• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 Program-program kesehatan oleh pemerintah tidak hanya dilakukan melalui unit-unit pelayanan kesehatan, namun juga dikembangkan secara lintas sektoral. Salah satu program secara lintas sektoral adalah usaha kesehatan sekolah (UKS). UKS secara umum bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan prestasi belajar peserta didik melalui peningkatan kesehatan peserta didik dan secara khusus, UKS bertujuan untuk menumbuhkan kebiasaan hidup bersih dan sehat (Kemendiknas, 2011).

Kesehatan dan pendidikan merupakan 2 hal yang saling mempengaruhi dikarenakan siswa tidak dapat belajar dengan baik dan kadang-kadang tidak dapat datang ke sekolah karena sakit. Sementara, perhatian dan kemampuan siswa untuk belajar dipengaruhi oleh kondisi kesehatan, gizi, dan kesehatan mental di samping faktor-faktor lainnya (Edberg, 2010).

McKenzie, Pinger dan Kotecki. (2007) menyampaikan bahwa program kesehatan sekolah memiliki daya tarik yang kuat dalam mempengaruhi kesehatan banyak orang. Pengetahuan, sikap, perilaku, dan keahlian dapat terbentuk dari program kesehatan sekolah yang efektif yang memungkinkan individu untuk menetapkan pilihan yang tepat dalam berperilaku serta mempengaruhi kesehatan mereka sendiri selama kehidupannya, sekaligus kesehatan keluarga yang menjadi tanggung jawabnya, dan kesehatan komunitas tempat mereka tinggal.

Upaya promosi kesehatan sekolah yang efektif dapat meningkatkan kesehatan dan mencegah penyakit serta berbagai masalah kesehatan seperti kesehatan mental dan gizi (World Health Oganization, 2012). Promosi kesehatan di sekolah membantu untuk meningkatkan kesehatan siswa, guru dan karyawan, orangtua serta masyarakat sekitar lingkungan sekolah, sehingga proses belajar mengajar berlangsung lebih produktif (Departemen Kesehatan R.I, 2008). Penelitian Lee, Wong, Keung, Yuen, Cheng, dan Mok (2008) menyatakan bahwa siswa di sekolah yang telah menerapkan kerangka health promoting school memiliki

(2)

perilaku kesehatan dan hasil pendidikan yang lebih positif dibandingkan dengan siswa sekolah yang tidak melaksanakan health promoting school.

Sekolah menempati kedudukan strategis dalam upaya promosi kesehatan, karena sebagian besar anak-anak usia 5-19 tahun terpajan dengan lembaga pendidikan dalam jangka waktu yang cukup lama dimulai dari taman kanak-kanak hingga sekolah lanjutan atas serta sekolah mendukung pertumbuhan dan perkembangan alamiah dari seorang anak (Departemen Kesehatan R.I, 2008). Lebih lanjut, data Pendidikan Nasional tahun 2009/2010 memperlihatkan bahwa persentase jumlah penduduk Indonesia pada usia wajib belajar (7-15 tahun) yang mengikuti pendidikan cukup tinggi. Persentase anak usia 7-12 tahun yang sekolah di jenjang SD/MI mencapai 98,3%. Adapun persentase anak usia lainnya lebih kecil yaitu anak usia 0-6 tahun mencapai 53,6%, usia 13-15 tahun mencapai 86,9% , usia 16-18 tahun mencapai 65,4% dan usia 19-24 tahun mencapai 17,9%. Dengan demikian, anak yang bersekolah SD/MI merupakan kelompok populasi penduduk yang sangat potensial untuk melakukan upaya promosi kesehatan.

