipan anak
(daycare) sesuai dengan objektif yang
diinginkan.
Tahap Pengumpulan Data
Dalam tahap ini peneliti mengumpulkan data-data yang menunjang penelitian ini. Data yang diperlukan adalah data aktual, dan data aktual didapatkan dari Badan Pusat Statistik, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surabaya, dan pengamatan secara langsung. Data yang dikumpulkan antara lain data kepadatan penduduk, usia potensial, pendapatan menengah keatas, jarak antar kelurahan, dan biaya sewa bangunan ditiap kecamatan terpilih.
Tahap Pengolahan Data
Data yang sudah dikumpulkan akan diolah dengan menggunakan metode yang sudah dikaji
kelayakan finansial, metode p-median, decision making trial and evaluation laboratory
(DEMATEL), dan analytic network process
(ANP). Metode-metode tersebut akan digunakan untuk mencari solusi memuaskan yang sesuai dengan obyektif pengambil keputusan, meliputi:
1. Identifikasi kriteria menggunakan porter’s
diamond.
2.Identifikasi hubungan antar kriteria dengan
metode metode decision making trial and
evaluation laboratory (DEMATEL) untuk membuat model pengambilan keputusan ANP.
3. Menghitung nilai bobot kriteria dan sub-kriteria dari alternatif-alterrnatif yang ada dengan menggunakan metode ANP. 4. Melakukan Analisa sensitivitas.
Tahap Analisa dan Kesimpulan
Pada tahap ini yaitu tahap terakhir
setelah melakukan pengumpulan dan
pengolahan data maka akan dilanjutkan dengan analisa dan interpretasi data. Setelah itu tahap paling akhir yaitu menarik kesimpulan dari penelitian ini.
3. Pengumpulan dan Pengolahan Data
Bagian ini berisi pengumpulan data
yang lalu hasilnya akan diolah untuk
mendapatkan hasil yang diinginkan. Tiga kriteria pemilihan lokasi tempat penitipan anak
berdasarkan Target Market, antara lain
kepadatan penduduk, usia potensial (0-5 tahun), dan penduduk menengah atas. Lima kecamatan dengan nilai terbobot tertinggi akan menjadi kecamatan alternatif.
yn = a.KPn+ b.UPn + c.MAn…...(1)
Keterangan:
yn = Nilai terbobot kecamatan ke-n
a = Bobot kepentingan kriteria kepadatan
penduduk
b = Bobot kepentingan kriteria rentang
usia potensial
c = Bobot kepentingan kriteria jumlah
penduduk menengah atas
KPn = Rating Kepadatan Penduduk pada
kecamatan ke-n
UPn = Rating Penduduk dengan Usia
Potensial pada kecamatan ke-n
Man = Rating Penduduk dengan pendapatan
menengah atas pada kecamatan ke-n
Nilai a, b, dan c merupakan bobot kepentingan dari masing-masing kriteria yang didapat dari penilaian beberapa ahli dengan menggunakan pairwise comparison.
Gambar 1. Pairwise Comparison Kriteria Pemilihan
Berdasarkan pairwise comparison
diketahui bobot prioritas kriteria kepadatan penduduk sebesar 0.100, usia potensial sebesar 0.466, dan kriteria menengah atas sebesar 0.433. Nilai KPn, UPn, dan MAn yang menunjukkan
peringkat suatu kecamatan pada kriteria
kepadatan penduduk, usia potensial, dan penduduk menengah atas didapat dengan rumus sebagai berikut:
KPn = (KPn /Total KP)*100……...……...(2)
Keterangan:
n = Kecamatan ke-n
KP = Kepadatan Penduduk
KPn = Rating Kepadatan Penduduk pada
kecamatan ke-n
Tabel 1. Nilai Rating Kecamatan Berdasarkan Kepadatan Penduduk No Kecamatan Jumlah Penduduk (Jiwa) Rating KP 1 BUBUTAN 117017 7,35 2 GUBENG 107463 10,05 3 TEGALSARI 120382 6,80 4 GENTENG 70880 4,25 ... ... ... ... 31 SAMBIKEREP 51519 4,36 R(KPsawahan) = (32216/353173)*100 = 9,12
Perhitungan yang sama untuk
mendapatkan nilai rating dilakukan terhadap kriteria usia potensial dan penduduk menengah
atas. Berikut perhitungan nilai rating untuk criteria usia potensial.
