• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Sebelumnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Sebelumnya"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Bab 2

Tinjauan Pustaka

2.1

Penelitian Sebelumnya

Dalam skripsi penelitian yang berjudul “Pemodelan dinamis pola tanam berbasis metode LVQ (Learning Vector Quantization)” (Bursa, 2010), menghasilkan sistem informasi pola tanam pada suatu daerah dengan menggabungkan data klimatologi, data koordinat dan ketinggian wilayah pada citra landsat menggunakan data raster dan diolah dengan metode LVQ (Learning Vector Quantization).

Judul penelitian hibah bersaing “Penyusunan Model Pranata Mangsa Baru dengan Menggunakan Teknologi Map Server” (Simanjuntak, 2010), hasil penelitian tersebut adalah penyediaan fasilitas diseminasi pembelajaran mandiri terhadap kelompok penyuluh pertanian lapangan (PPL) untuk penataan pola tanam komoditas pertanian menggunakan perangkat Pranata Mangsa Baru yang disusun dengan pendekatan agrometeorologi.

Perbedaan dari penelitian ini adalah selain menggabungkan data klimatologi dan agrometeorologi yang akurat, penelitian ini dilengkapi dengan peramalan cuaca. Sehingga sistem ini akan memperkirakan tanaman yang cocok untuk ditanam pada masa yang ditentukan oleh user.

(2)

2.2

Identifikasi Iklim di Jawa Tengah

Letak geografis propinsi Jawa Tengah terletak pada 5o40' Lintang Utara dan 8o30' Lintang Selatan dan antara 108o30' Bujur Barat dan 111o30' Bujur Timur (termasuk Pulau Karimunjawa). Secara administratif propinsi Jawa Tengah terbagi menjadi 29 Kabupaten dan 6 Kota. Luas Wilayah Jawa Tengah sebesar 3.250.000 hektar atau sekitar 25,04% dari luas pulau Jawa (1,70% luas Indonesia). Luas yang ada terdiri dari 1.000.000 hektar (30,80%) lahan sawah dan 2.250.000 hektar (69,20%) bukan lahan sawah (BPS Provinsi Jawa Tengah, 2011).

Menurut penggunaannya, luas lahan sawah terbesar berpengairan teknis (38,26 persen), selainnya berpengairan setengah teknis, tadah hujan dan lain-lain. Dengan teknik irigasi yang baik, potensi lahan sawah yang dapat ditanami padi lebih dari dua kali sebesar 69,56%. Lahan kering yang dipakai untuk tegalan/kebun/ladang/huma sebesar 34,36% dari total bukan lahan sawah (DINHUBKOMINFO, 2009).

Menurut Stasiun Klimatologi Klas 1 Semarang, suhu udara rata-rata di Jawa Tengah berkisar antara 18oC sampai 28oC. Sementara itu, suhu rata-rata tanah berumput (kedalaman 5 Cm), berkisar antara 17oC sampai 35oC, rata-rata suhu air berkisar antara 21oC sampai 28oC. Sedangkan untuk kelembaban udara rata-rata bervariasi, dari 73% sampai 94%. Curah hujan terbanyak terdapat di Stasiun Meteorologi Pertanian khusus batas Salatiga sebanyak 3.990 mm, dengan hari hujan 195 hari (DINHUBKOMINFO, 2009).

(3)

2.3

Analisis Abnormalitas Cuaca pada Curah Hujan

dan Pola Tanam

Kondisi iklim di Indonesia pada dasarnya dipengaruhi oleh sirkulasi monsoon yang menimbulkan perbedaan iklim antara musim hujan dan musim kemarau. Besarnya curah hujan akan sangat tergantung pada sirkulasi monsoon. Sirkulasi monsoon akan dipengaruhi oleh kejadian ENSO (El Nino Southern Oscillation) yang secara meteorologis diekspresikan dalam nilai Southern Oscillation Index (SOI). Berdasarkan hal tersebut maka fluktuasi curah hujan sangat berkorelasi dengan fluktuasi SOI. Kejadian El Nino dapat berdampak pada penurunan curah hujan, dan kejadian La Nina dapat menimbulkan peningkatan curah hujan. Pola produksi tanaman pangan umumnya berbeda pada musim kemarau dan musim hujan. Musim hujan dimulai manakala curah hujan pada hari tertentu telah mencapai antara 200 - 350 mm. Definisi dari Badan Meteorologi dan Geofisika, awal musim hujan curah hujan harian sebesar 50 mm selama 10 hari berturur-turut yang kemudian diikuti dengan curah hujan diatas 50 mm pada 10 hari berikutnya. Dengan menggunakan batasan curah hujan tersebut periode musim hujan di wilayah Indonesia bervariasi menurut lokasi tetapi umumnya berlangsung antara bulan September/Oktober hingga bulan Maret/April (Irawan, 2006).