Besarnya proporsi penduduk usia sekolah ini menjadi potensi yang besar dalam mempengaruhi kesehatan banyak orang. Peserta didik yang jumlahnya besar tersebut dapat menjadikan sekolah sebagai kekuatan kunci untuk menumbuhkan kesadaran hidup sehat dan meningkatkan derajat kesehatan peserta didik (Menteri Kesehatan, 2011). Di sisi lain, masalah kesehatan yang dihadapi oleh anak usia sekolah dan remaja memang sangat kompleks yaitu masalah kesehatan anak usia TK dan SD biasanya berkaitan dengan kebersihan perorangan dan lingkungan sementara untuk usia remaja (SMP dan SMU) masalah kesehatan yang dihadapi berkaitan dengan perilaku yang berisiko (Kurniawati, 2006)..

Pengembangan UKS melalui kerja sama antara Kementerian Kesehatan dan Pendidikan telah berjalan cukup lama. Program UKS dinilai cukup strategis dan pada awal pengembangannya dikembangkan secara intensif oleh pemerintah. Namun, di sisi lain ternyata banyak sekolah yang masih kekurangan tenaga, serta sarana dan prasarana penunjang (Depkes, 2009). Beberapa daerah telah mampu mengembangkan aktivitas UKS dengan cukup baik, namun lebih banyak yang

(3)

belum berhasil dalam mengembangkan potensi sekolah dalam peningkatan kesehatan anak usia sekolah.

Arifin (2005) menyampaikan, banyak terdapat warung sekolah yang kurang memenuhi syarat, akibatnya siswa memakan makanan yang kurang mengandung nilai gizi baik berupa snack, mie kering, es, nasi bungkus, dan minuman berwarna. Pemeriksaan kesehatan gigi hanya dari petugas puskesmas dengan frekuensi kunjungan yang rendah. Sanitasi lingkungan sekolah seperti kamar kecil dan ketersediaan air bersih yang tidak memadai juga menjadi masalah penting dalam membudayakan pola hidup bersih dan sehat.

Hasil penelitian Yudho (2011) di Mentawa Baru menemukan bahwa, pelaksanaan UKS dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berkaitan dengan keberadaan sumber daya dan motivasi, sedangkan eksternal dikaitkan dengan pembinaan dan kebijakan pendukung. Lebih lanjut disampaikan bahwa, kerja sama lintas sektor belum optimal dan masih bersifat sektoral serta kepemimpinan Tim Pembina belum dapat memberikan motivasi dan inspirasi dalam pelaksanaan UKS.

Kegiatan UKS di sekolah masih bersifat pasif, hanya sebatas pelayanan kesehatan. Guru di sekolah yang sudah pernah dilatihpun belum memperlihatkan partisipasinya secara aktif terhadap program UKS, seperti penyuluhan kesehatan, dan pemeriksaan kebersihan/kesehatan siswa. Sekolah yang melakukan kegiatan penimbangan, pemeriksaan kebersihan siswa secara rutin, hanya beberapa SD. Data kunjungan siswa ke puskesmas, menunjukkan sebagian besar siswa menderita penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), diare, penyakit kulit, dan radang pada gigi. Dari data hasil penjaringan siswa kelas I tahun 2006 banyak ditemukan masalah kebersihan siswa (kuku, kulit, telinga, gigi) (Sidharahardja, 2008).

Ambarwati (2010) menyatakan bahwa pelaksanaan program kerja UKS sudah baik karena kegiatan sesuai dengan perencanaan yang mengacu pada TRIAS UKS. Struktur organisasi yang dimiliki merupakan struktur organisasi formal. Pelaksanaan UKS sudah baik karena sesuai dengan perencanaan. Pengawasan UKS dilakukan dengan rapat rutin, sering koordinasi, mengevaluasi kegiatan, dan

(4)

melaporkan ke tim pembina UKS. Namun beberapa kegiatan tidak memiliki memorandum of understanding.

Supriadi (2009) menunjukkan bahwa jika sikap kepala sekolah, guru UKS dan pengelola kantin baik maka kondisi sanitasi kantin juga baik, begitu pula sebaliknya. Lebih lanjut hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengetahuan yang baik tidak selamanya mempengaruhi sikap yang baik dalam mempengaruhi kondisi sanitasi pada kantin sekolah.

