• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Reponden 1. Umur Petani Responden - ANALISIS DAMPAK KONVERSI LAHAN TERHADAP PERUBAHAN P RODUKTIVITAS USAHATANI DI DESA DUKUHSALAM, KECAMATAN SLAWI, KABUPATEN TEGAL - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Reponden 1. Umur Petani Responden - ANALISIS DAMPAK KONVERSI LAHAN TERHADAP PERUBAHAN P RODUKTIVITAS USAHATANI DI DESA DUKUHSALAM, KECAMATAN SLAWI, KABUPATEN TEGAL - repository perpustakaan"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Profil Petani Reponden

1. Umur Petani Responden

Umur sangat berpengaruh dalam produktivitas kerja seseorang. Semakin

bertambah umur seseorang maka tingkat produktivitas kerjanya akan menurun.

Penurunan produktifitas kerja ditandai dengan berkurangnya hasil kerja seseorang.

Petani responden yang ada di Desa Dukuhsalam, Kecamatan Slawi, Kabupaten Tegal

rata-rata berusia diatas ≥40 tahun. Data tentang umur petani responden dapat dilihat

pada tabel berikut ini.

Tabel 5. Umur Petani Responden

No. Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

1. 2. 3.

40 – 50 51 - 60 > 61

5 5 10

25 25 50

Jumlah 20 100

Sumber : Data Primer diolah, 2017

Berdasarkan tabel 5 diatas dapat diketahui bahwa petani di Desa Dukuhsalam

termasuk dalam kelompok umur kurang produktif karna pada tabel dapat dilihat,

(2)

sedangkan untuk umur katagori produktif yaitu sekitar umur 40 – 50 tahun terdapat 5 orang sedangkan untuk umur >61 tahun dikatagorikan sebagai umur yang tidak lagi

produktif sebanyak 10 orang. Alasan petani yang umur kurang produktif masih

bekerja adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup dan keluarganya karena tidak ada

pekerjaan lain dan untuk mengisi waktu luang di masa pensiunan.

2. Tingkat Pendidikan Petani

Tingkat pendidikan adalah pendidikan formal petani responden. Tingkat

pendidikan formal dilihat dari pendidikan terakhir yang ditempuh oleh petani

responden. Tingkat pendidikan formal menunjukan berapa lama petani mengenyam di

bangku sekolah. tingkat pendidikan menjadi tolak ukur untuk berbagai pekerjaan di

berbagai bidang instansi maupun swasta. Adapun tingkat pendidikan petani di Desa

Dukuhsalam dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Tingkat Pendidikan Petani Responden

No. Tingkat Pendidikan Petani Jumlah (orang) Persentase (%)

1. 2. 3. 4.

Tidak Sekolah Tamat SD/Sederajat Tamat SMP/Sederajat Tamat SMA/Sederajat

10 6 2 2

50 30 10 10

Jumlah 20 100

Sumber : Data Primer diolah, 2017

Dapat dilihat pada Tabel 6 disimpulkan bahwa petani di Desa Dukuhsalam, tingkat

(3)

orang atau sekitar 30% kemudian pendidikan tamatan SMP/Sederajat yaitu sebanyak 2

orang atau sekitar 10%, kemudian pendidikan tamatan SMA/sederajat yaitu sebanyak

2 orang atau sekitar 10% dan yang mendominasi yaitu tidak sekolah sebanyak 10

orang atau sekitar 50%.

3. Luas dan Status Lahan Petani

Lahan pertanian merupakan salah satu hal pokok yang harus terpenuhi untuk

proses kelangsungan budidaya tanaman pertanian. luas lahan pertanian adalah luas

jumlah keseluruhan luasan lahan pertanian yang dimiliki petani responden serta luasan

lahan pertanian sewaan yang dibudidayakan untuk usahatani. Untuk mengetahui

luasan lahan pertanian di Desa Dukuhsalam dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 7. Luas dan Status Lahan Petani Responden

Sumber : Data Primer diolah tahun, 2017

Berdasarkan tabel 7 diatas dapat dilihat bahwa petani responden di Desa

Dukuhsalam rata-rata keseluruhan mempunyai luas lahan sebesar <0,5 Ha artinya

untuk lahan di Desa Dukuhsalam dikatagorikan bukan tempat untuk budidaya tanaman

yang baik dikarenakan keterbatasan lahan yang dimiliki oleh para pertani. Selain

luasan lahan yang dimiliki petani responden, perlu dilihat pula status kepemilikan

No. Luas Lahan (Ha) Jumlah (Orang) Persentase (%)

1. 2.

< 0,5

≥ 0,5 20 0

100 0

(4)

lahan para petani responden. Berikut adalah informasi tentang status kepemilikan

lahan petani responden dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 8. Status Kepemilikan Lahan Petani Responden

No. Status kepemilikan lahan Jumlah (orang) Persentase (%)

1. 2.