Anomali iklim El Nino dan La Nina menimbulkan pengaruh terhadap besaran curah hujan dan ketersediaan air irigasi, periode musim hujan dan musim kemarau dan pergeseran musim tanam. Di Provinsi Lampung, El Nino dapat menyebabkan awal musim kemarau lebih cepat 2-5 dasarian (1 dasarian = 10 hari) dibanding kondisi iklim

(4)

normal sedangkan akhir musim kemarau lebih lambat 2-4 dasarian, sehingga musim kemarau menjadi lebih panjang dari yang biasanya sekitar 8-20 dasarian menjadi 14-25 dasarian. Musim kemarau yang semakin panjang juga terjadi di Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah sekitar 7-9 dasarian menurut daerah (Irawan, 2006).

Peristiwa El Nino dan La Nina dapat menimbulkan variasi besarnya dampak yaitu : besarnya dampak yang ditimbulkan oleh anomali iklim terhadap situasi iklim lokal atau curah hujan lokal, dan kemampuan petani dalam mencegah penurunan produksi yang disebabkan oleh anomali iklim di setiap daerah. Kedua faktor tersebut menyebabkan penurunan curah hujan yang tergolong besar di suatu daerah, dapat saja tidak menimbulkan dampak serius terhadap produksi pangan jika penurunan suplai air akibat El Nino dapat ditanggulangi. Sebaliknya,daerah yang mengalami penurunan curah hujan relatif kecil dapat mengalami dampak penurunan produksi yang tinggi, jika petani tidak mampu melakukan adaptasi dan antisipasi yang diperlukan (Irawan, 2006).

Sistem usaha tani memiliki ketergantungan yang sangat besar terhadap faktor klimatologi, sebagaimana digambarkan oleh Gambar 2.1. Bentuk resiko iklim pada pola tanam lahan sawah adalah sebagaimana berikut ini :

− Bulan Januari – Februari komoditas padi (padi 1) beresiko terkena banjir di beberapa daerah.

− Komoditas padi 2 resiko terkena kekeringan (awal musim kemarau lebih cepat).

− Jagung resiko terkena kekeringan (hari kering panjang menuju musim hujan).

(5)

Gambar 2.1 Pengaruh curah hujan terhadap sistem usaha tani

Bentuk resiko iklim pada pola tanam lahan kering adalah sebagaimana berikut ini:

− Jagung/kacang–kacangan resiko terkena kekeringan (hari kering panjang awal musim hujan dan awal mus

− Jagung resiko terkena angin kencang (bulan Januari

2.4

Pemodelan

Konsep dan teknik analisis sistem semula dikembangkan oleh para ahli militer untuk keperluan mengeksplorasi dan mengkaji keseluruhan implikasi yang diakibatka

strategi militer. Pendekatan ini merupakan suatu strategi penelitian yang luas dan sistematik untuk menyelesaikan su

penelitian yang kompleks. Obyek penelitian biasanya merupakan suatu sistem dengan kerumitan

Pengaruh curah hujan terhadap sistem usaha tani (Boer, 2004)

Bentuk resiko iklim pada pola tanam lahan kering adalah sebagaimana

kacangan resiko terkena kekeringan (hari kering panjang awal musim hujan dan awal musim kering lebih cepat). Jagung resiko terkena angin kencang (bulan Januari – Februari).

Konsep dan teknik analisis sistem semula dikembangkan oleh para ahli militer untuk keperluan mengeksplorasi dan mengkaji keseluruhan implikasi yang diakibatkan oleh alternatif-alternatif strategi militer. Pendekatan ini merupakan suatu strategi penelitian yang luas dan sistematik untuk menyelesaikan suatu problem Obyek penelitian biasanya merupakan suatu sistem dengan kerumitan-kerumitan yang sangat kompleks

(6)

sehingga memerlukan pengabstraksian. Dalam hubungan inilah dikenal istilah "model dan pemodelan".