Menurut Ananto (2004), untuk meningkatkan dan mengembangkan program UKS, perlu dilakukan peningkatan kualitas dan memperluas jangkauan kegiatan UKS. Strategi yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan pelaksanaan program-program pengembangan seperti program dokter kecil, progam sekolah sehat (health promoting school), dan pendidikan keterampilan hidup sehat (life skill education). Untuk memacu perkembangan UKS di sekolah-sekolah, saat ini berbagai alternatif kegiatan telah dikembangkan di berbagai wilayah di tingkat daerah dan nasional seperti penyelenggaraan lomba UKS, supervisi rutin oleh puskesmas, pengembangan dokter kecil dan lain sebagainya.

Kota Yogyakarta sebagai ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta juga telah mengembangkan program UKS. Salah satu program yang dirancang untuk mengembangkan UKS adalah dengan lomba sekolah sehat (LSS). Beberapa sekolah telah diberikan penghargaan atas prestasinya dalam penyelenggaraan lomba tersebut. Prestasi yang diraih, menarik perhatian peneliti mengingat kompetisi tersebut melibatkan cukup banyak sekolah.

Mengingat beberapa kenyataan, secara prinsip pembinaan yang dilakukan oleh petugas puskesmas, dinas kesehatan dan dinas pendidikan adalah memberikan perhatian yang sama untuk semua sekolah. Tidak ditemukan adanya kegiatan yang mengistimewakan sekolah tertentu (percontohan dan lain sebagainya). Hal ini memberikan indikasi kepada kekuatan internal yang ada di sekolah dalam upaya mengoptimalisasikan program UKS. Beberapa sekolah di Kota Yogyakarta telah menerapkan model pengembangan UKS-nya dan telah berhasil mencapai prestasi tinggi. Untuk mewujudkan hal tersebut tentunya

(5)

membutuhkan kerja tim yang sangat baik antara yayasan, pimpinan, guru, guru UKS dan peserta didik.

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan April 2012 terhadap pengelola program UKS di beberapa instansi memperoleh hasil bahwa: pelaksanaan UKS lebih difokuskan pada kegiatan perlombaan sekolah sehat dan ada juga sekolah yang hanya melaksanakan UKS untuk syarat akreditasi. Hal ini tentu sangat berbeda dengan tujuan utama promosi kesehatan sekolah atau UKS. Pengembangan UKS bisa menjadi bias oleh karena motif dan motivasi para stakeholderdi sekolah.

Gomes (2003) mengatakan motivasi merupakan faktor penting yang mendukung prestasi kerja, di samping faktor lain seperti kemampuan seorang karyawan untuk bekerja. Motivasi ditunjukkan oleh aktivitas yang terus menerus dan berorientasikan tujuan. Luthans (2011) menyampaikan bahwa motivasi dipengaruhi oleh unsur needs, drives dan incentives. Kebutuhan diciptakan setiap kali adanya ketidakseimbangan fisiologis dan psikologis. Drives adalah tindakan yang berorientasi dan memberikan dorongan energi ke arah tujuan, dan ini merupakan jantung dari proses motivasi. Insentif didefinisikan sebagai sesuatu yang akan meringankan kebutuhan dan mengurangi drives.

Menyikapi beberapa permasalahan UKS perlu juga diketahui kebutuhan yang diperlukan dalam penyelenggaraan dan pengembangan UKS sehingga dapat membantu dalam pengembangan program promosi kesehatan yang komprehensif, unik, cocok dengan kebutuhan dan kemampuan sekolah (Mcbride et all, 1999). Penilain kebutuhan penting dalam mensukseskan program sehingga perlu dikaji lebih lanjut. Kebutuhan merupakan suatu situasi, keadaan, kondisi dalam masyarakat yang menunjukkan ada atau tidak adanya kekurangan, keterbatasan atau tercegah dari fungsi normatif (Dageling & Hall, 1998). Lebih lanjut penilaian kebutuhan dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif tentang masalah kesehatan di masyarakat, sehingga dapat membimbing untuk memilih jenis-jenis intervensi kesehatan yang harus direncanakan. Penilaian kebutuhan dalam penyelenggaraan dan pengembangan UKS sebagai sebagai dasar dalam

(6)

perencanaan UKS yang baik sehingga diharapkan dapat efektif, efisien dan rasional.

