• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKTIVITAS FISIK MAHASISWI KEBIDANAN TINGKAT I DALAM MENGHADAPI SINDROM PRAMENSTRUASI DI POLTEKKES MAJAPAHIT MOJOKERTO 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "AKTIVITAS FISIK MAHASISWI KEBIDANAN TINGKAT I DALAM MENGHADAPI SINDROM PRAMENSTRUASI DI POLTEKKES MAJAPAHIT MOJOKERTO 2014"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS FISIK MAHASISWI KEBIDANAN TINGKAT I DALAM MENGHADAPI SINDROM PRAMENSTRUASI DI POLTEKKES

MAJAPAHIT MOJOKERTO 2014

DIANDRA FEMY LUISITA 11002147

Subject: Mahasiswi kebidanan tingkat I, Aktivitas Fisik, Sindrom Pramenstruasi

DESCRIPTION

Salah satu ciri yang menandai masa pubertas perempuan adalah menstruasi. Rasa sakit menstruasi diikuti dengan premenstrual syndrome (PMS), ditandai dengan munculnya gejala fisik, emosional, dan perilaku yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Sekitar 40% wanita berusia 14-50 tahun mengalami sindrom ini. Salah satu faktor yang meningkatkan resiko terjadinya PMS yaitu kurangnya aktivitas fisik. Mereka yang secara fisik aktif cenderung menyesuaikan diri lebih baik terhadap stress emosional dan mental, serta jarang menderita kelainan kepribadian. Oleh sebab itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas fisik mahasiswi kebidanan tingkat I dalam menghadapi sindrom pramenstruasi.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode survei. Terdapat satu variabel yaitu aktivitas fisik dalam menghadapi sindrom pramenstruasi. Jumlah populasi sebanyak 75 mahasiswi, dengan menggunakan tehnik total sampling. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan data primer. Instrument yang digunakan adalah check list. Tehnik pengolahan data melalui tahapan editing, coding, scoring, sorting, data entry, cleaning, dan tabulasi. Analisis data diuji dengan menggunakan distribusi frekuensi dan prosentase.

Hasil penelitian menunjukkan aktivitas fisik ringan sebanyak 59 responden (78,7%), aktivitas fisik sedang 13 responden (17,3%), dan aktivitas fisik berat 3 responden (4%).

Simpulan dari hasil penelitian ini yaitu sebagian besar responden melakukan aktivitas fisik ringan dalam menghadapi sindrom pramenstruasi. Hal ini dikarenakan aktivitas ringan mudah dan biasa dilakukan sehari-hari.

Diharapkan tenaga pengajar dan tenaga kesehatan menjalin kerjasama yang baik untuk memberikan pendidikan kesehatan pada remaja dan juga memberikan penyuluhan kesehatan reproduksi terutama sindrom pramenstruasi, agar mereka memahami bahwa dengan aktivitas fisik atau olahraga justru dapat mengurangi gejala PMS.

(2)

ABSTRACT

One characteristic that characterize female puberty is menstruation. Menstrual pain followed by premenstrual syndrome ( PMS ), is characterized by the appearance of physical symptoms, emotional, and behavior that can interfere with daily activities. Approximately 40% of women aged 14-50 years experiencing this syndrome. One of the factors that increase the risk of PMS is the lack of physical activity, those who are physically active tend to adapt better to the emotional stress and mental, and rarely suffer from a personality disorder. Therefore, this study was conducted to know the physical activity level Ist midwifery student to face of premenstrual syndrome.

This study was a descriptive survey method. The variable was physical activity to face of premenstrual syndrome. Total population was 75 female students, using total sampling techniques. Collecting data in this study using primary data. Instrument used was a check list. Data processing techniques through the stages of editing, coding, scoring, sorting, data entry, cleaning, and tabulation. Analysis of the data was tested by using frequency and percentage distributions.

The results showed that most of respondents exercises small physical activity as many as 59 respondents (78.7%), moderate physical activity were 13 respondents (17,3%), and heavy physical activity were 3 respondents (4%).

The conclusions from these results showed that the majority of respondents did light physical activity to face of premenstrual syndrome. This is due to the easy and regular light activity performed daily.