Milik Pribadi Sewa

15 5

75 25

Jumlah 20 100

Sumber : Data Primer diolah, 2017

Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat bahwa sekitar 15 dari 20 orang responden

memiliki lahan sendiri atau lahan milik pribadi sedangkan 5 lainnya adalah dengan

menyewa lahan. Alasan petani menyewa lahan pertanian yaitu dikarenakan petani

tersebut tidak mempunyai lahan dan lahan yang mereka sewa adalah tanah bengkok

milik perangkat desa. Tanah bengkok tersebut biasanya menjadi lahan kosong jika

tidak disewakan. Karena lahan bengkok tersebut tidak digunakan, maka perangkat

desa menawarkan penyewaan lahan untuk kepentingan budidaya dengan harga yang

(5)

4. Lama berusahatani petani responden

Lama berusahatani yang dimaksud yaitu lamanya waktu yang ditepuh para

petani responden dalam berkerja sebagai buruh tani. Berikut ini adalah lamanya

berusahatani petani responden dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9. Lama Berusahtani Petani Responden

No. Lamanya berusahatani (Tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

1. 2. 3. 4.

10-20 21-30 31-40 >41

6 10

4 0

30 50 20 0

Jumlah 20 100

Sumber : Data Primer diolah, 2016

Dari tabel 9 diatas dapat dilihat lamanya berusahatani petani responden di Desa

Dukuhsalam. Berdasarkan tabel 9 dapat disimpulkan bahwa banyak petani yang

mengeluti usahatani atau bekerja sebagai buruhtani yang paling banyak selama 21-30

tahun yaitu 10 orang. Sedangkan lama berusahatani di kisaran 10-20 tahun yaitu 6

orang, dan lama berusahatani paling sedikit di kisaran 31-40 yaitu 4 orang. Sedangkan

untuk kisaran >41 yaitu 0 orang. Maka dapat disimpulkan lamanya berusahatani

(6)

lama berusahatani maka petani lebih sedikit kemungkinan untuk mengkonversi

lahannya karena petani yang lebih lama berusahatani kebanyakan memanfaatkan lahan

pertanian untuk tabungan masa tua.

5. Jumlah Tanggungan Petani Responden

Jumlah tanggungan petani responden yang dimkasud disini adalah jumlah

anggota keluarga yang menjadi tanggungan oleh petani responden. Jumlah anggota

keluarga akan mempengaruhi tingkat produktivitas kerja dikaitkan dengan jumlah

penggunaan (sumbangan) tenaga kerja terhadap kegiatan produksi usahatani. Berikut

ini adalah jumlah tanggungan petani responden dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. Jumlah Tanggungan Petani Responden

No. Tanggungan keluarga Jumlah (orang) Persentase (%)

1. 2. 3.

0 – 2 3 - 4 >5

17 3 -

85 15 -

Jumlah 20 100

Sumber: Data Primer diolah 2017

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa jumlah tanggungan keluarga petani

responden di Desa Dukuhsalam paling banyak yaitu di antara angka 0-2 sebanyak 17

orang. Petani responden mempunyai tanggungan keluarga lebih sedikit dikarenakan

banyak anak dari petani responden yang sudah berkeluarga dan bukan lagi menjadi

(7)

sebanyak 3 orang. Dan untuk angka >5 yaitu sebanyak 0 orang atau tidak ada petani

responden yang mempunyai jumlah tanggungan keluarga lebih dari 5.

B. Ciri-ciri Lahan Pertanian yang Rawan Terkena Konversi Lahan dan Jenis Tanaman.

1. Ciri-ciri Lahan Pertanian yang Rawan Terkonversi dan Jenis Tanamannya di Desa Dukuhsalam, Kecamatan Slawi, Kabupaten Tegal.

Di Desa Dukuhsalam, untuk penggunaan lahan dibidang pertanian cukup

sedikit dikarenakan banyaknya daerah yang banyak terkonversi untuk kepentingan

pembangunan dan pertambangan. Di Desa Dukuhsalam juga sudah dikatagorikan

sebagai lahan yang berada di zona kuning atau lahan tersebut sudah melewati proses

pengalihan dari zona hijau ke zona kuning yang artinya sebagian lahan tersebut bisa

terkonversi karena sudah katagori zona kuning sedangkan untuk lahan zona hijau tidak

boleh untuk dikonversi. Berikut ini adalah diagram ciri-ciri lahan yang rawan

terkonversi di Desa Dukuhsalam:

(8)

a) Lahan yang berdekatan dengan pemukiman

Lahan yang berdekatan dengan pemukiman cenderung akan lebih mudah dikonversi

dari pada lahan yang jauh dari pemukiman. Dikarenakan untuk akses jalan lahan yang

dekat dengan pemukiman lebih mudah dijangkau dari pada lahan yang jauh dari

pemukiman warga yang akses jalannya susah untuk ditempuh.

b) Katagori lahan yang masuk wilayah zona kuning

Lahan yang berada di wilayah zona kuning cenderung rawan terkena konversi lahan,

dikarenakan lahan yang masuk dalam wilayah zona kuning bisa dikonversi sedangkan

lahan di zona hijau tidak bisa dikonversi. Lahan yang masuk wilayah zona kuning juga

bisa dikaplingkan artinya lahan tersebut bisa dibagi untuk beberapa bagian lahan, hal

ini yang dapat memicu konversi lahan sedikit demi sedikit.

