• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSEPSI MAHASISWA STIKES SWASTA DI MEDAN TENTANG IMPLEMENTASI PRESEPTORSHIP PASCA PENDIDIKAN PROFESI NERS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERSEPSI MAHASISWA STIKES SWASTA DI MEDAN TENTANG IMPLEMENTASI PRESEPTORSHIP PASCA PENDIDIKAN PROFESI NERS"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI MAHASISWA STIKES SWASTA DI MEDAN TENTANG IMPLEMENTASI PRESEPTORSHIP PASCA PENDIDIKAN PROFESI NERS

Rika Endah Nurhidayah*, Yesi Aryani**, Cholina Trisa Siregar***

rika_en76@yahoo.com, yesiariani@yahoo.com, siregar_cholina@yahoo.co.id.

ABSTRAK

Kegiatan bimbingan selama pembelajaran profesi disebut perseptorship (preceptorship), sehingga pendidik di lahan praktik disebut perseptor (preceptor). Pelaksanaan perseptorship masih bervariasi, belum ada model yang ideal untuk sebuah rumah sakit pendidikan. Setiap rumah sakit pendidikan memiliki kebijakan berbeda. Implementasi perseptorship yang baik diharapkan dapat menghasilkan Ners yang kompeten. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran Persepsi Mahasiswa Stikes Swasta Di Medan tentang Implementasi Preseptorship Pasca Pendidikan Profesi Ners. Desain penelitiannya adalah deskriptif. Data dikumpulkan dengan cara menyebarkan angket kepada mahasiswa dari dua institusi swasta mahasiswa yang sudah melaksanakan profesi. Kedua institusi tidak menggunakan RS tipe A untuk pendidikan profesi. Jumlah sampel sebanyak 75 orang (36 laki-laki dan 39 perempuan) yang diambil dengan teknik accidental. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih mahasiswa lebih mengenal istilah instruktur klinis (96%) daripada perseptor (69%). Banyak mahasiswa masih berorientasi atau setuju bahwa perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi selama proses perseptorship lebih merupakan tanggung jawab institusi pelayanan. Disarankan istilah perseptorship dan perseptor dengan segala atributnya perlu disosialisasikan kepada mahasiswa, agar mahasiswa juga memiliki pemahaman yang cukup dengan terminologi yang berbeda dan mendapatkan gambaran yang utuh tentang perseptorship.

KATA KUNCI : Persepsi, Implementasi, Perseptorship

PENDAHULUAN

Pembelajaran tahap pendidikan profesi Ners sepenuhnya dilaksanakan di lahan praktik. Kegiatan bimbingan selama pembelajaran profesi disebut perseptorship (preceptorship), sehingga pendidik di lahan praktik disebut perseptor (preceptor). Pelaksanaan perseptorship masih bervariasi, belum ada model yang ideal untuk sebuah rumah sakit pendidikan. Setiap rumah sakit pendidikan memiliki kebijakan berbeda. Perseptorship adalah jantung dalam proses pendidikan profesi Ners. Implementasi perseptorship yang baik, hubungan perseptor dan perseptee yang ideal akan dapat menghasilkan Ners yang kompeten sehingga mampu bersaing di tataran global.

Seorang Ners menurut Nurhidayah (2011), harus melewati dua tahap pendidikan yaitu tahap pendidikan akademik yang lulusannya mendapat gelar sarjana keperawatan (S.Kep) dan tahap pendidikan profesi yang lulusannya mendapat gelar Ners (Ns). Kemudian mengikuti uji kompetensi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan Surat

(2)

Tanda Registrasi (STR). Sedangkan menurut Phelps, (2009) tujuan utama pendidikan keperawatan adalah untuk menjadikan mahasiswa perawat yang kompeten.

Nurachmah (2011) meninjau tahapan pendidikan Ners dengan sudut pandang yang berbeda. Tahap akademik merupakan tahapan untuk mencapai kompetensi sebagai profesional sedangkan tahap profesi bertujuan untuk mencapai kemandirian. Nurachmah juga mengatakan bahwa pola belajar selama pendidikan profesi adalah internship (magang) dan pola bimbingannya disebut preceptorship, sehingga pendidik di lahan klinik disebut preceptor (perseptor). Fokus selama tahap profesi adalah pendelegasian kewenangan secara bertahap.

