• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - HUBUNGAN KEJENUHAN KERJA DAN BEBAN KERJA DENGAN KINERJA PERAWAT DALAM PEMBERIAN PELAYANAN KEPERAWATAN DI IGD DAN ICU RSUD dr. R. GOETHENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - HUBUNGAN KEJENUHAN KERJA DAN BEBAN KERJA DENGAN KINERJA PERAWAT DALAM PEMBERIAN PELAYANAN KEPERAWATAN DI IGD DAN ICU RSUD dr. R. GOETHENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA - repository perpustakaan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang Masalah

Keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan,

menuntut perawat bekerja secara profesional yang didasarkan pada standar

praktik keperawatan dan kode etik profesi. Keperawatan sebagai sebuah

profesi dituntut untuk terus berkembang dan mengalami perubahan seiring

perkembangan waktu.

Keperawatan dapat dilihat dari berbagai aspek, antara lain

keperawatan sebagai bentuk asuhan keperawatan profesional kepada

masyarakat, keperawatan sebagai ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK),

serta keperawatan sebagai kelompok masyarakat ilmuwan dan kelompok

masyarakat profesional. Perubahan atau pergeseran dari berbagai faktor yang

mempengaruhi keperawatan, akan berdampak pada perubahan dalam

pelayanan/asuhan keperawatan, perkembangan IPTEK keperawatan, maupun

perubahan dalam masyarakat keperawatan, baik sebagai masyarakat ilmuwan

maupun sebagai masyarakat profesional (Nursalam, 2013).

Pelayanan keperawatan adalah salah satu pelayanan rumah sakit yang

berkewajiban memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti

deskriminasi dan efektif (Bad’iah, 2008). Perawat sebagai pemberi asuhan

keperawatan akan selalu didesak untuk menggunakan kemampuan, teknologi

mutakhir dan pengetahuan yang dimiliki. Hal ini untuk dapat memberikan

(2)

menyembuhkan seorang pasien. Kenyataan ini juga didukung oleh kebutuhan

konsumen yang menghendaki suatu pelayanan yang sebaik mungkin, juga

dalam rangka memperoleh rasa aman (Sulastomo, 2003). Perawat bukan

hanya memenuhi kebutuhan fisik orang yang sedang sakit saja, tetapi perawat

juga memberikan perhatian pada pemenuhan kebutuhan psikologis, sosial dan

spiritual para pasien atau kliennya (Nursalam, 2013).

Perawat dituntut untuk memberikan layanan kesehatan secara

bertanggung jawab, aman, bermutu, serta merata dan non deskriminatif.

Pasien dan keluarga akan lebih mengutamakan pelayanan kesehatan yang

diberikan itu baik, nyaman dan penanganannya cepat sedangkan perawat

selalu melakukan tindakan pelayanan kesehatan sesuai dengan aturan

pemerintah. Perawat dituntut untuk bertanggung jawab memberikan praktik

keperawatan yang aman, efektif dalam bekerja pada lingkungan yang

memiliki standar klinik yang tinggi serta profesional (Mahlmeister, 2003).

Perawat profesional adalah perawat yang bertanggung jawab dan berwenang

memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri atau berkolaborasi

dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan kewenangannya di rumah sakit

(Depkes RI, 2002).

Menurut Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit

bahwa rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna,

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, intensif dan gawat darurat.

(3)

rumah sakit harus memiliki komponen pelayanan. Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009, komponen pelayanan di rumah sakit

mencakup 20 pelayanan sebagai berikut: administrasi dan manajemen,

pelayanan medis, pelayanan gawat darurat, kamar operasi, pelayanan intensif,

pelayanan perinatal risiko tinggi, pelayanan keperawatan, pelayanan anastesi,

pelayanan radiologi, pelayanan farmasi, pelayanan laboratorium, pelayanan

rehabilitasi medis, pelayanan gizi, rekam medis, pengendalian infeksi di

rumah sakit, pelayanan sterilisasi sentral, keselamatan kerja, kebakaran dan

kewaspadaan bencana alam, pemeliharaan sarana, pelayanan lain dan

perpustakaan.