c) Lahan yang dekat dengan daerah pertambangan

Di Desa Dukuhsalam rata-rata mata pencarian masyarakatnya adalah sebagai petani,

penganyam bambu, dan buruh bongkar muat untuk pertambangan. Tidak heran banyak

lahan yang dekat dengan pemukiman

40%

lahan yang kurang subur

3% lahan di wilayah

zona kuning 35% lahan yang dekat

dengan pertambangan

20%

lahan yang tidak subur

(9)

terdapat petambangan seperti pertambangan pasir dan batu. Lahan yang masuk daerah

pertambangan cenderung lebih rawan terkonversi, dikarenakan pertambangan

memerlukan lahan yang cukup luas dan pada saat perusahaan pertambangan

memerlukan lahan, maka lahan yang ada di sekitar pertambangan tersebut akan

dikonversi untuk memperluas daerah pertambangan.

d) Lahan yang kurang subur untuk budidaya

Petani yang mempunyai lahan yang kurang subur cenderung akan mengkonversi

lahannya atau menjual lahan tersebut dari pada untuk budidaya, karena untuk

budidaya di lahan yang kurang subur akan menghasilkan produksi yang kurang baik

dan akhirnya berdampak pada pendapatan yang menurun. Di Desa Dukuhsalam lahan

yag kurang subur sebesar 3% sedangkan lahan yang tidak subur sebesar 2% saja dari

5% keseluruhan lahan yang kurang produktif.

Lahan pertanian adalah lahan yang ditujukan atau cocok untuk dijadikan lahan

usaha tani untuk memproduksi tanaman pertanian maupun hewan ternak. Lahan

pertanian merupakan salah satu sumber daya utama pada usaha pertanian. Klasifikasi

lahan pertanian yang digunakan oleh FAO membagi lahan pertanian menjadi beberapa

jenis yaitu :

 Lahan garapan (13,812,040 km²) – lahan yang ditanami tanaman setahun

seperti serealia, kapas, kentang, sayuran, dan sebagainya; termasuk “lahan tidur” yang mampu digarap namun sedang tidak digarap.

 Lahan tanaman permanen (1,484,087 km²) – lahan yang ditanami pohon buah

(10)

 Lahan penggembalaan (33,556,943 km²) – lahan yang digunakan untuk

penggembalaan hewan

Lahan garapan dan lahan tanaman permanen dapat disebut sebagai “lahan budidaya”. Sedangkan lahan usaha tani merujuk pada lahan yang tidak hanya

digunakan untuk budidaya tanaman saja, namun juga mencakup struktur fisik seperti

gudang pertanian dan kandang serta memiliki struktur ekonomi yang lebih rumit.

Berdasarkan kemampuan irigasinya, lahan pertanian dibagi menjadi lahan teririgasi

dan non-irigasi. Lahan pertanian non-irigasi dapat mencakup lahan pertanian tadah

hujan dan lahan kering yang mampu ditanami. Lahan pertanian tidak mencakup lahan

yang tidak mampu ditanami seperti hutan, pegunungan curam, dan perairan. Lahan

pertanian mencakup 33% total daratan yang ada di dunia, dengan lahan yang mampu

digarap sepertiganya atau 9.3% total daratan dunia. Dalam konteks zonasi lahan, lahan

pertanian merujuk kepada lahan yang digunakan untuk aktivitas pertanian dan tidak

bergantung pada jenis dan kualitas lahan. Di beberapa tempat, lahan pertanian

dilindungi hukum sehingga dapat ditanami tanpa terancam pembangunan.

Berikut ini adalah ciri-ciri lahan yang baik untuk proses budidaya pertanian :

a. Mudah dikeringkan

Yang dimaksud mudah dikeringkan disini adalah setelah proses penanaman atau

sesudah proses panen, lahan akan mudah dikeringkan atau mudah diperbaharui

kembali tanpa mengurangi unsur hara di dalam tanah.

(11)

Setelah proses penanaman, walaupun tanah akan mengering permukaanya tetapi di

dalam tanah tersebut akan mudah dihancurkan atau tidak keras.

c. Basah ketika hujan dengan sedikit aliran permukaan.

Ketika hujan tanah akan terus lembab dan untuk lahan pertanian yang baik sebaiknya

ada aliran irigasi kecil untuk jalannya sumber air ke sungai.

d. Tetap lembab ketika musim kering

Lahan pertanian akan tetap lembab saat musim kemarau karna banyaknya unsur hara

dan mineral yang terkandung didalamnya

e. Dapat menahan erosi dan tidak kehilangan hara

Lahan pertanian yang baik dapat menahan erosi tanpa menghilangkan unsur

hara dan mineral didalamnya.

3. Jenis Tanaman yang Rawan Terkonversi

Di Desa Dukuhsalam komoditi yang paling banyak ditanam adalah tanaman

tebu. Tetapi ada tanaman yang lain yang di tanam di Desa Dukuhsalam seperti jagung.

Tanaman yang rawan terkonversi lahannya adalah tanaman tebu, sebagian lahan yang

terkonversi di Desa Dukuhsalam adalah bekas lahan tebu. Walaupun ada beberapa

jenis tanaman yang terkonversi selain tebu seperti ketela dan jangung.

(12)

No. Jenis Tanaman Luas lahan terkonversi Persentase (%)

1. 2.