Tabel 2 Nilai Rating Usia Potensial
Kecamatan 0-5 th Rating BUBUTAN 2.152 4,16 GUBENG 1.818 3,51 TAGALSARI 1.909 3,69 GENTENG 1.093 2,11 ... ... ... DUKUH PAKIS 1.118 2,16
UPx = (UPx/Total UP)*100 ………(3) Contoh perhitungan usia potensial:
UPsawahan = (4109/51763)*100
= 7,94
Berikut perhitungan nilai rating kriteria menengah atas.
Tabel 3 Nilai Rating Kriteria Menengah Atas Kecamatan Jumlah Penduduk
Menengah Atas Rating TEGALSARI 36.524 4,39 GENTENG 35.596 4,28 GUBENG 45.811 5,51 BUBUTAN 23.111 2,78 ... ... ... BENOWO 15.939 1,92 SURABAYA 831.075
MAx = (MAx/Total MA)*100 ..…………..(4) Contoh perhitungan:
MAwonokromo = (80981/831075)*100 = 9,74
Setelah diketahui nilai rating dari
masing-masing kecamatan terkait kriteria,
dilakukan perhitungan nilai terbobot.
Tabel 4 Nilai Terbobot Tiap Kecamatan
Keterangan:
R.K : Rating Kepadatan
B.K : Bobot Kepadatan
R.U : Rating Usia
B.U : Bobot Usia
RMA : Rating Menengah Atas
B.A : Bobot Menengah Atas
Berdasarkan nilai terbobot diketahui
lima alternative kecamatan; Kecamatan
Wonokromo, Kecamatan Semampir, Kecamatan Sawahan, Kecamatan Gubeng, dan Kecamatan Tambaksari. Kecamatan memiliki luas yang sangat besar sehingga akan menyulitkan penilaian kriteria yang bersifat spesifik. Untuk itu, dilakukan penentuan kelurahan optimal dari
masing-masing kecamatan dengan
menggunakan metode P-Median, dengan
pendekatan Myopic Algorithm.
Minimize ………(5) hi: Permintaan pada node i
dij: Jarak antara titik permintaan node i dengan node j yaitu kandidat yang dibangun (dij bernilai nol jika i = j)
2 4.2 2.6 3 2.2 12 4.9 2.1 0.8 3.7 40426 24931 12762 19583 33411 50548 Wonokromo Darmo Ngagel Jagir Ngagel Rejo Sawunggaling 2.6 4.3 3.1 4.9
Gambar 2 Jaringan Kelurahan pada Kecamatan Wonokromo
Jaringan diatas menunjukkan titik kandidat, titik permintaan, permintaan (berupa jumlah penduduk masing-masing kelurahan), dan jarak antar titik kandidat.
Tabel 5 Jarak Antar Kelurahan pada Kecamatan Wonokromo Kelurahan Wonokromo = (0 * 40426) + (2*24931) + (3.4*12762) + (3.1*50548) + (2.6*19583) + (2.6*33411) = 387520 Kelurahan Jagir = (2*40426) + (0*24931) + (4.2*12762) + (3.7*50548) + (4.9*19583) + (4.9*33411) = 576424 Kelurahan Ngagel = (3.4*40426) + (4.2*24931) + (0*12762) + (0.8*50548) + (2.2*19583) + (4.1*33411) = 443864
Perhitungan dilakukan terhadap seluruh kelurahan yang ada di Kecamatan Wonokromo,
sehingga didapat demandweighted distance
untuk masing-masing kelurahan.
