• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kegiatan pembangunan di segala bidang menyebabkan. dan atau bangunan dikenakan pajak oleh Negara.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kegiatan pembangunan di segala bidang menyebabkan. dan atau bangunan dikenakan pajak oleh Negara."

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Meningkatnya kegiatan pembangunan di segala bidang menyebabkan meningkatnya keperluan akan tersedianya tanah dan atau bangunan. Mengingat pentingnya tanah dan atau bangunan tersebut dalam kehidupan, maka sudah sewajarnya jika orang pribadi atau badan hukum yang mendapatkan nilai ekonomis serta manfaat dari tanah dan atau bangunan karena adanya perolehan hak atas tanah dan atau bangunan dikenakan pajak oleh Negara.

Dalam Negara Republik Indonesia Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 ini merupakan dasar hukum secara konstitusional dari sistem pemungutan pajak di Indonesia. Semua pajak yang diberlakukan di Indonesia harus berdasarkan undang-undang, sehingga pemungutan pajak di Indonesia mempunyai dasar hukum yang menjamin keadilan dan kepastian hukumnya, karena semua pajak ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat disahkan oleh Presiden Republik Indonesia.

Pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan dan terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan yang berlaku dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yang dapat digunakan

(2)

untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.1

Seiring dengan perkembangan zaman, pajak telah menjadi primadona sebagai sektor yang memberikan penerimaan terbesar bagi Negara serta merupakan salah satu sumber dana utama dalam melakukan pembangunan termasuk di Negara Indonesia tercinta ini. Hal ini dapat dilihat dari anggaran penerimaan dan belanja Negara (APBN) setiap tahunnya.

Besarnya penerimaan yang diberikan oleh pajak sebagai sumber dana dalam pembangunan nasional, maka tentunya perlu lebih digali lagi potensi pajak yang ada dalam masyarakat sesuai dengan situasi dan kondisi perekonomian serta perkembangan bangsa ini.

Salah satu sumber potensi pajak yang patut digali sesuai situasi dan kondisi perekonomian serta perkembangan pembangunan bangsa sekarang ini adalah jenis Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).2

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (selanjutnya disebut BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah atau bangunan yaitu perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.

1 Marihot Pahala Siahaan, Hukum Pajak Elementer Konsep Dasar Perpajakan Indonesia, Edisi I, Cet. I (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2010), hal. 32.

2 Marihot Pahala Siahaan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Teori dan Praktek, Edisi I, Cet. I, (Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2003), hal. 6.

(3)

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) merupakan salah satu pajak obyektif atau pajak kebendaan dimana pajak terutang didasarkan pertama-tama pada apa yang menjadi obyek pajak baru kemudian memperhatikan siapa yang menjadi subjek pajak. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (selanjutnya disebut BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan ha katas tanah atau bangunan yaitu perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya ha katas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.

Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton3 mengatakan bahwa Obyek dari Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang dapat berupa tanah (termasuk tanaman di atasnya), tanah dan bangunan. Perolehan hak atas tanah dan bangunan terjadi karena adanya peralihan hak yang meliputi peristiwa hukum dan perbuatan hukum yang terjadi antara orang atau badan hukum sebagai subyek hukum oleh Undang-Undang dan perturan hukum yang berlaku diberikan kewenangan untuk memiliki hak atas tanah dan bangunan.

Agar menjamin kepastian hukum terjadinya peralihan hak atas tanah dan bangunan, maka transaksi tersebut dilakukan dihadapan Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Notaris adalah pejabat umum yang

3

Wirawan B.Ilyas, Richard Burton, Hukum Pajak, Edisi Revisi, Salemba Empat, Jakarta, 2004, hal.90

(4)

berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.4

Notaris dalam menjalankan jabatannya harus memberikan penjelasan mengenai akta peralihan hak serta kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi para pihak, diantaranya yaitu menunjukkan asli surat pembayaran pajak yang terutang karenanya yakni Pajak Penghasilan dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan.

Penyetoran Pajak BPHTB itu merupakan kewenangan dari wajib pajak bukan Notaris, akan tetapi Notaris dapat menyetorkan pajak BPHTB sebagai orang yang dipercaya oleh nasabahnya. Notaris sebagai pejabat secara tidak langsung mengurangi beban tugas fiskus untuk mebantu menghitung besarnya pajak BPHTB yang terutang, serta dapat pula membantu wajib pajak untuk menghitung dan menyetorkan pajak yang terutang.

Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Notaris sebagai pejabat umum tidak mempunyai wewenang untuk menyetorkan pajak BPHTB. Yang menjadi kewenangan Notaris dalam menjalankan profesinya adalah : 1. Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian

dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, smeuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

2. Notaris berwenang pula :

4

(5)

a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.

b. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan dengan mendaftar dalam buku khusus.

c. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan.

d. Melakukan pengesahan kecocokan dan fotokopi dengan surat aslinya e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan

g. Membuat akta risalah lelang5

Pada kasus Putusan Nomor 2601/Pid.B/2003/pn.Mdn, bahwa pihak pembeli dan penjual meminta Notaris tersebut untuk membayar pajak penghasilan dan pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Pihak Pembeli dan Penjual telah menitipkan pembayaran pajak penghasilan dan pajak BPHTB tersebut kepada Notaris dengan menyerahkan 1 lembar cek No. C.114577 dari Bank M dengan nominal Rp. 660.000.000,-. Bahwa pembeli dan penjual sepakat untuk menitipkan pembayaran BPHTB dan PPh kepada Notaris karena Notaris tersebut menyatakan kesanggupannya untuk mengurus sertifikat tersebut. Maka seluruh biaya-biaya untuk setoran BPHTB yang merupakan tanggungan pembeli dan setoran PPh yang merupakan tanggungan penjual dan pengurusan di BPN diserahkan kepada Notaris tersebut. Setelah cek diterima oleh Notaris, keesokan harinya Notaris tersebut mencairkan cek tersebut ke Bank MDS Medan, akan tetapi setelah cek dicairkan terdakwa tidak membayarkan pajak-pajak yang berhubungan dengan proses peralihan / balik nama sertifikat, akan tetapi terdakwa meminta anak buahnya menurunkan

5

(6)

/mengecilkan nilai BPHTB dan PPH, selanjutnya anak buahnya membuat Surat Setoran BPHTB, SSP Final dan SPPT PBB Fiktif.

Penyetoran pajak BPHTB itu merupakan kewenangan dari wajib pajak bukan Notaris, akan tetapi pada kasus ini wajib pajak menitipkan pembayaran pajak PPH dan BPHTB kepada notaris tersebut untuk disetorkan, namun dalam hal ini Notaris tersebut tidak menyetorkan pajak PPH dan BPHTB yang dititipkan oleh wajib pajak tersebut.

Tindakan notaris disini selaku pejabat umum telah melanggar kode etik notaris karena tidak membayarkan pajak yang dititipkan oleh nasabahny, yang kemudian pada akhirnya notaris tersebut melakukan tindakan penggelapan pajak dengan menerbitkan Surat Setoran BPHTB Fiktif, SSP Final Fiktif dan SPPT PBB Fiktif. Perbuatan Notaris tersebut diduga telah melakukan pelanggaran berat dan telah melakukan tindakan yang menyimpang dari kode etik notaris dan telah melanggar sumpah jabatan notaris dimana notaris berjanji akan menjalankan tugasnya dengan jujur, seksama dan tidak berpihak serta akan mentaati dengan seteliti-telitinya semua peraturan –peraturan jabatan notaris yang sedang berlaku atau yang akan diadakan dan merahasiakan serapat-rapatnya isi akta-akta selaras dengan ketentuan-ketentuan.6

Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disingkat UUJN) dan Kode Etik Profesi dalam menjalankan jabatannya Notaris diminta selalu berpedoman pada Kode Etik Profesi. Kode Etik dipahami sebagai norma dan peraturan mengenai etika baik yang tertulis maupun tidak tertulis dari

6

(7)

suatu profesi yang dinyatakan oleh organisasi profesi yang fungsinya sebagai pengingat berperilaku bagi para anggota organisasi profesi.

Organisasi Profesi Notaris yaitu Ikatan Notaris Indonesia (INI) telah membentuk Kode Etik Profesi yaitu Kode Etik INI. Kode Etik INI bagi para Notaris hanya sampai pada tatanan sanksi moral dan administratif.7 Notaris dalam melakukan tugas jabatannya harus penuh tanggung jawab dengan menghayati keseluruhan martabat jabatannya dan dengan keterampilannya melayani kepentingan masyarakat yang meminta jasanya dengan selalu mengindahkan ketentuan undang-undang, etika, ketertiban umum dan berbahasa Indonesia yang baik.