Istilah pemodelan adalah terjemahan bebas dari istilah "modelling". Untuk menghindari berbagai pengertian atau penafsiran yang berbeda-beda, maka istilah "pemodelan" dapat diartikan sebagai suatu rangkaian aktivitas pembuatan model (Soemarno, 2003).

Model adalah suatu representasi atau formalisasi dalam bahasa tertentu dari suatu sistem nyata. Pemodelan merupakan tahapan dalam membuat model darisuatu sistem. Tujuan dari pemodelan adalah menentukan informasi (variabel dan parameter) yang dianggap penting untuk dikumpulkan, sehingga tidak ada model yang unik. Model yang dibuat dapat berfungsi sebagai :

• Pembantu untuk berpikir • Pembantu untuk berkomunikasi • Alat dan latihan

• Alat prediksi

• Pembantu dalam percobaan Kriteria model yang baik antara lain:

• Mudah dimengerti pemakainya • Harus mempunyai tujuan yang jelas • Dinyatakan secara jelas dan lengkap

• Mudah dikontrol dan dimanipulasi oleh pemakainya • Mengandung pemecahan masalah yang penting dan

jelas

• Mudah diubah, mempunyai prosedur modifikasi

(7)

Adapun hubungan model dengan sistem nyata dapat dilihat pada Gambar 2.2 (Hasanah, 2010).

Gambar 2.2 Hubungan Model dengan Sistem Nyata

2.5

Produksi

Para ahli ekonomi mendefinisikan produksi sebagai

“menghasilkan kekayaan melalui eksploitasi manusia terhadap sumber-sumber kekayaan lingkungan

konvensional, produksi adalah proses menghasilkan atau menambah nilai guna suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber daya yang ada. Produksi tidak berarti menciptakan secara fisik sesuatu yang tidak ada, karena tidak seorang pun yang dapat menciptakan benda (Choir, 2010).

2.6

Tanaman Pangan

Pangan diartikan sebagai segala sesuatu yang bersumber dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah. Batasan untuk tanaman pangan adalah kelompok tanaman sumber karbohidrat dan protein. Secara sempit, tanaman pangan

Adapun hubungan model dengan sistem nyata dapat dilihat pada

ungan Model dengan Sistem Nyata (Hasanah, 2010)

Para ahli ekonomi mendefinisikan produksi sebagai

“menghasilkan kekayaan melalui eksploitasi manusia terhadap sumber kekayaan lingkungan.” Atau bila kita artikan secara adalah proses menghasilkan atau menambah nilai guna suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber daya yang ada. Produksi tidak berarti menciptakan secara fisik sesuatu yang tidak ada, karena tidak seorang pun yang dapat menciptakan benda

Pangan diartikan sebagai segala sesuatu yang bersumber dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah. Batasan untuk tanaman pangan adalah kelompok tanaman sumber karbohidrat dan protein. Secara sempit, tanaman pangan adalah

(8)

tanaman sumber karbohidrat tanpa dibatasi pada kelompok tanaman semusim (Purwono, 2003).

Pada penelitian ini tanaman pangan yang digunakan adalah jagung, padi dan kedelai. Alasan pemilihan komoditas tersebut adalah peranannya sebagai sumber karbohidrat dan sumber protein bagi sebagian besar masyarakat Indonesia sehingga disebut sebagai tanaman pangan utama.

2.7

Data Spasial

Data spasial mempunyai pengertian sebagai suatu data yang mengacu pada posisi, obyek, dan hubungan diantaranya dalam ruang bumi. Data spasial merupakan salah satu item dari informasi, dimana didalamnya terdapat informasi mengenai bumi termasuk permukaan bumi, dibawah permukaan bumi, perairan, kelautan dan bawah atmosfir (Rajabidfard, 2000).

Karakteristik utama dari data spasial adalah bagaimana mengumpulkannya dan memeliharanya untuk berbagai kepentingan. Selain itu juga ditujukan sebagai salah satu elemen yang kritis dalam melaksanakan pembangunan sosial ekonomi secara berkelanjutan dan pengelolaan lingkungan. Berdasarkan perkiraan hampir lebih dari 80% informasi mengenai bumi berhubungan dengan informasi spasial (Wulan, 2002).

