• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Lokasi Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Lokasi Penelitian"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

42

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Lokasi Penelitian

Ambarawaterletak di Kabupaten Semarang, Provinsi

Jawa Tengah sekitar 30 km ke arah selatan Ungaran

(Ibukota Kab. Semarang). Dalam Bahasa Jawa, ‘Amba’ berarti luas dan ‘Rawa’ berarti rawa. Jadi Ambarawa berarti rawa yang luas. Sepertinya nama, ini merujuk ke sebuah

rawa (danau) yang terletak di Ambarawa yaitu Rawa

Pening(Profil Kecamatan Ambarawa).

BKPM wilayah Ambarawa adalah unit pelaksana

teknis Dinkes Provinsi Jawa Tengah yang sudah dikenal

cukup lama oleh masyarakat sebagai tempat pengobatan

paru-paru. BKPM terletak di Jl. Kartini No. 20 Ambarawa

yang memiliki wilayah kerja, diantaranya Kabupaten

Semarang, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Boyolali,

dan Kota Salatiga (catatan BKPM Ambarawa).

4.2. Analisis Univariat

4.2.1. Karakteristik Responden

Jumlah responden yang diteliti adalah 45 responden

(2)

Di dalam penelitian ini terdapat parameter yang

ditanyakan kepada responden yaitu:pendidikan terakhir

responden. Selain itu, tingkat pengetahuan, sikap

pencegahan TB Paru juga ditanyakan dalam bentuk

pertanyaan tertulis melalui kuesioner. Pengambilan data

dilakukan di BKPM Ambarawa pada waktu responden

mengantar penderita untuk berobat dan kontrol.

4.2.2. Distribusi Responden menurut Tingkat Pendidikan

Responden memiliki tingkat pendidikan yang

berbeda-beda secara umum dan dikategorikan menjadi 3 yaitu;

pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan

pendidikan tinggi.

Tabel 4.2. Karakteristik Tingkat Pendidikan Responden Anggota Keluarga

Pendidikan Frekuensi(f) Persentase(%)

Dasar 18 40

Menengah 18 40

Tinggi 9 20

TOTAL 45 100

Jumlah tersebut didapat secara umum dari keseluruhan

(3)

4.2.3. Pengetahuan Responden tentang TB Paru

Pengukuran tingkat pengetahuan responden anggota

keluarga terhadap pencegahan penularan TB Paru

dilakukan dengan memberikan kuesioner sebagai alat

ukur. Kuesioner tersebut menanyakan beberapa hal

mengenai TB Paru meliputi

pengertian, tanda gejala, cara penularan dan

pencegahan. Pengetahuan responden tentang TB paru

dibagi menjadi 3 kategori dengan penilaian baik

(76%-100%), cukup (56%-75%), dan kurang (<56%) (Arikunto,

2002).

Berdasarkan hasil kuesioner yang disebarkan kepada

para responden secara umum dan keseluruhan

responden diperoleh kategori pengetahuan anggota

keluarga terhadap penyegahan penularan seperti tertera

(4)

Gambar 4.2.3.

Pengetahuan Responden tentang TB Paru

Gambar 4.2.3. menunjukkan pengetahuan anggota

keluarga penderita tentang TB Paru. Responden

memiliki pengetahuan dengan kategori cukup

sebanyak 33 responden (69%) dan pengetahuan

kurang sebanyak 12 responden (31%). Hasil tersebut

secara jelas mengungkap bahwa mayoritas responden

keluarga di BKPM mempunyai pengetahuan yang

cukup terhadap pengetahuan dalam pencegahan

penularan TB Paru. N=33 69% N = 12 31% N = jumlah responden pengetahuan cukup pengetahuan kurang

(5)

4.2.4. Sikap Responden terhadap Pencegahan Penularan TB Paru

Hasil dari Sikap responden tentang TB Paru dalam

jumlah tersebut didapat secara umum dari keseluruhan

penyebaran kuesioner yang dijelaskan dari gambar ini

Gambar 4.2.4.

Sikap Responden Keluarga terhadap Pencegahan Penularan TB Paru

Data tersebut diambil dengan cara tabulasi hasil

kuesioner dan dari hasil gambar tersebut

mendeskripsikan bahwa sikap cukup responden

sebanyak 30 orang (67%) dan sikap kurang sebanyak

15 orang (33%).

4.3. Analisis Bivariat

Pada analisis bivariat ini dilakukan untuk mengetahui

presentase tiap tingkat pendidikan serta mengkategorikan

secara satu-satu tiap tingkat pendidkan berbeda dengan

analisis univariat yang peneliti menabulasi secara umum dan

N=30 67% N=15 33% N = jumlah responden sikap cukup sikap kurang

(6)

keseluruhan. Analisis Bivariat ini juga menghubungkan

masing-masing variabel independen dengan variabel

dependen. Hasil pengolahan data disajikan pada tabel silang

dan disertakan nilai dari uji Chi-square.