Demand-weighted distance yang paling minimal merupakan kelurahan yang paling optimal.
Tabel 6 Demand-weighted Distance Kecamatan Wonokromo
Dari perhitungan diatas diketahui bahwa Kelurahan Wonokromo merupakan kelurahan optimal dari Kecamatan Wonokromo dengan jarak rata-rata keseluruh titik permintaan paling minimal.
Jarak rata-rata = Total demand weighted x distance/Total Demand = 387520 / (181661)
= 2.13 km
Perhitungan demand-weighted distance
dan jarak rata-rata ke semua titik permintaan
dilakukan terhadap kelima kecamatan sehingga
didapat kelurahan dengan jarak rata-rata
optimal.
Tabel 7 Demand-weighted Distance dan Jarak rata-rata Optimal Tiap Kecamatan
Jumlah Lokasi Total Average
1 Kelurahan Wonokromo 387736 2.13km 1 Kelurahan Semampir 284059 1.85km 1 Kelurahan Sawahan 296309 1.39km 1 Kelurahan Gubeng 106491 1.04km 1 Kelurahan Tambaksari 209416 1.22km
Setelah dilakukan identifikasi kelurahan
optimal dari masing-masing kecamatan,
diidentifikasi criteria dan sub criteria pemilihan lokasi tempat penitipan anak berdasarkan
metode Porter’s Diamond. Sub criteria
diidentifikasi berdasarkan observasi langsung dan dilakukan penyesuaian terhadap objek amatan oleh beberapa ahli yaitu pemilik daycare. Berikut criteria dan sub criteria pemilihan lokasi cabang baru berdasarkan model Porter’s Diamond.
Level 1: Ultimate
Goal Level 2: kriteria Level 3: Sub-Kriteria
Level 4: Alternative Mendapatkan lokasi tempat penitipan anak Kondisi Faktor (C1) Akses jalan (SC1) Kec. Wonokromo (Ae1) Jarak menuju daycare(SC2)
Kondisi fisik bangunan (SC3)
Keterbebasan dari banjir (SC4)
No. Kelura han
Wonok
romo Jagir Ngagel Ngagel Rejo Dar mo Sawu nggal ing Jumlah Pendud uk 1 Wonokr omo 0 2 3,4 3,1 2,6 2,6 40.426 2 Jagir 2 0 4,2 3,7 4,9 4,9 24.931 3 Ngagel 3,4 4,2 0 0,8 2,2 4,1 12.762 4 Ngagel Rejo 3,1 3,7 0,8 0 2,1 4 50.548 5 Darmo 2,6 4,9 2,2 2,1 0 3 19.583 6 Sawung galing 2,6 4,9 4,1 4 3 0 33.411
Tabel 8 Kriteria Pemilihan Lokasi Laboratorium Berdasarkan Porter’s Diamond Model (lanjutan)
Level 1: Ultimate
Goal Level 2: kriteria Level 3: Sub-Kriteria
Level 4: Alternative Mendapatkan lokasi tempat penitipan anak Kondisi Faktor (C1) Biaya penitipan (SC5) Kec. Semampir (Ae2) Kondisi Permintaan (C2)
Dekat dengan tempat kerja (SC6) Kesesuaian karakter penduduk (SC7) Kondisi ekonomi (SC8) Struktur, strategi, dan persaingan perusahaan (C3)
Ketiadaan Tempat Penitipan Anak lain pada lokasi tersebut (SC9) Kec. Sawahan (Ae3) Industri pendukung dan terkait (C4)
Kedekatan dengan fasilitas publik (SC10) Kec. Gubeng (Ae4) Pemerintah (C5) Kebijakan pemerintah (Kebijakan pemerintah mengenai pengembangan pendidikan anak usia dini) (SC11)
Kec. Tambaksari (Ae5) Peluang (C6) Tingkat kriminalitas
rendah(SC12)
Faktor ekonomi merupakan salah satu
sub kriteria dalam Model Porter’s Diamond.