2.7.1 Metode Data Spasial

Pada pemanfaatannya data spasial yang diolah dengan menggunakan komputer (data spasial digital) menggunakan model sebagai pendekatannya. Model data sebagai suatu set logika atau aturan dan karakteristik dari suatu data spasial. Model data merupakan

(9)

representasi hubungan antara dunia nyata dengan data spasial (Economic and Social Comminssion for Asia and the Pasific, 1996).

Gambar 2.3 menjelaskan terdapat 2 model dalam data spasial, yaitu model data raster dan model data vektor. Keduanya memiliki karakteristik yang berbeda, selain itu dalam pemanfaatannya tergantung dari masukan data dan hasil akhir yang akan dihasilkan. Model data tersebut merupakan representasi dari obyek-obyek geografi yang terekam sehingga dapat dikenali dan diproses oleh komputer.

Gambar 2.3 Klasifikasi Model Data Spasial (Chang, 2002)

2.7.1.1Model Data Raster. Model data raster memiliki struktur data yang tersusun dalam bentuk matriks atau piksel dan membentuk grid. Setiap piksel memiliki nilai tertentu dan memiliki atribut tersendiri, termasuk nilai koordinat yang unik seperti ditunjukkan oleh Gambar 2.4. Tingkat keakurasian model ini sangat tergantung pada ukuran piksel atau biasa disebut dengan resolusi (D. Gumelar, 2003).

(10)

Gambar 2.4 Struktur Model Data Raster

2.7.1.2Model Data Vektor. Model data vektor merupakan model data yang paling banyak digunakan, model ini berbasiskan pada titi (points) dengan nilai koordinat (x,

spasialnya. Obyek yang dibangun terbagi menjadi tiga bagian lagi yaitu berupa titik (point), garis (line), dan ar

ditunjukkan pada Gambar 2.5 (

Titik (Point)

Titik merupakan representasi grafis yang paling sederhana pada suatu obyek. Titik tidak mempunyai dimensi tetapi dapat ditampilkan dalam bentuk simbol baik pada peta maupun dalam layar monitor. Contoh : Lokasi Fasilitasi Kesehatan,

Garis (Line)

Garis merupakan bentuk linear yang menghubungkan dua atau lebih titik dan merepresentasikan obyek dalam satu dimensi. Contoh : Jalan, Sungai, dll.

Area (Polygon)

Polygon merupakan representasi obyek dalam d Contoh : Danau, Persil Tanah, dll.

Gambar 2.5 Contoh Representasi Data Vektor

Struktur Model Data Raster (D. Gumelar, 2003)

Model data vektor merupakan model data yang paling banyak digunakan, model ini berbasiskan pada titik (points) dengan nilai koordinat (x, y) untuk membangun obyek spasialnya. Obyek yang dibangun terbagi menjadi tiga bagian lagi yaitu berupa titik (point), garis (line), dan area (polygon) seperti

(D. Gumelar, 2003).

Titik merupakan representasi grafis yang paling sederhana pada suatu obyek. Titik tidak mempunyai dimensi tetapi dapat ditampilkan dalam bentuk simbol baik pada peta maupun dalam layar monitor. Contoh : Lokasi Fasilitasi Kesehatan, dll

s merupakan bentuk linear yang menghubungkan dua atau lebih titik dan merepresentasikan obyek dalam satu dimensi. Contoh :

merupakan representasi obyek dalam dua dimensi. Contoh : Danau, Persil Tanah, dll.

(11)

2.8

Analisis Exponential Smoothing

Metode exponential smoothing menggunakan data masa lalu untuk memprediksi nilai sebuah variabel dengan memberi bobot atau faktor pengali yang berbeda-beda. Besarnya bobot berubah secara eksponensial, semakin kecil untuk data yang semakin usang (Makridakis, 1999). Dalam analisa exponential smoothing ini ada tiga kategori atau metode yang berbeda yaitu single exponential smoothing, double exponential smoothing, dan triple exponential smoothing (Santoso, 2009). Berikut akan dijelaskan karakteristik masing-masing metode dan persamaan yang digunakan dalam penghitungan tiap metode.