Notaris selaku pejabat umum dituntut untuk selalu bekerja secara professional dengan menguasai seluk beluk profesinya menjalankan tugasnya, Notaris harus menyadari kewajibannya bekerja mandiri, jujur, tidak memihak dan penuh rasa tanggung jawab serta secara professional.8

Notaris sebagai pejabat umum yang tugasnya melayani masyarakat diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan hukum nasional dituntut untuk memiliki moral yang tinggi. Nilai moral merupakan kekuatan yang mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur, oleh karena itu Notaris dituntut untuk memiliki nilai moral yang kuat.

7

Ikatan Notaris Indonesia, Jati Diri Notaris Indonesia, Dulu, Sekarang dan Di Masa Datang, Jakarta, PT. Gramedia, 2008, hal 93-94

8

C.S.T. Kansil, S.H & Chistine S.T Kansil, S.H., M.H, Pokok-Pokok Etika Profesi Hukum, PT.Pradnya Paramita, Jakarta, 1996, hal.87

(8)

Dengan adanya moral yang tinggi tersebut Notaris tidak akan menyalahgunakan wewenang yang ada padanya, Notaris akan dapat menjaga martabatnya sebagai seorang pejabat umum yang ikut melaksanakan kewibawaan pemerintah.

Moralitas akan tercapai apabila kita menaati hukum lahiriah bukan lantaran hal itu membawa akibat yang menguntungkan kita atau lantaran takut pada kuasa sang pemberi hukum melainkan kita sendiri menyadari bahwa hukum itu merupakan kewajiban kita.9 Frans Magnis Suseno mengemukakan 5 (lima) criteria moral yang mendasari kepribadian profesional hukum, yaitu sebagai berikut :

1. Kejujuran, kejujuran merupakan dasar utama. Tanpa kejujuran maka professional hukum mengingkari misi profesinya. Seorang Notaris harus jujur tidak hanya pada kliennya, juga pada dirinya sendiri. Notaris harus mengetahui akan batas-batas kemampuannya, tidak member janji-janji agar klien tetap memakai jasanya. Kesemuanya itu merupakan suatu ukuran tersendiri tentang kadar kejujuran intelektual seorang Notaris.

2. Autentik, autentik artinya menghayati dan menunjukkan diri sesuai dengan keasliannya, kepribadian yang sebenarnya dan tidak melakukan perbuatan yang merendahkan martabat.

3. Bertanggung jawab, Seorang Notaris harus bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya, bertindak secara professional tanpa membedakan perkara bayaran dan perkara Cuma-Cuma.

4. Kemandirian moral, artinya tidak mudah terpengaruh atau tidak mudah mengikuti pandangan moral yang terjadi di sekitarnya, melainkan membentuk penilaian sendiri dan menyesesuaikan diri dengan nilai kesusilaan agama

5. Keberanian moral, artinya kesediaan terhadap suatu hati nurani yang menyatakan kesediaan untuk menanggung resiko konflik, menolak segala bentuk korupsi, menolak segala bentuk jalan belakang yang tidak sah.

Dengan keberadaan tersebut sudah seharusnya kinerja profesi Notaris tersebut diawasi dan dipantau agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan. Menurut Pasal

9

(9)

1 ayat (1) Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor KMA/006/SKB/1987 dan Nomor M.04.PR.08.05 tahun 1987 tentang Tata Cara Pengawasan, Penindakan dan Pembelaan Diri Notaris, menyebutkan bahwa :

“Pengawasan adalah kegiatan administrasi yang bersifat preventif dan represif oleh Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman yang bertujuan untuk menjaga agar para Notaris dalam menjalankan profesinya tidak mengabaikan keluhuran martabat atau tugas jabatannya, tidak melakukan pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku, tidak melanggar sumpah jabatan dan tidak melanggar norma kode etik profesinya.10

Pengawasan terhadap Notaris adalah sangat penting, mengingat bahwa Notaris dalam menjalankan suatu fungsi sosial yang sangat penting, karena tugas Notaris mengatur secara tertulis dan otentik hubungan - hubungan hukum antara para pihak secara mufakat meminta jasa-jasa Notaris.