Untuk itu, dilakukan perhitungan faktor
ekonomi dengan menghitung Net Present Value
(NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan
payback period. Berdasarkan perhitungan
didapatkan NPV Kecamatan Wonokromo
sebesar Rp. 191.948.839,-, IRR sebesar 72%, dan payback period selama 1 tahun 8 bulan.
Selanjutnya didapat kelayakan investasi
keempat alternatif lainnya sebagai berikut:
Tabel 9 NPV, IRR, Payback Period Tiap Kecamatan
NPV IRR Payback Period Wonokromo 191.948.839 72% 1 tahun 8 bulan Semampir 138.736.378 55% 2 tahun 8 bulan Sawahan 149.804.080 59% 2 tahun 8 bulan Gubeng 154.570.232 59% 2 tahun 8 bulan Tambaksari 121.838.326 49% 2 tahun 8 bulan
Sub kriteria yang telah valid dijadikan masukan (input) kuesioner dalam model dan penentuan bobot prioritas dengan menggunakan metode
Analytical Network Process (ANP). Metode ANP digunakan untuk mengetahui bobot dari masing-masing alternatif sehingga terpilih sebuah lokasi dengan daya saing dan potensi terbaik. Sebelum dilakukan penentuan bobot kriteria, sub-kriteria, dan alternatif, dilakukan terlebih dahulu identifikasi hubungan antar kriteria, antar kriteria, dan antara sub-kriteria dan alternatif menggunakan metode DEMATEL.
Metode DEMATEL ini diaplikasikan
untuk mengetahui gambaran interrelation di
kriteria dan subkriteria dalam pemilihan
alternatif strategi penjualan. Data yang
diinputkan didapat dari kuisioner yang diisi oleh
pihak pemilik tempat penitipan anak. Sehingga
didapatkan impact-relation map (IRM) pada
hasil akhirnya, yang menjadi dasar dalam
pembuatan model pada ANP. Dalam
pengolahan ini terdapat beberapa tahap, mulai dari mencari matrik nilai Keterkaitan langsung antar kriteria, matrik nilai keterkaitan yang telah dinormalkan, matrik keterkaitan antar kriteria secara total. Untuk membuat matrik nilai keterkaitan yang tela di normalkan digunakan rumus :
Dan pengolahan data dengan menggunakan rumus (1) dan (2) diatas, didapatkan matrik nilai keterkaitan yang telah dinormalkan.
Tabel 10 Matrik Keterkaitan antar Kriteria yang Telah Dinormalkan C1 C2 C3 C4 C5 C6 C1 0 0,250 0,250 0,167 0,083 0,083 C2 0,125 0 0,083 0,042 0,125 0,167 C3 0,208 0,208 0 0,167 0,042 0,208 C4 0,083 0,083 0,167 0 0,042 0,083 C5 0,250 0,250 0,208 0,042 0 0,250 C6 0,125 0,208 0,208 0,083 0,208 0 Keterangan: C1 =Kondisi faktor C2 = Kondisi permintaan
C3 = Struktur, strategi, dan persaingan C4 = Industri pendukung
C5 = Pemerintah C6 = Peluang
Tabel 11 Matrik Keterkaitan antar Subriteria yang
Telah Dinormalkan
Keterangan:
SC1 : Akses jalan
SC2 : Jarak menuju daycare SC3 : Kondisi fisik bangunan SC4 : Keterbebasan dari banjir SC5 : Biaya penitipan
SC6 : Dekat dengan tempat kerja SC7 : Kesesuaian karakter penduduk SC8 : Kondisi ekonomi
SC9 : Ketiadaan Tempat Penitipan Anak pada lokasi
SC10 : Kedekatan dengan fasilitas publik SC11 : Kebijakan pemerintah
SC12 : Tingkat kriminalitas rendah
Setelah mendapatkan matrik keterkaitan yang telah dinormalkan, maka dilanjutkan dengan pengolahan untuk mendapatkan matrik keterkaitan secara total dengan menggunakan rumus:
Dari pengolahan tersebut didapatkan matrik keterkaitan secara total sebagai berikut:
Tabel 12 Matrik Keterkaitan antar Kriteria Total
Tabel 13 Matrik Keterkaitan antar Subriteria Total
Nilai R adalah jumlah dari kolom dan D adalah jumlah dari baris pada matrik keterkaitan secara total. Beberapa subkriteria dengan nilai D-R positif mempunyai pengaruh yang lebih besar dari pada subkriteria yang lainnya dan diasumsikan sebagai prioritas utama, biasa