Maitland (2012) menyatakan bahwa preceptorship adalah periode dukungan bagi para profesional baru yang berkualitas yang memungkinkan mereka untuk melakukan transisi dari mahasiswa untuk menjadi praktisi terdaftar. Hilli dan Malender (2015) menganggappreceptorship telah menjadi bagian penting, yang dimulai dengan orientasi yang menyeluruh. Penekanan preceptorship adalah pada berpikir kritis, refleksi dan berfokus pada etika.

METODE

Desain penelitiannya adalah deskriptif yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang implementasi perseptorship menurut persepsi mahasiswa Stikes swasta di Medan setelah mengikuti pendidikan profesi ners. Instrumen penelitian terdiri dari empat bagian. Bagian pertama merupakan data demografi, bagian kedua merupakan 5 pertanyaan pendahuluan terkait dengan terminologi yang berhubungan dengan perseptoship, bagian ketiga berisi 20 pertanyaan tentang gambaran umum perseptorship dan bagian terakhir berisi 20 pertanyaan tentang pelaksanaan atau proses perseptorshipnya.

Populasinya adalah mahasiswa yang berasal dari dua stikes swasta. Kedua institusi tidak memilih rumah sakit tipe A sebagai salah satu lahan praktiknya. Status akreditasi keduanya masih C. Jumlah sample ditentukan dengan rumus, didapatkan 75 orang. Sampel dipilih secara accidental.

Instrumen dikembangkan sendiri oleh peneliti kemudian dilakukan uji reliabilitas pada 30 orang mahasiswa Stikes swasta yang telah mengikuti pendidikan profesi. Data reliabilitas diuji dengan teknik belah dua (half split). Nilai reliabilitas untuk gambaran umum perseptorship adalah α = 8,32 dan nilai reliabilitas untuk pelaksanaan perseptorshipnya adalah α = 9,27.

(3)

Data dikumpulkan dengan cara menyebarkan angket kepada mahasiswa dari dua institusi swasta yang sudah melaksanakan profesi. Data dianalisa secara univariat. Hasilnya dipaparkan secara narasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data demografi didapatkan 36 orang (48%) berjenis kelamin laki-laki, dan 39 orang (52%) berjenis kelamin perempuan. Usia paling muda adalah 21 tahun dan usia paling tua adalah 49 tahun. Berdasarkan analisa dari lima pertanyaan pengantar, didapatkan hanya 3 orang (4%) yang masih asing dengan istilah perseptoship. Berarti 72 orang (96% sudah pernah mendengar istilah perseptorship. Namun masih terdapat 23 orang (31%) mahasiswa yang masih asing dengan istilah perseptor dan 22 orang (29%) masih asing dengan istilah persepti. 3 orang (4%) masih asing dengan istilah instriktur klinis. Padahal istilah ini sering digunakan namun dengan istilah singkatan CI yang merupakan singkatan dari (Clinical Instructure). 6 orang (8%) mahasiswa masih asing dengan pendidikan profesi, hal ini mungkin berkaitan dengan penggunaan istilah praktik klinik lebih sering digunakan. Adapun sumber informasi untuk semua terminologi berasal dari dosen, koran, seminar, kuliah, majalah dan internet.

Hasil penelitian tentang gambaran umum perseptorship dipaparkan pada tabel 1. Tabel 1. Distribusi frekuensi dan persentase gambaran umum perseptorship.