Timbul pertanyaan: bagaimanakah gambaran motivasi dari para pengelola sekolah dalam pengembangan UKS ? Bagaimanakah motivasi dan motif yang berkembang di sekolah-sekolah yang memiliki prestasi dan yang belum memiliki prestasi dalam pengembangan UKS ? Bagaimana motivasi, kemampuan, dan penilaian kebutuhan para pengelola di sekolah dikaitkan dengan filosofi UKS itu sendiri ?.

Penelitian Muhammadi, Rowling dan Nutbeam (2010) menyatakan bahwa pemahaman penyelenggara upaya kesehatan di sekolah merupakan sebagai dasar dari keberhasilan program upaya kesehatan di sekolah yang efektif. Pemahaman dapat meningkatkan partisipasi yang baik oleh sekolah penyelenggara dalam program upaya kesehatan di sekolah. Penelitian Tjomsland, Iversen, dan Wold (2009) menyatakan bahwa dalam mengembangkan upaya kesehatan di sekolah yang berkesinambungan harus ditunjang oleh stakeholderyang berkepentingan, di antaranya guru. Para guru yang memiliki motivasi baik, akan cenderung berpartisipsi dalam program pengembangan sekolah jika mereka percaya bahwa program tersebut akan menghasilkan hasil yang baik untuk prestasi anak didiknya.

Staff sekolah merupakan sebagai agen kunci dalam keberhasilan program UKS di sekolah (Muhammadi, Rowling dan Nutbeam, 2010). Motivasi, kemampuan, dan penilaian kebutuhan para stakeholder akan berpengaruh terhadap baik buruknya penyelenggaraan dan pengembangan UKS di sekolah. Motivasi yang baik didukung dengan kemampuan serta penilaian kebutuhan dalam penyelenggaraan dan pengembangan UKS di sekolah akan memberikan kemungkinan yang lebih baik bagi perkembangan UKS. Kemampuan dikaitkan dengan tujuan mendasar pengembangan program, tugas fungsi yang diberikan dan penilaian kemampuan diri dalam penyelenggaraan dan pengembangan UKS. Penilaian terhadap tujuan dikaitkan pula dengan persepsi para stakeholder terhadap manfaat atau kerugian dari sudut pandang selaku anggota organisasi maupun personal.

(7)

Motivasi dipengaruhi faktor penilaian kebutuhan oleh masing-masing stakeholder baik secara personal maupun institusi. Penilaian kebutuhan bersama pemahaman dan kemampuan akan berpengaruh terhadap tindakan-tindakan untuk mensukseskan program UKS di sekolah. Tindakan tersebut akan semakin terdorong dengan adanya insentif yang diberikan atas keberhasilan dari akibat tindakan yang dilakukan (Luthans, 2011).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan kajian dalam latar belakang, rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Bagaimana gambaran motivasi, penilaian kemampuan dan penilaian kebutuhan dalam penyelenggaraan dan pengembangan usaha kesehatan sekolah di Sekolah Dasar di Kota Yogyakarta (studi kasus pada sekolah dasar berprestasi)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Memperoleh gambaran motivasi, penilaian kemampuan dan penilaiaian kebutuhan dalam penyelenggaraan dan pengembangan usaha kesehatan sekolah di sekolah-sekolah dasar di Kota Yogyakarta dari sudut pandang para penyelenggara UKS.