disebut dispatcher. Sedangkan subkriteria
dengan nilai D-R negatif menerima pengaruh lebih besar dari subkriteria yang lainnya dan diasumsikan sebagai prioritas terakhir, biasanya
disebut receiver. Sedangkan nilai D+R
mengindikasikan hubungan antara subkriteria satu dengan subkriteria yang lain. Sehingga semakin besar nilai D+R dari suatu subkriteria berarti memiliki hubungan yang lebih dengan
subkriteria yang lain sedangkan subkriteria dengan nilai D+R yang lebih kecil berarti memiliki hubungan dengan subkriteria yang lain
lebih kecil. Berdasarkan nilai dari D-R dan D+R
berikut adalah tabel yang menunjukkan
kelompok dispatcher dan receiver.
Tabel 13 Pengelompokan Kriteria Dispatcher dan Receiver
Dispatcher Receiver
Kondisi faktor Kondisi permintaan Pemerintah Struktur, strategi, dan
persaingan usaha
Peluang Industri pendukung terkait Tabel 14 Pengelompokan Subkriteria Dispatcher dan
Receiver
Dispatcher Receiver
Kondisi fisik
bangunan Akses jalan Biaya penitipan Jarak menuju daycare Kesesuaian karakter
penduduk
Keterbebasan dari banjir Ketiadaan TPA lain
pada lokasi
Dekat dengan tempat kerja Kebijakan pemerintah Kondisi ekonomi
Tingkat kriminalitas Kedekatan dengan fasilitas publik
Treshhold value untuk kriteria pada penelitian ini adalah 0,4dan untuk subkriteria 0,45 sehingga tidak semua keterkaitan antar kriteria atau subkriteria yang ada pada matrik keterkaitan antar kriteria dan subkriteria secara
total dapat dikonversikan pada peta
impact-digraph. Berikut adalah peta impact-digraph yang merupakan dasar dalam pembuatan model ANP.
Gambar 3 Peta Impact-digraph Kriteria
Gambar 4 Peta Impact-digraph Subkriteria
Setelah diidentifikasi menggunakan
metode DEMATEL, maka dilakukan pembuatan model ANP. Di bawah ini model ANP dengan
menggunakan Software Super Decision. Pada
model ini ditentukan hubungan
(interdependencies) antar kriteria dalam „cluster criteria‟, hubungan antar sub-kriteria dalam „cluster sub-criteria‟, dan hubungan antara
masing-masing node dalam cluster subkriteria
dengan node dalam cluster alternatif. Hubungan
antar kriteria akan menunjukkan besar tingkat kepentingan satu kriteria dibandingkan dengan yang lainnya. Begitu pula dengan hubungan antar sub-kriteria. Suatu node sub-kriteria
dihubungkan dengan node sub-kriteria lain atas
dasar hubungannya terhadap sebuah nodes
4. Analisa dan Pembahasan
Lima alternatif kecamatan terbaik sesuai dengan tiga kriteria berdasarkan target market ditentukan olehbesar nilai terbobot untuk masing-masing kecamatan. Dalam rumus nilai terbobot terdapat dua variabel yang berpengaruh terhadap besar nilai terbobot, antara lain bobot kriteria dan nilai rating dari masing-masing kecamatan terkait tiga kriteria pemilihan. Nilai rating masing-masing kecamatan dikalikan dengan bobot kriteria, sehingga didapat lima kecamatan dengan nilai terbobot tertinggi, yaitu Kecamatan Wonokromo dengan nilai terbobot 8.00, Kecamatan Semampir sebesar 6.36, Kecamatan Sawahan sebesar 6.22, Kecamatan
Gubeng sebesar 6.18, serta Kecamatan
Tambaksari sebesar 5.75. Besar nilai terbobot
yang dihasilkan kelima kecamatan ini
menunjukkan bahwa kelimanya memenuhi kebutuhan atau persyaratan Tempat penitipan anak terkait tiga kriteria pemilihan lokasi, yaitu
kepadatan penduduk, jumlah penduduk
menengah atas, dan penduduk menengah atas.