NO PERNYATAAN

ST RG TS TT

1 Pembimbing klinik berasal dari institusi pelayanan saja 26 9 35 5 2 Mahasiswa cukup bimbingan dengan dosen di kampus 15 11 49 0

3 Jadwal dinas disusun oleh institusi pendidikan 21 12 40 2

4 Apabila mahasiswa izin cukup memberi tahu pembimbing klinik 19 11 45 0

5 Perencanaan bimbingan klinik dilaksanakan institusi pelayanan 40 15 19 1

6 Pelaksanaan bimbingan klinik tanggung jawab institusi pelayanan 40 13 20 2

7 Pelaksanaan bimbingan klinik tanggung jawab institusi pendidikan 32 11 30 2

8 Evaluasi mahasiswa tanggung bukan jawab institusi pelayanan 21 13 39 2

9 Evaluasi mahasiswa tanggung jawab institusi pendidikan 30 15 29 1

10 Bimbingan klinik adalah suatu metode pembelajaran di klinik 36 15 19 5

11

Bimbingan klinikbersifat formal, dalam waktu yang sudah

ditentukan 50 12 10 3

12 Tanpa bimbingan klinik pendidikan profesi tetap berjalan 16 15 39 5

(4)

Berdasarkan hasil penelitian yang tergambar pada tabel 1, maka beberapa hal yang masih membutuhkan klarifikasi adalah beberapa hal berikut ini. Masalah Jadwal dinas yang disusun oleh institusi pendidikan, sebagian besar mahasiswa memilih tidak setuju, padahal sebaiknya jadwal dinas memang dibuat oleh institusi pendidikan yang kemudian dikoordinasikan dengan institusi pelayanan. Proporsi untuk perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi pembelajaran klinik porsinya lebih banyak setuju dilakukan oleh institusi pendidikan. Padahal yang ideal keduanya bekerjasama.

Kerjasama yang baik antara institusi pendidikan keperawatan dengan institusi pelayanan perlu dijalin. Sehingga diharapkan akan menghasilkan hubungan yang baik juga antara perseptor dan mahasiswa (perseptee) selama program pendidikan profesi. Hal ini sejalan dengan penelitian Carlson (2013) yang menyatakan bahwa hubungan antara perseptor dan perseptee disebut precepting. Precepting merupakan hal yang kompleks dan harus benar-benar dipersiapkan oleh institusi pendidikan dan pelayanan. Sebaiknya program persiapan perceptor harus berfokus pada refleksi, berpikir kritis dan kemampuan komunikasi. Sedangkan Elcigil & Sari (2008) berpendapat bahwa hubungan interpersonal yang baik antara instruktur klinik dengan mahasiswa dapat memotivasi mahasiswa dalam proses pembelajaran klinik.

Hubungan saling percaya antara perseptor dan mahasiswa selama berinteraksi dan berbagi pengalaman klinik sangat diperlukan dan sangat penting. Kondisi ini akan mempengaruhi persepsi dan pemahaman tentang makna serta kerjasama yang akan terjalin selama preceptorship. Kriteria pembimbing klinik harus memiliki pengamalan klinik minimal 2 tahun dan pembimbing klinik harus menjadi role model, sebagain besar responden setuju. Mengingat perseptor merupakan pendidik di pelayanan, tentu dibutuhkan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang mumpuni agar dapat menjadi role model.

14

Pembimbing klinik harus memiliki pengamalan klinik minimal 2

tahun 39 14 18 4

15 Pembimbing klinik menjadi model dalam pembelajaran klinik 52 13 9 1 16 Keterampilan klinik mahasiswa tanggung jawab institusi pelayanan 31 17 25 2

17

Dosen tidak perlu datang ke tempat praktik, cukup diskusi di

kampus 17 18 39 1

18

Waktu bimbingan di rumah sakit merupakan waktu sisa dosen di

kampus 23 14 36 2

19

Selama praktik perlu kerjasama antara dosen dan pembimbing

klinik 50 15 9 1

(5)

Bengtsson, M dan Carlson (2015) menambahkan bahwa para perceptor juga diharapkan memiliki keterampilan untuk dapat membentuk lingkungan belajar yang efektif dan memfasilitasi pengalaman belajar klinik yang konstruktif bagi mahasiswa dan karyawan baru. Hal lain yang masih dianggap belum sesuai atau membutuhkan perhatian adalah tentang bimbingan dosen ke lahan praktik merupakan sisa waktu di institusi pendidikan. Padahal pembelajaran klinik merupakan hal vital dalam pendidikan profesi. Sedangkan Tang, Chou dan Chiang (2005) menyatakan bahwa perseptor merupakan orang yang bertanggung jawab untuk memastikan mahasiswa mempelajari dan menerapkan teori, mendapatkan pengalaman, mempraktekkan teknik dan mengembangkan diri menjadi perawat yang terampil.