Tebu (Saccharum officinarum)

Jagung (Zea maysssp.mays)

4 Ha 1 Ha

90 10

Total 5 Ha 100

Sumber data Primer: diolah 2017

Pada tabel.11 diatas dapat disimpulkan banyaknya lahan pertanian yang

terkonversi adalah pada jenis tanaman tebu yaitu sekitar 5 Hektar, diketahui di daerah

Tegal banyak komoditi usahatani komoditi tebu yang hampir tersebar di seluruh

Kabupaten Tegal. Banyaknya lahan tebu yang terkonversi diakibatkan karena lahan

yang sudah ditanami tebu dianggap kurang subur jika di tanami dengan tanaman lain.

Jika panen tebu yang dihasilkan tidak menghasilkan produktivitas yang signifikan

maka petani akan menjual lahan tersebut secara keseluruhan maupun dikaplingkan.

Kemudian yang kedua adalah komoditi usahatani jagung yang terkonversi sampai 1

hektar. Sama halnya dengan tebu, lahan jagung juga terkonversi akibat nilai jual tanah

yang tinggi dibandingkan hasil produksinya.

C. Faktor-faktor yang Menyebabkan Terjadinya Konversi Lahan dari Pertaniaan ke Non Pertanian.

Kecamatan Slawi merupakan salah satu Kecamatan yang paling sering terkena

konversi lahan, salah satunya yaitu Desa Dukuhsalam. Rata-rata Desa di Seluruh

Kecamatan Slawi hampir terkonversi, dikarenakan Kecamatan Slawi sudah memasuki

wilayah perkotaan. Menurut Nasoetion dan Winoto (1996) proses alih fungsi lahan

(13)

kelembagaan yang dikembangkan oleh masyarakat dan pemerintah, dan (ii) sistem

non-kelembagaan yang berkembang secara alamiah dalam masyarakat. Sistem

kelembagaan yang dikembangkan oleh masyarakat dan pemerintah antara lain

direpresentasikan dalam bentuk terbitnya beberapa peraturan mengenai konversi

lahan. Faktor-faktor yang umum terjadi pada konversi lahan pertanian bisa dilihat

pada diagram berikut ini:

Gambar 2. Diagram faktor-faktor yang terjadi pada konversi lahan

1. Faktor sosial masyarakat petani di Desa Dukuhsalam

Perubahan pada masyarkat di dunia merupakan gejala yang normal, yang

pengaruhnya menjalar dengan cepat ke bagian-bagian dunia lainnya, antara lain berkat

adanya komunikasi yang modern. Faktor-faktor sosial yang mempengaruhi tingginya

tingkat konversi lahan di Desa Dukuhsalam, Kecamatan Slawi, Kabupaten Tegal

adalah sebagai berikut :

Faktor Sosial Masyarakat

50%

Faktor Lingkungan

Masyarakat 20% Faktor

Ekonomi Masyarakat

(14)

Tabel. 12 Faktor-faktor Sosial Masyarakat Petani

No. Faktor Sosial Penjelasan Persentase

(%)

1. Meningkatnya pertumbuhan penduduk

Peningkatan pertumbuhan penduduk menyebabkan permintaan tanah untuk

pembangunan pemukiman semakin tinggi.

50

2.

Pembangunan pusat industri atau pembangunan jalan raya

Tingginya pembangunan pertambangan atau industry menyebabkan banyaknya

permintaan akan kebutuhan lahan.

25

3. Pembangunan otonomi daerah

Otonomi daerah yang

mengutamakan pembangunan pada sektor menjanjikan keuntungan jangka pendek lebih tinggi guna meningkatkan pendapatan asli daerah .

10

4. Keberadaan hukum waris

Keberadaan hukum waris yang menyebabkan terfragmentasinya tanah pertanian, sehingga tidak memenuhi batas minimum skala ekonomi usaha yang

menguntungkan.

5

5. Kurangnya minat dibidang pertanian

Beberapa masyarakat menganggap bahwa sektor pertanian adalah sektor minim penghasilan dan berada di kelas bawah.

5

6. Terprovokasi untuk mengkonversi lahan

Banyaknya masyarakat petani yang ikut terprovokasi mengkonversi lahan pertaniannya

5

(15)

2. Faktor ekonomi masyarakat petani di Desa Dukuhsalam

Pembangunan ekonomi menurut Irawan (2002: 5) adalah usaha-usaha untuk

meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang seringkali diukur dengan tinggi

rendahnya pendapatan riil perkapita. Faktor ekonomi yang mempengaruhi tingginya

tingkat konversi lahan di Desa Dukuhsalam, Kecamatan Slawi, Kabupaten Tegal

adalah :

Tabel.13 Faktor-faktor Ekonomi Masyarakat Petani

No. Faktor Ekonomi Penjelasan Persentase

(%)

1.

Tingginya nilai sewa dan jual lahan (land rent)

Tingginya nilai sewa dan jual lahan yang diperoleh aktivitas sektor non pertanian dibandingkan sektor pertanian. Rendahnya insentif untuk berusahatani disebabkan oleh tingginya biaya produksi, sementara harga hasil pertanian relatif rendah.

75

2.