The teachers and health workers were expected to establish good cooperation to provide health education to the youth and also provide reproductive health education especially premenstrual syndrome, so that they understand that the physical activity or exercise actually can reduce the symptoms of PMS.

Keywords : Physical Activity, Premenstrual Syndrome Contributor : Risya Anggraini, S.ST,MM

Fitria Edni Wari, S.Keb.Bd Date : 12 Mei 2014

Type Material : Laporan Penelitian Identifier :

Right :

Summary :

LATAR BELAKANG

Salah satu ciri yang menandai masa pubertas perempuan adalah menstruasi, rasa sakit menstruasi juga diikuti dengan Premenstrual Syndrome (PMS), yaitu sekumpulan gejala bervariasi yang muncul antara 7-14 hari sebelum masa haid dimulai dan biasanya berhenti saat haid mulai. Gejala PMS seperti sakit perut, cepat tersinggung, dan mudah marah tanpa alasan yang jelas sering dirasakan oleh beberapa perempuan, jika kondisi ini dibiarkan, dampaknya akan mengganggu aktivitas sehari-hari, hubungan dengan orang-orang terdekat, dan akan menimbulkan gangguan yang lebih parah yaitu disforia pramenstruasi

(3)

(PMDD) bahkan sampai ada yang ingin bunuh diri (Laila, 2011). Adapun faktor yang meningkatkan resiko terjadinya PMS yaitu: wanita yang pernah melahirkan, status perkawinan, usia, stress, diet, kekurangan zat-zat gizi, kegiatan fisik (kurang berolahraga dan aktivitas fisik menyebabkan semakin beratnya PMS) (Sibagariang, 2010). Aktivitas fisik meliputi kegiatan sehari-hari dan olahraga. Mereka yang secara fisik aktif cenderung menyesuaikan diri lebih baik terhadap stres emosional dan mental serta lebih jarang menderita kelainan kepribadian (Tambing, 2012).

Pada sekitar 40% wanita berusia 14-50 tahun, menurut suatu penelitian mengalami sindrom pramenstruasi (Sibagariang, 2010). Berdasarkan studi PMS yang meneliti pada berbagai 14 kultur di 10 negara ditemukan prevalensi tinggi di negara-negara barat 71-73% dan jauh lebih rendah di negara-negara non-barat 23-34% (WHO, 2007). Berdasarkan data yang diperoleh dari Departemen Kesehatan tahun 2009 tentang prevalansi sindrom pramenstruasi di Indonesia, diperoleh hasil sebanyak 40% wanita Indonesia mengalami sindrom pramenstruasi dan sebanyak 2-10% mengalami gejala berat (Singal, 2013). Sedangkan di jawa timur perempuan yang masuk ginekologi mengeluh masalah sebelum terjadi menstruasi sekitar 40% ( S a l m a , 2 0 1 0 ) . Dari penelitian (Nonitasari & khusnia, 2012) di salah satu SMP di kabupaten Mojokerto, dari total 133 responden, mayoritas siswi mengalami gejala PMS kelemahan umum (lekas letih, pegal linu) sebanyak 132 reponden (99,2%), nyeri payudara 127 responden (95,5%) dan mudah marah 124 responden (93,2%), secara keseluruhan yang mengaku tidak aktif olahraga lari sebanyak 127 responden (95,5%) dan mengalami >50% gejala PMS, sedangkan 6 responden (4,5%) yang aktif olahraga mengalami <50% gejala PMS. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan tanggal 5 Maret 2014 pada 10 mahasiswi kebidanan tingkat I didapatkan semua responden mengalami gejala PMS, seperti mudah marah sebanyak 6 orang (60%), 5 orang (50%) nyeri punggung, 4 orang (40%) nyeri payudara, dan 2 orang (20%) nyeri perut. Aktivitas yang biasanya dilakukan untuk mengurangi gejala PMS seperti mencuci baju/piring, menyapu, jalan kaki, nonton TV ada sebanyak 8 orang (80%), belanja dan jalan-jalan 1 orang (10%), sedangkan yang olahraga/jogging 1 orang (10%).