Tujuan dari pengawasan agar para Notaris ketika menjalankan tugas jabatannya memenuhi semua persyaratan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas jabatannya, demi untuk pengamanan dari kepentingan masyarakat, karena Notaris diangkat bukan untuk kepentingan diri Notaris sendiri tapi untuk kepentingan masyarakat yang dilayaninya.11

10

Liliana Tedjosaputra, Etika Profesi dan Profesi Hukum, Aneka Ilmu, Semarang, 2003, hal. 86

11

(10)

Pada dasarnya yang mempunyai wewenang12 melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap Notaris adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang dalam pelaksanaannya Menteri membentuk Majelis Pengawas Notaris. Majelis Pengawas berjumlah 9 (Sembilan) orang, terdiri atas unsur :

a. Pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang

b. Organisasi Notaris sebanyak 3 (tiga) orang c. Ahli/Akademis sebanyak 3 (tiga) orang

Oleh karena itu apabila dalam suatu daerah tidak terdapat unsur instansi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, maka keanggotaan dalam Majelis Pengawas dapat diisi dari unsur lain yang ditunjuk oleh Menteri.

Pengawasan terhadap Notaris tidak hanya dalam pelaksanaan jabatan Notaris akan tetapi perilaku Notaris juga harus diawasi Majelis Pengawas, misalnya melakukan perbuatan tercela yang bertentangan dengan norma agama, norma kesusilaan dan norma adat dan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat Notaris. Apabila Notaris terbukti melakukan hal-hal tersebut maka dapat dijadikan dasar untuk memberhentikan Notaris dari jabatannya oleh Menteri berdasarkan laporan dari Majelis Pengawas.

12

Wewenang dalam hal ini disejajarkan dengan istilah boveegdheid dalam konsep hukum public, yang terdiri dari tiga komponen yaitu : (1). Pengaruh bahwa penggunaan wewenang dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku subjek hukum ; (2). Dasar Hukum bahwa wewenang itu selalu harus dapat ditunjuk dasar hukumnya; dan (3) konformitas hukum, bahwa mengandung makna adanya standard wewenang yaitu standard umum (seua jenis wewenang) dan standard khusus (untuk jenis wewenang tertentu). Philipus M.Hadjon dalam Ibid. hal 174.

(11)

Oleh karena itu tujuan dalam penelitian ini, peneliti ingin menyumbangkan pemikiran-pemikiran dalam bidang hukum khususnya mengenai perbuatan notaris dalam jabatannya.

B. Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan dalam proposal ini adalah :

1. Bagaimana tanggung jawab notaris yang menerima penitipan pembayaran BPHTB, dan Notaris tersebut tidak menyetorkan pajak BPHTB yang dititipkan kepadanya?

2. Bagaimana akibat hukum apabila seorang Notaris tidak membayarkan BPHTB yang dititipkan kepadanya?

3. Bagaimana kewenangan hukum Majelis Pengawas Daerah Notaris dalam pengawasan Notaris?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui tanggung jawab notaris yang menerima penitipan pembayaran BPHTB dan tidak menyetorkan pajak BPHTB yang dititipkan terhadapnya 2. Untuk mengetahui akibat hukum apabila seorang Notaris tidak membayarkan

BPHTB yang dititipkan kepadanya

3. Untuk mengetahui kewenangan hukum Majelis Pengawas Daerah Notaris dalam pengawasan Notaris.

(12)

D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran bidang hukum yang akan mengembangkan disiplin ilmu hukum, khususnya mengenai perbuatan notaris dalam jabatannya

2. Secara Praktis

Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat memberikan jalan keluar yang akurat terhadap permasalahan yang diteliti.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan baik Perpustakaan Pusat maupun yang ada di sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, ternyata belum ditemukan judul mengenai Analisis Hukum atas Pebuatan Oknum Notaris yang menerima penitipan pembayaran BPHTB (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2601/Pid.B/2003/PN.Mdn), memang pernah ada penelitian yang pernah dilakukan oleh :

1. Serli Dwi Warmi (077011063), Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Analisis yuridis atas perbuatan notaris yang menimbulkan delik-delik pidana”. Adapun permasalahan yang diteliti adalah :

a. Bagaimana keabsahan sebuah akta yang dibuat oleh notaris yang menimbulkan delik-delik pidana?