Keterbatasan modal dan biaya

Faktor ekonomi yang mendorong petani untuk mengkonversi lahannya salah satunya adalah karna keterbatasan modal dan biaya yang dialami oleh para petani responden. Faktor kebutuhan keluarga petani yang terdesak oleh kebutuhan modal usaha atau keperluan keluarga lainnya (pendidikan, mencari pekerjaan non pertanian, atau lainnya) seringkali membuat petani tidak mempunyai pilihan selain menjual lahan pertaniannya.

25

(16)

1. Faktor lingkungan petani responden di Desa Dukuhsalam

Dekonsentrasi kegiatan industri dan pembangunan pemukiman bagi penduduk

Desa Dukuhsalam telah mulai menggunakan lahan pertanian yang masih berproduksi

disekitarnya. Diduga terdapat perbedaan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

perilaku konversi lahan pertanian, juga antara konversi lahan pertanian ke pemukiman

dengan ke industri. Secara teoritis transaksi hanya terjadi bila terdapat keseimbangan

antara kebutuhan konsurnen dengan produsen. Namun karena petani berada di pihak

yang lemah diduga bahwa dalam transaksi lahan pertanian pengaruh luar petani lebih

dominan daripada kepentingan internal petani. Salah satunya yaitu faktor lingkungan

yang masih berpengaruh terhadap penyebab terjadinya konversi lahan di Desa

Dukuhsalam, Kecamatan Slawi, Kabupaten Tegal. Faktor-faktor lingkungan yang

terjadi di Desa Dukuhsalam adalah:

Tabel.14 Faktor-faktor Lingkungan Masyarakat Petani

No. Faktor Lingkungan Masyarakat

Penjelasan Persentase

(%)

1. Sistem irigasi yang tidak baik

Sistem irigasi yang tidak cukup baik di Desa Dukuhsalam menyebabkan sulitnya petani responden untuk melakukan usahatani. Aliran irigasi telah banyak tertutup akibat pembangunan rumah dan bangunan permanen.

65

2. Lahan yang kurang subur

Lingkungan lahan yang dimiliki petani responden terlalu kering untuk ditanami tanaman pertanian, maka dari itu petani lebih memilih mengkonversi lahannya dibandingkan mempertahankan lahan tersebut untuk bercocok tanam.

35

(17)

D. Proses Terjadinya Konversi Lahan Pertanian di Desa Dukuhsalam

Irawan (2005) dalam Akbar (2008) mengemukakan bahwa konversi tanah

lebih besar terjadi pada tanah sawah dibandingkan dengan tanah kering karena

dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu pertama, pembangunan kegiatan non pertanian

seperti kompleks perumahan, pertokoan, perkantoran, dan kawasan industri lebih

mudah dilakukan pada tanah sawah yang lebih datar dibandingkan dengan tanah

kering. Kedua, akibat pembangunan masa lalu yang terfokus pada upaya peningkatan

produk padi maka infrastruktur ekonomi lebih tersedia di daerah persawahan daripada

daerah tanah kering. Ketiga, daerah persawahan secara umum lebih mendekati daerah

konsumen atau daerah perkotaan yang relatif padat penduduk dibandingkan daerah

tanah kering yang sebagian besar terdapat di wilayah perbukitan dan pegunungan.

Konversi lahan biasanya terkait dengan proses perkembangan wilayah, bahkan dapat

dikatakan bahwa konversi lahan merupakan konsekuensi dari perkembangan wilayah.

Sebagian besar konversi lahan yang terjadi, menunjukkan adanya ketimpangan dalam

penguasaan lahan yang lebih didominasi oleh pihak kapitalis dengan mengantongi izin

mendirikan bangunan yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Di Desa Dukuhsalam mempunyai luas lahan keseluruhan sebesar 162.067 Ha

diantaranya ada lahan pemukiman, lahan sawah, lahan pekarangan dan lain-lain. Yang

paling banyak mendominasi luas lahan di Desa Dukuhsalam yaitu lahan untuk

pemukiman sebesar 121.037 Ha. Hal ini membuktikan bahwa di Desa Dukuhsalam

(18)

Berikut adalah bagan atau diagram proses konversi lahan yang terjadi di Desa

Dukuhsalam:

Gambar 3. Diagram proses konversi lahan di Desa Dukuhsalam

Proses konversi lahan yang terjadi di Desa Dukuhsalam berawal dari

pembangunan pemukiman dan pembangunan industry pertambangan di sekitar daerah

sawah atau lahan pertanian dan di area pinggiran kali gung yang seharusnya menjadi

salah satu sumber irigasi sawah, tetapi dibangun industri pertambangan pasir dan batu.

Hal ini membuat tidak sedikit petani yang berpindah ke usahatani lain yang tidak

membutuhkan terlalu banyak air atau bahkan banyak yang mengkonversi lahan

petaniannya untuk kepentingan non pertanian. Sekitar tahun 90’an di Desa

Dukuhsalam banyak terjadi konversi lahan tetapi belum terlalu signifikan seperti

banyaknya lahan pertanian yang di non aktifkan yang kemudian dijadikan

pembangunan sarana dan prasarana perkotaan seperti terminal dan pembuatan jalan

lingkar yang menghubungkan antara Kecamatan Slawi dengan Kecamatan Pangkah.

awal konversi lahan (1999)

pembangunan industri /sarana

dan prasarana

terjadinya konversi lahan di daerah pingiran kali gung dan pembuatan jalan lingkar (2010)

terjadinya konversi lahan untuk pembangunan terminal Slawi (2016)

perumahan/ pemukiman

warga

terjadinya konversi lahan untuk pemukiman bahkan

(19)

Pembuatan sarana dan prasarana ini membutuhkan waktu bertahun-tahun dan

mengakibatkan konversi lahan yang cukup besar.