4.3.1 Hubungan Pengetahuan (tingkat pendidikan) dengan Sikap Pencegahan Penularan TB Paru pada anggota keluarga

Tabel 4.3.1

Tabulasi Pengetahuan dengan Sikap Keluarga terhadap Pencegahan Penularan TB Paru Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pendidikan Pengetahuan Sikap

Cukup (%) Kurang (%) Cukup (%) Kurang (%) Tinggi 75 25 85 15 Menengah 70 30 70 30 Dasar 50 50 65 35

Tabel tersebut menunjukan bahwa pendidikan tinggi

berhubungan dengan tingkat pengetahuan seseorang

dan mempengaruhi dalam sikapnya terhadap

(7)

4.3.2 Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Keluarga terhadap Pencegahan Penularan TB Paru

Tabel 4.3.2.

Tabel Silang Chi Square antara Pengetahuan dengan Sikap Keluarga terhadap Pencegahan Penularan TB

Paru Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 11.212a 2 .004 Likelihood Ratio 15.631 2 .000 N of Valid Cases 45

a. 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .71.

Uji Contingency Coefficient

Uji Value Approx. Sig. Hasil

Contingency Coefficient

.656 .734 Hubungan

kuat

Tabel ini menampilkan hasil pengujian keterkaitan

antara kedua variable yang diproses melalui uji

chi-square. Uji chi-square (pearson uji chi-square)

menujukan sebesar 11,212 dengan nilai signifikasi

0,004. Berdasarkan hasil yang diperoleh, terlihat

bahwa nilai signifikasi 0,004 ≤ α 0,05 sehingga H0 di tolak. Untuk uji contingency coefficient dapat

diketahui bahwa nilai contingency coefficient-nya (R)

(8)

hubungan yang terjadi adalah kuat sehingga dapat

diartikan bahwa ada hubungan yang positif dan

korelasi kuat antara pengetahuan dengan sikap

(9)

4.4 Pembahasan

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa tingkat

pengetahuan seseorang akan mempengaruhi dirinya dalam

pencegahan penularan TB Paru. Hal ini dapat ditunjukan

dengan semakin tinggi tingkat pendidikan responden

anggota keluarga terhadap pencegahan penularan TB Paru,

maka responden akan menyadari dan mengerti akan

pentingnya pencegahan penularan. Sehingga responden

dengan tingkat pendidikan yang tinggi mempengaruhi dalam

mencegah penularan TB Paru. Tingkat pendidikan sangat

berpengaruh dalam pola berfikir. Tentu saja, semakin tinggi

tingkat pendidikan semakin matang dan rasional dalam

mengambil keputusan.

Soeharjo dan Patong (2001) menyatakan bahwa

pendidikan pada umumnya akan mempengaruhi cara dan

pola pikir. Pendidikan juga berpengaruh terhadap tingkat

kemampuan menyerap informasi tentang lingkungan

sekitarnya. Pengetahuan ini selanjutnya akan berpengaruh

terhadap persepsi mereka terhadap pencegahan penularan

TB Paru. Tingkat pendidikan yang rendah akan susah

mencerna pesan atau informasi yang disampaikan

(10)

belajar yang khusus diselenggarakan dalam waktu tertentu,

tempat tertentu dan kurikulum tertentu, namun dapat

diperoleh dari bimbingan yang diselenggarakan

sewaktu-waktu dengan maksud mempertinggi kemampuan atau

ketrampilan khusus.

Dalam garis besar ada tiga tingkatan pendidikan yaitu

pendidikan rendah, pendidikan menengah, dan tinggi.

Masing-masing tingkat pendidikan tersebut memberikan

tingkat pengetahuan tertentu yang sesuai dengan tingkat

pendidikan. Pendidikan tentang pencegahan penularan TB

Paru merupakan suatu proses mengubah kepribadian,

sikap, dan pengertian tentang penularan sehingga tercipta

pola kebudayaan dalam mencegah penularan tersebut.

Dengan demikian pendidikan pada dasarnya merupakan

usaha dan tindakan yang bertujuan untuk mengubah

pengetahuan, sikap dan keterampilan manusia. Tingkat

pendidikan yang cukup merupakan dasar dalam

pengembangan daya nalar serta sarana untuk menerima

pengetahuan. Kemampuan menerima seseorang akan lebih

cepat jika orang tersebut memiliki latar belakang pendidikan

yang cukup. Diasumsikan bahwa semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang maka semakin mampu seseorang

(11)

disampaikan. Demikian sebaliknya semakin rendah tingkat

pendidikan yang seseorang miliki maka semakin rendah

atau tidak tahu pula dia mencerna apa yang menjadi isi

pesan dari informasi khususnya dalam hal pencegahan

penularan TB Paru di dalam anggota keluarga.