(13)

b. Bagaimana faktor penyebab timbulnya perbuatan notaris yang menimbulkan delik-delik pidana?

c. Bagaimana kebijakan hukum pidana dalam upaya mengatasi perbutan notaris yang menimbulkan delik-delik pidana dalam jabatannya?

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Dalam penelitian ini diperlukan suatu teori yang melandasi dari pada suatu penelitian. Teori berasal dari kata “theoria” dalam bahasa latin yang berarti “perenungan”yang secara hakiki menyiratkan sesuatu yang disebut dengan realitas.13

Jadi teori adalah seperangkat preposisi yang berisi konsep abstrak atau konsep yang sudah didefenisikan dan saling berhubungan antar variabel sehingga menghasilkan pandangan sistematis dari fenomena yang digambarkan oleh sutau variabel dengan variabel lainnya dan menjelaskan bagaimana hubungan antar variabel tersebut.14

Sedangkan fungsi teori dalam penelitian adalah untuk mensistimatiskan penemuan-penemuan penelitian, membuat ramalan atau prediksi atas dasar penemuan

13

Soetandyo Wignjosoebroto dalam Salman Otje dan Susanto Anton, Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali (Bandung :PT. Refika Aditama,2004), halaman 21,menyebutkan bahwa teori adalah suatu konstruksi di alam cita atau ide manusia, dibangun dengan maksud untuk menggambarkan secara reflektif fenomena yang dijumpai di alam pengalaman.

14

Maria S.W. Sumardjono, Pedoman, Pembuatan Usulan Penelitian, Gramedia, Yogyakarta, 1989, hal 12-13, bandingkan dengan Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, PT. Gramedia, Jakarta, 1989, hal.19

(14)

dan menyajikan penjelasan yang dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan. Artinya teori ini merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskan dan harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.15

Teori yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah teori dari Hans Kelsen tentang tanggung jawab hukum.

Hans Kelsen mengemukakan :

“ Satu konsep yang berhubungan dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab hukum. Bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum, berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan. Biasanya yakni dalam hal sanksi ditujukan kepada pelaku langsung, seseorang bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri.”16

Seseorang dikatakan secara hukum bertanggungjawab untuk suatu perbuatan tertentu adalah bahwa dia dapat dikenakan suatu sanksi dalam kasus perbuatan yang berlawanan. Teori tanggung jawab hukum diperlukan untuk dapat menjelaskan antara tanggung jawab Notaris yang berkaitan dengan kewenangan Notaris berdasarkan UUJN. Penyetoran pajak BPHTB itu merupakan kewenangan dari wajib pajak bukan Notaris, namun dalam hal ini Notaris dapat menyetorkan pajak BPHTB apabila nasabahnya menitipkan pembayaran BPHTB tersebut kepada Notaris. Jadi Notaris disini sebagai orang yang dipercaya oleh nasabahnya untuk menyetorkan pajak BPHTB. Jadi dalam hal ini penyetoran pajak BPHTB bukan merupakan kewenangan daripada Notaris melainkan kewenangan dari wajib pajak itu sendiri.

15

M.Solly Lubis (I) Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80

16

Hans Kelsen, Teori Hukum Murni dengan judul buku asli General Theori of Law and State, Alih Bahasa Somardi, Rimdi Press, Jakarta, hal.65

(15)

Keberadaan Notaris senantiasa diperlukan masyarakat yang memerlukan jasanya di bidang hukum. Notaris sebagai pejabat umum harus dapat selalu mengikuti perkembangan hukum sehingga dalam memberikan jasanya kepada masyarakat, Notaris dapat membantu memberikan jalan keluar yang dibenarkan oleh hukum kepada masyarakat yang membutuhkan jasanya.

Pembayaran BPHTB yang dititipkan oleh wajib pajak kepada Notaris untuk disetor tidak disetorkan oleh Notaris maka perbuatan yang dilakukan oleh Notaris tersebut dapat dikatakan telah melanggar kode etik profesi dan tindak pidana penggelapan pajak BPHTB. Notaris tersebut dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat umum tidak berpegang pada kode etik Notaris dalam undang-undang Jabatan Notaris.