Pelayanan gawat darurat merupakan salah satu komponen pelayanan

di rumah sakit yang dilaksanakan di Instalasi Gawat Darurat (IGD). Instalasi

Gawat Darurat menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita

sakit dan cidera yang dapat mengancam jiwa dan kelangsungan hidupnya.

Adapun tugas Instalasi Gawat Darurat adalah menyelenggarakan pelayanan

asuhan medis dan asuhan keperawatan serta pelayanan pembedahan darurat

bagi pasien yang datang dengan kondisi gawat darurat. Menurut Depkes R.I

(2006), petugas kesehatan di Instalasi Gawat Darurat di rumah sakit terdiri

dari dokter ahli, dokter umum, atau perawat yang telah mendapat pelatihan

penanganan kegawatdaruratan yang dibantu oleh perwakilan unit-unit lain

yang bekerja di Instalasi Gawat Darurat.

Adapun ruang perawatan intensif sebagai sebuah layanan kesehatan

(4)

ketergantungan yang tinggi. Pasien yang dirawat adalah pasien dengan

kategori critically ill patients atau pasien dengan kondisi kritis. Misalnya

ruang Intensive Care Unit, yang merupakan ruang rawat di rumah sakit yang

dilengkapi dengan staf dan peralatan khusus untuk merawat dan mengobati

pasien yang terancam jiwa oleh kegagalan/disfungsi satu organ atau ganda

akibat penyakit, bencana atau komplikasi yang masih ada harapan hidupnya

(reversible). Ruang ICU adalah suatu ruangan khusus di rumah sakit dengan

dokter, perawat dan monitoring penting untuk memberikan perawatan

intensif, perawatan diberikan kepada pasien kritis secara menyeluruh dan

berkesinambungan (AACN, 2006).

Di dalam ruang IGD dan ICU pasien memiliki tingkat ketergantungan

yang tinggi, sehingga perawat harus selalu siap siaga, cepat dan tepat dalam

memberikan asuhan keperawatan. Selain itu perawat dituntut untuk mampu

melaksanakan tugasnya dengan teliti. Hal ini mengharuskan perawat bekerja

secara optimal agar kinerjanya dapat dinilai baik. Dari satu sisi seorang

perawat harus menjalankan tugas yang menyangkut kelangsungan hidup

pasien yang dirawatnya. Di sisi lain, keadaan psikologis perawat sendiri juga

harus tetap terjaga. Kondisi seperti inilah yang dapat menimbulkan tambahan

beban kerja dan rasa tertekan pada perawat, akibatnya kinerja mereka menjadi

kurang baik dan secara tidak langsung berpengaruh terhadap organisasi di

mana mereka bekerja (Nursalam, 2013).

Penilaian kinerja perawat dapat diukur dengan tingkat kontribusi

(5)

sebagai seorang perawat. Penilaian pekerja dapat diukur berdasarkan standar

obyektif yang terbuka dan dapat dikomunikasikan. Jika kinerja perawat

diperhatikan dan dihargai maka mereka akan lebih terpacu untuk mencapai

prestasi yang lebih baik. Kinerja perawat adalah aktivitas perawat dalam

mengimplementasikan sebaik-baiknya suatu wewenang, tugas dan tanggung

jawabnya dalam rangka pencapaian tujuan tugas pokok profesi dan

terwujudnya tujuan dan sasaran unit organisasi (Haryono, 2004). Kinerja

perawat yang baik dan cakap akan membuat mutu pelayanan semakin

meningkat. Kepercayaan klien dan keluarga akan tumbuh bersamaan sesuai

dengan kinerja perawat yang semakin cakap dalam pemberian pelayanan

kesehatan. Kinerja perawat dapat dilihat dengan berbagai tampilannya yang

dapat dirasakan oleh para pasien, apabila kinerja buruk maka akan

menyebabkan penurunan mutu pelayanan, sedangkan apabila beban kerjanya

tinggi, ini dapat mempengaruhi pelayanan kesehatan yang akan diberikan

yang mengakibatkan penurunan kinerja perawat.