Di tahun 2010 jalan lingkar yang menghubungkan Kecamatan Slawi dengan

Kecamatan Pangkah berhasil dibangun dan mengakibatkan lebih banyak konversi

lahan khususnya untuk pertambangan dan pemukiman serta banyak kasus tentang

sengketan tanah antara petani pemilik lahan dengan pemerintah. Kemudian di tahun

2016 terjadi konversi lahan yang cukup besar untuk pembuatan terminal Slawi yang di

pindah ke Desa Dukuhsalam, Kecamatan Slawi, Kabupaten Tegal.

E. Dampak Konversi Lahan terhadap Produktivitas Usahatani di Desa Dukuhsalam.

Pada rumusan masalah ini dijelaskan apakah konversi lahan mempengaruhi

produktivitas usahatani di Desa Dukuhsalam atau tidak. Untuk menghitung

produktivitas usahatani digunakan rumus sederhana yaitu output dibagi dengan input

dengan melalui tahapan penghitungan pengukuran produktivitas total kemudian

dilanjutkan dengan pengukuran profil produktivitas barulah kita dapat menyimpulkan

apakah konversi lahan pertanian mempengaruhi tidak terhadap hasil produktivitas

usahatani. Cara perhitungannya adalah sebagai berikut ini :

1. Pengukuran Produktivitas total

Di Desa Dukuhsalam, Kecamatan Slawi, Kabupaten Tegal semakin lama

berjalannya waktu semakin banyak konversi lahan yang terjadi. Dampaknya bagi para

petani tidak hanya satu tetapi ada beberapa dampak dan yang mendominasi adalah

(20)

dampak yang terjadi terhadap produktivitas usahatani di Desa Dukuhsalam. Lahan

pertanian yang paling banyak terkonversi adalah lahan untuk komoditi tebu dan

jagung. Untuk mencari produktivitas usahatani komoditi tebu dan jagung digunakan

rumus produktivitas secara umum yaitu :

Produktivitas =

Rata-rata pengeluaran biaya yang di keluarkan petani responden untuk komoditas tebu

setiap tahunnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel.13 Biaya yang Dikeluarkan Petani Tebu

No. Biaya Produksi (Per 1Ha) Tahun

2015 2016 2017

1. 2. 3. 4. 5. Bibit tebu 9,25 kw pupuk petro

organik 4,95 kw pupuk Za 4,98 kw pupuk ponska Rata-rata Tenaga kerja

(borongan) Rp.3.198.195 Rp.421.921,5 Rp.608.107,5 Rp.412.912,5 Rp.1.801.800 - Rp.421.921,5 Rp.608.107,5 Rp.412.912,5 Rp.1.801.800 - Rp.421.921,5 Rp.608.107,5 Rp.412.912,5 Rp.2.402.400

Total Rp.6.442.936,5 Rp.3.244.741,5 Rp.3.845.341,5

Sumber data Primer: diolah 2016

Dapat dilihat pada tabel diatas, pada tahun pertama yaitu di tahun 2015 petani

tebu membeli bibit tebu dengan harga Rp.3.198.195/1Ha. Untuk tahun berikutnya,

petani hanya menggunakan bonggol setelah paska panen karena untuk satu kali

pembelian bibit baru bisa untuk 3x musim panen. Jadi anggaran pembelian bibit untuk

setiap musim panen sebenarnya adalah Rp.3.198.195,- dibagi 3 (untuk 3x musim

(21)

Tetapi anggaran dibayar di tahun pertama musim panen, jadi untuk tahun kedua dan

ketiga musim panen tidak perlu membayar anggaran pembelian bibit. Untuk anggaran

pembelian pupuk tidak ada perubahan setiap musim panen pertahun, yang terjadi

perubahan anggaran yaitu pada anggaran tenaga kerja. Untuk tahun 2015 dan 2016

anggaran tetap untuk tenaga kerja borongan yaitu Rp.1.801.000 kemudian ada

kenaikan harga menjadi Rp.2.402.400,-. Kenaikan ini dipengaruhi banyaknya petani

yang beralih profesi menjadi tenaga bongkar muat untuk pertambangan dan buruh

bangunan yang bayarannya untuk per orang Rp.100.000,-. Pada musim panen tahun

pertama, memang petani lebih banyak mengeluarkan anggaran untuk pembelian bibit

yaitu untuk total keseluruhan Rp.6.442.936,5 kemudian di tahun kedua musim panen,

petani mengeluarkan biaya Rp.3.244.741,5 dan di tahun ketiga musim panen petani

mengalami kenaikan biaya yaitu pada tenaga kerja borongan dengan total biaya

Rp.3.845.341,5.