Hasil penelitian tentang gambaran umum perseptorship dipaparkan pada tabel 2.

Tabel 2. Distribusi frekuensi dan persentase implementasi perseptorship.

NO PERNYATAAN SL SR JR TP

21 Pembimbing siap membimbing mahasiswa selama praktik 55 19 1 0 22 Pembimbing membawa kelengkapan atribut (buku panduan) 40 21 11 3

23 Pembimbing hadir tepat waktu 37 21 17 0

24

Pembimbing tidak membuat suasana menegangkan pada saat

bimbingan 41 20 12 2

25

Pembimbing menyampaikan tujuan belajar sebelum pada

pertemuan awal 44 26 3 2

26

Pembimbing menyediakan waktu khusus untuk berdiskusi

tentang kasus 36 23 12 4

27

Pembimbing menganjurkan sumber belajar yang bervariasi

(buku referensi, internet, jurnal) 47 27 1 0

28 Kasus ujian sesuai dengan tujuan/kompetensi mata kuliah 47 25 3 0 29 Pembimbing menjelaskan materi/kasus secara sistematis 44 25 6 0

30

Pembimbing mampu memberi contoh relevan dari konsep yang

diajarkan 43 21 11 0

31 Kegiatan profesi merupakan hal yang menyenangkan 44 17 13 1

32

Pembimbing menggunakan hasil penelitian (evidence base)

untuk meningkatkan kualitas bimbingan 43 20 11 1

33 Pembimbing terlihat percaya diri saat bimbingan 43 24 8 0 34 Pembimbing mau menerima kritik, saran, dan pendapat 44 24 6 1

35

Pembimbing toleransi terhadap keberagaman kemampuan

mahasiswa 41 20 9 5

36

Pembimbing membimbing sesuai jadwal yang disepakati selama

praktik 42 18 15 0

(6)

38

Pembimbing melaksanakan bed side teaching (langsung pada

pasien langsung) 40 18 5 12

39 Pembimbing melaksanakan pre atau post conference 42 15 16 2

40

Pembimbing memberikan nilai yang proporsional antara laporan

kasus dan keterampilan klinis. 42 28 5 0

Berdasarkan hasil penelitian perlu mendapat perhatian adalah masih ada pembimbing yang hadir tidak tepat waktu serta membimbing tidak sesuai dengan jadwal yang telah disepakati. Selain itu masih ada perseptor yang jarang bahkan tidak pernah melaksanakan bedside teaching. Kesibukan perseptor institusi pendidikan dengan beban mengajarnya di kampus serta kesibukan perseptor klinik karena ada tugas lain selain menjadi instruktur klinik, membuat hubungan perseptor dan persepti menjadi kurang optimal.

Hal ini didukung oleh penelitian Indiarini, Rahayu, dan Pindani (2015) yang menyatakan bahwa preceptor diharapkan untuk lebih menyediakan waktu dalam orientasi rutinitas ruangan sehingga perawat baru dapat mengerti dengan jelas rutinitas ruangan kerjanya. Mahasiswa sebagai perawat baru atau membutuhkan bimbingan intensif selama pembelajaran klinik atau perseptorship.

Preceptorship telah dianjurkan dalam keperawatan untuk beberapa tahun terakhir walaupun menurut Maitland (2012) masa transisi ini dikenal sebagai masa stres. Namun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kegiatan profesi merupakan hal yang menyenangkan (sesuai dengan pilihan mayoritas responden untuk soal no. 31). Bimbingan yang intensif sangat dibutuhkan mengingat peran perseptor di lahan praktik sangat besar. Muir et.al (2013) menyatakan bahwa sebagian besar perseptor melihat program preceptorship dan peran mereka dalam program ini sangat positif. Meskipun perseptor kesulitan dalam membuat janji untuk bertemu dengan preseptee masih menjadi masalah, namun pengalaman preceptorship dianggap memiliki dampak positif pada beberapa aspek pembentukan dan pengembangan perseptor.