2.8.1 Pemulusan Single Exponential Smoothing

Metode ini menggunakan sebuah parameter α, yang dibobotkan kepada data yang paling baru dan membobotkan nilai (1-α) kepada hasil peramalan periode sebelumnya. Harga α terletak antara 0 dan 1. Persamaan statistik pemulusan yang digunakan dalam peramalan terlihat pada persamaan 2.1 (Arsyad, 2001).

At = α[Yt + (1- α) Yt-1 + (1- α)2 Yt-2 + ....] ...(2.1)

Dari persamaan 2.1 maka dapat dilakukan substitusi sederhana yang menghasilkan persamaan 2.2 :

At = αYt + (1- α) At-1 ...(2.2)

Dari persamaan statistik pemulusan 2.1 dan 2.2, jika nilai peramalan menjadi Y)t+1 maka menghasilkan persamaan 2.3 :

Y)t+1 = αYt + (1-α) Y )

(12)

Dari persamaan ini dapat pula ditulis menjadi persamaan 2.4

Y)t+1 = Y )

t + α (et) ...(2.4)

Kemudian untuk nilai et dapat dihitung dengan persamaan 2.5 et= ( Yt -Y

)

t ) ...(2.5)

Dimana :

Y)t+1 : nilai ramalan untuk periode berikutnya

α : konstanta pemulusan (0<α<1)

Yt : data baru atau nilai Y yang sebenarnya pada periode t

Y)t : nilai pemulusan atau rata-rata yang dimuluskan hingga

periode t-1

et : adalah kesalahan dalam peramalan t 2.8.2 Pemulusan Double Exponential Smoothing

Berbeda dengan pemulusan single exponential smoothing yang hanya memiliki satu metode, dalam pemulusan double exponential ini dibagi menjadi dua menurut penemunya, yaitu double exponential smoothing dari Brown dan double exponential smoothing dari Holt. Pemulusan dengan metode double exponential smoothing (Brown) digunakan untuk data yang mengandung trend linier. Metode ini sering disebut juga metode linear satu-parameter dari Brown. Sedangkan metode double exponential smoothing dari Holt lebih banyak dipengaruhi oleh faktor musiman. Persamaan yang dipakai dalam implementasi pemulusan double exponential smoothing akan

(13)

menggunakan metode dari Brown dengan persamaan yang tertulis pada persamaan 2.6 sampai 2.10 (Arsyad, 2001) :

Persamaan statistik pemulusan tunggal :

At = αYt + (1- α) At-1 ...(2.6)

Persamaan statistik pemulusan ganda, atau lebih dikenal dengan nilai double exponential smoothing.

At’ = α At + (1-α) At’-1 ...(2.7)

Selanjutnya berdasarkan model trend linier, cari selisih antara At

dan At’ dengan persamaan 2.8 dan 2.9 :

at = 2At-At’ ...(2.8)

(

- '

)

1 t t t A A b α α − = ...(2.9) Sedangkan persamaan untuk nilai peramalan Yt+pterlihat pada persamaan 2.10 : p b a Yt+p = t + t ...(2.10) Dimana : α : konstanta pemulusan t

A : pemulusan tahap pertama untuk periode t

' t

A : pemulusan tahap kedua untuk periode t

1

t

(14)

' 1

t A

: pemulusan tahap kedua untuk periode t - 1 at : nilai pemulusan baru selisih antara At dan At’ bt : estimasi trend / faktor penyesuaian tambahan Yt+p : ramalan untuk periode waktu t+ p

p : periode waktu yang diramalkan : 1,2,3,4,… 2.8.3 Pemulusan Triple Exponential Smoothing

Metode ini merupakan metode forecast yang dikemukakan oleh Brown, dengan menggunakan persamaan kwadrat. Metode ini lebih cocok dipakai untuk membuat forecast hal yang berfluktuasi atau mengalami gelombang pasang surut (Subagyo, 1986).

Prosedur pembuatan forecasting dengan metode ini sebagai berikut:

Carilah nilai S’t dengan rumus sebagai berikut

S`t = αXt + (1− α)S`t-1 ...(2.11)

Untuk tahun pertama nilai S`t belum bisa dicari dengan rumus di

atas, maka boleh ditentukan dengan bebas. Biasanya ditentukan sama seperti nilai yang telah terjadi pada tahun pertama.