Tabel. 14 Biaya yang Dikeluarkan Petani Jagung

No

. Biaya Produksi (Per 1Ha)

Tahun

2015 2016 2017

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Bibit Jagung/11 kg 4,26 kw pupuk urea 11,15 kg pupuk ponska

Tenaga kerja pemupuk Tenaga kerja lahan Rata-rata total Biaya Tenaga

Kerja Rp.495.495,- Rp.635.134,5 Rp.100.600,5 Rp.200.000,- Rp.700.000,- Rp.2.702.700 Rp.495.495,- Rp.635.134,5 Rp.100.600,5 Rp.200.000,- Rp.700.000,- Rp.2.702.700 Rp.495.495,- Rp.635.134,5 Rp.100.600,5 Rp.300.000,- Rp.1.000.000,- Rp.3.903.900

Total Rp.4.833.930 Rp.4.833.930 Rp.6.435.130

(22)

Pada data Tabel 14 diatas dapat dilihat, anggaran musim tanam di tahun

pertama total biayanya adalah Rp.4.833.930 kemudian untuk tahun kedua total

biayanya sama dengan tahun pertama yaitu Rp.4.833.930 di tahun ketiga musim tanam

terjadi kenaikan harga pada tenaga kerja pemupuk dan tenaga kerja lahan yaitu

Rp.6.435.130 terjadi kenikan harga pada anggaran tenaga kerja. Untuk tenaga kerja

semuannya menggunakan tenaga kerja borongan, pada tenaga kerja pemupuk biasanya

dikerjakan sekitar 5-8 orang dan untuk tenaga kerja lahan yaitu dikerjakan sekitar

10-20 orang yang tugasnya adalah memacul lahan jagung.

Pengukuran produktivitas dari seluruh input disebut pengukuran produktivitas

total (total productivity measurement). Dalam praktiknya, mengukur pengaruh dari

seluruh input mungkin tidak diperlukan. Banyak perusahaan hanya mengukur

produktivitas dari faktor-faktor yang dianggap sebagai indikator relevan bagi

keberhasilan dan kinerja perusahaan. Jadi, dalam istilah praktis, pengukuran

produktivitas total dapat didefinisikan sebagai pemfokusan perhatian pada beberapa

input yang secara total menunjukkan keberhasilan perusahaan. Pada setiap kasus

pengukuran produktivitas total mensyaratkan pengembangan dari pendekatan

pengukuran multifaktor. Pendekatan multifactor yang umum disarankan dalam

literartur produktivitas (tetapi jarang ditemukan di dalam praktik) adalah

menggunakan indeks produktivitas agregat. Indeks agregat bersifat kompleks dan sulit

di interpretasikan serta belum diterima secara umum. Dua pendekatan yang telah

(23)

pengukuran produktivitas yang berkaitan dengan laba (profit-linked productivity

measurement).

2. Pegukuran Profil Produktivitas

Pembuatan sebuah produk melibatkan beberapainput utama seperti tenaga

kerja, bahan, modal, dan energy. Pengukuran profil menyediakan serangkaian atau

sebuah vector ukuran operasional parsial yang berbeda dan terpisah. Profil dapat

dibandingkan dari waktu ke waktu untuk memberikan informasi mengenai perubahan

produktivitas. Berikut adalah Tabel.15 data tentang profil produktifitas tanaman tebu :

Tabel.15 Profil Produktivitas Tebu

No. Profil produktifitas Tahun

2015 2016 2017

1.

2. 3.

Jumlah tebu yang diproduksi (Rupiah)

Upah tenaga kerja Biaya Produksi

Rp.40.000.000,-

Rp.1.801.800 Rp.6.442.936,5

Rp.37.000.000,-

Rp.1.801.800 Rp.3.244.741,5

Rp.36.000.000,-

Rp.2.402.400 Rp.3.845.341,5

Produktivitas Petani 22,20 20,53 14,98

Produktivitas Hasil 6,20 11,40 9,36

Sumber data primer: diolah 2016

Tabel 15 diatas menyajikan profil rasio produktivitas tebu untuk

masing-masing tahun, profil Tahun 2015 yaitu produktivitas tenaga kerja (petani) sebesar

22,20 dan produktivitas hasil usahatani sebesar 6,20 , profil tahun 2016 yaitu

produktivitas tenaga kerja (petani) sebesar 20,53 dan produktivitas hasil usahatani

sebesar 11,40 dan profil tahun 2017 yaitu produktivitas tenaga kerja (petani) sebesar

(24)

ketiga tahun tersebut, dapat dilihat bahwa produktivitas meningkat dan menurun untuk

produktivitas tenaga kerja maupun produktivitas hasil. Dari 22,20 turun menjadi 20,53

kemudian turun kembali di tahun ketiga menjadi 14,98 untuk tenaga kerja. Dan dari

6,20 naik menjadi 11,40 kemudian turun kembali menjadi 9,36 untuk produktivitas

hasil usahatani. Jadi dapat disimpulkan untuk produktivitas tenaga kerja petani tebu

dari tahun ke tahun mengalami penurunan yang cukup signifikan, sedangkan

produktivitas hasil mengalami kenaikan di tahun kedua kemudian mengalami

penurunan di tahun ketiga. Perbandingan profil ini menyediakan cukup informasi

sehingga petani dapat menyimpulkan bahwa proses perakitan baru secara nyata telah

memperbaiki produktivitas secara keseluruhan. Akan tetapi, nilai peningkatan

peroduktivitas ini tidak diungkapkan oleh rasio-rasio.