Lembaga notariat merupakan salah satu lembaga yang diperlukan masyarakat untuk menjaga tegaknya hukum, sehingga dapat menciptakan ketertiban, keamanan dan kepastian hukum di tengah masyarakat. Notaris dalam menjalankan jabatannya tidak bisa berbuat sesuka hatinya, tetapi harus memperhatikan peraturan yang berlaku baginya. Notaris harus berpegang pada Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris yang merupakan peraturan yang berlaku bagi profesinya.

Profesi notaris merupakan suatu pekerjaan dengan keahlian khusus yang menuntut pengetahuan luas, serta tanggung jawab yang berat untuk melayani kepentingan umum dan inti tugas notaris adalah mengatur secara tertulis dan otentik hubungan-hubungan hukum antara para pihak yang secara mufakat meminta jasa notaris.

(16)

Notaris perlu memperhatikan apa yang disebut sebagai perilaku profesi yang memiliki unsur-unsur sebagi berikut :

1. Memiliki integritas moral yang mantap

2. Harus jujur terhadap klien maupun diri sendiri 3. Sadar akan batas-batas kewenangannya.

4. Tidak semata-mata berdasarkan pertimbangan uang.17

Notaris sebagai pejabat umum dalam menjalankan jabatannya harus memperhatikan dan tunduk pada UUJN dan Kode Etik Notaris yang merupakan peraturan yang berlaku bagi pedoman moral dan profesi notaris.

Untuk mengetahui sejauh mana tanggung jawab Notaris sebagai pejabat umum dalam menjalankan jabatannya dapat dikaji dari teori kekuasaan Negara. Dalam teori kekuasaan Negara dapat terlihat kedudukan notaris sebagai pejabat umum dalam struktur kekuasaan Negara. Sebagai bentuk menjalankan kekuasaan Negara maka yang diterima oleh Notaris dalam kedudukan sebagai jabatan karena menjalankan jabatannya maka Notaris memakai lambang Negara Burung Garuda. Dengan kedudukan diatas, maka dapat dikatakan bahwa Notaris menjalankan sebagian kekuasaan Negara dalam bidang hukum perdata yaitu untuk melayani kepentingan masyarakat.

Tugas profesi notaris tidak hanya berhubungan dengan standar profesi dan etika profesi yang keduanya merupakan petunjuk umum saja, melainkan hubungan

17

Liliana Tedjosaputra, Etika Profesi dan Profesi Hukum, Aneka Ilmu, Semarang, 2003, hal.93.

(17)

positif akan berkesempatan besar untuk tampil mengambil alih perannya guna mencegah terjadinya penyimpangan dari tugas profesinya.18 Profesi dengan etika merupakan suatu hal yang tidak terpisahkan, seseorang melaksanakan profesi dengan mengabaikan etika profesinya akan menumbuhkan dampak yang tidak baik bagi profesi tersebut.

Hal ini lebih tegas diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UUJN yaitu tentang Sumpah Jabatan Notaris bagian yang ke-3 (tiga) “ Notaris akan menjaga sikap, tingkah laku dan akan menjalankan kewajiban sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat dan tanggung jawab sebagai notaris19. Artinya Notaris dalam menjalankan tugasnya wajib menjunjung tinggi martabat jabatannya karena martabat yang dijunjungnya itu menyangkut kewibawaan pemerintah, disamping juga martabat secara pribadi yaitu moral notaris itu sendiri dalam kehidupan pribadinya.

2. Kerangka Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas.20 Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan definisi operasional.

18

E.Y. Kanter, Etika Profesi Hukum, Storia Grafika, 2001, Jakarta, hal 19.

19

Hadi Setia Tunggal, Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Jabatan Notaris dilengkapi Putusan Mahkamah Konstitusi & AD, ART, dan Kode Etik Notaris, Harvarindo, Jakarta, 2006, hal.36

20

Herlin Budiono (II), Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, PT. Citra Aditya Bakti Bandung, 2007, hal.364.

(18)

Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai.

Konsep merupakan “alat yang dipakai oleh hukum disamping yang lain-lain, seperti asas dan standar. Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan pentingnya dalam hukum. Konsep adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analitis. 21 Dalam kerangka konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.22

Suatu konsep atau suatu kerangka konsepsionil pada hakikatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit daripada kerangka teoritis yang belaka, kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak, sehingga diperlukan definisi-definisi operasional yang akan dapat pegangan konkrit di dalam proses penelitian.23

Selanjutnya konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian, kalau masalahnya dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian dan suatu konsep sebenarnya adalah definisi dari apa yang perlu diamati, konsep

21

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.

