• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah hotel di Yogyakarta semakin meningkat. Data Badan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah hotel di Yogyakarta semakin meningkat. Data Badan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pertambahan jumlah hotel di Yogyakarta semakin meningkat. Data Badan Pusat Statistik Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (2014) menunjukkan bahwa pertumbuhan hotel di Yogyakarta mencapai rata-rata 14,5% per tahun. Hal ini juga dibuktikan melalui pengamatan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, khususnya kabupaten Sleman, banyak dijumpai proyek-proyek pembangunan hotel dan akomodasi lainnya.

Pertumbuhan hotel tersebut membuka peluang bagi angkatan kerja untuk berkarir di industri perhotelan. Hingga tahun 2014, industri perhotelan Yogyakarta tercatat mampu menyerap tenaga kerja sebesar 11.013 orang. Dari total jumlah tenaga kerja tersebut, karyawan perempuan memiliki porsi 32 % dan kualifikasi pendidikan rata-rata lebih tinggi dibanding laki-laki. Hasil observasi juga menunjukkan bahwa semakin banyak perempuan yang tertarik berkarir di industri perhotelan dan pariwisata ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah mahasiswi di sekolah-sekolah perhotelan dan pariwisata.

Peningkatan jumlah karyawan perempuan di industri perhotelan ternyata tidak meningkatkan peluang mereka untuk berkarir hingga level tertinggi. Hasil studi pendahuluan melalui observasi menunjukkan bahwa hingga tahun 2015 hanya sekitar 15 % dari total karyawan perempuan yang mampu menduduki jabatan level supervisor hingga general manager. Di sebuah hotel yang memiliki sebelas jabatan manajerial menengah ke atas, umumnya hanya terdapat dua karyawan perempuan

(2)

yang menduduki jabatan tersebut. Jabatan itu pun biasanya diberikan di departemen-departemen yang sifat pekerjaannya lebih administratif seperti keuangan dan sumberdaya manusia. Padahal untuk mencapai posisi general manager, karir yang dilalui sebaiknya berasal dari pekerjaan yang sifatnya pelayanan, misalnya marketing, front office, food and beverage, dan housekeeping. Bagi karyawan perempuan di bagian pelayanan, perlu usaha lebih keras untuk dapat membangun karir lebih tinggi.

Penjelasan di atas menguatkan masih adanya fenomena glass ceiling yang terjadi di industri perhotelan, khususnya Yogyakarta. Beberapa penelitian sebelumnya di beberapa negara terkait karir karyawan perempuan di industri perhotelan menunjukkan fenomena serupa (Clevenger dan Singh, 2013; Kattara, 2005; Mooney dan Ryan, 2008; Pinar et al., 2011). Banyak faktor yang ditemukan menjadi penyebab masih munculnya glass ceiling di industri perhotelan. Jika disimpulkan dari literatur-literatur yang ada, budaya sosial menjadi faktor utama yang menimbulkan faktor-faktor lainnya. Li dan Leung (2001) menyebutkan bahwa budaya sosial mengakibatkan munculnya bermacam-macam variabel yang menjadi faktor penghambat karir bagi karyawan perempuan. Kattara (2005) menambahkan stereotip perempuan juga merupakan penyebab munculnya glass ceiling. Stereotip tersebut juga muncul karena budaya sosial masyarakat di banyak wilayah di seluruh dunia masih memegang prinsip bahwa peran perempuan seharusnya sebagai kepala rumah tangga. Hal-hal tersebut muncul di negara-negara yang memiliki pandangan mengenai peran perempuan hampir sama dengan Indonesia, seperti Mesir, Hongkong, dan Singapura.

(3)

Peneliti melakukan wawancara tidak terstruktur dengan beberapa karyawan perempuan hotel Yogyakarta mengenai karir mereka. Semua menjawab bahwa memang sulit bagi mereka untuk dapat berkarir hingga level general manager. Hal ini terjadi karena adanya berbagai keterbatasan mereka sebagai perempuan dan mereka menyadari kondisi tersebut.