Disimpulkan bahwa berdasarkan hasil penelitian menunjukkan masih terdapat mahasiswa yang merasa asing dengan istilah perseptorship dan perseptor. Mahasiswa lebih mengenal istilah instruktur klinik daripada perseptor dan istilah praktik klinik daripada perseptorship. Disarankan istilah perseptorship dan perseptor dengan segala atributnya perlu disosialisasikan kepada mahasiswa, agar mahasiswa juga memiliki pemahaman yang cukup dengan terminologi yang berbeda.

(7)

DAFTAR PUSTAKA

Bengtsson, M dan Carlson, E. (2015). Knowledge and skills needed to improve as preceptor: development of a continuous professional development course, a qualitative study part I, BioMedCentral (BMC) Nursing Journal. 14:51, p: 1-7. Carlson. E. (2013). Precepting and Symbolic Interactionism, a Theoretical look at

Preceptorship During Clinical practice. Journal of Advance Nursing. Feb; 69(2); 457-64.

Elcigil, A., & Sari, H.Y. (2008). Student opinions about expectations of effective nursing clinical mentors. Journal of nursing education, 119.

Hilli, Y dan Melender, H.L. (2015). Developing preceptorship through action research: part 2. Scandinavian Journal Of Caring Sciences: 2015 Sep;29(3):478-85.

Indriarini, MY., Rahayu, BM., dan Pindani B. (2015). Pengalaman Dukungan Preceptor Pada Perawat Baru Selama Proses Magang Di Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung. Skripsi.

Nurhidayah, R.E. (2011). Pendidikan Keperawatan. Pendekatan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Medan: USU Press.

Nurachmah, Elly. (2011). Kurikulum Pendidikan Profesi Ners di Indonesia. Hand Out. Tidak dipublikasikan.

Maitland, A. (2012). A Study to Investigate Newly-Qualified Nurses’ Experiences of Preceptorship in An Acute Hospital In The South-East Of England. Dissertation of Master of Science in Learning and Teaching Faculty.

Phelps, L. L. (2009). Effective Characteristics of clinical Instructors. A Research Paper Submitted to the Graduate School.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung : Alfabeta.

Tang, F., Chou, S., & Chiang, H. (2005). Students' perceptions of effective and ineffective clinical instructors. Journal of Nursing Education, 44(4), 187-192.

Referensi

Dokumen terkait

Kami harapkan kehadiran Saudara pada waktu yang telah ditentukan, apabila berhalangan dapat diwakilkan dengan membawa surat kuasa, dan apabila tidak hadir maka perusahaan

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana merancang aplikasi sistem informasi geografis berbasis web untuk pemetaan lokasi kemacetan lalu lintas kota Salatiga yang

Hal tersebut menunjukan bahwa, untuk meningkatkan kinerja pegawai dapat dilakukan dengan pemberian kompensasi karena memiliki pengaruh terhadap kinerja pegawai pada

Proyek desain basis data dengan pendekatan object oriented, laporan dan mempresentasikannya Ketepatan analisis kebutuhan informasi, Kemampuan menerapkan pendekatan object

Hal yang dibahas : Keluhan dari mahasiswa terkait dengan kualitas pengajaran dosen baru Sosiologi, pengumuman hasil akhir perkuliahan persemester yang belum ditempel dan

Berdasarkan Berita Acara Evaluasi Penawaran (Administrasi, Teknis, dan Harga) Pekerjaan Konstruksi Fisik Unit Rehabilitasi Sosial Pamardi Siwi I pada Balai

1) Dengan adanya Manajemen Bandwidth, maka pembagian bandwidth pada setiap client ISP akan dengan mudah diatur sesuai permintaan pelanggan akan bandwidth yang digunakan. 2)

Menurut Kaufman dan Hotchkiss (1999), semakin tinggi upah yang ditetapkan oleh pemerintah maka hal tersebut akan berakibat pada penurunan jumlah orang yang bekerja pada