BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Tanaman
Menurut Bangun (2011) kencur (Kaempferia galanga .L.) merupakan
tanaman tropis yang banyak tumbuh di berbagai daerah di Indonesia sebagai tanaman
budidaya. Kencur banyak digunakan sebagai ramuan obat tradisional dan sebagai
bumbu masakan sehingga para petani banyak yang membudidayakannya. Bagian
tanaman kencur yang diperdagangkan adalah rimpang atau rizoma.
Bunga kencur berwarna putih berbau harum terdiri dari empat helai daun
mahkota. Tangkai bunga berdaun kecil sepanjang 2 –3 cm, tidak bercabang, dapat
tumbuh lebih dari satu tangkai, panjang tangkai 5 –7 cm berbentuk bulat dan beruas
ruas. Putik menonjol keatas berukuran 1 –1,5 cm, tangkai sari berbentuk corong
pendek (Bangun, 2011).
Daun kencur berbentuk bulat lebar, tumbuh mendatar di atas permukaan tanah
dengan jumlah tiga sampai empat helai daun. Permukaan daun sebelah atas berwarna
hijau tua sedangkan sebelah bawah berwarna hijau pucat. Panjang daun berukuran 10
–12 cm dengan lebar 8 –10 cm mempunyai sirip daun yang tipis dan tidak memiliki
tulang daun. Akar kencur tumbuh bergerombol, bercabang-cabang, memiliki serabut
putih,berwarna cokelat gelap dan terlihat mengkilap.
Rimpang kencur terdapat di dalam tanah bergerombol dan bercabang dengan
rimpangnya berwarna putih, berair dengan aroma yang tajam. Rimpang muda
berwarna putih kekuningan dengan kandungan air lebih banyak dan rimpang tua
berwarna putih kekuningan yang ditumbuhi akar pada ruas - ruas rimpang (Bangun,
2011).
Kedudukan tanaman kencur dalam taksonomi tumbuhan diklasifikasikan
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae (suku jahe - jahean)
Genus : Kaempferia
Spesies : Kaempferia galanga L. (Roemantio dan Somaatmadja, 1996)
Perbanyakan kencur umumnya dilakukan secara vegetatif, yaitu dengan
menggunakan mata tunas dan rimpangnya, cara perbanyakan demikian akan
diperoleh bibit tanaman yang seragam. Keanekaragaman morfologi (daun, rimpang)
kencur jarang ditemukan di lapangan, diduga karena kencur selalu diperbanyak
terbentuk bunga kencur. Daya adaptasi kencur di beberapa jenis tanah, curah hujan
dan ketinggian tempat tumbuh cukup tinggi. Hal ini merupakan variasi jenis kencur
yang secara morfologi tidak tampak. Variasi yang jenis kencur yang ditemuan
menunjukan bahwa kencur berhasil beradaptasi di berbagai tipe habitat (Roemantio
dan Somaatmadja, 1996).
2.2 Kandungan Kimia Kencur
Ekstrak kental rimpang kencur mengandung minyak atsiri lebih dari 37,9%
dengan senyawa utama etil-p-metoksisinamat lebih dari 4,3%. Ekstrak kental kencur
berwarna coklat tua, berbau khas dan mempunyai rasa pedas yang menimbulkan rasa
tebal di lidah. Kandungan kimia ekstrak kencur yaitu minyak atsiri (Riana, 2013).
a.. Minyak Astiri
Minyak atsiri adalah zat berbau yang terkandung dalam tanaman. Minyak ini
disebut juga minyak menguap, minyak eteris, minyak esensial karena pada suhu
kamar mudah menguap. Istilah esensial dipakai karena minyak atsiri mewakili bau
dari tanaman asalnya. Dalam keadaan segar dan murni, minyak atsiri umumnya tidak
berwarna. Namun, pada penyimpanan lama minyak atsiri dapat teroksidasi. Minyak
atsiri dapat bersumber pada setiap bagian tanaman yaitu dari daun, bunga, buah, biji,
batang atau kulit dan akar atau rhizome. Minyak atsiri digunakan sebagai bahan baku
dalam berbagai industri, misalnya industri parfum, kosmetika, farmasi, bahan
Rimpang kencur mengandung minyak atsiri, destilasi uap bahan kering
menghasilkan minyak atsiri sebanyak 2.4% - 3.8% (Astuti, dkk, 1996). Hasil
penelitian Atomic Absorption Flame Spectropotometer (AAFS) menunjukan bahwa
kencur mengandung berbagai mineral seperti: Mg. Fe, Cu, Ca, Na, K, Ag, Pb, Zu, Co.