Keterbatasan pertama yaitu waktu bekerja tidak bisa fleksibel karena peran perempuan dalam rumah tangga sangat besar dan sulit digantikan oleh pasangannya sehingga menimbulkan konflik peran dalam pekerjaan dan keluarga. Padahal karyawan hotel dituntut untuk dapat memberi pelayanan kapanpun dibutuhkan. Faktor ini relevan dengan teori yang dikemukakan oleh Mooney dan Ryan (2008) serta Wong dan Huang (2014) bahwa para karyawan industri perhotelan diharapkan untuk mau dan mampu bekerja dalam waktu yang relatif lebih lama dan siap kapanpun dibanding bekerja di industri lain. Pelayanan jasa hotel memang seharusnya tersedia 24 jam dan itu merupakan salah satu risiko bekerja di industri tersebut.

Penelitian mengenai adanya faktor konflik pekerjaan dan keluarga dilakukan oleh Li dan Leung (2001). Mereka menyebutkan bahwa di antara faktor-faktor penyebab glass ceiling konflik pekerjaan dan keluarga merupakan faktor terpenting. Li dan Leung melakukan penelitian dengan subjek para karyawan perempuan di hotel-hotel kawasan Asia dan menemukan fakta bahwa mereka mengalami tekanan ganda untuk berkarir serta tetap menjalankan peran sebagai ibu dan istri di rumah. Hal ini menyebabkan kinerja mereka tidak maksimal sehingga sulit untuk promosi. Akhirnya para karyawan perempuan yang memutuskan

(4)

berkarir secara profesional memilih untuk menunda pernikahan (menikah di usia lebih tua) atau bahkan tidak menikah sama sekali.

Selain faktor konflik keluarga, secara budaya masyarakat Yogyakarta masih memiliki anggapan bahwa pekerjaan di hotel, khususnya bagi level manajer dan bagian pemasaran, harus banyak menemani konsumen atau klien pergi ke diskotik, bar, atau karaoke. Bahkan tidak sedikit hotel yang memang menyediakan fasilitas tersebut. Selain itu cara berpakaian para karyawan perempuan, terutama di bagian pemasaran, sering bertentangan dengan budaya masyarakat di Jawa karena para karyawan perempuan tersebut harus terlihat menarik sehingga diharapkan para konsumen akan memiliki minat untuk menggunakan jasa hotel. Hal ini membawa sanksi sosial bagi para perempuan berupa pandangan negatif dari masyarakat mengenai diri mereka.

Li dan Leung (2001) dalam penelitiannya juga menyebutkan budaya sebagai faktor yang penting. Dalam budaya masyarakat Asia, bisnis merupakan “dunianya laki-laki”. Hambatan budaya membuat para karyawan perempuan sulit menerima tugas yang membutuhkan jam kerja panjang karena perempuan diharapkan untuk tidak bekerja hingga larut malam. Padahal untuk dapat mengisi posisi manajemen, para karyawan sebaiknya mampu bekerja dalam waktu yang fleksibel dan hal ini sulit dipenuhi oleh para karyawan perempuan. Oleh karena itu, sangat sulit bagi perempuan meraih posisi manajemen dalam karirnya.

Peran perempuan dalam keluarga yang besar menyebabkan waktu mereka untuk melakukan mentoring dan komunikasi dengan atasan atau mentor kurang dibanding dengan karyawan laki-laki. Komunikasi dan mentoring hanya dapat

(5)

terjadi selama jam kerja sehingga dilakukan dengan ‘mencuri waktu’ bekerja karena tidak ada waktu khusus yang diberikan. Ketika jam kerja telah selesai, para karyawan perempuan umumnya segera meninggalkan tempat kerja untuk pulang dan berganti peran sebagai ibu rumah tangga. Kattara (2005) juga menemukan fenomena serupa dalam penelitian sebelumnya di Mesir sehingga kurangnya dukungan dari atasan atau mentor dapat menjadi salah satu faktor penghambat perkembangan para karyawan perempuan. Berbeda dengan karyawan laki-laki yang dapat melakukan komunikasi dan mentoring secara fleksibel karena tidak terpaku pada jam kerja. Contohnya di salah satu hotel, koordinator departemen food and beverage dan banquet menjadwalkan kegiatan futsal bersama para staf laki-laki dengan tujuan untuk mempererat hubungan serta memperbaiki komunikasi atasan-bawahan. Kegiatan seperti itu tidak dapat dilakukan oleh para karyawan perempuan karena hambatan waktu. Oleh karena itu, perkembangan kemampuan dan komunikasi karyawan perempuan dianggap lebih lambat dibanding dengan karyawan laki-laki.