Beban kerja perawat ditinjau dari total care di rumah sakit mengacu

pada teori kebutuhan dasar manusia yang dikemukakan oleh Henderson, yang

terdiri atas 14 kebutuhan dasar manusia yaitu: memenuhi kebutuhan oksigen,

memenuhi kebutuhan nutrisi, keseimbangan cairan dan elektrolit, memenuhi

kebutuhan eliminasi, memenuhi kebutuhan keamanan, memenuhi kebutuhan

kebersihan dan kenyamanan fisik, memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur,

memenuhi kebutuhan gerak dan kegiatan jasmani, memenuhi kebutuhan

(6)

mencegah dan mengatasi reaksi fisiologis, memenuhi kebutuhan pengobatan

dan membentuk proses penyembuhan, memenuhi kebutuhan pendidikan

kesehatan/penyuluhan, memenuhi kebutuhan rehabilitasi (Nursalam, 2013).

Beban kerja perawat di rumah sakit meliputi beban kerja ringan,

sedang dan berat. Beban kerja ringan di IGD meliputi anamnesa pasien dan

pelayanan administrasi. Beban kerja sedang meliputi mempersiapkan mental

dan rohani pasien dan keluarga terutama bagi yang akan memerlukan operasi

atau dalam keadaan kegawatdaruratan dan kritis, melakukan tindakan

keperawatan seperti pemasangan infus, oksigenasi dan injeksi. Beban kerja

berat seperti melakukan tindakan kegawatdaruratan dengan segera yaitu

pasien post trauma karena cidera atau kecelakaan, Resusitasi Jantung Paru

dan lain-lain. Adapun beban kerja ringan di ICU meliputi mengangkat pasien

dan merapikan tempat tidur. Beban kerja sedang meliputi observasi,

memeriksa tanda-tanda vital pasien dan komunikasi terapeutik. Beban kerja

berat meliputi melakukan tindakan asuhan keperawatan seperti Range Of

Motion pasif atau aktif dan lain-lain. Beban kerja yang dilakukan secara terus

menerus menimbulkan kejenuhan kerja dan mengakibatkan penurunan kinerja

perawat.

Berdasarkan studi pendahuluan yang sudah dilakukan pada hari rabu

dan kamis tanggal 5 dan 6 November 2014 kepada 10 orang perawat yang

terdiri dari 5 orang perawat IGD dan 5 orang perawat ICU. Dari 10 perawat 8

diantaranya mengatakan beban kerja yang monoton menimbulkan kejenuhan

(7)

keluhan pasien ataupun keluarga yang mengeluhkan tentang perawatan yang

diberikan kurang maksimal.

Beban kerja yang tinggi mengharuskan perawat memiliki

keterampilan khusus dalam menangani pasien gawat darurat maupun merawat

pasien kritis dan dilakukan secara terus menerus dalam jangka waktu yang

lama akan menimbulkan kejenuhan kerja. Kejenuhan kerja (burnout) adalah

suatu kondisi fisik, emosi dan mental yang sangat drop yang diakibatkan oleh

situasi kerja yang sangat menuntut dalam jangka panjang (Muslihudin, 2009).

Perawat merupakan salah satu profesi yang berisiko memiliki kejenuhan dan

beban kerja yang tinggi. Kejenuhan kerja menjadi suatu masalah bagi

organisasi apabila mengakibatkan kinerja menurun, selain kinerja yang

menurun produktivitas juga menurun (Dale, 2011).