AI, Cd dan Li.
b. Etil-P-Metoksisinamat
Barus (2009) dalam Riana (2013) menyatakan bahwa senyawa Etil
p-metoksisinamat (EPMS) adalah salah satu senyawa hasil isolasi rimpang kencur yang
merupakan bahan dasar senyawa tabir surya yaitu pelindung kulit dari sengatan sinar
matahari. EPMS merupakan senyawa aktif yang ditambahkan pada lotion kulit
ataupun bedak setelah mengalami sedikit modifikasi. Modifikasi dilakukan untuk
mengurangi kepolaran EPMS sehingga kelarutan dalam air berkurang. EPMS
termasuk dalam golongan senyawa ester yang bersifat nonpolar dan gugus karbonil
yang mengikat etil yang bersifat polar, sehingga dalam ekstraksinya dapat
menggunakan pelarut-pelarut yang mempunyai variasi kepolaran yaitu etanol, etil
asetat, air dan heksana.
2.3 Kultur Jaringan
Kultur jaringan adalah metode mengisolasi bagian dari tanaman seperti
protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan dan organ, serta menumbuhkannya dalam
kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan
totipotensi sel dari Schwan dan Schleiden pada tahun 1834. Teori totipotensi
menyatakan bahwa setiap sel tanaman hidup mempunyai informasi genetik dan
perangkat fisiologis yang lengkap untuk dapat tumbuh dan berkembang menjadi
tanaman utuh jika kondisinya sesuai.
Sel-sel merupakan kesatuan biologis terkecil yang mempunyai kemampuan
untuk mengadakan berbagai aktivitas hidup, seperti: metabolisme, reproduksi,
pertumbuhan dan beregenerasi. Penelitian yang dilakukan oleh Haberlant (1902)
menunjukan bahwa setiap sel tumbuhan mampu melakukan regenerasi membentuk
organ yang sama atau membentuk organisme serupa apabila ditumbuhkan di dalam
medium dan lingkungan yang sesuai (Indah, 2014).
Tujuan pokok perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan adalah
produksi tanaman dalam jumlah banyak dalam waktu singkat, terutama untuk
varietas-varietas unggul yang baru dihasilkan, selain itu untuk menghasilkan jenis
tanaman unggul misalnya tanaman bebas virus (Indah, 2014). Faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan
adalah sumber eksplan, media tanam, zat pengatur tumbuh (ZPT), dan lingkungan
fisik.
Eksplan atau bahan tanam adalah sel, jaringan atau organ yang diisolasi dari
tanaman induk kemudian ditumbuhkan pada media kultur. Ketepatan memilih
eksplan dan umur fisiologis eksplan berpengaruh terhadap kemampuan beregenerasi.
dengan jaringan yang sudah tua, sehingga jaringan tanaman yang meristematik paling
banyak dijadikan sumber eksplan (Indah, 2014).
Komposisi media yang digunakan bergantung dengan jenis tanaman yang
akan dikultur. Media yang digunakan biasanya terdiri atas garam mineral, vitamin,
hormone, dan bahan tambahan berupa agar dan gula. Beberapa formulasi media yang
sering digunakan dalam banyak kultur jaringan antara lain : media White, Murashige
& Skoog (MS), Gamborg (B5), Gautheret, Schenk & Hilderbrandt (SH), Nitch &
Nitch, Lloyd & McCown (Wood Plant Medium).
Media dasar Murashige dan Skoog (MS), digunakan hampir pada semua jenis
tanaman terutama herbaceous. Media MS memiliki komposisi unsur hara mikro dan
makro lebih lengkap dibandingkan media dasar lainnya. Media MS memiliki
konsentrasi garam-garam mineral yang tinggi dan senyawa N dalam bentuk NO3- dan
NH4+. (Dian, 2005).
Zat pengatur tumbuh atau fitohormon merupakan sekumpulan senyawa
organik, baik yang terbentuk secara alami maupun buatan yang dalam konsentrasi
sangat kecil mampu memacu, menghambat, atau mengubah biochemis, fisiologis
maupun morfologis, yang berfungsi untuk mempengaruhi pertumbuhan,
perkembangan dan pergerakan tanaman. (Pras, 2012).
ZPT yang sangat berperan dalam teknik kultur jaringan yaitu auksin dan
sitokinin. Pemberian ZPT pada konsentrasi tertentu akan menstimulasi pertumbuhan
endogen dan eksogen. ZPT eksogen dapat mempengaruhi hormon tumbuh yang
berperan dalam jaringan tanaman serta mempengaruhi aktivitas enzim (Lestari,
2013).