Pandangan lain yang kadang masih muncul tentang karyawan perempuan adalah stereotip negatif kinerja perempuan yang dianggap tidak mampu bekerja di bawah tekanan. Beberapa karyawan perempuan yang diwawancara sebelumnya menyebutkan bahwa mereka cenderung sulit mengontrol emosi dalam bekerja sehingga tampak seperti tidak mampu bekerja di bawah tekanan. Carvalho et al. (2014) dan Kattara (2005) menyebutkan dalam temuannya secara umum para karyawan perempuan dapat bekerja multi-tasking, tetapi dalam situasi tersebut umumnya emosi dan perasaan perempuan mulai bekerja. Jika kedua hal tersebut

(6)

tidak dikontrol, karyawan perempuan tidak mampu menampilkan kinerja optimal di dalam organisasi. Para karyawan perempuan akan mudah mengeluh ketika beban kerja ditambah karena dianggap mengurangi waktu mereka di dalam keluarga. Oleh karena itu, stereotip negatif tersebut menjadi salah satu hal yang berpotensi menghambat karir bagi karyawan perempuan yang ingin membangun karir hingga manajemen puncak.

Dengan adanya hambatan-hambatan tersebut, para karyawan perempuan mengalami penurunan motivasi kerja. Mereka mengakui bahwa saat ini mereka bekerja sekedar untuk mendapatkan penghasilan dan menyelesaikan tugas-tugas rutin tanpa keinginan aktualisasi diri. Akibatnya, peneliti menemukan banyak di antara mereka yang melakukan kegiatan lain saat jam kerja, seperti berjualan untuk mencari pendapatan tambahan, sehingga pekerjaan menjadi tidak fokus.

Fenomena glass ceiling yang terjadi di industri perhotelan Yogyakarta ini akan memberikan dampak negatif bagi para karyawan maupun industri karena menimbulkan motivasi kerja rendah serta citra buruk bagi industri yang dianggap tidak memperhatikan kesetaraan hak berdasarkan jenis kelamin. Identifikasi faktor-faktor yang menyebabkan munculnya glass ceiling tersebut penting dilakukan untuk mencegah dampak negatif tersebut. Oleh karena itu, perlu pengujian apakah konflik pekerjaan-keluarga, budaya sosial, dukungan mentor, dan stereotip jenis kelamin memang berpengaruh pada terhambatnya karir karyawan perempuan di industri perhotelan Yogyakarta.

(7)

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti memilih judul penelitian ini yaitu “Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Pada Glass Ceiling Karyawan Perempuan di Industri Perhotelan Yogyakarta”.

1.2. Rumusan Masalah

Proporsi jumlah tenaga kerja perempuan di industri perhotelan Yogyakarta semakin meningkat setiap tahunnya. Meskipun demikian, ternyata penambahan jumlah tenaga kerja ini tidak diikuti dengan penambahan porsi bagi perempuan untuk berkarir dan menduduki jabatan manajerial di hotel. Ada hal-hal yang menghambat karir mereka sehingga muncul fenomena glass ceiling. Padahal jika diabaikan, kesenjangan ini menimbulkan dampak negatif bagi karyawan maupun industri.

Beberapa literatur dan hasil studi pendahuluan menunjukkan faktor-faktor yang menimbulkan terjadinya fenomena tersebut. Faktor-faktor yang dimaksud yaitu adanya konflik pekerjaan-keluarga, budaya sosial, dukungan mentor, dan stereotip perempuan dalam pekerjaan. Pengujian tentang apakah faktor-faktor tersebut memang merupakan penghambat karir karyawan perempuan perlu dilakukan untuk mengidentifikasi faktor mana sajakah yang muncul di industri perhotelan Yogyakarta. Identifikasi tersebut tentunya akan membantu bagi semua pihak yang terkait untuk mengurangi dampak negatif dari munculnya kesenjangan tersebut.