Kelima alternatif yang didapat dinilai
berdasarkan kriteria dan sub kriteria berdasarkan
model Porter’s Diamond. Melalui proses
brainstorming dengan para ahli, didapat dua belas sub kriteria. Di antara sub kriteria yang telah diidentifikasi terdapat sub kriteria ekonomi yang membutuhkan perhitungan kelayakan investasi dalam penilaiannya. Kelayakan
investasi masing-masing kecamatan dilakukan untuk mengetahui layak atau tidak dan seberapa potensial sebuah kecamatan dari segi investasi dan keuntungan dengan membangun cabang baru pada lokasi tersebut. Estimasi permintaan
(demand) dilakukan dengan benchmarking
kepada besar permintaan historis pada Tempat penitipan anak. Setelah dilakukan perhitungan, didapatkan nilai kelayakan investasi untuk masing-masing kecamatan. Kecamatan dengan nilai kelayakan investasi paling tinggi diperoleh oleh Kecamatan Wonokromo dengan NPV sebesar Rp. 191.948.839,- IRR sebesar 72%, dan payback period selama 1 tahun 8 bulan. Pada Kecamatan Semampir didapat NPV sebesar Rp. Rp. 138.736.378,- IRR sebesar
55%, dan payback period selama 2 tahun 8
bulan. Kecamatan Sawahan memiliki NPV sebesar Rp. 149.804.080,- IRR sebesar 50%, dan payback period selama 2 tahun 8 bulan. Kecamatan Gubeng memperoleh NPV sebesar Rp. 154.570.232,- IRR sebesar 59%, dan payback period selama 2 tahun 8 bulan. Kecamatan Tambaksari memiliki NPV Rp.
121.838.326,- IRR sebesar 49%, dan payback
period selama 2 tahun 8 bulan.Dari hasil kelayakan investasi yang didapat diketahui
bahwa Kecamatan Wonokromo memiliki
kelayakan investasi yang paling tinggi.
Penilaian terhadap faktor ekonomi dapat terjawab dengan nilai kelayakan investasi, di sisi
lain, penilaian performansi masing-masing kecamatan terhadap kriteria dan sub kriteria akan cukup sulit dilakukan dikarenakan luasnya daerah, sertatingginya variasi performansi area-area dalam suatu kecamatan. Kriteria dan sub-kriteria yang telah diidentifikasi bersifat spesifik, sehingga penilaian terhadap kecamatan akan sulit dilakukan karena sangat luas dan bervariasinya perfomansi area terhadap kriteria dan subkriteria dalam suatu kecamatan.Untuk
mengatasi permasalahan tersebut perlu
dilakukan pemusatan lokasi yang akan dinilai kriteria dan sub-kriterianya, sehingga penilaian tidak dilakukan terhadap kecamatan, melainkan terhadap area yang lebih kecil, yaitu kelurahan.
Digunakannya Metode P-Median bertujuan
untuk menentukan calon lokasi cabang Tempat penitipan anak di tengah kecamatan yang telah menjadi alternatif, sehingga jarak rata-rata yang perlu ditempuh pelanggan menjadi minimal. Kriteria dan sub-kriteria pemilihan lokasi cabang baru Tempat penitipan anak yang
didasarkan pada Model Porter’s Diamond
memiliki hubungan keterkaitan satu sama lain.