Dari 45 anggota keluarga di BKPM wilayah Ambarawa

menunjukan bahwa 31 responden (69%) yang

berpengetahuan cukup dan 14 responden (31%) yang

berpengetahuan kurang. Sehingga dapat diartikan bahwa

rata-rata pengetahuan responden terhadap pencegahan

penularan TB Paru di BKPM memiliki pengetahuan yang

cukup. Tingkat pengetahuan mempunyai hubungan yang

bermakna dengan kejadian TB Paru, maksudnya bahwa

tingkat pengetahuan yang kurang merupakan salah satu

faktor resiko untuk timbulnya penularan TB Paru, jika

responden kurang memiliki pengetahuan yang cukup,

misalnya yang bersangkutan tingkat pendidikan dasar,

dengan tidak mendapatkan informasi yang baik dan lengkap

maka dalam mencegah dan menanggulangi penyebaran

penyakit TB Paru, maka mereka tidak waspada dan kurang

hati-hati terhadap faktor faktor resiko penularan TB Paru.

Dari hasil penelitian juga terungkap mengenai sikap

(12)

mengungkapkan bahwa responden yang dikategorikan

sikap yang cukup berjumlah 30 orang (67%) dan

mempunyai sikap yang kurang berjumlah 15 orang (33%).

sehingga artinya dalam hasil tersebut bermakna antara

hubungan pengetahuan dengan sikap tentang pencegahan

dengan kejadian TB Paru. Sikap yang kurang baik

merupakan faktor resiko untuk terjadinya penularan TB

Paru. Sikap merupakan suatu perilaku yang dimiliki

seseorang sebelum mengambil tindakan. Jika sikap

masyarakat sudah baik maka masyarakat akan mudah

untuk melakukan suatu perbuatan yang baik, tapi jika sikap

ini masih kurang maka memiliki dampak yang buruk bagi

kesehatan masyarakat. Hal ini didukung dengan hasil untuk

uji square yang didapatkan bahwa nilai signifikan untuk

pengetahuan terhadap sikap sebesar 0,004, yang artinya

bahwa ≤ α (0,05) dan nilai contingency coefficient-nya (R) adalah 0,734. dapatkan hasil ada korelasi yang kuat antara

pengetahuan dan sikap pada keluarga dengan TB Paru

dalam mencegah penularan. Didukung dengan penelitian

Suhardi (2009) Hubungan antara Pengetahuan dan sikap

pasien TB Paru dengan perilaku pencegahan penularan TB

Paru di Puskesmas Pringsurat Kabupaten Temanggung

(13)

bermakna secara statistik antara sikap pasien TB paru

dengan perilaku pencegahan penularan TB paru di wilayah

Puskesmas Pringsurat Kabupaten Temanggung dengan

nilai p = 0,032 < 0,05 dengan kekuatan hubungan lemah ( C

= 0,368 ) namun secara statistik bermakna ( p = 0,40 ).

Berdasarkan hasil penelitian ini, pada reponden

didapatkan data sebagian besar responden memiliki

karakteristik pengetahuan yang cukup dan sikap yang

cukup, sehingga masih mempunyai peluang untuk

tertularnya TB Paru. Penelitian ini menjawab permasalahan

penelitian bahwa pengetahuan dan sikap yang baik serta

tingkat pendidikan yang tinggi mampu mendukung dalam

Gambar

Tabel 4.2. Karakteristik Tingkat Pendidikan  Responden Anggota Keluarga

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini kami beritahukan bahwa berdasarkan hasil evaluasi administrasi dan teknis dokumen prakualifikasi perusahaan Saudara telah masuk dalam calon Daftar Pendek untuk

Perjanjian pemborongan pada rjanjian ini, harus dibuat secara tertulis dan dalam bentuk perjanjian standar, misalnya mengenai Surat Perintah Kerja dibuat model formulir

Tiba-tiba seorang anak berkomentar.”Syukurlah Bu, jalan menuju rumah saya sudah banyak bioporinya, tapi kata bapak itu bukan untuk.. menanggulangi banjir, melainkan biopori

Sesuai dengan yang telah dijelaskan bahwa komponen kondisi fisik yang harus dimiliki oleh anggota UKM senam aerobik putri Unusa adalah daya tahan otot jantung,

Diplomasi kebudayaan merupakan salah satu cara pelaksanaan diplomasi dengan menggunakan pendekatan kebudayaan, yang antara lain berarti mencoba untuk meningkatkan

Di lain sisi, artikel ini pula berargumen bahwa INFID memiliki peran penting dalam diplomasi ekonomi transnasional Indonesia dengan cara memberikan peran aktif dengan berbagai

Bryant dan Bailey (1997) menambahkan bahwa ekologi politik mempelajari sumber, kondisi dan implikasi politik dari kerusakan lingkungan hidup, dimana dalam konteks negara

Profitabilitas secara parsial terhadap harga saham, sedangkan Inflasi dan Kurs tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap Harga Saham Indeks Pefindo25