Carilah nilai S``t dengan rumus

S``t = α S`t+ (1− α)S`t-1...(2.12)

Pada tahun pertama biasanya nilai S``t ditentukan seperti nilai

yang terjadi pada tahun pertama. Carilah nilai S```t dengan rumus

(15)

Untuk tahun pertama biasanya nilai S```t dianggap sama dengan

data tahun pertama.

Carilah αt = 3 S`t -3 S``t + S```t... ...(2.14) Carilah nilai bt = ఈ ଶ(ଵିఈ)మሾ(6 − 5ߙ)S`t − (10 − 8ߙ)S``t + (4 − 3ߙ)S```tሿ ....(2.15) Carilah nilai ct = ఈమ (ଵିఈ)మ(S`t − 2S``t + S```t ) ...(2.16) Persamaan forecast-nya ܨ௧ା௠ = ߙ+ ܾ݉ +ଵ ଶܿ௧݉ ଶ... (2.17)

݉ adalah jangka waktu ke depan, yaitu berapa tahun yang akan datang forecast dilakukan. αt , bt , ct adalah nilai yang telah dihitung

sesuai dengan rumus 2.14, 2.15 dan 2.16.

Pada penelitian ini menggunakan metode peramalan (forecast) dengan metode Triple Exponential Smoothing, dikarenakan metode tersebut cocok dipakai untuk peramalan yang berfluktuasi.

2.9

Ketepatan Metode Peramalan

Tingkat ketepatan peramalan suatu produk dipandang sebagai tolok ukur seberapa jauh model peramalan itu mampu memprediksi data yang telah diolahnya dengan baik. Dengan demikian perlu dilakukan evaluasi kesesuaian metode peramalan terhadap suatu kumpulan data yang diberikan.

Evaluasi dalam ketepatan metode ini dapat diukur melalui penghitungan berikut ini (Arsyad, 2001):

1. Error/kesalahan pada periode ke-t et = Yt -Y

)

t x 100%

(16)

t

Y merupakan data aktual untuk periode t

t

Y merupakan ramalan untuk periode t

2. Nilai tengah kesalahan mutlak (Mean Absolute Deviation) dari seluruh peramalan.

= ∧ − = n t t t n Y Y 1 | | MAD

3. Nilai tengah kesalahan kuadrat (Mean Squared Error)

= ∧ − = n t t t n Y Y 1 2 ) ( MSE

4. Nilai tengah kesalahan persentase (Mean Percentage Error)

n y Y Y n t t t t % | | MPE 1

= ∧ − =

5. Nilai tengah kesalahan persentase absolut (Mean Absolute Percentage Error) n y Y Y n t t t t % | | MAPE 1

= ∧ − =

Gambar

Gambar 2.1 Pengaruh curah hujan terhadap sistem usaha tani
Gambar 2.2 Hubungan Model dengan Sistem Nyata 2.5 Produksi
Gambar  2.3  menjelaskan  terdapat  2  model  dalam  data  spasial,  yaitu  model  data  raster  dan  model  data  vektor
Gambar 2.4 Struktur Model Data Raster

Referensi

Dokumen terkait

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan bubur pepaya dan bubur terung belanda berpengaruh nyata terhadap nilai total padatan terlarut selai yang

Dikarenakan penentuan kriteria dan bobot dalam setiap aturan yang diberikan kepada mahasiswa pada sebuah Universitas yang sulit dilakukan menurut penelitian dari saudara

SATU JUTA TIGA RATUS TUJUH PULUH DUA RIBU SEMBILAN RATUS RUPIAH Untuk

Hal ini dapat dilakukan dengan membuat kebijakan mengenai prosedur kerja yang baku bagi karyawan dalam meningkatan kualitas pelayanan untuk melayani permintaan

Sistematika dokumen Renja Kecamatan Semanding Tahun 2021 sebagaimana mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara

Sebuah papan permainan yang dimulai dari petak start dan dilengkapi dengan petak-petak materi, petak masuk rumah sakit, parkir bebas, dana umum dan juga

Sebagai kesimpulan dari analisis aspek pembiayaan, dilakukan analisis tingkat ketersediaan dana yang ada untuk pembangunan bidang infrastruktur Cipta Karya yang

Yang dimaksud dengan insentif adalah memberikan upah/gaji berdasarkan perbedaan prestasi kerja sehingga bisa jadi dua orang yang memiliki jabatan sama akan