Hubungan ini perlu diidentifikasi untuk
mengetahui besar bobot masing-masing kriteria. Hubungan yang diidentifikasi adalah hubungan antar kriteria, antar sub-kriteria, dan hubungan antara sub-kriteria dan alternatif. Hubungan antar kriteria dan antar sub-kriteria bertujuan untuk mengetahui besar kepentingan kriteria dan sub-kriteria tersebut dalam pemilihan lokasi Tempat penitipan anak, sedangkan hubungan antara subkriteria dengan alternatif bertujuan untuk mengetahui performansi suatu kecamatan alternatif terhadap sub-kriteria pemilihan. Dari hasil limit matrik yang didapat, Kecamatan Wonokromo mendapatkan bobot paling besar, yaitu sebesar 0.2926, Kecamatan Semampir sebesar 0.1253, Kecamatan Sawahan 0.1439, Kecamatan Gubeng 0.2881, dan Kecamatan Tambaksari sebesar 0.1502. Bobot prioritas yang didapat ini menunjukkan besar prioritas atau kepentingan alternatif untuk dipilih. Dengan bobot yang paling besar, Kecamatan Wonokromo terpilih sebagai kecamatan yang paling potensial untuk dibangun Tempat penitipan anak. Setelah terpilih, perlu dilakukan analisis lebih mendalam mengenai kelayakan investasi terhadap Kecamatan Wonokromo. Nilai kelayakan investasi yang telah didapatkan
Kecamatan Wonokromo mengandung
ketidakpastian dan ketidakakuratan.Melalui
analisis sensitivitas, didapatkan bahwa tingkat
sensitivitas nilai kelayakan Kecamatan
Wonokromo terhadap perubahan demand adalah sebesar 10%. Dari nilai tersebut dapat
disimpulkan bahwa penurunan demand sebesar
10% merupakan besar penurunan maksimal yang tidak mengubah keputusan dari „layak‟ menjadi „tidak layak‟. Dalam persaingan tempat penitipan anak, besar kemungkinan akan terdapat tempat penitipan anak lain yang akan berada dalam satu area dengan Tempat
penitipan anak. Kedekatan ini akan
mengakibatkan turunnya permintaan pada
Tempat penitipan anak. Turunnya permintaan yang diakibatkan oleh persaingan tempat penitipan anak sebesar 10%, berdasarkan analisis sensitivitas pada kelayakan investasi Tempat penitipan anak, tidak mengakibatkan cabang baru pada Kecamatan Wonokromo.
menjadi tidak layak.
5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan, sebagai berikut:
1. Berdasarkan target market, bobot
kepentingan yang dihitung dengan pairwise comparison, dan nilai rating, didapat lima kecamatan alternatif yaitu Kecamatan
Wonokromo, Semampir, Sawahan,
Gubeng, dan Tambaksari.
2. Kecamatan Wonokromo sebagai lokasi
terpilih (bobot prioritas tertinggi) juga memiliki nilai kelayakan investasi tertinggi
dengan Net Present Value (NPV) sebesar
Rp. 191.948.839,- IRR sebesar 72%, dan payback period selama 1 tahun 8 bulan. Berdasarkan analisis sensitivitas, sebesar
10% penurunan permintaan terhadap
Tempat penitipan anak di Kecamatan
Wonokromo merupakan penurunan
maksimal yang dapat diterima tanpa mengubah keputusan layak.
3. Kelurahan optimal untuk masing-masing
kecamatan berdasarkan metode P-Median,
antara lain, Kelurahan Wonokromo pada
Kecamatan Wonokromo, Kelurahan
Wonokusumo pada Kecamatan Semampir, Kelurahan Kupang Krajan pada Kecamatan
Sawahan, Kelurahan Kertajaya pada
Kecamatan Gubeng, dan Kelurahan Ploso pada Kecamatan Tambaksari.