Penyebab munculnya sindrom ini memang belum jelas, beberapa teori menyebutkan karena faktor hormonal yakni ketidakseimbangan antara hormon estrogen dan progesteron (Sibagariang, 2010). Terjadinya penurunan kadar hormon estrogen setelah ovulasi dapat mempengaruhi neurotransmitter di otak terutama serotonin, serotonin memegang peranan dalam regulasi emosi (Devi, 2009). Penurunan kadar neurotransmitter tertentu pada susunan saraf pusat dihipotesiskan berkaitan erat dengan perubahan perilaku penderita PMS, sebagai contoh penurunan kadar beta-endorfin dikaitkan dengan munculnya depresi pada penderita (Suparman, 2011). Namun dengan aktivitas fisik berupa olahraga dapat merangsang hormon endorphin keluar dan menimbulkan perasaan tenang saat sindrom pramenstruasi terjadi (Pratita & Margawati, 2013). Misalnya melakukan olahraga ringan, seperti jogging, senam, jalan kaki selama kurang lebih 30 menit sebelum dan selama menstruasi (Laila, 2011). Sindrom ini biasanya lebih mudah terjadi pada wanita yang lebih peka terhadap perubahan hormonal dalam siklus haid (Sibagariang, 2010).

(4)

Bidan memulai proses penatalaksanaan PMS dengan menunjukkan empati dan dukungan kepada perempuan, pendekatan yang dilakukannya yaitu dalam gaya hidup individu, termasuk diet, aktivitas sehari-hari, dan pengurangan stress. Bidan juga merekomendasikan pemberian berbagai macam vitamin, mineral (terutama kalsium) dan sejumlah terapi pelengkap untuk mengatasi PMS (Varney, 2007). Secara umum dalam penanggulangan masalah remaja, peran bidan adalah sebagai fasilitator dan konselor yang bisa dijadikan tempat untuk mencari jawaban dari suatu permasalahan yang dihadapi remaja, contoh peran yang bisa dilakukan adalah: mendengarkan keluhan remaja yang bermasalah dengan tetap menjaga kerahasiaan kliennya, membangun komunikasi dengan remaja, ikut serta dalam kelompok remaja, melakukan penyuluhan-penyuluhan pada remaja berkaitan dengan kespro, memberikan informasi yang selengkap-lengkapnya pada remaja sesuai dengan kebutuhannya (Ariningtyas, 2013). Bidan sebagai pendidik, memberikan pendidikan kesehatan reproduksi termasuk didalam materi pelajaran (Romauli & Vindari, 2009).

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Aktivitas Fisik Mahasiswi Kebidanan Tingkat I Dalam Menghadapi Sindrom Pramenstruasi di Poltekkes Majapahit Mojokerto”

METODOLOGI

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan rancang bangun survei, dilakukan di Poltekkes Majapahit Mojokerto pada tanggal 12-14 Mei 2014. Populasi penelitian ini yaitu seluruh mahasiswi kebidanan tingkat I di Poltekkes Majapahit Mojokerto. Sampel diambil dengan tehnik total sampling yaitu sebanyak 75 mahasiswi. Variabel tunggal yaitu Aktivitas Fisik Mahasiswi Kebidanan Tingkat I Dalam Menghadapi Sindrom Pramenstruasi. Instrument menggunakan skala guttman yang dibuat seperti checklist dengan interpretasi penilaian apabila ya 1 dan apabila tidak 0. Sedangkan analisis data menggunakan distribusi frekuensi dan prosentase.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yaitu 59 mahasiswi (78,7%) melakukan aktivitas fisik ringan dalam menghadapi sindrom pramenstruasi. Aktivitas yang paling banyak dilakukan responden yaitu jalan kaki dan mencuci baju/piring sebanyak 55 mahasiswi (73,3% )

Gejala-gejala nyeri menstruasi umunya berupa rasa sakit yang datang secara tidak teratur dan tajam. Rasa sakit menstruasi juga diikuti dengan premenstrual syndrome (PMS), yaitu sekumpulan gejala bervariasi yang muncul antara 7-14 hari sebelum masa haid dimulai dan biasanya berhenti saat haid mulai. Jika kondisi ini dibiarkan, dampaknya akan mengganggu aktivitas sehari-hari, dan mengganggu hubungan dengan orang-orang terdekat (Laila, 2011).