Tabel.16 Profil Produktivitas Jagung

No. Profil produktifitas Tahun

2015 2016 2017

1.

2.

3.

Jumlah Jagung yang diproduksi (Rupiah) Upah tenaga kerja

(Total) Biaya Produksi

Rp.28.000.000,-

Rp.2.702.700

Rp.4.833.930

Rp.24.500.000,-

Rp.2.702.700

Rp.4.833.930

Rp.21.000.000,-

Rp.3.903.900

Rp.6.435.130

Produktivitas Petani 10,36 9.06 5,37

Produktivitas Hasil 5,79 4,96 3,26

Sumber data primer: diolah 2016

Tabel 16 diatas menyajikan profil rasio produktivitas jagung untuk

(25)

dan produktivitas hasil usahatani sebesar 5,79, profil tahun 2016 yaitu produktivitas

tenaga kerja (petani) sebesar 9.06 dan produktivitas hasil usahatani sebesar 4,96 dan

profil tahun 2017 yaitu produktivitas tenaga kerja (petani) sebesar 5,37 dan

produktivitas hasil usahatani sebesar 3,26. Dengan membandingkan profil ketiga tahun

tersebut, dapat dilihat bahwa produktivitas menurun setiap tahunnya untuk

produktivitas tenaga kerja maupun produktivitas hasil. Dari 10,36 turun menjadi 9.06

kemudian turun kembali di tahun ketiga menjadi 5,37 untuk tenaga kerja. Dan dari

5,79 turun menjadi 4,96 kemudian turun kembali menjadi 3,26 untuk hasil usahatani.

Jadi dapat disimpulkan untuk produktivitas tenaga kerja petani jagung dari tahun ke

tahun mengalami penurunan yang cukup signifikan, baik produktivitas hasil maupun

produktivitas tenaga kerja. Perbandingan profil ini menyediakan cukup informasi,

sehingga petani dapat menyimpulkan bahwa proses perakitan baru secara nyata telah

memperbaiki produktivitas secara keseluruhan.

3. Hasil Produktivitas dengan Konversi Lahan

Hasil produktivitas pada tanaman tebu di Desa Dukuhsalam mengalami

kenaikan dan penurunan baik dari produktivitas tenaga kerja dan produktivitas hasil.

Untuk produktivitas tanaman jagung di Desa Dukuhsalam mengalami penurunan yang

cukup drastis mulai dari produktivitas tenaga kerja dan produktivitas hasil. Dapat di

simpulkan konversi lahan yang terjadi di Desa Dukuhsalam tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap hasil produktivitas usahatai yang ada. Yang lebih berpengaruh

adalah pada upah tenaga kerja yang tiap tahun mengalami kenaikan, hal ini kembali

(26)

lahan industri dan lahan pertambangan yang mengakibatkan semakin menipisnya

jumlah petani di Desa tersebut.

Dampaknya adalah meningkatnya payment petani dan menurunnya

produktivitas hasil usahatani di Desa Dukuhsalam. Petani lebih memilih beralih

profesi menjadi buruh bongkar muat dengan penghasilan sekali angkut

Rp.100.000,-/orang sedangkan buruh tani hanya Rp.40.000,-Rp.100.000,-/orang. Pendapatan petani yang

mengalami ketimpangan tersebut memaksa petani beralih profesi dan petani yang

mempunyai lahan memilih untuk menjual lahannya atau mengkonversi lahan pertanian

Gambar

Tabel 5. Umur Petani Responden
Tabel 6. Tingkat Pendidikan Petani Responden
Tabel 7. Luas dan Status Lahan Petani Responden
Tabel 8. Status Kepemilikan Lahan Petani Responden
+7

Referensi

Dokumen terkait

Persentase Sikap Responden tentang Pernyataan Orang yang Belum Mengalami Gangguan Pendengaran Perlu Mengurangi Volume Ketika Mendengarkan Musik Menggunakan Piranti Dengar

Landasan Teori dan Program projek akhir arsitektur ini tidak luput dari kesalahan dan.. kekurangan, maka penulis akan sangat menerima kritik maupun saran dari

Dari gambar 3.1 di atas dapat diketahui bahwa penampil gambar berbasis Mikrokontroler AT89S8252 ini akan menampilkan gambar pada 2 buah LED Matrik 5x7 sedangkan, transistor BC547

Aplikasi yang digunakan dalam melakukan monitoring trafic jaringan pada AMIK Bina Sriwijaya adalah software Axence NetTools Pro5, aplikasi ini digunakan untuk

pemrograman yang dilakukan, nantinya akan memperoleh hasil untuk. menyelesaikan masalah yang

Tulisan ini merupakan Skripsi dengan judul “ Pemanfaatan Serbuk Serat Ampas Tebu Termodifikasi sebagai Pengisi Komposit Hibrid Plastik Bekas Kemasan Gelas/Serat

Guru menginformasikan kepada siswa bahwa pada pertemuan berikutnya akan dilaksanakan Praktik Cara mengidentifikasi jenis-jenis gangguan yang terjadi pada Poros Penggerak Roda serta

Finally, ccharacteristicss of the media developed are (1) media of waterfalls and ladders consists of a game board, 4 pieces pawns, 1 dice, cards matter, and the rules of the