Penelitian yang dilakukan oleh Maharani dan Triyoga, (2011)

terhadap 15 orang perawat di Instalasi Rawat Inap (IRNA) Rumah Sakit

Baptis Kediri yang dipilih secara acak menunjukkan bahwa 4 orang perawat

(26,67%) memiliki kejenuhan kerja tinggi, 5 orang perawat (33,34%)

memiliki kejenuhan kerja sedang, 4 orang perawat (26,67%) memiliki

kejenuhan kerja ringan, dan 2 orang perawat (13,34%) memiliki respon

normal atau tidak mengalami kejenuhan kerja.

Penelitian yang dilakukan Astuti, (2013) terhadap 30 orang perawat di

Ruang Perawatan Intensif RSUD Banyumas Kabupaten Banyumas,

menunjukkan bahwa tingkat kejenuhan kerja shift malam dalam kategori

(8)

kategori berat sebesar 56,7%. Tingkat stress perawat ringan sebesar 20%,

tingkat stress perawat sedang sebesar 36,7% dan tingkat stress perawat berat

sebesar 43,3%. Ada hubungan yang signifikan antara tingkat kejenuhan kerja

shift malam dengan tingkat stress perawat di Ruang Perawatan Intensif

ditunjukkan dengan p value sebesar 0,027.

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian yang berjudul “Hubungan Kejenuhan Kerja dan Beban Kerja

dengan Kinerja Perawat dalam Pemberian Pelayanan Keperawatan di IGD

dan ICU RSUD dr. R. Goetheng Taroenadibrata Purbalingga”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti perlu melakukan penelitian

tentang “Apakah ada Hubungan Kejenuhan Kerja dan Beban Kerja dengan

Kinerja Perawat dalam Pemberian Pelayanan Keperawatan di IGD dan ICU

RSUD dr. R. Goetheng Taroenadibrata Purbalingga?”.

C. Tujuan Penelitian 1. TujuanUmum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

hubungan antara kejenuhan kerja dan beban kerja dengan kinerja perawat

dalam pemberian pelayanan keperawatan di IGD dan ICU RSUD dr. R.

(9)

2. TujuanKhusus

a. Memperoleh gambaran karakteristik responden (usia, jenis kelamin,

pendidikan dan masa kerja perawat)

b. Mengetahui gambaran kejenuhan kerja, beban kerja dan kinerja perawat

c. Mengetahui hubungan kejenuhan kerja dengan kinerja perawat

d. Mengetahui hubungan beban kerja dengan kinerja perawat

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Penulis

a. Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana

Keperawatan.

b. Mendapatkan pengetahuan dalam proses penelitian tentang hubungan

antara kejenuhan kerja dan beban kerja dengan kinerja perawat dalam

pemberian pelayanan keperawatan.

2. Bagi Rumah Sakit

Memberikan masukan kepada pihak rumah sakit tentang hubungan

kejenuhan kerja perawat dan beban kerja dengan kinerjanya dalam

pemberian pelayanan keperawatan.

3. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan

a. Penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya.

b. Memberikan pengetahuan tentang penelitian yang dilakukan agar

(10)

E. Penelitian Terkait

Beberapa penelitian tentang kejenuhan kerja perawat yang telah

dilakukan oleh peneliti ini :