Hormon progesteron yang menurun dan estrogen yang naik tidak hanya mempengaruhi mood, tetapi juga energi yang dikeluarkan tubuh. Bila saat PMS jadi mudah lelah, olahraga bisa menjadi solusi yang tepat untuk mengembalikan energi tubuh. Tetapi, sakit kepala atau payudara yang mudah sakit bukanlah

(5)

situasi tubuh yang enak untuk diajak berolahraga (Priska, 2010). Oleh karena itu dilakukan aktivitas fisik ringan misalnya dengan membaca buku atau menonton film dapat membuat saraf dan pikiran lebih berkonsentrasi pada isi buku dan film yang sedang ditonton terutama yang disukai, rasa nyeri mungkin akan terasa tetapi setidaknya akan lebih berkurang, tertawa dan melakukan hal-hal menyenangkan bisa membantu menenangkan saraf-saraf yang terganggu (Laila, 2011). Sedangkan dengan jalan kaki sekitar 30 menit dalam 3 sampai 5 kali dalam sehari akan membuat seseorang terhindar dari depresi (Revina, 2014).

Disini terlihat bahwa hasil penelitian dengan teori yang ada sesuai, dibuktikkan dari aktivitas fisik ringan lebih banyak dilakukan mahasiswi karena saat responden mengalami gejala PMS cenderung malas melakukan kegiatan yang berat, sehingga aktivitas-aktivitas yang mudah dilakukan dan biasa dilakukan sehari-hari seperti jalan kaki dan mencuci baju/piring menjadi cara untuk mengatasi gejala PMSnya.

Dari hasil penelitian aktivitas fisik sedang dalam menghadapi sindrom pramenstruasi menunjukkan bahwa sebagian kecil responden sebanyak 13 mahasiswi (17,3%) melakukan aktivitas fisik sedang. Aktivitas yang paling banyak dilakukan responden yaitu jalan cepat sebanyak 13 mahasiswi (17,3%) dan mengepel lantai sebanyak 11 mahasiswi (14,7%).

Aktivitas fisik sedang seperti bersepeda atau dengan memutarkan kaki selama kurang lebih 30 menit sebelum dan selama menstruasi mampu mengurangi sakit saat menstruasi, dan mendengarkan musik seperti lagu klasik, murotal, atau irama rohani lainnya dapat menenangkan saraf dan membuat pikiran menjadi rileks (Laila, 2011). Sedangkan berenang akan membantu menurunkan tingkat stress, kelelahan, nyeri haid, dan dapat membantu seseorang untuk tidur lebih nyenyak. Bahkan, tekanan air dalam kolam renang juga mampu meredakan sakit punggung yang di alami selama menstruasi (Utami, 2013).

Hasil penelitian dengan teori adanya ketidaksesuaian aktivitas fisik responden dalam kategori sedang, karena hanya sebagian kecil responden yang melakukannya aktivitas ini, hal ini disebabkan aktivitas sedang bukan aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari dan menyebabkan cepat lelah. Hanya aktivitas seperti jalan cepat dan mengepel lantai yang dipilih responden karena aktivitas ini dapat dilakukan kapan saja, terutama responden adalah mahasiswi kebidanan yang disibukkan dengan jadwal kuliah yang padat, sehingga tidak sempat melakukan aktivitas yang harus meluangkan waktu berjam-jam.

Sedangkan aktivitas fisik berat dalam menghadapi sindrom pramenstruasi menunjukkan bahwa sebagian kecil responden sebanyak 3 mahasiswi (4%) melakukan aktivitas berat. Aktivitas yang paling banyak dilakukan responden yaitu berlari, aerobik dan naik turun tangga sebanyak 3 mahasiswi (4%)

Aktivitas berat sendiri memiliki banyak manfaat seperti latihan aerobik mampu menekan keluhan depresi dan gejala retensi cairan (Suparman, 2011). Melakukan olahraga dengan lari jarak pendek ketika sedang menstruasi maka kadar ekstrogen di dalam tubuh akan menurun sehingga akan meningkatkan penghancuran glikogen sebagai sumber utama energi. Naik turun tangga juga dapat meningkatkan kemampuan bernafas lebih panjang dan tidak mudah lelah (Revina, 2014). Bela diri pun membantu mengurangi gejala PMS seperti meningkatkan stamina dan meningkatkan mood, melatih pernapasan,

(6)

meningkatkan pengendalian diri, menyegarkan tubuh, meningkatkan daya tahan tubuh, dan meningkatkan koordinasi otot-otot tubuh (Dea, 2013).