22

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Pustaka Singkat, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 1995, hal.7.

23

(19)

menentukan antara variabel-variabel yang ingin menentukan adanya hubungan empiris.24

Untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitian tesis ini perlu didefenisikan bebrapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi untuk dapat menjawab permasalahan penelitian yaitu sebagai berikut :

Kerangka konsepsi sehubungan penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta oetentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta.25

b. Jabatan adalah kedudukan seseorang didalam menjalankan suatu profesi yang sesuai dengan keahliannya. Dalam tesis ini jabatan dimaksudkan dalam kedudukan seorang Notaris yang memiliki wewenang dan keahliannya dalam membuat akta otentik

c. Hukum Pajak adalah suatu kumpulan peraturan yang mengatur hubungan antar pemerintah sebagai pemungut pajak dengan rakyat sebagai pembayar pajak. Dengan kata lain Hukum Pajak menerangkan tentang siapa-siapa yang menjadi

24

Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997, hal.21

25

(20)

wajib pajak (subjek pajak) dan apa yang menjadi kewajiban mereka kepada pemerintah, hak-hak pemerintah, objek-objek apa yang dikenakan pajak, timbulnya dan hapusnya utang pajak, cara penagihan, cara mengajukan keberatan, dan sebagainya.26

d. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.

e. Penitipan terjadi apabila sesorang menerima suatu barang dari orang lain dengan syarat bahwa dia kana menyimpannya dan mengembalikannya dalam wujud semula27. Dalam tesis ini penitipan dimaksudkan adalah bahwa notaris menerima pajak BPHTB yang diberikan oleh wajib pajak (pembeli) untuk disetorkan. f. Perbuatan adalah sesuatu yang diperbuat (dilakukan) atau tingkah laku.28 Kata

“Perbuatan” dalam tesis ini, diartikan sebagai sesuatuyang diperbuat atau dilakukan Notaris dalam pembayaran BPHTB yang dititipkan terhadapnya. Perbuatan dalam hal ini merupakan suatu tindakan atas sesuatu yang diperbuat Notaris baik secara sengaja maupun khilaf dengan maksud dan tujuan untuk menguntungkan dirinya dan merugikan pihak lain.

g. Pembayaran adalah proses, pembuatan dan cara membayar

h. Tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Dalam tesis ini tanggung jawab dimaksudkan adalah tindakan Notaris sebagai pejabat

26

Rochmat Soemitro dalam Marihot Pahala Siahaan,Hukum Pajak Elementer, Konsep Dasar Perpajakan Indonesia, Edisi I, Cet. I (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2010), hal. 72.

27

Lihat Pasal 1694 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

28

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke-3, Jakarta, Balai Pustaka, 2001, hal.430.

(21)

yang menerima penitipan pembayaran BPHTB dari wajib pajak (pembeli), wajib bertanggung jawab untuk membayarkan pajak BPHTB tersebut.

i. Pengawasan preventif adalah pengawasan yang bertujuan mencegah terjadinya kesalahan dan penyimpangan.

j. Pengawasan kuratif adalah pengawasan yang bertujuan menyembuhkan atau memperbaiki fungsi social atau dapat mencegah agar yang bersangkutan mampu mengatasi masalah-masalah social yang dihadapi dan mampu mengembangkan dirinya.

G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum dengan metode pendekatan penelitian yuridis normatif. Penelitian dilakukan berdasarkan pendekatan yuridis normatif, disebabkan penelitian ini merupakan penelitian hukum doktriner yang disebut juga penelitian kepustakaan atau studi dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain. Meliputi penelitian terhadap azas-azas hukum, yaitu penelitian terhadap hukum positif yang tertulis atau penelitian terhadap kaedah hukum yang hidup dalam masyarakat, sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat menganalisa permasalahan yang dibahas, serta ditambah data-data lainnyayang diperoleh melalui wawancara.