Auksin merupakan ZPT tanaman yang mempengaruhi proses fisiologi
tanaman seperti pertumbuhan, pembelahan dan diferensiasi sel serta sintesa protein
(Purwita, 2012). Fungsi auksin adalah merangsang pertumbuhan kalus, merangsang
pembesaran sel dan mengatur morfogenesis tanaman. 2,4-D merupakan ZPT
golongan auksin yang stabil dan tidak mudah terurai pada proses pemanasan karena
sterilisasi. Penambahan 2,4-D dalam jumlah yang lebih besar cenderung
menyebabkan pertumbuhan kalus dan menghambat regenerasi pucuk.
Menurut Kristina dan Sitti (2012), air kelapa mengandung auksin dan
sitokinin dalam konsentrasi tinggi, hal ini karena ZPT yang terdapat dalam air
kelapa berasal dari jaringan meristematik yang aktif membelah dan dalam satu liter
air kelapa muda mengandung ZPT kinetin (sitokinin) sebesar 273,62 mg serta
beberapa mineral lainnya.. Air kelapa banyak digunakan ZPT dalam teknik kultur
jaringan karena memiliki kandungan sitokinin. Penambahan air kelapa dapat
meningkatkan respon tumbuh dan multiplikasi temulawak sebanyak 3,4 tunas/2
bulan, lebih tinggi dibandingkan dengan penambahaan ZPT BA 1,5 mg/l yaitu 2,4
2.4 Teknik Kultur Jaringan
Teknik kultur jaringan untuk menumbuhkan eksplan dapat dilakukakan
dengan beberapa teknik, yaitu : 1) Kultur meristem yaitu teknik kultur jaringan
dengan menggunakan eksplan berupa meristem (akar, batang, daun). 2) Kultur
anther yaitu teknik kultur jaringan dengan menggunakan eksplan berupa kepala sari
dari bunga jantan. 3) Kultur embrio yaitu teknik kultur jaringan dengan
menggunakan eksplan berupa embrio, misalnya embrio kelapa kopyor yang sulit
dikembangbiakan secara alamiah. 4) Kultur protoplas yaitu teknik kultur jaringan
dengan menggunakan eksplan berupa sel yang telah dihilangkan dinding selnya. 5)
Kultur kloroplas yaitu teknik kultur jaringan dengan menggunakan eksplan berupa
kloroplas, kultur ini bertujuan untuk memperbaiki atau membuat varietas baru. 6)
Kultur polen yaitu teknik kultur jaringan dengan menggunakan eksplan berupa serbuk
sari sebagai eksplannya. 7) Kultur kalus yaitu teknik kultur jaringan dengan
menggunakan eksplan berupa kalus.
Kalus telah berhasil diinduksi dari bermacam-macam eksplan yang
mengandung sel-sel aktif membelah (Lestari, dkk, 2013). Inisiasi pembentukan kalus
dimulai dari hasil pembelahan sel yang terus menerus pada jaringan induk.
Pertumbuhan kalus merupakan hasil interaksi yang sangat komplek antara eksplan,
ZPT, komposisi medium dan kondisi lingkungan selama periode inkubasi.
Kandungan auksin yang lebih tinggi dibandingkan dengan sitokinin akan
menyebabkan pembentukan tunas. Kandungan auksin dan sitokinin yang seimbang
akan menghasilkan eksplan membentuk kalus. Sel-sel memperlihatkan peningkatan
aktivitas sitoplasmik yang ditandai dengan meningkatnya respirasi dan jaringan akan
kembali ke dalam keadaan meristematik (dediferensiasi). Selama pertumbuhannya
kalus dapat mengalami lignifikasi yang cukup kuat hingga menyebabkan kalus
bertekstur keras dan kompak, ada juga yang friabel dan lunak sehingga mudah
terpecah-pecah menjadi serpihan - serpihan kecil. Kalus dapat berwarna kekuningan,
putih dan hijau (Lestari, dkk, 2013).
Kelebihan kultur kalus adalah sel–sel kalus dapat dipisahkan dan diinduksi
untuk berdiferensiasi menjadi embrio somatic sehingga mampu menghasilkan
tanaman dalam jumlah banyak dan identik dengan induknya karena kalus secara
genetik bersifat identik dengan tanaman tetua (Luqman, 2012).
Pertumbuhan kalus terbagi menjadi lima fase, yaitu: 1) Fase lag, dimana
sel-sel mulai membelah, 2)Fase eksponensial, dimana laju pembelahan sel berada pada
puncaknya, 3) Fase linear, dimana pembelahan sel mengalami perlambatan tetapi
laju ekspansi sel meningkat, 4)Fase deselerasi, dimana laju pembelahan dan
pemanjangan sel menurun, 5) Fase stationer, dimana jumlah dan ukuran sel tetap