2. Tujuan khusus

a. Mengkaji secara mendalam penilaian motivasi dari sudut pandang stakeholder dalam penyelenggaraan dan pengembangan UKS di sekolah dasar (studi kasus pada sekolah dasar berprestasi).

b. Mengkaji secara mendalam penilaian kemampuan stakeholder penyelenggaraan dan pengembangan UKS di sekolah dasar (studi kasus pada sekolah dasar berprestasi)

c. Mengkaji secara mendalam penilaian kebutuhan dari sudut pandang stakeholderterhadap penyelenggaraan dan pengembangan UKS di sekolah dasar (studi kasus pada sekolah dasar berprestasi).

(8)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi sekolah, sebagai bahan informasi dan masukan dalam penyelenggaraan dan pengembangan UKS.

2. Bagi Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan, sebagai masukan dalam memberikan dukungan kebijakan terhadap penyelenggaraan dan pengembangan UKS.

3. Bagi peneliti lain, sebagai dasar penelitian lebih lanjut terkait dengan Motivasi, pemahaman dan kemampuan.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan dari beberapa literatur yang telah didapatkan, ada banyak yang telah melakukan penelitian tentang promosi kesehatan sekolah, namun dengan judul, lingkup, aspek, seting, sasaran dan metode yang berbeda-beda, seperti : 1. Ambarwati (2010) melakukan penelitian tentang manajemen pelaksanaan

pengembangan usaha kesehatan sekolah studi kasus Madrasah Ibtidaiyah Negeri Jejeran Bantul Yogyakarta. Hasilnya menunjukkan bahwa manajemen pelaksanaan UKS secara umum berkembang dengan baik. Namun dalam beberapa kegiatan masih ada yang belum mengunakan memorandum of understanding. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian kualitatif, teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam. Perbedaaannya pada jenis dan rancangan penelitian, tujuan dan lokasi penelitian.

2. Supriadi (2009) melakukan penelitian tentang hubungan antara pengetahuan dan sikap kepala sekolah, guru UKS, dan pengelola kantin sekolah dengan kondisi sanitasi kantin sekolah dasar di Kota Jambi. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan negatif antara pengetahuan dan sikap kepala sekolah, guru UKS, dan pengelola kantin sekolah dengan kondisi sanitasi kantin sekolah dasar di Kota Jambi. Perbedaaannya pada jenis penelitian, yaitu observasional dengan rancangan cross sectional. Penelitian tersebut lebih menekankan pada pengetahuan dan sikap kepala sekolah dan pengelola kantin

(9)

sekolah, sedangkan penelitian ini lebih pada motif guru, peserta dan pengelola UKS. Perbedaan lainnya pada jenis dan rancangan penelitian, tujuan dan lokasi penelitian.

3. Yudho (2011) melakukan penelitian tentang kemitraan dan kepemimpinan dalam implementasi usaha kesehatan sekolah (UKS) di Kecamatan Mentawa Baru Ketapang Kabupaten Kota Waringin Timur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : a) Pelaksanaan UKS di Kecamatan Mentawa Baru Ketapang dipengaruhi oleh 2 faktor, yakni faktor internal dan faktor eksternal, b) Kebijakan dan program lintas sektor meliputi pembinaan dan pelaksanaan lomba sekolah sehat c) Upaya lintas sektor di tingkat kecamatan dalam pembinaan dan pengembangan program UKS di Kecamatan Mentawa Baru Ketapang belum optimal dan masih bersifat sektoral, d) Tim pelaksana UKS di tingkat sekolah menengah telah memiliki kerja sama dengan PMI dan telah berpola kemitraan saling menguntungkan (partnership mutualism) dan e) Kepemimpinan Tim Pembina UKS Kabupaten Kotawaringin Timur dan Kecamatan Mentawa Baru Ketapang belum mempunyai visi dan misi yang jelas, komunikasi belum berjalan optimal dan belum memberikan motivasi dan inspirasi dalam pelaksanaan UKS. Persamaannya pada sebagian sampel dan jenis serta rancangan penelitian, sedangkan perbedaanya pada lokasi dan tujuan.