1. Astuti, (2013) meneliti hubungan tingkat kejenuhan kerja shift malam

dengan tingkat stres perawat di ruang perawatan intensif RSUD Banyumas

Kabupaten Banyumas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

hubungan tingkat kejenuhan kerja shift malam dengan tingkat stres

perawat di ruang perawatan intensif RSUD Banyumas Kabupaten

Banyumas. Penelitian ini adalah jenis penelitian survey analitik

menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini

adalah semua perawat di ruang perawatan intensif RSUD Banyumas

sebanyak 32 perawat. Teknik sampling menggunakan total sampling

dengan responden sebanyak 30 orang karena 2 orang tidak bersedia

menjadi responden. Data diambil menggunakan kuesioner. Analisis data

penelitian menggunakan analisis Chi square. Hasil penelitian yaitu tingkat

kejenuhan kerja shift malam ringan sebesar 43,3% sedangkan tingkat

kejenuhan kerja shift malam berat sebesar 56,7%. Tingkat stres perawat

ringan sebesar 20%, tingkat stres perawat sedang sebesar 36,7% dan

tingkat stres perawat berat sebesar 43,3%. Kesimpulan dari hasil penelitian

ini yaitu ada hubungan yang signifikan antara tingkat kejenuhan kerja shift

malam dengan tingkat stres perawat di ruang perawatan intensif RSUD

Banyumas Kabupaten Banyumas ditunjukkan dengan p-value sebesar

(11)

oleh peneliti adalah pada variabel independent yaitu kejenuhan kerja dan

teknik sampling menggunakan total sampling. Perbedaan penelitian ini

dengan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti adalah pada variabel

dependent. Variabel dependent penelitian ini adalah tingkat stres perawat

sedangkan variabel dependent peneliti adalah kinerja perawat.

2. Maharani, (2012) jurnal kesehatan Indonesia, dengan judul kejenuhan

kerja (burnout)dengan kinerja perawat dalam pemberian asuhan

keperawatan. Jenis penelitian yang digunakan adalah Analitik Korelasi.

Populasi dalam penelitian ini adalah perawat yang bekerja di Instalasi

Rawat Inap Rumah Sakit Baptis Kediri, jumlah sampel 53 responden,

diambil dengan teknik Accidental Sampling. Variabel independent

kejenuhan kerja (burnout) dan variabel dependent kinerja perawat.

Pengambilan data menggunakan kuesioner dan observasi, kemudian diuji

menggunakan Spearman’s rho dengan tingkat kemaknaan p-value >0,05.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden

mengalami kejenuhan kerja ringan yaitu sebanyak 45 responden (85%)

dan sebagian besar responden memiliki kinerja dalam pemberian asuhan

keperawatan yang baik yaitu sebanyak 39 responden (73,6%). Hasil uji

statistik menunjukkan p-value sebesar 0,068. Kesimpulan dari penelitian

ini adalah tidak ada hubungan kejenuhan kerja dengan kinerja perawat

dalam pemberian asuhan keperawatan di instalasi rawat inap (IRNA)

Rumah Sakit Baptis Kediri. Persamaan penelitian ini dengan penelitian

(12)

variabel dependent. Variabel independent yaitu kejenuhan kerja dan

variabel dependent yaitu kinerja perawat. Perbedaan penelitian ini dengan

penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti adalah pada teknik sampling

penelitian ini menggunakan Accidental Sampling sedangkan peneliti

Referensi

Dokumen terkait

Diharapkan dapat menambah wacana pemikiran pengetahuan dan wawasan penulis, khususnya yang berkaitan dengan penerapan konseling behavioristik dan konseling Islami,

Contoh : Anda mempunyai DocumentRoot di C:\Web, tetapi anda mempunyai suatu folder yang berada di luar C:\Web misalkan di D:\dokumentasi tetapi ingin bisa dipanggil di situs

Tuz devided the learner in to two group (experiment and control). The former was given picture containing sentences with psychological verb order as stimuli. The finding showed

Mengetahui potensi resiko kecelakaan kerja apa yang paling tinggi pada Proyek Pengadaan Konstruksi Gedung Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Blora2. Mengetahui

efisiensi waktu suatu algoritma: menghitung jumlah waktu eksekusi operasi dasar dalam algoritma dengan input ukuran n..

adalah suatu sistem yang mengatur serta menjalin hubungan ekonomi antar manusia dengan seperangkat kelembagaan dalam suat tatanan kehidupan, selanjutnya

Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara mengambil atau meniru

Namun Berkat setrategi-setragi yang di gunakannya saat perang Mu’tah, Khalid Ibn Walid mendapatkan gelar kehormatan oleh Rasulullah Saw sebagai Saefulah karena di