4. Berdasarkan perhitungan dengan
menggunakan Metode ANP, dari keenam
terdiri atas kondisi faktor, faktor permintaan, strategi persaingan, instansi pendukung dan terkait, pemerintah, dan
perubahan, diperoleh kriteria yang
memiliki pengaruh paling besar dalam pemilihan tempat penitipan anak, yaitu kriteria faktor permintaan dengan bobot prioritas sebesar 0.2817.
5. Sub kriteria daya saing yang menjadi
pertimbangan dalam pemilihan lokasi baru Tempat penitipan anak terdiri dari dua puluh enam sub kriteria, dimana lima sub
kriteria yang paling berpengaruh
berdasarkan pembobotan dengan Metode ANP adalah kelayakan tingkat kriminalitas dengan bobot 0,1816, kesesuaian karakter penduduk dengan bobot 0,1414, biaya penitipan dengan bobot 0,1387, ketiadaan TPA lain di lokasi dengan bobot 0,1313, dan kondisi ekonomi dengan bobot 0.0892. Lokasi terpilih berdasarkan bobot prioritas yang didapatkan dengan menggunakan metode ANP adalah Kecamatan Wonokromo dengan bobot prioritas sebesar 0.2926, selanjutnya Kecamatan Semampir dengan bobot sebesar 0.1253, Kecamatan Sawahan dengan bobot 0.1439, Kecamatan Gubeng dengan bobot 0.2881, dan Tambaksari dengan bobot 0.1502.
9. Daftar Pustaka
Aras et al. 2003. Multi-criteria Selection for a
Wind Observation Station Location using Analytic Hierarchy Process. International journal of Renewable Energy.
Anugrawan, S. 2010. Penetapan Pengambilan Keputusan Strategi Penjualan Berbasis Online Pada Produk Clothing Dengan Menggunakan Metode Dematel, Anp Dan Stem Di Surabaya. Laporan Tugas Akhir. Jurusan Teknik Industri.
Badan Pusat Statistik Indonesia. 2010. Angka
Partisipasi Kasar Pendidikan.
<http://www.bps.go.id/ >Diakses: 20
September 2011
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur.
2010. Data Kependudukan Provinsi Jawa
Timur. <http://jatim.bps.go.id> Diakses: 25 September 2011
Bank Indonesia. 2010. Laporan Inflasi (Indeks
Harga Konsumen).
<http://www.bi.go.id/web/> Diakses: 28 November 2011
Darmawan, Budhi. 2008. Identifikasi
Faktor-faktor Kelayakan yang Penting untuk
Dipertimbangkan dalam Investasi Real Estate dengan Menggunakan Analytic Hierarchy Process (AHP). Thesis Jurusan Teknik Sipil. Universitas Indonesia.
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
Surabaya. 2010. Kependudukan Kota
Surabaya.
<http://www.surabaya.go.id/dispenduk/> Diakses: 21 September 2011.
Lowe C. 2008. Target Marketing.
<http://www.economicsubj.com> Diakses 14 September 2011
Patmodewo, Soemiarti. 2008. Pendidikan Anak
Prasekola. Jakarta. Rineka Cipta.
Porter, M.E. 1998. Cluster and The New
Economic of Competition. Harvards
Business Review.
Pujawan, I Nyoman. 2003. Ekonomi Teknik.
Surabaya: Guna Widya
Sumastuti, AM. 2005. Keunggulan NPV
Sebagai Alat Analisis Uji Kelayakan Investasi dan Penerapannya. Dosen Tetap Fakultas Ekonomi.
Saaty, T. L. 2005. Theory and Applications of
The Analytic Network Process. Pitsburg: RWS Publications.
Saaty, T. L. 1994. Fundamentals of Decision
Making and Priority Theory with The Analytic Hierarchy Process. Pittsburg: RWS Publications
Tzeng, G. H. Chian, C. H., & Li, C. W. (2007). Evaluating intertwined effect in e-learning programs: A novel hybrid MCDM model based on factor analysis and DEMATEL. Expert Systems with Applications, 32(4), 1028-1044