4. Arifin (2005) melakukan penelitian tentang pengembangan model sekolah sehat (health promoting school) di daerah miskin perkotaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengembangan sekolah sehat health promoting school memberikan kontribusi terhadap peningkatan pengetahuan , sikap dan asupan gizi siswa sekolah dasar. Serta telah memberikan kontribusi terhadap peningkatan perhatian dan komitmen guru untuk berupaya mempromosikan kesehatan di sekolahnya. Persamaan pada penelitian ini adalah pada fokus penelitian yaitu kesehatan sekolah, namun berbeda pada rancangan, subjek serta lokasi penelitian.

5. Sidharahardja (2008) melakukan penelitian tentang pengaruh pelatihan model sekolah sehat pada guru sekolah dasar terhadap peningkatan pengetahuan dan

(10)

perilaku sehat siswa sekolah dasar di Kabupaten Bulungan Provinsi Kalimantan Timur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intervensi melalui pelatihan sekolah sehat pada guru sekolah dasar berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan pengetahuan dan perilaku sehat siswa sekolah dasar. Persamaan pada penelitian ini adalah pada fokus penelitian yaitu kesehatan sekolah, namun berbeda pada rancangan, subjek serta lokasi penelitian.

6. Reutersward dan Lagerstrom (2009) melakukan penelitian tentang the aspects school health nurses find important for successful health promotion. Hasil penelitian menemukan bahwa ada tiga aspek penting untuk mengaktifkan kerja promosi kesehatan di sekolah yaitu organisasi, dukungan, dan pengetahuan. Persamaan pada penelitian ini adalah pada fokus penelitian yaitu kesehatan sekolah, namun berbeda pada rancangan, subjek serta lokasi penelitian.

7. Keshavarz, Nutbeam, Rowling, dan Khavarpour (2010) melakukan penelitian tentang school as social complex adaptive systems: a new way to understand the challenges of introducing the health promoting schools concept. Hasil penelitian menemukan bahwa setelah dapat memahami sekolah sebagai sistem adaptif kompleks maka pemahaman ini akan memudahkan dalam merumuskan program-program baru promosi kesehatan yang dapat diterima sekolah dengan sistem adaptif kompleks. Persamaan pada penelitian ini adalah pada fokus penelitian yaitu kesehatan sekolah, namun berbeda pada rancangan, subjek serta lokasi penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

underwear rules ini memiliki aturan sederhana dimana anak tidak boleh disentuh oleh orang lain pada bagian tubuhnya yang ditutupi pakaian dalam (underwear ) anak dan anak

Pada hal, Pasal 4 ayat 2 secara tegas bahwa pelaku usaha patut atau dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan pemasaran barang atau jasa jika dua

- SAHAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD HARUS DIMILIKI OLEH PALING SEDIKIT 300 PIHAK & MASING2 PIHAK HANYA BOLEH MEMILIKI SAHAM KURANG DARI 5% DARI SAHAM DISETOR SERTA HARUS DIPENUHI

5) Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Dalam rangka menunjang perbaikan regulasi pengusahaan UCG diperlukan litbang UCG di Indonesia. Hal ini perlu dilakukan mengingat

2 2 Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Jayapura 2 3 Kepala Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan

Penelitian ini dapat digolongkan dalam penelitian deskriptif relasional, karena menguraikan data yang telah diperoleh sehingga dapat memberikan gambaran yang teratur

Hasil penelitian untuk faktor permintaan secara simultan ada pengaruh nyata antara tingkat pendapatan, selera, jumlah tanggungan dan harapan masa yang akan datang

Pada tahap pertama ini kajian difokuskan pada kajian yang sifatnya linguistis antropologis untuk mengetahui : bentuk teks atau naskah yang memuat bentuk