Hasil penelitian dengan teori adanya ketidaksesuaian aktivitas fisik responden dalam kategori berat, hanya sebagian kecil responden melakukan aktivitas ini, hal ini dikarenakan responden merasa khawatir jika melakukan aktivitas berat akan memperburuk gejala PMS yang dialami. Aktivitas berat yang banyak dilakukan dari 3 reponden yaitu seperti berlari, aerobik dan naik turun tangga saja, karena aktivitas ini mudah dan masih bisa dilakukan sebagian besar perempuan, tapi untuk bela diri dapat dikatakan terlalu berat dilakukan perempuan, karena membutuhkan fisik dan mental yang kuat. Disini responden kurang mendapat pengetahuan bahwa sebenarnya dengan melakukan aktivitas fisik atau olahraga justru mengurangi gejala-gejala PMS.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian mengenai aktivitas fisik mahasiswi kebidanan tingkat I dalam menghadapi sindrom pramenstruasi di Poltekkes Majapahit Mojokerto tahun 2014, diketahui bahwa sebagian besar responden melakukan aktivitas fisik ringan yaitu sebanyak 59 responden (78,7%).

REKOMENDASI 1. Bagi Mahasiswi

Diharapkan mahasiswi dalam penelitian ini dapat lebih meningkatkan informasi yang diterima tentang PMS sehingga mahasiswi mengetahui kegiatan atau aktivitas yang dapat dilakukan untuk menghadapi sindrom pramenstruasi. 2. Bagi Tenaga Kesehatan

Diharapkan tenaga kesehatan dapat memberikan pendidikan yang benar tentang kesehatan reproduksi, agar kebutuhan remaja dan wanita terpenuhi dan dapat mewujudkan remaja dan wanita yang sehat.

3. Bagi Institusi

Diharapkan bisa dijadikan refrensi dan sumber informasi bagi institusi pendidikan terutama pada materi sindrom pramenstruasi dan aktivitas fisik yang dapat dilakukan untuk mengatasinya.

4. Bagi profesi

Diharapkan bidan dapat memberikan pelayan kesehatan di lingkungan sekolah dan institusi dengan memberikan penyuluhan tentang kesehatan reproduksi terutama tentang sindrom pramenstruasi sehingga remaja dan wanita dapat mengatasi atau mengurangi gejala-gejala PMS yang dialami. 5. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan peneliti selanjutnya meneliti tentang kesehatan reproduksi mengenai gejala-gejala yang terjadi sebelum atau selama menstruasi, hal itu disebabkan karena masih banyak perempuan yang belum mengetahui bagamana cara yang tepat dalam mengatasi gejala-gejala tersebut.

ALAMAT CORRESPONDENSI

Email : Diandra.femy@gmail.com No tlpn : 085733534111

Referensi

Dokumen terkait

Sebelum usaha kearah pengelolaan yang bertanggung jawab beserta pengembangan perikanannya, khususnya di Provinsi Sulawesi Selatan (rencana ini tertuang pada Lokakarya

Flowchart Enkripsi File Audio Merupakan gambaran keseluruhan diagram alir proses enkripsi yang dimulai dari memasukan file audio yang ingin di enkripsi, setelah file

Menyatakan bahwa “SKRIPSI ” yang saya buat untuk memenuhi persyaratan –persyaratan kelulusan pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Islam Negeri (UIN)

Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa skor rata-rata hasil belajar Bahasa Indonesia siswa setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah 74,33 dengan standar

Penelitian ini menghasilkan kriteria dan subkriteria bangunan hijau, bobot masing-masing kriteria dan subkriteria, serta tata cara penilaian. Penelitian ini

Tahapan awal yang dilakukan sebelum memodelkan data dengan menggunakan data mining, yaitu mengetahui pola kurikulum yang digunakan sehingga dapat diketahui mata kuliah

[r]

Penggunaan Model Pembelajaran Role Playing untuk Peningkatan Hasil Belajar dan Aktivitas Siswa pada Mata Pelajaran Biologi (Standar Kompetensi Memahami Saling