(8)

1.3. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, pertanyaan penelitian yang perlu diajukan yaitu:

1. Apakah konflik pekerjaan-keluarga berpengaruh positif pada glass ceiling di industri perhotelan Yogyakarta?

2. Apakahbudaya sosial berpengaruh positif pada glass ceiling di industri perhotelan Yogyakarta?

3. Apakah dukungan mentor berpengaruh negatif pada glass ceiling di industri perhotelan Yogyakarta?

4. Apakah stereotip perempuan berpengaruh positif pada glass ceiling di industri perhotelan Yogyakarta?

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji:

1. Konflik pekerjaan-keluarga berpengaruh positif pada glass ceiling di industri perhotelan Yogyakarta.

2. Budaya sosial berpengaruh positif pada glass ceiling di industri perhotelan Yogyakarta.

3. Dukungan mentor berpengaruh negatif pada glass ceiling di industri perhotelan Yogyakarta.

4. Stereotip jenis kelamin berpengaruh positif pada glass ceiling di industri perhotelan Yogyakarta.

(9)

1.5. Manfaat Penelitian

Manusia merupakan sumberdaya penting bagi organisasi terutama organisasi bisnis yang bersaing dalam hospitality industry seperti hotel. Menjaga agar karyawan tetap puas dalam bekerja menjadi tanggung jawab manajemen sehingga karyawan mampu memberikan layanan terbaik untuk konsumen. Oleh karena itu, manajemen perlu memahami fenomena yang terjadi dan kepuasan kerja karyawan sehingga dapat membuat kebijakan yang terbaik.

Dengan demikian, manfaat penelitian ini yaitu:

1. Bagi para perempuan yang ingin atau sedang berkarir di industri perhotelan, identifikasi faktor-faktor penghambat karir dapat menjadi bahan evaluasi dan pengetahuan untuk merancang strategi bagaimana menghadapi hambatan-hambatan tersebut baik hambatan yang bersifat eksternal (dari lingkungan masyarakat, kerja, dan keluarga) maupun internal (hambatan dari dalam diri individu). Temuan dari penelitian ini seharusnya tidak membuat para perempuan menjadi enggan untuk berkarir di industri yang kini merupakan salah satu pemberi pendapatan terbesar di Yogyakarta, melainkan menjadi dorongan dan pembuktian bagi para karyawan perempuan untuk memecahkan glass ceiling tersebut.

2. Bagi pelaku usaha di industri perhotelan Yogyakarta, temuan tentang adanya faktor-faktor penghambat karir dapat membantu dalam menentukan kebijakan dan aturan terkait sumberdaya manusia, khususnya kaum perempuan, di hotel masing-masing sehingga diharapkan sistem pengelolaan sumberdaya manusianya tidak mengandung unsur

(10)

diskriminasi, pembuatan deskripsi kerja yang lebih sesuai, dan meningkatkan kepuasan khususnya bagi karyawan perempuan.

3. Bagi pemerintah, temuan penelitian ini dapat menjadi acuan dalam membuat kebijakan terkait ketenagakerjaan yang lebih adil, khususnya bagi karyawan hotel perempuan. Hal ini mengingat ada beberapa hambatan yang bersifat sosial dan personal bagi karyawan perempuan tetapi beberapa kajian menunjukkan bahwa hambatan-hambatan tersebut bukan berarti menurunkan kinerja karyawan perempuan (Okumus et al., 2010). Dengan demikian adanya kebijakan dan peraturan dari pemerintah yang lebih tegas diharapkan mampu mengatasi kesenjangan bagi karyawan laki-laki dan perempuan, khususnya terkait jenjang karir dan kompensasi.

4. Bagi akademisi, diharapkan penelitian ini menjadi salah satu acuan bagi penelitian terkait manajemen sumberdaya manusia bagi perempuan, khususnya di industri perhotelan dan pariwisata dalam konteks Indonesia karena sejauh ini belum banyak ditemukan penelitian bisnis di Indonesia yang terkait dengan tenaga kerja perempuan di industri perhotelan.