(22)

2. Sifat Penelitian

Sifat dari penelitian ini adalah preskriptif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fakta-fakta yang ada dan menganalisis data yang diperoleh secara sistematis, faktual dan akurat dikaitkan dengan ketentuan-ketentuan yuridis yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan “Analisis Hukum atas Perbuatan Notaris yang menerima Penitipan Pembayaran BPHTB (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2601/Pid.B/2003/PN.Mdn)

3. Metode Pengumpulan data

Penelitian ini mempergunakan metode pendekatan preskriptif dengan pendekatan terhadap peraturan perundang-perundangan yang terkait dengan pembayaran BPHTB dimulai analisis terhadap pasal-pasal yang mengatur hal-hal yang menjadi permasalahan diatas, dengan mengingat permasalahan yang diteliti berdasarkan pada peraturan-peraturan perundang-undangan yaitu hubungan peraturan satu dengan peraturan lain serta kaitannya dengan penerapannya dalam praktek. Dalam penelitian hukum normatif data yang diperlukan adalah data skunder. Adapun data skunder dalam penelitian ini terdiri dari :

a. Bahan Hukum Primer

Sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini diantaranya adalah Undang-undang Dasar 1945, Kitab Undang-undang Hukum Perdata,

(23)

Undang-undang 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2601/Pid.B/2003/PN.Mdn

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan Hukum Primer seperti hasil-hasil penelitian, hasil karya ilmiah dari kalangan hukum serta penelitian lainnya yang relevan dengan penelitian ini

c. Bahan Hukum Tersier

Berupa kamus umum, kamus hukum, ensiklopedia, majalah, surat kabar dan jurnal-jurnal hukum serta laporan ilmiah.

4. Alat Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggungjawabkan hasilnya, maka data dalam penelitian ini diperoleh melalui alat pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan cara yaitu:

a. Studi Dokumen, digunakan untuk memperoleh data skunder dengan membaca, mempelajari meneliti, mengidentifikasi dan menganalisis data sekunder yang berkaitan dengan materi penelitian.29

b. Pedoman Wawancara, untuk melakukan wawancara dengan nara sumber yang berkaitan masalah dalam penelitian ini, digunakan pedoman wawancara yang

29

Soerjono Soekanto, pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia Press, 1986,hal.21

(24)

telah dipersiapkan terlebih dahulu dan selanjutnya wawancara dilakukan terhadap narasumber yang dianggap layak mengetahui dan memahami tentang masalah yang diteliti yakni:

1) Majelis Pengawas Daerah Kota Medan 2) Notaris Kota Medan

5. Analisis Data

Setelah pengumpulan data dilakukan, maka data tersebut dianalisa secara kualitatif 30 yakni dengan mengadakan pengamatan data-data yang diperoleh dan menghubungkan tiap-tiap data yang diperoleh tersebut dengan ketentuan-ketentuan maupun asas-asas hukum yang terkait dengan permasalahan yang diteliti. Karena penelitian ini normatif, dilakukan interpretasi dan konstruksi hukum dengan menarik kesimpulan menggunakan cara deduktif menjawab permasalahan dalam penelitian ini

30

Bambang Sunggono, Metodelogi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hal.10.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam melakukan langkah 1 dari prosedur di atas, tugas awalnya adalah menentukan panjang musiman dari data sehingga jumlah periode tersebut dapat digunakan untuk menghitung

Program Studi Tujuan pada kegiatan Pertukaran Pelajar dapat berupa Program Studi lain di luar Universitas Brawijaya yang telah mendapatkan Akreditasi minimal setara dengan

Teknik sputtering memiliki beberapa kelebihan antara lain : film yang terbentuk mempunyai komposisi yang serupa dengan bahan taget, kualitas, struktur dan

Hama putih akan menjadi kepompong, sarung/kantong yang selalu dibawanya akan ditanggalkan dan dilekatkan pada abtang padi, kemudian dimasukinya lagi dan tidak keluar sampai

Pada jurnal ini, pembahasan metode Threshold dengan Histeresis Adaptif dianalisis berdasarkan pengaruh variasi parameter threshold dan panjang rata- rata window terhadap

Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis yaitu metode yang bertujuan untuk melukiskan atau menggambarkan fakta – fakta

Dari hasil penelitian rerata produktivitas jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) dengan media tambahan serabut kelapa paling tinggi pada perlakuan penambahan serabut

Manajer Investasi dapat menghitung sendiri Nilai Pasar Wajar dari Efek tersebut dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab berdasarkan metode yang menggunakan asas