1.6. Lingkup Penelitian

Penelitian ini akan menganalisis faktor-faktor penyebab munculnya fenomena glass ceiling yang terjadi di industri perhotelan Yogyakarta. Faktor-faktor yang diteliti terbatas pada empat Faktor-faktor yaitu konflik pekerjaan-keluarga, budaya sosial, dukungan mentor, dan stereotip perempuan. Sedangkan lingkup penelitian hanya sebatas hotel-hotel, baik berbintang maupun nonbintang, dan jasa

(11)

akomodasi lain yang beroperasi di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dengan subjek penelitian karyawan perempuan.

1.7. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan laporan penelitian ini terdiri atas: BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini akan menjelaskan mengenai latar belakang yang menjadi dasar penelitian ini yaitu mengenai fenomena yang terjadi beserta landasan berpikir. Kemudian dirangkum dalam rumusan masalah yang disampaikan melalui pertanyaan penelitian. Selain itu, terdapat juga tujuan, manfaat penelitian, dan lingkup penelitian sehingga pembaca memiliki gambaran secara menyeluruh mengenai topik yang akan dibahas pada laporan ini.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka akan menguraikan konsep dan teori yang menjadi landasan penelitian ini. Konsep dan teori tersebut menjelaskan variabel-variabel penelitian secara rinci sehingga dari konsep tersebut dapat dihubungkan antarvariabel yang akhirnya membentuk hipotesis. Selain itu, pada bab ini juga ditampilkan model penelitian yang digunakan.

BAB III : METODE PENELITIAN

Cara yang digunakan untuk mengumpulkan, mengolah, dan menganalisis data akan diuraikan dalam bab ini. Penjelasan

(12)

mengenai populasi dan sampel, definisi operasional, instrumen penelitian, dan teknik analisis juga disampaikan di sini sehingga pembaca yakin bahwa penelitian ini valid dan reliabel.

BAB IV : ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Hasil olahan data yang diperoleh akan dianalisis di bab ini. Peneliti juga akan memberikan ringkasan hasil olah data tersebut sehingga pembaca memperoleh gambaran mengenai hasil yang diperoleh. BAB V : SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Pada bab terakhir ini akan berisi simpulan hasil dari penelitian beserta rekomendasi. Dengan adanya rekomendasi, diharapkan penelitian selanjutnya mampu memperbaiki kekurangan yang ada pada penelitian ini dan para praktisi bisnis juga dapat mengambil rekomendasi tersebut sebagai saran bagi praktik bisnis.

Referensi

Dokumen terkait

Ekstrak metanol daun kersen tidak memiliki perbedaan yang nyata (P > 0,05) dengan larutan iodips dan dekok daun kersen sebagai pembanding, sehingga ekstrak metanol daun

Hanya ada dua cara yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah ini, yaitu dengan menggunakan channel yang tidak overlap satu sama lain, atau dengan memindahkan access point

Hasil uji aktivitas antibakteri minyak atsiri rimpang Zingiber aromaticum Val yang dilakukan terhadap Streptococcus beta hemolyticus menunjukkan bahwa minyak atsiri rimpang

Tabel 4.4 Pengujian Black Box manajemen tahun ajaran 1 Tambah data tahun ajaran Data dapat masuk pada basis data sistem Sesuai harapan Valid [√] 2 Edit data tahun ajaran

Ada berbagai macam alasan perlunya seorang dosen dan guru mempelajari dan menguasai, serta menerapkan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam kegiatan

Sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 1 angka 6 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam

Sinyal masukan analog diwakili oleh hasil pembacaan sensor suhu LM35 (berupa nilai tegangan) sedangkan sinyal keluaran digital diwakili oleh hasil pemrosesan ADC dari

Sekaitan dengan pandangan tersebut, maka latar belakang yang disajikan dalam makalah ini akan didasarkan pada beberapa “ isu “ utama, antara lain: (1) kebutuhan akan perubahan